Anda di halaman 1dari 23

Besi Cor

Besi cor merupakan paduan Besi-Karbon dengan kandungan C diatas 2% (pada umumnya sampai
dengan 4%). Paduan ini memiliki sifat mampu cor yang sangat baik namun memiliki elongasi yang
relatif rendah. Oleh karenanya proses pengerjaan bahan ini tidak dapat dilakukan melalui proses
pembentukan, melainkan melalui proses pemotongan (pemesinan) maupun pengecoran.

Dari warna patahan, dapat dibedakan 3 jenis besi cor yaitu Besi Cor Putih yang terdiri dari struktur
ledeburit (coran keras), struktur campuran antara perlit dengan ledeburit yang disebut Besi
Cor Meliert dan struktur perlit dan atau ferit serta ledeburit masih terdapat sejumlah unsur karbon
dalam bentuk koloni grafit yang disebut Besi Cor Kelabu.

Jenis dari ketiga besi cor tersebut sangat tergantung dari kandungan dan komposisi antara C dan Si
serta laju pendinginannya, dimana laju pendinginan yang tinggi akan menghasilkan struktur besi
cor putih sedangkan laju pendinginan yang lambat akan menghasilkan pembekuan kelabu.

Gambar 1 memperlihatkan patahan dari sebuah sampel besi cor yang dicor sebagian pada media
cetak logam dan sebagian lainnya pada media cetak pasir.

Gambar 1. Patahan sampel besi cor media cetak berbeda.

Didaerah ujung kiri sampel, karena pada bagian tersebut merupakan media cetakan logam akan
membeku secara cepat dan menghasilkan struktur ledeburit yang keras, sedangkan didaerah ujung
kanan yang menggunakan media cetak pasir yang menghasilkan laju pembekuan lambat
menghasilkan struktur kelabu. Didaerah tengah yang merupakan daerah transisi keduanya terdapat
struktur meliert.

Paduan biner Besi-Karbon pada pendinginan normal akan membeku secara metastabil sehingga
pada pada komposisi hipoeutektik akan menghasilkan struktur ledeburit (perlit + sementit
sekunder), sedangkan pada komposisi hipereutektik terdiri dari sementit primer dan ledeburit.
Barulah pada laju pendinginan yang amat sangat lambat, atau dengan kandungan Si yang cukup
tinggi, pembekuan akan berlangsung secara stabil, dimana sementit (Fe3C/besikarbida) pada
temperatur tinggi akan terurai sebagai berikut:

Fe3C –> 3Fe + C

Dalam hal ini C merupakan unsur elementer yang berkoloni membentuk grafit (penggrafitan tak
langsung), serta tidak menutup kemungkinan bahwa grafit telah pula terbentuk langsung dari
cairan (penggrafitan langsung). Dengan demikian paduan tidak lagi menganut sistem Besi-
Besikarbida, melainkan Besi-Grafit.
Pada kenyataannya, dikarenakan oleh berbagai hal, kristalisasi dari besi cor kelabu berlangsung
tidak demikian, dan bagian-bagian dari struktur tidak dapat dengan mudah dibatasi sebagaimana
pada besi cor putih.

Akibat dari terjadinya undercooling, terdapat sebagian kecil dari karbon yang tertransformasi
menjadi besikarbid setelah sebagian besar dari cairan tertransformasi menjadi besi dan grafit.
Pembentukan grafit sangat tergantung dari jumlah inti-inti grafit. Sementara itu grafit memiliki
kecenderungan kuat untuk saling mengelompok serta menjadi bentuk lembaran-lembaran grafit.

Sistem Metastabil (Fe-Fe3C) Sistem Stabil (Fe-C)

Ledeburit (austenit + sementit) Grafit eutektik (austenit +


grafit)
Perlit (ferit + sementit) Grafit eutektoid (ferit + grafit)
Sementit primer (sepanjang Grafit primer (sepanjang garis
garis CD) C’D’)
Sementit sekunder Grafit segregat (sepanjang
(sepanjang garis SE) garis S’E’)

Tabel 1. Perbandingan struktur pada sistem metastabil dengan stabil

Peristiwa ini terjadi pada saat sisa cairan mencapai konsentrasi eutektiknya yang diikuti dengan
segregasi grafit, dimana pada stiap laju pendingainan yang lebih rendah, maka pertumbuhan
lembaran grafit tersebut akan semakin kasar, bahkan hingga menjadi grafit batas butiran.

Gambar 2. Grafit eutektik pada besi cor kaya Si.

Non-etsa.
Gambar 3. Grafit batas butiran.

Non-etsa.

Grafit yang halus dapat dicapai pada besi cor dengan kandungan Si sangat tinggi (lebih kurang 4%)
dan melalui proses pendinginan yang cepat. Selain dari itu, perlakuan-perlakuan peleburan maupun
karena pengaruh dari terdapatnya unsur-unsur lainnya dapat pula mempengaruhi pertumbuhan
dari grafit. Suatu penahanan yang lama pada temperatur diatas T liq akan menyebabkan terjadinya
pengahalusan grafit sebagai akibat dari penghancuran kumpulan grafit.

Kandungan P yang tinggi didalam besi cor (sekitar 1.5%) akan menyebabkan terbentuknya grafit
Nester, sebagai akibat dari segregasi unsur P, sedangkan pembubuhan unsur Mg akan
mengakibatkan grafit tumbuh dalam bentuk bulat.

Gambar 4. Grafit Nester pada besi cor kaya P.


Non-etsa.

Gambar 5. Pembulatan grafit akibat


pembubuhan unsur Mg.
Non-etsa.

Bentuk-bentuk grafit dinyatakan dengan angka romawi I sampai dengan VII sebagaimana
ditunjukkan pada gambar 6 dan 7.

Gambar 6. Standar bentuk grafit menurut VDG-Merkblatt P441.


Gambar 7. Standar bentuk grafit menurut ASTM-Spezifikation A 247.

(I = Grafit Bulat, IV = Grafit Vermikular, VII = Grafit Lamelar)

Sedangkan sebaran grafit khususnya untuk bentuk I dinyatakan dengan huruf kapital A sampai E
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 8.

Gambar 8. Standar sebaran grafit menurut VDG-Merkblatt P441.

Grafit A : Grafit eutektik lamelar (grafit lamelar yang tersebar


secara merata dan seragam).
Grafit B : Grafit mawar (Rosette).
Grafit C : Grafit kasar (grafit primer) yang tersebar diantara grafit-
grafit eutektik. Umumnya terdapat pada komposisi besi
cor hipereutektik.
Grafit D : Grafit interdenditrik (grafit undercooling). Umumnya
terjadi pada komposisi besi cor hipoeutektik.
Grafit E : Grafit interdendritik yang terurai. Umumnya terjadi pada
komposisi besi cor hipoeutektik.

Secara umum proses pembekuan dari besi cor dengan kandungan C antara 2% sampai 4% adalah
sebagai berikut: Dari cairan (kemungkinan pada saat ini telah terdapat inti-inti grafit) akan
terbentuk kristal g-primer yang dengan demikian konsntrasi C didalam sisa cairan akan meningkat
menuju kekomposisi eutektik. Sisa cairan kemudian akan tertransformasi secara eutektik menjadi
ledeburit dan sejumlah grafit.

Pada pendinginan selanjutnya sementit pada ledeburit akan tertransformasi menjadi austenit dan
grafit dan untuk selanjutnya grafi-grafit akan tersegregasi keluar dari austenit (serpanjang garis
E’S’ diagram biner Besi-Karbon). Grafit-grafit sekunder ini terbentuk menempel pada grafit primer
yang oleh karenanya tumbuh semakin besar.
Akhirnya, pada pendinginan stadium 3, terjadilah transformasi eutektoid dimana kristal g (austenit)
akan berubah menjadi perlit. Ketika pendinginan berlanjut (temperatur sesaat setelah 720 oC),
sebagian dari perlit juga akan terurai menjadi ferit dan grafit yang sebagaimana grafit terdahulu
tumbuh menempel pada grafit-grafit yang telah ada, sehingga akhirnya ferit yang terbentuk akan
selalu berada disekitar grafit (awan ferit).

Hal yang sangat penting sehubungan dengan struktur dasar (matriks) besi cor adalah pengaruh
unsur Si terhadap besikarbida (Fe3C), dimana Si akan mengakibatkan besikarbida terurai menjadi
besisilikat dan karbon (grafit) sebagaimana reaksi berikut:

Fe3C + Si –> Fe3Si + C

Kandungan Si yang tinggi memiliki pengaruh yang mirip dengan kandungan C yang dinaikkan serta
mengakibatkan perlambatan laju pendinginan sehingga mengarah ke sistim stabil Besi-Grafit.

Gambar 9. Diagram besi cor menurut Maurer.

Maurer mengembangkan suatu diagram besi cor dengan kandungan C dan Si berbeda-beda pada
suatu laju pendinginan tertentu (yaitu pada spesimen cor diameter 30 mm) yang memperlihatkan
perbedaan matriks pada setiap kandungan C dan Si.

Kandungan C dan si yang rendah akan menyebabkan terjadinya pembekuan putih dengan struktur
ledeburitnya (gambar 10). Peningkatan kandungan Si akan menyebabkan struktur yang terjadi
adalah perlit dengan sebaran grafit lamelar diantaranya (gambar 11).
Gambar 10. Besi cor putih.

(Ledeburit + perlit)

Gambar 11. Besi cor perlitik.

(Perlit + grafit)

Apabila kandungan Si lebih tinggi lagi, maka akan diperoleh struktur besi cor ferit-perlit dan grafit
(gambar 12). Sedangkan pada kandungan C tinggi dengan Si rendah akan terjadi struktur meliert
yang terdiri dari ledeburit, perlit dan sedikit grafit (gambar 13).

Gambar 12. Besi cor ferit-perlit.

(Ferit+perlit+grafit dan steadit)


Gambar 13. Besi cor meliert.

(Ledeburit+perlit+grafit)

Sebaliknya dari unsur Si yang menyebabkan stabilitas besikarbida menurun, maka unsur Mn justru
meningkatkannya. Stabilitas karbida menjadi tinggi dengan terbentuk sebagai karbida campuran
(Fe, Mn)3C. Oleh karena itu kandungan Mn didalam besi cor dibatasi antara 0.3% – 1.2%. Adanya Mn
didalam besi cor akan mebuat karbida dalam perlit menjadi halus akibat dari berkurangnya
transformasi g/a. Kandungan Mn yang semakin tinggi, sebagaimana pada baja, akan membentuk
struktur menjadi martensit atau bahkan austenit.

Kandungan unsur S (belerang) dalam besi cor diijinkan hingga 1.2%. Tidak seperti halnya pada baja,
unsur ini tidak berpengaruh terlalu penting, mengingat kandungan Mn yang cukup tinggi dapat
mengingat unsur S ini menjadi MnS (mangansulfid) yang tidak berpengaruh buruk.

Kandungan P pada besi cor normal diijinkan sebesar 0.1% – 0.6%. Unsur ini memiliki efek
meningkatkan fluiditas besi cor cair sehingga mampu mengisi rongga-rongga cetakan yang tipis,
serta meningkatkan ketahanan geseknya. Besi g (austenit), Fe3C dan Fe3P pada temperatur 950 oC
akan membentuk eutektikum yang disebut Pospideutektikum (steadit) yang mengandung 2.4% C
dan 6.89% P. stedit inilah yang menyebabkan besi cor menjadi tahan terhadap beban gesek.

Gambar 14. Steadit didalam struktur besi cor


perlitik.
Besi Cor Nodular
Grafit pada besi cor nodular menempati 10 – 15% dari volume total material serta tersebar
merata didalam struktur dasar (matriks) yang mirip dengan baja karbon. Oleh karena itu
sifat-sifat mekanik dari besi cor nodular dapat dihubungkan secara langsung dengan
mampu tarik dan keuletan dari matriks yang dimilikinya sebagaimana halnya dengan baja
karbon.

Namun demikian karena didalam struktur besi cor nodular juga terdapat grafit, maka
mampu tarik, modulus elastisitas maupun ketahanan impak secara proporsional akan lebih
rendah dari baja karbon dengan matriks yang serupa.

Matriks besi cor nodular bervariasi dari mulai struktur ferit yang lunak dan ulet sampai
dengan struktur perlit yang lebih keras serta kuat bahkan struktur-struktur yang hanya
dapat dicapai melalui penambahan bahan paduan maupun melalui perlakuan panas seperti
martensit dan bainit.

Sifat-sifat mekanik besi cor nodular dalam kaitannya dengan matriks yang dimilikinya
dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1.
Sifat mekanik besi cor nodular.

Mekanisme pembekuan besi cor nodular dapat dijelaskan secara lebih mudah dengan
menggunakan diagram terner Fe-C-Si, dimana akibat pengaruh kandungan Si, maka
diagram Fe-C akan berubah seperti ditunjukkan pada gambar 1 sebagai berikut:
Gambar 1. Diagram Fe-C-Si dengan
Si 2.4 % (Pseudo Biner).

Pada paduan hipoeutektik, pembekuan dimulai dari tumbuhnya besi padat (austenit) dari
cairan besi. Peristiwa ini berlangsung bersamaan dengan turunnya temperatur cairan
hingga melampaui temperatur eutektik (undercooling) dan naiknya konsentrasi karbon
didalam cairan sisa menuju ke titik eutektik seperti terlihat pada kurva pendinginan
spesifik untuk paduan hipoeutektik (gambar 2).

Jumlah inti pembekuan yang sedikit akan mengakibatkan terjadinya undercooling dibawah
temperatur eutektik. Pada saat pengintian terjadi, energi bebas dilepaskan sebesar energi
yang dipergunakan untuk pencairan. Pelepasan energi ini akan mengakibatkan naiknya
kembali temperatur hingga mencapai temperatur eutektik (rekaleszenz).

Pada tingkat keadaan ini selain austenit tumbuh pula grafit eutektik secara bersamaan
(disebut sel-sel eutektik). Pertumbuhan grafit mengakibatkan berkurangnya konsentrasi
karbon didalam paduan sehingga pada akhirnya akan tersisa grafit bulat diantara butiran-
butiran austenit yang akan tertransformasi menjadi perlit.

Gambar 2. Kurva pendinginan besi cor


nodular hipoeutektik.

Untuk coran berdinding tebal atau karena suatu pendinginan lambat, maka karbida besi
yang membentuk perlit akan menjadi grafit, sehingga selain perlit disekeliling grafit bulat
akan terdapat struktur ferit. Persentase dari perlit-ferit ini menentukan mampu tarik besi
cor nodular.

Pada paduan hipereutektik pembekuan berlangsung mirip dengan paduan hipoeutektik.


Bedanya adalah, kristal yang pertama tumbuh adalah grafit primer yang berbentuk bulat
serta menurunkan konsentrasi karbon didalam cairan menuju ketitik eutektik. Pembekuan
selanjutnya berlangsung sama seperti pada paduan hipoeutektik.

Gambar 3 adalah kurva yang menunjukkan daerah-daerah komposisi besi cor nodular baik
hipo maupun hipereutektik, dimana dari kurva ini dapat ditentukan komposisi C maupun
Si.

Gambar 3. Daerah
komposisi besi cor nodular.

Mekanisme pembentukan grafit bulat telah diteliti oleh banyak peneliti, namun demikian
jawaban yang lebih memuaskan tentang fenomena ini masih terus dikembangkan dan
didiskusikan.

Dari sekian banyak teori tentang pembulatan grafit, maka teori gelembung gas (gas bubble
theory) memberikan penjelasan yang mudah dipahami serta mencakup beberapa teori yang
lainnya, sebagaimana hasil penelitian dari Haruki Itofuji.

Penelitian dilakukan terhadap suatu cairan besi cor nodular yang dikuens pada saat
pendinginan sehingga pada tempat dimana akan terbentuk grafit bulat, ditemukan
gelembung-gelembung gas yang merupakan gas Mg, gas Ca dan/atau gas N2 yang
terabsorbsi oleh unsure tanah jarang (rearearth). Pada penelitian tersebut tampak bahwa
hanya grafit bulat berukuran kecil (dibawah 10 mm) yang ditemukan terbentuk didalam
cairan.

Untuk partikel yang lebih besar, bentuk grafit ditentukan oleh lapisan austenit yang berada
disekelilingnya. Grafit menjadi bulat bila austenit dapat terbentuk disekelilingnya dengan
sempurna, sebaliknya grafit vermikular tebentuk bila pada austenit, akibat adanya unsur-
unsur pengganggu, terjadi kanal-kanal yang menghubungkan grafit dengan cairan.
Sedangkan bila pertumbuhan grafit dalam gelembung gas terhenti serta tumbuh grafit dari
inti-inti baru disekitar austenit, akan terjadi grafit chunky (gambar 4).
Gambar 4. Skematik pembentukan
grafit bulat.

Teori lain dikemukakan oleh Marincek B, yaitu teori dengan landasan energi permukaan.
Dari penelitiannya ditemukan bahwa energi permukaan antara grafit dengan cairan pada
besi cor nodular lebih besar dari pada besi cor lamelar. Dengan metode retakan kapiler
(capillary rise method) dipastikan bahwa tegangan permukaan pada grafit lamelar adalah
800 – 1100 dyne/cm, sedangkan pada grafit bulat adalah 1400 dyne/cm (dyne adalah
satuan gaya dengan sistim cgs).

Penelitian ini berhasil menjelaskan, bahwa pembulatan grafit dapat terjadi karena pada
permukaan bulat (sphere) terdapat energi bebas permukaan yang lebih kecil dari pada
permukaan lamelar dengan volume yang sama sehingga perbedaan energi antar permukaan
cairan dengan grafit (interface energy) menjadi besar. Perbedaan yang besar ini memaksa
pertumbuhan kristal grafit, dalam hal ini menurunkan rasio energi/volume, cenderung
menjadi bulat dari pada lamelar.

Gambar 5. Variasi energi bebas pembentukan grafit (DG) sebagai

fungsi dari interface energi cairan-grafit (g*SL).

Interface energi antara cairan-grafit merupakan fungsi dari kandungan S. Bila terdapat
cukup kandungan unsur reaktif terhadap S seperti Mg, sehingga S didalam cairan dapat
direduksi sekecil-kecilnya, maka interface energi tersebut akan naik sehingga grafit bulat
akan lebih memungkinkan terbentuk.

Tercatat pula beberapa faktor yang menjadi penghambat terjadinya grafit bulat, antara lain
adanya unsur-unsur pengganggu didalam cairan (Sb, Pb, As dan sebagainya), atau
pemanasan lebih (superheating) serta penahanan cairan setelah Mg-treatment. Faktor-
faktor tersebut secara langsung menurunkan tegangan permukaan. Selanjutnya kenaikan
tegangan permukaan teramati pula sejalan dengan penambahan unsur Mg didalam cairan
sebagaimana tampak pada gambar 6 dan 7.

Gambar 6. Variasi tegangan permukaan


sebagai fungsi

waktu penahanan pada T konstan.

Gambar 7. Variasi tegangan permukaan


sebagai fungsi

Mg-rest.

Dari gambar 7 tampak jelas, bahwa tegangan permukaan terbesar yang menghasilkan
pembulatan grafit optimum adalah pada kandungan Mg sebesar 0.01-0.02%. Namun
karena dalam pengukuran sulit untuk membedakan antara Mg dengan MgS maupun MgO,
maka kandungan Mg (Mg-rest) yang dianjurkan adalah 0.015% lebih tinggi dari
kandungan seharusnya (0.025 – 0.035%).

Sifat-sifat Besi Cor Nodular dipengaruhi oleh semua unsur yang terdapat dalam tabel
periodik. Beberapa dari unsur ini memiliki konsentrasi yang sedemikian kecilnya sehingga
sulit dikenali, sedangkan beberapa yang lainnya memiliki pengaruh yang relatif kecil.
Setiap unsur secara umum berpengaruh sebagai berikut:

Menyebabkan atau meniadakan karbida.

Membentuk serta mempengaruhi penyebaran grafit.

Membentuk struktur dasar.


Gambar 8. Struktur Besi Cor Nodular
perlitik dengan sedikit ferit.

Gambar 9. Pertumbuhan grafit yang


menembus dinding austenit.

Pengaruh unsur-unsur ini terutama berhubungan erat dengan kecepatan pendinginan


(ketebalan coran), oleh karenanya penentuan komposisi besi cor nodular sangat
memperhatikan masalah kecepatan pendinginan ini sehingga akan diperoleh coran dengan
struktur dasar tanpa ledeburit (perlit + karbida bebas.

Didalam besi cor, karbon selalu dipengaruhi oleh silikon sehingga dalam perhitungan
digunakan CE (carbon equivalent) dengan hubungan sebagai berikut:

CE = %C + 0.31 %Si.

CE yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya flotasi grafit terutama pada coran
yang cukup tebal, sedangkan CE yang rendah akan memunculkan struktur yang semakin
keras sampai dengan terbentuknya ledeburit. Harga CE yang dianjurkan untuk ketebalan
coran tertentu dapat dilihat dari gambar 10.
Gambar 10. Harga CE yang dianjurkan untuk
ketebalan coran tertentu.

Perbandingan antara karbon dengan silikon ditentukan dengan memperhatikan pengaruh


silikon terhadap sifat-sifat fisik maupun mekanik besi cor nodular sebagai fungsi dari CE
atau dalam hal ini ketebalan coran.

Kandungan silikon pada jumlah tertentu akan meningkatkan keuletan besi cor sampai
dengan 4 %, meningkatkan kekerasan terutama pada kondisi anil namun menurunkan
ketahanan impak serta konduktifitas termal, sehingga dengan demikian perlu pembatasan-
pembatasan.

Besi Cor Kelabu

Standar Besi Cor.


Besi cor kelabu diproduksi secara komersial dengan range komposisi yang sangat lebar.

Beberapa pengecoran yang memproduksi besi cor kelabu dengan spesifikasi sama dapat
saja menggunakan komposisi yang berbeda agar dapat melakukan efisiensi biaya bahan
baku, yaitu menggunakan bahan baku yang secara lokal tersedia disekitarnya. Atau dengan
demikian pengecoran ini dapat mengoptimalkan spesifikasi bahan yang memang sangat
sesuai dengan geometri produk yang mereka buat.

CE (Carbon Equivalent).

Carbon equivalent (CE) adalah kandungan C pada diagram besi karbon setelah dipengaruhi
unsur Si dan P. Hubungannya adalah:

Pada komposisi eutektik, CE = 4.3

BCIRA melakukan penelitian dan mendefinisikan CE sebagai berikut:

Berdasarkan CE, untuk komposisi hipoeutektik (CE<4.3) dapat ditentukan suhu liquidus
secara linier sebagai berikut:

Tliq[oC] = 1669 – 124.CE

Beberapa penelitian dengan menggunakan harga CE yang dikeluarkan oleh BCIRA,


menghasilkan rumus perhitungan suhu liquidus yang berbeda, yaitu:

Menurut R. Verriest:

Tliq[oC] = 1636 – 113.CE

Menurut H. Mayer:

Tliq[oC] = 1581,7 – 100,9.CE

Bahkam H. Mayer mempublikasikan perhitungan suhu liquidus setelah dipengaruhi oleh


beberapa unsur pendamping besi cor kelabu sebagai berikut:

Tliq[oC] = 1599 – 107C – 26,6Si – 61,4P + 9,7Mn + 7,6S + 0,5Ni – 21,7Cr

Rumus diatas berlaku untuk komposisi besi cor kelabu dengan range sebagai berikut:
C = 2,80 – 3,80%

SI = 0,30 – 2,70%

P = 0,03 – 0,70

Mn = 0,30 – 1,10%

S = 0,004 – 0,18%

Ni = 0,02 – 1,00%

Cr = 0,02 – 0,30%

Menurut J. Le Gal dan P. Mathon:

Tliq[oC] = 1623 – 113.CE

Berlaku untuk CE: 2,4 – 4,3%, dengan komposisi C: 2,0 – 3,8%, Si: 1,5 – 3,5% dan Pmax:
0,8%

Berdasarkan hasil pengukuran suhu liquidus dengan menggunakan alat CE meter, harga
CE yang didapatkan disebut dengan CEL (CE liquidus).

Hubungan komposisi bahan dengan kekuatan tarik

Berdasarka harga CE dapat dihitung nilai degree of saturations (Sc) sebagai berikut:

Bahkan dengan memperhitungkan berbagai pengaruh unsur pendamping pada besi cor
kelabu, Sc dapat dihitung dengan lebih cermat sebagai berikut:

Suatu komposisi besi cor kelabu dengan Sc = 1 berarti paduan tersebut setara dengan
komposisi eutektiknya pada diagram biner besi karbon. Sedangkan Sc<1 serata dengan
paduan hipoeutektik dan Sc>1 setara dengan paduan hipereutektik.

Berdasarkan nilai Sc ini pula dapat diperkirakan kekuatan tarik (TS) bahan besi cor kelabu
dengan menggunakan persamaan:

TSnormal [MPa]= 1000 – 800Sc

Dengan demikian dapat ditentukan persentase ketercapaian kekuatan bahan besi cor kelabu
(RG) sebagai berikut:

Unsur-unsur pendamping Fe pada besi cor kelabu.


Unsur-unsur yang terkandung didalam besi cor kelabu beserta masing-masing pengaruhnya
adalah sebagai berikut:

1. Karbon (C) merupakan unsur terpenting dalam besi cor kelabu. Sebagian besar karbon
akan terbentuk sebagai grafit. Kecuali karbon yang terikat sebagai senyawa
besikarbida (Fe3C) yang terbentuk sebagai perlit. Grafit berbentuk lamelar serta
menurunkan secara drastis kekuatan tarik dari struktur matriksnya (perlit/ferit). Kelas
dari besi cor kelabu ditentukan berdasarkan kandungan C maupun Si.
2. Silicon (Si) akan mereduksi kelarutan C kedalam Fe serta menurunkan kandungan C
eutektik menjadi kurang dari 4.3. Unsur-unsur C tersebut kemudian membentuk grafit.
Seberapa besar pengaruh Si dan juga Fosfor (P) terhadap eutektik dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan-persamaan CE.
3. Mangan (Mn) terdapat dalam besi cor kelabu untuk mengurangi efek buruk belerang
(S) dengan membentuk senyawa MnS (mangansulfida). Umumnya kandungan Mn
dalam besicor ada pada kisaran 0,55-0,75%. Kandungan Mn yang semakin tinggi akan
meningkatkan pula kandungan perlit dalam struktur. Perlu ditekankan dalam hal ini,
kandungan yang efektiv adalah Mn tanpa senyawa dengan S, dengan hubungan:

Mn(%) = 1,7 %S + 0,2 s/d 0,3%

Kandungan Mn dapat saja lebih dari 1%, namun kelebihan Mn ini sering diikuti dengan
cacat pinhole.

1. Belerang (S) tidak pernah dengan sengaja ditambahkan kedalam besi cor kelabu. S
merupakan unsur pendamping pada kokas sehingga sangat perlu diperhatikan pada
peleburan dengan tanur kupola. Kandungan sampai dengan 1.5% memiliki efek positif
terhadap pembentukan grafit tipe A, namun diatas 0.17% kandungan S dapat
menyebabkan terjadinya cacat blowholes khususnya pada cetaka greensand.
Kandungan umumnya adalah pada kisaran 0.09 to 0.12%. Bahkan pada kandungan
yang sangat rendah, khususnya bila diikuti dengan kandungan P yang rendah pula,
menurut Collaud dan Thieme, pada penelitiannya tentang “Toughness of Flake-
Graphite Cast Iron as an Index of Quality, and New Methods for Improving the
Toughness”, akan menghasilkan bahan yang lebih tangguh (tougher iron) dan
dinyatakan dengan TG (tough graphite irons).
2. Kandungan fosfor (P) pada sebagian besar produksi besi cor kelabu adalah kurang dari
0.15%. Bahkan dengan semakin meningkatnya tendensi penggunaan steel scrap
sebagai bahan charging, kandungan P menurun sampai dibawah 0.1%. Kandungan P
didalam besi akan membentuk eutektik yang disebut dengan phosphideutektik atau
steadit. Pada kandungan C yang tinggi akan terbentuk pula eutektik terner besi-
besikarbida-besiphospid. Kandungan P yang tinggi (s.d 0.5%) dapat meningkatkan
fluiditas cairan hingga mampu dicor kebagian-bagian produk yang tipis, namun
menurunkan machinability.
3. Tembaga (Cu: 0.5-1.5%) dan nikel (Ni: 0.6-1.0%) memiliki pengaruh yang mirip.
Kedua unsur ini mampu meningkatkan kekuatan matrix serta menurunkan
kecenderungan terjadinya tepi-tepi keras (hard edges) pada produk.
4. Chromium (Cr) memiliki efek menurunkan potensi grafitisasi baik pada tahap eutektik
maupun sekunder. Jadi adanya Cr akan meningkatkan jumlah karbida didalam perlit.
Pada prinsipnya Cr akan terbentuk sebagai senyawa karbida (FeX)nC, dan sebagian
lagi larut didalam αFe sebagai solid solution. Selama senyawa karbida tidak terbentuk,
unsur Cr akan meningkatkan kekuatan tarik dan kekerasan bahan besi cor kelabu. Oleh
karenanya untuk besi cor kelabu yang kekuatannya ditingkatkan dapat ditambahkan
sedikit Cr kedalamnya. Pada kandungan diatas ambang batas yang diijinkan, Cr akan
mengakibatkan pembekuan menjadi meliert (mottled) yang terdiri dari grafit + Fe3C
yang keras namun memiliki kekuatan tarik rendah atau menjadi putih sama sekali
(ledeburit). Kandungan Cr yang masih memungkinkan adalah 0.2−0.6%.
5. Unsur2 lain yang memiliki efek sama dengan Cr, serta keberadaannya akan
mengakibatkan kandungan Cr yang diijinkan menjadi turun adalah vanadium (V: max
0.15%) dan molibdenum (Mo: 0.35-0.55%).

Pengaruh Ketebalan Terhadap Struktur

Pada dasarnya semua produk cor logam sesnsitif terhadap ketebalan dinding prosuk.
Senakin tebal produk maka kecepatan solidufikasi (pembekuan) menjadi lembih lambat.
Hal ini akan berakibat membesarnya ukuran butiran serta menurunkan kekuatan tarik. Besi
cor kelabu memiliki sensitifitas terhadap ketebalan yang paling tinggi dibanding bahan cor
lainnya. Pada besi cor kelabu hipoeutektik, awal pembekuan terjadi ketika terbentuknya
dendrit-dendrit austenit, yaitu pada saat suhu cairan menurun dan melewati suhu liquidus.
Kandungan C dalam sisa cairan akan meningkat terus hingga mencapai komposisi
eutektiknya (CE = 4.3%) yaitu pada suhu sekitar 1150 oC tergantung pada kandungan Si.
Pada saat inilah terjadi pertumbuhan grafit lamelar dan austenit secara berbarengan
(transformasi eutektik) hingga akhirnya seluruh sisa cairan menjadi beku (solid)

Jumlah deposit dari austenit-grafit tegantung dari jumlah inti pembekuan yang terjadi.
Selama pembekuan (pertumbuhan sel-sel eutektik), unsur P terdorong kebatas-batas
butiran dan membentuk steadit pada suhu sekitar 980 oC. Keberadaan steadit pada batas
butiran mengisi ruang-ruang yang semestinya dapat diisi oleh pertumbuhan grafit. Ukuran
dari sel-sel eutektik sangat tergantung dari tingkat pengintian dan laju pembekuan, yaitu
berkisar antara 500 sampai dengan 25000 sel pe inch persegi.

Oleh karena densitas grafit jauh lebih rendah dari besi, maka penyusutan normal hanya
terjadi ketika pendinginan berlangsung dari sejak suhu liquidus hingga mencapai suhu
solidus. Untuk selanjutnya, pada saat terjadi transformasi eutektik, sel-sel eutektik yang
mengandung grafit tumbuh. Pertumbuhan (grafit) ini mengkompensasi penyusutan
sehingga (tergantung dari jumlah sel-sel eutektik) penyusutan akan berkurang atau bahkan
justru memuai. Pada grade besi cor kelabu tertentu, pemuaian terjadi sedemikian besarnya
sehingga mampu menutup rongga-rongga shrinkage yang terjadi selama solidifikasi.

Nomogram Besi Cor Kelabu.

Dua unsur yang paling menentukan grade besi cor kelabu adalah C dan Si. Karena
sensitifitas nya terhadap ketebalan dinding, maka dalam menetapkan kandungan C maupun
Si harus diperhatikan:

1. Kekuatan tarik (kekerasan) yang ingin dicapai,


2. tebal benda,
3. struktur yang diinginkan

Dengan menggabungkan diagram Laplanche, Heller dan Jugbluth serta J. Czikel diperoleh
suatu Nomogram untuk memudahkan penentuan komposisi C dan Si pada besi cor kelabu
dengan kandungan P: 0,1 – 0,5%.

Sebagai contoh:

A. Besi cor kelabu dengan tebal 7.5 mm, diinginkan memenuhi standar besi cor FC 25
pada sampel uji yang dicor dengan diameter 30 mm.
Besi Cor Putih
Besi cor putih dibuat dengan pendinginan yang sangat cepat. Pada laju pendinginan yang
cepat akan terbentuk karbida Fe3C yang metastabil dan karbon tidak memiliki kesempatan
untuk membentuk grafit. Karbida yang terbentuk mencapai sekitar 30 persen volume.

Besi cor putih mengandung karbon antara 1,8 – 3,6 persen, dan kandungan mangan antara
0,25 – 0,80 persen. Sedangkan kandungan fosfornya antara 0,06 – 0,2 persen, dan sulfur
antara 0,06 – 0,2 persen.

Besi cor ini memiliki sifat yang getas, namun memiliki kekerasan yang tinggi. Sifat yang
dimilikinya menyebabkan besi cor ini lebih aplikatif untuk suku cadang yang
mensyaratkan ketahanan aus tinggi.

Beberapa sifat yang dimiliki oleh besi cor putih dapat dilihat pada tabel di bawah. Besi cor
putih memiliki modulus elastisitas sekitar 179 GPa, dengan termal ekspansi pada 20
derajat Celcius adalah 9,0 x 10-6 C-1.

Besi cor ini memiliki sifat yang getas, namun memiliki kekerasan yang tinggi. Sifat yang
dimilikinya menyebabkan besi cor ini lebih aplikatif untuk suku cadang yang
mensyaratkan ketahanan aus tinggi.
Besi Cor Mampu Tempa (Malleable)

Besi Cor mampu tempa dibuat dari besi cor putih dengan menerapkan suatu perlakuan
panas. Perlakuan panas yang diterapkan pada besi cor putih umumnya adalah anil. Dengan
perlakukan ini fasa-fasa karbida Fe3C akan terdekomposisi menjadi besi dan grafit. Grafit
yang terbentuk tidak serpih atau bulat, namun berbentuk gumpalan grafit yang tidak
memiliki tepi-tepi tajam.

Besi cor mampu tempa memiliki kandungan karbon antara 2,2 – 2,9 persen, kandungan
silicon antara 0,9 – 1,9 persen, dan mangan antara 0,15 – 1,2 persen. Sedangkan
kandungan fosfor nya antara 0,02 – 0,2 persen dan sulfur antara 0,02 – 0,2 persen.

Perlakuan panas yang dialaminya dapat membentuk besi cor berfasa feritik, perlitik atau
martensit temper. Perubahan struktur pada laku panas diikuti juga dengan perubahan sifat
mekaniknya. Besi cor ini memiliki keuletan yang tinggi dan mampu tempa yang baik.
Oleh kerena itu disebut Besi cor mampu tempa. Besi cor ini umumnya digunakan untuk
perkakas dan alat-alat kereta api,
TUGAS 2
BESI COR NODULAR, BESI COR KELABU, BESI COR PUTIH,
BESI COR MALLEABLE

OLEH :
HIDAYAT ADITIA
1510003423011
TEKNIK MESIN

UNIVERSITAS EKASAKTI
PADANG

Anda mungkin juga menyukai