Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

TKE 144 ELEKTRONIKA MEDIS

RANGKUMAN TERKAIT TEKNOLOGI DALAM


ELEKTRONIKA MEDIS

Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah Elektronika Medis


Dosen Pembimbing : Ir. Harlianto Tanudjaja, M.kom

Disusun oleh:
VIDIA SAPUTERA
2014-042-036

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha

Pemurah, karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat diselesaikan sesuai yang

diharapkan.Dalam makalah ini membahas “Rangkuman Terkait Teknologi Dalam

Elektronika Medis”, Pembahasan tentang teknologi yang berkembang dalam dunia

kesehatan untuk membantu manusia seperti mendeteksi, mengobati, dan mencegah

khususnya yang berkaitan dengan bidang teknik elektro.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman terkait dengan

perkembangan alat teknologi dalam dunia medis yang dapat membantu manusia serta

melakukan review terkait mata kuliah ”Elektronika Medis” yang sudah dipelajari.

Dalam proses pendalaman materi elektronika medis ini, tentunya penulis

mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang

dalam-dalamnya penulis sampaikan :

 Ir. Harlianto Tanudjaja, M.kom , selaku dosen mata kuliah “Elektronika

Medis”

 Rekan-rekan mahasiwa yang telah banyak memberikan masukan untuk

makalah ini.

Demikian makalah ini dibuat semoga bermanfaat.

Jakarta, 24 Mei 2018

Penyusun,

Vidia Saputer

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

2.1 MRI 3

2.1.1 Prinsip dasar MRI 3

2.1.2 Fase Presesi 4

2.1.3 Fase Resonansi 7

2.1.4 Fase Relaksasi 8

2.1.5 Signifikasi Sinyal MRI 11

2.1.6 Alasan Melakukan MRI 13

2.2 CT SCAN 14

2.2.1 Prinsip Dasar CT SCAN 15

2.2.2 Pemrosesan Data 16

2.2.3 Kegunaan CT SCAN 18

2.3 Hemodialisis 19

2.3.1 Prinsip Kerja Hemodialisis 19

2.4 Fotometri (Urine Analyzer) 22

ii
2.4.1 Penerapan Fotometri 23

2.4.2 Prinsip Kerja Urine Analyzer 24

2.5 Ultrasonik 25

2.5.1 Penerapan Ultrasonik 26

2.6 USG 28

2.6.1 Prinsip kerja USG 30

2.7 Sistem Proteksi Peralatan Medis 31

2.7.1 ContohProteksi Peralatan Medis 33

BAB III PENUTUP 36

3.1 Kesimpulan 36

DAFTAR PUSTAKA 37

iii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial, dan ekonomis.

Pemeliharaan kesehatan merupakan upaya penangulangan, dan pencegahan gangguan

kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan termasuk

kehamilan dan persalinan. Pemeliharaan kesehatan juga merupakan suatu yang sangat

penting dan sangat dibutuhkan oleh manusia dikarenakan dalam melakukan kegiatan

atau aktivitas, manusia membutuhkan tubuh yang sehat agar dapat beraktivitas dengan

nyaman.

Namun kenyataannya pada zaman modern ini banyaknya penyakit – penyakit

yang berkembang baik pada tingkat yang berbahaya maupun yang tidak terlalu

berbahaya sehingga dibutuhkan penangan yang signifikan, dalam melakukan

penanganan agar hasil yang dikerjakan oleh tenaga medis dapat terlaksana dengan baik

maka, diciptakan teknologi yang dapat membantu tenaga medis dalam menangani,

mengobati, dan memeriksa sehingga lebih terbantu dalam melakukan penanganan

medis. Perlunya pengetahuan terkait teknologi dalam dunia medis ini dilakukan agar

selain mengetahui perkembangan yang ada, juga bagi tenaga medis mendapat

pengetahuan tambahan terkait teknis alat teknologi dalam dunia medis.

1
1.2 Rumusan Masalah

Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini

sebagai batsan dalam pembahasan bab isi, beberapa masalha tersebut antara lain :

1. Penjelasan singkat teknologi elektronika medis.

2. Fungsi, penggunaan dan teknis pada teknologi elektronika medis.

3. Perkembangan teknologi elektronika medis untuk kedepan.

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penulisan makalah

ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui teknologi dalam elektronika medis pada bidang kesehatan.

2. Untuk mengetahui contoh serta konsep, fungsi dan penggunaan teknologi

elektronika medis.

3. Untuk mengetahui peran teknologi elektronika medis dalam membantu

manusia.

2
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 MRI

MRI merupakan salah satu tindakan / prosedur diagnostik berupa alat pemindai

yang memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang radio untuk menampilkan

gambar sturktur dan organ tubuh yang tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan lain.

Pemeriksaan MRI juga dapat digunakan sebagai salah satu penentu langkah

pengobatan dan mengevaluasi efektivitas terapi.

Gambar 2.1 Perlatan MRI

2.1.1 Prinsip Dasar MRI

Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air ( H2O ) yang mengandung 2

atom hydrogen yang memiliki no atom ganjil ( 1) yang pada intinya terdapat satu

proton. Inti hydrogen merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh

manusia yaitu 1019 inti/ mm3 , memiliki konsentrasi tertinggi dalam jaringan 100

3
mmol/ Kg dan memiliki gaya magnetic terkuat dari elemen lain.

Dalam aspek klinisnya, perbedaan jaringan normal dan bukan normal didasarkan pada

deteksi dari kerelatifan kandungan air ( proton hydrogen ) dari jaringan tersebut.

Proton proton memiliki prilaku yang hampir sama dengan prilaku sebuah magnet.

Sebab proton merupakan suatu partikel yang bermuatan positif dan aktif melakukan

gerakan mengintari sumbunya ( spin ) secara kontinyu. Secara teori jika suatu muatan

listrik melakukan pergerakan maka disekitarnya akan timbul gaya magnet dengan

demikian proton proton dapat diibaratkan seperti magnet magnet yang kecil ( Bar

Magnetic ). Secara ringkas prosedur pembentukan gambar pada pemeriksaan MRI

adalah pasien diletakan dalam medan magnet yang kuat selanjutnya dipancarkan

sebuah gelombang radio, ketika gelombang radio dimayikan ( turn off ) pasien

memancarkan signal yang berasal dari proton proton tubuh pasien dan signal tersebut

akan diterima oleh antenna dan dikirim ke sisitem komputer untuk direkonstruksi

menjadi gambar. Proses terjadinya signal MRI yang berasal dari pasien tersebut

melalui 3 fase fisika yaitu : Fase Presesi ( Magnetisasi ), Fase Resonansi dan Fase

Relaksasi.

2.1.2 Fase Presesi

Telah diketahui inti sebuah atom terdiri dari neutron yang tidak bermuatan (

netral ) dan proton yang bermuatan positif. Proton proton yang bersifat magnetic

memiliki medan magnet yang mengarah pada 2 kutub ( utara dan selatan ) mirip

dengan sebuah magnet kecil ( sebagaimana yang telah dijelaskan ) sehingga proton

proton dengan kutubnya tersebut lazim disebut “ Magnetic Dipole “. Pada atom dengan

nomor atom genap, inti atom ( partikel elementer ) akan berpasang pasangan sehingga

4
saling meniadakan efek magnetik masing masing dengan demikian tidak terdapat inti

bebas yang akan membentuk jaringan magnetisasi sehingga sulit untuk

dirangsang agar terjadi pelepasan signal. Sebaliknya atom atom dengan nomor atom

ganjil memiliki inti atom bebas yang akan menghasilkan jaringan magnetisasi,

sehingga materi lain selain hydrogen ( dengan 1 proton pada intinya ) juga

memungkinkan pengembangan pemeriksaan MRI pada jaringan yang mengandung

natrium ( NA 23- Proton 11 dan neutron 12 ), phospor ( NA 31 – 15 proton dan 16

neutron ) dan Potassium ( NA 39-19 proton dan 20 neutron ).

Dalam keadaan normal proton proton hydrogen dalam tubuh tersusun secara

acak sehingga tidak dihasilkan jaringan magnetisasi. Ketika pasien dimasukan

kedalam medan magnet yang kuat dalam pesawat MRI, magnetik dipole ( proton

proton ) tubuh pasien akan searah ( parallel ) dan tidak searah ( antiparallel ) dengan

kutub medan magnet pesawat. Selisih proton proton yang searah dan berlawanan arah

amat sedikit dan tergantung kekuatan medan magnet pesawat dan selisih inilah yang

akan merupakan inti bebas ( tidak berpasangan ) yang akan membentuk jaringan

magnetisasi. Berikut skema perbedaan kekuatan medan magnet terhadap terjadinya

proton proton bebas pada setiap 2 juta dipole ;

 0.5 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan

dipole bebas 3

 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan

dipole bebas 6

 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan

dipole bebas

5
Gambar 2.2 Fase Presesi

Sebagai contoh dapat dikemukan sebagai berikut :

Misal pada pesawat MRI dengan kekuatan medan magnet 1,5 tesla dan ukuran

Voxel adalah 2 x 2 x 5 mm = 20 mm3 berarti volume isi adalah 0,02 ml. Jika yang

diperiksa adalah unsur air ( H2O ) maka :

Massa relatif ( Mr ) molekul H2O adalah 18 ( O16 dan 2H1 ), dengan jumlah

mol atom hydrogen dalam air adalah 2 mol. ( sebab dalam 1 molekul air terdapat 2

mol hydrogen ) sehingga kandungan partikel proton hydrogen dalam 1 molekul air

adalah 2 x 6,02 x 1023. 6,02 x 1023 adalah bilangan avugardo. Yaitu = ketetapan yang

menyatakan terdapat 6,02 x 1023 partikel dalam 1 mol / unsure. Berarti dalam 1

molekul air terdapat partikel proton hydrogen sebanyak 2 x 6,02 x 1023 partikel

proton. Dalam 1 voxel air terdapat 1,388 x 1021 total proton hydrogen. Jika kekuatan

medan magnet pesawat MRI adalah 1,5 Tesla maka akan diperoleh

jumlah proton bebas yang membentuk jaringan dalam 1 voxel air yaitu : 1,388 x 1021

x 9 / 2 x 106 = 6.02 x 1015 proton.

Dipole yang membentuk jaringan magnetisasi tersebut cenderung dengan arah

kurub medan magnet pesawat MRI ( B0 ) – dikenal juga dengan arah longitudinal (Z

6
axis ). Jaringan magnetisasi itu sulit diukur karena arah induksi magnetnya sama

dengan arah induksi magnet pesawat, sehingga dibutuhkan perubahan arah induksi

magnet dari dipole dipole tersebut dengan menggunakan gelombang radio.

Dipole – dipole selain terus melakukan spin juga melakukan gerakan relatif. Gerakan

relatif tersubut serupa dengan gerakan permukan gasing ( spinning to toy ) yang

disebut gerakan presesi ( lihat gambar ) Frekuensi gerakan presesi tergantung pada

jenis atom dan kekuatan medan magnet luar yang mempengaruhinya ( kekuatan

medam magnet pesawat MRI ).

Frekuensi presesi dapat dihitung berdasarkan rumus larmor berikut ini :

WO = Y . BO Dimana : WO ( Omega Zerio ) = frekuensi presesi atau resonansi

manetio ( 2,13 MHZ – 85 MHZ ) Y ( gamma ) = konstanta giromagnetik proton (

hydrogen 42,8 MHZ/Tesla ) BO = kekuatan medan magnet ( Tesla ) Dipole yang

membentuk jaringan magnetisasi tersebut cenderung dengan arah kurub medan

magnet pesawat MRI ( B0 ) – dikenal juga dengan arah longitudinal (Z axis ). Jaringan

magnetisasi itu sulit diukur karena arah induksi magnetnya sama dengan arah induksi

magnet pesawat, sehingga dibutuhkan perubahan arah induksi magnet dari dipole

dipole tersebut dengan menggunakan gelombang radio. Dipole – dipole selain terus

melakukan spin juga melakukan gerakan relatif. Gerakan relatif tersubut serupa

dengan gerakan permukan gasing ( spinning to toy ) yang disebut gerakan presesi.

2.1.3 Fase Resonansi

Mengetahui secara tepat frekuensi presesi proton proton sangat mutlak untuk

menentukan besarnya frekuensi presesi gelombang radio ( RF ) yang akan dipancarkan

untuk mengubah arah orientasi dipole yang membentuk jaringan magnetisasi.

7
Ketika proton proton hydrogen mengalami 1 presesi, maka proton proton akan mudah

menyerap energi luar. Pada saat fase presesi itulah gelombang radio (RF) dipancarkan

dan proton proton hydrogen akan menyerapnya dan mulai bergerak meninggalkan arah

longitudinal ( L direction ) yang sejajar dengan arah kutub magnet pesawat menuju

kearah transversal ( Tegak lurus terhadap sumbu medan magnet pesawat) dan

menghasilkan magnetisasi transversal. Proton proton yang dapat dipengaruhi oleh

gelombang radio hanyalah proton proton yang memiliki frekuensi presesi yang sama

dengan frekuensi gelombang radio. Fase proton proton bergerak meninggalkan sumbu

longitudinal menuju arah transversal disebut sebagai fase resonansi.

Gambar 2.3 Fase Resonansi

2.1.4 Fase Relaksasi

Ketika proton proton hydrogen berada pada bidang transversal, akan

menginduksikan signal dalam bentuk gelombang elektromagnetik ( dikenal dengan

MRI ) yang akan diterima oleh sebuah kumparan ( antenna ) penerima disisi pesawat

MRI. Saat pancaran frekuensi radio dihentikan ( turn off ) proton proton secara

perlahan lahan kehilangan energinya dan mulai bergerak meninggalkan arah

transversal ( decay ) menuju kembali kearah longitudinal ( recovery ) sambil

8
melepaskan energi yang diserapnya dari gelombang radio dalam bentuk gelombang

elektromagnetik yang dikenal sebagai SIGNAL MRI, fase ini disebut fase relaksasi.

Fase relaksasi dibagi menjadi T1 dan T2. T1 didefenisikan sebagai waktu yang

diperlukan proton proton hydrogen sekitar 63% telah berada kembali dalam arah

longitudinal ( magnetisasi longitudinal ). T1 mencerminkan tingkat trnsfer energi

frekuensi radio ( RF ) dari proton proton keseluruh jaringan sekitar ( Tissue-Lattice )

sehingga T1 biasa pula dikenal; istilah “ Spin Lattice-Relaxation”, dimana besar T1

tergantung pada konsentrasi dan kepadatan proton serta struktur kimiawi dari materi

jaringan yang diperiksa ( Macromolecul enveiroment ). Jika T1 makin lama maka

diperoleh signal yang makin besar. Ketika pemberian gelombang radio 900 ( memutar

proton proton ke arah transversal ) diperoleh signal dari arah transversal maksimum.

Namun ketika RF 900 dihentikan magnetisasi transversal yang memancarkan signal

awal maksimum berangsur angsur mulai berkurang ( Decay ). Awalnya presesi proton

proton berada dalam laju dan arah yang sama ( fase yang sama ) namun secara perlahan

satu sama lain keluar dari fase yang satu tersebut ( Dephasing ) disebabkan terjadinya

interaksi masing proton dengan proton proton disekitarnya ( spin-spin interaction ).

Interaksi spin spin merupakan suatu mekanisme tambahan yang dikonstribusikan oleh

kenyataan bahwa medan magnetic eksternal dari pesawat MRI tidak betul betul

seragam ( homogen ) sehingga menghasilkan magnetisasi proton proton lokal yang

tidak homogen ( local inhomogeneity ). Local inhomogeneity meningkatkan interksi

spin spin dan mempercepat dephasing sehingga mempercepat penurunan besarnya

signal ( signal decay ) ke nilai nol. Hal ini berarti terdapat adanya signal yang hilang (

loss of signal ).

9
Waktu yang diperlukan proton proton dari keadaan magnetisasi transversal berkurang

hingga sekitar 37 % saja merupakan nilai T2 yang sebenarnya. Kehilangan signal yang

diakibatkan oleh medan magnetic lokal yang tidak homogen tersebut, menutupi nolai

T2 yang sebenarnya. Nilai T2 yang diakibatkan oleh adanya medan magnetic yang

tidak homogen diberi symbol T2*.

Gambar 2.4 Fase Relaksasi

Nilai T1, T2 dan efek T2* terhadap nilai T2 yang sebenarnya dapat diperlihatkan pada

kurva berikut :

Pada gambar ( A ) nilai T1 lebih cepat pada jaringan padat ( solid)

dibandingkan cairan ( liquid ). Gambar ( B ) menunjukan defenisi T2 dan gambar ( C

) menunjukan efek T2* terhadap nilai T2 yang sebenarnya.

Medan magnetic lokal yang tidak homogen mengakibatkan terjadinya gerakan presesi

proton proton yang tidak seragam ( acak ) sehingga menyebabkan terjadinya saling

interaksi diantara mereka dengan demikian tidak ada signal yang terdeteksi sehingga

seolah olah ada kehilangan signal ( loss of signal ). Hadirnya T2* mempersepat signal

menuju ke nol, oleh karena itu prosedur pemeriksaan MRI salah satunya adalah

10
mengurangi atau menghilangkan efek T2*, sehingga diperileh nilai T2 yang

sebenarnya. Jika nilai T2 besar maka signal yang dihasilkan juga besar. Jadi proses

deohasing diakibatkan oleh hasil interaksi spin spin yang sebenarnya dan interaksi spin

spin akibat medan magnet yang tidak homogen ( T2* ).

Gambar 2.5 Contoh Hasil Gambar MRI

2.1.5 Signifikasi Sinyal MRI

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan signal MRI yaitu :

1. Medan Magnet Utama seperti yang telah dijelaskan bahwa kekuatan medan

magnet luar ( magnet pesawat MRI ) mempengaruhi jumlah proton-proton bebas yang

membentuk jaringan magnetisasi ( Proton-proton parallel yang tidak memiliki

pasangan anti parallel ). Semakin besar kekuatan medan magnet utama maka semakin

besar pula jumlah proton-proton bebas yang membentuk jaringan magnetisasi

11
sehingga secara keseluruhan akan memberikan akumulasi signal yang semakin besar

pula.

Gambar 2.6 Magnet pada MRI

2. Proton Density ( Chemical Shift dan Dimensi Jaringan )

Jika materi yang diperiksa memiliki kandungan proton yang besar maka akan semakin

banyak pula proton-proton bebas yang akan membentuk jaringan magnetisasi

dihasilkan jika dibandingkan dengan materi yang memiliki kandungan proton-proton

lebih kecil pada kuat medan magnet yang sama. Pada dasarnya kandungan proton ini

dalam pemeriksaan MRI tergantung pada kandungan ( kadar ) air yang merupakan

salah satu material dari komposisi kimia penyusun jaringan yang diperiksa.

3. Waktu Relaksasi ( T1 dan T2 ) Waktu relaksasi terdiri atas T1 dan T2. jika T1

lama maka diperoleh jumlah signal yang semakin besar pula sebaliknya jika T2 lama

diperoleh signal yang semakin kecil. Berikut ini tabel hubungan T1 dan T2 terhadap

bermacam-macam jaringan tubuh pada medan magnet 1 Tesla :

T I S S U E T1 ( mill second ) T2 (mill second )

12
Fat 180 90

Liver 270 50

Renal Cortex 360 70

White Matter 390 90

Splien 480 80

Gray Matter 390 100

Muscle 600 40

Renal Medulla 680 140

Blood 800 180

Cerebro Spinal Fluid 2000 3000

Water 2500 2500

4. Gerakan Fisiologi ( Flow Phenomena )

2.1.6 Alasan Melakukan MRI

MRI dapat memberikan gambaran struktur tubuh yang tidak bisa didapatkan

pada tes lain, seperti Rontgen, USG, atau CT scan.

MRI dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada berbagai macam kasus penyakit

seperti:

 Jantung dan pembuluh darah.

 Otak dan saraf tulang belakang.

 Tulang dan sendi.

 Payudara & Organ internal lain seperti ginjal, hati, pankreas, rahim,

ovarium, dan testis.

13
2.2 CT SCAN

Computer Tomography (CT) Scanner merupakan alat diagnostikdengan teknik

radiografi yang menghasilkan gambar potongan tubuh secara melintang berdasarkan

penyerapan sinar-x pada irisan tubuh yang ditampilkan pada layar monitor tv hitam

putih. Computer Tomography (CT) biasa juga disebut Computed axial tomography

(CAT), computer-assisted tomography, atau (body section roentgenography) yang

merupakan suatu proses yang menggunakan digital processing untuk menghasilkan

suatu gambaran internal tiga dimensi suatu obyek dari satu rangkaian sinar x yang

menghasilkan gambar dua dimensi. Kata " tomography" diperoleh dari Yunani tomos

( irisan) dan graphia ( gambarkan).

Gambar 2.7 CT SCAN

CT Scanner memiliki kemampuan yang unik untuk memperhatikan suatu

kombinasi dari jaringan, pembuluh darah dantulang secara bersamaan. CT Scanner

dapat digunakan untuk mendiagnose permasalahan berbeda seperti :

14
• Adanya gumpalan darah di dalam paru-paru (pulmonary emboli)

• Pendarahan di dalam otak ( cerebral vascular accident)

• Batu ginjal

• Inflamed appendix

• Kanker otak, hati, pankreas, tulang, dll.

• Tulang yang retak

2.2.1 Prinsip Dasar CT SCAN

Prinsip dasar CT scan mirip dengan perangkat radiografi yang sudah lebih

umum dikenal. Kedua perangkat ini sama-sama memanfaatkan intensitas radiasi

terusan setelah melewati suatu obyek untuk membentuk citra/gambar. Perbedaan

antara keduanya adalah pada teknik yang digunakan untuk memperoleh citra dan pada

citra yang dihasilkan. Tidak seperti citra yang dihasilkan dari teknik radiografi,

informasi citra yang ditampilkan oleh CT scan tidak tumpang tindih (overlap) sehingga

dapat memperoleh citra yang dapat diamati tidak hanya pada bidang tegak lurus berkas

sinar (seperti pada foto rontgen), citra CT scan dapat menampilkan informasi tampang

lintang obyek yang diinspeksi. Oleh karena itu, citra ini dapat memberikan sebaran

kerapatan struktur internal obyek sehingga citra yang dihasilkan oleh CT scan lebih

mudah dianalisis daripada citra yang dihasilkan oleh teknik radiografi konvensional.

15
Gambar 2.8 Prinsi Kerja CT SCAN

Dengan menggunakan tabung sinar-x sebagai sumber radiasi yang berkas

sinarnya dibatasi oleh kollimator, sinar x tersebut menembus tubuh dan diarahkan ke

detektor. Intensitas sinar-x yang diterima oleh detektor akan berubah sesuai dengan

kepadatan tubuh sebagai objek, dan detektor akan merubah berkas sinar-x yang

diterima menjadi arus listrik, dan kemudian diubah oleh integrator menjadi tegangan

listrik analog. Tabung sinar-x tersebut diputar dan sinarnya di proyeksikan dalam

berbagai posisi, besar tegangan listrik yang diterima diubah menjadi besaran digital

oleh analog to digital Converter (A/D C) yang kemudian dicatat oleh komputer.

Selanjutnya diolah dengan menggunakan Image Processor dan akhirnya dibentuk

gambar yang ditampilkan ke layar monitor TV. Gambar yang dihasilkan dapat dibuat

ke dalam film dengan Multi Imager atau Laser Imager.

2.2.2 Pemrosesan Data

Suatu sinar sempit (narrow beam) yang dihasilkan oleh X-ray didadapatkan dari

perubahan posisi dari tabung X-ray, hal ini juga dipengaruhi oleh collimator dan detektor.

Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :

16
Gambar 2.9 Proses CT SCAN

Sinar X-ray yang telah dideteksi oleh detektor kemudian dikonversi menjadi arus

listrik yang kemudian ditransmisikan ke komputer dalam bentuk sinyal melaui proses

berikut :

Gambar 2.10 Proses konversi CT SCAN

Setelah diperoleh arus listrik dan sinyal aslinya, maka sinyal tadi dikonversi ke

bentuk digital menggunakan A/D Convertor agar sinyal digital ini dapat diolah oleh

komputer sehingga membentuk citra yang sebenarnya.

Hasilnya dapat dilihat langsung pada monitor komputer ataupun dicetak ke film.

Berikut contoh citra yang diperoleh dalam proses scanning kepala dan whole body

scan menggunakan CT Scanner :

17
Gambar 2.11 Hasil dari CT SCAN

2.2.3 Kegunaan CT SCAN

CT Scan memiliki berbagai macam kegunaan, namun biasanya dilakukan

untuk pemeriksaan yang membutuhkan hasil dengan cepat. Sebagai contoh, pada

kasus pasien yang mengalami kecelakaan atau trauma. Selain itu CT Scan

juga digunakan untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit, sehingga dapat

ditentukan langkah pengobatan selanjutnya. CT Scan dapat dilakukan untuk

mengetahui beberapa hal seperti :

 Menegakan diagnosis kelainan tulang dan otot, seperti adanya tumor pada

tulang, patah tulang atau kelainan tulang belakang.

 Menentukan secara pasti lokasi adanya sel kanker, infeksi, atau bekuan darah.

 Memantau perjalanan suatu penyakit atau efektivitas suatu terapi pengobatan.

 Ada tidaknya perdarahan di dalam organ tubuh, misalnya pendarahan otak.

Bisa dilihat melalui CT Scan kepala.

18
2.3 Hemodialisis

Hemodialisis merupakan istilah medis dari cuci darah. Hemodialisis berasal

dari kata hemo yang berarti darah. Sedangkan dialisis adalah pemisahan dari zat-zat

yang terlarut.

Proses hemodialisis itu sendiri bisa diartikan sebagai salah satu proses

pemisahan darah dari zat-zat terlarut di dalamnya untuk memisahkan antara darah

dengan zat sampah sehingga zat sampah bisa difilter dan tidak lagi bergabung dengan

darah itu sendiri. Saat ginjal tidak berfungsi maksimal dan pasien harus melakukan

pembersihan dari darahnya, maka proses cuci darah akan dilakukan. Proses ini

dilakukan dengan bantuan mesin.

Gambar 2.12 Alat Hemodialisis

2.3.1 Prinsip Kerja Hemodialisis

Pada proses hemodialisis, darah akan dikeluarkan dari tubuh melalui saluran

tertentu. Darah tersebut akan diedarkan ke dalam mesih hemodialisis. Mesin ini adalah

mesin yang bekerja di luar tubuh manusia, dan memiliki saluran masuk dan juga

saluran keluar. Pada tubuh manusia akan dibuat jalur buatan layaknya pembuluh darah

19
arteri dan juga vena. Kemudian, jika jalur buatan tersebut sudah ada, proses cuci darah

dilakukan.

Selama proses berlangsung, obat antibeku diberikan. Biasanya jenis yang

diberikan adalah Heparin. Adapun mesin penyaring darah itu sendiri disebut sebagai

dialiser. Dialiser adalah tempat dimana darah akan dipisahkan dari senyawa-senyawa

sisa metabolisme yang tidak bisa dilakukan oleh ginjal yang rusak. Mesin ini memiliki

mekanisme yang mirip dengan ginjal.

Saat darah masuk ke dialiser, akan terjadi peristiwa difusi dan ultrafiltrasi.

Kedua peristiwa tersebut akan terjadi secara bersamaan sehingga tujuan dari cuci darah

itu sendiri tercapai. Dan setelah proses hemodialisis ini sendiri selesai di dalam

dialiser, darah akan menjadi bersih. Darah ini akan dikembalikan ke dalam tubuh

melalui Venouse Blood Line.

Gambar 2.13 Proses Hemodialisis

Pada saat proses Hemodialisa, darah akan dialirkan melalui sebuah saringan

khusus (Dialiser) yang berfungsi menyaring sampah metabolisme dan air yang

berlebih. Kemudian darah yang bersih akan dikembalikan kedalam tubuh. Pengeluaran

20
sampah dan air serta garam berlebih akan membantu tubuh mengontrol tekanan darah

dan kandungan kimia tubuh jadi lebih seimbang.

Dialisator tersedia dalam berbagai jenis ukuran. Dialisator yang ukurannya

lebih besar mengalami peningkatan dalam membran area, dan biasanya akan

memindahkan lebih banyak padatan daripada dialisator yang ukurannya lebih kecil,

khususnya dalam tingkat aliran darah yang tinggi. Kebanyakan jenis dialisator

memiliki permukaan membran area sekitar 0,8 sampai 2,2 meter persegi dan nilai KoA

memiliki urutan dari mulai 500-1500 ml/min. KoA yang dinyatakan dalam satuan

ml/min dapat diperkirakan melalui pembersihan maksimum dari dialisator dalm

tekanan darah yang sangat tinggi dari grafik tingkat alirannya. Secara singkat konsep

fisika yang digunakan dalam hemodialisis adalah konsep fluida bergerak. Syarat fluida

yang ideal yaitu cairan tidak viskous (tidak ada geseran dalam), keadaan tunak (steady

state) atau melalui lintasan tertentu, mengalir secara stasioner, dan tidak termampatkan

(incompressible) serta mengalir dalam jumlah cairan yang sama besarnya

(kontinuitas).

Gambar 2.14 Pergantian darah

21
2.4 Fotometri (Urine Analyzer)

Fotometri adalah ilmu tentang pengukuran energi dari cahaya. Hal ini berbeda

dari Radiometry, yang merupakan ilmu tentang pengukuran energi radiasi (termasuk

cahaya). Fotometri adalah bagian dari optik yang mempelajari mengenai kuat cahaya

(intensity) dan derajat penerangan (brightness). Cahaya adalah suatu bentuk energi

yaitu energi pancaran dan diterima oleh indera penglihatan (retina mata). Secara

eksperimental, mata sensitif terhadap panjang gelombang daerah rendah dari pancaran

cahaya sehingga dapat membedakan intensitas antara dua sumber cahaya yaitu dengan

mengukur jumlah daya yang dipancarkan oleh cahaya tampak. Jumlah fluks pancaran

cahaya yang sama oleh mata diterima berbeda untuk tiap-tiap warna. Umumnya warna

hijau paling sensitif untuk mata λ = 5550 Angstrom.

Besaran-besaran fotometri :

a. Fluks cahaya adalah energi yang dipancarkan oleh sebuah sumber (luminous

flux). Simbolnya F dan satuannya lumen (lm) F = 4πI

b. Intensitas Cahaya adalah banyaknya cahaya yang dipancarkan oleh sebuah

sumber titik persatuan sudut ruang (luminous intensity). Simbolnya I dan

satuannya candela (cd).

𝑑𝐹
𝐼= Ω = sudut ruang
𝑑𝛺

c. Kuat Pencahayaan adalah banyaknya fluks cahaya yang jatuh tegak lurus pada

satu satuan luas permukaaan. Simbolnya E dan satuannya lumen/luas=lux.

𝑑𝐹 4𝜋𝑖 𝐼
𝐸= = = Jatuh Tegak Lurus
𝑑𝐴 4𝜋𝑅 2 𝑅2

d. Luminansi adalah intensitas cahaya persatuan luas permukaan (brightness).

Simbolnya L dan satuannya cd/m2 .

22
𝐼
𝐿= A = Luas Permukaan
𝐴

2.4.1 Penerapan Fotometri

Penerapan fotometri dalam dunia kesehatan yaitu digunakan untuk keperluan

urine analyzer yang berfungsi sebagai pemeriksaan urine dan kandungan yang terdapat

didalamnya yang terdapat pada alat urine analyzer, urine sendiri merupakan hasil dari

metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal, dari 1200 ml darah yang melalui

glomeruli per menit akan terbentuk filtrate 120 ml per menit. Filtrate tersebut akan

mengalami reabsorpsi, disfusi dan ekskresi olah tubuh ginjal yang akhirnya terbentuk

1 ml urine per menit.

Gambar 2.15 Urine Analyzer

Berikut beberapa fungsi dari urine analyzer :

1. Urine Analyzer digunakan untuk membaca dan mengevaluasi hasil dari Urine

Test Strip. (Contoh: Chemstrip 10MD*, Chemstrip 7, dan Chemstrip 5 OB

23
2. Urine analyzer adalah alat semi-otomatis untuk pengecekan yang dilakukan

diluar tubuh untuk mendapatkan hasil pengecekan urine dengan hasil yang

lebih tepat.

3. Strip tes urine ini digunakan untuk strip multiparameter penentuan berat jenis,

pH, leukosit, nitrit, protein, glukosa, keton, urobilinogen,bilirubin dan darah

dalam urin.

4. Urine Analyzer menstandarisasi hasil ‘Urine Test Strip’ dengan dengan

menghilangkan faktor-faktor yang diketahui dapat mempengaruhi

evaluasi/pengecekan secara visual pada strip tes urine.

5. Urine Analyzer adalah alat fotometer reflektansi (reflectance

photometer).Urine Analyzer membaca strip tes urine pada kondisi standar,

menyimpan hasil ke memori dan menampilkan hasil melalui printer built-in

dan / atau serial interface pada alat tersebut.

2.4.2 Prinsip Kerja Urine Analyzer

Urine Analyzer bekerja dimana saat Strip uji ditempatkan pada tray, kemudian

tray ditarik oleh motor penggerak sehingga strip bergerak kedalam alat pembaca.

Analisa pada membaca referensi, diikuti oleh masing-masing dari bagian uji pada strip,

sample masuk pada (LED Spectral Reflectance). Alat pembaca berisi LED yang

memancarkan cahaya pada berbagai macam panjang gelombang. Pembacaan

dilakukan secara ‘electro-optically’, ada banyak parameter yang ada dalam urine

analyzer dari PH, leukosit, nitrit dll.

24
LED memancarkan cahaya dari panjang gelombang yang diarahkan oleh light guide

ke permukaan test pad dengan sudut yang optimal. Cahaya LED yang mengenai pad

atau ‘test zone’ (zona uji) terpantul secara proporsional dengan warna yang dihasilkan

pada test pad dan ditangkap oleh detektor. Kemudian panjang gelombang yang

diterima detektor dikuatkan (amplification) dan difilter. Kemudian masin-masing

cahaya reflectance yang sudah dikuatkan tersebut dikelompokan berdasarkan

parameter dan dirubah menjadi sinyal analog menggunakan IC ADC (Analog Digital

to Converter). Proses selanjutnya dianalisa kadarnya dengan microcomputer dengan

membandingkan dengan cahaya referensi, hasilnya ditampilkan pada LCD. Proses ini

memakan waktu kurang lebih 55-56 detik.

2.5 Ultrasonik

Ultrasonik adalah suara atau getaran dengan frekuensi yang terlalu tinggi

untuk bisa didengar oleh telinga manusia, yaitu kira-kira di atas 20 kiloHertz. Hanya

beberapa hewan, seperti lumba-lumba menggunakannya untuk komunikasi,

sedangkan kelelawar menggunakan gelombang ultrasonik untuk navigasi. Dalam hal

ini, gelombang ultrasonik merupakan gelombang ultra (di atas) frekuensi gelombang

suara (sonik).

Gelombang ultrasonik dapat merambat dalam medium padat, cair dan gas.

Reflektivitas dari gelombang ultrasonik ini di permukaan cairan hampir sama dengan

permukaan padat, tapi pada tekstil dan busa, maka jenis gelombang ini akan diserap.

Frekuensi yang diasosiasikan dengan gelombang ultrasonik pada aplikasi elektronik

dihasilkan oleh getaran elastis dari sebuah kristal kuarsa yang diinduksikan oleh

resonans dengan suatu medan listrik bolak-balik yang dipakaikan (efek piezoelektrik).

25
Kadang gelombang ultrasonik menjadi tidak periodik yang disebut derau (noise),

dimana dapat dinyatakan sebagai superposisi gelombang-gelombang periodik, tetapi

banyaknya komponen adalah sangat besar. Kelebihan gelombang ultrasonik yang

tidak dapat didengar, bersifat langsung dan mudah difokuskan. Jarak suatu benda yang

memanfaatkan delay gelombang pantul dan gelombang datang seperti pada sistem

radar dan deteksi gerakan oleh sensor pada robot atau hewan.

Hewan-hewan tertentu, seperti anjing, kucing, dan lumba-lumba dapat mendengar

gelombang ultrasonik. Kelelawar dapat menghasilkan dan mendengar frekuensi

setinggi 100.000 Hz untuk mengetahui posisi makanan dan menghindari benda-benda

saat terbang di kegelapan. Gelombang ultrasonik digunakan pada sonar di samping

pada diagnosis kesehatan dan pengobatan..

2.5.1 Penerapan Ultrasonik

Ultrasonik dalam dunia kesehatan dimanfaatkan dalam terapi ultrasound, terapi

ultrasound adalah salah satu jenis terapi dalam bidang Ilmu Kedokteran Fisik dan

Rehabilitasi yang menggunakan gelombang suara/ultrasound dengan frekuensi

gelombang suara yang tidak dapat didengar oleh telinga manusia yaitu dengan

frekuensi ≥20.000 kali per detik/Hertz (Hz) untuk tujuan terapi dalam bidang

rehabilitasi muskuloskeletal. Terapi ultrasound dapat mencapai kedalaman 2-5 cm dari

permukaan tubuh.

26
Gambar 2.16 Ultrasound

Terapi ultrasound dapat memberikan efek termal atau efek pemanasan dalam

maupun superfisial, dan efek non termal (efek mekanik yang dapat berfungsi untuk

memasukan jenis obat tertentu, efek pemijatan dan efek biologis yang dapat

mempengaruhi proses yang terjadi di jaringan atau sel sehingga dapat mempercepat

terjadinya pemulihan atau regenerasi jaringan). Efek terapi ini tentunya bergantung

pada diagnosis penyakit seseorang dan tujuan terapi yang diberikan dengan dosis yang

berbeda-beda untuk setiap individu.

Terapi Ultrasound merupakan salah satu jenis terapi yang relatif paling aman

dalam bidang Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Meskipun demikian ada

beberapa kontraindikasi untuk mendapatkan terapi ini dan sebaiknya seseorang yang

mempunyai kontraindikasi di bawah ini memberitahukan kepada dokter atau

fisioterapis sebelum mendapatkan terapi ini. Kontraindikasinya meliputi:

1. Tumor atau kanker.

2. Kehamilan.

3. Menggunakan alat pacu jantung.

27
4. Menggunakan komponen plastik atau bahan methylmethacrylate cement atau

sering disebut joint cement pada daerah sendi sebagai prosthesis pada operasi

penggantian sendi.

5. Gangguan perdarahan terutama thrombophlebitis.

6. Terapi Ultrasound tidak boleh diberikan pada daerah mata dan organ reproduktif.

7. Pada penderita pasca operasi saraf tulang belakang atau HNP dengan metode

laminektomi di atas level L2, pada keadaan ini terapi ultrasound tidak diberikan

dekat atau pada area laminektomi karena saraf tulang belakang pada daerah ini

lebih terbuka.

8. Pemasangan silikon pada payudara.

2.6 USG

USG itu adalah kepanjangan dari Ultrasonography yang artinya adalah alat

yang prinsip dasarnya menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi yang tidak

dapat didengar oleh telinga. Dengan alat USG ini sekarang pemeriksaan organ-organ

tubuh dapat dilakukan dengan aman (tidak ada Efek radiasi). Jadi kesimpulannya

apabila pemeriksaan kehamilan seminggu sekali menggunakan alat USG ini sama

sekali tidak ada efeknya negatifnya kepada bayi yang dikandung.

Ultransonografi atau USG memiliki banyak manfaat. Alat yang menggunakan

gelombang suara ini digunakan dalam dunia kedokteran kandungan sejak 1961. Tidak

ada efek samping berarti dari USG asal tidak digunakan terus menerus selama berjam-

jam.

28
Gambar 2.17 USG

Beberapa hal yang bisa diketahui dari penggunaan USG antara lain adalah :

1. Konfirmasi kehamilan : Di usia kehamilan lima setengah minggu, embrio dapat

dilihat lewat USG. Di usia 7 minggu, detak jantung janin dapat diketahui.

2. Usia kehamilan : ukuran tubuh fetus biasanya digunakan untukj mengukur usia

kehamilan. Ukuran ini bisa diketahui lewat pemantauan dengan USG > Tanggal

persalinan pun dapat diperkirakan dengan mudah.

3. Pertumbuhan dan perkembangan janin.

4. Ancaman keguguran : jika terjadi pendarahan vagina awal, USG dapat menilai

kesehatan dari tetus. Detak jantung janin jelas berarti prospek yang baik untuk

melanjutkan kehamilan.

5. Plasenta bermasalah : USG dapat menilai kondisi plasenta dan menilai adanya

masalah seperti plasenta previa (plasenta menutup jalan lahir)

6. Hamil ganda/kembar : jumlah fetus dapat dipastikan lewat USG. Karena itu,

bila ada bayi kembar, orangtua dapat mengetahuinya sejak awal.


29
7. Ukuran cairan ketuban : lewat USG, cairan ketuban bisa diukur. Jumlah cairan

ketuban yang berlebih maupun kurang dapat mempengaruhi kondisi janin. Mengecek

lewat USG sangat bermanfaat untuk keperluan ini.

8. Kelainan posisi janin : kelainan posisi atau letak janin seperti sungsang dan

melintang juga bisa dipantau lewat alat canggih ini.

9. Jenis kelamin bayi : bagi banyak orang, hal ini merupakan abgian terpenting

dalam proses kontrol kehamilan.

2.6.1 Prinsip kerja USG

Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih tinggi daripada

kemampuan pendengaran telinga manusia, sehingga tidak bisa mendengarnya sama

sekali. Suara yang dapat didengar manusia mempunyai frekuensi antara 20 – 20.000

Cpd (Cicles per detik- Hertz). Sedangkan dalam pemeriksaan USG ini menggunakan

frekuensi 1- 10 MHz ( 1- 10 juta Hz).

Gelombang suara frekuensi tinggi tersebut dihasilkan dari kristal-kristal yang

terdapat dalam suatu alat yang disebut transduser. Perubahan bentuk akibat gaya

mekanis pada kristal, akan menimbulkan tegangan listrik. Fenomena ini disebut efek

Piezo-electric, yang merupakan dasar perkembangan USG selanjutnya. Bentuk kristal

juga akan berubah bila dipengaruhi oleh medan listrik. Sesuai dengan polaritas medan

listrik yang melaluinya, kristal akan mengembang dan mengkerut, maka akan

dihasilkan gelombang suara frekuensi tinggi.

30
Gambar 2.18 Proses pada USG

2.7 Sistem Proteksi Peralatan Medis

Seperti yang diketahui, saat ini bayak sekali peralatan medis yang bekerja

dengan mebutuhkan bantuan arus listrik bertegangan tinggi. Inilah yang nantinya

dikhawatirkan dapat menimbulkan konsleting listrik. Kebakaran yang diakibatkan

oleh konsleting listrik adalah jenis kebakaran yang mudah menyebar dan membesar

melihat banyaknya kebutuhan listrik bertegangan tinggi yang digunakan oleh suatu

bangunan.

Tidak hanya akibat dari konsleting listrik saja, namun setelah ditilik lebih

dalam yaitu terdapat banyak peralatan medis yang mudah teroksidasi ( misal : tabung

oksigen). Oksidasi juga dapat dengan mudah memicu kebakaran jika pada area

pengguaan alat tersebut secara tidak sengaja berkontak langsung dengan api. Selain

beberapa hal pemicu kebakaran tersebut tentu masih banyak faktor lainnya yang mesti

lebih diperhatikan lagi.

31
Kebutuhan sistem proteksi kebakaran pada alat medis perlu dipenuhi untuk

melindungi dan menyelamatkan pasien, perawat, dokter maupun petugas lain yang ada

di dalam rumah sakit. Sistem proteksi kebakaran jenis guardAll gas suppression

system adalah salah satu sistem proteksi yang aktif dalam penanganan kebakaran yang

ditimbulkan oleh peralatan medis. Media yang digunakan berupa gas liquid ( HFC227

) yang memiliki sifat sangat ramah lingkungan sehingga aman digunakan sebagai

media pemadam.

Peralatan pendukung lain yang dapat digunakan pada rumah sakit diantaranya

adalah sistem pendeteksi, alarm kebakaran, sprinkler otomatis, sistem pengendali

asap, hydrant untuk menangani api besar dan sebagainya. beberapa alat pemadam

yang dapat dihubungkan dengan panel control akan di rangkai menjadi satu dengan

guardAll gas suppression dan dideteksi dengan mudah melalui panel control jika salah

satu alat menunjukkan tanda-tanda kebakaran.

Dalam hal penempatan dan penggunaan alat medis juga sebaiknya diperhatikan

untuk menghidari adanya kebakaran. misalnya saja seperti menjauhkan penggunaan

alat yang mudah teroksidasi dengan api, meminimalisir penggunaan alat-alat medis

yang memercikkan api saat digunakan, mengindari penggunaan cairan mudah terbakar

dengan tabung oksigen sehingga tidak terjadi oksidasi, hindarkan dari orang-orang

yang tidak berkepentingan dengan alat medis, pastikan bahwa proses instalasi berjalan

dengan baik dan benar sehingga sistem proteksi kebakaran pada alat medis dapat

berfungsi dengan baik.

32
2.7.1 ContohProteksi Peralatan Medis

Salah satu penerapan proteksi pada peralatan medis adalah proteksi pada

hubungan singkat yang terjadi di rumah sakit yang terjadi akibat gangguan listrik

Gambar 2.19 Kelistrikan Pada Rumah Sakit

Proeksi pada rumah sakit menggunakan 2 supply utama yaitu supply yang terhubung

pada PLN langsung dan pada Generator set pada beban dan di atur melalui kontaktor

secara otomatis ketika terjadi hubungan arus singkat maupun terjadi pemutusan listrik

menggunakan sistem atau yang disebut dengan ATS (Automatic Transfer Switch),

pada ATS terdapat 4 panel utama yaitu :

1. Panel Induk Utama (PLN)

Panel Induk Utama adalah panel yang menjadi sumber utama daya yang akan

digunakan.

33
2. Panel ATS/AMF

Panel ATS/AMF adalah panel yang digunakan untuk mengatur perpindahan

daya.

3. Panel Genset

Panel Genset adalah panel yang dayanya bersumber dari genset dan merupakan

alternatif daya.

4. Panel Distribusi

Panel Distribusi adalah panel untuk membagi daya ke seluruh beban pengguna.

Modul AMF berfungsi sebagai pengontrol genset. Dengan cara kerja secara

singkat adalah ketika PLN mengalami pemadaman maka modul ini akan

memerintahkan untuk melakukan starting mesin genset, setelah mesin genset

berfungsi maka daya akan dialirkan ke beban, ketika PLN aktif kembali maka modul

ini akan melakukan pendinginan mesin dan kemudian melakukan proses mematikan

mesin genset. Pada Modul terdapat 7 tombol + 10 Lampu indicator fungsi.

Pada AMF terdapat 2 mode yaitu mode auto dan mode manual :

Mode Auto : Proses modeauto dilakukan setelah Start UP dilakukan kurang lebih 3

s/d 5 menit. Pada operasi ini modul AMF telah berfungsi dalam mode Auto, yaitu

ketika PLN Padam maka akan melakukan Start Mesin dan melakukan transfer beban,

begitu pula sebaliknya jika PLN menyala kembali maka akan melakukan proses

pendinginan mesin.Tombol Fungsi AUTO ditekan hingga indicator disampingnya

menyala.

34
Pada saat PLN Aktif :

Indikator yang menyala adalah PLN, Clock berkedip

Pada Saat GENSET Aktif :

Indicator yang menyala adalah GENSET

Mode Manual : Proses manual dilakukan untuk melakukan test beban pada genset,

atau jika fungsi auto tidak berfungsi dengan baik. Jika indicator auto tidak menyala

berarti telah masuk mode manual. Dengan mode manual maka tombol PLN dan

GENSET dapat difungsikan dengan syarat kedua sumber tegangan aktif, jika hanya

salah satu maka beban tidak bisa di pindah. Tombol Fungsi AUTO ditekan hingga

indicator disampingnya mati. Indicator yang menyala adalah PLN,CLOCK berkedip,

GENSET.

Gambar 2.20 Konfigurasi ATS

35
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari Paparan atau penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa

sesuai dengan makalah “Rangkuman Terkait Teknologi Dalam Elektronika Medis”

penulis menyimpulkan bahwa teknlogi pada dunia medis sangatlah penting dan perlu

diketahui sehingga dapat memanfaatkannya sebaik mungkin baik untuk awam maupun

dari dunia medis serta khususnya pada bidang ahli elektronika medis sehingga

penggunaanya dilakukan secara tepat dan semoga kedepannya terdapat pengembangan

yang lebih baik dalam menutupi kekurangan yang ada saat ini.

36
DAFTAR PUSTAKA

[1] Ahmedin Jemal, dkk. AIUM Practice Guideline for the Performance

ofObstetric Ultrasound Examinations. Atlanta: American Institute

ofUltrasound in Medicine. 2010.

[2] Endjun Judi Januadi. Ultrasonografi Dasar Obstetri dan Ginekologi.Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.

[3] Hari. 2009. Istilah Komputer Magnetic Resonance Imaging

(MRI)(file:///E:/D/Istilah%20Komputer%20Magnetic%20Resonance%20Ima

ging%20%28MRI%29.htm) Arie.2009.Biomedis Untuk Pemula.

(file:///E:/D/sekilas-tentang-magnetic-resonance.html)

[4] Rohmatulloh. 2015. Mengenal ATS (Automatic Transfer Switch).

http://rohmattullah.student.telkomuniversity.ac.id/mengenal-ats-automatic-

transfer-switch/ . Diakses pada 27 mei 2018.

[5] Wikipedia. 2018. Photometry.

https://en.wikipedia.org/wiki/Photometry_(optics). Diakses pada 27 mei

2018.

37

Anda mungkin juga menyukai