STEP 2
STEP 3
3. Apa akibat yg terjadi apabila seorang dokter tidak menerapkan critical thinking dlm
profesinya?
Tidak dapat melakukan clinical reasoning yg tepat dan akurat
Di khawatirkan seorang dokter tidak bisa mendiagnosis pasiennya dg tepat
Tidak ada pasien yg berkunjung/tidak percaya
Terjadi malpraktek
Akan menimbulkan sifat tertutup dan menolak kritik terhadap keyakinan nya
Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas, dan relevan terhadap
kondisi yang ada.
Mampu Berpikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan
konsekuensi yang logis.
Proses berfikir manusia yang cenderung untuk: (i) terburu-buru sehingga sering
tidak dilakukan evaluasi yang mendalam terhadap berbagai alternatif (ii) dangkal,
sehingga gagal untuk menantang asumsi dan mempertimbangkan pandangan orang
lain
(iii) kabur, tidak jelas (iv) dan tak terorganisir.
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2174575-pengertian-
kognitif/#ixzz2gTgn4056
Karena clinical reasoning merupakan sebuah keterampilan, yang mana Keterampilan clinical
reasoning ini merupakan komponen yang sangat penting dari kompetensi seorang dokter.
Seorang dokter perlu membekali dirinya dengan kemampuan ini dalam menjalankan praktik
kedokteran baik sebagai janji pada diri sendiri, maupun demi kepentingan pasien. Maka oleh
sebab itu, wajib bagi para mahasiswa fk untuk mampu membiasakan dan menerapkan
keerampilan clinical reasoning dalam pembelajarannya sehingga ketika telah menjadi seorang
dokter mampu memutuskan atau memberikan clinical reasoning yang tepat.
Karena Keterampilan clinical reasoning bukanlah keterampilan yang dapat dipelajari dalam
waktu singkat. Keterampilan ini membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga perlu ada
pengulangan dan penajaman. Pengajaran clinical reasoning dimulai sejak masih di jenjang
perkuliahan agar mahasiswa memiliki dasar kemampuan berpikir yang kuat, meskipun akan
sangat sering dilatih dan diajarkan pada pendidikan klinis
http://pendidikankedokteran.wordpress.com/2012/06/10/clinical-reasoning-dalam-
pendidikan-dokter/
Barrows dan Tamblyn menyusun langkah clinical reasoning menjadi lima langkah. Langkah-
langkah ini tidak terlalu berbatas tegas, terkadang dilaksanakan secara simultan.
Pada tahap ini seorang dokter sudah mulai melakukan analisis, dimulai dari memperhatikan
penampilan dan pakaian, gerak dan sikap, serta usia pasien. Aktivitas ini sering terjadi tanpa
disadari dokter, terutama bila telah menjalani praktik cukup lama. Proses ini dilanjutkan
dengan pembentukan persepsi dan interpretasi (konsep awal) oleh dokter. Dokter sudah mulai
menghubungkan isyarat-isyarat yang didapatnya.
Tahap ini sering terjadi bersamaan dengan pembentukan konsep awal. Dokter memikirkan
beberapa penjelasan yang mungkin berdasarkan isyarat dan konsep awal tersebut sebagai
hipotesis. Hipotesis ini dapat berupa ide, firasat, dugaan, kesan, bahkan diagnosis.
Pembentukan hipotesis ini umumnya berdasarkan sistem organ. Untuk itu penguasaan ilmu
biomedis yang baik sangat diperlukan guna menghasilkan hipotesis yang mengarah.6
Pembentukan hipotesis ini sangat ditentukan oleh pengalaman dokter. Pada dokter yang telah
lama berpraktik proses ini sehingga sering terjadi bias kognitif, meskipun hasil diagnosis
mendekati keakuratan.1
Langkah 3 – Penajaman
Hipotesis yang sudah didapatkan digunakan dokter untuk mengumpulkan informasi baru. Hal
ini bertujuan untuk mempertajam hipotesis awal. Pada tahap ini dokter mulai melakukan
pendekatan “search and scan” untuk menggali informasi pasien. Saat melakukan anamnesis,
dokter memikirkan hal yang menjadi keluhan utama dan keluhan tambahan. Keluhan ini akan
dibandingkan dengan hipotesis awal, sehingga terbentuk hipotesis baru. Untuk
memperkuatnya, dokter melakukan pemeriksaan fisis berdasarkan hipotesis tersebut.
Terkadang dokter juga perlu melakukan pemeriksaan penunjang diagnostik ataupun konsul.
Pemilihan dan interpretasi pemeriksaan penunjang dan konsul sendiri merupakan hasil
berpikir dokter dengan mengaitkannya pada masalah pasien dan hipotesis yang sudah
dibentuk.
Pada tahap ini dokter telah mengumpulkan banyak informasi dan merumuskan masalah.
Dokter merumuskan beberapa diagnosis banding berdasarkan data-data pendukung. Beberapa
diagnosis banding ini kemudian diurutkan menurut diagnosis yang paling mungkin yang akan
digunakan dalam pengambilan keputusan pada tahap berikutnya.
Tahap ini merupakan tahap pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil dapat berupa
memutuskan informasi telah cukup atau tidak, melakukan pemeriksaan lanjutan atau tidak,
masalah pasien gawat atau tidak, memberikan terapi rawat jalan atau rawat inap, serta
merujuk atau tidak.
http://pendidikankedokteran.wordpress.com/2012/06/10/clinical-reasoning-dalam-
pendidikan-dokter/
Clinical reasoning biasa dibagi menjadi forward dan backward clinical reasoning
(Patel dkk. dalam Beullens dkk. 2005). Forward clinical reasoning adalah proses untuk
menetapkan hipotesis berdasarkan data yang ada.
Sedangkan backward clinical reeasoning adalah mengungkapkan data berdasarkan
hipotesis. Sebagai contoh, jika seorang dokter menyatakan bahwa pasien ini mempunyai
gula darah yang tinggi melebihi normal, dan menarik hipotesis bahwa pasien menderita
diabetes, maka dapat dikatakan bahwa dokter tersebut melakukan forward reasoning.
Sedangkan jika dokter menyakatan karena pasien menderita diabetes, maka pasien memiliki
gula darah yang tinggi melebihi normal.
CRITICAL PARTICIPATION
Critical participation dapat diterapkan dengan cara berpartisipasi dalam plural dan demokratis
yang memungkinkan beberapa masyarakat untuk membuat kontribusi mereka sendiri kepada
masyarakat lain terhadap suatu masalah tertentu. (Geert ten dam dan volman, 2004)