Anda di halaman 1dari 19

MEMBANGUN KARAKTER ANAK MELALUI PERMAINAN

TRADISIONAL GOBAK SODOR DAN ENGKLEK DALAM


MENGHADAPI MODERNISASI YANG DINAMIS

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Sosial dan Budaya
dengan Dosen M. Januar Ibnu Adham, S.Pd., M.Pd

Oleh :

Febriana Diah Ayu L 1510631050050


Yossy Prastika Sari 1510631050135

Kelas : 5B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2017
MEMBANGUN KARAKTER ANAK MELALUI PERMAINAN
TRADISIONAL GOBAK SODOR DAN ENGKLEK DALAM
MENGHADAPI MODERNISASI YANG DINAMIS

Febriana Diah Ayu L1, Yossy Prastika Sari2, M. Januar Ibnu Adham3
1,2
Mahasiswa Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidkan
Universitas Singaperbangsa Karawang
3
Dosen Pendidikan Sosial Budaya Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidkan
Universitas Singaperbangsa Karawang
email: febriana.fdal@gmail.com / yossy.prastika1@gmail.com

Abstrak - Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan nilai-nilai dari manfaat


permainan tradisional gobak sodor dan engklek untuk membangun karakter anak
dalam menghadapi modernisasi yang dinamis. Hal ini dilatarbelakangi oleh
kemajuan teknologi yang semakin pesat yaitu adanya fenomena perubahan
aktivitas bermain anak saat ini, yang lebih sering bermain permainan modern yang
identik dengan penggunaan teknologi seperti video games dan games online.
Akibatnya, permainan tradisional perlahan-lahan mulai terlupakan oleh anak-anak
Indonesia karena sangat jarang dilakukan baik di sekolah maupun di rumah,
sehingga anak-anak kurang mengetahui tentang permainan tradisional. Pada saat
ini pola permainan anak mulai bergeser pada pola permainan di dalam rumah.
Beberapa bentuk permainan yang banyak dilakukan adalah menonton tayangan
televisi dan permainan lewat play station dan komputer. Dalam tulisan ini penulis
menginginkan bahwa permainan tradisional harus dikembalikan posisinya sebagai
permainan anak Indonesia karena permainan tradisional seperti gobak sodor dan
engklek diharapkan dapat menjadi suatu alternatif untuk membangun karakter
anak yang unggul dan berkualitas.

Kata Kunci: Karakter, Permainan Tradisional, Modernisasi

Abstract - This paper aims to describe the values of the traditional game gobak
sodor and knees to build a child's character in the face of dynamic modernization.
This is motivated by the rapid technological advances that is the phenomenon of
changes in children's play activities today, who more often play modern games
that are identical with the use of technology such as video games and online
games. As a result, traditional games are slowly being forgotten by Indonesian
children because they are rarely done at school or at home, so children are less
aware of traditional games. At this time the pattern of children's games begin to
shift in the game pattern inside the house. Some of the most common forms of
play are watching television and games via play stations and computers. In this
paper the authors want that the traditional game should be restored its position as
a game of Indonesian children because traditional games such as gobak sodor and
crank are expected to become an alternative to build the character of children who
are superior and qualified.

Keywords: Character, Traditional Games, Modernization


PENDAHULUAN
Permainan tradisional sangatlah populer sebelum teknologi masuk ke
Indonesia. Dahulu, anak-anak bermain tidak membutuhkan peralatan saat
dimainkan, kalaupun ada peralatan yang digunakan hanyalah peralatan yang
sederhana yang mudah didapatkan dan biasanya ada di sekitar anak saat bermain,
seperti batu, ranting kayu, atau daun kering. Namun kini, mereka sudah bermain
dengan permainan-permainan berbasis teknologi yang berasal dari luar negeri dan
mulai meninggalkan mainan tradisional. Seiring dengan perubahan zaman,
permainan tradisional perlahan-lahan mulai terlupakan oleh anak-anak Indonesia.
Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang sama sekali belum mengenal permainan
tradisional.
Permainan tradisional sesungguhnya memiliki banyak manfaat seperti
membangun karakter anak. Secara tidak langsung, anak akan dirangsang
kreatifitas, ketangkasan, jiwa kepemimpinan, bersosialisasi, kecerdasan, dan
keluasan wawasannya melalui permainan tradisional.
Seiring berkembangnya teknologi, permainan tradisional sudah mulai
terpinggirkan oleh permainan modern, seperti permainan video game, play station,
game online berbagai permainan yang tersedia di komputer, handphone maupun
laptop, dan permainan modern lainnya (Fauziah, 2015). Permainan ini memiliki
kesan sebagai permainan modern karena dimainkan menggunakan peralatan yang
canggih dengan teknologi yang mutakhir, yang sangat berbeda jika dibandingkan
dengan permainan anak tradisional.
Pola permainan anak mulai bergeser pada pola permainan di dalam rumah.
Beberapa bentuk permainan yang banyak dilakukan adalah menonton tayangan
televisi dan permainan lewat play station dan komputer. Permainan yang
dilakukan di dalam rumah lebih bersifat individual. Permainan-permainan tersebut
tidak mengembangkan keterampilan sosial anak. Anak bisa pandai dan cerdas
namun secara sosial kurang terasah (Seriati dan Nur, 2012: 2).
Kecanduan games online, menyebabkan siswa SD dan SMP bolos sekolah.
Fakta ini diberitakan oleh harian Metronews (21/9/2012) tentang siswa SD Rfd (7
tahun) yang berontak dan berusaha menyerang seorang wartawan dari sebuah
media cetak harian saat meliput razia game online di salah satu warnet di Kota
Probolinggo. Siswa ini terjaring bersama dua orang siswa SMP, yakni Frdy (14
tahun) dan By (14 tahun), mereka tertangkap sedang asik bermain games di
warnet tersebut. Pada saat tertangkap, siswa ini sedang mengenakan seragam
sekolah.
Berdasarkan penelitian Syafii (2013) menyatakan bahwa “anak-anak di
Desa Sekaran Lamongan setelah pulang sekolah banyak yang mengunjungi
warnet dan tempat rental play station utuk mencari hiburan di waktu yang kosong,
namun kondisi saat ini berbeda dengan anak-anak yang masih duduk di bangku
SD/MI pada masa dahulu sebelum perkembangan ilmu teknologi masuk ke desa
Dekaran Lamongan mereka setelah pulang sekolah bermain dengan teman-
temanya dengan peralatan seadanya, misalnya bermain dengan pecahan genting
(engkle), benthik (patil lele), gopak sodor, bentengan, boy-boyan dan kekean.
Arikunto (dalam Halim, 2014: 1) mengungkapkan bahwa dalam permainan
tradisional anak terkandung nilai-nilai pendidikan yang tidak secara langsung
terlihat nyata, tetapi terlindung dalam sebuah lambang dan nilai-nilai tersebut
berdimensi banyak antara lain rasa kebersamaan, kejujuran, kedisiplinan, sopan
santun, gotong royong, dan aspek-aspek kepribadian lainnya.
Permaianan tradisional merupakan permainan yang sangat mudah
ditemukan dan sangat mudah dimainkan karena bahan yang dipergunakan untuk
membuat permainan tradisional sangat mudah ditemukan disekeliling kita,
misalnya permainan gobak sodor dan engklek, dan masih banyak lagi permaianan
tradisional yang tidak mengeluarkan biaya sedikitpun, manfaat dari permaianan
tersebut juga baik untuk membangun karakter anak. Berdasarkan uraian di atas,
penulis tertarik untuk mengkaji nilai-nilai dan manfaat yang terdapat pada
permainan tradisional gobag sodor dan engkle untuk membangun karakter anak
dalam mengahadapi modernisasi yang dinamis.
KAJIAN TEORI
A. Pembentukan Karakter
1. Pengertian Karakter
Karakter berasal dari bahasa latin “kharakter”, “kharassein”, “kharax”,
dalam bahasa inggris “character”, dalam bahasa Indonesia “karakter”, dan dalam
bahasa Yunani “charassein” yang berarti membuat tajam. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang.
Menurut Hasan Alwi (2002), karakter merupakan “Sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain”. Sedangkan
menurut Griek (Zubaedi, 2012: 9) mengemukakan bahwa karakter dapat
didefinsikan sebagai paduan daripada segala tabiat manusia yang bersifat tetap,
sehingga menjadi tanda yang khusus untuk membedakan orang yang satu dengan
orang yang lain.
Menurut (Ditjen Mandikdasmen - Kementerian Pendidikan Nasional),
mengemukakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi
ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah
individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap
akibat dari keputusan yang ia buat.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter
adalah ciri khas tiap individu dalam berperilaku yang membedakan orang yang
satu dengan orang yang lainnya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter
Menurut Muslich (2011: 96) dijelaskan bahwa karakter merupakan kualitas
moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor
bawaan (fitrah, nature) dan lingkungan (sosialisasi pendidikan, nurture). Potensi
karakter yang baik dimiliki manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensi-potensi
tersebut harus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini.
Karakter tidak terbentuk begitu saja, tetapi terbentuk melalui beberapa faktor
yang mempengaruhi, yaitu: faktor biologi dan faktor lingkungan.
a. Faktor Biologis
Faktor biologis yaitu berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor ini
berasal dari keturunan atau bawaan yang dibawa sejak lahir dan pengaruh
keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki salah satu dari keduanya.
b. Faktor Lingkungan
Di samping faktor-faktor hereditas (faktor endogoin) yang relatif konstan
sifatnya, mileu yang terdiri antara lain atas lingkungan hidup, pendidikan,
kondisi, dan situasi hidup dan kondisi masyarakat (semuanya merupakan
faktor eksogin) semuanya berpengaruh besar terhadap pembentukan
karakter.
Termasuk di dalamnya adat istiadat peraturan yang berlaku dan bahasa
yang digerakkan. Sejak anak dilahirkan sudah mulai bergaul dengan orang
di sekitarnya. Pertama-tama dengan keluarga. Keluarga mempunyai posisi
terdepan dalam memberikan pengaruh terhadap pembentukan karakter anak.
Keluarga adalah lingkungan pertama yang membina dan mengembangkan
karakter anak. Pembinaan karakter dapat dilakukan melalui pembiasaan dan
contoh yang nyata.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakter seseorang
tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang yaitu faktor biologis dan dari
luar yaitu faktor lingkungan.
3. Nilai - Nilai Karakter Anak
Banyak nilai karakter yang dapat ditanamkan ke anak-anak sejak dini. Dalam
pandangan pendidikan karakter di Indonesia, paling tidak ada 18 (delapan belas)
nilai karakter yang dapat disisipkan (Fadlillah, 2013: 40-41), di antaranya:
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang
yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru
dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan Meluas Dari Sesuatu Yang Dipelajarinya, Dilihat Dan
Didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bertindak, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati
keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat atau Berkomunikasi
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan
bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa
senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggungjawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara, dan Tuhan
Yang Maha Esa.
Delapan belas nilai karakter tersebut dapat ditanamkan kepada anak-anak
melalui kegiatan bermain. Segala bentuk permainan yang dimainkan oleh anak,
hendaknya dapat dimasukkan nilai-nilai karakter di dalamnya. Artinya dengan
bermain, tanpa disadari anak-anak dapat mengenal dan mempelajari nilai-nilai
karakter sesuai yang terdapat dalam permainan yang dimainkannya.
B. Permainan Tradisional
Menurut James Danandjaja (2000) Permainan tradisional adalah salah satu
bentuk permainan berupa permainan anak-anak yang beredar baik secara lisan
maupun secara anggota kolektif yang berbentuk tradisional yang di wariskan
secara turun temurun hingga memiliki berbagai variasi dalam satu jenis
permainan.
Menurut KBBI Permainan tradisional adalah sebuah aktivitas bermain yang
dilakukan secara turun-temurun. Artinya, permainan tradisional dapat
menggambarkan kebudayaan sebuah daerah dan karakteristik nenek moyang
mereka.
Menurut Kurniati (2004) permainan tradisional yaitu permainan yang dapat
melatih potensi anak yang dicerminkan dalam setiap perilaku adaptasi
sosial dengan selalu melestarikan dan juga mencintai budaya Nusantara tercinta
bangsa Indonesia ini.
Pengertian permainan tradisional menurut BP-LSP ( Balai Pengembangan
Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda) adalah hasil penggalian dari budaya
sendiri yang didalamnya banyak mengandung nilai-nilai pendidikan karena
dalam kegiatan permainannya memberikan rasa senang, gembira, ceria pada yang
memainkannya. Selain itu permainannya dilakukan secara berkelompok sehingga
menimbulkan rasa demokrasi antar teman main dan alat permainan yang
digunakan relatif sederhana (2006). Hal ini menjadi indikasi bahwa permainan
tradisional sangatlah mudah dimainkan karena alat bermainnya diambil dari alam
sekitar.
Berdasarkan pengertian menurut para ahli diatas maka dapat disimpulkan
bahwa permainan tradisional adalah permainan yang dapat melatih potensi anak
yang dicerminkan dalam setiap perilaku adaptasi sosial yang didalamnya banyak
mengandung nilai-nilai pendidikan karena dalam kegiatan permainannya
memberikan rasa senang, gembira, ceria pada yang memainkannya dan dapat
menggambarkan kebudayaan sebuah daerah yang di wariskan secara turun
menurun.
1. Permainan Tradisional Gobak Sodor
Ariani, dkk (dalam Siagawati, Wiwin, dan Purwati, 2007: 7)mengatakan
bahwa kata gobag sodor berasal dari istilah bahasa asing, yaitu go back to door.
Perubahan idiom tersebut ke dalam bahasa Jawa diakibatkan oleh penyesuaian
lafal. Kata tersebut dalam lidah jawa diucapkan ‗gobag so dor‘ selanjutnya
menjadi kata‗gobag sodor„. Masyarakat lain menyebut permainan ini dengan
nama sodoran.
Menurut Pahmadi (dalam Maftuha, 2014:3) gobak sodor adalah permainan
tradisional dari Indonesia yang menuntut ketangkasan menyentuh badan lawan
atau menghindar dari kejaran lawan.
Menurut Samih Rajidan (dalam azhar arsyad, 2011) gobak sodor adalah
Pemainan tradisional yang memiliki nilai positif, yang menjadikan anak menjadi
banyak bergerak sehingga terhindar dari masalah obesitas anak. Dalam bermainan
mereka juga harus menentukan strategi, berkomunikasi dan bekerjasama dengan
anggota tim.
Menurut pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa permainan gobak
sodor adalah permainan tradisional anak dari Indonesia yang menuntut
ketangkasan menyentuh badan lawan atau menghindar kejaran lawan yang
memiliki nilai positif dan dalam bermainan mereka juga harus menentukan
strategi, berkomunikasi dan bekerjasama dengan anggota tim.
2. Cara Bermain Gobak Sodor
Cara melakukan permainan menurut Samih Rajidan (dalam azhar arsyad, 2011)
yaitu:
a. Membuat garis-garis penjagaan dengan kapur seperti lapangan bulu tangkis,
bedanya tidak ada garis yang rangkap.
b. Membagi pemain menjadi dua tim, satu tim terdiri dari 3 – 5 atau dapat
disesuaikan dengan jumlah peserta. Satu tim akan menjadi tim “jaga” dan
tim yang lain akan menjadi tim “lawan”.
c. Anggota tim yang mendapat giliran “jaga” akan menjaga lapangan , caranya
yang dijaga adalah garis horisontal dan ada juga yang menjaga garis batas
vertikal. Untuk penjaga garis horisontal tugasnya adalah berusaha untuk
menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas
yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi seorang yang
mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal maka tugasnya
adalah menjaga keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah
lapangan.
d. Sedangkan tim yang menjadi “lawan”, harus berusaha melewati baris ke
baris hingga baris paling belakang, kemudian kembali lagi melewati
penjagaan lawan hingga sampai ke baris awal.
Berikut ini peraturan – peraturan yang berlaku dalam permainan Galasin
(Gobak Sodor) adalah sebagai berikut:
a. Pemain terbagi menjadi 2 kelompok yang terdiri dari 3 – 5 orang
(disesuaikan).
b. Jika 1 kelompok terdiri dari 5 orang maka lapangan dibagi menjadi 4 kotak
persegi panjang, yang berukuran 5m x 3m (disesuaikan).
c. Tim “jaga” bertugas menjaga agar tim “lawan” tidak bisa menuju garis
finish.
d. Tim “lawan” berusaha menuju garis finish dengan syarat tidak tersentuh tim
“jaga” dan dapat memasuki garis finish dengan syarat tidak ada anggota tim
“lawan” yang masih berada di wilayah start.
e. Tim “lawan” dikatakan menang apabila salah satu anggota tim berhasil
kembali ke garis start dengan selamat (tidak tersentuh tim lawan).
f. Tim “lawan” dikatakan kalah jika salah satu anggotanya tersentuh oleh tim
“jaga” atau keluar melewati garis batas lapangan yang telah ditentukan. Jika
hal tersebut terjadi, maka akan dilakukan pergantian posisi yaitu tim
“lawan” akan menjadi tim “jaga”, dan sebaliknya.
3. Permainan Tradisional Engklek
Menurut Pratiwi (dalam dharmamulya, 2008: 145) Permainan ini dinamakan
juga engklek atau ingkling. Dinamakan demikian karena dilakukan dengan
melakukan engklek, yaitu berjalan melompat dengan satu kaki. Pendapat Yhana
(dalam Rahmawati, 2009: 10) menyatakan bahwa engklek atau sondah adalah
permainan meloncati garis dengan satu kaki, permainan ini di daerah Jawa
Barat dan dari luar Jawa. Sedangkan. Pendapat lain dipaparkan oleh Mulyati
(2013: 46) bahwa dinamakan engklek karena bermainnya menggunakan satu
kaki yang dalam bahasa jawa artinya „engklek’. Anak yang menyukai permainan
sederhana ini biasanya perempuan. Tapi laki-laki pun begitu melihat bisa ikut
bergabung bermain. Jumlah pemain engklek bebas, biasanya 2 sampai 5 anak.
Tempat bermain tidak memerlukan pekarangan luas tetapi datar sehingga bisa
dilakukan di halaman rumah.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa permainan engklek adalah
permainan yang menggunakan media gambar persegi empat yang
digambar di lantai ataupun di tanah yang cara memainkannya dengan cara
melompati garis dengan satu kaki.
4. Cara Bermain Engklek
Cara bermain engklek menurut yhana pratiwi (2014) adalah:
a. Permainan tradisional engklek adalah sebuah permainan tradisional
sederhana yang dilakukan dengan cara melemparkan sebuah pecahan
genteng atau batu berbentuk pipih. Satu anak hanya akan memiliki 1
pecahan genting (kreweng) yang disebut „Gacuk‟.
b. Permainan dilakukan secara bergantian. Para pemain akan mengundi urutan
pemain yang akan bermain. Pemain pertama harus melemparkan pecahan
gentingnya ke kotak pertama yang terdekat. Setelah itu dia harus melompat-
lompat ke semua kotak secara berurutan hanya degan menggunakan 1 kaki,
sedangkan kaki yang lainnya harus diangkat dan tidak boleh turun
menyentuh tanah. Kotak yang terdapat gacuk milik pemain tersebut tidak
boleh diinjak (harus dilewati). Dan pemain yang sedang bermain dengan
meloncat dilarang untuk menyentuh atau menginjak garis pembatas.
c. Pemain permainan tradisional engklek harus meloncat ke setiap kotak
sampai di ujung terjauh yang biasanya berbentuk setengah lingkaran atau
kotak yang besar. Dari sana dia harus kembali dengan cara melompat lagi.
Saat sampai di kotak yang terdapat gacuk miliknya, dia harus mengambil
gacuk itu dengan tangannya, sementara itu sebelah kakinya harus tetap
terangkat dan tidak boleh menyentuh tanah. Kemudian dia harus
melanjutkan membawa gacuk tersebut sampai keluar kotak pertama.
d. Pemain permainan tradisional engklek yang sedang bermain harus
mengulang permainan ini dengan melempar gacuk dari mulai kotak pertama
terus sampai semua kotak, dan akhirnya selesai kembali ke kotak pertama
lagi. Namun bagi pemain yang melanggar aturan tidak boleh melanjutkan
permainan, dan digantikan oleh pemain berikutnya. Tapi dia boleh
melanjutkan permainannnya setelah semua pemain mendapat giliran
bermain.
e. Permainan selesai jika gacuk seorang pemain telah melalui semua kotak
sampai kembali lagi ke kotak pertama dengan selamat. Setelah itu pemain
tersebut akan berdiri membelakangi lapangan engklek dan melemparkan
gacuk-nya ke belakang. Jika beruntung gacuk itu akan berhenti di dalam
salah satu yang kosong. Nah kotak itu akan menjadi miliknya atau
rumahnya. Tapi jika lemparan gacuk-nya melesat keluar arena atau
menyentuh garis batas, maka pemain itu harus mengulang lemparannya
setelah pemain berikutnya melempar. Nah aturan lainnya adalah kotak yang
sudah ada pemiliknya tidak boleh diinjak pemain lain ataupun disentuh oleh
gacuk pemain lain yang dilempar.
C. Modernisasi
Menurut Wilbert E Moore menyebutkan modernisasi adalah suatu transformasi
total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi
serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri
Negara barat yang stabil. Sementara menurut J W School, modernisasi adalah
suatu transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya
(Wikipedia).
Menurut Everett Rogers (Syafii, 2013) modernisasi merupakan proses individu
berubah dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup yang lebih modern, maju
secara teknologis serta cepat berubah dengan perubahan fungsi secara cepat
menimbulkan peningkata yang belum perna dicapai sebelumnya dalam hal
pengetahuan manusia, yang memungkinkannya untuk menguasai lingkungannya,
yang menimbulkan revolusi ilmiah. Bagi Lerner, secara sederhana modernisasi
merupakan “suatu trend unilateral yang sekuler dalam mengarahkan cara-cara
hidup dari tradisional menjadi partisipan”.
Berdasarkan uraian di atas modernisasis dapat diartikan sebagai perubahan-
perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari
masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern.
PEMBAHASAN
Karakter adalah ciri khas tiap individu dalam berperilaku yang membedakan
orang yang satu dengan orang yang lainnya. Terbentuknya karakter anak dapat
dipengaruhi oleh faktor biologis dan faktor lingkungan. Faktor biologis berasal
dari dalam diri anak itu sendiri atau berasal dari keturunan yang dibawa sejak
lahir. Sedangkan faktor lingkungan berasal dari luar meliputi pendidikan, siatuasi
hidup, kondisi masyarakat. Semuanya berpengaruh dalam membangun karakter
anak.
Permainan tradisional atau permainan rakyat jumlahnya sangatlah banyak
sekali. Akan tetapi pada masa sekarang ini, permainan-permainan tersebut
nampaknya lambat laun mulai memudar karena semakin pesatnya kemajuan ilmu
pengetahuan teknologi atau pengaruh dari modernisasi. Dan pada akhirnya hal
tersebut berimbas kepada permaian tradisional yang mulai ditinggalkan anak-anak
karena mereka lebih memilih permaian-permainan modern yang tampilannya
menarik dan lebih seru.
Walaupun masih ada sebagian dari anak-anak desa yang masih tetap eksis
memainkan permainan-permainan tradisional tersebut, tapi sudah banyak sekali
permainan-permaian tradisional yang mulai menghilang dan mungkin hanya akan
menjadi rahasia anak-anak terdahulu yang sekarang telah tumbuh dewasa.
Cahyono (2011:2) mengemukakan sejumlah karakter yang dimiliki oleh
permainan tradisional yang dapat membentuk karakter positif pada anak. Pertama,
permainan tradisional cenderung menggunakan atau memanfaatkan alat atau
fasilitas di lingkungan kita tanpa harus membelinya sehingga perlu daya imajinasi
dan kreativitas yang tinggi. Banyak alat-alat permainan yang dibuat atau
digunakan dari tumbuhan, tanah, genting, batu, atau pasir. Misalkan mobil-
mobilan yang terbuat dari kulit jeruk bali, engrang yang dibuat dari bambu,
permainan ecrak yang menggunakan batu, telepon-teleponan menggunakan
kaleng bekas dan benang nilon dan lain sebagainya.
Kedua, permainan anak tradisional melibatkan pemain yang relatif banyak.
Tidak mengherankan, kalau kita lihat, hampir setiap permainan rakyat begitu
banyak anggotanya. Sebab, selain mendahulukan faktor kesenangan bersama,
permainan ini juga mempunyai maksud lebih pada pendalaman kemampuan
interaksi antarpemain (potensi interpersonal). seperti petak umpet, congklak, dan
gobak sodor.
Ketiga, permainan tradisional menilik nilai-nilai luhur dan pesan-pesan moral
tertentu seperti nilai-nilai kebersamaan, kejujuran, tanggung jawab, sikap lapang
dada (kalau kalah), dorongan berprestasi, dan taat pada aturan. Semua itu
didapatkan kalau si pemain benar-benar menghayati, menikmati, dan mengerti
sari dari permainan tersebut.
Beberapa permainan tradisional yang dapat membangun karakter anak, antara
lain:
1. Permainan Tradisional Gobak Sodor
Permaian Gobag Sodor merupakan permaian tradisional yang dimainkan
secara beregu atau kolektif. Permainan gobag sodor memerlukan tempat yang
cukup luas. Perlengkapan yang dibutuhkan dalam permainan gobag sodor
adalah tali rafia, kapur atau air. Jika dilaksanakan di tanah ataupun juga
dilaksanakan di tempat bersemen maka dibutuhkan lakban, kapur tulis atau
spidol.
Berikut gambar lapangan permainannya.

Pihak yang kalah masing-masing menempati garis nomor 1-5. Penjaga


nomor 1 berperan sebagai sodor. Tim penjaga yang jadi adalah A, B, C, D, E.
Tim penerobos adalah F, G, H, I, J.
Aturan permianannya yaitu para tim pemain penerobos yang menang suit
harus bisa menerobos kotak sampai akhir tanpa tersentuh oleh tim penjaga.
Setelah sampai di sebrang maka ia harus kembali lagi ke tempat semula,
barulah jika ia berhasil melewati rute bolak-balik maka dianggap menang. Tapi
jika semua anggota tim penerobos gagal semua, maka tim penerobos berganti
menjadi tim penjaga dan sebaliknya.
Nilai-nilai karakter yang terkandung dalam permainan tradisional gobag
sodor antara lain adalah nilai kejujuran, nilai sportivitas, nilai kerjasama, nilai
pengaturan strategi dan nilai kepemimpinan. Nilai-nilai ini merupakan
beberapa nilai yang sebelumnya diungkapkan oleh Siagawati, Wiwin, dan
Purwati, (2007: 11) yang menyebutkan secara umum mengenai kandungan
nilai dalam permainan tadisional gobag sodor yaitu nilai kejujuran, nilai
sportivitas, nilai kerjasama, nilai pengaturan strategi dan nilai kepemimpinan.
2. Permainan Tradisional Engklek
Engklek merupakan permaian individu tapi juga bisa dimainkan secara
berkelompok. Permaian ini adalah permainan yang memanfaatkan petakan-
petakan yang dibentuk sedemikian rupa. Dalam prosedur permainan engklek
ini secara umum pemain harus mengangkat satu kaki dan melompat dengan
kaki satu melewati kotak-kotak dalam engklek. Permainan ini membutuhkan
gacu (bisa dari pecahan genting, batum beling, ataupun uang receh) untuk
dilempar.
Berikut ini, beberapa bentuk petak engklek:

Aturan mainnya yaitu setiap pemain harus melempar sebuah batu atau
pecahan genteng sebagai penanda dari satu kotak ke kotak yang lain
kemudian engklekatau melompat lompat kari satu kotak ke kotak lain dengan
gerakan tertentu sanpai semua kotak dilewati kecuali kotak yang ada batu tadi.
Tantangan berikutnya adalah melempar batu sehinggha tepat masuk berada di
dalam kotak yang dituju.
Dalam tingkatan yang lebih tinggi pemain harus membawa gacu di atas
telapak tangan dan menaruh di atas kepala sambil melompat dengan satu kaki.
Ada berbagai variasi dalam hal aturanpermainan dan prosedur permainan
dalam engklek ini. Variasi ini juga terjadi pada bentuk engklek berbeda
(Iswinarti, 2010: 8).
Dalam permainan engklek terdapat nilai-nilai karakter yang terkandung
dalam setiap permainan nya seperti melatih kedisplinan, ketangkasan,
bersosialisi, dan kesehatan. Dalam arti lain permainan engklek juga memiliki
nilai-nilai yang tersirat dari setiap permainannya. Seperti pemain harus
mematuhi peraturan permainan, ini melatih anak sejak dini untuk lebih disiplin
dalam segala hal, dan melatih fisik dan mental anak, seperti melakukan
lompatan-lompatan dengan satu kaki, itu juga memiliki manfaat melatih
keseimbangan fisik anak, dan mental anak ketika pemain ada yang dinyatakan
kalah (Hidayat, 2013: 2).
Permainan tradisional memiliki beberapa ciri khusus yang begitu unik, yaitu:
1) Suasana selalu sreing gembira, tanpa ketegangan, tidak ada campur tangan
orang lain, tidak ada tekanan satu sama lain, meski ada kalah dan menang,
2) Harapan setelah bermaian bukanlah pada menang kalah, melainkan pada
kepuasan batin, 3) Seringkali memanfaatkan lirik atau lagu dan iringan.
Atas dasar cirri-ciri tersebut memang banyak nilai yang tersimpan dalam
permainan rakyat. Nilai-nilai budi pekerti akan terangkum dalam permainan,baik
lewat aktivitas bermaian maupun lewat kekentalan syair. Irama atau lantunan
vocal dalam bermain sedikit banyak akan membawa pesan positif yang berguna
untuk membangun karakter anak. Dari permainan-permainan tersebut para anak-
anak akan mempelajari mengenai cara bekerjasama, tolong-menolong dalam
masyarakat, sikap acuh, peduli, cerdas, teratur, kompak, memiliki daya seni, dll.
Oleh karena itu tidak salah jika permainan rakyat dijadikan wahana pemenuhan
kebutuhan dasar manusia, yaitu keinginan bersosialisasi dengan orang lain.
Dorongan sosialisasi itu akan terpantul dalam sendi-sendi bermain yang penuh
gelak tawa, canda ria, dan ada kalanya juga serius (Suwardi, 2010:112).
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat nilai-nilai karakter
pada permainan tradisional gobag sodor dan engklek. Pertama, Nilai-nilai yang
terkandung dalam permainan tradisional gobag sodor dapat antara lain adalah nilai
kejujuran, nilai sportivitas, nilai kerjasama, nilai pengaturan strategi dan nilai
kepemimpinan. Kedua, nilai-nilai yang terkandung dalam permainan engklek
yaitu melatih kedisplinan, ketangkasan, bersosialisi dan kesehatan.
Dalam era jaman sekarang ini sayang jika permainan tradisional terkikis,
banyak hal nilai yang dapat kita peroleh bahwa permainan tradisional juga dapat
menjaga budaya serta melestarikannya dari jaman ke jaman. Jika permainan
tradisional itu hilang maka ciri khas dari suatu daerah melalui permainan
tradisional akan hilang dan tidak akan pernah dapat kita temui di masa yang akan
datang. Dalam hal ini pemerintah juga harus ikut ambil bagian salam pelestaraian
permainan tradisional sebagai budaya warisan ciri khas daerah. Selain itu juga
harus lebih rutin mengadakan festival yang bergenre permainan tradisional dari
daerah-daerah yang ada diseluruh Indonesia.
Permainan tradisional harus dikembalikan posisinya sebagai permainan anak
Indonesia. Semua pihak dapat mengenalkan dan memainkan permainan
tradisional bersama anak. Diantaranya orang tua sebagai pendidik pertama dalam
memori anak harus memberikan permainan yang sesuai dengan perkembangan
usia dan psikologisnya, seperti permaian tradisional yang mampu memacu
kecerdasan bukannya hanya inteligen saja namun juga emosi dan sosial tanpa
harus mengabaikan teknologi yang terus berkembang. Selain itu pemerintah juga
harus memberikan kurikulum pendidikan tentang permainan tradisional dalam
sistem pendidikan negeri ini, agar ciri khas suatu bangsa dalam daerah dapat
terjaga kelestarian dan kewarisannya sampai kapanpun. Dan penulis sendiri
sebagai calon guru matematika, dapat memberikan contoh nyata tentang
permainan tradisional gobak sodor dan engklek pada materi bangun datar
sehingga siswa tertarik untuk menerapkannya dalam kehidupan sehar-hari.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang membantu
penulisan ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga itu semua
menjadi amal kebaikan yang mendapat ridho Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Maftuhin, dkk. (2016). Pendidikan Sosial Budaya. Bandung: CV. Maulanan
Media Grafika.
Muslich, M. (2011). Pendidikan Karakater Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Online :
Arivianto, R.T. (2015). Membangun Karakter Anak Melalui Permainan
Tradisional. Diperoleh dari
https://ressateja.wordpress.com/2015/06/13/membangun-karakter-anak-
melalui-permainan-tradisional/. Diakses tanggal 21 November pukul 20.00
WIB.
Harian Metro News. 21 September 2012. “Terjaring Operasi Game Online,
Pelajar SD Tendang Wartawan. Berita. Diperoleh dari
http://harianmetronews.com. Diakses tanggal 22 November 2017 pukul
13.00 WIB.
Nur, Haerani. (2013). Membangun Karakter Anak Melalui Permainan Anak
Tradisional. Diperoleh dari
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpka/article/view/1290. Diakses tanggal
21 November 2017 pukul 20.00 WIB.
Nurgrahastuti, dkk. (2016). Nilai-Nilai Karakter Pada Permainan Tradisional.
Diperoleh dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/snip/article/view/8942.
Diakses tanggal 21 November 2017 pukul 15.30 WIB.
Raharja, Danang. (2013). Permainan Tradisional Modal Karakter Bangsa.
Diperoleh dari http://setiyaraharja.blogspot.co.id/2013/03/permainan-
tradisional-modal-karakter.html. Diakses tanggal 21 November 2017 pukul
15.30 WIB.
Rohmah, H.H. (2012). Bergesernya Dan Tersisihnya Permainan Tradisonal Oleh
Permainan Modern Sekarang Ini. Diperoleh dari
https://www.kompasianan.com/hanafiana/bergesernya-dan-tersisihnya-
permainan-tradisional-permainan-modern-sekarang-ini_551b5864a. Diakses
tanggal 16 Desember 2017 pukul 15.00 WIB.
Rosana, Ellya. (2011). Modernisasi dan Perubahan Sosial. Jurnal TAPIs Vol.7
No.12 Januari-Juli 2011. Diperoleh dari
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/TAPIs/article/viewFile/1529/1269
. Diakses tanggal 22 November 2017 pukul 13.00 WIB.
Syafii, Nur. (2013). Lunturnya Budaya Permainan Tradisonal Bagi Anak-Anak
Pada Era Modern Di Desa Sekaran Lamongan. Thesis, UIN Sunan Ampel
Surabaya. Diperoleh dari http://digilib.uinsby.ac.id/11024. Diakses tanggal
22 November 2017 pukul 13.00 WIB.
Wikipedia. (2017). Modernisasi. Diperoleh dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Modernisasi. Diakses tanggal 21 November
2017 pukul 20.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai