Jawab:
MCV: 71,9 fL
MCH: 25.0 pg
MCHC: 34.8 %
Penyebab anemia dapat diklasifi kasikan berdasarkan ukuran sel darah merah
pada apusan darah tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah normal
mempunyai vollume 80-96 femtoliter (1 fL = 10-15liter) de-ngan diameter kira-kira
7-8 micron, sama dengan inti limfosit kecil. Sel darah merah yang berukuran lebih
besar dari inti limfosit kecil pada apus darah tepi disebut makrositik.Sel darah merah
yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut mikrositik. Automatic cell
counter memperkirakan volume sel darah merah dengan sampel jutaan sel darah
merah dengan mengeluarkan angka mean corpus-cular volume (MCV ) dan angka
dispersi mean tersebut. Angka dispersi tersebut merupakan koefisien variasi volume
sel darah merah atau RBC distribution width (RDW ). RDW normal berkisar antara
11,5-14,5%. Peningkatan RDW menunjukkan adanya variasi ukuran sel. Berdasarkan
pendekatan morfologi, anemia diklasifikasikan menjadi:
- Anemia makrositik
- Anemia mikrositik
- Anemia normositik
Anemia makrositik
Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL.
Anemia makrositik dapat disebabkan oleh:
Peningkatan retikulosit
Peningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua
keadaan yang menyebabkan peningkatan retikulosit akan memberikan
gambaran peningkatan MCV
Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defi
siensi folat atau cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat:
zidovudine, hidroksiurea)
Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut)
Penggunaan alkohol
Penyakit hati
Hipotiroidisme.
Anemia mikrositik
Anemia mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang
kecil (MCV kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan
hemoglobin dalam eritrosit. Dengan penurunan MCH (mean concentration
hemoglobin) dan MCV, akan didapatkan gambaran mikrositik hipokrom pada apusan
darah tepi. Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
Proteinuria adalah adanya protein di dalam urin orang dewasa yang melebihi
nilai normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140
mg/m.
nefritis interstisialis kronis, fase poliurik pada nekrosis tubulus akut, sindrom
ortostatik, suatu keadaan yang tidak berbahaya pada 2% remaja dimana terjadi
hemoglobinuria.
41. mengapa pada skenario feses berwana kuning dan terdapat lendir?
Jawab:
1. Warna : normal tinja berwarna kuning coklat. Warna tinja yang abnormal
dapat disebabkan atau berubah oleh pengaruh jenis makanan, obat- obatan dan
adanya perdarahan pada saluran pencernaan
2. Bau : bau normal tinja disebabkan olah indol, skatol dan asam butirat. Tinja
yang abnormal mempunyai bau tengik, asam, basi.
3. Konsistensi : tinja normal agak lunak dan mempunyai bentuk seperti sosis
4. Lendir : Adanya lendir berarti ada iritasi atau radang dinding usus. Lendir
pada bagian luar tinja, lokasi iritasi mungkin pada usus besar dan bila
bercampur dengan tinja, iritasi mungkin pada usus kecil.
5. Darah : Normal tinja tidak mengandung darah. Perhatikan apakah darah itu
segar (merah muda), coklat atau hitam, apakah bercampur atau hanya
dibagian luar tinja saja.
6. Parasit : Cacing mungkin dapat terlihat
1. Sel epitel. Beberapa sel epitel, yaitu yang berasal dari dinding usus bagian
distal dapat ditemukan dalam keadaan normal. Kalau sel epitel berasal dari
bagian yang lebih proksimal, sel- sel itu sebagian atau seluruhnya rusak.
Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau ada perangsangan atau peradangan
dinding usus.
2. Makrofag. Sel- sel besar berinti satu memiliki daya fagositosis, dalam
plasmanya sering dilihat sel- sel lain (leukosit, eritrosit) atau benda- benda
lain. Dalam preparat natif ( tanpa pewarnaan) sel- sel itu menyerupai amuba :
perbedaanya ialah sel ini tidak dapat bergerak.
3. Lekosit. Lebih jelas terlihat kalau tinja dicampur dengan beberapa tetes
larutan asam acetat 10%. Kalau hanya dilihat beberapa dalam seluruh sediaan,
tidak ada artinya. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan lain-
lain, jumlah lekosit yang ditemukan banyak menjadi besar.
4. Eritrosit. Hanya dilihat kalau lesi mempunyai lokalisasi dalam kolon, rectum
atau anus. Keadaan ini selalu bersifat patologis.
5. Kristal- Kristal. Pada umumnya tidakk banyak artinya. Dalam tinja normal
mungkin terlihat Kristal- Kristal tripelfosfat, kalsium oksalat dan asam lemak.
Sebagai kelainan mungkin dijumpai Kristal Charcot-Leyden dan Kristal
hematoidin. Kristal Charcot-Leyden biasanya ditemukan pada keadaan
kelainan ulseratif usus, khususnya amubiasis. Kristal hematoidin dapat
ditemukan pada perdarahan usus.
6. Sisa makanan. Hampir selalu dapat ditemukan tertentu dikaitkan dengan
sesuatu hal yang abnormal. Sisa makanan itu sebagian berasal dari makanan
daun- daunan dan sebagian lagi makanan berasal dari makanan daun- daunan
dan sebagian lagi makanan berasal dari hewan, seperti serat otot, serat elastic,
dll. Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan lugol
: pati (amilum) yang tidak sempurna dicerna tampak seperti butir- butir biru
atau merah. Larutan jenuh Sudan III dan Sudan IV dalam alcohol 70% juga
dipakai : lemak netral menjadi tetes- tetes merah atau jingga.
7. Telur cacing. Ascaris lumricoides, Necator americanus, Enterobius
vermicularis Trichiurus trichiura, Strongyloides stercoralis, dan sebagainya,
juga yang termasuk genus cestodas dan trematodas mungkin didapat.