BATANG TEKAN
Pendekatan EULER diatas hanya terjadi pada batang tekan dalam kondisi elastis dengan
kelangsingan yang besar ( > 110 atau batang panjang). Artinya batang tekan sudah menekuk
sebelum tegangan mencapai leleh.
Untuk kelangsingan sedang ( < 110 atau batang sedang ) akan terjadi tekuk inelastis, artinya
pada sebagian penampang batang sudah leleh.
Untuk batang pendek ( < 20) akan terjadi tekuk plastis, artinya seluruh penampang sudah
leleh.
Struktur Baja I - Iwan Rustendi - UNWIKU
Purwokerto
Gambar 5.4. Kurva panjang batang (kolom) versus kekuatan kritis.
AB Kolom WF 200.200.8.12
BC Kolom WF 200.200.8.12
DE Kolom WF 200.200.8.12
EF Kolom WF 200.200.8.12
GH Kolom WF 200.200.8.12
HI Kolom WF 200.200.8.12
BE Balok WF 450.200.9.14
EH Balok WF 450.300.11.18
di mana,
fy = tegangan leleh material
Lk = k . L
k = faktor panjang tekuk
L = panjang teoritis kolom.
dengan,
Ag = luaspenampang bruto (mm2)
fcr = tegangan kritis penampang, MPa
fy = tegangan leleh material, MPa
= koefisien tekuk.
Untuk penampang kompak, bagian sayap (flanges) harus menyatu dengan badan
(web) secara menerus atau bagian badan mempunyai angka perbandingan
antara lebar dan tebalnya (p) pada elemen tertekan tidak melampaui seperti
yang terdapat pada Tabel 5-1.
Apabila angka perbandingan antara lebar dan tebal dari salah satu atau lebih
elemen yang tertekan melampaui p, tetapi tidak lebih besar dari r, dikatakan
penampang tak kompak (noncompact).
Jika angka perbandingan antara lebar dan tebal pada setiap elemen melampaui
r maka disebut elemen penampang langsing.
1. Sumbu profil.
Pada batang tekan terdapat sumbu-sumbu penting yang
harus diperhatikan, yaitu :
a. Sumbu utama.
b. Sumbu bahan.
c. Sumbu bebas bahan.
Sebagai contoh, untuk profil IWF sumbu X dan sumbu Y adalah merupakan
sumbu utama (Gambar 5.10).
Disamping itu sumbu X dan Y untuk profil tersebut juga merupakan sumbu
bahan.
di mana,
Ix = momen inertia terhadap sumbu X.
Iy = momen inertia terhadap sumbu Y.
Sxy = momen sentrifugal terhadap sumbu X dan Y.
Struktur Baja I - Iwan Rustendi - UNWIKU
Purwokerto
Untuk profil siku double, sumbu X adalah merupakan
sumbu bahan dan sumbu Y merupakan sumbu bebas
bahan (Gambar 5.12).
dimana,
k = faktor panjang tekuk.
Lx = panjang komponen struktur tekan arah X.
rx = jari-jari inertia terhadap sumbu X.
di mana,
SNI 03-1729-2002 pasal 9.3 menyatakan bahwa nilai iy pada persamaan diatas terpenuhi
apabila :
1) Pelat-pelat kopel membagi komponen struktur tersusun menjadi beberapa bagian yang
sama panjang atau dapat dianggap sama panjang.
2) Banyaknya pembagian komponen struktur minimum adalah 3 (tiga) medan pelat koppel.
3) Hubungan antara pelat kopel dengan elemen komponen struktur tekan harus kaku.
4) Pelat kopel harus cukup kaku, sehingga memenuhi persamaan,
di mana,
Ip = momen inersia pelat koppel
= 1/12 t h3.
Apabila pelat koppel terdapat pada muka dan belakang maka,
Ip = 2 . 1/12 t h3.
I1 = momen inersia minimum batang tunggal (I)
a = jarak antara dua pusat berat profil
Du = 0,02 Nu
Koefisien tekuk x dan iy selanjutnya ditentukan oleh harga-harga x dan iy.
Terhadap sumbu X
Terhadap sumbu Y
Terhadap sumbu X,
Terhadap sumbu Y,
Apabila batang yang memikul gaya aksial tekan mulai tidak stabil pada seluruh
panjangnya, dan bukan tekuk lokal, maka batang akan tertekuk dengan tiga
kemungkinan seperti berikut :
1) Tekuk lentur.
Tekuk lentur adalah dimana batang tekan melentur pada arah jari-jari
inersia minimum, dan berlaku untuk seluruh jenis penampang (Gambar
5.15).
2) Tekuk Torsi.
Kegagalan tekuk torsi terjadi dengan berputarnya penampang sepanjang
sumbu longitudinal batang.
Dapat terjadi pada penampang simetris melintang dengan element
penampang yang langsing atau pelatnya tipis (Gambar 5.16).
3) Tekuk Lentur Torsi.
Tekuk lentur torsi terjadi karena batang mengalami pelenturan dan juga
berputar secara bersamaan, atau pada batang terjadi pelenturan dan
prerputaran secara bersamaan.
Kegagalan seperti ini dapat terjadi pada penampang dengan satu sumbu
simetris dan penampang yang tidak simetris, seperti profil kanal (C), T,
profil siku ganda, batang tunggal profil siku sama kaki dan profil siku
tunggal tidak sama kaki (Gambar 5.17).
Nu n . Nnlt
di mana,
n = faktor reduksi kekuatan
= 0,85
dengan Ag adalah luas penampang total dan fclt adalah tegangan kritis
tekuk lentur torsi.
di mana,
G = modulus geser
xo , yo = koordinat pusat geser terhadap titik berat, xo = 0 untuk siku ganda dan profil
T (sumbu y - sumbu simetris).
fcry = dihitung sesuai dengan persamaan berikut, untuk tekuk lentur terhadap
sumbu lemah y-y, dan dengan menggunakan harga λc,yang dihitung dihitung
dengan persamaan :
Tegangan kritis tekuk lentur torsi untuk profil dengan dua sumbu simetri (seperti profil WF),
diberikan oleh persamaan berikut :
dimana,
Lk = panjang tekuk
= k.L
Ip = momen inertia polar
= Ix + Iy.
Cw = konstanta torsi warping, yang besarnya,
J = konstanta torsi/puntir
Jika r1 < rx (ix) atau ry (iy) maka keruntuhan profil akan ditentukan oleh tekuk lentur torsi.
d = 178 mm
b = 369 mm
t = 18,0 mm
w = 11,2 mm
d’ = d – t/2 = 178 – 18/2 = 169 mm
J = (bt3 + d’w3)/3
= ((369 x 183) + (169 x 11,23))/3
= (2152008 + 237432,832)/3
= 796480,28 mm4
Cw = (b3t3/144) + (d’3w3/36)
= ((3693 x 183)/144) + ((1693 x 11,23)/36)
= 2,03 x 109 + 0,19 x 109
= 2.22 x 109 mm6
d = 612 mm
b = 229 mm
t = 19,6 mm
w = 11,9 mm
d‘ = 592 mm
J = 1480 x 103 mm4
Cw = 3440 x 109 mm6
d = 305 mm
b = 74 mm
t = 12,7 mm
w = 7,2 mm
(Actual flange slope = 1/6)
d‘ = 292 mm
b‘ = 70,4 mm
J = 132 x 103 mm4
= 0,359
Cw = 29,0 x 109 mm6.
x = 17,5 mm (formula not shown)
xo = 39, mm.
d = 203 mm
b = 102 mm
t = 12,7 mm
d’ = 197 mm
b’ = 95,7 mm
J = 200 x 103 mm4.
Cw = 0,485 x 109 mm6.