Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV / AIDS

A. Definisi
Acquired Immune Defficiency Syndrom (AIDS) merupakan suatu penyakit
relatif baru yang ditandai dengan adanya kelainan yang kompleks dan system
pertahanan seluler tubuh dan menyebabkan korban menjadi sangat peka terhadap
mikroorganisme.
AIDS adalah bentuk penyakit berat dari keadaan sakit terus-menerus yang
berkaitan dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). (Brunner and
Suddarth,penerbit EGC).
Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk golongan virus RNA sebagai
molekul pembawa informasi genetic (Komisi Penanggulangan AIDS, Kementrian
Koordinator Kesejahteraan Rakyat RI, 2004).

B. Anatomi fisiologi
1. Sistem Imun Normal
Sistem imun melindungi tubuh dengan mengenali antigen pada bakteri
dan virus, lalu bereaksi. Saat system imun ini melemah atau rusak karena
virus seperti HIV, tubuh menjadi lebih rentan terhadap infeksi opportunistik.
Sistem imun terdiri atas organ-organ dan jaringan limfoid termasuk sumsum
tulang, kelenjar timus, kelenjar getah bening, limpa, tonsil, adenoid,
appendiks, pembuluh-pembuluh darah dan limfe.
Semua komponen system imun sangat penting dalam produksi limfosit
atau sel darah putih. Limfosit T dan B diproduksi oleh sel induk/stem di
sumsum tulang. Sel B akan tetap berada dalam sumsum tulang untuk proses
maturasi, namun sel T akan menuju kelenjar timus untuk maturasinya. Dalam
timus limfosit T menjadi imunokompeten, bertambah banyak dan berdiferensi.
2. Sel limfosit B
Fungsi utama dari sel-sel B adalah sebagai imunitas atau antibody
hormonal. Setiap sel B dapat mengenali target antigen spesifik dan mampu
nmensekresikan antibody spesifik. Antibody berfungsi dengan cara
membungkus antigen, membuat sel-sel ini rentan fagositosis (proses serangan
oleh leukosit atau makrofag untuk mencerna organisme tak diundang ) atau
dengan membungkus antigenkemudian memicu system komplemen (yang
merupakan respon peradangan). Antibody merupakan molekul protein serum
yang sangat khusus. Terbagi dalam 5 kelas yaitu IgG, IgA, IgM, IgE dan IgD.
3. Sel limfosit T
Limfosit T atau sel T memiliki dua fungsi utama : regulasi system imun
dan membunuh sel-sel yang membawa target antigen spesifik. Setiap sel T
memiliki penanda permukaan, seperti CD4+, CD8+, dan CD3+, yang
membedakan antar sel . Sel CD4+ merupakan sel pembantu yang
mengaktivasi sel B, killer cells, dan makrofag saat ada antigen spesifik. Sel
CD8+ membunuh sel yang terinfeksi virus atau bakteri, juga sel-sel kanker.
Sel T mampu menghasilkan sitokin (zat kimia yang dapat membunuh sel
seperti interferon. Sitokin dapat berikatan dengan sel-sel target yang
mengaktifkan fagosit dan menghancurkan sel target. Interleukin merupakan
jenis sitokin yang berperan sebagai pembawa esan antara sel darah putih.
Limfosit T merupakan kelompok sel heterogen dengan dua jenis sel utama
yaitu limfosit penolong (T4/T-helper) dan limfosit. Pada system kekebalan
yang utuh, jumlah sel T4 berkisar antara 600-1.200/mm³).
Penekanan (T8/T supresor). Pada keadaan normal, perbandingan jumlah
sel T4 dan T8 =2:1, suatu perbandingan yang optimal untuk menjalankan
fungsi masing-masing. Pada infeksi yang berlanjut, fungsi dan jumlah limfosit
T4 berkurang dan bila penurunan sel cukup berat, terjadilah gangguan
imunitas seluler yang menyebabkan penderita mudah terkena infeksi
opportunistic atau keganasan.
4. Fagosit
Fagosit terdiri atas monosit dan makrofag, sel darah putih besar yang
menelan dan mencerna sel yang membawa partikel antigen. Sel ini dapat
ditemukan di seluruh tubuh, dan membersihkan tubuh dari sel rusak, memulai
respon imun dengan mempresentasikan antigen kepada limfosit, dan penting
sebagai regulasi respon imun dan inflamasi. Neutrofil adalah fagosit
granulasitik yang penting dalam proses inflamasi.

C. Etiologi
Disebabkan oleh infeksi kuman Human Immunodeficiency Virus
(HIV).Virus AIDS bersifat limfotropik khas dan mempunyai kemempuan untuk
merusak sel darah putih spesifik yang disebut limfosit T helper atau limfosit
pembawa faktor T4 (CD4).
Transmisi HIV/cara penularan :
1. Hubungan seksual dengan resiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
2. Melalui darah
a. Transfusi darah yang mengandung HIV, resiko penularan 90-98%
b. Tertusuk jarum yang mengandung HIV, resiko penularan 0,03%
c. Terpapar mukosa yang mengandung HIV, resiko penularan 0,0051%

D. Patofisiologi
HIV yang dulu disebut sebagai Human T Cell Limphotropic virus adalah
virus sitopatik dari famili retro virus.Virus ini ditransmisikan melalui kontak
seksual, darah/produk darah yang terinfeksi, dan cairan tubuh tertentu serta
melalui perinatal. Virus tidak ditransmisikan melalui kontak biasa. Virus
memasuki tubuh dan terutama menginfeksi selyang mempunyai molekul CD4.
Kelompok sel terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4. Sel-sel
target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans. Setelah mengikat
molekul CD4, virus memasuki sel target dan melepaskan selubung luarnya. RNA
retrovirus ditranskripsi menjadi DNA melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA
yang baru terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel target dan
membentuk pro virus. Pro virus dapat menghasilkan protein virus baru. Sel target
normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses
ini pro virus juga ikut menyebarkan anak-anaknya.Secara klinis, ini berarti orang
tersebut terinfeksi untuk seumur hidupnya.
E. Tanda dan gejala
Penyakit AIDS menyebar luas dan dapat mengenai setiap organ. Penyakit ini
berkaitan dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi,
malignansi (efek langsung HIV pada jaringan tubuh).Beberapa tanda dan gejala
yang dapat menyerang system tubuh akibat infeksi HIV berat :
1. Pernapasan :
 Pneumonia
 Kuman pneumonia
 Sitomegaloxitis
 ISPA
 TB paru
2. G.E : mual, muntah, vommitus, kandidiasis oral serta esophagus dan diare
kronik, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Neurologik : inflamasi, infeksi opportunis, neoplasama primer, perubahan
cerebrovaskuler, ensefalopatik, atrofi, demielinisasi, degenerasi, nekrosis,
inkontinensia, kejang, gangguan respon verbal
4. Integumen :
 Pembentukan vesikel yang nyeri merusak integritas kulit disebabkan
oleh infeksi opportunistic seperti Herpes zoster dan herpes simpleks
 Moluskum kontagiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh
pembentukan plak yang disertai deformitas.
 Ruam yang difusi
 Bersisik dengan indurasi yang mengenai kepala serta wajah.

F. Tes diagnostic
1. Test antibody HIV
 Elisa : hasil test positif dipastikan dengan Western blot
 Western blot : +
 IFA : hasil test positif dipastikan dengan Western blot
 RIPA : positif lebih spesifik dan sensitive daripada Western blot
2. Pelacakan HIV
 Antigen p24 : positif untuk protein virus yang bebas.
 Reaksi rantai polymerase :deteksi RNA dan DNA virus HIV.
 Kultur sel mononuclear darah perifer untuk HIV-1 : positif kalau dua
kali uji kadar (assay) secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse
transcriptase atau antigen P24 dengan kadar yang mengikat.
 Kultur sel : mengukur muatan virus dalam sel.
 Kultur plasma : mengukur muatan virus lewat virus bebas yang
infeksius dalam plasma.
 Mikroglobulin B2 : protein meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit.
 Neoplasma serum : kadarnya meningkat.
2. Status imun :
 H sel-sel CD4 + : menurun
 % sel-sel CD4 + : menurun
 Rasio CD4 : CD8 : menurun
 Hitung sel darah putih : normal hingga menurun
 Kadar immunoglobulin : meningkat.
 Sel fungsi sel CD$ + : sel-sel T4 mengalami penurunan kemampuan
untuk bereaksi terhadap antigen.
 Reaksi sensitivitas pada tes kulit : menurun hingga tidak terdapat.

G. Penatalaksanaan Medik
1. Penghentian replikasi virus HIV lewat preparat antivirus.
2. Penguatan serta pemulihan system imun melalui penggunaan preparat
imunomodulator.
3. Perawatan suportif
4. Obat-obat untuk infeksi :
 Infeksi umum : trimetroprim sulfametoksazol.
 Pneumonia :pentamidin.
 Meningitis : amfotensin B IV
 Retinitis sitomegalovirus : gansiklovir.
5. Terapi Antiretrovirus :
 Sidovudin
 Dideoksisitidin

H. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
 Bagaimana pola hidup selama ini
 Apakah sering sakit
 Apakah sering batuk dan sesak
 Adakah riwayat tranfusi darah
 Adakah riwayat ODHA
 Apakah ada riwayat ISPA, TBC
b. Pola nutrisi metabolic
 Adakah keluhan tidak nafsu makan, mual, muntah
 Disfagia, nyeri retrosteinal saat menelan
 Penurunan berat badan yang tepat dan progresif
 Peningkatan peristaltic usus
 Tugor kulit buruk
 Lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan terjadi
perubahan warna
 Demam berulang, berkeringat di malam hari.
c. Pola eliminasi
 Diare yang intermiten, teru-menerus, sering dengan atau tanpa
disertai kram abdomen
 Rasa terbakar saat miksi
 Feses encer disertai mules atau darah
 Nyeri tekan abdomen
 Lesi atau abses rectal
 Perubahan dalam jumlah atau karakteristik urine.
d. Pola aktivitas dan latihan
 Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya
 Progresif kelelahan/malaise
 Lkelemahan otot, menurunnya massa otot
 Perubahan pada gaya jalan
 Pembengkakan pada sendi
 Sakit/rasa terbakar pada kaki
e. Pola reproduksi seksual
 Riwayat perilaku, beresiko tinggi yaitu mengadakan hubungan
seksual dengan pasangan yang positif HIV
 Pasangan seks anal, aktivitas seks tidak terlindungi
 Timbulnya herves pada genetalia.
f. Pola persepsi dan konsep diri
 Bagaimana pandangan orang lain terhadapa dirinya
 Bagaimana pandangan klien terhadap perubahan diri
sehuibungan dengankeadaan sakitnya, mersa tidak berdaya,
putus asa, merasa rendah diri.
g. Pola peran dan hubungan dengan sesama
 Apa reaksi klien dengan sakitnya dan perawatan di rumah
sakit
 Bagaimana hubungan klien dengan pasangan lain sehubungan
dengan perawatan di RS.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan
HIV/AIDS :
a. Resiko infeksi b.d immuno defensiensi.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya pemasukkan
oral.
c. Intoleransi aktivitas b/d keadaan mudah letih, kelemahan.
d. Perubahan pola eleminasi, diare b.d pathogen enterik dan atau infeksi HIV
e. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d pneumonia,
f. Ketidakefektifan termoregulasi b/d penurunan imunitas
g. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang pencegahan
penularan HIV.
h. Isolasi social b.d penyakit, manarik diri dari system dukungan, prosedur
isolasi dan rasa takut terhadap orang lain yang terinfeksi.
3. Rencana tindakan keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Resiko infeksi b.d NOC : KONTROL INFEKSI
immuno defensiensi  Immune status  Bersihkan lingkungan setelah dipakai
 Knowledge : infekction control  Batasi pengunjung jika perlu
 Risk control  Instruksikan pengunjung untk mencuci tangan
Kriteria hasil : sebelum berkunjung dan setelah berkunjung
 Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
 Mendiskripsikan proses penularan penyakit  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemikdan local
 Menunjukkan kemampuan untuk menvegah  Monitor grabulosit, WBC
timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Menunjukkan perilkau hidup sehat
2 Perubahan nutrisi NOC :  Kaji adanya alergi makanan
kurang dari  Status nutrisi  Dapatkan riwayat diet, termasuk makanan yang
kebutuhan tubuh b.d  Intake makanan dan minuman disukai

kurangnya  Control BB  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan

pemasukkan oral Kriteria hasil : nutrisi yang dibutuhkan pasien


 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
 Peningkatan intake makanan dan minuman makanan dan minuman
 Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
 Tidak terjadi penurunan BB yang berarti  Monitor BB pasien
 Kaji adanya mual dan muntah

3 Intoleransi aktivitas NOC :  Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas


b/d keadaan mudah  Tolenransi aktivitas  Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
letih, kelemahan  Self care : ADLs dapat dilakukan
Kriteria hasil :  Dekatkan alat-alat yang diperlukan pasien
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik  Anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
 Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri
 Level kelemahan

4 Perubahan pola NOC :  Kaji kebiasaan BAB pasien


eleminasi, diare b.d  Status hidrasi  Kaji terhadap diare : sering, feses encer, nyrei
pathogen enterik dan  Balance cairan atau kram abdomen, volume cairan

atau infeksi HIV  Status eliminasi  Dapatkan kultur feses


Kriteria hasil :  Lakukan tindakan untuk mengurangi pembatasan
 Feses berbentuk, BAB sehari sekali sesuai ketentuan
 Manjaga daerah sekitar rectal dari iritasi  Observasi turgor kulit
 Tidak mengalami daire  Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan
 Menjelaskan penyebab diare bagian rectal
5 Bersihan jalan napas NOC :  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
tidak efektif b.d  Status respirasi  Kaji adanya penggunaan otot bantu pernafasan
pneumonia  Airway paten  Dapatkan sampel sputum untuk kultur
Kriteria hasil :  Ajarkan teknik nafas dalam dan batuk efektif
 Mendemostrasikan batuk efektif dan suara nafas  Batur posisi semi fowler
normal
 Menunjukkan jalan nafas yang paten
 Mampu mengodentifikasi dan mencegah faktor
yang menghambat jalan nafas
6 Ketidakefektifan NOC :  Oberservasi suhu tubuh pasien
termoregulasi b/d  Hidrasi  Beri kompres air hangat
penurunan imunitas  Status imun  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
 Control resiko tipis
Kriteria hasil :  Anjurkan pasien pasien untuk banyak minur air putih
 Keseimbangan termoregulasi  Kolaborasi untuk therapy antipiretik
 Suhu tubuh dalam batas normal
7 Kurang pengetahuan Peningkatan pengetahuan mengenai cara penularan  Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
b.d kurangnya penyakit  Berikan informasi mengenai cara penularan
informasi tentang penyakit

pencegahan  Berikan informasi mengenai cara mencegah

penularan HIV penularan penyakit


8 Isolasi sosial b.d NOC :  Kaji pola interaksi sosial pasien yang lazim
penyakit, manarik  Kemampuan intraksi  Observasi terhadap perilaku indikatif isolasi
diri dari system  Sosial support sosial, seperti penuruan interaksi dengan orang

dukungan, prosedur Kriteria hasil : lain

isolasi dan rasa takut  Kemampuan berinteraksi dengan lingkungan  Berikan instruksi mengenai cara penularan
sekitar penyakit
terhadap orang lain
 Anjurkan pada keluarga untuk meberikan support
yang terinfeksi
untuk pasien.
4. Discharge Planning
a. Pada pasien wanita yang berencana hamil perlu mendapatkan informasi
tentang memadai tentang resiko penularan infeksi HIV pada dirinya
sendiri, pasangannya dan calon anak-anaknya.
b. Jelaskan pada pasangan tentang bagaimana cara penularan HIV dan
tindakan pencegahan penularan.
c. Kepada pasien ada keluarga yang merawatnya jelaskan untuk memantau
tanda-tanda serta gejala infeksi. Misalnya diantaranya adalah gejala
demam/panas, menggigil, keringat malam, batuk, napas pendek, kesulitan
bernafas, bercak-bercak putih dimulut, dll.
d. Jelaskan pentingnya hygiene perseorangan.
e. Pasien dijelaskan untuk mempertahankan keseimbangan antara diet,
istirahat dan aktivitas semampu klien.
f. Jelaskan kepada keluarga pentingnya pendampingan dan penerimaan
pasien dalam keluarga sehubungan dengan penyakit.
g. Anjurkan kepada pasien untuk kembali ke dalam masyarakat dan kembali
pada kegiatan sehari-hari yang lazim dilakukannya.

Anda mungkin juga menyukai