CRITICAL RIVIEW
1.1 Pendahuluan
Budaya THK merupakan Budaya lokal masyarakat Bali yang pada
hakekatnya adalah keseimbangan dan keharmonisan yang menekankan bahwa
kehidupan manusia ditentukan oleh tiga hubungan, yaitu : hubungan manusia
dengan Tuhannya (parahyangan), dengan sesama manusia (pawongan), dan
dengan alam sekelilingnya (palemahan) (Agung, 2009). Adanya keseimbangan
dan keharmonisan tentu berpengaruh terhadap tindakan-tindakan atau kegiatan
bisnis yang dilakukan oleh sosok manusia yang terlibat dalam bisnis tersebut,
termasuk dalam kegiatan pengembangan SIA. Dengan demikian, budaya THK
tentu berpengaruh baik terhadap variabel utama TAM (persepsi kemudahan
penggunaan, persepsi kegunaan, dan penggunaan SIA) maupun variabel
eksternal TAM (keyakinan diri atas komputer dan keinovatifan personal) yang
merupakan anteseden dari variabel utama TAM (persepsi kemudahan
penggunaan dan persepsi kegunaan) dan penggunaan SIA.
1.2 Latar Belakang
Faktor budaya merupakan faktor penting dalam membentuk konteks
utilisasi teknologi dan kinerja telah lama diakui (Lippert dan Volkmar, 2007).
Budaya organisasi menjadi faktor penting yang menentukan keberhasilan atau
kegagalan perusahaan (Susanto et al., 2008). Pada saat bersamaan, proses
penerimaan teknologi/technology acceptance model (TAM), semakin penting
dalam organisasi dan dalam masyarakat luas. Hal inilah yang menunjukkan
bahwa budaya THK mempunyai kaitan dengan SIA karena SIA merupakan
bagian kecil dari kegiatan bisnis yang merupakan salah satu dari kegiatan
kemasyarakatan, yaitu termasuk bidang ekonomi (Windia dan Dewi 2007 :23).
Konsep THK adalah konsep budaya yang telah lama tumbuh dan
berkembang dalam tradisi masyarakat Bali dan telah ditetapkan sebagai
landasan falsafah bisnis. Hal ini tercermin dari visi pembangunan Provinsi Bali
tahun 2006-2026, yakni “ Bali Dwipa Jaya, adil dan demokratis, serta aman dan
bersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan THK”.
Sehubungan dengan hal tersebut, budaya THK harus dapat dilaksanakan oleh
seluruh komponen masyarakat di Bali, termasuk Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) yang beroperasi di daerah Bali.
1.3 Keunggulan
1.4 Kelemahan
Implementasi budaya THK saja tidak cukup untuk menciptakan
kesuksesan penggunaan SIA pada BPR di Provinsi Bali. Selain implementasi
budaya THK, diharapkan para pengelola BPR mengupayakan peningkatan ciri-
ciri individual spesifik, yaitu keyakinan diri atas komputer dan keinovatifan
personal serta meningkatkan kepercayaan yang tercermin dalam persepsi
kegunaan dan persepsi kemudahan penggunaan yang memediasi pengaruh
budaya THK terhadap penggunaan SIA menjadi lebih kuat. Upaya yang perlu
diperhatikan dalam meningkatkan persepsi kemudahan penggunaan adalah
tingkat proses pembelajaran, frekuensi interaksi dengan SIA, dan tingkat
pengalaman para pengelola BPR di Provinsi Bali.
1.5 Kesimpulan