Anda di halaman 1dari 9

Arsitektur Hijau

MENANGKAP AIR HUJAN


Banjir di musim hujan, kekeringan di musim kemarau. Begitulah masalah di banyak kota
di negeri ini. Ini akibat pembangunan kota yang tak mengindahkan kelestarian
lingkungan. Cara yang diyakini bisa menjaga ketersediaan sumber air adalah membuat
sumur resapan dan lubang-lubang biopori.

Konsepnya adalah bagaimana semaksimal mungkin memasukkan kembali ke dalam bumi


air yang jatuh dari langit alias hujan, sehingga tidak terbuang percuma.

BIOPORI
Dinamakan teknologi biopori atau mulsa vertikal karena teknologi ini mengandalkan hewan-
hewan tanah seperti cacing dan rayap untuk membentuk pori-pori alami dalam tanah, dengan
bantuan sampah organik, sehingga air bisa terserap dan struktur tanah diperbaiki.

Lubang biopori tidak memerlukan lahan yang luas. Untuk daerah dengan intensitas hujan tinggi
dan laju peresapan air sekitar 3 liter permenit, setiap 100 meter persegi luas tanah, hanya
membutuhkan sekitar 28 lubang. Karena itu, teknologi ini bisa diaplikasikan di semua jenis
kawasan, termasuk kawasan yang 100% kedap air atau sama sekali tidak ada tanah terbuka. Dan
jika biopori itu berada diantara pepohonan, dijamin tetumbuhan itu akan makin subur.

Membuat Sumur Biopori

1. Gali lubang bentuk silinder, diameter 10-30 cm, kedalaman 80-100 cm (boleh kurang jika
muka air tanah dangkal).
2. Buat jarak antarlubang 50-100 cm.
3. Isi lubang dengan sampah organik (sampah dapur, daun, rumput). Tambah terus sampah
organik jika isi lubang berkurang akibat pembusukan.
4. Perkuat mulut lubang dengan memasukkan paralon (10 cm) dan pinggir mulut lubang di
semen agar tidak longsor.
5. Tutup dengan loster atau tutup saluran WC agar tidak membahayakan anak-anak.

SUMUR RESAPAN
Yang disebut sebagai sumur resapan adalah sumur gali yang berfungsi untuk menampung,
meresapkan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh dipermukaan tanah, bangunan, juga atap
rumah. Dengan denikian, bermanfaat untuk dapat menambah atau meninggikan permukaan air
tanah dangkal (water table), menambah potensi air tanah, mengurangi genangan banjir,
mengurangi amblesan tanah, serta mengurangi beban pencemaran air tanah.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang tata cara perencanaan sumur resapan air
hujan untuk lahan pekarangan, persyaratan umum yang harus dipenuhi adalah sumur resapan
harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah berlereng, curam, atau labil. Selain itu,
sumur harus dijauhkan dari tempat penimbunan sampah, septic tank (minimum lima meter
diukur dari tepi) dan berjarak minimum satu meter dari fondasi bangunan.

Bentuknya boleh bundar atau persegi empat. Penggalian maksimal dua meter di bawah
permukaan air tanah. Persyaratan teknis lainnya ialah kedalaman air tanah minimum 1,50 meter
pada musim hujan, struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah lebih besar atau sama
dengan 2,0 cm/jam, dengan tiga klasifikasi. Pertama, permeabilitas tanah sedang (geluh
kelanauan) 2,0-3,6 cm/jam, kedua permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus), yaitu 3,6-36
cm/jam dan ketiga, permeabilitas tanah cepat (pasir kasar), yaitu lebih besar dari 36 cm/jam.

Spesifikasi sumur resapan meliputi penutup, dinding bagian atas dan bawah, pengisi dan saluran
air hujan. Untuk penutup dapat digunakan, misalnya pelat beton bertulang tebal 10 sentimeter
dicampur satu bagian semen, dua bagian pasir, dan tiga bagian kerikil. Atau beton dengan
ketebalan yang sama berbentuk cubung namun tidak diberi beban diatasnya atau ferocement
setebal 10 sentimeter.

Untuk dinding sumur bagian atas dan bawah dapat menggunakan besi beton. Dinding bagian atas
juga dapat hanya menggunakan batu bata merah, batako, campuran satu bagian semen, empat
bagian pasir, diplester dan diaci semen. Semenetara pengisi sumur dapat menggunakan batu
pecah ukuran 10-20 senti meter, pecahan bata merah ukuran 5-10 sentimeter, ijuk, serta rang.
Pecahkan batu tersebut disusun berongga. Untuk saluran air hujan, dapat digunakan pipa PVC
berdiameter 110 milimeter, pipa beton berdiameter 200 milimeter, dan pipa beton setengah
lingkaran berdiameter 200 milimeter. (dari berbagai sumber/foto:istimewa)
Posted by Bengkel Arsitektur di 05.26 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Link ke posting ini
Reaksi:

Green Architecture

ARSITEKTUR HIJAU
Arsitektur hijau adalah suatu pendekatan perencanaan bangunan yang berusaha untuk
meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan
lingkungan. Untuk pemahaman dasar arsitektur hijau yang berkelanjutan, meliputi di
antaranya lansekap, interior, dan segi arsitekturnya menjadi satu kesatuan. Dalam contoh
kecil, arsitektur hijau bisa juga diterapkan di sekitar lingkungan kita.

Misalnya, dalam perhitungan kasar, jika luas rumah adalah 100 meter persegi, dengan
pemakaian lahan untuk bangunan adalah 60 meter persegi, maka sisa 40 meter persegi lahan
hijau, Jadi komposisinya adalah 60:40. Selain itu membuat atap dan dinding menjadi konsep roof
garden dan green wall. Dinding bukan sekadar beton atau batu alam, melainkan dapat ditumbuhi
tanaman merambat. Selain itu, tujuan pokok arsitektur hijau adalah menciptakan eco desain,
arsitektur ramah lingkungan, arsitektur alami, dan pembangunan berkelanjutan.

Selain itu, arsitektur hijau diterapkan dengan meningkatkan efisiensi pemakaian energi, air dan
pemakaian bahan-bahan yang mereduksi dampak bangunan terhadap kesehatan. Arsitektur hijau
juga dapat direncanakan melalui tata letak, konstruksi, operasi dan pemeliharaan bangunan.

PENGELOLAAN AIR
Dalam perencanaan sebuah bangunan, seorang arsitek selalu dihadapkan pada masalah
pengolahan air. Air hujan adalah salah satu yang perlu manajemen yang baik supaya tidak
mengganggu kenyamanan hidup kita. Air hujan jamaknya dialirkan melalui saluran-saluran
(vertikal maupun horizontal) yang ada di dalam lahan sebelum diteruskan ke sistem drainase
kota. Pengaliran dengan mengandalkan sistem drainae kota ini terbukti sudah tidak efektif dalam
mengelola air hujan.

Banjir besar di Jakarta tahun 2002 dan 2007 adalah bukti betapa lemahnya sistem drainase kota
menghadapi air hujan. Terlepas dari tingginya curah hujan, sistem drainae kebanyakan kota di
Indonesia memang sudah tidak memadai karena semrawutnya tata ruang. Selain itu, kebiasaan
hidup masyarakat membuang sampah ke sungai dan tinggal di bantaran kali juga menyebabkan
kurang berartinya sistem drainase dalam menghadapi limpahan air hujan.

Salah satu alternatif pengolahan air hujan adalah menggunakan


lubang resapan biopori ditemukan oleh Ir. Kamir R. Brata, Msc, seorang Peneliti Institut
Pertanian Bogor (IPB). Resapan biopori meningkatkan daya resapan air hujan dengan
memanfaatkan peran aktifitas fauna tanah dan akar tanaman.Lubang resapan biopori adalah
lubang silindris berdiameter 10-30 cm yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan
kedalaman sekitar 100 cm. Dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, lubang
biopori dibuat tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang kemudian diisi dengan
sampah organik untuk memicu terbentuknya biopori.

Biopori adalah pori-pori berbentuk lubang (terowongan kecil) yang dibuat oleh aktifitas
fauna tanah atau akar tanaman. Kehadiran terowongan/lubang-lubang biopori kecil tersebut
secara langsung akan menambah bidang resapan air. Sebagai contoh, bila lubang dibuat dengan
diameter 10 cm dan dengan kedalaman 100 cm, maka luas bidang resapan akan bertambah
sebanyak 3140 cm² atau hampir 1/3 m².

Sementara, suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula
mempunyai bidang resapan 78.5 cm² setelah dibuat lubang resapan biopori dengan kedalaman
100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3.218 cm². Lubang biopori disebar dalam jarak tertentu
sesuai dengan luas lahan yang hendak dicover. Selain itu, biopori juga bisa diterapkan diselokan
yang seluruhnya tertutup semen. Dibutuhkan dua sampai tiga kilogram sampah lapuk untuk
sebuah lubang biopori.

Agar orang yang menginjaknya tidak terperosok, lubang ditutup dengan kawat jaring. Selain
memperbesar bidang resapan melalui aktivitas organisme tanah, lubang resapan biopori juga
memiliki dapat mengubah sampah organik menjadi kompos. Lubang resapan biopori
"diaktifkan" dengan memberikan sampah organik didalamnya.

Sampah inilah yang akan menjadi sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan
kegiatan melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah didekompoisi ini dikenal sebagai
kompos. Melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori akan berfungsi sekaligus
sebagai "pabrik" pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman. Sampai saat ini belum
ditemukan apa yang menjadi kelemahan lubang biopori. Sampah organik yang ada pada lubang
biopori dirasa tidak akan mengganggu karena cepat diuraikan.

Sampah akan sulit diuraikan jika lubang resapan terlalu besar dan tidak disebar. Karena itu
sampah harus disebarkan, jangan hanya berada disatu tempat. Hasilnya itu juga bisa dijadikan
kompos. Memakai lubang resapan biopori adalah tampaknya merupakan langkah yang bijak
dalam merencanakan sebuah lingkungan binaan. Arsitek sebagai perencana seyogyanya tidak
hanya memikirkan kepentingan bangunan yang dirancangannya, tetapi juga memikirkan
bagaimana rancangannya itu dapat mandiri dan tidak menambah beban sistem drainase kota.

ECO ROOF
Di kawasan kota yang telanjur padat, memperoleh lahan terbuka bukanlah soal mudah. DKI
Jakarta dengan lahan seluas 66.126 hektar dan ruang hijau 9 persen atau 5.951 hektar, perlu
membebaskan sekitar 13.000 hektar lahan bila ingin memenuhi patokan lazim 30 persen lahan
terbuka hijau. Jepang juga menghadapi persoalan sama. Sejak abad ke-17, sifat land hungry
(lapar lahan) dalam praktik mengonsumsi lahan perkotaan telah menyebabkan tampilan kota di
Jepang tak jauh berbeda dari kota besar Asia lainnya.

Karena lahan perkotaan telah telanjur disesaki bangunan, maka sasaran perolehan sel-sel hijau
daun beralih pada hamparan atap datar gedung-gedung yang justru lebih banyak dibanjiri cahaya
matahari. Sebenarnya gerakan atap hijau telah muncul di Jepang sejak awal abad ke-20 melalui
konsep eco-roof, tetapi sifat pengembangannya masih ekstensif.

Atap hijau jenis ini ditandai struktur atap beton konvensional dengan biaya dan perawatan
taman relatif murah karena penghijauan atap hanya mengandalkan tanaman perdu dengan lapisan
tanah tipis. Ketika Jepang semakin ketat menjaga lingkungan melalui pemberlakuan berbagai
tolok ukur bangunan ramah lingkungan, para perancang mulai berpacu mencari solusi cerdas
dalam memanfaatkan bidang datar atap bangunan.

Salah satunya adalah intensifikasi taman atap, atau upaya memadukan sistem bangunan dengan
sistem penghijauan atap sehingga dapat diciptakan taman melayang (sky garden). Berbeda
dengan atap hijau ekstensif yang hanya menghasilkan taman pasif, atap hijau intensif dapat
berperan sebagai taman aktif sebagaimana taman di darat.

Dengan lapisan tanah mencapai kedalaman hingga dua meter, atap hijau intensif mensyaratkan
struktur bangunan khusus dan perawatan tanaman cukup rumit. Jenis tanaman tidak hanya
sebatas tanaman perdu, tetapi juga pohon besar sehingga mampu menghadirkan satu kesatuan
ekosistem. Walaupun investasi yang dibutuhkan untuk membuat atap hijau cukup tinggi, bukan
berarti upaya peduli lingkungan ini bertentangan dengan semangat mengejar keuntungan
ekonomi, terbukti kini banyak fasilitas komersial yang menerapkan konsep atap hijau intensif.
Salah satu di antaranya adalah Namba Park, sebuah mal gaya hidup di pusat kota Osaka.

Manfaat atap hijau bukan hanya sebatas peningkatan nilai estetika dan penghematan energi,
pengurangan gas rumah kaca, peningkatan kesehatan, pemanfaatan air hujan, serta penurunan
insulasi panas, suara dan getaran, tetapi juga penyediaan wahana titik temu arsitektur dengan
jaringan biotop lokal. Perannya sebagai "batu loncatan" menjembatani bangunan dengan habitat
alam yang lebih luas seperti taman kota atau area hijau kota lainnya.

ARSITEKTUR HIJAU DIRUMAH KITA


Desain rumah yang green architecture bisa diterapkan dirumah kita. Sebagai sebuah kesatuan
antara arsitektur bangunan rumah dan taman tentu harus selaras. Untuk mendekatkan diri dengan
alam, fungsi ruang dalam rumah ditarik keluar. Ruang tamu di taman teras depan, ruang makan
dan ruang keluarga ditarik ke taman belakang atau ke taman samping, atau kamar mandi semi
terbuka di taman samping. Sebaliknya, fungsi ruang keluar menerus ke dalam ruang. Ruang tamu
atau ruang keluarga hingga dapur menyatu secara fisik dan visual. Rumah dan taman
mensyaratkan hemat bahan efisien, praktis, ringan, tapi kokoh dan berteknologi tinggi, tanpa
mengurangi kualitas bangunan.

Arsitektur hijau mensyaratkan dekorasi dan perabotan tidak perlu berlebihan, saniter lebih baik,
dapur bersih, desain hemat energi, kemudahan air bersih, luas dan jumlah ruang sesuai
kebutuhan, bahan bangunan berkualitas dan konstruksi lebih kuat, serta saluran air bersih.
Keterbukaan ruang-ruang dalam rumah yang mengalir dinamis. Ketinggian lantai yang
cenderung rata sejajar, distribusi void-void, pintu dan jendela tinggi lebar dari plafon hingga
lantai dilengkapi jalusi (krepyak), dinding transparan (kaca, glassblock, fiberglass, kerawang,
batang pohon), atap hijau (rumput) disertai skylight.

Penempatan jendela, pintu, dan skylight bertujuan memasukkan cahaya dan udara secara tepat,
bersilangan, dan optimal pada seluruh ruangan. Keberadaan tanaman hidup di ruang dalam atau
di taman (void) berguna menjaga kestabilan suhu udara di dalam tetap segar dan sejuk. Pintu dan
jendela kaca selebar mungkin dan memakai tembok dan kusen seminim mungkin menjadikan
ruang terasa lega. Pintu dan jendela bisa dibuka selebar-lebarnya. Lantai teras dan ruang dalam
dibuat dari material sama dan menerus rata (tidak ada beda ketinggian lantai) membuat kesatuan
ruang terasa luas dan menyatu dengan ruang luar di depannya.

Optimalisasi void menciptakan sirkulasi pengudaraan dan pencahayaan alami yang sangat
membantu dalam penghematan energi. Desain void yang tepat dapat mengurangi ketergantungan
penerangan lampu listrik terutama di pagi hingga sore hari dan pemakaian kipas angin atau
pengondisi udara yang berlebihan. Void dalam bentuk taman (kering) dapat berfungsi sebagai
sumur resapan air. Persenyawaan bangunan dan taman dalam konsep arsitektur hijau memiliki
banyak keuntungan bagi rumah itu sendiri, lingkungan sekitar, dan skala kota secara
keseluruhan. Rumah sehat memiliki sistem terbuka. Maka, setiap rumah yang dibangun
berdasarkan konsep arsitektur hijau dapat mengurangi krisis energi listrik dan BBM serta krisis
kualitas lingkungan. (rudy dewanto/foto:istimewa)

Dikutip dari: http://www.rudydewanto.com


Posted by Bengkel Arsitektur di 05.21 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Link ke posting ini
Reaksi:

TIP ARSITEKTUR

Sulap Garasi Jadi Ruang Tamu

Terbatasnya lahan memang menjadi kendala klasik bagi yang tinggal di perkotaan. Akibatnya,
ruang-ruang yang ada tidak mencukupi kebutuhan seluruh anggota keluarga.
Berbagai cara dilakukan untuk mengakali lahan terbatas, seperti yang dibuat pemilik rumah yang
satu ini. Di area seluas 36 m2, ruangan untuk menerima tamu dianggap tidak mencukupi
sehingga kemudian garasi dialihfungsikan sebagai ruang tamu.
Agar ruang tamu tak tampak kosong melompong, di sana-sini diberi pot yang berisi tanaman hias
daun. Si pemilik rumah memang suka sekali menanam tanaman untuk menghijaukan rumahnya.
Sengaja ia pilih tanaman hias daun yang tidak berbunga, karena pemeliharaannya lebih mudah
dibandingkan tanaman berbunga. Selain itu, tanaman hias daun bisa tumbuh di daerah teduh alias
tidak terkena sinar matahari langsung.
Walaupun garasi Anda luas, jangan memenuhi garasi dengan perabot karena tampak depan
rumah Anda akan terlihat “penuh”, dan bisa menghambat sirkulasi orang untuk keluar-masuk
rumah. Cukup letakkan satu meja ditambah satu bangku panjang dan satu bangku pendek. Dan
jangan lupa, sering-seringlah membersihkan perabot ini karena pasti mudah dihinggapi debu.

TIP :
Agar ruang tamu ini tampak lebih indah, Anda bisa meletakkan lukisan atau foto di dinding.
Sesuaikan jenis lukisan dengan dinding rumah. Jika dinding Anda berwarna ngejreng (agak
menyala), sebaiknya gunakan lukisan atau gambar yang tidak menggunakan warna terlalu
banyak, misalnya foto yang berwarna hitam-putih. (rma / foto: tnr)
Kuping gajah, sirih gading, dan daun bahagia termasuk tanaman yang suka di tempat teduh.
Kolong meja tak harus digunakan untuk meletakkan majalah. Pot-pot berukuran sedang bisa jadi
penghijau ruang tamu Anda.
Dua pot kecil bisa diletakkan di tembok pagar. Jangan gunakan pot berukuran besar karena akan
menghalangi tampak rumah. Jenis tanaman yang digunakan bisa tanaman berbunga atau tanaman
berdaun seperti lili paris.

Sumber: http://www.tabloidrumah.com
Posted by Bengkel Arsitektur di 04.51 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Link ke posting ini
Reaksi:

Info Material Bangunan

Tanah Merah Bagus Untuk Pengurukan

Pekerjaan menguruk bukanlah pekerjaan kecil dan sepele. Material yang digunakannya pun
harus yang terbaik karena akan membantu dalam menopang bangunan di atasnya.
Tidak sepenuhnya menopang, sih, karena tetap fungsi utama menopang bangunan terletak pada
kekuatan pondasi dan struktur bangunan. Tetapi tetap saja, keduanya tidak akan berdiri kokok
tanpa alas yang baik.
Salah satu yang menjadi kriteria utama material pengurukan adalah tanah yang digunakan harus
memiliki tingkat kepadatan yang baik. Dari sekian jenis tanah yang ada, tanah merah dianggap
memiliki tingkat kepadatan tanah yang lebih baik dibanding tanah hitam.
“Dari bobot, kepadatan, maupun daya rekatnya, tanah merah ini lebih baik dibanding dengan
tanah hitam,” terang Anton, penjual tanah merah di daerah BSD, Tangerang. Hanya saja, Anto
menjelaskan agar fungsinya maksimal sebagai alas bangunan, tanah merah tidak dipadatkan
dalam kondisi tanah basah.
“Kondisi tanah merah sebaiknya kering. Setelah tanah dimasukkan ke area urukan, lalu
dipadatkan dengan alat,” terang Anto mengenai teknik pengerjaannya. Untuk harga tanah merah
di pasaran sekitar Rp200.000-an.
(Irfan Hidayat – irfan@tabloidrumah.com)

Untuk mendapatkan info mengenai Dunia Arsitektur bisa langsung ke: www.tabloidrumah.com

Posted by Bengkel Arsitektur di 04.38 Tidak ada komentar:


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Link ke posting ini
Reaksi:

Minggu, 25 November 2012


Info Arsitektur

Harga/Biaya Jasa Arsitek atau Desain Interior

Banyak orang awam dalam interior/arsitektur ragu menggunakan jasa studio desain interior atau arsitektur. Karena
kawatir biayanya mahal. Tidak sedikit juga email yang datang kepada saya yang mulai dengan pertanyaan berapa
harga desain interior, atau berapa biaya jasa arsitek. Tip di bawah ini mungkin berguna.
Anda sebaiknya tahu dulu bahwa pekerjaan desain interior dan arsitektur adalah dua hal yang berbeda, meskipun
keduanya sama-sama mendesain yaitu mendesain ruang. Technically, definisi kasarnya dari desain arsitektur yaitu
mendesain tampak luar, yaitu tampak luar sebuah bangunan, rumah, ruko, rukan, mall atau gedung perkantoran.
Sedangkan desain interior adalah mendesain tampak dalam sebuah ruang. Misalnya mendesain ruang tamu, ruang
tidur, kamar mandi, ruang kerja, atau dapur. Termasuk di dalamnya adalah furniture, tetapi tidak terbatas pada
barang furniture seperti lemari, meja, kitchen set atau tempat tidur. Desain interior bermain dengan seluruh elemen
dalam ruang itu, baik warna cat dinding, lantai, plafon maupun pencahayaan (lighting).
Karena baik arsitektur maupun interior mencakup bidang jasa yang luas, maka harga jasa pun ditentukan oleh
berapa luas scope atau lingkup pekerjaan arsitektur maupun desain interior.
Misalnya untuk jasa arsitektur lingkupnya bisa minimal, sedang atau penuh. Yang termasuk kategori minimal adalah
jasa pembuatan gambar arsitektur yaitu denah, gambar tampak dan potongan serta pengamatan lokasi/survey.
Yang termasuk kategori sedang adalah jasa minimal ditambah dengan aksonometri eksterior (3D), perspektif ruang
dalam (3D), dan gambar bestek (3D). Sedangkan jasa penuh meliputi kategori sedang ditambah dengan gambar
system perpipaan, gambar system sanitasi, gambar instalasi listrik, estimasi biaya (RAB) rencana jadwal
pembangunan (schedule kerja), dan pengawasan pembangunan.
Selain jasa arsitektur tersebut Anda juga dapat sekaligus meminta jasa pembangunan/kontraktor. Itu berarti anda
meminta jasa design and built.
Setiap kantor arsitek mempunyai cara menghitung jasa yang berbeda-beda. Ada yang mendasarkan pada
prosentase, pada jumlah m2 atau pada jam kerja (khususnya bila hanya meminta jasa pengawasan). Bila di
dasarkan pada persentase, kisaran biaya arsitek (jasa penuh) adalah 2 persen s.d. 10 persen dari total biaya (RAB).
Semakin besar bangunan Anda tentu semakin kecil nilai persentasenya. Bahkan untuk desain bangunan besar
seperti mall atau perkantoran, desain feenya sering kali kurang dari 1%. Nah, Anda tentu dapat menghitung sendiri,
maksimal biaya yang dikeluarkan dengan patokan rata-rata pembangunan rumah kualitas standard sekitar Rp 2 juta
per meter perseginya.
Jasa desain interior pun menggunakan hitungan prosentasi yang mirip. Umumnya, untuk interior banyak orang lebih
suka meminta jasa desain and built. Artinya Anda meminta jasa desain ruang, sekaligus membuat perabotannya,
termasuk pengecatan dinding, pembuatan lantai, plafon sampai lighting. Nah, kalau itu dilakukan desain feenya bisa
Anda tawar sampai 0%. Kami pun biasa memberikan gratis fee desain bila klien kami meminta jasa desain and built.
Ada juga orang yang melakukan secara bertahap. Artinya desain interiornya dibuat dulu secara keseluruhan, sedang
pengisiannya dilakukan secara bertahap. Strategi ini adalah strategi yang baik untuk menghindari komposisi isi
rumah tidak harmonis. Ketika budget sudah mencukupi Anda dapat mulai mengisi furniturenya satu persatu. Yang
penting ketika anda mulai melakukan proses desain Anda menentukan langgam desain rumah (etnik, minimalis,
retro, modern atau eklektik/campuran berbagai langgam).

Posted from: www.annahape.com

Anda mungkin juga menyukai