Anda di halaman 1dari 71

Ilmu Ukur Tanah

Jurusan Teknik Sipil


BAB I
DASAR-DASAR

1. PENDAHULUAN

Ilmu ukur tanah adalah bagian terendah dari ilmu yang lebih luas yang dinamakan
ilmu geodesi. Ilmu geodesi memiliki dua maksud yaitu :
1. Maksud ilmiah, menentukan bentuk permukaan bumi
2. Maksud praktis, membuat bayangan yang dinamakan peta dari sebagian besar
atau sebagian kecil permukaan bumi.
Disini akan dibicarakan maksud kedua yang praktis, jadi maksud untuk membuat peta.

Tahapan dari Ilmu Ukur Tanah.


1.1 Batas – Batas Pengukuran
Dalam lingkup teknik sipil dan konstruksi bangunan pengukuran meliputi :
- Pengukuran sederhana
- Mentransper data dalam bentuk pengukuran sederhana dan gambar dilapangan
1.2 Dimensi- dimensi yang dapat diukur
- Jarak diukur dengan mistar baja, pita ukur dan alat optis
- Ketinggian diukur dengan waterpass, rambu ukur dan alat optis
- Sudut diukur dengan alat optis
1.3 Prinsip- prinsip dasar pengukuran
- Perlu adanya pengukuran yang terpisah tidak cukup hanya satu kali
pengukuran
- Tidak ada kesalahan – kesalahan dalam pengukuran
1.4 Pengukuran geodesi
- Pengukuran geodesi adalah pengukuran yang memperhitungkan bentuk dari
pada bumi, semua garis yang tidak dapat pada permukaan bumi adalah garis
lengkung dengan segitiganya adalah segitiga bola.
- Memerlukan ketelitian yang tinggi
- Tujuannya adalah mencetuskan posisi yang teliti diatas permukaan bumi.

Oleh : Herman Fithra 1


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
1.5 Peta
Adalah gambarnya secara grafis yang menggunakan skala tertentu dari bentuk-
bentuk pada dekat atau dibawah permukaan buni yang diproyeksikan pada bidang
mendatar, yaitu pada bidang kertas dimana gambar itu digambarkan.
- Skala kecil disebut pita
- Skala besar disebut plas.

1. UKURAN

Satuan ukuran untuk panjang luas dan sudut di Indonesia umumnya digunakan ukuran
matrik.
Satuan Panjang :
Sebagai dasar ukuran panjang diambil meter international atau meter standar yang
disimpan di Paris. Panjang meter standar itu adalah sepersepuluh juta panjang meridian
bumi dan merupakan jarak antara dua garis pada kedua ujung standar

1 km = 1000 m
1 hm = 100 m
1 dm = 10 m
1m = 1m
1 des = 0,1 m
1 cm = 0,01 m
1 mm = 0,001 m

Satuan Luas :

1 km2 = 1.000.000 m2
1 ha = 10. 000 m2
1 are = 100 m2
1 RANTE = 400 M2

SIKUPANG = 4 RANTE

Satuan Sudut :

Oleh : Herman Fithra 2


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Dasar untuk menyatakan besarnya sudut adalah lingkaran yang dibagi dalam tiga macam,
yaitu satuan sexagesimal, centicimal dan radian.
1. Satuan seksagesimal membagi lingkaran dalam 360 bagian yang dinamakan derajat.
Satu derajat dibagi dalam 60 menit dan 60 menit dibagi dalam 60 detik. Cara
menuliskannya adalah 1o = 60’ = 3600” dan membacanya adalah derajat (o), menit (‘),
detik (“)
2. Satuan sentisimal (Centicimal) membagi lingkaran dalam 400 bagian, sehinga satu
kuadran mempunyai 100 bagian yang dinamakan grade. Satu grade dibagi lagi dalam
100 centigrade dan 1 centigrade dibagi lagi dalam 100 centi-centigrade. Cara
menulisnya adalah 1g = 100c = 100cc dan membacanya adalah grid (gr), centigrid( c),
centi-centigrid(cc).
3. Radian, dalam satuan radian satu lingkaran dibagi menjadi 2 π radian, Simbol radian
dinyarakan dengan ρ (rho).

Ada satuan lain yang tidak lazim digunakan dalam ilmu ukur tanah, yaitu satuan militer.
Dalam satuan ini, satu lingkaran dibagi menjadi 6400 mils.
Cara sentisimal ini lambat laun menyampingkan cara seksagesimal, karena untuk
pengukuran dengan cara sentisimal lebih mudah digunakan daripada cara seksagesimal.
Tetapi meskipun demikian, cara sentisimal tidaklah dapat menggantikan cara
seksagesimal seluruhnya, karena pada ilmu Astronomi, Ilmu Geografi tetap digunakan
cara seksagesimal untuk penentuan waktu, bujur dan lintang tempat-tempat diatas
permukaan bumi.
Ketiga sistem satuan tersebut dapat dikonversi satu sama lain karena satu lingkaran =
360° = 400g = 2 π radian = 6400 mils. Konversi antara derajat dan grade dan sebaliknya
adalah:

Hubungan antara satuan cara seksagesimal dan satuan cara sentisimal dapat dicari dengan
dibaginya lingkaran dalam 360 bagian cara seksagesimal dan dalam 400 bagian cara
sentisimal, jadi :
360o = 400g
Maka :

Oleh : Herman Fithra 3


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

Contoh 1.
Ubahlah sudut seksagesimal 204,7738o menjadi sudut sentisimal
204,7738o = ……..g

Contoh 2.
Ubahlah sudut seksagesimal 63o21’45” menjadi sudut sentisimal
63o21’45” = ………….g

Cara ketiga untuk menyatakan sudut ialah dengan menggunakan radial sebagai satuan
sudut. Sudut pusat didalam lingkaran yang mempunyai busur sama dengan jari-jari
lingkaran adalah sebesar 1 radial.
Karena keliling lingkaran ada 2πr , maka satu lingkaran mempunyai sudut sebesar :

2 πr / r = 2 π radial

Maka hubungan antara radial, derajat dan grade diperoleh dari hubungan :

360o 360o x 60’ 360o x 60’ x 60”


ρ = = =
2π 2π 2π

atau :

Oleh : Herman Fithra 4


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

400g 400g x 100C 400g x 100C x 100CC


Ρ = = =
2π 2π 2π

Maka :

Tugas :
1. Ubahlah sudut seksagesimal 105,5678o menjadi sudut sentisimal dan radial
2. Ubahlah sudut seksagesimal 33o25’65” menjadi sudut sentisimal dan radial
3. Ubahlah sudut sentisimal 60,7738g menjadi sudut seksagesimal dan radial
4. Ubahlah sudut sentisimal 105g45c78cc menjadi sudut seksagesimal dan radial
5. Ubahlah sudut radial 3,1234ρ menjadi sudut seksagesimal dan sentisimal

SELAMAT MENGERJAKAN
SEMOGA SUKSES

Oleh : Herman Fithra 5


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

PENENTUAN TEMPAT TITIK-TITIK


A. Bila harus menentukan tempat beberapa titik dan titik-titik itu semuanya terletak
diatas satu garis lurus, maka tempat titik-titik itu dapat dinyatakan dengan jarak dari
suatu titik yang terletak diantara garis lurus itu pula. Titik yang diambil sebagai dasar
untuk menghitung jarak-jarak dinamakan titik nol.
Karena titik-titik dapat berada disebelah kiri ataupun kanan titik 0 maka haruslah
diberi tanda kepada jarak-jarak untuk dapat membedakan dua macam jarak.
Umumnya untuk titik-titik yang terletak disebelah kanan titik 0, diberi jarak dengan
tanda positif dan kepada titik yang terletak disebelah kiri titik 0, diberi jarak dengan
tanda negatif.

Misalnya pada gambar 1, satu bagian skala menyatakan jarak 10 m, maka titik A
mempunyai jarak + 60 m dari titik 0, titik B mempunyai jarak dari titik 0 sebesar -40
m atau ditulis A(+60) dan B(-40) untuk menyatakan titik-titik A dan B.
Bilangan-bilangan yang menyatakan jarak suatu titik dari titik 0 dan yang ditulis
dalam kurung dibelakang titik-titik yang bersangkutan dinamakan koordinat titik-titik
itu. Jadi +60 dan -40 adalah koordinat -koordinat titik-titik A dan B.
Jarak antara titik-titik A dan B adalah 100 m yang didapat dari (+60)-(-40),
Jarak antara titik-titik B dan C adalah 130 m yang didapat dari (+90)-(-40),
Koordinat titik sebelah kanan diberi indeks 2, kiri diberi indeks 1 dan koordinat-
koordinat itu diberi huruf X, maka jarak antara titik-titik ialah :
B dan A adalah dBA = Xa – Xb = (+60) – (-40) = 100
B dan C adalah dBC = Xc– Xb = (+90) – (-40) = 130
A dan C adalah dAC = Xc– Xa = (+90) – (+40) = 30
Dengan demikian akan selalu didapat tanda positif untuk jarak-jarak

Oleh : Herman Fithra 6


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
B. Cara di atas tidak dapat digunakan, bila titik-titik tidak berada disatu garis lurus.
Dalam ilmu ukur tanah dimana titik-titik di permukaan bumi dapat dianggap dlm
suatu bidang datar, posisi tiga buah titik yang sebidang (A, B, C) dapat ditentukan
dengan beberapa cara, antara lain dengan cara grafis (dilukis) dan secara numeris
(koordinat).
1. Cara Grafis
Dengan cara grafis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara mengukur
jarak-jaraknya dan dengan mengukur sudut dan jaraknya. Pengukuran dengan
grafis dengan mengukur jarak-jaraknya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
trilaterasi dan offsetting. Trilaterasi yaitu pengukuran jarak ketiga sisinya.
Misalnya diukur sisi AB, AC, BC, apabila AB digambarkan dlm bidang datar dgn
skala tertentu, maka titik C dapat ditentukan posisinya dari perpotongan busur
lingkaran yang dibuat dari titik A dengan jari-jari AC dan titik B dengan jari-jari
BC.
C
C

o
A B A B
a. Metode Trilaterasi b/ Metode Offsetting

Gambar. Penentuang posisi dengan ukuran semua jarak

Cara ini dapat dibedakan lagi menjadi dua yaitu:


a. Garis dan sudut siku-siku, apabila diukur jarak AO dan OB pada garis AB dan
garis OC diukur tegak lurus AB, maka posisi titik C dapat digambarkan, metode
ini disebut offsetting.
b. Sebuah garis dan kedua sudut alasnya, apabila diketahui garis AB, dan diukur
kedua sudut alasnya CAB dan CBA, mk posisi titik C dapat ditentukan dengan

Oleh : Herman Fithra 7


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
cara mengeplot ukuran sudut CAB di A dan sudut CBA di B dengan busur derajat,
dan perpotongan dari perpanjangan sisi AC dan BC adalah posisi titik C.
Cara grafis dengan mengukur sudut dan jaraknya, cara ini dapat dibagi dua cara
yaitu triangulasi dan koordinat kutub. Triangulasi, apabila garis AB diukur dan
sudut=sudut BAC dan ABC diukur dengan peralatan pengukuran sudut mendatar, maka
apabila garis AB digambarkan, posisi C dapat ditentukan dengan mengeplot sudut BAC
dan ABC dengan busur derajat atau sisi AC dan BC dihitung, kemudian digambarkan
dengan trilaterasi.
Koordinat kutub, apabila garis AB dan AC serta sudut CAB diukur, maka hasil
pengukuran dapat diplot untuk menentukan posisi C dengan mistar skala untuk jaraknya,
dan busur derajat untuk sudutnya, seperti dalam triangulasi di atas.
Apabila yang diukur adalah dua jarak / sisi dan sudut yang diapitnya dikenal dengan
metode poligon.
C C

A ἀ β B A ἀ B
a. Triangulasi b. Koordinat Kutub
Gambar Penentuan posisi dengan jarak dan sudut

2. Cara Numeris
Pada cara numeris, posisi sebuah titik dinyatakan dalam sistem koordinat. Adapun
prinsip dasar penentuan posisi secara numeris ada tiga cara atau metode yaitu:
a. Dengan sudut jurusan atau azimut dan jarak
b. Dengan pemotongan ke muka (intersection)
c. Dengan pemotongan ke belakang (resection)

Pada bab ini hanya akan dibahas metode sudut jurusan dan jarak, sedangkan metode
pemotongan ke muka dan ke belakang akan dibahas pada bab lainnya.

Oleh : Herman Fithra 8


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Apabila jarak antara titik A dan B diukur ( dAB) dan demikian pula sudut jurusan

atau azimut AB diukur (ἀAB) dan koordinat A diketahui (XA, YA), maka posisi titik B
dapat ditentukan dengan rumus: Y
XB = XA + dAB Sin ἀAB YB B

YB = YA + dAB Cos ἀAB dAB


ἀAB
YA A
Gbr. Penentuan Posisi
dgn Jarak dan Sudut X
Jurusan XA XB
Demikian sebaliknya, apabila dua buah titik A dan B masing-masing diketahui
koordinatnya (XA, YA) dan (XB, YB) maka dari padanya dapat ditentukan sudut
jurusan dan jaraknya:

(XB – XA)
ἀAB = arc tg
(YB – YA)

dAB = (XB – XA)2 + (YB - YA)2

Harga arc tg dapat + (positif) maupun – (negatif), nilai positif bisa berasal dari +/
+, atau - / -, demikian pula yang negatif bisa berasal dari + / -, atau - / +. Oleh
karenanya kita harus jeli menghitungnya, karena kalkulator kadang- kadang tidak
menunjukkan arah yang sebenarnya.

Contoh
1. Arc tg 6/4 = arc tg 1,5 - kalkulator akan menghitung = 56°18’35”,76
Berarti pada kuadran I, maka azimutnya = ἀ =56°18’35”,76
2. Arc tg 6/-4 = arc tg -1,5,  kalkulator akan menghitung = - 56°18’35”,76
Berarti pada kuadran II, maka azimutnya = ἀ =180° - 56°18’35”,76

ἀ =123°41’24”,24
3. Arc tg -6 /- 4 = arc tg +1,5,  kalkulator akan menghitung = 56°18’35”,76

Oleh : Herman Fithra 9


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Berarti pada kuadran III, maka azimutnya = ἀ =180° + 56°18’35”,76

ἀ =236°18’35”,76
4. Arc tg -6 / 4 = arc tg -1,5,  kalkulator akan menghitung = - 56°18’35”,76
Berarti pada kuadran IV, maka azimutnya = ἀ =360° - 56°18’35”,76

ἀ =303°41’24”,24

Dalam keadaan demikian, sekarang diambil sebagai dasar penentuan tempat titik-titik dua
garis lurus mana dinamakan salib sumbu.

Y+

D (-4, +8)

A (+9, +4)

X- X+
0
B (+5, -3)

C (-8, -6)

Y-

Gambar 2

Garis yang mendatar dinamakan absis atau sumbu X dan garis yang tegaklurus
dinamakan ordinat atau sumbu Y, sedang titik potong dua sumbu dinamakan titik asal
O. Maka salib sumbu itu dinamakan pula salib sumbu YOX.
Dari titik asal 0 garis dibuat dengan skala baik pada sumbu X maupun Y. Pada sumbu
X arah kekiri adalah negatif dan kekanan adalah positif, sedangkan sumbu Y kea rah
atas positif dan kebawah negatif.

Oleh : Herman Fithra 10


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Jarak sejajar sumbu X dinamakan absis dan sejajar sumbu Y dinamakan ordinat. Pada
umumnya untuk menyatakan suatu titik P dengan absis X dan ordinat Y ditulis
sebagai P(X,Y). Sehingga gambar 2 dapat dimengerti dengan mudah, bahwa untuk
titik-titik A,B,C dan D dapat ditulis.

Untuk menghitung jarak antara 2 titik dapat digunakan persamaan phytagoras.


d2 = dx2 + dy2
= (X2 – X1)2 + (Y2 – Y1)2
d = √(X2 – X1)2 + (Y2 – Y1)2

Karena rumus “d” ini mempunyai bentuk yang tidak logaritmis, rumus ini jarang
digunakan untuk mencari jarak antara dua titik. Rumus yang lebih baik bentuknya
karena logaritmis akan dibicarakan pada pertemuan berikutnya.

C. Cara ketiga untuk menentukan tempat suatu titik ialah dengan menggunakan suatu
titik P yang tentu dan garis busur PQ yang tentu pula. Maka tempat suatu titik A
ditentukan dengan jarak titik itu dari titik “P” dan dengan sudut “α” yang dibuat oleh
PA dan PQ.

Oleh : Herman Fithra 11


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Q
B

d2

A
d1

α1 α d3 C
2 α3
P

α4

d4

Gambar 3
Maka dari gambar 3, titik A, B, C dan D dinyatakan tempatnya oleh jarak d 1,d2,d3 dan d4
dengan sudut-sudut α1, α2, α3 dan α4. Titik-titik A, B, C dan D dinyatakan dengan cara
menulis A(d1, α1); B(d2, α2): C(d3, α3); D(d4, α4).
Jarak antara dua titik itu selalu dapat dicari di dalam segitiga yang mempunyai dua titik
itu dan titik P sebagai titik-titik sudutnya. Dari tiap-tiap segitiga diketahui dua sisinya dan
sudut antara dua sisi itu.misalnya akan dicari jarak AB, maka AB dapat dicari didalam
segitiga PAB. Dari segitiga PAB diketahui PA = d1; PB = d2 sedang APB = α1- α2 ±δ.
Maka menurut persamaan cosinus didalam segitiga PAB :
AB2 = d12 + d22 – 2d1d2 cos δ.
Rumus ini mempunyai bentuk tidak logaritmis, sehingga kurang tepat untuk mencari
jarak antara dua titik, sehingga kurang tepat untuk mencari jarak antara dua
titik.Koordinat-koordinat d dan a dinamakan koordinat-koordinat polair.
Tugas :

Oleh : Herman Fithra 12


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Y+

D (-4, +8)

dD
A (+9, +4)
dA
α4
α1
X- α2 X+
α3 0
dB
B (+5, -3)
dc

C (-8, -6)

Y-

1. Hitunglah sudut α1, α2, α3 dan α4 dalam bentuk seksagesimal


2. Hitung jarak da, db, dc, dan dd.
3. Hitunglah sudut α1, α2, α3 dan α4 dalam bentuk sentisimal.
4. Hitunglah sudut α1, α2, α3 dan α4 dalam bentuk radial.

SELAMAT MENGERJAKAN
SEMOGA SUKSES

2. PENENTUAN SUATU JURUSAN ANTARA 2 TITIK

Umumnya digunakan pada Ilmu Ukur Tanah cara dengan salib sumbu YOX
dengan sumbu X dan Y yang letak saling tegak lurus. Sumbu Y positi selalu diarahkan ke

Oleh : Herman Fithra 13


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Utara dan sumbu X positif selalu diarahkan ke Timur, sehingga sumbu Y negatif akan ke
arah Selatan dan sumbu X negatif akan ke arah Barat.
Maka untuk menyatakan arah garis lurus AB yang menghubungkan 2 titik A dan
B, buatlah dititik A garis lurus yang sejajar dengan sumbu Y yang positif, jadi yang
mempunyai arah ke Utara. Arah jurusan A – B dinyatakan dengan sudut yang dimulai
dari arah ke Utara, berputar dengan searah jarum jam dan diakhiri pada jurusan yang
bersangkutan. Karena sudut ini menyatakan suatu jurusan, maka sudut ini dinamakan
pula sudut jurusan.

Y Utara Utara
αab

B(Xb, Yb)

αba

dab
αab ηab = Yb - Ya

A(Xa, Ya) B11


Ζab = Xb - Xa
Ya
Xa Xb X
0 A1 B1

Gambar 4

Dari gambar 4, terhadap salib sumbu YOX didapat titik-titik A(Xa,Ya) dan
B(Xb,Yb). Dititik A ditarik garis yang sejajar dengan sumbu Y yang positif, maka dengan
mudah dapat dimengerti bahwa sudut αab adalah sudut jurusan arah A-B. Bila sekarang
harus dinyatakan arah B-A, maka pada titik B dibuat garis sejajar dengan sumbu Y yang
positif, sehingga pada gambar didapat sudut α ab yang dimulai dari arah ke Utara, berputar
dengan jalannya jarum jam dan diakhiri pada jurusan yang bersangkutan B-A.
Dapat pula dilihat hubungan antara αab dan αba ialah bahwa αba = αab + 180o atau αba
- αab = 180o. Sudut jurusan αba adalah terhadap arah B – A dan αab terhadap A – B. Maka

Oleh : Herman Fithra 14


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
diperoleh dalil, bahwa sudut jurusan 2 jurusan yang berlawanan arahnya selalu berselisih
180o.
Pada gambar 4, dapat pula dicari rumus untuk sudut jurusan α ab dan selanjutnya
rumus untuk mencari jarak antara 2 titik A dan B. Proyeksikanlah titik-titik A dan B pada
sumbu X dan tariklah garis lurus melalui titik A sejajar dengan sumbu X. Maka
terbentuklah segitiga ABB” yang siku-siku dititik B”. Karena sekarang OB’= X b dan OA’
= Xa; maka sisi siku-siku AB” = OB’ – OA’ = Bb – Xa, dank arena BB’ = Yb dan AA’ = Ya,
maka sisi siku-siku BB” = BB’ – AA’ = Yb – Ya, sedang sudut ABB” = αab
Bila sekarang kordinat – koordinat titik A dan B diketahui, maka :
AB” Xb - Xa
tg αab = = ………………………………………. (1)
BB” Y b – Ya

dan di dalam segitiga ABB” didapat :


Xb - Xa Yb - Ya
sin αab = dan cos αab =
dab dab

sehingga :

Xb - Xa Yb - Ya
dab = = ……………………………… (2)
sin αab cos αab

CATATAN :
1. Rumus (1) dan (2) ini penting sekali digunakan untuk perhitungan pada
Ilmu Ukur Tanah, maka harus dipahami dengan benar-benar.
2. Rumus (2) untuk mencari jarak antara 2 titik yang telah tertentu
(diketahui koordinat-koordinantnya “x” dan “y”) mempunyai bentuk
yang logaritmis, maka gunakan selalu rumus ini untuk menghitung
jarak jangan gunakan rumus phytagoras.

Gambar 5

Oleh : Herman Fithra 15


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Y

αap
dab
αab ηab

A(Xa, Ya) P11


ξap
Ya Ya
Xa Xp
0 A1 P 1

Untuk mencari titik P, maka titik P diikat pada titik A yang telah diketahui
koordinatnya. Bila jarak dap dapat diketahui dan sudut αap juga dapat diketahui, maka dari
gambar 5 dapat dilihat bahwa :
Xp = OP’ Xp = PP’
= OA’ + A’P” = P’P” + PP”
= OA’ + AP” = AA’ + PP”
= Xa + ξap = Ya + ηap

Besaran-besaran ξap dan ηap menjadi dua sisi siku-siku dalam segitiga siku-siku
APP” dan karena <APP” = maka dengan AP = dap diperoleh :
ξap = dap sin αap
ηap = dap cos αap
Sehingga menjadi :
Xp = Xa + dap sin αap
Yp = Ya + dap cos αap
Disini dapat dipahami, bahwa jarak dap dan sudut αap adalah sangat penting, oleh
karena itu dalam Ilmu Ukur Tanah jarak dan sudut dua unsure yang sangat
penting.

Untuk mengetahui koordinat-koordinat suatu titik harus diketahui jarak-jaraknya dan


sudutnya, sehingga dapat dihubungkan.

Oleh : Herman Fithra 16


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

Y
360 0 I
IV
X

Y 1
α
270 90
0 X

III II

180
Imu ukur tanah

Y
90 I
II

1
Y

180 β 0
0 X 360 X

III IV

270
Imu ukur sudut

Gambar 6
Sudut jurusan α yang dimulai dari arah ke Utara dan berputar searah jarum jam
dapat mempunyai sudut 0o – 360o, karena sudut jurusan dimulai dari sumbu Y positif dan

Oleh : Herman Fithra 17


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
berputar searah jarum jam maka pembagian kuadran pada Ilmu Ukur Tanah dimulai
dengan kuadran I diatas kanan dan diakhiri pada kuadran IV diatas kiri.
Sudut jurusan β yang dimulai dari sebelah Timur dan berputar berlawan jarum
jam mempunyai sudut yang sama 0o – 360o, sudut jurusan dimulai dari sumbu X positif
dan berputar berlawanan jarum jam maka pembagian kuadran pada Ilmu Ukur Sudut
dimulai dengan kuadran I diatas kanan dan diakhiri pada kuadran IV dibawah kanan.
Karena keadaan pada ilmu ukur tanah dan keadaan pada ilmu ukur sudut berbeda,
timbul pertanyaan apakah segala hal tentang sudut – sudut yang telah dipelajari pada
Ilmu Ukur Sudut, berlaku berlaku pula untuk sudut – sudut pada Ilmu Ukur Tanah.
Jawab pertanyaan ini akan dicari dengan menggunakan gambar 6, pada gambar mana
disebelah kiri dan kanan dinyatakan keadaan – keadaan berturut – turut pada Ilmu Ukur
Tanah dan pada Ilmu Ukur Sudut.
Jalan yang ditempuh pada Ilmu Ukur Sudut untuk mempelajari fungsi – fungsi
sinus, cosinus dan tangent sudut- sudut yang letak antara 0o dan 360o , ialah dengan
mengambil satu kaki sudut tetap letaknya dan diimpitkan dengan sumbu X yang positip,
sedang kaki lainya digerakkan dengan arah yang berlawanan dengan jalannya jarum jam.
Hal ini dilakukan dalam lingkaran yang mempunyai jari – jari = 1. Untuk menentukan
besar dan sifat fungsi – fungsi tadi titik potong kaki sudut yang bergerak dengan
lingkaran diproyeksikan pada sumbu X.
Jalan ini akan ditempuh pula untuk menentukan besar dan sifat fungsi – fungsi
sinus, cosinus dan tangens pada Ilmu Ukur Tanah dengan mengimpitkan kaki sudut yang
tetap dengan sumbu Y yang positip dan memproyeksikan titik potong kaki sudut yang
bergerak dengan lingkaran pada sumbu Y.

Maka dari gambar 6 didapat :


Ilmu Ukur Tanah Ilmu Ukur Sudut
Sin α = X/1 = X Sin β = Y/1 = Y
Cos α = Y/1 = Y Cos β = X/1 = X
Tg α = X/Y Tg β = Y/X
Ilmu Ukur Tanah Ilmu Ukur Sudut
Sin α dinyatakan dengan absis X Sin β dinyatakan dengan ordinat Y

Oleh : Herman Fithra 18


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Cos α dinyatakan dengan ordinat Y Cos β dinyatakan dengan absis X
Tg α dinyatakan dengan hasil bagi X/Y Tg β dinyatakan dengan hasil bagi Y/X

Pada Ilm Ukur Tanah maupun pada Ilmu Ukur Sudut, absis X akan positif bila letak
disebelah kanan sumbu Y dan ordinat Y akan positif bila terletak disebelah atas sumbu X.
Maka dapatlah dibuat daftar sebagai berikut :
ILMU UKUR TANAH ILMU UKUR SUDUT
Kuadran I II III IV Kuadran I II III IV
Absis X + + - - Absis X + - - +
Ordinat Y + - - + Ordinat Y + + - -
sin α X + + - - sin β Y + + - -
cos α Y + - - + cos β X + - - +
Tg α X/Y + - + - Tg β Y/X + - + -

Dari daftar diatas dapat dimengerti dengan mudah , bahwa :


- αab akan terletak dikuadran I, sudut antara 0o – 90o, bila selisih absis dan selisih
ordinat kedua-duanya positif.
- αab akan terletak dikuadran II, sudut antara 90o – 180o, bila selisih absis positif
dan selisih ordinat negatif.
- αab akan terletak dikuadran III, sudut antara 180o – 270o, bila selisih absis dan
selisih ordinat kedua-duanya negatif.
- αab akan terletak dikuadran IV, sudut antara 270 o – 360o, bila selisih absis negatif
dan selisih ordinat positif.

Ternyata sekarang bahwa keadaan sinus, cosinus dan tangens pada ilmu ukur tanah dan
pada ilmu ukur sudut adalah sama. Dengan demikian persamaan-persamaan dan sifat-
sifat pada ilmu ukur sudut dapat digunakan pada ilmu ukur tanah.

Contoh 1.
Diketahui koordinat titik Xa = 871,44 ; Ya = -1.629,81 dan koordinat titik Xb = -1.546,72
; Yb = 1.280,36. Hitunglah sudut jurusan αab, αba dan jarak dab.

Oleh : Herman Fithra 19


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Penyelesaian :
Xb – Xa = -1.546,72 – 871,44 = -2.418,16
Yb – Ya = +1.280,36 – (-1.629,81) = +2.910,17
Tg α = ( Xb – Xa ) / (Yb – Ya) = 39,72435381 = 39o43’27,67”

Karena selisih absis negatif dan selisih ordinat positif maka sudut jurusan αab akan
terletak di kuadran IV.

b
dab αba

X
αab
tg α
a

αab = 360o0’0” - 39o43’27,67” = 320o16’32,3”


αba = 180o0’0” - 39o43’27,67” = 140o16’32,3”

atau dengan aturan ilmu ukur sudut:


Tg α = ( Yb – Ya ) / (Xb – Xa) = 50,27564619 = 50o16’32,33”
αab = 270o0’0” - 50o16’32,33” = 320o16’32,3”
αba = 90o0’0” - 50o16’32,33” = 140o16’32,3”
dab = ( Xb – Xa ) / sin α = 2.418,16 / sin 39,72435381 = 3.783,73 m
dab = ( Yb – Ya ) / cos α = 2.910,17 / cos 39,72435381 = 3.783,73 m

Contoh 2.

Oleh : Herman Fithra 20


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Sebagai contoh kedua akan dicari koordinat-koordinat suatu titik “P” dengan
menggunakan koordinat-koordinat titik yang tertentu A(Xa, Ya). Persamaan yang
digunakan adalah :
Xp = Xa + dap sin αap
Yp = Ya + dap cos αap
Maka harus diketahui : Xa, Ya, dap dan αap.
Bila diketahui
Xa = - 1.846,72
Ya = + 1.194,06
dap = 2.946,21 m
αap = 125o16’47”

Penyelesaian :

A αap

dab
X

Xp = Xa + dap sin αap


= - 1.846,72 + 2.946,21 * sin 125o16’47”
= 558,40 m

Oleh : Herman Fithra 21


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Yp = Ya + dap cos αap
= 1.194,06 + 2.946,21 * cos 125o16’47”
= - 507,58 m

Tugas 1:

Diketahui koordinat – koordinat sebagai berikut :


X1 = 567,25
Y1 = 678,34
X2 = -345,67
Y2 = -432,19
X3 = -267,25
Y3 = 178,34
X4 = -545,67
Y4 = 732,19
Hitunglah sudut jurusan dan jarak.

Tugas 2:

Tentukan koordinat titik “P” bila diketahui data sebagai berikut.


Xa = + 846,72
Ya = - 194,06
dap = 1.946,21 m
αap = 125o16’47”

SELAMAT MENGERJAKAN
SEMOGA SUKSES

3. SKALA

Peta adalah bayangan yang diperkecil dari sebagian besar atau sebagian kecil
permukaan bumi. Bayangan ini harus selengkapnya-lengkapnya mengingat perkecilan

Oleh : Herman Fithra 22


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
itu. Perkecilan ini adalah perbandingan antara suatu jarak diatas peta dan jarak yang sama
diatas permukaan bumi, dan perbandingan ini dinamakan skala dari peta.
Misalkan suatu jarak antara dua titik diatas peta ada 1 cm dan jarak sebenarnya
diatas permukaan bumi antara dua titik yang diukur 1 km, maka skala peta 1 cm : 1 km =
1 cm : 100.000 cm = 1 : 100.000.
Bila sebaliknya diketahui skala peta dan jarak yang diukur diatas peta diketahui
dengan pengukuran, maka dapatlah ditentukan jarak yang sebenarya diatas permukaan
bumi. Misalkan diatas peta jarak itu diukur ada 8,3 cm dan skala peta ada 1:25.000, maka
jarak itu diatas permukaan bumi ada 25.000 x 8,3 cm = 2,075 km.
Cara lain untuk menyatakan skala peta adalah memberitahukan, berapa cm diatas
peta yang sama dengan satu kilometer diatas permukaan bumi. Misalkan untuk :
Skala 1 : 25.000 adalah 1 km = 4 cm, maka dinamakan : peta 4 cm
Skala 1 : 50.000 adalah 1 km = 2 cm, maka dinamakan : peta 2 cm
Skala 1 :1050.000 adalah 1 km = 1 cm, maka dinamakan : peta 1 cm
Dikatakan pula tentang skala besar dan skala kecil. Dua perkataan ini sering kali
dibalik. Skala besar akan menyatakan suatu daerah besar pula, sedang dengan skala kecil
daerah itu digambar kecil pula. Maka skala 1 : 10.000 disebut skala yang lebih besar
daripada skala 1:25.000. Jadi nama skala (besar atau kecil) adalah sebaliknya dengan
penyebut skala itu.

4. PETA

Isi, ketelitian dan penggunaan peta mempunyai hubungan yang erat dengan dan
tergantung dari skalanya. Bila dari suatu peta diketahui skalanya dan tidak ada keterangan
lain yang diketahui entang peta itu, maka telah didapati dengan kasar bayangan tentang
isi peta itu. Skala peta telah memberi corak pada peta.
Menurut skala peta dapat dibagi dalam :
a. Peta-peta teknik dengan skala sampai dengan 1:10.000
b. Peta-peta topografi atau peta-peta detail dengan skala lebih kecil daripada
1:10.000 sampai dengan 1:100.000
c. Peta-peta geografi atau peta-peta ikhtisar dengan skala lebih kecil dari
1:100.000

Oleh : Herman Fithra 23


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Peta-peta teknik dibuat untuk merencanakan lebih lanjut dan melaksanakan
pekerjaan teknik berupa : pembuatan gedung-gedung, jalan-jalan raya, jalan kereta api,
saluran air, bendungan, jembatan dan lain sebagainya. Skala yang dipilih disesuaikan
dengan besar kecilnya pekerjaan yang akan dilakukan.

BAB II
MEMBUAT GARIS LURUS DI LAPANGAN

1. MEMBUAT GARIS LURUS DI LAPANGAN

Pekerjaan pengukuran, baik pengukuran jarak maupun pengukuran sudut


memerlukan titik-titik di lapangan. Titik-titik diatas permukaan bumi ada bersifat tetap
ataupun sementara. Titik –titik ini harus dapat diketemukan dengan mudah.
Bagian terpenting dari pengukuran suatu bidang tanah adalah membuat garis
lurus. Dapat dimengerti bahwa garis lurus ini tidak dapat dibuat seperti menarik garis
lurus diatas kertas.
Garis lurus yang harus dibuat, harus diketahui kedua titik ujungnya. Maka untuk
menentukan garis lurus ini, ditentukan titik-titik di lapangan yang terletak digaris lurus
yang menghubungkan dua titik ujung dengan jumlah yang cukup banyak, sehingga garis
lurus itu kelihatan dengan jelas. Titik-titik ini dinyatakan dengan syalon. Tiap-tiap bagian
garis lurus yang diletakkan antara dua syalon dianggap sebagai lurus.
Syarat utama untuk mencapai ketelitian yang cukup besar, ialah bahwa tiap-tiap
syalon harus tegak lurus. Maka selalu diusahakan supaya semua syalon diletakkan tegak
lurus dengan menggunakan garis sudut-garis sudut gedung-gedung atau, bila ada dengan
nivo syalon.

Oleh : Herman Fithra 24


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
a. Antara dua titik P dan Q harus dibuat garis lurus dengan menentukan titik-titik a,b,c
dan selanjutnya yang diletakkan sedemikian rupa, sehingga titik-titik itu letak di garis
lurus PQ.

A a b P

Diperlukan 2 orang untuk pekerjaan ini. Orang pertama berdiri disebelah kiri titik P,
pada titik mana ditempatkan suatu syalon. Orang yang kedua membawa beberapa
syalon. Oleh petunjuk orang ke 1, syalon yang akan ditancapkan dititik a harus
digeserkan sedemikian, sehingga oleh orang yang berdiri disebelah kiri syalon dititik
P, syalon itu kelihatan terletak satu garis dengan syalon-syalon dititik P dan Q, karena
orang ke 1 itu hanya dapat melihat syalon P, sedang syalon a telah terletak pada satu
garis lurus dengan P dan Q, ialah oleh orang yang berdiri disebelah kiri syalon P
ketiga syalon itu kelihatan sebagai satu syalon.
Setelah syalon a ditanam, maka orang ke1 pindah kesebelah kiri syalon a dan orang
kedua dengan petunjuk orang 1 menanam syalon b, demikian seterusnya.

b. Memperpanjang garis lurus PQ dapat dilakukan oleh satu orang.

Q a b
P

Syalon ditempatkan dititik a, sehingga syalon a, Q dan P kelihatan satu, karena syalon
P, syalon Q dan syalon a berimpit. Demikian pula dikerjakan dengan syalon b.

c. Bila titik-titik P dan Q dalam keadaan sedemikian rupa, hingga orang tidk dapat
berdiri dibelakangnya untuk dapat melihat ketitik lainnya,

B1
a1
b2 Q
a2
P
a3 b3

Oleh : Herman Fithra 25


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Seperti misalnya titik P dan Q adalah titik-titik suatu gedung besar, maka diperlukan
lagi 2 orang untuk menempatkan titik-titik yang terletak disatu garis dengan P dan Q
dan yang letak antara P dan Q.
Satu orang memegang syalon a dan orang lainnya memegang syalon b. Orang yang
ke 2 menempatkan syalonnya dititik b1, dan menyuruh orang ke 1 menempatkan
syalonnya dititik a1, sehingga orang yang kedua melihat 3 titik b1, a1 dan P di satu
garis lurus.
Orang ke 1 yang menanam syalon a1 melihat, bahwa syalon b1 tidak terletak disatu
garis a1 – Q. Maka disuruhlah orang ke 2 dengan petunjuk orang ke 1 memindahkan
syalonnya ke b2, sehingga orang ke 1 dilihatnya bahwa a1, b2 dan Q terletak disatu
garis lurus.
Sekarang orang yang ke 2 meneliti syalon a1 yang kelihatan dari b2 tidak segaris
lurus dengan P. Syalon a1 dengan petunjuk orang ke 2 dipindahkan ke a2, sehingga
dengan b2 dan P terletak disatu aris lurus.
Secara bergiliransaling meneliti, maka dengan cepat didapat titik-titik a3 dan b3 yang
terletak disatu garis lurus PQ.

2. ALAT-ALAT PENGUKUR JARAK

Alat-alat pengukur arak dibagi dalam :


a. Kayu ukur jarak
Kayu ukur jarak dibuat dari kayu yang kering benar dan panjangnya 3 m atau 5 m.
Penampangnya berbentuk oval dengan ukuran ditengah 5 cm dan diujungnya 3 cm.
Kedua ujung kayu diukur diperlengkapi dengan besi dengan bentuk sedemikian rupa,
hingga garis yang menyatakan ujung kayu ukur itu, dari 2 kayu ukur dapat diletakkan
saling tegak lurus.
Pada pengukur jarak dengan kayu ukur selalu digunakan dua batang kayu ukur. Untuk
dapat membedakan dua kayu ukur ini, maka satu kayu ukur diberi warna merah-
putih-merah, dan kayu ukur lainnya diberi warna putih-hitam-putih dari meter ke
meternya. Dengan demikian jumlah meter yang genap adalah putih, sedang jumah
meter yang ganjil akan berwarna. Tiap-tiap decimeter diberi tanda dengan paku dari
kuningan, sedang jumlah centimeter harus dikira-kira.

Oleh : Herman Fithra 26


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
b. Pita ukur jarak dari kain
Pita ukur ini tidak banyak digunakan lagi, karena kurang kuat dan lekas rusak.

c. Pita ukur jarak dari baja


Pita ukur ini lebih baik dari pada pita ukur jarak dari kain. Pita ukur baja ini dibuat
dari pita baja, lebar 20 mm, tebal 0,4 mm dan panjang 20 m, 30 m atau 50 m. Pada
ujung-ujung pita ukur baja ini ditempatkan pegangan, sedang garis awal dan garis
akhir pita ukur dapat ditempatkan pada pegangan sendiri atau kira-kira pada pita baja
sendiri dengan jarak ±10 cm dari pegangan. Skala pada pita ukur baja dibuat dengan
cm, sedang pada kedua ujungnya sepanjang 10 cm dibagi dalam mm dan skala dibuat
dengan garis-garis yang halus. Adapula skala dibuat dengan diberi tanda pelat dari
kuningan, untuk tiap-tiap meter dengan pelat kuningan besar yang diberi nomor, tiap-
tiap decimeter dengan pelat kuningan kecil yang bundar. Pita baja dapat digulung
dalam tempat yang dibuat dari kulit atau dapat digulung dengan alat penggulung pita
baja.

d. Rantai ukur jarak


Rantai ukur jarak terdiri dari atas mata rantai yang dibuat dari kawat baja atau kawat
besi galbani yang tebalnya ada 3 atau 4 mm. tiap ujung mata rantai diberi mata dan
mata rantai-mata rantai digabungkan satu sama lain dengan gelangan sedemikian
rupa, hinga jarak antara 2 gelangan ada 0,50 m. Untuk tiap-tiap meter gelangan dibuat
dari kuningan. Pada tiap-tiap 5 m gelangan diberi bentuk lain dan dibuat lebih besar.
Panjang rantai ukur jarak ini ada 10 m, 20 m, 25 m dan 30 m. Sebagai perlengkapan
rantai ukur jarak harus digunakan pula 11 pen untuk menyatakan ujung-ujung rantai
pada waktu melakukan pengukuran jarak dengan rantai ukur.

3. PENGUKURAN JARAK

a. Pengukuran jarak pada garis yang panjang.


Peralatan yang digunakan :
- Pita ukur baja
- Jalan
- Pen
Jalan terbuat dari besi atau kayu.

Oleh : Herman Fithra 27


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

50 mm karet

200 cm

Pen terbuat dari besi bulat dan runcing

375 mm - 900 mm

Langkah kerja :
- Orang pertama menancapkan jalan A pada titik A
- Orang kedua menancapkan jalan B pada titik B
- Orang kedua menancapkan jalan bantu pertama
- Orang pertama melihat jalan Bantu apakah sudah segaris dengan jalan AB
- Orang kedua menancapkan jalan bantu kedua
- Orang pertama juga melihat apakah jalan Bantu pertama segaris dengan jalan
AB dan jalan Bantu dua.
- Orang kedua menancapkan jalan B pada titik B

Jalan Jalan
Jalan A Pembantu 1 Pembantu 2 Jalan B

30 m A B
Jarak A - B

b. Pengukuran bertahap
Peralatan yang digunakan :
- Waterpass tukang
- Rambu Ukur

Oleh : Herman Fithra 28


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
- Unting-unting
Langkah kerja :
- Dua orang meletakkan rambu ukur sedemikian rupa, agar tegak dan datar dengan
bantuan waterpass pada tahap satu.
- Selanjutnya orang yang lain memberikan tanda akhir dari letak rambu ukur pada
tahap satu untuk melanjutkan pengukuran ketahap berikutnya.
- Pada akhir tahap satu dilanjutkan untuk tahap dua dengan cara yang sama pada
tahap satu.
- Demikian selanjutnya, sampai akhir pengukuran.

waterpass rambu ukur

A Tahap I
Unting-unting

Tahap III

B
jarak mendatar A – B = Thp I + II + III = IV

Kesalahan-kesalahan pada pengukuran jarak.


Penyebabnya :
- Kecorobohan atau kurang berpengalaman si pengukur
- Keadaan cuaca
- Kesalahan dari alat itu sendiri

Kesalahan pengukuran dibedakan atas :

Oleh : Herman Fithra 29


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
a. Kesalahan besar, disebabkan kurangnya pengalaman dan kecorobohan saat
pengukuran.
b. Kesalahan tetap, selalu terjadi pada periode yang sama dan tetap setiap pita ukur
digunakan.

Kesalahan tersebut biasanya terjadi :


a. Pita ukur tidak terletak pada satu garis lurus.
Karena adanya penghalang atau lainnya sehingga pita ukur tidak terletak pada suatu
garis lurus seperti : terhalang oleh pohon atau bangunan lainnya, sehingga pita ukur
harus dipindah.

Perpindahan
pita ukur

pohon garis lurus

b. Lendutan
Lendutan biasanya terjadi pada pengukuran daerah-daerah tanpa ada usaha untuk
menyangga pita ukur saat pengukuran dilakukan.

f
ΔL

ΔL = 8.f2 / 3e

Oleh : Herman Fithra 30


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Misalnya :
f = 5 cm
E=5m
ΔL = 8.f2 / 3e
= 8 . 0,052 / 3 . 5 = 0,001333 m = 0,1333 cm = 1,333 mm
Maka kesalahan pengukuran adalah 1,333 mm.

4. PENGIKATAN TITIK-TITIK PENGUKURAN

a. Kegunaannya untuk memudahkan pencarian data atas pelaksanaan pembangunan


dari hasil pengukuran yang telah dilakukan.
b. Titik pengikat harus dibuat permanent agar tidak mudah hilang
c. Titik pengikat ditempatkan / dibuat pada daerah yang mudah dilihat.
d. Titik pengikat biasanya disebut titik tetap atau BM (bench mark)

Titik
Pengikat
BM

Daerah
Pengukuran

Titik
Daerah
Pengukuran

Oleh : Herman Fithra 31


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

BAB III
MEMBUAT SUDUT SIKU-SIKU
DI LAPANGAN

Tujuan dari membuat sudut siku-siku di lapangan adalah untuk mempermudah


pengukuran yang diakibatkan oleh halangan dalam pengukuran di lapangan, seperti :
Bangunan, gunung, pohon, sunggai dan lain sebagainya.

A. Membuat sudut siku-siku ditengah garis lurus

Oleh : Herman Fithra 32


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

A x B y C

Langkah kerja :
- Tentukan titik B terletak diantara garis lurus AC
- Dari titik B buatlah jarak Bx sama dengan By masing-masing dikiri dan kanan titik B
pada garis AC
- Dari titik x dan y dibuat garis yang sama, yang berpotongan pada titik Z sehinga xZ =
yZ.
- Hubungkan antara titik B degan Z, sehingga BZ tegak lurus terhadap garis AC yang
membentuk sudut siku-siku di titik B.

B. Membuat sudut siku-siku pada garis lurus dengan menggunakan prinsip phytgoras
Perbandingan dasar ketiga sisinya adalah :
(Zn + 1) : Zn (n + 1) : Zn (n + 1) + 1
Bila n = 1, maka dari perbandingan diatas akan diperoleh 3 : 4 : 5

D
x:y:r=3:4:5

y r 8m 10 m
x = proyeksi
y = proyektor
z = proyektum

x B 6m C A

Langkah kerja :

Oleh : Herman Fithra 33


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
- AB adalah garis lurus yang diukur dengan B adalah titik yang akan dibuat sudut siku-
siku.
- Dari titik B arah ke A ukur jarak 6 m yaitu titik C, yaitu disisi proyeksi dari segitiga.
- Hitung panjang sisi proyektor dengan proyektum berdasarkan sisi proyeksi yang
diketahui dengan perbandingan sisi segitiga tersebut, panjang sisi proyektor (y) =
(12/6) x 4 = 8 m dan panjang sisi proyektum ( r ) = (12/6) x 5 = 10 m 12 = 3+4+5.
- Jumlahkan sisi proyektor dengan sisi proyektum = 8 + 10 = 18 m.
- Tarik pita ukur untuk membuat proyektum (sisi miring) sampai menunjuk angka 10
pada pita ukur, misalnya dititik D sebagai titik sementara, kemudian pita ukur
dihubungkan ke titik B yang menunjukkan angka pada pita ukur 18, apabila belum
tepat, titik D digeser-geser sewaktu pengukur pita ukur ditarik kencang-kencang.
- Maka segitiga BCD adalah segitiga siku-siku dengan perubahan sisinya = 3 : 4 : 5.

C. Membuat sudut siku-siku yang terletak diluar dari garis lurus yang diukur
Perbandingan
x

x x
A C E D C

Langkah kerja :
- “X” adalah titik yang berada diluar garis AB, sedangkan AB adalah garis lurus yang
diukur .
- Ikatlah ujung pita ukur dititik X, dengan panjang sembarang yang mendorong garis
AB disembarang tempat, misalnya titik C.
- Dengan memegang pita ukur kita bergerak kearah B sehingga memotong garis AB
dititik lain, misalnya : D (XD = XC)
- Bagi CD atas dua bagian yang sama misalnya : E (ED = EC)
- Hubungkan titik E dengan X, maka EX tegak lurus AB.

Oleh : Herman Fithra 34


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

BAB IV
PENGUKURAN SIKU-SIKU ATAU
EMPAT PERSEGI PANJANG

Arti melakukan pengukuran suatu daerah adalah menentukan unsur-unsur (jarak


dan sudut) titik-titik atau bangunan-bangunan yang ada didaerah itu daalam jumlah yang

Oleh : Herman Fithra 35


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
cukup, sehingga dari daerah itu dengan seisinya dapat dibuat bayangan atau gambar yang
cukup jelas dengan suatu skala yang ditentukan terlebih dahulu. Untuk daerah-daerah
yang besar, haruslah diukur sudut-sudut dengan alat pengukur sudut yang dinamakan
theodolit.
Daerah-daerah yang kecil seperti bidang tanah-bidang tanah (persil) didalam kota
cukuplah untuk pembuatan gambar (peta) pengukuran dilakukan dengan menggunakan
pengukur jarak (seperti kayu ukur, pita kur baja, rantai ukur jarak) dan alat pembuat sudut
siku-siku (cermin sudut, prisma segitiga atau pentagon).

Cara dengan koordinat tegak lurus, sehingga selalu harus dibuat sudut siku-siku
Semua titik yang diperlukan untuk membat gambar lapangan diproyeksikan pada
suatu garis ukur yang dipilih sedemikian rupa, sehingga jarak-jarak yang harus diukur
dan yang merupakan salah satu dari koordinat titik-titik itu tidak terlalu panjang. Maka
garis ukur sebaiknya letak memanjang dengan daerah yang diukur.
Sebagai contoh akan dilakukan pengukuran guna pembuatan peta dari sebidang
tanah yang diberi batas dengan titik-titik ujungnya I, II, s/d VII. Titik I, IV dan VI diberi
tanda dengan tugu-tugu dari beton, sedang titik-titik II, III, V dan VII diberi tanda dengan
pipa besi. Didalam bidang tanah itu ada bangunan a, b, c dan d.
Untuk pengukuran dipilih dan dibuat dilapangan garis ukur IA, yang letak
memanjang pada bidang tanah itu. Semua titik sudut bidang tanah itu dan tiga titik sudut
bangunan a, d dan c diproyeksikan digaris ukur itu.
Cara memproyeksikannya dilakukan dengan prisma atau cermin sudut. Lebih
dahulu dipasang di titik-titik yang akan diproyeksikan, kecuali titik-titik sudut bangunan,
perlu ditancapkan syalon-syalon. Untuk titik-titik sudut bangunan digunakan garis-garis
ujung bangunan itu sendiri. Untuk menentukan titik-titik proyeksi, maka orang yang
mengukur dengan memegang prisma atau cermin sudut bergerak ke garis ukur IA,
sehingga syalon dititik I berimpit dengan sylon yang letak dititik-titik yang akan
diproyeksikan. Dengan demikian titik proyeksi akan letak tegak lurus dibawah prisma
atau cermin sudut (gunakan unting-unting). Setelah semua jarak titik proyeksi ditentukan,
maka dimulai dengan mengukur jarak-jarak.
Garis ukur IA digunakan sebagai sumbu X dengan titik 0,0 diletakkan dititik I.
Semua titik proyeksi ditentukan dengan jaraknya dari titik I = 0,0 yang menjadi absis

Oleh : Herman Fithra 36


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
titik-titik yang diproyeksikan, sedang ordinat titik-titik ini adalah jarak-jarak antara titik-
titik dengan titik-titik proyeksinya pada garis ukur IA.
Jarak-jarak yang diukur pada garis ukur ditulis disamping titik-titik yang
bersangkutan dan angka-agka yang menyatakan jarak ini ditulis dengan arah yang tegak
lurus pada garis ukur. Jarak terakhir pada garis ukur diberi dua garis dibawahnya. Semua
angka yang menyatakan jarak-jarak lainnya ditulis sejajar dengan garis-garis yang
bersangkutan.
Dari penjelasan ini dapatlah sekarang dipelajari dengan seksama contoh pada
gambar dibawah ini.
A
IV
126,34
29,45

40.96
40,86
102,04 III
V 18,01
99,84

43,78 a b
18,81 20,01
42,83 73.98
IV 64,12 28,46

12,81 d c
40,02

40,86
29,02 II
VII 38,82
23,76

50,01
45,65

0,0
I

BAB V

Oleh : Herman Fithra 37


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
PENGUKURAN TINGGI DENGAN PENYIPAT DATAR

1. PENDAHULUAN

Maksud pengukuran beda tinggi ialah menentukan beda tinggi antara 2 titik. Bila beda
tinggi h diketahui antara dua titik A dan B, sedang tinggi titik A diketahui sama dengan
Ha dan titik B letak lebih tinggi daripada titik A, maka tingi titik B ialah :
Hb = Ha + h
yang diartikan dengan beda tinggi antara titik A dengan titik B adalah jarak antara 2
bidang nivo yang melalui titik A dan B. Umunya bidang nivo adalah bidang yang
lengkung, tetapi bila jarak antara titik-titik A dan B kecil, maka kedua bidang nivo yang
melalui titik-titik A dan B dapat dianggap sebagai bidang yang mendatar.
Beda tinggi antara 2 titik dapat ditentukan dengan beberapa cara :
a. Cara barometris (barometric leveling)
b. Cara pengukuran menyipat datar (spirit leveling)
c. Cara takhimetrik (tachymetric leveling)
d. Cara trigonometrik (trigonometric leveling)
e. Cara barometris (barometric leveling)
Urutan tersebut juga merupakan urutan tingkat ketelitian dari cara atau metode
pengukuran beda tinggi.
Disini akan dijelaskan cara pengukuran menyipat datar, karena hasil yang diperoleh lebih
teliti dan akurat, maka metode ini biasanya dikerjakan untuk menentukan ketinggian titik-
titik kerangka dasar pemetaan atau pekerjaan-pekerjaan rekayasa yang membutuhkan
ketelitian yang tinggi.

2. ALAT UKUR PENYIPAT DATAR TANPA TEROPONG

Istilah sipat datar di sini berati konsep penentuan beda tinggi antara dua titik atau
lebih dengan garis bidik mendatar/horizontal yang diarahkan pada rambu-rambu yang
berdiri tegak atau vertikal. Sedangkan alat ukurnya dinamakan penyipat datar atau
waterpas.

Oleh : Herman Fithra 38


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Alat ukur penyipat datar yang sederhana terdiri atas 2 tabung dari gelas yang berdiri dan
dihubungkan dengan pipa dari logam. Semua ini dipasang diatas statif. Tabung dari gelas
dan pipa penghubung dari logam diisi dengan zat cair yang berwarna. Didalam kedua
tabung gelas, permukaan zat cair akan sama tingginya dan dalam keadaan mendatar. Bila
alat ini ditempatkan seperti pada gambar 5.1, maka didapatlah garis bidik yang mendatar,
bila mata ditempatkan sebidang dengan kedua permukaan cat zair didalam dua tabung
gelas itu. Akan tetapi ketelitian membidik kecil, sehingga alat ini tidak digunakan orang
lagi.

Gambar 5.1
Perbaikan dari alat ini adalah mengganti pipa logam dengan slang dari karet dan 2
tabung gelas skala dalam mm (gambar 5.2). Alat dengan slang karet ini banyak
digunakan pada pembuatan jalan-jalan, jembatan, kanalisasi dan bangunan gedung-
gedung. Setelah slang dihubungkan pada 2 tabung gelas dengan panjang yang diperlukan,
alat diisi dengan air yang telah dihilangkan dari gelembung-gelembung udara. Kedua
tabung gelas ini dipasang tegak lurus dan berdekatan, untuk melihat apakah ada
perbedaan tinggi kedua permukaan air didalam 2 tabung itu; dengan demikian, bila perlu
dapat ditentukan koreksi titik nol skala pada tabung gelas.
Kedua tabung gelas selanjutnya dibawa ke dua titik yang akan ditentukan beda
tingginya, ditungu beberapa menit, hingga permukaan air dalam keadaan tidak bergerak
lagi, barulah tinggi permukaan air didalam dua tabung gelas dibaca beberapa kali. Setelah
pembacaan rata-rata diambil, maka selisih 2 pembacaan akan menjadi beda tinggi 2 titik
yang ditempati oleh tabung gelas itu. Bila pengukuran dilakukan dengan teliti, maka
dapatlah dicapai ketelitian hasil pengukuran yang sama dengan ±1 a 2 mm.

Oleh : Herman Fithra 39


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

Gambar 5.2

3. SYARAT-SYARAT ALAT UKUR PENYIPAT DATAR

Syarat utama yang mesti terpenuhi oleh semua alat ukur penyipat datar adalah :
garis bidik didalam teropong harus sejajar dengan garis arah nivo, selain itu ada syarat
tambahan yang dimaksudkan untuk mempercepat dan memudahkan pengukuran, berupa :
a. Garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu alat ukur penyipat datar
Bila garis bidik yang telah sejajar dengan garis arah nivo tidak tegak lurus pada
sumbu kesatu, maka garis bidik akan membuat sudut α < 90 o dengan sumbu kesatu.
Bila garis bidik diarahkan ke mistar kiri dengan gelembung nivo ditengah-tengah,
maka garis arah nivo dan garis bidik akan mendatar. Tetapi karena garis arah nivo
tidak tegak lurus pada sumbu kesatu, maka sumbu kesatu akan miring dari keadaan
tegak lurus (gambar 5.1). Bila sekarang teropong diputar dengan sumbu kesatu
sebagai sumbu putar dan garis bidik diarahkan ke mistar kanan, maka sudut α antara
garis arah nivo dan sumbu kesatu pindah ke kanan, maka sudut antara α antara garis
nivo dan sumbu kesatu pindah kesebelah kanan, dan ternyata garis arah nivo dengan
sendirinya garis bidik tidak mendatar, sehingga garis bidik yang tidak mendatar
tidaklah dapat digunakan untuk melakukan pembacaan pada mistar. Untuk mendapat
pembacaan b dengan garis bidik yang mendatar, haruslah teropong dipindahkan ke
atas, sehingga gelembung ditengah-tengah.

Oleh : Herman Fithra 40


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

Gambar 5.3
b. Benang mendatar diafragma harus tegaklurus pada sumbu kesatu.
Pada pengukuran tinggi dengan alat penyipat datar, yang dicari selalu titik potong
garis bidik yang mendatar dengan mistar-mistar yang dipasang diatas titik-titik,
sedang diketahui bahwa garis bidik adalah garis lurus yang menghubungkan titik
potong dua benang atau garis diafragma dengan titik tengah lensa objectif teropong.
Maka pada pengukuran akan selalu dibaca pada mistar-mistar tempat titik potong dua
garis diafragma itu pada mistar.
Sebelum alat ukur penyipat datar digunakan untuk mengukur, maka syarat-syarat ini
harus dipenuhi lebih dahulu atau dengan kata lain: alat ukur penyipat datar harus diatur
lebih dahulu, supaya tiga syarat itu dapat dipenuhi.

4. MACAM ALAT UKUR PENYIPAT DATAR

Berdasarkan konstruksi alat ukur penyipat datar dapat dibagi dalam empat macam
utama, yaitu :
a. Alat ukur penyipat datar dengan semua bagiannya tetap. Nivo tetap ditempatkan
diatas teropong, sedang teropong hanya dapat diputar dengan sumbu kesatu
sebagai sumbu putar.

Gambar 5.4

Oleh : Herman Fithra 41


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
b. Alat ukur penyipat datar yang mempunyai nivo revisi, dan ditempatkan pada
teropong. Dengan demikian teropong selain dapat diputar dengan sumbu kesatu
sebagai sumbu putar, dapat pula diputar dengan suatu sumbu yang letak searah
dengan garis bidik. Sumbu putar ini dinamakan sumbu mekanis teropong.
Teropong dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar.

Gambar 5.5
c. Alat ukur penyipat datar dengan teropong yang mempunyai sumbu mekanis,
tetapi nivo tidak diletakkan pada teropong, melainkan ditempatkan dibawah, lepas
dari teropong. Teropong dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur penyipat
datar.

Gambar 5.6
d. Alat ukur penyipat datar dengan teropong yang dapat diangkat dari bagian bawah
alat ukur penyipat datar dan dapat diletakkan dibagian bawah dengan landasan
yang berbentuk persegi, sedang nivo ditempatkan pada teropong.

Oleh : Herman Fithra 42


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

Gambar 5.7
Karena konstruksi berbeda, maka cara pengaturan tiap-tiap macam alat ukur
penyipat datar akan berbeda pula, meskipun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
semua macam alat sama. Dalam konstruksi yang modern, hanyalah macam kesatu dan
kedua yang dapat mempertahankan diri, dengan perkataan lain, semua alat ukur penyipat
datar yang modern hanya dibuat dalam bentuk 1 dan bentuk ke 2 saja.

5. MISTAR DAN PERLENGKAPANNYA

Mistar yang digunakan pada pengukuran penyipat datar dapat dibuat dari kayu
atau alumunium dan panjangnya 3,4 dan 5 m. Karena panjangnya ini dan untuk
memudahkan pengangkutannya, maka mistar-mistar dapat dilipat 1,5 atau 2 m. Skala
mistar dibuat dengan cm, tiap-tiap cm adalah blok merah, putih atau hitam, sedangkan
setiap interval adalah 1 cm atau 10 mm. Tiap-tiap meter diberi warna yang berlainan,
merah-putih dan hitam putih untuk memudahkan pembacaan meter.
Pada gambar 5.8 ada beberapa contoh skala mistar. Pada gambar pertama tiap-tiap
dm diberi dua bagian ā 5 cm yang berbentuk E, satu dengan latar merah atau latar hitam,
sesuai dengan warna meternya dan lainnya dengan latar putih. Pada mistar kelihatan
bentuk E yang berwarna putih, merah atau hitam dan kombinasi sebagai E merah – E
putih, dan E hitam – E putih.

Oleh : Herman Fithra 43


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
6. PENENTUAN BEDA TINGGI ANTARA DUA TITIK

Penentuan beda tinggi antara 2 titik dapat dilakukan dengan 3 cara penempatan
alat ukur penyipat datar, tergantung pada keadaan lapangan.
a. Cara pertama, ialah dengan menempatkan alat ukur penyipat datar diatas salah satu
titik, misalnya pada titik B gambar 5.9.Tinggi a baris bidik (titik tengah teropong)
diatas titik B diukur dengan mistar. Dengan gelembung ditengah-tengah, garis bidik
diarahkan ke mistar yang diletakkan diatas titik lainnya, ialah titik A. Pembacaan
pada mistar dimisalkan b, maka angka b ini menyatakan jarak angka b itu dengan alas
mistar. Maka beda tinngi antara titik A dan titik B adala, t = b – a.

Gambar 5.9
b. Cara kedua, alat ukur penyipat datar ditempatkan antara titik A dan titik B, sedang
dititik-titik A dan B ditempatkan dua mistar (gambar 5.10). Jarak dari alat ukur
penyipat datar ke kedua mistar kira-kira sama. Arahkan garis bidik dengan
gelembung ditengah-tengah ke mistar A (belakang) dank e mistar B (muka), dan
misalkan pembacaan pada dua mistar berturut-turut ada b (belakang) dan m (muka).
Bila selalu diingat, bahwa angka-angka pada rambu selalu menyatakan jarak antara
angka dan alas mistar, maka dengan mudahlah dapat dimengerti, bahwa beda tinggi
antara titik-titik A dan B adalah t = b-m.

Gambar 5.10

Oleh : Herman Fithra 44


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
c. Cara ketiga, tidak selamanya dapat meletakkan alat ukur penyipat datar antara 2 titik
A dan B, misalnya ada selokan. Maka dengan cara ketiga alat ukur penyipat datar
ditempatkan tidak diantara titik A atau B dan tidak juga ditik A atau B, tetapi
disebelah kiri titik A atau disebelah kanan titik B. Pembacaan yang dilakukan pada
mistar yang diletakkan di atas titik-titik A dan B sekarang adalah berturut-turut b dan
m lagi, sehinnga dari gambar 5.11 dapat dengan mudah dimengerti bahwa beda tinggi
t = b-m.

Gambar 5.11
Pengukuran dengan meletakkan alat ukur penyipat datar antara 2 mistar
memberikan hasil paling akurat, karena kesalahan yang mungkin masih ada pada
pengaturan dapat saling memperkecil, apalagi bila jarak antara alat ukur penyipat datar ke
kedua mistar dibat sama, akan hilanglah pengaruh tidak sejajarnya garis bidik dan garis
arah nivo. Dengan demikian beda antara pembacaan mistar belakang dan pembacaan
mistar muka akan menjadi beda tinggi.
Ingatlah : untuk mendapat beda tinggi antara 2 titik selalu diambl pembacaan
mistar belakang dikurangi dengan pembacaan mistar muka, hingga t = b-m.

Contoh :

Oleh : Herman Fithra 45


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

rambu ukur

BA waterpass
BT
BB
A
C

B D
datum

Langkah-langkah kerja :
- Syarat pembacaan BT = (BA + BB) / 2 atau BA + BB = 2 BT
- Alat ukur penyipat datar diberikan pada titik C
- Bak ukur diberikan pada titik A, B dan D
- Alat diarahkan ke bak ukur A dan B dengan bacaan benang tengah masing-masing,
titik A = ,75 m dan titik B = 1,50 m.
- Alat arahkan ke titik D, setelah dibaca pada titik A dan B, dan bacaan benang tengah
pada titik D = 1,05 m.
- Tinggi titik A diatas datum = 1,5 – 0,75 = 0,75 m
- Tinggi titik B diatas datum = 1,5 – 1,05 = 0,45 m
Maka diperoleh :
Beda tinggi antara A dan D = 0,75 – 1,05 = - 0,30 m
Dari A menurun sebesar 0,30 m ke D atau naik lebih tinggi 0,30 m dari titik D.

Oleh : Herman Fithra 46


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

7. PENYIPAT DATAR YANG MEMANJANG

Bila jarak antara 2 titik A dan B yang akan ditentukan titik-titiknya sebegitu besar,
hingga mstar-mstar tak dapat dilihat dengan terang, atau keadaan lapangan yang
sedemikian rupa, maka jarak antara 2 titik dibagi dalam jarak-jarak yang lebih kecil.
Sehingga pengukuran dapat dilakukan dengan mudah dan baik. Jarak-jrak penglihatan
diambil antara 30 a 60 m yang disesuaikan dengan keadaan lapangan, tetapi ambil
maksimum 60 m.
Dalam menentukan beda tinggi t antara 2 titik yang jaraknya besar (gambar 5.12)
maka cara pengukuran berjalan sebagai berikut :

Gambar 5.12
Satu mistar p ditempatkan diatas titik A dan pilihlah tempat untuk alat ukur
penyipat datar M1, sedemikian rupa sehingga garis bidik dapat membaca mistar. Mistar
kedua q diletakkan diatas titik 1 yang dipilih sedemikian rupa pula, hingga garis bidik
memotong mistar kedua q dan jarak antara alat ukur penyipat datar kedua mistar p dan q
kira-kira menjadi sama. Lakukan sekarang pembacaan-pembacaan pada mistar p dan
mistar q, dan misalkan pembacaan-pembacaan ini ada b1 dn m1.
Setelah pembacaan-pembacaan ini ditulis dalam buku ukur, maka alat ukur
penyipat datar dapat dipindahkan ke M2. Mistar p dipindahkan ke titik 2 dan semua
tempat dipilih sedemikian rupa, hingga garis bidik memotong mistar p dan jarak-jarak
dari alat ukur penyipat datar ke kedua mistar sama panjangnya. Mistar q hanya diputar
pelan-pelan, hingga angka-angka mistar ke arah alat ukur penyipat datar yang letak diatas

Oleh : Herman Fithra 47


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
titik M2. Lakukan sekarang pembacaan-pembacaan itu didalam buku ukur. Pekerjaan ini
diulang hingga tiba dititik B.
Ada beberapa cara untuk mencatat pembacaan-pembacaan dan menghitung
pengukuran-pengukuran yang tergantung pada maksud pengukuran. Pada semua cara
digunakan pencatatan dan hitungan secara tabelaris. Semua pembacaan dan jarak ditulis
digaris yang letak antara titik-titik yang ditempati oleh mistar, titik-titik mana ditulis
dalam daftar. Titik-titik alat ukur tidak ditulis dalam daftar.

a. Cara kesatu
Bila hanya dicari beda tinggi antara 2 titik ujungnya saja, maka dapatlah dijumlah
semua pembacaan b dan semua pembacaan m, maka :

t = Σb – Σm, karena :

t 1 = b1 – m 1
t 2 = b2 – m 2
t 3 = b3 – m 3
t m = bn – m n

t1 + t2 + t3 … + tn = (b1 + b2 + b3 + … + bn) – (m1 + m2 + m3 + … + mn)


t = Σb – Σm

maka pencatatan dan hitungan dapat dilakukan seperti berikut :

Oleh : Herman Fithra 48


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

b. Cara kedua
Bila sekarang perlu diketahui pula beda tinggi atau tinggi titik-titik antara kedua titik
ujung A dan B, maka haruslah pula ditentukan beda tinggi masing-masing. Maka,
hitungan dan table dapat dibuat seperti berikut :

c. Cara ketiga
Untuk mendapatkan beda tinggi antara 2 titik, haruslah dilakukan pengurangan. Bila
b > m, maka harus diambil b – m, dan didapat beda tinggi yang positif. Bila b< m,
haruslah diambil b – m = - (m-b) dan didapat beda tinggi yang negatif. Selanjutnya
pada penghitungan tinggi titik harus dilakukan penambahan, bila t positif; dan harus
dilakukan pengurangan bila t negatif. Dapat dibayangkan, bahwa pada waktu

Oleh : Herman Fithra 49


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
mengerjakan hitungan harus hati-hati sekali, angka mana yang harus ditambah dan
dikurangi, ini merupakan sumber kesalahan-kesalahan.
Sekarang akan dicari jalan, supaya b – m dapat diambil, baik untuk b > m maupun b<
m, dan supaya pekerjaan hanya menambah pada waktu menghitung tinggi titik-titik.
Keadaan ini telah tercapai untuk b > m.
Bila sekarang b< m seperti keadaan diantara titik-titik 1 dan 2, dengan b = 0,795 m
dan m = 2,282 m, maka b-m = 0,795 – 2,282 = -1,487.Angka 1,487 didapat dari 2,282
dikurangi dengan 0,795.
Angka negative -1,487 supaya dapat dinyatakan dengan angka positif, ikutilah cara
logaritmus fungsi-fungsi sinus, cosinus dan tangent. Maka 1,487 = 8,513 – 10,
sehinga -1,487 dapat dinyatakn dengan angka 8,513; tetapi ingat harus dikurangi
dengan 10. Hal mengurangi dengan 10 dapat dinyatakan dengan tanda silang yang
ditulis dimuka angka 8,513; jadi demikian : x 8,513; angka mana disebut angka
dekadis, karena harus dikurangi dengan 10 (deka). Untuk mendapat tinggi titik-titik
harus dikerjakan cara menambah, karena angka dekadis tidak mempunyai tanda lagi.
Beda-beda tinggi tidak perlu lagi diperlengkapi pula dengan tanda positif atau negatif.
Tabel hitungan dapat dibuat sebagai berikut :

d. Cara keempat
Pengukuran-pengukuran yang harus mempunyai ketelitian besar, dilakukan pulang
pergi, dan bila dua pengukuran mempunyai selisih yang lebih kecil dari harga yang
diizinkan, diambil harga rata-rata dari 2 hasil pengukuran. Harga kesalahan yang
diizinkan dinamakan harga toleransi.

Oleh : Herman Fithra 50


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Pada contoh berikut pengukuran pulang ditulis disamping pengukuran pergi. Hasil
dua pengukuran pulang pergi memiliki selisih yang disebabkan oleh kesalahan-
kesalahan dapat dibagi dalam 2 bagian; kesalahan sistematis dan kesalahan yang
secara kebetulan. Kesalahan-kesalahan sistematis adalah kesalahan-kesalahan yang
selalu mempunyai arah yang sama, hingga selalu bertambah. Kesalahan-kesalahan ini
disebabkan misalnya oleh masuknya alat ukur penyipat datar di dalam waktu garis
bidik dipindahkan dari mistar satu ke mistar lainnya, oleh masuknya mistar pada
waktu alat ukur penyipat datar dpindahkan dari satu tempat ke tempat berikutnya.
Kesalahan-kesalahan yang kebetulan dapat mempunyai tanda positif atau negatif,
sehingga kesalahan kebetulan dapat saling melenyapkan. Kesalahan kebetulan
disebabkan karena misalnya kesalahan pada pembacaan dengan cara kira-kira, kurang
telitinya penempatan, gelembung ditengah-tengah dan sebagainya.
Berikut diberikan contoh pengukuran penyipat datar pulang pergi.

Oleh : Herman Fithra 51


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

BAB VI
PENENTUAN LETAK TITIK-TITIK
DENGAN KOORDINAT-KOORDINAT

1. PENDAHULUAN

Bila harus ditentukan letak titik P dari titik A yang sudah diketahui koordinat-
koordinatnya, maka perlu ditentukan terlebih dahulu adalah arah dari titik A ke titik P.
Untuk menentukan dimana letak titik P pada arah itu, perlu diketahui jarak antara titik A
ke titik P, misalkan d. Maka arah AP dibuat jarak sebesar d, maka letak titik P dan titik A
dapat diketahui (gambar 6.1)

Oleh : Herman Fithra 52


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
P

dap
αap

Gambar 6.1
Maka untuk menentukan letak titik dari titik lainnya, diperlukan unsur-unsur :
- arah
- jarak

Suatu arah ditentukan dengan sudut jurusan, yang :


- dimulai dari arah ke Utara geografis
- diputar dengan cara jalannya jarum jam
- diakhiri pada arah yang bersangkutan

Sudut jurusan diberi tanda dengan α dan bila α ini mengenai dengan arah dan A ke
titik P, maka sudut jurusan dari A ke P, ditulis dengan α ap . Dengan demikian unsure-unsur
yang diperlukan menjadi :
- sudut jurusan α
- jarak d
Prinsip yang dapat dipakai adalah sebagai berikut :
- untuk mencari sudut urusan α, haruslah digunakan sudut jurusan yang sudah
diketahui besarnya.
- Untuk mencari arak d, digunakan jarak yang sudah diketahui.
Sudut jurusan yang dapat ditentukan adalah suatu arah antara dua titik A dan B
dengan diketahui koordinat-koordinat, karena dengan cara menggambar letak titik A dan

Oleh : Herman Fithra 53


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
B dapat ditentukan dengan menggunakan kordinat-koordinat, sehingga dengan cara
menggambar diketahui letak garis AB itu.
Bilamana dititik A ada arah ke titik P misalnya, maka arah itu dapat ditentukan
dengan sudut BAP antara arah AB dan arah AP, dimana besarnya sudut diperoleh dengan
mengukur langsung dititik A; msalnya sudut itu adalah α. Maka dapat diketahui (gambar
6.2).
αap = αab + α.

Gambar 6.2

Unsur-unsur yang penting pada ilmu geodesi umumnya menjadi :


- unsur jurusan α
- jarak d
- sudut antara 2 arah

2. PENENTUAN SUDUT JURUSAN ARAH

Diketahui titik – titik A (Xa1, Y) dan B (Xb1, Yb) menjadi titik ujung garis AB
maka sudut jurusan garis AB menjadi αab (gambar 6.3). Untuk dapat menghitung
besarnya αab, haruslah αab menjadi sudut suatu segitiga siku-siku. Untuk mendapatkan
segitiga siku-siku ini, tariklah melalui titik A garis lurus // sumbu X dan garis // sumbu Y.
Kedua garis ini berpotongan dititik C dengan < C = 90o. Maka αab menjadi sudut ABC
didalam segitiga siku-siku ABC.

Oleh : Herman Fithra 54


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

Gambar 6.3
Dapat dengan mudah ditentukan, bahwa kedua sisi siku-siku AC = Xb – Xa dan
BC = Yb – Ya. Maka dalam segitiga siku-siku ABC didapat :
Xb - Xa
tg αab =
Yb – Ya

Dengan menyatakan kedua sisi siku dengan sisi miring didapat :


Xb – Xa = dab sin αab
Yb – Ya = dab cos αab
Maka :
Xb – Xa Yb - Ya
dab = =
sin αab cos αab

Rumus (1) dan (2) menjadi rumus dasar untuk mencari sudut jurusan Xab dan jarak α ab
antara titik A (Xa, Ya) dan B (Xb, Yb).
Menurut ketentuan sudut jurusan α : adalah sudut yang dimulai dari arah Utara
geografis, maka arah Utara ini diambil sebagai sumbu Y suatu salib sumbu (gambar 6.4).

Oleh : Herman Fithra 55


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

Gambar 6.4

Apabila arah Utara ini diam sebagai kaki sudut jurusan yang tetap, maka kaki
lainnya diambil sebagai kaki sudut jurusan yang bergerak dengan arah yang sama dengan
jalannya jarum jam.
Pada waktu kaki bergerak OP:
Berimpit dengan sumbu Y yang positif, α = 0
Berimpit dengan sumbu X yang positif, α = 90
Berimpit dengan sumbu Y yang negatif, α = 180
Berimpit dengan sumbu X yang negatif, α = 270
Berimpit dengan sumbu Y yang positif, α = 360
dengan demikian kaki OP yang bergerak melalui daerah-daerah : 0o – 90o; 90o – 180o;
180o – 270o; 270o – 3600o, daerah-daerah mana disebut :
Kuadran I 0o – 90o
Kuadran II 90o – 180o
Kuadran III 180o – 270o
Kuadran IV 270o – 360o
Dan kuadran berputar dengan searah jarum jam.

Oleh : Herman Fithra 56


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

Gambar 6.5

Pada gambar 6.5 garis AB, dengan sebelah kiri ab dan disebelah kanan αba. Kedua
arah AB dan BA mempunyai arah yang berlawanan, dengan memperpanjang AB, maka
didapat pula αab. Maka pada sebelah kanan dapat ditentukan hubungan antara αab dan αba,
karena terbukti bahwa :
αba = αab + 180
atau αab - αab = 180
Berdasarkan uraian ini, maka diperoleh dua sifat yang penting dari sudut urusan :
 0o < α < 360o (sudut jurusan terletak antara 0o dan 360o).
 αab - αab = 180o (dua sudut jurusan dari dua arah yang berlawanan berselisih
180o).

3. MENENTUKAN BESARNYA SUDUT JURUSAN

Meskipun membagi kuadran pada Ilmu Ukur Sudut dan Ilmu Geodesi berlawanan
arah, pada Ilmu Ukur Tanah berputar dari kanan ke kiri dan pada Ilmu Geodesi berputar
dari kiri ke kanan, tetapi daerah kuadran pada dua ilmu ini menyatakan daerah yang
sama.
Segala sesuatu mengenai sinus, cosinus dan tangens berlaku penuh pada ilmu
geodesi. Rumus untuk menentukan letak kuadran sudut jurusan α adalah :
Xb - Xa
tg αab =
Yb – Ya
Untuk menyingkat tulisan, ambillah Xb – Xa = ΔX
dan Yb – Ya = ΔY, maka :
ΔX
tg αab =
ΔY

Oleh : Herman Fithra 57


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Tanda dari tg αab tergantung pada tanda-tanda dari ΔX dan ΔY. Berilah kepada ΔX dan
ΔY tanda-tanda yang sama untuk absis ΔX dan ordinat ΔY.
Absis X diberi tanda positif, bila terletak disebelah kanan sumbu Y, dan tanda
negatif bila terletak disebelah kiri sumbu Y.Ordinat Y mempunyai tanda positif bila
terletak diatas sumbu X, dan negatif bila dibawah sumbu X (gambar 6.6).

Gambar 6.6.
Tanda tg αab akan positif, bila ΔX dan ΔY mempunyai tanda yang sama, ialah di
kuadran I dan III. Tanda tg α ab akan negatif, bila ΔX dan ΔY mempunyai tanda yang
berlawanan, ialah dikuadran II dan III.
Jelaslah pada tanda tg αab positif, haruslah dipilih untuk menentukan αab di
kuadran I atau III, sedangkan pada tg αab negatif, haruslah dipilih untuk menentukan αab di
kuadran II atau IV untuk meletakkan αab (gambar 6.7)
Tanda tg αab positif.

Gambar 6.7.

Oleh : Herman Fithra 58


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Bila αab betul, maka pada penggunaan untuk menentukan jarak dab dengan sin αab dan cos
αab, didapat dua harga dab yang sama :
Xb – Xa Yb - Ya
dab = =
sin αab cos αab
dan tanda untuk dab kedua-duanya harus poditif.

4. SOAL-SOAL

Titik – titk P, Q, R dan S digabungkan pada titik A. Sebagai titik pengikat titik A
diberi indeks 1, sedangkan titik-titik P, Q, R dan S sebagai titik anu diberi indeks 2.
Diketahui koordinat-koordinat titik sebagai berikut :
A : x = - 1426,81 y = + 1310,54
P : = - 4125,43 = - 967,65
Q : = + 2852,66 = + 2783,08
R : = + 1492,28 = - 1091,19
S : = - 3600,28 = + 1310,54
Carilah : αab ; αaq ; αas ; dab ; daq dan das.

Penyelesaian :

Oleh : Herman Fithra 59


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
BAB VII
CARA MENENTUKAN KOORDINAT-KOORDINAT
SUATU TITIK

1. PENDAHULUAN

Cara-cara yang dapat digunakan untuk menentukan koordinat-koordinat suatu


atau beberapa titik adalah sebagai berikut :
a. Menentukan koordinat-koordinat satu titik,
 Dengan cara mengikat ke muka pada titik yang tertentu, yang diukur adalah
sudut-sudut yang ada di titik pengikat.
 Dengan cara mengikat ke belakang pada titik yang telah tentu, yang diukur
adalah sudut-sudut yang berada dititik yang belum tentu.
b. Menetukan koordinat-koordinat lebih dari satu titik,
 Dengan membuat polygon, titik-titik terletak memanjang dan digabungkan
satu sama lain sehingga terbentuk segi-banyak (poligoon)
 Dengan membuat bentuk dengan segitiga-segitiga, titik-titik digabungkan satu
sama lain sehingga membentuk segitiga.

2. PENJELASAN SECARA SINGKAT

a. Cara mengikat ke muka


Apabila titik P diikat pada titik A(xa, ya) maka untuk mencari xp dan yp diperlukan
αap dan dap. αap dapat ditentukan dengan α yang diketahui dan dap dari jarak pula yang
diketahui. Untuk kedua unsur α dan d dapat digunakan α dan d dari garis lurus dengan
kedua titik ujungnya diketahui, misalnya dengan titik A (xa, ya) dan B(xb, yb).
Untuk memperoleh dap dan dap, maka perlu dibuat suatu segitiga dengan dua
sisinya dap dan dap. Maka perlu pula dihubungkan P dengan titik B, sehingga terbentuk
segitiga PAB. Pada cara mengikat diukur sudut-sudut yang ada pada titik-titik pengikat A
(xa, ya) dan B(xb, yb) ialah sudut PAB = α dan sudut PBA = β. Maka dari segitiga
diketahui alas dab dan dua sudut alasnya α dan β. Segitiga PAB dapat dilukiskan dan
dengan titik A dan B diletakkan dengan koordinatnya. Maka dengan lukisan dapat

Oleh : Herman Fithra 60


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
ditentukan tempat titik P terhadap A dan B. Segala sesuatunya yang bentuknya dapat
dilukiskan dapat pula dihitung unsur-unsurnya, jadi xp dan yp dari titik P (Gambar 7.1).
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah : pada cara megikat ke muka diperlukan paling
sedikit dua titik pengikat.

A α

β
B

Gambar 7.1.
b. Cara mengikat ke belakang
Pada cara mengikat ke belakang, yang diukur adalah sudut-sudut yang ada di titik
P yang akan dicari tempatnya. Apabila digunakan dua titik A (x a, ya) dan B(xb, yb) sebagai
titik-titik pengikat, maka yang diukur sekarang adalah sudut APB. Maka dari segitiga
APB diketahui alas dab dan sudut puncaknya sudut APB = α, jadi barulah dari segitiga
APB diketahui dua unsurnya, sehingga tidak dapat dilukiskan dan titik P belum dapat
dipastikan letaknya. Meskipun demikian ada yang diketahui mengenai titik P, ialah
tempat kedudukan titik P. Untuk dengan pasti ditentukan tempat titik P, diperlukan lagi
satu tempat kedudukan untuk mendapatkan tempat titik P dengan pasti dan diperlukan
lagi satu titik tertentu, misalnya titik C (x c, yx) dan sebagai alas digunakan sisi BC dan
perlu diukur sudut BPC = β yang terletak dititik P. Maka dari segitiga BPC diketahui alas
dab dan sudut BPC = β, dengan demikian dapat dilukis tempat kedudukan untuk titik P.
Titik P menjadi titik potong dua tempat kedudukan itu. Tempat kedudukan pertama
adalah busur lingkaran dari lingkaran yang melalui titik-titik A(xa, ya) dan B(xb, yb),
sedang tempat kedudukan yang kedua adalah busur lingkaran yang melalui titik-titik
B(xb, yb) dan C(xc, yc). Pada cara mengikat kebelakang diperlukan paling sedikit tiga titik
pengikat.

Oleh : Herman Fithra 61


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
c. Cara membuat poligoon.
Cara ini digunakan, apabila titik-titik yang akan dicari koordinat-koordinatnya
terletak memanjang sehingga membentuk segitiga banyak (poligoon). Dari poligoon ini
haruslah nantinya dapat dihitung koordinat-koordinat titiknya, dari rumus telah diketahui:
x2 = x1 + d12 sin α12
y2 = y1 + d12 cos α12
diperlukan x dan y yang telah tentu (x1 dan y1); jarak antara dua titik 1 (x 1, y1) dan 2
(x2,y2) dengan x2 dan y2 dihitung dengan x1, y1 jarak d12 dan sudut jurusan garis 12, α12.
Maka poligoon harus diawali dengan titik yang sudah diketahui koordinat dan untuk
dapat ditentukan sudut-sudut jurusan sisi-sisi poligoon, haruslah dititik awal digunakan
arah α yang telah tentu, sedang jarak-jarak antara titik-titik poligoon diukur langsung
(gambar 7.2)

Gambar 7.2
Maka yang diukur dari poligoon adalah :
- jarak (d)
- Sudut poligoon (s)
Untuk penelitian terhadap d dan s yang diukur, dari poligoon perlu diketahui x dan y
titik-titik awal dan akhir, dan sudut permon x awal dan akhir di titik ujung poligoon.
Sarat-sarat yang harus dipenuhi oleh unsur-unsur sudut dan jarak yang diukur, harus
dicari terlebih dahulu untuk memberi koreksi pada sudut-sudut dan pada bilangan yang
bersangkutan dengan jarak-jarak yang diukur.

Oleh : Herman Fithra 62


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

BAB VIII
POLIGON

1. TEORI

Cara membuat suatu poligoon adalah cara pertama untuk menentukan tempat
lebih dari satu titik. Telah diketahui pula, bahwa pada ujung awal poligoon diperlukan
satu titik yang tentu dan sudut jurusan yang tentu pula. Supaya keadaan menjadi simetris,
maka pada ujung akhir dibuat titik yang tentu pula dan diikat pada jurusan yang tentu
lagi. Umumnya suatu poligoon dimulai dan diakhiri pada titik – titik tertentu dan diikat
pada kedua ujung pada dua jurusan tertentu pula.
Sebelum dimulai dengan menghitung koordinat-koordinat titik-titik poligoon,
maka lebih dahulu harus diteliti pengukuran poligoon. Karena untuk dapat menentukan
koordinat-koordinat diperlukan sudut dan jarak, maka yang diukur pada poligoon adalah
sudut-sudut dan jarak-jarak pada poligoon itu. Maka yang harus diteliti sudut-sudut dan
jarak-jarak itu. Untuk dapat melakukan penelitian, maka harus diketahui dan ditentukan
lebih dahulu syarat-syarat apakah yang harus dipenuhi oleh suatu poligoon. Diukur pada
poligoon semua sudut antara sisi-sisi polygoon dan panjang semua sisi.

Gambar 8.1

Oleh : Herman Fithra 63


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
Telah diketahui, bahwa sudut-sudut jurusan diperlukan untuk mencari koordinat-
koordinat. Maka akan dicari sudut jurusan semua sisi poligoon. Dari gambar 8.1 dapat
dilihat, bahwa :
αa1 = αap + So
α12 = α1a + S1 – 360o = (αap + So + 180o) + S1 – 360o = αap + So + S1 – 180o
α23 = α21 + S2 – 360o = (αap + So + S1 - 180o+ 180o) + S21 – 360o
= αap + So + S1 + S2 – 360o
α3b = α32+ S2 – 360o = (αap + So + S1 + S2 - 360o + 180o) + S31 – 360o
= αap + So + S1 + S2 + S3 – 540o
αbq = αk3 + S4 – 360o = (αap + So + S1 + S2 + S3 - 540o + 180o) + S4 – 360o
= αap + So + S1 + S2 + S3 + S4 – 720o
Jadi :
αbq = αap + So + S1 + S2 + S3 + S4 – 720o
atau : So + S1 + S2 + S3 + S4 = (αbq - αap) + 720o
Ruas kiri adalah jumlah sudut-sudut yang diukur, sedang ruas kanan terdiri atas
dua suku dengan suku pertama selisih antara sudut jurusan akhir dan sudut jurusan awal;
suku kedua adalah kelipatan dari 180o. Sudut jurusan akhir dan sudut jurusan awal dapat
dihitung dengan koordinat-koordinat titik A, P, B dan Q.
tg αbq = ( xq – xb) : (yq – yb)
tg αap = ( xp – xa) : (yp – ya)
dengan demikian didapatlah syarat yang harus dipenuhi oleh sudut – sudut poligoon yang
diukur, yakni :
Jumlah sudut-sudut yang diukur sama dengan selisih sudut jurusan akhir dan
sudut jurusan awal ditambah dengan kelipatan dari 180o.
Untuk mendapat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sisi-sisi poligoon yang
diukur, proyeksikanlah sisi-sisi poligoon pada sumbu X ada d 1’, d2’ dan seterusnya dan
proyeksi pada sumbu Y ada d1’, d2’ dan seterusnya. Proyeksi –proyeksi d1’, d2’ dan
seterusnya dan d1”, d2” dan seterusny selalu didapat pula didalam segitiga sikusiku
dengan sisi-sisi poligoon d1, d2 dan seterusnya sebagai sisi miringnya. (gambar 8.1). Dari
gambar tersebut dengan mudah ditemukan :
d1’ = d1 sin αa1

Oleh : Herman Fithra 64


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil
d2’ = d2 sin α12
d3’ = d3 sin α23
d4’ = d4 sin α3b

d1’ + d2’ + d3’ + d4’ = d1 sin αa1d2 sin α12+ d3 sin α23 + d4 sin α3b, sedang d1’ + d2’ + d3’ + d4’
= Xb – Xa, sehingga :
d1 sin αa1 + d2 sin α12+ d3 sin α23 + d4 sin α3b = Xb – Xa
atau :
Σd sin α = Xb – Xa.
Dengan perkataan : Jumlah d sin α harus sama dengan selisih absis titik akhir dan absis
titik awal poligoon.
Terhadap proyeksi pada sumbu Y dapat ditulis :
d1” = d1cos αa1
d2” = d2 cos α12
d3” = d3 cos α23
d4” = d4 cos α3b

d1” + d2” + d3” + d4” = d1 cos αa1 + d2 cos α12+ d3 cos α23 + d4 cos α3b
dan karena d1”+ d2” + d3” + d4” =Yb – Ya, maka :
cos αa1 + d2 cos α12+ d3 cos α23 + d4 cos α3b = Yb – Ya
atau :
Σd cos α = Yb – Ya.
Dengan perkataan : Jumlah d cos α harus sama dengan selisih ordinat titik akhir dan
ordinat titik awal poligoon.
Maka syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu poligoon adalah :
Syarat pertama : Σ sudut yang diukur = (α akhir – α awal) + n. 180o.
Syarat kedua : Σ d sin α = X akhir - X awal
Syarat ketiga : Σ d cos α = Y akhir - Y awal

Oleh : Herman Fithra 65


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

BAB IX
PENGGAMBARAN GARIS KONTUR

1. PENDAHULUAN

Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai


ketinggian yang sama dari suatu datum. Garis miring suatu bidang acuan tertentu, garis
tersebut kontinyu tidak dapat ketemu atau memotong garis kontur yang lain dan juga
tidak dapat bercabang menjadi garis kontur yang lain kecuali pada hal-hal yang kritis
seperti jurang atau tebing.
Garis datum adalah garis yang menjadi bidang persamaan atau yang menjadi
bidang acuan tertentu.

Peta Kontur.

Ketinggian antara garis-garis kontur yang berurutan disebut:


“selang vertikal atas selang kontur dari besarnya selalu tetap pada peta”.
A. Kemiringan

Oleh : Herman Fithra 66


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

kemiringan
Selang vertikal

B
A Jarak vertikal

selang vertikal AC
Kemiringan = =
Jarak horizontal AB

Satuan kemiringan dalam perbandingan atau persen (%)


B. Karakteristik garis kontur

80
120

90 110

60
100

50

100

1100

120

Oleh : Herman Fithra 67


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

Oleh : Herman Fithra 68


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

Oleh : Herman Fithra 69


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

Oleh : Herman Fithra 70


Ilmu Ukur Tanah
Jurusan Teknik Sipil

Oleh : Herman Fithra 71

Anda mungkin juga menyukai