“DEMAM TIFOID”
Pembimbing :
dr. H. Jauhari Tri Wasisto, Sp.A
Oleh :
Nama : Putri Desti Juita S
NIM: 2013730164
Assalamualaikum Wr Wb.
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
refreshing ini. Penulisan dan pembuatan refreshing yang berjudul “Demam Tifoid”
ini merupakan bagian dari tugas pendidikan Kepaniteraan Klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Sayang Cianjur.
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. H. Jauhari Tri Wasisto,
Sp.A selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan nasehat sehingga
penulisan refreshing ini dapat terselesaikan dengan baik. Saya juga ingin
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan refreshing ini.
Saya menyadari bahwa refreshing ini memiliki banyak kekurangan, untuk itu
saya mengaharapkan kritik dan saran agar dapat lebih baik lagi dalam penulisan
selanjutnya. Semoga refreshing ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai
tambahan informasi mengenai demam tifoid yang masih menjadi salah satu masalah
kesehatan di bidang ilmu kesehatan anak.
Wassalamualaikum Wr Wb.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas yang
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial
atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit
mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch. Beberapa
terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid dan demam enterik.
Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama dengan demam tifoid
namun biasanya lebih ringan, penyakit ini biasanya disebabkan oleh spesies
Salmonella enteriditis, sedangkan demam enterik dipakai baik pada demam tifoid
maupun demam paratifoid
Dalam empat dekade terakhir, demam tifoid telah menjadi masalah kesehatan
global bagi masyarakat dunia. Diperkirakan angka kejadian penyakit ini mencapai 16
juta kasus di Asia Tenggara dengan angka kematian mencapai 600.000 jiwa per tahun.
Kejadian demam tifoid di Indonesia sekitar 1100 kasus per 100.000 penduduk setiap
tahunnya dengan angka kematian 3,1 – 10,4%. Menurut Departemen Kesehatan RI
penyakit ini menduduki urutan kedua sebagai penyebab kematian pada kelompok
umur 5 – 14 tahun di daerah perkotaan.
Demam tifoid termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-
undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini
merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang
sehingga dapat menimbulkan wabah. Sebagai salah satu penyakit infeksi yang
endemis di negara-negara berkembang, demam tifoid berkaitan erat dengan kondisi
sanitasi tempat tinggal maupun hygiene makanan yang dikonsumsi, lingkungan yang
kumuh, kurangnya kebersihan tempat makan umum (rumah makan, restoran) serta
perilaku menkonsumsi makanan yang dibeli dipinggir jalan. Demam tifoid adalah
penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonela sp.
Prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3 – 19 tahun, kejadian
meningkat setelah umur 5 tahun. Sekitar 95% kasus demam tifoid di Indonesia
disebabkan oleh Salmonela typhi, sementara sisanya disebabkan oleh Salmonela
paratyphi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih
disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran. Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh bakteri gram negatif Salmonela sp yaitu Salmonella typhi.
B. Epidemiologi
Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia. Penyakit
ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor
VI tahun1962 tentang wabah. Penderita anak yang ditemukan biasanya
diatas satu tahun, sebagian besar dari penderita (80%) yang dirawat berumur
diatas 5 tahun. Kelompok penyakit menular ini dapat menyerang banyak
orang, sehingga dapat menimbulkan wabah, walaupun demam tifoid
tercantum dalam undang-undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data
yg lengkap belum ada sehingga gambaran epidemiologinya belum diketahui
secara pasti.
C. Etiologi
Antigen H (Flagel)
Antigen Vi (Virulensi)
Kurang lebih ada dua faktor yang dapat menentukan apakah kuman dapat
melewati barrier asam lambung, yaitu:
1. Jumlah asam lambung yang masuk
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus,
bakteri melekat pada sel sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan
menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan yeyunum. Sel-sel M, sel
epitel khusus yang melapisi peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi
Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti
aliran ke kelenjer limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi
sitemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limfe.
Melalui mulut makanan dan air yang tercemar Salmonella typhi (106-
109) masuk kedalam tubuh manusia melalui esofagus, kuman masuk
kedalam lambung dan sebagian lagi kuman masuk kedalam usus halus. Di
usus halus, kuman mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum
terminalis yang sudah mengalami hipertropi (ditempat ini sering terjadi
perdarahan dan perforasi). Lalu kuman menembus lamina propria, kemudian
masuk ke aliran limfe dan mencapai kelenjer mesenterial yang mengalami
hipertrofi. Melalui duktus thoracicus, sebagian kuman masuk kedalam aliran
yang menimbulkan Bakterimia I dan melalui sirkulasi portal dari usus halus,
dan masuk kembali kedalam hati.
Melalui sirkulasi portal dan usus halus, sebagian lagi masuk kedalam
hati lalu kuman ditangkap dan bersarang sebagian di RES: plaque peyeri di
ileum terminalis, hati, lien, bagian lain sistem RES, kemudian masuk
kembali ke aliran darah dan menimbulkan Bakterimia II lalu menyebar ke
seluruh tubuh.
Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminal atau distal, tetapi
terkadang bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga dapat terinfeksi
pada minggu I. Pada permukaan plaque peyeri penuh dengan fagosit,
membesar, menonjol, dan tampak seperti infiltrate atau hiperplasia di
mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi terjadi nekrosis dan tukak.
Tukak ini lebis besar di ileum dari pada di kolon sesuai dengan ukuran
plaque peyeri yang ada disitu.Kebanyakan tukannya itu dangkal, kadang
lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak
yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh biasannya ulkus membaik
tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis.
E. Alur Diagnosis
Masa inkubasi berlangsung selama 10 – 14 hari) dan tidak menunjukkan gejala
asimtomatis
Usia sekolah dan masa remaja
Gejala klinis menyerupai orang dewasa
Malaise, anoreksia, mialgia, sakit kepala, sakit daerah abdomen (anak
biasanya tidak dapat menunjukan daerah yang paling sakit/rasa tidak nyaman
difus), keluhan meningkat pada minggu kedua.
Demam sampai hari ke 4 bersifat remiten, dengan pola seperti anak tangga
(stepwise fashion), sesudah hari ke 5 atau paling lambat akhir minggu
pertama pola demam berbentuk kontinu
Diare dapat ditemukan pada hari-hari pertama sakit, selanjutnya terjadi
konstipasi
Mual muntah dapat ditemukan pada awal sakit
Keluhan malaise, anoreksia, mialgia, sakit kepala, sakit daerah
abdomen pada minggu kedua bertambah berat, dapat ditemukan disorientasi,
letargi, delirium, bahkan stupor.
Pemeriksaan Fisik :
Bradikardi relatif (jarang pada anak usia yang lebih muda, dapat
ditemukan pada remaja)
Dapat ditemukan hepatomegali, splenomegali, distensi abdomen yang
disertai rasa sakit. Biasanya anak tidak dapat melokalisasi rasa sakit,
memberi kesan tidak enak/sakit yang difus
Rose spot ditemukan pada 50% kasus, dicari di daerah dada bawah dan
abdomen bagian atas
Bila ditemukan tanda pneumonia seperti sesak napas, biasanya terjadi
sesudah minggu kedua dan merupakan superinfeksi
Bila tanpa penyulit akan sembuh dalam 2 – 4 minggu.
Usia balita
Relatif jarang, biasanya bersifat ringan berupa demam ringan, malaise, dan
diare. Sering misdiagnosis sebagai diare akut
Neonatus
Gejala yang biasanya timbul dapat berupa muntah, diare, distensi abdomen,
suhu tubuh tidak stabil, icterus, BB menurun, kadang disertai kejang.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis demam
tifoid adalah :
Hematologi Rutin
Sering ditemukan anemia normokrom-normositer akibat supresi sumsum
tulang, leukopenia tetapi jarang < 2.500/mm disertai limfositosis relatif. Dapat
ditemukan trombositopenia yang cukup berat terutama pada akhir minggu
pertama
Kimia Darah
Pada penderita dengan penyulit hepatitis tifosa dapat ditemukan peningkatan
transaminase hepar dan bilirubin serum (harus dibuktikan bukan oleh sebab
lain seperti virus hepatitis). Pada penderita gizi kurang/buruk dapat ditemukan
hiponatremia dan hipokalemia
Biakan Salmonela
Darah : umumnya (+) pada minggu pertama dan awal minggu ke-2 (60–80%).
Pemeriksaan kultur sumsum tulang merupakan tindakan invasif, biasanya
hanya dilakukan untuk keperluan penelitian
Urin/feses : sesudah bakteremia sekunder (minggu ke 2 – 3)
Serologi
Tes Widal: diambil 2 kali (dengan serum berpasangan), didapat titer O
meningkat > 4 kali, pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena banyak
ditemukan nilai (+) palsu.
IgM anti-S.typhi hari ke 6 – 8, pemeriksaan ini hanya berlaku untuk demam
tifoid, bila (-) tidak menyingkirkan kemungkinan demam paratifoid
Pemeriksaan antigen bakteri: Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan lain seperti pencitraan (rontgen toraks, rontgen polos perut
(BNO), USG abdomen), D-dimer, dan lain-lain dilaksanakan apabila terjadi
penyulit
Pemeriksaan penunjang lainnya:
a. Pemeriksaan darah tepi
a. Biakan Empedu
b. Biakan Darah
Pada Neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali
pusat
Aglutinin O
Aglutinin H
Aglutinin Vi
Aglutinin Vi adalah antibody yang dibuat karena rangsangan
dari antigen Vi yang berasal dari simpai kuman.
- Penyakit-penyakit tertentu
- Aglutinasi silang
(2) Tubex TF
G. Diagnosis
Diagnosis biasanya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan gejala
klinik serta pemeriksaan laboratorium serologi. Bila didapati titer O yang tinggi
tanpa imunisasi sebelumnya, maka diagnosis demam tifoid dapat dianggap positif.
Diagnosis dapat dipastikan bila biakan dari darah, tinja, urin, sumsum tulang,
sputum atau eksudat purulen positif.
a. Ig-M anti S.thypi
b. Biakan S.thypi
c. Titer uji Widal meningkat 4 kali lipat selama 2 – 3 minggu.
- Titer antibodi (aglutinin) O = 1 : 320 4 x (1 : 80)
- Titer antibodi (aglutinin) H = 1 : 640 4 x (1 : 160)
Demam tinggi dengan atau tanpa bronkitis, disertai keluhan sakit kepala dan
nyeri samar-samar di perut dapat disebabkan banyak penyakit seperti
salmonelosis pada umumnya, tuberkulosis diseminatus, malaria, demam dengue,
bronkitits akut, influenza dan pneumonia.
H. Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
Perdarahan usus (bila gawat harus dilakukan pembedahan)
Perforasi usus (harus dilakukan pembedahan)
Ileus paralitik
2. Komplikasi Ekstra-Intestinal
Darah : Anemia hemolitik, trombositopenia, DIC.
Kadiovaskular : Syok septik, miokarditis, trombosis, tromboflebitis
Paru-paru : Empiema, pneumonia, pleuritis, bronkhitis
Hati dan kandung empedu : Hepatitis, kolesistitis
Ginjal : Glomerulonefritis, pielonefritis
Tulang : Osteomielitis, arthritis
Neuropsikiatrik : Delirium, meningitis, polineuritis perifer, encephalopaty,
sindrome Guillian – Barre, psikosis.
I. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Antibiotik
Lini I :
Klorampenikol 100 mg/KgBB/hari per oral atau IV, dibagi dalam 4
dosis selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turun.
Kloramfenikol tidak diberikan apabila leukosit < 2000/µl
Amoksisilin 100 mg/KgBB/hari per oral atau IV selama 10 hari
Lini II (multidrug resistant S.typhi) :
Seftriakson 80 mg/KgBB/hari IV/IM, sekali sehari, selama 5 hari
Sefiksim 10 mg/ KgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis, selama 10
hari
Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan penurunan
kesadaran: Deksametason 1-3 mg/KgBB/hari IV, dibagi 3 dosis
hingga kesadaran membaik
Pertimbangan transfusi darah pada kasus perdarahan saluran cerna.
Tindakan Bedah
Diperlukan bila terjadi perforasi usus
2. Non Medikamentosa
Tirah baring
Kebutuhan cairan dan kalori dicukupi
Indikasi Rawat :
Demam tifoid berat harus dirawat inap d RS :
Terutama pada demam tinggi, muntah, diare bila perlu diberikan asupan cairan
dan kalori
Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan
Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik
Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan O2
Antipiretik diberikan apabila demam > 39’C kecuali pada pasien dengan
riwayat kejang demam dapat diberikan lebih awal
Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih padat dengan
kalori cukup
Transfusi darah kadang diperlukan pada perdarahan saluran cerna dan
perforasi usus
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber karbohidrat Beras ditim, dibubur; Nasi digoreng; beras
kentang direbus, dipure; ketan, ubi; singkong;
makaroni, soun, mi, tales; cantel
misoa direbus; roti;
biskuit; tepung sagu,
tapioka, maizena,
hunkwe dibubur atau
dibuat puding; gula;
madu.
Sumber protein hewani Daging, ikan, ayam, Daging dan ayam
unggas tidak berlemak berlemak dan berurat
direbus, dikukus, ditim, banyak; daging, ayam,
dipanggang; telur ikan, telur digoreng; ikan
direbus, diceplok air, banyak duri seperti
diorak-arik; bakso ikan, bandeng, mujair, mas dan
sapi, ayam direbus; susu, selat.
milkshake, yogurt, keju.
Sumber protein nabati Tempe, tahu direbus, Tempe, tahu dan kacang-
dikukus, ditumis, kacangan digoreng;
dipanggang; kacang hijau kacang merah.
direbus; susu kedelai.
Sayuran Sayuran tidak berserat Sayuran banyak serat
banyak dan dimasak seperti daun singkong,
seperti daun bayam, daun daun katuk, daun melinjo,
kangkung, kacang nangka muda, keluwih,
panjang muda, buncis genjer, pare, krokot,
muda, oyong muda rebung; sayuran yang
dikupas, labu siam, labu menimbulkan gas seperti
kuning, labu air, tomat kol, sawi, lobak; sayuran
dan wortel. mentah.
Buah-buahan Buah segar dihaluskan Buah banyak serat dan
atau dipure tanpa kulit menimbulkan gas seperti
seperti pisang matang, nanas, nangka masak dan
pepaya, jeruk manis dan durian; buah lain dalam
jus buah (pada pasien keadaan utuh kecuali
yang mempunyai pisang; buah kering.
toleransi rendah terhadap
asam, jus buah tidak
diberikan).
Bumbu-bumbu Dalam jumlah terbatas : Cabe dan merica.
garam, gula, pala, kayu
manis, asam, saos tomat,
cuka, kecap.
Minuman Sirop, teh dan kopi encer, Minuman yang
jus sayuran dan jus buah, mengandung alkohol dan
air putih masak. soda seperti bir, wiski,
limun, air soda, coca
cola, orange crush; teh
dan kopi.
Selingan Es krim, puding. Kue kacang, kue kenari,
buah kering, kue terlalu
manis dan berlemak.
Lain-lain Selai, marmalade, coklat Keripik dan snack yang
bubuk, gelatin, hagelslag terlalu gurih.
Pemantauan Terapi
- Evaluasi demam dengan memonitor suhu. Apabila pada hari ke 4-5
setelah pengobatan demam tidak reda, maka harus segera kembali dievaluasi
adakah komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi S.typhi terhadap antibiotik,
atau kemungkinan salah menegakkan diagnosis
- Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, perbaikan klinis, dan tidak dijumpai
komplikasi. Pengobatan dapat dianjurkan dirumah.
J. Prognosis
Prognosis tergantung pada umur, keadaan umum, derajat kekebalan
tubuh, jumlah/virulensi kuman, saat dimulainya pengobatan (cepat dan tepatnya
pengobatan), keadaan sosio-ekonomi dan gizi penderita. Angka kematian di
rumah sakit tipe A berkisar antara 5 – 10% persen. Pada tindakan operatif atas
indikasi perforasi, angka kematian berkisar antara 15 dan 25%. Kematian pada
demam tifoid disebabkan oleh keadaan toksik, perforasi, perdarahan atau
pneumonia.
DAFTAR PUSTAKA
Clearly TG. Salmonella. In: Klegman RM: Stanton BM, Geme J, Schor N, Behrman
RE, editors. Nelson’s Textbook of Pediatrics. 19th Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2011
Pedoman Diagnostik dan Terapi. Demam Enterik : Demam Tifoid dan Paratiroid. 3 th
Ed. Bandung; 2005
Pudjiadi AH, Hegar B, Hardyastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED,
editors. Pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2011
Pudjiadi, H Antonius. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid
I.Jakarta: IDAI; 2010
Sumarmo SPS, Herry G, Sri RSH, Hindra IS, editors. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012