Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. M DENGAN KASUS CLOSE FRACTURE
SUPRACONDILER FEMUR + CF CRURIS + CF DISTAL RADIUS
DI RUANG IBS (INSTALASI BEDAH SENTRAL)
RSUD JOMBANG

OLEH :
AINUN DANIAH
NIM. 03.15.007

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Kasus Close Fracture Supracondiler


Femur + Cf Cruris + Cf Distal Radius Di Ruang IBS (Instalasi Bedah Sentral)
RSUD Jombang

Telah disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Mengetahui,
Kepala Ruangan
LAPORAN PENDAHULUAN
“FRAKTUR”

I. PENGERTIAN
- Fraktur adalah diskontinuitas jaringan tulang (patah tulang) yang
disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak (Aswin,
dkk. 1986)
- Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Smeltzer dan Bare. 2001)
- Fraktur Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000).

II. ETIOLOGI
Menurut Barbara C Long (1996)
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu
jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis. Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan
oleh melelehnya struktur tulang akibat proses patologik. Proses patologik
dapat disebabkan oleh kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kalsium,
fosfor, ferum. Faktor lain yang menyebabkan proses patologik adalah akibat
dari proses penyembuhan yang lambat pada penyembuhan fraktur atau dapat
terjadi akibat keganasan.

III. MANIFESTASI KLINIS


1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
6. Peningkatan temperatur lokal
7. Pergerakan abnormal
8. Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
9. Kehilangan fungsi

IV. KLASIFIKASI FRAKTUR


Berdasarkan klasifikasi klinis :
a. Fraktur dahan patah (green stick fradure) : terjadi pada anak-anak, tulang
patah dibawah lapisan periosteum yang elastin dan tebal (lapisan
perlosteum sendiri tidak rusak).
b. Fisura fraktur : patah tulang yang tidak disertai perubahan letak yang
berarti dengan terpisahnya bagian-bagian tulang.
c. Fraktur yang lengkap (complete fracture) : patah tulang yang disertai
dengan terpisahnya bagian-bagian tulang.
d. Communited frakture : tulang patah menjadi fragmen.
e. Fraktur tekan (stress fracture) : kerusakan tulang karena kelemahan yang
terjadi sesudah berulang-ulang ada tekanan berlebihan yang tidak lazim.
f. Impacted fracture : fragmen-fragmen tulang terdorong masuk kearah
dalam tulang satu sama lain, sehingga tidak dapat terjadi gerakan-gerakan
diantara fragmen itu.
Berdasarkan hubungan tulang yaitu antara ujung tulang yang mengalami
fraktur dengan jaringan-jaringan disekitarnya terdiri dari :
a. Fraktur tertutup (fracture simplex) : patahan tulang tidak mempunyai
hubungan dengan udara luar
b. Fraktur terbuka (compouad fracture), terbagi menjadi 3, yaitu :
- Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit,
kontaminasi ringan, luka < 1 cm.
- Luka besar sampai  8 cm, kehancuran otot, kerusakan neuro vaskuler,
kontaminasi besar.
c. Fraktur komplikata : persendian, syaraf, pembuluh darah, atau organ visera
juga ikut terkena, fraktur seperti ini dapat berbentuk fraktur tertutup atau
fraktur terbuka.
d. Fraktur patologis : karena adanya penyakit lokal pada tulang maka
kekerasan yang ringan saja pada bagian tersebut sudah dapat
menyebabkan fraktur.

V. TAHAP PENYEMBUHAN TULANG


g. Stadium pembentukan hematom
- Dalam 24 jam mulai pembentukan darah dan hematom
- Setelah 24 jam suplai darah ke ujung fraktur meningkat.
- Hematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama
penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi.
h. Proliferasi sel
- Sel-sel dan lapisan dalam periosteum berpoliferasi pada sekitar fraktur
- Sel ini menjadi prekusor dan osteoblast, osteogenesis berlangsung
terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang.
- Beberapa hari diperiosteum meningkat dengan fase granulasi
membentuk collar diujung fraktur.
i. Stadium pembentukan kalus
- Osteoblast membentuk tulang lunak (kalus)
- Kalus memberikan ngiditas pada fraktur
- Jika terlihat massa kallus pada x-ray berarti fraktur telah menyatu.
- Terjadi pada minggu I, 6-10 hari setelah kecelakaan
j. Stadium konsolidasi
- Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi fraktur teraba telah
menyatu
- Secara bertahap menjadi tulang yang matur
- Terjadi pada minggu ke 3-50 setelah keselakaan.
- Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi ex-fraktur
- Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoblast
- Pada anak-anak remodelling dapat sempurna, pada orang dewasa
masih ada penebalan tulang.
k. Stadium Remodeling
- Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi ex-fraktur
- Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoblast
- Pada anak-anak remodelling dapat sempurna, pada orang dewasa
masih ada penebalan tulang.
-
VI. KOMPLIKASI FRAKTUR
l. Komplikasi Awal
- Syok
- Sindrom emboli lemak
- Sindrom kompartemen
- Thromboemboli
- Infeksi (semua fraktur terbuka dianggap mengalami kontaminasi)
- Koagulopati intravaskuler diseminata (KID)
2. Komplikasi Lambat
- Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
- Nekrosis avaskuler tulang
- Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Penangan (pencegahan dan penatalaksaan)
- Syok : mempertahankan volume darah, mengurangi nyeri yang diderita
pasien, memasang pembebat yang memadai, melindungi pasien dari
cidera lebih lanjut.
- Sindrom emboli lemak : imobilisasi segera fraktur, manipulasi fraktur
minimal, penyangga fraktur yang memadai saat pemindahan dan
mengubah posisi.
- Sindrom kompartemen : mengontrol edema yang dapat dicapai dengan
meninggikan extremitas yang cedera setinggi jantung dan memberi
kompres es setelah cedera sesuai resep.
- Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan : dengan graft tulang
yang kemudian dipasang imobilisasi rigid.
- Nekrosis araskuler tulang : mengembalikan vitaliras tulang dengan
graft tulang, penggantian prostesis atau artodesis (penyatuan sendi).
- Reaksi terhadap alat diksasi interna : remodeling tulang yang akan
mengembalikan kekuatan struktural tulang.
a. Komplikasi lokal fraktur
- Vaskuler
- Vaskuler kasip
b. Komplikasi sistemiik fraktur
c. Komplikasi pada tulang.
- Mal union
- Delayed union (penyambungan yang kasip)
- Non union

VII.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X-Ray : untuk menentukan lokasi fraktur/trauma
2. Bone - scanning, tomogram, CT scan, MRI untuk visualisa fraktur juga
mengidentifikasi jaringan lunak yang rusak.
3. Arteriogram : kemungkinan ada kerusakan vaskuler
4. CBC (complete Blood Can) : kemungkinan meningkat (hemokonsentrasi)
atay menurun (perdarahan multipel trauma).
5. Cr (Creatinin) : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk renal
clearance
6. Profil koagulasi (kondisi pembekuan) yang terkait dengan hilangnya darah,
berbagai transfusi atau trauma.
VIII. PENATALAKSANAAN FRAKTUR
Prinsip-prinsip tindakan terhadap fraktur :
1. Recognisi/pengenalan
Pengenalan mengenai diagnosis pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian di RS Riwayat kecelakaan, parah tidaknya, jenis kekuatan
yang berperan, menentukan kemungkinan tulang yang patah dan
pemeriksaan yang spesifik untuk fraktur.
2. Reduksi (Setting Tulang)
Berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis.
Dapat dibedakan menjadi :
a. Reduksi tertutup
Dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi traksi
manual (ex: gibs).
b. Traksi
Digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi
beratnya traksi idisesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c. Reduksi terbuka
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi.
Alat fikasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku atau
batangan logam digunakan sampai penyembuhan tulang terjadi.
3. Imobilisasi Fraktur
Sebuah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi (dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran dapat dilakukan dengan metode fiksasi
eksterna dan interna.
a. Metode fixasu eksterna : pembalutan, gibs, bidai, traksi, kontinu
(dengan plester felt pada kulit), pin fiksator eksterna.
b. Metode fikasi interna : inplant logam
4. Restorasi (Pemulihan Fungsi) dan Rehabilitasi
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan otot.
Dapat dilakukan dengan :
a. Latihan isometrik dan setting otot : untuk meminimalkan atropi
disease dan meningkatkan peredaran darah.
b. Fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal
c. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari untuk memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri.
Periode ini dimudahkan dengan bantuan fisioterapi.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Keperawatan
1. Data biografi
Data ini meliputi antara lain nama, umur, jenis kelamin, tempat
tinggal, pendidikan, pekerjaan, jenis transportasi yang digunakan,
orang terdekat dengan klien.
2. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh nyeri pada bagian yang mengalami patah
tulang.
3. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang adanya efek
langsung terhadap muskuluskeletal, misalnya riwayat trauma /
kerusakan tulang rawan, artritis, osteomielitis. Riwayat pengobatan
berikut efek sampingnya, misal kortikosteroid dapat menimbulkan
kelemahan otot.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan timbul keluhan, apakah ada riwayat trauma. Hal-hal yang
menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau perlahan serta
timbul untuk pertama kalinya atau berulang. Perlu ditanyakan pula
tentang ada tidaknya gangguan pada sistem lainnya. Masalah-masalah
saat ini, kaji klien untuk mengungkapkan alasan klien memeriksakan
diri/mengunjungi fasilitas kesehatan. Keluhan utama nyeri, deformitas,
kelainan fungsi atau pengurangan gerakan atau faktor-faktor lain yang
mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Pengkajian gejala dengan PQRST.
3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga untuk menentukan hubungan genetik perlu
identifikasi misalnya adanya predisposisi, seperti artitis, spondilitis
ankilosis, gout/pirai, DM, hipertensi.
4. Riwayat diet
Kurangnya intake kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya
dekalsifikasi. Bagaimana menu makanan sehari-hari, bagaimana
konsumsi vit A, D, Kalsium dan protein yang merupakan zat untuk
penjaga tulang (muskuloskeletal).
5. Aktivitas kegiatan sehari-hari
Identifikasi pekerjaan pasien dan aktivitasnya sehari-hari. Kebiasaan
membawa benda-benda berat yang dapat menimbulkan strain otot dan
fraktur atau trauma.
2. Pemeriksaan Fisik
Pengumpulan data ini melalui pemeriksaan fisik dan lakukan secara
sistematis. Bandingkan otot-otot dan sendi kanan dan kiri (bilateral). Ukur
gerak sendi/ROM
Diagnosa fisik antara lain meliputi semua sistem yang ada untuk
mengetahui adanya kelainan-kelainan pada organ tubuh yang mungkin
terjadi saat kecelakaan.
a. Keadaan umum/penampilan umum
Dilihat tingkat kesadaran, kondisi dan keadaan umum pasien.
Umumnya pasien dengan fraktur tidak mengalami penurunan kesadaran
ataupun tanda-tanda syok.
Pasien umumnya merasa nyeri pada daerah fraktur dan mengalami
pembatasan gerakan atau aktivitas terutama pada daerah yang terjadi
fraktur.
b. TTV
Pada daerah luka di sekitar fraktur yang mengalami infeksi maka akan
terjadi peningkatan suhu. Nadi dapat meningkat bila nyeri
hebat/kecemasan. TD dapat menurun apabila terjadi syok hipovolmik.
c. Pemeriksaan Kepala –Leher
Pemeriksaan Kepala-leher tidak ditemukan adanya gangguan atau
kelainan kecuali jika adanya komplikasi trauma pada kepala dan leher.
d. Pemeriksaan Integumen
Kelainan pada daerah integumen yang dapat ditemukan pada daerah
sekitar fraktur berupa hematom, hangat, kebersihan kurang, adanya luka
terbuka. Berdasarkan kerusakan jaringan disekitar fraktur termasuk
kulit, maka pada trauma terbuka terbagi menjadi 3 derajat.
1. Derajat I : bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka,
biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam yang
menembus keluar.
2. Derajat II : Luka lebih luas dari derajat I yaitu > 1 cm disebabkan
benturan benda dari luar.
3. Derajat III : Luka lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringnyan
lunak banyak yang ikut rusak (otot, syaraf, pembuluh darah).
e. Pemeriksaan Payudara
Pada payudara tidak ditemukan adanya kelainan.
f. Pemeriksaan Dada
1. Paru dan Thorax
 Inspeksi : Dilihat apakah ada komplikasi trauma pada daerah
dada
 Palpasi : Perlu diperiksa getaran suara paru kanan-kiri
 Perkusi : Untuk memeriksa kualitas suara paru kanan-kiri
 Auskultasi : Suatu nafas dan apakah ada suara paru kanan-kiri
(bronkial, bronkovaskuler, vasikular).
 Jantung : Pada umumnya tidak ditemukan kelainan
g. Pemeriksaan Abdomen
1. Inspeksi : Bentuk abdomen tidak mengalami perubahan, tidak
adanya benjolan massa.
2. Auskultasi : Diperiksa bising usus/peristaltik usus dan pada
penderita fraktur dapat mengalami penurunan
karena efek imobilisasi.
3. Palpasi : Tidak adanya nyeri tekan, benjolan/massa dapat
teraba bila adanya konstipasi. Hepar klien tidak
mengalami pembesaran.
4. Perkusi : Tidak mengalami perubahan bila ada masa akibat
konstipasi akan terdengar dullnes.
h. Pemeriksaan Genetalia
Pemeriksaan pada daerah kelamin dapat tidak dilakukan kecuali bila
ada kelainan ditambah keluhan pada pasien.
i. Pemeriksaan ekstremitas
Didapatkan nyeri tekan pada daerah fraktur dan sekitarnya dan terdapat
kropitasi yang timbul jika daerah cedera digerakkan

B. Diagnosa Keperawatan
Preoperasi :
1. Nyeri b.d kerusakan neuromuscular, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Ansietas berhubungan dengan persiapan operasi
Intra operasi :
1. Resiko Tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
perdarahan saat tindakan pembedahan
2. Resiko cedera berhubungan dengan tindakan pembedahan
Post operasi :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi fraktur

C. Intervensi Keperawatan
Preoperasi
Diagnosa 1
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang dan terkontrol
Kriteria Hasil :
1. Nyeri berkurang (skala nyeri : 0)
2. Klien tidak menyeringai/ Klien tampak tenang.
3. Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
1. Kaji ulang tingkat skala nyeri
R/ : Untuk mengetahui / menentukan tingkat keparahan
2. Jelaskan sebab- sebab timbulnya nyeri
R/ : Menambahn pengetahuan individu terhadap penyakitnya
3. Anjurkan klien untuk melakukan tenik relaksasi dan distraksi
R/ : mengantisipasi lebih awal bila timbul nyeri.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat anti biotic
R/ : Membantu untuk membatasi nyeri dan antibiotik untuk mencegah dan
mengatasi infeksi.
Diagnosa 2
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan di harapkan pen ge t ahuan
kl i en tentang penyakitnya bertambah dan cemas berkurang.
Kriteria hasil :
1. Klien mengatakan rasa cemas berkurang
2. Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi
3. Klien mengerti tentang penyakitnya
4. Klien tampak rileks
5. Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 0C, Nadi : 60-
100x/m,R: 16-24 x/m TD.: Sistole: 110-140 mmHg, Diastole : 70-90 mmHg
Intervensi :
1. Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakitnya
R/ : Mengklarifikasi apa yang diketahui oleh klien tentang penyakitnya
2. Tan ya kan t ent an g pengal am an kl i e n sendi ri / orang l ai n
sebel um n ya yan g pernah mengalami penyakit yang sama
R/ : Mengetahui pengalaman klien di masa lalu
3. Doron g klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
R/ : Membantu memberikan kenyamanan pada klien
4. Beri k an i nform asi t ent ang pen ya ki t n ya, pro gnosi s , d an
pengob at an se rt a prosedur secara jelas dan akurat
R/ : Membrikan informasi yang akurat bagi klien
5. Monitor tanda-tanda vital
R/ : Menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
6. Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas
R/ : Memberikan perasaan percaya
7. Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan
R/ : Keluarga adalah salah satu sumber motivasi bagi klien

Intra operasi :
Diagnosa 1
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh
Kriteria Hasil :
1. Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan cairan seperti turgor kulit
kurang,membran mukosa kering, demam.
2. Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-37 0C, Nadi : 80 –
100 x/m,RR :16-24 x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80
mmHg.
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda kekurangan cairan
R/ : Mengetahui adanya kekurangan cairan merupakan tindakan awal saat
pembedahan untuk mencegah syok
2. Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan
R/ : Membantu dalam observasi keseimbangan cairan klien
3. Monitor tanda-tanda vital, evaluasi nadi perifer
R/ : Mengetahui tindakan yang selanjutnya akan dilakukan
4. Observasi pendarahan
R/ : Lokasi pemedahan serta jumlah perdarahan saat pembedahan untuk
mencegah terjadinya syok hipovolemik
5. Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral
R/ : Membantu menyeimbangkan kekurangan cairan dalam tubuh klien
Post operasi
Diagnosa 1
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan keseimbangan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Asupan nutrisi kembali seimbang
2. Pasien menunjukkan energi yang adekuat
3. TTV dalam batas normal
4. Mual muntah berkurang
Intervensi :
1. BHSP
R/ dengan hubungan saling percaya mempermudah proses keperawatan
2. Observasi tanda tanda vital
R/ untuk mengetahui perkembangan pasien
3. Anjurkan minum atau makan setelah pasien buang angin
R/ Mencegah terjadinya muntah
4. Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering
R/ untuk mencegah mual muntah
5. Kaji respon pasien
R/ menggambarkan apa yang dirasakan pasien
Diagnosa 2
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Infeksi tidak terjadi /
terkontrol.
Kriteria Hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
2. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh
meningkat.
2. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
3. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter,
drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti
Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi
akibat terjadinya proses infeksi.
5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

D. Implementasi Keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang digunakan
sebagai alat untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan dan proses
ini langsung terus menerus yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang
diinginkan
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Monica Ester, Penerjemah


Jakarta: EGC
Muttakin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Mansjoer, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Media Aesculapius:
Jakarta
Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki.
Volume 2. Edisi 6. EGC : Jakarta.
Smeltzer & Bare, (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah. Volume 3.
Edisi 8. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai