Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM SEDERHANA


Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Program
Internsip Dokter Indonesia

Peserta Internsip: dr. Krisma Putri Pratiwi

Pendamping: dr. Galih Satriyo Hutomo

Narasumber: dr. Hakimah Maimunah, Sp.A

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

WAHANA RUMAH SAKIT UNIPDU MEDIKA JOMBANG

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2018
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN .................................................................................


DAFTAR ISI ..............................................................................................
1. LAPORAN KASUS ..................................................................... 1
2. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………. .. 12
2.1 Definisi ……………………………………………… ........... 12
2.2 Epidemiologi ………………………………………………. . 12
2.3 Klasifikasi…………………………………………………. ... 13
2.4 Faktor Resiko ……………………………………………… . 13
2.5 Patofisiologi……………………………………………......... 14
2.6 Manifestasi Klinis ………………………………………….. 15
2.7 Diagnosis …………………………………… ........................ 16
2.8 Diagnosis Banding……………………………………… ...... 17
2.9 Penatalaksanaan....................................................................... 18
2.10 Edukasi .................................................................................. 20
2.11 Vaksinasi ............................................................................... 21
2.12 Prognosis ............................................................................... 21
3. DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 23
BAB I
PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A.A
Umur : 26 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir :-
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn. T
Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
Nama Ibu : Ny. W
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Morosunggingan
Tanggal masuk : 23 Oktober 2017
No. RM : 026555

II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.

A. Keluhan Utama

Kejang

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Kurang lebih 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien panas, panas
mendadak tinggi. Panas disertai muntah 3 kali setelah makan. Nafsu makan
dan minum berkurang.
Kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang
terjadi seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas.
Kejang berlangsung 3 kali selama ± 1 menit tiap kali kejang. Diantara fase
kejang pasien sadar dan tidak menangis. Kemudian oleh keluarga, pasien
dibawa ke rumah sakit Unipdu Medika. Di IGD pasien tidak kejang tetapi

1
masih panas. Buang air besar terakhir kemarin, lembek, berwarna kuning.
Buang air kecil warna kuning jernih.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat kejang sebelumnya karena panas : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat kejang karena panas pada keluarga : (-)
Riwayat epilepsi : (-)

E. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ayah : sehat
Ibu : sehat

F. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal


Pemeriksaan di : Bidan
Frekuensi : Trimester I : 1x/ 1 bulan
Trimester II : 2x/ 1 bulan
Trimester III : 2x/ 1 minggu
Keluhan selama kehamilan: tidak ada
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah
darah.

G. Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3500 gram dan panjang 47 cm,
lahir spontan, langsung menangis kuat segera setelah lahir, usia kehamilan
38 minggu.

H. Riwayat Postnatal
Rutin ke puskesmas setiap bulan untuk menimbang badan dan mendapat
imunisasi.

2
I. Imunisasi
Jenis I II III IV
1. BCG 1 bulan - - -
2. DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan -
3. Polio 2 hari 2 bulan 3 bulan 4 bulan
4. Campak 9 bulan - - -
5. Hepatitis B Lahir 2 bulan 3 bulan -

Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap sesuai Depkes, tidak sesuai IDAI 2010

J. Riwayat Petumbuhan dan Perkembangan


Motorik Kasar
Mengangkat kepala : 3 bulan
Tengkurap kepala tegak : 4 bulan
Duduk sendiri : 6 bulan
Berdiri sendiri : 11 bulan
Berjalan : 13 bulan
Bahasa
Bersuara “aah/ooh” : 2,5 bulan
Berkata (tidak spesifik) : 8,5 bulan
Motorik halus
Memegang benda : 3,5 bulan
Personal sosial
Tersenyum : 2 bulan
Mulai makan : 6 bulan
Tepuk tangan : 9 bulan
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

L. Riwayat Makan Minum Anak


1. Usia 0-6 bulan : ASI diselingi dengan ASB, frekuensi minum ASI dan
ASB tiap kali bayi menangis dan tampak kehausan, sehari biasanya lebih
dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan.

3
2. Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan
diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya sekali sehari satu
potong (siang hari).
3. Usia 8-12 bulan : nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan sayur
hijau/wortel, lauk ikan /tempe, dengan diselingi dengan ASI jika bayi
masih lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong.
4. Usia 1 tahun - sekarang : diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan
sayur bervariasi dan lauk ikan, ayam /tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali
sehari. ASI masih tapi hanya kadang-kadang. Buah pepaya/pisang/jeruk
jumlah menyesuaikan.
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

M. Riwayat Keluarga Berencana :


Ibu penderita tidak mengikuti program KB.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Keadaan umum : sedang
Derajat kesadaran : kompos mentis
Status gizi : kesan gizi baik
Tanda vital
BB : 10 kg
Nadi : 120 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
Pernafasan : 28x/menit,
Suhu : 38,5º C (per axiler)
Kulit : Warna sawo matang, kelembaban cukup, ujud kelainan kulit (-)
Kepala : Bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut, distribusi
merata, UUB sudah menutup
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

4
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
Telinga : Bentuk normal, sekret(-).
Tenggorok : Uvula ditengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1 , faring hiperemis (-)
Leher : Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar
Lymphonodi : Retroaurikuler : tidak membesar
Submandibuler : tidak membesar
Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan =kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+)
Abdomen
Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor
kembali cepat.
Urogenital : dalam batas normal
Ekstremitas :
Akral dingin - - Sianosis
- -
- - - -
Oedem
- -
- -

CRT <2”

5
Pemeriksaan Neurologis
Motorik : Koordinasi baik, kekuatan +4 +4
+4 +4
Sensorik : Belum dapat dinilai
Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+/+)
R. Triseps : (+/+)
R. Patella : (+/+)
R. Archilles : (+/+)
Reflek Patologis : R. Babinsky :(-/-)
R. Chaddock :(-/-)
R. Oppeinheim : ( - / - )
Meningeal Sign : Kaku kuduk :(-)
Brudzinsky I :(-)
Brudzinsky II :(-)
Kernig sign :(-)

Perhitungan Status Gizi (secara antropometris)


BB : 10 kg
TB : 76 kg
Status gizi :
BB/U : 10/10,7 x 100 % = 93,45 % (-2 < BB/U < 0 SD)

TB/U : 76/81 x 100 % = 93,82 % (TB/U=-2SD)

BB/TB : 10/9,5 x 100 % = 105,2 % (0SD< BB/TB <1SD)

Kesan : Gizi baik secara antropometri (WHO, 2010)

6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 23 Oktober 2017

Hematologi Rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Lekosit 11,700 /μL 4,000 – 11,000
Hemoglobin 11,6 g/dL 13,5 – 18,0
Hematocrite 34,4 % 40 – 52 %
Trombosit 302.000 /μL 150.000 – 450.000

Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 24 Oktober 2017

Hematologi Rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Lekosit 5,200 /μL 4,000 – 11,000
Hemoglobin 11,7 g/dL 13,5 – 18,0
Hematocrite 34,3 % 40 – 52 %
Trombosit 293.000 /μL 150.000 – 450.000

Urine lengkap
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
PH Urine 6.0
Berat Jenis 1.010
Protein NEGATIP
Reduksi NEGATIP
Bilirubin NEGATIP
Urobilin NEGATIP
Urobilinogen NEGATIP
Aseton / keton bodies NEGATIP
Nitrit NEGATIP
Protein kuantitatif NEGATIP
Protein bence jone NEGATIP
Eritrosit 1-2
Leukosit 1-2
Ephitel 1-2
Kristal

7
Ca Oxsalat NEGATIP
Uric Acid NEGATIP
Amorph NEGATIP
Bakteri NEGATIP
Jamur NEGATIP
Parasit NEGATIP
Silinder NEGATIP
Granuler NEGATIP
Hialin NEGATIP
Waxi NEGATIP
Eritrosit NEGATIP
Leukosit NEGATIP

V. RESUME
Kurang lebih 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien panas, panas
mendadak tinggi. Panas disertai muntah 3 kali setelah makan. Nafsu makan dan
minum berkurang.
Kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang terjadi
seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas. Kejang
berlangsung 3 kali selama ± 1 menit tiap kali kejang. Diantara fase kejang pasien
sadar dan tidak menangis. Kemudian oleh keluarga, pasien dibawa ke rumah
sakit Unipdu Medika. Di IGD pasien tidak kejang tetapi masih panas.
Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai umur dan sesuai Depkes. Riwayat
perkembangan dan pertumbuhan baik. Riwayat pemeliharaan prenatal baik.
Riwayat kelahiran, lahir spontan dengan usia kehamilan 38 minggu,
pemeliharaan postnatal baik.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sedang, komposmentis dan
gizi kesan baik. Tanda vital: N: 120x/menit, RR: 28x/menit, t= 38,5 oC,
pemeriksaan neurologi dalam batas normal. Status gizi secara antropometris
(WHO, 2000) : gizi baik. Pemeriksaan laboratorium tanggal 23 Oktober 2017
didapatkan, Hb: 11,6 g/dL, Hct: 34,4 %, Leukosit: 11,700/μL, Trombosit:
302.000/μL. Dilakukan pemeriksaan ulang hematologi dan urine lengkap
tanggal 24 oktober 2017 didapatkan hasil, Hb: 11,7 g/dL, Hct: 34,3 %, Leukosit:

8
5,200/μL, Trombosit: 293.000/μL. Dan hasil pemeriksaan urine lengkap masih
dalam batas normal.

VI. DAFTAR MASALAH


1. Demam
2. Kejang (3 kali, kejang 1 menit, diatara fase kejang pasien sadar dan tidak
menangis)

VII.DIAGNOSIS BANDING
Kejang Demam Sederhana
dd : Infeksi Intrakranial

VIII. DIAGNOSIS KERJA


Kejang Demam Sederhana

IX. PENATALAKSANAAN
Terapi
1. O2 nasal 2 lpm
2. IVFD D5 ¼ NS 1000cc/24jam
3. Inj. Ceftriaxone 2x 500mg
4. Inj. Dexamethasone 3x1/2 amp
5. Inj. Antrain 3x100mg
6. Inj. Ranitidin 2x10mg
Obat PO :
7. Paracetamol 100mg + diazepam 3mg = 3 dd pulv I
Monitoring
1. KU dan VS per 4 jam
2. Balance cairan per 8 jam
3. Awasi timbulnya kejang

9
Planning
1. Pemeriksaan urine feses rutin
2. Cek Kalsium
3. Lumbal Pungsi  Pemeriksaan LCS

Edukasi
Kompres hangat jika panas dan menerangkan kondisi pasien terhadap orang tua
pasien

X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

10
LEMBAR MONITORING

Tanggal Jam Pemeriksaan Terapi


23/10/2017 11.00 S :Tidak kejang, panas Ambroxol 5mg
berkurang, batuk (+), pilek (+), Salbutamol 0,5 mg 3 x pulv I
makan dan minum sedikit- Trimenza 1/2 tab
sedikit
O : CM, gizi baik IVFD D5 ¼ NS 1000cc/24jam
TV : HR = 105 x/mnt
Inj. Ceftriaxone 500mg
RR = 22 x/mnt
S = 35,6oC (per axiler) Inj. Dexamethasone 1/2 amp
19.00 S :Tidak kejang, panas IVFD D5 ¼ NS 1000cc/24jam
berkurang, bapil berkurang
Inj. Ceftriaxone 500mg
O : CM, gizi baik
TV : HR = 100 x/mnt Inj. Dexamethasone 1/2 amp
RR = 22 x/mnt Inj. Antrain 100mg
S = 36,6oC (per axiler)
Inj. Ranitidin 10mg
Obat oral lanjut
24/10/2017 06.00 S : Tidak kejang, tidak panas, Terapi lanjut
kembung (+)
O : CM, gizi baik
TV : HR = 106 x/mnt
RR = 22 x/mnt
S = 36,6oC (per axiler)
11.00 S : Tidak kejang, tidak panas, Terapi lanjut
batuk (+)
O : CM, gizi baik
TV : HR = 115 x/mnt
RR = 22 x/mnt
S = 36,5 oC (per axiler)
19.00 S : Tidak kejang, tidak panas, Terapi lanjut
batuk membaik pasien minta pulang (APS)
O : CM, gizi baik karena sudah tidak ada
TV : HR = 96 x/mnt keluhan
RR = 22 x/mnt
S = 36,2 oC (per axiler)

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1 Kejang
demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per
rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut,
terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam
adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan
5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang
disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk
kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai
dengan kejang berulang tanpa demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang
disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang
pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena
keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur
kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan
terjadi bersama demam.2

2.2 EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus
merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun
kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.3
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut

12
IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 -
5%.2,10

2.3 KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang
demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang
parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

2.4 FAKTOR RESIKO


Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus,
dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan
mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali
rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18
bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang
rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi.
5,6

Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan


neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga,
lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam
kompleks. 5,6

13
2.5 PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang
terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali
ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.9

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel

14
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu
berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung
lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab
hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
“matang” dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi
kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di
otak sehingga terjadi epilepsi.9

2.6 MANIFESTASI KLINIS


Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar
susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis
dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik,

15
tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot
menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik
(kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama
1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan
pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1,9,10
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung
singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang
yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan
kerusakan permanen dari otak.4

2.7 DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6

c. Pemeriksaan Penunjang
1.) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis
dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.5

16
1.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan
dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak
rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal. 5
2.) Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5
4.) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan
neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil
edema.5

2.8 DIAGNOSIS BANDING


Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis
meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak menyingkirkan
meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan
pungsi lumbal. 2

17
2.9 PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -
0,5 mg/kg perlahan –lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-
5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan
oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah
0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam
rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg
untuk anak diatas usia 3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis
0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit
atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang
belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.5

b. Pemberian obat pada saat demam


1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan adalah
10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam

18
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang
dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.2,3,5
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC.
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi
yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan
fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

c. Pemberian Obat Rumat


1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau
lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12
bulan, kejang demam ≥ 4 kali per tahun.5
2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa
kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan
efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat

19
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari
dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5

2.10 EDUKASI PADA ORANG TUA


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis
baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.4,5
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut.
a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
b. Tetap bersama pasien selama kejang.
c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih .5

20
2.11 VAKSINASI
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap
anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi
jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang
yang lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam
pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi
berikutnya. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000
anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun
setelahnya.5,7 Sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko
meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.7 Dianjurkan untuk memberikan
diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau
MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi
hingga 3 hari kemudian.5

2.12 PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi
pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.5,9

21
BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

KEJANG
1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau
BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg
2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB

KEJANG
Diazepam rektal
( 5 menit )

Di Rumah Sakit

KEJANG
Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit

KEJANG
Transfer ke Ruang Rawat Intensif

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan
berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan
NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan hipotensi.6

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI.
Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai