Anda di halaman 1dari 17

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

“ISU-ISU PEMBERDAYAAN MASYARAKAT”

Disusun Oleh:
1. Femy Lia Utami (PO.71.20.4.16.009)
2. Putri Ayu Amalia (PO.71.20.4.16.023)
3. Rinezia Rinza Farizal (PO.71.20.4.16.027)

Dosen Pengajar : Azwaldi APP, M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

D-IV KEPERAWATAN 2018/2019

1
A. POKOK BAHASAN
1. PENGERTIAN PEMBERDAYAAN
Munculnya istilah pemberdayaan (empowerment) sekitar akhir periode
1980-an pada hakikatnya dilatarbelakangi oleh adanya kelompok yang tidak
memiliki daya (powerless) sehingga mereka harus diberi kekuatan dari luar
agar kembali mampu memiliki daya untuk menolong dirinya sendiri. Konsep
ini merupakan suatu bentuk kritik terhadap model pembangunan yang
dianggap telah menciptakan ketimpangan sosial, ekonomi dan politik dalam
kehidupan masyarakat. Jim Ife (2002) memberikan definisi pemberdayan
sebagai berikut “Konsep pemberdayaan ini berkaitan dengan pemberian daya
(power) kepadaindividu atau kelompok agar dapat mereka gunakan dalam
melakukan tindakan danmendistribusikannya kembali pihak yang tidak
memiliki”. Dalam konteks ini jelas bahwa dalam proses pemberdayaan
tersebut terjadi keberlanjutan distribusi daya darisatu pihak ke pihak lainnya
sehingga semua anggota akan memiliki daya. Ruanglingkup tindakan atau
aktivitas dalam pemberdayaan ini mencakup semua aspekkehidupan
manusia.Dalam pengertian lainnya ditegaskan oleh Shardlow (1998) dalam
Adi (2003),bahwa pengertian pemberdayaan pada dasarnya berkaitan dengan
bagaimanaindividu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol
kehidupan mereka sendiridan mengusahakan untuk membentuk masa depan
sesuai dengan keinginan mereka.Begitu juga halnya dengan Suhendra (2006)
menyatakan bahwa pemberdayanmasyarakat adalah pemberian dan
penyebaran daya kepada masyarakat agarmereka mampu menguasai atau
berkuasa atas kehidupannya sendiri dalam semuaaspek kehidupan yang
meliputi politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, pengelolaanlingkungan,
dan sebagainya.Berdasarkan konsep ini, pada hakikatnyapemberdayaan
menekankan pada upaya bagaimana masyarakat yang tidak berdaya,mampu
mengembangkan keberdayaannya dengan kemampuan yang dimiliki,
pihakluar lebih bersifat sebagai katalisator yang memberikan keleluasaan
masyarakat untukmencapai tujuan yang dimaksud.Oleh karena itu, makna
pemberdayaan masyarakata pada dasarnyamemberikan dan mendistribusikan
kekuatan agar masyarakat mampu mandiri untukbangkit mengatasi

2
kekurangan dan kelemahannya baik pada level individu maupunkelompok.
Pemberdayaan juga meliputi penguatan pranata-pranatanya sehinggadalam
kegiatan pembangunan mereka mampu berperan aktif sebagai
subyekpembangunan.Agar pemberdayaan masyarakat dapat berlangsung
secara efektif,maka reformasi kenegaraan harus dilakukan pada tingkat
nasional maupun daerah.Berbagai peraturan, ketentuan, mekanisme
kelembagaan, nilai-nilai dan perilakuharus disesuaikan untuk memungkinkan
masyarakat berinteraksi secara efektifdengan pemerintah.

2. PRINSIP PEMBERDAYAAN
Pemberdayaan sebagai konsep alternatif pembangunan menekankan pada
otonomi pengambilan keputusan suatu kelompok masyarakat yang
berlandaskan pada sumberdaya pribadi, partisipasi, demokrasi, dan
pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung (Sumodiningrat, 2007).
Pandangan ini menunjukkan bahwa proses pemberdayaan merupakan sebuah
proses depowerment dari system kekuasaan yang mutlak-absolut (intelektual,
religius, politik, ekonomi, dan militer).
Doktrin konsep ini berlandaskan ideal manusia dan kemanusiaan
(humanisme) sehingga menurut Hikmat (2004) mirip dengan aliran neo-
Marxisme, Freudianisme, dan Sosiologi Kritik yang menolak industrialisasi,
kapitalisme dan teknologi.Dalam pandangan doktrin ini, ketiga hal tersebut
(industrialisasi, kapitalisme dan teknologi) dianggap dapat mematikan
manusia dan kemanusiaan. Dalam perspektif politis, Ife (2002) menyatakan
bahwa pemberdayaan berhubungan dengan usaha untuk memahami sifat
power dalam masyarakat modern dan dapat dibagi ke dalam empat
perspektif : pluralis, elit, struktural, dan poststruktural. Khusus dalam
perspektif elit, pemberdayaan memerlukan tidak hanya kemampuan
pengetahuan berkompetisi bagi kekuatan politik tetapi juga keterlibatan
dalam sebuah permainan dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh elit
politik.
Proses pemberdayaan dalam perspektif elit ini dapat dilakukan dalam tiga
cara, yakni:
a. Bergabung dengan mereka dengan tujuan untuk merubah atau
mempengaruhi elit

3
b. Mencoba melakukan aliansi dengan elit untuk mengejar satu atau
beberapa tujuan, dan
c. Mencoba untuk mengurangi kekuatan elit melalui perubahan
fundamental.
Konsep pemberdayaan tidak hanya pada aras individu, tetapi juga secara
kolektif. Karena itu menurut Pranarka dan Vidyandika, konsep pemberdayaan
pada dasarnya adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan
beradab menjadi semakin efektif-efisien secara struktural, baik dalam
kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional maupun internasional, pada
bidang politik, ekonomi, hukum, dan lainnya.
Dalam konteks lain, Sumodiningrat (2007) memandang bahwa konsep
pemberdayaan merupakan hasil interaksi pada tingkat ideologis maupun
praksis. Pada tingkat ideologis, pemberdayaan merupakan hasil interaksi
antara konsep topdown dan bottom-up, antara growth strategy dan people
centered strategy. Sementara pada tingkat praksis, pemberdayaan merupakan
hasil interaksi yang terjadi lewat pertarungan antar otonomi.Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa konsep pemberdayaan mengandung makna
keberpihakan pada masyarakat sebagai kelompok yang tidak memiliki
keberdayaan.
Berdasarkan berbagai konsep yang dikemukakan di atas terdapat dua
kunci utama dalam prinsip pemberdayaan masyarakat, yakni : distribusi
power yang berkeadilan dan keberpihakan kepada masyarakat. Distribusi
power dari pihak elit kepada masyarakat yang dianggap tidak memiliki
keberdayaan merupakan strategi utama yang harus dilakukan dalam konteks
pemberdayaan masyarakat.Masyarakat yang tidak memiliki keberdayaan
merupakan sasaran utama dalam prosespemberdayaan masyarakat.Mereka
terpuruk dalam ketidakberdayaan karena keterbatasan akses dan aset
pembangunan. Bagaimana membuat mereka dapat mengakses berbagai
kegiatan pembangunan serta kemampuan penguasaan akses pembangunan
merupakan hal yang mutlak dilakukan dalam proses pemberdayaan
masyarakat.

3. KONTEKS PMBERDAYAAN

4
a. Ilmu Sosial Humanistik
Secara paradigmatik munculnya konsep pemberdayaan bisa dilacak dari
perlawanan ilmu-ilmu sosial humanistik terhadap positivisme yang sudah
lama menjadi ideologi hegemonik dalam tradisi ilmu-ilmu
sosial.Positivisme adalah sebuah aliran dalam tradisi keilmuan yang
hendak membersihkan pengetahuan dari kepentingan dan awal pencapaian
cita-cita untuk memperoleh pengetahuan demi pengetahuan, yaitu teori
yang dipisahkan dari praksis kehidupan manusia.Ia menganggap
pengetahuan mengenai fakta obyektif sebagai pengetahuan yang sahih.
Ilmu, menurut positivisme, harus netral, bebas dari nilai, bebas dari
kepentingan dan lain-lain (A. Giddens dan V. Kraft).
Efisiensi satuan-Moeljarto Tjokrowinoto juga memberikan deskripsi
pembangunan yang berpusat pada rakyat (manusia) seperti di bawah ini:
1. Prakarsa dan proses pengambilan keputusan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat tahap demi tahap harus diletakkan pada
masyarakat sendiri. Meskipun pelbagai ketentuan secara formal telah
mengatur bottom up planning, di dalam realitanya, LKMD lebih
berfungsi sebagai implementor proyek-proyek sektoral dan regional.
2. Fokus utamanya adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengelola dan memobilisasikan sumber-sumber yang terdapat di
komunitas untuk memenuhi kebutuhan mereka. Apa yang terjadi pada
saat ini, arus dana yang relatif lancar membatasi upaya untuk
mengidentifikasi dan menggali sumber itu. Counter fund bantuan desa,
dan akhir-akhir ini "simpedes", mungkin menuju ke arah identifikasi
dan mobilisasi sumber tadi. Akan tetapi hal ini tidak boleh merupakan
adhocracy, akan tetapi harus melembaga.
3. Pendekatan ini mentoleransi variasi lokal dan karenanya, sifatnya
flexible menyesuaikan dengan kondisi lokal.
4. Di dalam melaksanakan pembangunan, pendekatan ini menekankan
pada proses social learning yang di dalamnya terdapat interaksi
kolaboratif antara birokrasi dan komunitas mulai dari proses peren-
canaan sampai evaluasi proyek dengan mendasarkan diri saling belajar.

5
5. Proses pembentukan jaringan (networking) antara birokrasi dan
lembaga swadaya masyarakat, satuan-satuan organisasi tradisional yang
mendiri, merupakan bagian integral dari pendekatan ini, baik untuk
meningkatkan kemampuan mereka mengidentifikasi dan mengelola
pelbagai sumber, maupun untuk menjaga keseimbangan antara struktur
vertikal maupun horizontal. Melalui proses networking ini diharapkan
terjadi simbiose antara struktur-struktur pembangunan di tingkat local.
Dasar pemahaman terhadap pembangunan yang berpusat pada rakyat
adalah asumsi bahwa manusia adalah sasaran pokok dan sumber paling
strategis. Karena itu, pembangunan juga meliputi usaha terencana untuk
meningkatkan kemampuan dan potensi manusia serta mengerahkan minat
mereka untuk ikut serta dalam proses pembuatan keputusan tentang
berbagai hal yang memiliki dampak bagi mereka dan mencoba
mempromosikan kekuatan manusia, bukan mengabadikan ketergantungan
yang menciptakan hubungan antara birokrasi negara dengan masyarakat.

b. Civil society movement


Gerakan sosial (social movement) bukanlah fenomena baru baik dari
sisi wacana maupun praksis.Tetapi saya melihat sebuah pergeseran
paradigmatik dan strategi gerakan sosial sejak tahun 1980-an. Gerakan
sosial lama umumnya banyak dipengaruhi oleh tradisi Marxisme, yang
mengambil bentuk gerakan sosial berbasis kelas, yaitu perjuangan kelas
buruh dan tani secara massal untuk melawan negara maupun kaum
kapitalis.Menurut Cohen dan Arato, gerakan sosial lama ini mengambil
paradigma “mobilisasi sumberdaya”. Paradigma lama ini punya keyakinan
bahwa gerakan sosial adalah sebuah aksi kolektif berbasis kelas yang
membutuhkan organisasi yang tangguh, pemimpin, kepentingan,
kesempatan, dan strategi yang jitu untuk mobilisasi massa dalam skala
besar. Keberhasilan mobilisasi massa dalam skala besar inilah yang
menjadi penentu keberhasilan gerakan sosial mendobrak struktur ekonomi
dan politik secara revolusioner.
Sejak tahun 1980-an gerakan sosial lama itu mulai kehilangan
pengaruh. Gerakan sosial baru sejak 1980-an tidak lagi berbasis kelas,

6
melainkan melintasi batasan kelas, etnis, agama, ras, dan lain-lain.
Gerakan sosial baru inilah yang disebut dengan civil society movement
yang lebih demokratis, pluralis dan inklusif (Cohen dan Arato, David
Korten).Kekuatan rakyat menjadi kunci dalam gerakan sosial baru,
walaupun pengungkapannya harus mencakup lebih dari sekadar unjuk-rasa
massal yang sejenak berlalu. Ungkapan kekuatan rakyat sebagai kekuatan
untuk perombakan harus dipertahankan dan disalurkan melalui perpaduan
antara organisasi massa, prakarsa individu secara sukarela dan organisasi
sukarela.

4. PENDEKATAN PEMBERDAYAAN
Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat bawah (grass root), agar mereka mampu
berusaha sendiri untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan
keterbelakangan.Ini berarti bahwa pemberdayaan adalah memampukan dan
memandirikan masyarakat. Menurut Payne, proses pemberdayan pada
dasarnya bertujuan untuk membantu masyarakat memperoleh kekuatan dalam
memutuskan dan menentukan tindakan yang akan diambil dengan cara
mengurangi dampak sosial atau hambatan pribadi.
Upaya ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya
diri untuk menggunakan kekuatan yang ada dan melalui transfer kekuatan
dari lingkunganmasyarakat. Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan
adalah menjadikan masyarakat sebagai subyek dalam pembangunan dan
bukan sebagai obyek dalam setiap kegiatan atau proyek pembangunan.Oleh
karena itu agar kegiatan pemberdayaan ini dapat mencapai tujuannya maka
harus diciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang.Dalam hal ini termasuk berbagai pengetahuan lokal yang
dimiliki oleh masyarakat yang sudah terbukti mampu menyesuaikan dengan
kondisi masyarakatnya. Selain itu juga perlu langkah nyata dalam penyediaan
berbagai input serta memberikan akses dan peluang yang dapat membuat
masyarakat menjadi makin berdaya, yakni dengan memberikan kepercayaan
kepada mereka dalam mengelola input dan peluang tersebut.

7
Hal yang paling penting adalah upaya memberikan perlindungan dan
keberpihakan kepada masyarakat yang lemah. Menurut Ledwith (2005),
terdapat empat dimensi yang menjadi dasar dalam upaya pemberdayaan suatu
komunitas, yakni:
a. Pemberdayaan personal melalui pembelajaran, pengetahuan, kepercayaan
diri, dan skill
b. Aksi positif yang terkait dengan kemiskinan, kesehatan, ras, gender,
ketidakmampuan/cacat, serta aspekaspek diskriminasi yang menentang
struktur kekuasaan
c. Organisasi komunitas yang menyangkut kualitas dan keefektifan
kelompok komunitas serta hubungan masing-masing kelompok dan
dengan pihak luar;
d. Partisipasi dan keterlibatan untuk menuju perubahan komunitas ke arah
yang lebih baik.

5. ISU-ISU DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Mengacu pada konsep pemberdayaan masyarakat di atas, maka terdapat
berbagai ranah kajian yang dapat dijadikan sebagai isu penelitian. Ranah
kajian ini dapat ditinjau dari dimensi-dimensi yang terdapat dalam proses
pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Ledwith (2005) mengemukakan ada
empat dimensi yang dalam pemberdayaan masyarakat, yakni
a. Pemberdayaan personal yang meliputi pembelajaran secara individual,
pengetahuan, kepercayaan diri dan skill
b. Aksi positif mencakup kegiatan yang berhubungan dengan kemiskinan,
kesehatan, ras, gender, ketidakmampuan dan berbagai aspek diskriminasi
struktur kekuasaan yang dominan;
c. Organisasi kemasyarakatan, mencakup jarak, kualitas dan keefektifan
kelompok masyarakat, hubungan satu sama lain serta dengan lingkungan
yang lebih luas lagi
d. Partisipasi serta keikutsertaan dalam mensukseskan perubahan dalam
masyarakat.
Mengacu pada pandangan Ledwith di atas, keempat dimensi dalam
pemberdayaan masyarakat tersebut menjadi dasar dalam upaya
pengembangan masyarakat.Barr dan Hashagen (2000) dalam Ledwith (2005)
membuat indicator untuk mengevaluasi pengembangan masyarakat yang
disebut model ABCD model, dimana keempat dimensi pemberdayaan

8
masyarakat ini menjadi dasar utamanya.Masalah kemandirian masyarakat
merupakan isu yang sangat kompatibel dengan pemberdayaan.Apakah benar
pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi telah
menciptakan ketergantungan dan ketidakmandirian masyarakat.Ataukah
ketidakberdayaan yang membuat mereka selalu mengharapkan uluran tangan
dan bantuan pemerintah.
Persinggungannya program-program pemberdayaanmasyarakat yang
dikembangkan pemerintah (seperti Program IDT, P3DT, PPK,Agropolitan,
Minapolitan, Desa Mandiri Pangan, DPM-LUEP, PUAP, dan lain-lain)dengan
kempat dimensi di atas juga merupakan isu aktual yang dapat
ditelitimahasiswa Program MSAP Unlam.
Pada hakikatnya penelitian yang terkait dengan pemberdayaan
masyarakatmerupakan kajian terhadap upaya membangun kemampuan
(capacity building)masyarakat dan memberdayakan sumberdaya manusia
melalui pengembangankelembagaan, sarana dan prasarana serta
pengembangan pendampingan,penyuluhan dan pelayanan.Dalam konteks
peranan kelembagaan lokal danpendampingan dalam kegiatan pemberdayaan
masyarakat merupakan isu actualuntuk kegiatan penelitian.Pada berbagai
kasus sering terjadi bahwa upayapemberdayaan yang dilakukan tidak berhasil
mengembangkan kemandirian dankeberdayaan masyarakat karena tidak
memperhatikan atau melibatkan kelembagaanlokal masyarakat setempat.
Kajian terhadap pemberdayaan masyarakat ini dapat ditelaah pada dimensi
psikologis maupun struktural.Dimensi psikologis ini menekankan pada
unsure kepercayaan diri (trust), kontrol diri dan solidaritas yang tumbuh
dalam diri ataumasyarakat. Di sisi lain arah kajian pemberdayaan masyarakat
ini dapat bersifatpersonal maupun masyarakat. Hubungan antara dimensi dan
aras pemberdayaan ini digambarkan oleh Zubaedi (2007) sebagai rentang
pemberdayaan masyarakat ini meliputi psikologis-personal, struktural-
personal, psikologis-masyarakat, dan struktural-masyarakat.
Mengembangkan pengetahuan, wawasan, harga diri, kemampuan,
kompetensi, motivasi,kreasi, dan kontrol diri.Membangkitkan kesadarankritis

9
individu terhadap sruktursosial politik yang timpangserta kapasitas individu
untukmenganalisis lingkungankehidupan yangmempengaruhi dirinya.
Berdasarkan hubungan antara dimensi dan aras pemberdayaan
tersebut,pemberdayaan dari sisi struktural-masyarakat merupakan bentuk
yang paling krusialkarena menyangkut aspek yang luas serta berpengaruh
terhadap berbagai aspekkehidupan masyarakat. Pada ranah ini partisipasi
masyarakat dalam pembangunanakan berpengaruh luas terhadap tumbuhnya
kemandirian dan keberdayaan masing-masinganggota masyarakat.

 Isu-isu Pemberdayaan Masyarakat dalam UU Desa

a. BAB I : Ketentuan Umum, Pasal 1

Pemberdayaan masyarakat desa adalah upaya mengembangkan


kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan
pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran,
serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan, dan pendampingan yangsesuai dengan esensi
masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

b. BAB I : Ketentuan Umum Pasal 2


Penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembagunan
desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat
desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
c. BAB IV : Kewenangan Desa, Pasal 18
Kewenangan desa meliputi kewenanga di bidang penyeleggaraan
pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan adat istiadat desa.
d. BAB IV : Kewenangan Desa, Pasal 22
Penugasan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada
desa meliputi penyelenggaran pemerintahan desa, pelaksanaan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa.

10
e. BAB V : Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Bagian Kedua: Kepala
Desa, Pasal 26
Kepala Desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa,
melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa,
dan pemberdayaan masyarakat desa.
f. BAB V: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Bagian Kedua: Kepala
Desa, Pasal 26 Ayat (2)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Kepala Desa berwenang :
1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa.
2. Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa.
3. Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan asset desa.
4. Menetapkan peraturan desa.
5. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD).
6. Membina kehidupan masyarakat desa.
7. Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa.
8. Membina dan meningkatkan perekonomian desa serta
mengintegrasikan agar mencapai perekonomian skala produktif
untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa.
9. Mengembangkan sumber pendapatan desa.
10. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara
guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
11. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa.
12. Memanfaatkan teknologi tepat guna.
13. Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif.
g. BAB VI : Badan Permusyawaratan Desa, Pasal 61
Badan Permusyawaratan Desa berhak :
1. Mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan
Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa.
2. Menyatakan pendapat atas penyelenggaraan pemerintahan desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa.
3. Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD)
h. BAB VI : Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa Pasal 67
Desa berkewajiban :
1. Melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan
masyarakat desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa.
3. Mengembangkan kehidupan berdemokrasi.

11
4. Mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa.
5. Memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa.
i. BAB VI : Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa Pasal 68 Ayat
(1)
Masyarakat desa berhak :
1. Meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa serta
mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa.

2. Memperoleh pelayanan yang sama dan adil.


3. Menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan, atau tertulis secara
bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan
desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
4. Memilih, dipilih, dan/atau ditetapkan menjadi :
a) Kepala Desa
b) Perangkat Desa
c) Anggota Badan Permusyawaratan Desa
d) Anggota Lembaga Kemasyarakatan Desa
5. Mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan
ketentraman dan ketertiban desa.
j. BAB VI : Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa Pasal 68 Ayat
(2)
Masyarakat desa berkewajiban :
1. Membangun diri dan memelihara lingkungan desa.
2. Mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa yang baik.
3. Mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram di
desa.
4. Memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan,
permufakatan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan di desa.
5. Berpatisipasi dalam berbagai kegiatan di desa.
k. BAB VIII : Keuangan Desa dan Aset Desa, Bagian Kesatu : Keuangan
Desa Pasal 74
1. Belanja desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan
yang disepakati dalam musyawarah desa dan sesuai dengan prioritas

12
pemerintah daerah Kabupaten/Kota, pemerintah daerah Provinsi, dan
pemerintah pusat.
2. Kebutuhan pembanguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi,
tetapi tidak terbatas pada kebutuhan primer, pelayanan dasar,
lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa.
l. BAB VIII : Keuangan Desa dan Aset Desa, Bagian Kedua : Pembangunan
Kawasan Perdesaan, Pasal 83
1. Pembanguan kawasan perdesaan merupakan perpaduan pembangunan
antar desa dalam satu (1) Kabupaten/Kota.
2. Pembangunan kawasan perdesaan dilaksanakan dalam upaya
mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan,
dan pemberdayaan masyarakat desa, di kawasan perdesaan melalui
pendekatan pembangunan partisipatif.
3. Pembangunan kawasan perdesaan, meliputi :
a) Penggunaan dan pemanfaatan wilayah desa dalam rangka
penetapan kawasan pembangunan sesuai dengan tata ruang
Kabupaten/Kota.
b) Pelayanan yag dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat perdesaan.
c) Pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi perdesaan, dna
pengembangan teknologi tepat guna.
d) Pemberdayaan masyarakat desa untuk meningkatkan akses
terhadap pelayanan dan kegiatan ekonomi.
4. Rancangan pembangunan kawasan perdesaan dibahas bersama oleh
pemerintah, pemerintah daerah Provinsi, pemerintah daerah
Kabupaten/Kota, dan pemerintah desa.
5. Rencana pembangunan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) ditetapkan oleh Bupati/Walikota sesuai dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
m. BAB X : Badan Usaha Milik Desa, Pasal 89
Hasil usaha BUMD dimanfaatkan untuk :
1. Pengembangan usaha
2. Pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan pemberian
bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan
kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa (APBD).
n. BAB XI : Kerjasama Desa, Bagian Kesatu: Kerjasama Antar Desa, Pasal
92

13
1. Kerjasama antar desa meliputi :
a) Pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk
mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing.
b) Kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan
pemberdayaan masyarakat antar desa, dan/atau bidang keamanan
dan ketertiban.
2. Kerjasama antar desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala
Desa melalui kesepakatan musyawarah antar Desa.
3. Kerjasama antar desa dilaksanakan oleh badan kerjasama antar desa
yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa.
4. Musyawarah antar desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
membahas hal yang berkaitan dengan :
a) Pembentukan lembaga antar desa.
b) Pelaksanaan program pemerintah dan pemerintah daerah yang
dapat dilaksanakan melalui skema kerjasama antar desa.
c) Perencanaan, pelaksanaan, dna pemantauan program pembangunan
antar desa.
d) Pengalokasian anggaran untuk pembangunan desa, antar desa, dan
kawasan perdesaan.
e) Masukan terhadap program pemerintah daerah tempat desa tersebut
berada.
f) Kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerjasama
antar desa.
5. Dalam melaksanakan pembangunan antar desa, badan kerjasama antar
desa dapat membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan.
6. Dalam pelayanan usaha antar desa dapat dibentuk BUMD yang
merupakan milik dua (2) desa atau lebih.
o. BAB XI : Kerjasama Desa, Bagian Kedua: Kerjasama dengan Pihak
Ketiga, Pasal 93
1. Kerjasama desa dengan pihak ketiga dilakukan untuk mempercepat dan
meningkatkan penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatn desa, dan pemberdayaan
masyarakat desa.
2. Kerjasama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimusyawarahkan dalam musyawarah desa.
p. BAB XII : Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa,
Bagian Kesatu: Lembaga Kemasyarakatan Desa, Pasal 94

14
1. Desa mendayagunakan lembaga kemasyarakatan desa yang ada dalam
membantu pelaksanaan fungsi penyelenggaraan pemerintahan desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa.
2. Lembaga kemasyarakatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan wadah partisipasi masyarakat desa sebagai mitra
pemerintah desa.
3. Lembaga kemasyarakatan desa bertugas melakukan pemberdayaan
masyarakat desa, ikut serta merencanakan dan melaksanakan
pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat desa.
4. Pelaksanaan program dan kegiatan yang bersumber dari pemerintah,
pemerintah daerah Provinsi, pemerintah daerah Kabupaten/Kota, dan
lembaga non-pemerintah wajib memberdayakan dan mendayagunakan
lembaga kemasyarakatan yang sudah ada di desa.
q. BAB XIII : Ketentuan Khusus Desa Adat, Bagian Kesatu: Penataan Desa
Adat Pasal 98
1. Desa adat ditetapkan dengan peraturan daerah Kabupaten/Kota.
2. Pembentukan desa adat setelah penetapan desa adat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan faktor
penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa,
pembinaan kemasyarakatan desa, serta pemberdayaan masyarakat
desa, dan sarana prasarana pendukung.
r. BAB XIII : Ketentuan Khusus Desa Adat, Bagian Kedua: Kewenangan
Desa Adat Pasal 106
1. Penugasan dari pemerintah dan/ataupemerintah daerah kepada desa
adat meliputi penyelenggaraan pemerintahan desa adat,
pelaksanaan pembangunan desa adat, pembinaan kemasyarakatan
desa adat, dan pemberdayaan masyarakat desa adat.
2. Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
biaya.
s. BAB XIV : Pembinaan dan Pengawasan Pasal 112
1. Pemerintah, pemerintah daerah Provinsi, dan pemerintah daerah
Kabupaten/Kota membina dan mengawasi penyelenggaraan
pemerintahan desa.

15
2. Pemerintah, pemerintah daerah Provinsi, dan pemerintah daerah
Kabupaten/Kota dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan
kepada perangkat daerah.
3. Pemerintah, pemerintah daerah Provinsi, pemerintah daerah
Kabupaten/Kota memberdayakan masyarakat desa dengan :
a) Menerapkan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tepat guna, dan temuan baru untuk kemajuan
ekonomi, dan pertanian masyarakat desa.
b) Meningkatkan kualitas pemerintahan dan masyarakat desa
melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan.
c) Mengakui dan memfungsikan institusi asli dan/atau yang
sudah ada di masyarakat desa.
4. Pemberdayaan masyarakat desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilaksanakan dengan pendampingan dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pemantauan pembangunan desa, dan kawasan
perdesaan.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, IR. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi


Komunitas.(Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis).Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Hikmat, H. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora


Utama.

Ifi, J. 2002. Community Development. . New South Wales: Pearson Education


Australia Pty Limited

Ledwith, M. 2005. Community Development.A Critical Approach.Bristol UK. The


Policy Press University of Bristol.

16
Pranarka, A.M.W. dan Vidyandika. 2006. Pemberdayaan. dalam Onny, S.P dan
A.M.W Pranarka (ed). Pemberdayan: Konsep, Kebijakan dan
Implementasi. Jakarta: CSIS.

Suhendra ,K. 2006. Peranan Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat.


Bandung: Alfabeta.

Sumodiningrat, G. 2007. Pemberdayan Sosial. Kajian Ringkas tentang


Pembangunan Manusia Indonesia. Jakarta: Kompas Media Nusantara.

Zubaedi. 2007. Wacana Pembangunan Alternatif. Ragam Perspektif


Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat. Jogjakarta:Ar-RuzzMedia.

17

Anda mungkin juga menyukai