Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PSIKOSOSIAL (DIAGNOSA RESIKO)

Laporan

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa


Dalam Praktek Klinik Keperawatan

Oleh

NICKMAYA JULIANA
213213002

S1 KEPERAWATAN (NON REGULER)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI


CIMAHI
2014
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KASUS ANSIETAS
1. DEFINISI
Ansietas adalah keadaan dimana individu/kelompok mengalami perasaan
gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem saraf otonom dalam merespon
terhadap ancaman yang tidak jelas, non spesifik (Linda Juall Carpenito, Edisi 8).
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas menyebar dialam dan terkait
dengan perasaan ketidakpastian dan ketidakberdayaan perasaan isolasi,

keterasingan dan ketidakamanan juga hadir (Stuart dan Laraia, 2005). Ansietas

merupakan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu. 
Sisi negatif ansietas atau sisi yang membahayakan ialah rasa khawatir yang
berlebihan tentang masalah yang nyata atau potensial. Hal ini menghabiskan tenaga,
menimbulkan rasa takut, dan menghambat individu melakukan fungsinya dengan
adekuat dalam situasi interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial. Diagnosis
gangguan ansietas ditegakkan ketika ansietas tidak lagi berfungsi sebagai tanda
bahaya, melainkan menjadi kronis dan mempengaruhi sebagian besar kehidupan
individu sehingga menyebabkan perilaku maladaptif dan disabilitas emosional.
Misalnya, diagnosis gangguan ansietas umum ditegakkan ketika individu selalu
khawatir tentang sesuatu atau semua hal tanpa alasan yang nyata, merasa gelisah,
lelah, dan tegang, serta sulit berkonsentrasi selama sekurang-kurangnya enam bulan
terakhir. Makalah ini berfokus pada gangguan ansietas yang menyebabkan ansietas
yang ekstrenm dan melemahkan, yang mengganggu kehidupan sehari-hari individu.

2. TANDA DAN GEJALA


Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami ansietas
(Hawari, 2008), sebagai berikut:
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
b. Merasa tegang, tidak senang, gelisah, mudah terkejut
c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang
d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat
f. Keluhan-keluhan somatic, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran

berdenging   (tinitus),  berdebar­debar,  sesak  nafas,  gangguan  pencernaan,   gangguan

perkemihan, sakit kepala dan sebagainya. 

3. TINGKATAN
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang

bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu

melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat

tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik :
a. Ansietas ringan
Perasaan   bahwa   ada   sesuatu   yang   berbeda   dan   membutuhkan   perhatian   khusus.

Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk

belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri

sendiri.   Menurut   Videbeck   (2008),   respons   dari   ansietas   ringan   adalah   sebagai

berikut:
1) Respons fisik
 Ketegangan otot ringan
 Sadar akan lingkungan
 Rileks atau sedikit gelisah
 Penuh perhatian
 Rajin
2) Respon kognitif
 Lapang persepsi luas
 Terlihat tenang, percaya diri
 Perasaan gagal sedikit
 Waspada dan memperhatikan banyak hal
 Mempertimbangkan informasi
 Tingkat pembelajaran optimal
3) Respons emosional
 Perilaku otomatis
 Sedikit tidak sadar
 Aktivitas menyendiri
 Terstimulasi
 Tenang
b. Ansietas sedang
Merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar­benar berbeda;

individu   menjadi   gugup   atau   agitasi.  Memusatkan pada hal yang penting dan
mengesapingkan yang lain, sehinggga seseorang mengalami perhatian yang

selektif. Menurut   Videbeck   (2008),   respons   dari   ansietas   sedang   adalah   sebagai

berikut :
1) Respon fisik :
 Ketegangan otot sedang
 Tanda-tanda vital meningkat
 Pupil dilatasi, mulai berkeringat
 Sering mondar-mandir, memukul tangan
 Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
 Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
 Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
2) Respons kognitif
 Lapang persepsi menurun
 Tidak perhatian secara selektif
 Fokus terhadap stimulus meningkat
 Rentang perhatian menurun
 Penyelesaian masalah menurun
 Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
3) Respons emosional
 Tidak nyaman
 Mudah tersinggung
 Kepercayaan diri goyah
 Tidak sabar
 Gembira
c. Ansietas berat
Cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat

berpikir tentang hal lain. Ada   sesuatu   yang   berbeda   dan   ada   ancaman,

memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons dari

ansietas berat adalah sebagai berikut :
1) Respons fisik
 Ketegangan otot berat
 Hiperventilasi
 Kontak mata buruk
 Pengeluaran keringat meningkat
 Bicara cepat, nada suara tinggi
 Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
 Rahang menegang, mengertakan gigi
 Mondar-mandir, berteriak
 Meremas tangan, gemetar
2) Respons kognitif
 Lapang persepsi terbatas
 Proses berpikir terpecah-pecah
 Sulit berpikir
 Penyelesaian masalah buruk
 Tidak mampu mempertimbangkan informasi
 Hanya memerhatikan ancaman
 Preokupasi dengan pikiran sendiri
 Egosentris
3) Respons emosional
 Sangat cemas
 Agitasi
 Takut
 Bingung
 Merasa tidak adekuat
 Menarik diri
 Penyangkalan
 Ingin bebas
d. Tingkat panik
Individu kehilangan kendali  dan detail perhatian  hilang, karena hilangnya  kontrol,

maka   tidak   mampu   melakukan   apapun   meskipun   dengan   perintah.  Peningkatan


aktifitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,

persepsi menyimpang, kehilangan pemikiran rasional. Menurut Videbeck (2008),

respons dari panik adalah sebagai berikut :
1) Respons fisik
 Flight, fight, atau freeze
 Ketegangan otot sangat berat
 Agitasi motorik kasar
 Pupil dilatasi
 Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
 Tidak dapat tidur
 Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
 Wajah menyeringai, mulut ternganga
2) Respons kognitif
 Persepsi sangat sempit
 Pikiran tidak logis, terganggu
 Kepribadian kacau
 Tidak dapat menyelesaikan masalah
 Fokus pada pikiran sendiri
 Tidak rasional
 Sulit memahami stimulus eksternal
 Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
3) Respon emosional
 Merasa terbebani
 Merasa tidak mampu, tidak berdaya
 Lepas kendali
 Mengamuk, putus asa
 Marah, sangat takut
 Mengharapkan hasil yang buruk
 Kaget, takut
 Lelah

4. RENTANG RESPON

5. FAKTOR PREDISPOSISI
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan
tersebut dapat berupa:
a. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan
krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
b. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik.
Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat
menimbulkan kecemasan pada individu.
c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir
secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
d. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan
yang berdampak terhadap ego.
e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman
terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena
pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons
individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
h. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan
neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas
neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

6. FAKTOR PRESIPITASI
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik
yang meliputi :
1) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
2) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat
tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
1) Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan
tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap
integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
2) Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan
status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

7. MEKANISME KOPING
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor

utama   yang   membuat   klien   berperilaku   patologis   atau   tidak.   Bila   individu   sedang

mengalami   kecemasan   ia   mencoba   menetralisasi,   mengingkari   atau   meniadakan

kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme

koping   yang   biasanya   digunakan   adalah   menangis,   tidur,   makan,   tertawa,   berkhayal,

memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri

pada   orang   lain   (Suliswati,   2005).   Mekanisme   koping   untuk   mengatasi   kecemasan
sedang,   berat   dan   panik   membutuhkan   banyak   energi.  Menurut Suliswati (2005),
mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan
melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan
stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah,
memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan
personal seseorang.
b. Reaksi berorientasi pada ego. Koping   ini   tidak   selalu   sukses   dalam   mengatasi

masalah.   Mekanisme   ini   seringkali   digunakan   untuk   melindungi   diri,   sehingga

disebut   mekanisme   pertahanan   ego   diri   biasanya   mekanisme   ini   tidak   membantu

untuk   mengatasi   masalah   secara   realita.  Untuk menilai penggunaan makanisme


pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal
berikut :
1) Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan
klien.
2) Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya
terhadap disorganisasi kepribadian.
3) Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan
klien.
4) Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA FOKUS PENGKAJIAN


1. PENGKAJIAN
Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan
perilaku. Secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping
sebagai upaya untuk melawan ansietas. Intensitas perilaku akan meningkat sejalan
dengan peningkatan tingkat ansietas. Masalah yang sering muncul pada gangguan
ansietas adalah sebagai berikut:
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
b. Gangguan perilaku; kecemasan
c. Koping individu tak efektif

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ansietas (Kecemasan)
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO STRATEGI PELAKSANAAN KETERANGAN
SP 1 PASIEN: Asessmen Ansietas dan Latihan Relaksasi
1. Bina hubungan saling percaya a. Mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri, panggil
pasien sesuai nama panggilan yang
disukai
b. Menjelaskan tujuan interaksi:
melatih pengendalian ansietas agar
proses penyembuhan lebih cepat

2. Membuat kontrak (Inform


Consent) dua kali pertemuan
latihan pengendalian ansietas

3. Bantu pasien mengenal a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi


ansietas: dan menguraikan perasaannya.
b. Bantu pasien mengenal penyebab
ansietas
c. Bantu klien menyadari perilaku
akibat ansietas

4. Latih teknik relaksasi a. Tarik napas dalam


b. Mengerutkan dan mengendurkan
otot-otot

SP 2 PASIEN: Evaluasi asessmen ansietas, manfaat teknik relaksasi dan latihan


hipnotis diri sendiri (latihan 5 jari) dan kegiatan spiritual
1. Pertahankan rasa percaya a. Mengucapkan salam dan memberi
pasien motivasi
b. Asesmen ulang ansietas dan
kemampuan melakukan teknik
relaksasi

2. Membuat kontrak ulang:


latihan pengendalian ansietas

3. Latihan hipnotis diri sendiri


(lima jari) dan kegiatan
spiritual

SP 1 KELUARGA: Penjelasan kondisi pasien dan cara merawat


1. Bina hubungan saling percaya a. Mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri
b. Menjelaskan tujuan interaksi:
menjelaskan ansietas pasien dan cara
merawat agar proses penyembuhan
lebih cepat
2. Membuat kontrak (inform
consent) dua kali pertemuan
latihan cara merawat ansietas
pasien

3. Bantu keluarga mengenal a. Menjelaskan ansietas, penyebab,


ansietas proses terjadi, tahap dan gejala, serta
akibatnya
b. Menjelaskan cara merawat ansietas
pasien: tidak menambah masalah
(stres) dengan sikap positif,
memotivasi cara relaksasi yg telah
dilatih perawat pada pasien
c. Sertakan keluarga saat melatih
teknik relaksasi pada pasien dan
minta untuk memotivasi pasien
melakukannya
SP 2 KELUARGA : Evaluasi peran keluarga merawat pasien, cara merawat dan
follow up
1. Pertahankan rasa percaya
keluarga dengan
mengucapkan salam,
menanyakan peran keluarga
merawat pasien & kondisi
pasien

2. Membuat kontrak ulang:


latihan lanjutan cara merawat
dan follow up

3. Menyertakan keluarga saat


melatih pasien hipnotis diri
sendiri (lima jari) dan
kegiatan spiritual

4. Diskusikan dengan keluarga


follow up dan kondisi pasien
yang perlu dirujuk (lapang
persepsi menyempit, tidak
mampu menerima informasi,
tanda-tanda fisik semakin
meningkat) dan cara merujuk
pasien

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KASUS GANGGUAN CITRA TUBUH


1. DEFINISI
Citra tubuh adalah integrasi persepsi, pikiran dan perasaan individu tentang
bentuk, ukuran, berat tubuh dan fungsi tubuh serta bagian-bagiannya yang
digambarkan dalam bentuk penampilan fisik (Fontaine, 2003). Citra tubuh adalah
kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya
termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi,
penampilan dan potensi tubuh (Stuart-Laraia, 2005).
Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas terhadap perubahan bentuk,
struktur dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan (Stuart-
Laraia, 2005). Gangguan Citra tubuh adalah kebingungan diri dalam cara
memandang dan menerima gambaran tubuh (Nanda, 2005).
Gangguan Citra tubuh adalah kebingungan secara mental dalam memandang
fisik diri sendiri (Nanda, 2008).

2. TANDA DAN GEJALA


Menurut Harnawatiaj (2008), tanda dan gejala gangguan citra tubuh sebagai
berikut:
a. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
b. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi
c. Menolak penjelasan perubahan tubuh
d. Persepsi negatif pada tubuh
e. Mengungkapkan keputusasaan
f. Mengungkapkan ketakutan.

3. FAKTOR PREDISPOSISI
Adanya riwayat :
a. Biologis
Penyakit genetik dalam keluarga, Pertumbuhan dan perkembangan masa bayi,
anak dan remaja, Anoreksia, bulimia, atau berat badan kurang atau berlebih dari
berat badan ideal, perubahan fisiologi pada kehamilan dan penuaan,
pembedahan elektif dan operasi, trauma, penyakit atau gangguan organ dan
fungsi tubuh lain ; Stroke, Kusta, Asthma dan lain-lain, pengobatan atau
kemoterapi, penyalahgunaan obat atau zat ; coccaine, Amphetamine,
Halusinogen dan lain-lain.
b. Psikologis
Gangguan kemampuan verbal, konflik dengan nilai masyarakat, pengalaman
masa lalu yang tidak menyenangkan, ideal diri tidak realistis.
c. Sosial budaya
Pendidikan masih rendah, masalah dalam pekerjaan, nilai budaya bertentangan
dengan nilai individu, pengalaman sosial yang tidak menyenangkan, kegagalan
peran sosial.

4. FAKTOR PRESIPITASI
a. Trauma
b. Penyakit, kelainan hormonal
c. Operasi atau pembedahahan
d. Perubahan masa pertumbuhan dan perkembangan ; maturasi
e. Perubahan fisiologis tubuh ; kehamilan, penuaan.
f. Prosedur medis dan keperawatan, efek pengobatan, radioterapi, kemoterapi.

5. MEKANISME KOPING
a. Konstruktif
1) Berfokus pada masalah : negosiasi, konfrontasi dan meminta nasehat/saran.
2) Berfokus pada kognitif : perbandingan yang positif, penggantian rewards,
antisipasi.
b. Destruktif
Berfokus pada emosi : denial, proyeksi, represi, kompensasi, isolasi.

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA FOKUS PENGKAJIAN


1. PENGKAJIAN
a. Data Objektif
1) Hilangnya bagian tubuh.
2) Perubahan anggota tubuh baik bentuk maupun fungsi.
3) Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu.
4) Menolak melihat bagian tubuh.
5) Menolak menyentuh bagian tubuh.
6) Aktifitas sosial menurun.
b. Data Subjektif
1) Menolak perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil
operasi.
2) Mengatakan hal negatif tentang anggota tubuhnya yang tidak berfungsi.
3) Menolak berinteraksi dengan orang lain.
4) Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang
terganggu.
5) Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi.
6) Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang.
c. Konsep diri
Ideal diri, tidak realistis, ambisius
d. Sosial budaya :
1) Nilai budaya yang ada di masyarakat.
2) Nilai budaya yang dianut individu

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan Citra Tubuh
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO STRATEGI PELAKSANAAN KETERANGAN
SP 1 PASIEN: Assesmen gangguan citra tubuh dan menerima keadaan tubuh
saat ini
1. Bina hubungan saling percaya a. Mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri, panggil pasien
sesuai nama panggilan yang disukai
b. Menjelaskan tujuan interaksi:
melatih pengendalian
ketidakberdayaan agar proses
penyembuhan lebih cepat

2. Membuat kontrak (Inform


Consent) dua kali pertemuan
latihan pengendalian
gangguan citra tubuh

3. Bantu pasien mengenal a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi


gangguan citra tubuhnya dan menguraikan perasaannya
b. Bantu pasien mengenal penyebab
gangguan citra tubuh
c. Bantu klien menyadari perilaku
akibat gangguan citra tubuhnya

4. Diskusikan persepsi pasien


tentang citra tubuhnya : dulu
dan saat ini, perasaan tentang
citra tubuhnya dan harapan
terhadap citra tubuhnya saat
ini.

5. Diskusikan potensi bagian


tubuh yang lain.

6. Bantu pasien untuk


meningkatkan fungsi bagian
tubuh yang terganggu

7. Ajarkan pasien meningkatkan a. Gunakan protese, wig, kosmetik atau


citra tubuh dengan cara yang lainnya sesegera mungkin,
gunakan pakaian yang baru (jika
diperlukan)
b. Motivasi pasien untuk melihat
bagian yang hilang secara bertahap.
c. Bantu pasien melihat, menyentuh
bagian tubuh yang terganggu

SP 2 PASIEN: Evaluasi assesmen gangguan citra tubuh, manfaat


mengembangkan harapan positif dan latihan mengontrol perasaan
ketidakberdayaan
1. Pertahankan rasa percaya a. Mengucapkan salam dan memberi
pasien motivasi
b. Asesmen ulang ketidakberdayaan
dan kemampuan mengembangkan
pikiran postif

2. Membuat kontrak ulang:


latihan mengontrol perasaan
ketidakberdayaan

3. Motivasi pasien untuk


melakukan aktifitas yang
mengarah pada pembentukan
tubuh yang ideal

4. Lakukan interaksi secara a. Susun jadual kegiatan sehari-hari


bertahap dengan cara b. Dorong melakukan aktifitas sehari-
hari dan terlibat dalam aktifitas
dalam keluarga dan social
c. Dorong untuk mengunjungi teman
atau orang lain yang
berarti/mempunyai peran penting
baginya.
d. Beri pujian terhadap keberhasilan
pasien melakukan interaksi

SP 1 KELUARGA: Penjelasan kondisi pasien dan cara merawat


1. Bina hubungan saling percaya a. Mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri
b. Menjelaskan tujuan interaksi:
menjelaskan gangguan citra tubuh
pasien dan cara merawat agar
proses penyembuhan lebih cepat

2. Membuat kontrak (inform


consent) dua kali pertemuan
latihan cara merawat
gangguan citra tubuh pasien
3. Bantu keluarga mengenal a. Menjelaskan gangguan citra
gangguan citra tubuh tubuh, penyebab, proses terjadi,
tanda dan gejala, serta akibatnya
b. Menjelaskan cara merawat
gangguan citra tubuh pasien:
membantu mengembangkan
motivasi bahwa pasien untuk
menerima kondisi tubuhnya yang
telah dilatih perawat pada pasien

4. Sertakan keluarga saat


melatih pasien menggunakan
protese

SP 2 KELUARGA : Evaluasi peran keluarga merawat pasien, mengatasi


gangguan citra tubuh melalui aktifitas yang mengarah pada pembentukan
tubuh yang ideal dan follow up
1. Pertahankan rasa percaya
keluarga dengan mengucapkan
salam, menanyakan peran
keluarga merawat pasien &
kondisi pasien

2. Membuat kontrak ulang:


latihan lanjutan cara merawat
dan follow up

3. Menyertakan keluarga saat


melatih pasien mengatasi
gangguan citra tubuh melalui
aktifitas yang mengarah pada
pembentukan tubuh yang ideal

4. Diskusikan dengan keluarga


follow up dan kondisi pasien
yang perlu dirujuk (penolakan
terhadap perubahan diri
bersifat menetap dan tidak
mau terlibat dalam perawatan
diri) dan cara merujuk pasien
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KASUS HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL


1. DEFINISI
Harga diri adalah pencapaian diri dan penilaian diri individu dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Stuart &
Sundeen,1991). Pencapaian diri dan cita-cita, harapan langsung yang menghasilkan
perasaan berharga.
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap
diri sendiri,hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai ssuatu keinginan.
Gangguan harga diri dapatterjadi secara situsional yaitu terjadi trauma yang tiba-
tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,dicerai suami, putus sekolah, putus
hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan,
dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri , merasa gagal karena karena
tidak mampu mencapai keinginansesuai ideal diri (Keliat. 2001)
Menurut Schult & videbeck (1998) gangguan harga diri rendah adalah penilaian
negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara
langsung maupun tidak langsung.

2. TANDA DAN GEJALA


Menurut Carpenito, L.J (2003 : 352); Keliat, B.A (2001 : 20)
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah
mendapat terapi sinar pada kanker
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya
segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.
c. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang
bodoh dan tidak tahu apa-apa
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain, lebih suka sendiri.
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

3. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut (Stuard and Sudeen, 1998)
a. Penolakan orang tua
b. Harapan orang tua yang tidak realistis
c. Kegagalan yang berulang kali
d. Kurang mempunyai tanggung jawab personal
e. Ketergantungan pada orang lain
f. Ideal diri tidak realistis

4. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar
individu ( eksternal or internal sources ) yang dibagi lima kategori.
a. Ketegangan peran adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang
dialami individu dalam peran atau posisi yang diharapkan. Terdapat tiga jenis
transisi peran yaitu perkembangan, situasi dan sehat-sakit.
b. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian
yang mengancam kehidupan.

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA FOKUS PENGKAJIAN


1. PENGKAJIAN
a. Data Subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri

b. Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Harga diri rendah situasional

3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


NO STRATEGI PELAKSANAAN KETERANGAN
SP 1 PASIEN: Assesmen harga diri rendah dan latihan melakukan kegiatan
positif
1. Bina hubungan saling percaya c. Mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri, panggil pasien
sesuai nama panggilan yang disukai
d. Menjelaskan tujuan interaksi:
melatih pengendalian ansietas agar
proses penyembuhan lebih cepat

2. Membuat kontrak (Inform


Consent) dua kali pertemuan
latihan pengendalian harga
diri rendah

3. Bantu pasien mengenal harga a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi


diri rendah dan menguraikan perasaannya
b. Bantu pasien mengenal penyebab
harga diri rendah
c. Bantu pasien menyadari perilaku
akibat harga diri rendah
d. Bantu pasien dalam menggambarkan
dengan jelas keadaan evaluasi diri
yang positif yang terdahulu

4. Bantu pasien mengidentifikasi


strategi pemecahan yang lalu,
kekuatan, keterbatasan serta
potensi yang dimiliki

5. Jelaskan pada pasien


hubungan antara harga diri
dan kemampuan pemecahan
masalah yang efektif
6. Diskusikan aspek positif dan
kemampuan diri sendiri,
keluarga, dan lingkungan

7. Latih satu kemampuan positif


yang dimiliki

8. Latih satu kemampuan positif

9. Tekankan bahwa kegiatan


melakukan kemampuan positif
berguna untuk menumbuhkan
harga diri positif

SP 2 PASIEN: Evaluasi assesmen harga diri rendah, manfaat latihan melakukan


kemampuan positif 1, melatih kemampuan positif 2
1. Pertahankan rasa percaya a. Mengucapkan salam dan memberi
pasien motivasi
b. Asesmen ulang harga diri rendah dan
kemampuan melakukan kegiatan
positif

2. Membuat kontrak ulang: cara


mengatasi harga diri rendah

3. Latih satu kemampuan positif


2

4. Evaluasi efektifitas melakukan


kegiatan positif untuk
meningkatkan harga diri

5. Tekankan kembali bahwa


kegiatan melakukan
kemampuan positif berguna
untuk menumbuhkan harga
diri

SP 1 KELUARGA: Penjelasan kondisi pasien dan cara merawat:


1. Bina hubungan saling percaya a. Mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri
b. Menjelaskan tujuan interaksi:
menjelaskan keputusasaan pasien
dan cara merawat agar proses
penyembuhan lebih cepat
2. Membuat kontrak (inform
consent) dua kali pertemuan
latihan cara merawat pasien
dengan harga diri rendah

3. Bantu keluarga mengenal a. Menjelaskan harga diri rendah,


harga diri rendah pada pasien penyebab, proses terjadi, tanda dan
gejala, serta akibatnya
b. Menjelaskan cara merawat pasien
dengan harga diri rendah:
menumbuhkan harga diri positif
melalui melakukan kegiatan positif
c. Sertakan keluarga saat melatih
latihan kemampuan positif

SP 2 KELUARGA : Evaluasi peran keluarga merawat pasien, cara merawat dan


follow up
1. Pertahankan rasa percaya
keluarga dengan mengucapkan
salam, menanyakan peran
keluarga merawat pasien &
kondisi pasien

2. Membuat kontrak ulang:


latihan lanjutan cara merawat
dan follow up

3. Menyertakan keluarga saat


melatih pasien melatih
kemampuan positif ke 2

4. Diskusikan dengan keluarga


follow up dan kondisi pasien
yang perlu dirujuk (kondisi
pengabaian diri dan perawatan
dirinya) dan cara merujuk
pasien

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KASUS KEPUTUSASAAN
1. DEFINISI
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat
keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan tidak
dapat memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA, 2005).
Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa
bahwakehidupannya terlalu berat untuk dijalani ( dengan kata lain mustahil ).
Seseorangyang tidak memiliki harapan tidak melihat adanya kemungkinan untuk
memperbaikikehidupannya dan tidak menemukan solusi untuk permasalahannya,
dan ia percaya bahwa baik dirinya atau siapapun tidak akan bisa membantunya
Keputusasaan berkaitan dengan kehilangan harapan, ketidakmampuan,
keraguan, duka cita, apatis, kesedihan, depresi, dan bunuh diri. (Cotton dan
Range,1996).
Keputusasaan merupakan status emosional yang berkepanjangan dan
bersifatsubyektif yang muncul saat individu tidak melihat adanya alternatif lain atau
pilihan pribadi untuk mengatasi masalah yang muncul atau untuk mencapai apa
yangdiiginkan serta tidak dapat mengerahkan energinya untuk mencapai tujuan
yangditetapkan

2. TANDA DAN GEJALA


Adapun tanda dan gejala dari gangguan psikososial keputusasaan menurut Keliat
(2005) sebagai berikut :
a. Ungkapan klien tentang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa hampa
(“saya tidak dapat melakukan”)
b. Sering mengeluh dan Nampak murung.
c. Nampak kurang bicara atau tidak mau berbicara sama sekali
d. Menunjukkan kesedihan, afek datar atau tumpul.
e. Menarik diri dari lingkungan.
f. Kontak mata kurang.
g. Mengangkat bahu tanda masa bodoh.
h. Nampak selalu murung atau blue mood.
i. Menunjukkan gejala fisik kecemasan (takikardia, takipneu)
j. Menurun atau tidak adanya selera makan
k. Peningkatan waktu tidur.
l. Penurunan keterlibatan dalam perawatan.
m. Bersikap pasif dalam menerima perawatan.
n. Penurunan keterlibatan atau perhatian pada orang lain yang bermakna.

3. RENTANG RESPON

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Reaksi Reaksi
kehilangan Mania/
Responsif kehilangan Supresi yang Depresi
yang wajar memanjang

4. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Faktor genetik , transimisi gangguan alam perasaan diteruskan melalui garis
keturunan.
b. Berbalik pada diri sendiri , perasaan marah yang dialihkan pada diri sendiri.
(kehilangan obyek atau orang ) sehingga menyalahkan diri sendiri.
c. Faktor perkembangan , individu tidak berdaya mengatasi kehilangan.
d. Akibat gangguan perkembangan terhadap penilaian diri ( pesimis , tidak
berharga , tidak ada harapan )
e. Modal belajar ketidakberdayaan adanya pengalaman kegagalan , menjadi pasif
dan tidak mampu menghadapi masalah .
f. Modal perilaku karena kurang penguatan positif selama bereaksi dengan
lingkungan .
g. Modal biologi , perubahan kimiawi , defisiensi katekolamin , tidak berfungsinya
endokrin dan hipersekresi kortisol.

5. FAKTOR PRESIPITASI
a. Faktor biologis
Ketidak seimbangan metabolisme, kususnya obat anti hipertensi dan zat adiktif
b. Faktor Psikologis
1) Kehilangan kasih sayang (kehilangan cinta, harga diri )
2) Faktor sosiokultural
3) Kejadian penting dalam kehidupan
4) Banyak peran dan konflik peran

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA FOKUS PENGKAJIAN


1. PENGKAJIAN
a. Status emosional
1) Apakah emosi sesuai perilaku?
2) Apakah klien dapat mengendalikan emosi?
3) Bagaimana perasaan klien yang tampil seperti biasanya?
4) Apakah perasaan hati sekarang merupakan ciri khas klien?
5) Apa yang klien lakukan jika marah atau sedih?
b. Konsep diri
1) Bagaimana klien menilai dirinya sebagai manusia?
2) Bagaimana orang lain menilai diri klien?
3) Apakan klien suka akan dirinya?
c. Cara komunikasi
1) Apakah klien mudah merespon?
2) Apakah spontanitas atau hanya jika ditanya?
3) Bagaimana perilaku non verbal klien dalam berkomunikasi?
4) Apakah klien menolak untuk memberi respons?
d. Pola interaksi
1) Kepada siapa klien mau berinterkasi?
2) Siapa yang paling penting atau berpengaruh bagi klien?
3) Bagaimana sifat asli klien: mendominasi atau positif?
e. Pendidikan dan pekerjaan
1) Pendidikan terakhir
2) Keterampilan yang mampu dilakukan
3) Pekerjaan klien
4) Status keuangan
f. Hubungan sosial
1) Teman dekat klien
2) Bagaimana klien menggunakan waktu luang?
3) Apakah klien berkecimpung dalam kelompok masyarakat?
g. Faktor kultur sosial
1) Apakah agama dan kebudayaan klien?
2) Bagaimana tingkat pemahaman klien tentang agama?
3) Apakah bahasa klien memadai untuk berkomunikasi dengan orang lain?
h. Pola hidup
1) Dimana tempat tinggal klien?
2) Bagaimana tempat tinggal klien?
3) Dengan siapa klien tinggal?
4) Apa yang klien lakukan untuk meyenangkan diri?
i. Keluarga
1) Apakah klien sudah menikah?
2) Apakah klien sudah mempunyai anak?
3) Bagaimana status kesehatan klien dan keluarga?
4) Masalah apa yang terutama dalam keluarga?
5) Bagaimana tingkat kecemasaan klien?

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Keputusasaan

3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


NO STRATEGI PELAKSANAAN KETERANGAN
SP 1 PASIEN: Assesmen keputusasaan dan latihan berfikir positif melalui
penemuan harapan dan makna hidup
1. Bina hubungan saling percaya a. Mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri, panggil pasien
sesuai nama panggilan yang disuka
b. Menjelaskan tujuan interaksi:
melatih pengendalian perasaan
putus asa agar proses penyembuhan
lebih cepat
2. Membuat kontrak (Inform
Consent) dua kali pertemuan
latihan pengendalian putus asa

3. Bantu pasien mengenal a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi


keputusasaan dan menguraikan perasaan sedih/
kesendirian/ keputusasaannya
b. Bantu pasien mengenal penyebab
putus asa
c. Diskusikan perbedaan antara
perasaan dan pikiran klien terhadap
kondisinya dengan kondisi real
kondisi klien
d. Bantu pasien menyadari perilaku
akibat putus asa
e. Dukung klien untuk mengungkapkan
pengalaman yang mendukung
pikiran, perasaan dan perilaku
positif

4. Latih restrukturisasi pikiran


melalui latihan berpikir positif
dengan mengidentifikasi
harapan dan penemuan makna
hidup

SP 2 PASIEN: Evaluasi assesmen keputusaan, manfaat berfikir positif, dan


latihan melakukan aktivitas untuk menumbuhkan harapan dan makna hidup
1. Pertahankan rasa percaya a. Mengucapkan salam dan memberi
pasien motivasi
b. Asesmen ulang keputusasaan dan
kemampuan melakukan
restrukturisasi pikiran
2. Membuat kontrak ulang: cara
mengatasi keputusaaan

3. Diskusikan aspek positif diri


sendiri, keluarga, dan
lingkungan

4. Diskusikan kemampuan positif


diri sendiri

5. Latih satu kemampuan positif


6. Tekankan bahwa kegiatan
melakukan kemampuan positif
berguna untuk menumbuhkan
harapan dan makna hidup

SP 1 KELUARGA: Penjelasan kondisi pasien dan cara merawat


1. Bina hubungan saling percaya a. Mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri
b. Menjelaskan tujuan interaksi:
menjelaskan keputusasaan pasien
dan cara merawat agar proses
penyembuhan lebih cepat

2. Membuat kontrak (inform


consent) dua kali pertemuan
latihan cara merawat pasien
dengan keputusasaan

3. Bantu keluarga mengenal a. Menjelaskan keputusasaan,


putus asa pada pasien penyebab, proses terjadi, tanda dan
gejala, serta akibatnya
b. Menjelaskan cara merawat pasien
dengan putus asa: menumbuhkan
harapan positif melalui
restrukturisasi pikiran melalui
penemuan harapan dan makna
hidup serta melatih kemampuan
positif
c. Sertakan keluarga saat melatih
restrukturisasi pikiran dan latihan
kemampuan positif

SP 2 KELUARGA : evaluasi peran keluarga merawat pasien, cara merawat dan


follow up
1. Pertahankan rasa percaya
keluarga dengan mengucapkan
salam, menanyakan peran
keluarga merawat pasien &
kondisi pasien

2. Membuat kontrak ulang:


latihan lanjutan cara merawat
dan follow up
3. Menyertakan keluarga saat
melatih pasien melatih
kemampuan positif
4. Diskusikan dengan keluarga
follow up dan kondisi pasien
yang perlu dirujuk (muncul ide
bunuh diri atau perilaku
pengabaian diri) dan cara
merujuk pasien.

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KASUS KETIDAKBERDAYAAN
1. DEFINISI
Persepsi individu bahwa tindakannya sendiri tidak akan mempengaruhi hasil
secara bermakna ; suatu kurang kontrol terhadap situasi tertentu atau kejadian baru
yang di rasakan (Townsend,1998)
Kondisi ketika individu atau kelompok merasakan kurangnya kontrol personal
terhadap sejumlah kejadian atau situasi tertentu yang mempengaruhi pandangan ,
tujuan , dan gaya hidup (Carpenito 2009)

2. TANDA DAN GEJALA


Batasan karakteristik tanda dan gejala menurut Carpenito (2009) diantaranya
adalah sebagai berikut :
a. Mayor ( harus ada )
Memperlihatkan atau menutupi (marah, apatis) ekspresi ketidakpuasan atas
ketidakmampuan mengatasi situasi (misalnya, pekerjaan, penyakit, prognosis,
perawatan, tingkat penyembuhan) yang mengganggu pandangan , tujuan dan
gaya hidup .
b. Minor ( mungkin ada )
1) Apatis dan pasif
2) Ansietas dan depresi
3) Marah dan perilaku kekerasan
4) Perilaku buruk dan ketergantungan yang tidak memuaskan orang lain
5) Gelisah dan menarik diri
Tanda dan gejala batasan karakteristik menurut Towsend diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Ekspresi verbal dari tidak adanya control atau pengaruh atau situasi, hasil atau
perawatan diri
b. Tidak berpartisipasi dalam perawatan atau pengambilan keputusan saat
kesempatan diberikan
c. Mengekspresikan keragu-raguan yang berkenaan dengan pelaksanaan peran
d. Segan mengekspresikan perasaan sebenarnya, takut diasingkan dari pengasuh
e. Apatis dan pasif
f. Ketergantungan pada orang lain yang dapat menghasilkan, lekas tersinggung,
kebencian, marah dan rasa bersalah

3. KLASIFIKASI
Stephenson (1979) dalam Carpenito (2009) menggambarkan 2 jenis
ketidakberdayaan yaitu :
a. Ketidakberdayaan situasional
Ketidakberdayaan yang muncul pada sebuah peristiwa spesifik dan mungkin
berlangsung singkat.
b. Ketidakberdayaan dasar (trait powerlessness)
Ketidakberdayaan yang bersifat menyebar , mempengaruhi pandangan, tujuan,
gaya hidup dan hubungan.
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA FOKUS PENGKAJIAN
1. PENGKAJIAN
a. Data Subjektif :
1) Mengatakan secara verbal ketidakmampuan mengendalikan atau
mempengaruhi situasi .
2) Mengatakan tidak dapat menghasilkan sesuatu .
3) Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri .
b. Objektif :
1) Tidak berpartisipasi dalam pengendalian keputusan saat kesempatan
diberikan.
2) Segan mengekspresikan perasan yang sebenarnya.
3) Apatis , pasif.
4) Ekspresi muka murung.
5) Bicara dengan gerakan lambat.
6) Nafsu makan tidak ada atau berlebihan.
7) Tidur berlebihan.
8) Menghindari orang lain.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketidakberdayaan

3. RENCANA DAN TINDAKAN KEPERAWATAN


a. Tujuan umum pasien :
1) Pasien mampu membina hubungan saling percaya
2) Pasien mampu mengenali dan mengekspresikan emosinya.
3) Pasien mampu memodifikasi pola kognitif yang negatif
4) Pasien mampu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan
dengan perawatannya sendiri.
5) Pasien mampu termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistis.
b. Tujuan umum keluarga:
1) Keluarga mampu mengenal masalah ketidakberdayaan pada anggota
keluarganya
2) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami
ketidakberdayaan
3) Keluarga mampu memfollow up anggota keluarga yang mengalami
ketidakberdayaan

NO STRATEGI PELAKSANAAN KETERANGAN


SP 1 PASIEN: Assesmen ketidakberdayaan dan latihan berpikir positif
1. Bina hubungan saling percaya a. Mengucapk
an salam terapeutik,
memperkenalkan diri, panggil pasien
sesuai nama panggilan yang disukai
b. Menjelaska
n tujuan interaksi: melatih
pengendalian ketidakberdayaan agar
proses penyembuhan lebih cepat

2. Membuat kontrak (Inform


Consent) dua kali pertemuan
latihan pengendalian
ketidakberdayaan

3. Bantu pasien mengenal a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi


ketidakberdayaan dan menguraikan perasaannya.
b. Bantu pasien mengenal penyebab
ketidakberdayaan
c. Bantu klien menyadari perilaku
akibat ketidakberdayaan
d. Bantu Bantu klien untuk
mengekspresikan perasaannya dan
identifikasiarea-area situasi
kehidupannya yang tidak berada
dalam kemampuannya untuk
mengontrol
e. Bantu klien untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang dapat
berpengaruh terhadap ketidak
berdayaannya
f. Diskusikan tentang masalah yang
dihadapi klien tanpa memintanya
untuk menyimpulkan
g. Identifikasi pemikiran yang negatif
dan bantu untuk menurunkan
melalui interupsi atau subtitusi
h. Bantu pasien untuk meningkatkan
pemikiran yang positif
i. Evaluasi ketepatan persepsi, logika
dan kesimpulan yang dibuat pasien
j. Identifikasi persepsi klien yang tidak
tepat, penyimpangan dan
pendapatnya yang tidak rasional
4. Latih mengembangkan
harapan positif (afirmasi
positif)
SP 2 PASIEN: Evaluasi asesmen ketidakberdayaan, manfaat mengembangkan
harapan positif dan latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan
1. Pertahankan rasa percaya a. Mengucapkan salam dan memberi
pasien motivasi
b. Asesmen ulang ketidakberdayaan
dan kemampuan mengembangkan
pikiran postif

2. Membuat kontrak ulang:


latihan mengontrol perasaan
ketidakberdayaan

3. Latihan mengontrol perasaan


ketidakberdayaan melalui
peningkatan kemampuan
mengendalikan situasi yang
masih bisa dilakukan pasien
(Bantu klien mengidentifikasi
area-area situasi kehidupan
yang dapat dikontrolnya.
Dukung kekuatan – kekuatan
diri yang dapat di identifikasi
oleh klien) misalnya klien
masih mampu menjalankan
peran sebagai ibu meskipun
sedang sakit.

SP 1 KELUARGA: Penjelasan kondisi pasien dan cara merawat


1. Bina hubungan saling percaya a. Mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri
b. Menjelaskan tujuan interaksi:
menjelaskan ketidakberdayaan
pasien dan cara merawat agar
proses penyembuhan lebih cepat

2. Membuat kontrak (inform


consent) dua kali pertemuan
latihan cara merawat pasien
dengan keputusasaan

3. Bantu keluarga mengenal a. Menjelaskan ansietas, penyebab,


ketidakberdayaan proses terjadi, tanda dan gejala, serta
akibatnya
b. Menjelaskan cara merawat
ketidakberdayaan pasien: membantu
mengembangkan motivasi bahwa
pasien dapat mengendalikan situasi
dan memotivasi cara afirmasi
positif yang telah dilatih perawat
pada pasien

4. Sertakan keluarga saat


melatih afirmasi positif

SP 2 KELUARGA : Evaluasi peran keluarga merawat pasien, cara latihan


mengontrol perasaan ketidakberdayaan dan follow up
1. Pertahankan rasa percaya
keluarga dengan mengucapkan
salam, menanyakan peran
keluarga merawat pasien &
kondisi pasien

2. Membuat kontrak ulang:


latihan lanjutan cara merawat
dan follow up

3. Menyertakan keluarga saat


melatih pasien latihan
mengontrol perasaan tidak
berdaya

4. Diskusikan dengan keluarga


follow up dan kondisi pasien
yang perlu dirujuk (klien tidak
mau terlibat dalam perawatan
di Rumah Sakit) dan cara
merujuk pasien
DAFTAR PUSTAKA

Azis R, dkk. (2003). Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.

Carpenito, L.J. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta

Hawari, D. (2008). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Nanda. (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika.

Stuart, G.W dan Sundden, S.J. (1995). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Videbeck, S.J., (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai