C. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif
dan inversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Angka perkembangan penyakit
ginjal kronik ini sangat bervariasi. Perjalanan (End Stage Renal Disease-ESRD)
hingga tahap terminal dapat bervariasi dari 2-3 bulan hingga 30-40 tahun. Penyebab
gagal ginjal kronik yang tersering dapat dibagi menjadi delapan kelas, yaitu :
1. Penyakit infeksi tubulointestinal : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati.
2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular hipersensitif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, Poliarteritis nodusa,
Sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter : Penyakit ginjal polistik, Asidosis tubulus
ginjal.
6. Penyakit metabolik : Diabetes mellitus, Gout, Hiperparatiroidisme, Amiloidosis.
7. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesik dan nefropatitimah.
8. Nefropati obstruktif :
a. Traktus urinarius bagian atas; batu neoplasma, fibrosis, dan retroperitonial.
b. Traktus urinarius bagian bawah : hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital leher vesika urinaria dan uretra (Price, dkk, 2005, patofisiologi
proses-proses penyakit ).
D. PATOFISIOLOGI
Pada gagal ginjal kronik fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolisme
protein ( yang normalnya dieksresikan ke dalam urine ) tertimbun dalam darah.
Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik
setelah dialysis.
Gangguan Klirens Renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus ( GFR ) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urine 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi
glomerulus ( akibat tidak berfungsinya glomruli ) klirens kreatinin akan menurun dan
kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah ( BUN )
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari
fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak
hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme ( jaringan dan luka RBC ), dan medikasi seperti steroid.
Retensi Cairan Dan Natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal
tahap akhir, respons ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan risiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis reninangiotensin dan kerja sama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kehilangan garam, mencetuskan risiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin
memperburuk status uremik.
Asidosis. Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (
H+ ) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus ginjal untuk menyekresi ammonia ( NH3 ) dan mengabsorpsi natrium
bikarbonat ( HCO3 ). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi.
Anemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritroprotein yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defesiensi nutrisi, dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Eritroprotein, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal
ginjal, produksi eritroprotein menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan,
angina dan napas sesak.
Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat. Abnormalitas utama yang lain pada
gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolism kalsium dan fosfat. Kadar serum
kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jikan salah satunya
meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon
dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal, tubuh tidak berespons
secara normal terhadap penigkatan sekresi parathormon, dan akibatnya, kalsium di
tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain
itu, metabolit aktif vitamin D ( 1,25-dihidrokolekalsiferol ) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal.
Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari
perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan
dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urine, dan adanya
hipertensi. Pasien yang mengekskresikan secara signifikan sejumlah protein atau
mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk daripada
mereka yang tidak mengalami kondisi ini.
E. MANIFESTASI KLINIK
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan
tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain
yang mendasari, dan usia pasien.
Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (
akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi renin-angiotensin-aldosteron ), gagal
jantung kongestif, dan edema pulmoner ( akibat cairan berlebih ), dan perikarditis (
akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin uremik ).
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (
pruritis ). Butiran uremik, suatu penumpukan Kristal urea di kulit, saat ini jarang
terjadi akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal tahap akhir.
Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual,
muntah, dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat
kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot, dan kejang.
Mekanisme yang pasti untuk setiap menifestasi tersebut belum dapat
diidentifikasi. Namun demikian, produk sampah uremik sangat dimungkinkan
sebagai penyebabnya.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare, 2001
dalam buku ajar keperawatan medikal-bedah brunner & suddarth hal. 1449 yaitu :
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis, metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebihan.
2. Perikarfitis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiostensis-aldosteron.
4. Anemia akibat penuruan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
peradagan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan selama
hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastasi akibat retensi fostat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme Vitamin D abnormal dan peningkatan kadar
almunium.
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
hemostatis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan PGTA dan faktor yang
dapat pulihkan (misalnya obstruksi ) diidentifikasi dan diatasi :
1. Intervensi diet diperlukan dengan pengaturan yang cermat terhadap masukan
protein, masukan cairan untuk menyeimbangkan kehilangan cairan, masukan
natrium dan pembatasan kalium.
2. Pastikan masukan kalori suplemen vitamin yang adekuat.
3. Batasi protein karena kerusakan klinis ginjal terhadap urea, kreatinin, asam urat
dan asam organik. Masukan protein yang diperbolehkan harus tinggi kandungan
biologisnya : produk yang berasal dari susu, telur, daging.
4. Cairan yang diperbolehkan adalah 500-600 ml atau lebih dari haluaran urine 24
jam.
5. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia dengan antasida mengandung
aluminium atau kalium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
6. Suplai kalori dengan karbohidrat dan lemak untuk mencegah pelisutan otot.
7. Berikan suplemen vitamin.
8. Tangani hipertensi dengan kontrol volume intravaskuler dan otot antihipertensif.
9. Atasi gagal jantung kongestif dan edema pulmonal dengan pembatasan cairan,
diet rendah natrium diuretik, preparat initopik (misalnya : digitalis atau
dobutamin) dan dialisis.
10. Atasi asidosis metabolik jika perlu dengan suplai natrium bikarbonat atau
dialisis.
11. Atasi hiperkalemia dengan dialisis : pantau pengobatan dengan kandungan
kalium, berikan diet pembatasan kalium: berikan kayexelaye sesuai kebutuhan.
12. Amati terhadap tanda dini abnormalitas neurologis (misal : berkedut, sakit
kepala, delirium atau aktivitas kejang).
13. Lindungi terhadap cedera dengan memberikan bentuan pada pagar tempat tidur.
14. Catat awitan, tipe, durasi dan efek umum kejang pada pasien, segera beritahu
dokter.
15. Berikan diazepam intravena (valium) atau fenitoin (dilanxin) untuk mengontrol
kejang.
16. Atasi anemia dengan rekombinan eritropocitin manusia (epoge). Pantau
hematokrit pasien dengan sering. Sesuaikan pemberian heparin sesuai keperluan
untuk mencegah pembekuan respons yang adekuat terhadap eritropoetin.
17. Pantau kada besi serum dan tranferin untuk mengkaji status keadaan besi (besi
penting untuk memberikan respons adekuat).
18. Pantau teanan darah dan kadar kalium serum.
19. Rujuk pasien pada pusat dialisis dan transpalantasi diawal perjalan penyakit
gnjal progersif.
20. Lakukan dialisis saat pasien tidak dapat mempertahankan gaya hidup yang
diperlukan dengan pengobatan konservatif. (Beughman dan Nackley, 2000,
keperawatan medikal-bedah buku saku dari brunner & suddarth. Hal. 172-173).
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Proses keperawatan dikatakan sebagai proses atau metode ilmiah karena merupakan
suatu upaya untuk melaksanakan hal tertentu yang umumnya mencakup beberapa
langkah guna mencapai satu hasil. Langkah atau tahapan pada proses keperawatan
meliputi: pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi tindakan
keperawatan dan evaluasi. (Asmadi, 2008).
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien yang masuk dalam
pengkajian diantaranya: pengumpulan biodata yang meliputi biodata, riwayat
penyakit, pengkajian kesehatan, tes diagnostik dan analisa data.
Menurut Marilynn E. Doengus, dkk (1999). Data dasar pengkajian pasien gagal
ginjal kronik adalah :
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelelahan ekstremitas, kelemahan, malaise.
Gangguan tidur ( Insomnia/gelisah atau somnolen ).
Tanda : Kelelahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat.
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki memburuk saat
malam hari.
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
8. Pernafasan
Gejala :Nafas pendek : dispnea nokturnal proksimal : batuk dengan / tanpa
sputum kental dan banyak.
Tanda :Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalam pernafasan
kussmaul).
Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru).
9. Keamanan
Gejala : Kulit gatal
Ada/berulangnya infeksi
Tanda : Pruritus
Demam (sepsis, dehidrasi) normotermia dapat secara aktual terjadi
pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dan normal
(efek GGK/depresi respons imun).
10. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
11. Interaksi sosial
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari pasien sebagai tanda
pendapat terhadap situasi dan kejadian.
2) Data objektif
Data objektif adalah informasi yang diperoleh oleh perawat melalui proses
melihat, merasakan dan mendengar.
c. Analisa data
Setelah data dikelompokkan menurut subjektiftas dan objektifitas maka
dilakukan pengidentifikasian masalah keperawatan klien dan merumuskannya.
Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat digambarkan
dengan jelas melalui analsia data yang terdiri dari 3 komponen yaitu : data, etiologi
dan masalah (problem).
B. INTERVENSI
DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
Domain 4 : NOC : NIC :
Aktivitas / istirahat 1. 0400 Keefektifan pompa jantung 4040 Cardiac Care
Kelas 4 : 2. 0401 Status sirkulasi Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi,
Respon kardiovaskular / 3. 0802 Tanda – tanda vital durasi)
pulmonal Kriteria Hasil: Catat adanya disritmia jantung
Kode : 00029 Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
Penurunan curah jantung darah, Nadi, respirasi) putput
Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada Monitor status kardiovaskuler
kelelahan Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada jantung
asites Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
Tidak ada penurunan kesadaran perfusi
Monitor balance cairan
Monitor adanya perubahan tekanan darah
Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
antiaritmia
Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
Monitor toleransi aktivitas pasien
Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
ortopneu
Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor adanya pulsus paradoksus
Monitor adanya pulsus alterans
Monitor jumlah dan irama jantung
Monitor bunyi jantung
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign