A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sipat dasar (levelling) adalah suatu operasi untuk menentukan beda tinggi antara
dua titik dipermukaan tanah. Sebuah bidang datar acuan, atau datum, ditetapkan dan
elevasi diukur terhadap bidang tersebut. Beda elevasi yang ditentukan dikurangkan
atau ditambah dengan nilai yang ditetapkan, dan hasilnya adalah elevasi titik-titik
tadi.
Salah satu metode pengukuran sipat datar adalah pengukuran sipat datar metode
polar. Pengukuran sipat datar cara polar ini sangat cocok untuk memdapatkan
perbedaan ketinggian daerah yang luas dan beda tingginya tidak terlalu
menyolok/relatif datar. Dari data yang diperoleh yang sudah diadakan analisa dan
hitungan serta penggambaran dapat digunakan untuk perencanaan pekerjaan tanah
berupa galian.
b. Agar mahasiswa mampu dan terampil dalam menggunakan alat PPD sesuai
dengan prosedur.
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini ada 3, yaitu sebagai berikut :
a. Waterpass
c. Kompas
d. Bak ukur
e. Pita Ukur
f. Payung
g. Alat tulis
4. Langkah Kerja Pengukuran Dengan Menggunakan Cara Polar
f. Arahkan teropong pesawat ke titik ke-1, kemudian baca Ba,Bt,Bb dan sudut
horizontalnya. Kemudian ukur jarak permukaan dan tinggi alat menggunakan
pita ukur.
j. Dengan cara yang sama lakukanlah ketitik-titik berikutnya hingga seluruh titik
sesuai dengan sket area lokasi.
𝐵𝑎+𝐵𝑏
Bt =
2
1,270+1,203
= 𝐷. 𝑂𝑝𝑡𝑖𝑠
2
= (𝐵𝑎 − 𝐵𝑏) × 100
=1,236 𝑚 = (1,437 − 1,378) × 100
= 5,9 𝑚
𝐷. 𝑂𝑝𝑡𝑖𝑠
= (𝐵𝑎 − 𝐵𝑏) × 100
= (1,270 − 1,203) × 100 Titik C
= 6,7 𝑚 Benang Atas :1,472 m
1,472+1,374
=
2
Titik E
=1,424 𝑚
Benang Atas :1,512 m
𝐷. 𝑂𝑝𝑡𝑖𝑠
Benang Tengah :1,462 m
= (𝐵𝑎 − 𝐵𝑏) × 100
= (1,472 − 1,374) × 100 Benang Bawah :1,413 m
𝐵𝑎+𝐵𝑏
Bt =
Titik D 2
1,512+1,413
Benang Atas :1,492 m =
2
Benang Tengah :1,452 m
=1,462 𝑚
Benang Bawah :1,413 m
𝐷. 𝑂𝑝𝑡𝑖𝑠
Koreksi Benang
= (𝐵𝑎 − 𝐵𝑏) × 100
𝐵𝑎+𝐵𝑏 = (1,512 − 1,413) × 100
Bt =
2
= 9,9 m
1,492+1,413
=
2
=1,452 𝑚
𝐷. 𝑂𝑝𝑡𝑖𝑠
= (𝐵𝑎 − 𝐵𝑏) × 100
= (1,472 − 1,374) × 100
3. Pengolahan Data Luas Dengan Cara Polar
𝐴 × 𝐸 𝑆𝑖𝑛 𝑎
𝐿𝐼 =
2
𝐶 × 𝐷 𝑆𝑖𝑛 𝑑
6,7 × 9,9 𝑆𝑖𝑛 99° 𝐿𝐼𝑉=
= 2
2
9,8 × 8 𝑆𝑖𝑛 204°
=
= 32,7566 m 2
= −15,9440 𝑚
𝐴 ×𝐵 𝑆𝑖𝑛 𝑏
𝐿𝐼𝐼 =
2
𝐷 × 𝐸 𝑆𝑖𝑛 𝑒
6,7 × 5,9 𝑆𝑖𝑛 82° 𝐿𝐼𝑉 =
= 2
2
8 × 9,9 𝑆𝑖𝑛 261°
= 19,5726 m =
2
= −39,1124 𝑚
𝐵 × 𝐶 𝑆𝑖𝑛 𝑐
𝐿𝐼𝐼𝐼 =
2
= 19,3445 m
4. Kesimpulan
Setelah dilakukannya praktikum di lapangan dapat disimpulkan bahwa setiap
pengukuran tidak selalu sama, karena ketepatan suatu pengukuran ditentukan oleh
ketelitian penglihatan mata kita dan kelembutan tangan kita saat menggeser melewati
bidang yang kita hitung.