Anda di halaman 1dari 18

REFRESHING

Penyakit Infeksi Pada Hidung

Oleh:

Azizah Khairina

2013730019

Pembimbing: dr. Rini Febrianti, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK STASE TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJAR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PERIODE 16 APRIL - 20 MEI 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah refreshing dengan judul “Penyakit Infeksi pada Hidung”. Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan. Dengan disusunnya makalah ini diharapkan para pembaca dan khususnya
penulis dapat mengetahui mengenai peyakit infeksi pada hidung bererta pemeriksaam dan
diagnosis penyakit tersebut.

.Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih terdapat
kekurangan, baik dari segi penulisan maupun dari segi pembahasan. Karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan referat ini. Penulis juga berterima kasih kepada pembimbing penulis yaitu dr. Rini
Febrianti, Sp.THT-KL yang telah membantu terselesaikannya makalah ini. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi penulis sendiri.

Banjar, April 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Di dalam hidung (nasal) terdapat organum olfaktorium perifer. Fungsi hidung dan
kavitas nasi berhubungan dengan fungsi penghidu, pernapasan, penyaringan debu,
pelembapan udara pernapasan, penampungan sekret dari sinus paranasales dan duktus
nasolakrimalis.

Bentuk luar hidung sangat bervariasi dalam hal ukuran dan bentuk, terutama karena
perbedaan tulang rawan hidung. Pada permukaan inferior terdapat dua lubang, yaitu naris
anterior yang terpisah satu dengan lainnya oleh septum nasi. Septum nasi membagi cavitas
nasi menjadi dua rongga kanan dan kiri.

Cavitas nasi yang dapat dimasuki lewat nares anterior berhubungan dengan nasofaring
melalui kedua koana (nares posterior). Cavitas nasi dilapisi oleh membrane mukosa, kecuali
vestibulum nasi yang dilapisi oleh kulit. Membran mukosa hidung melekat sangat erat pada
periosteum dan perikondirum tulang dan tulang rawan hidung. Bagian dua pertiga inferior
membrane mukosa hidung termasuk area respiratoria, sedangkan satu pertiga superior
adalah area olfactoria. Udara yang melewati area respiratoria dihangatkan dan dilembabkan
sebelum memasuki saluran napas lebih lanjut ke paru-paru. Area olfactoria berisi organum
olfactorium primer, dengan mendengus udara tersedot ke daerah ini.

Infeksi pada hidung dapat mengenai hidung luar yaitu bagian kulit hidung, dan rongga
dalam hidung yaitu bagian mukosa hidung. Infeksi pada hidung luar dapat berbentuk
selulitis dan vestibulitis, sedangkan rhinitis adalah terjadinya proses inflamasi mukosa
hidung yang dapat disebabkan oleh infeksi, alergi, atau iritasi.

Mikroorganisme penyebab infeksi terdiri dari virus, bakteri non spesifik, bakteri
spesifik dan jamur. Infeksi hidung dapat disebabkan oleh mikroorganisme, atau beberapa
mikroorganisme dan mengakibatkan infeksi primer, sekunder, ataupun multiple.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan pada Hidung


1. Anamnesis
Keluhan utama penyakit atau kelaianan pada hidung adalah sumbatan hidung, sekret
di hidung dan tenggorok, bersin, rasa nyeri di daerah muka dan kepala, perdarahan
dari hidung, dan gangguan penghidu.
Sumbatan hidung dapat terjadi oleh beberapa faktor. Oleh karena itu perlu
anamnesis yang teliti seperti apakah keluhan sumbatan ini terjadi terus menerus atau
hilang timbul, pada satu atau kedua lubang hidung atau bergantian, adakah
sebelumnya riwayat kontak dengan bahan allergen, trauma hidung, pemakaian obat
tetes hidung dekongestan untuk waktu lama, perokok, peminum alkohol.
Sekret di hidung pada satu atau kedua rongga hidung, konsistensi sekret tersebut,
encer, bening seperti air, kental, nanah, atau bercampur darah. Apakah sekret ini
keluar hanya pada pagi hari atau pada waktu tertentu.
Bersin yang berulang merupakan keluhan pasien alergi hidung. Perlu ditanyakan
apakah bersin timbul akibat menghirup sesuatu yang diikuti keluar sekret yang encer
dan rasa gatal di hidung, tenggorok, mata, telinga.
Rasa nyeri di daerah muka dan kepala yang ada hubungannya dengan keluhan di
hidung. Nyeri di daerah dahi, pangkal hidung, pipi dan tengah kepala dapat
merupakan tanda-tanda infeksi sinus (sinusitis). Rasa nyeri atau rasa berat ini dapat
timbul bila menundukkan kepala dan dapat berlangsung dari beberapa jam sampai
beberapa hari.
Perdarahan dari hidung dapat berasal dari bagian anterior rongga hidung atau dari
bagian posterior rongga hidung. Dapat berasal dari satu atau kedua lubang, sudah
berapa kali, adakah riwayat trauma, riwayat penyakit kelainan darah, dan pemakaian
obat antikoagulan.
Gangguan penghidu dapat berupa hilangnya penciuman (anosmia) atau berkurang
(hiposmia). Perlu ditanyakan apakah sebelumnya ada riwayat infeksi hidung, infeksi
sinus, trauma kepala, dan keluhan sudah berapa lama.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan hidung dengan penlight
1) Inspeksi permukaan anterior dan inferior hidung. Nilai adanya tanda-tanda
inflamasi, trauma, atau anomali kongenital. Apakah hidung lurus, apakah
deviasi hidung melibatkan bagian tulang atau bagian kartilago?
2) Palpasi hidung untuk menilai adanya nyeri dan bengkak.
3) Minta pasien untuk mendongakkan kepalanya. Berikan tekanan ringan pada
ujung hidung dengan jari jempol untuk memperlebar hidung dan dengan
bantuan penlight pemeriksa dapat melihat sebagian vestibula.
4) Inspeksi posisi septum terhadap kartilago lateral di setiap sisi.
5) Inspeksi vestibula untuk melihat adanya inflamasi, deviasi septum anterior,
atau perforasi.
6) Inspeksi mukosa hidung, menilai warna mukosa hidung, lihat adanya
eksudat, bengkak, perdarahan, tumor, polip, atau trauma. Mukosa hidung
biasanya berwarna lebih gelap dibandingkan dengan mukosa mulut.
7) Ekstensikan kepala pasien untuk menilai deviasi atau perforasi septum
posterior. Nilai ukuran dan warna konka inferior.
8) Inspeksi ukuran, warna, dan kondisi mukosa konka media. Lihat apakah
terdapat tanda inflamasi, tumor atau polip.
9) Inspeksi pengembangan cuping hidung apakah simetris.
10) Palpasi sinus frontalis dan maksilaris dengan mengetuk tulang di daerah alis
(untuk sinus frontalis) dan pada daerah sinus maksilaris. Apakah terdapat
nyeri pada palpasi sinus.

b. Pemeriksaan rinoskopi anterior (menggunakan spekulum hidung)


1) Alat dipegang oleh pemeriksa dengan posisi jempol berada pada sendi
spekulum nasal dan jari telunjuk kiri pemeriksa diletakkan di ala nasi pasien
untuk memfiksasi. Spekulum dimasukkan ke lubang hidung pasien dengan
posisi membentuk sudut 150 terhadap bidang horizontal.
2) Blade spekulum nasal dimasukkan sekitar 1 cm ke dalam vestibula dan leher
pasien sedikit diekstensikan.
3) Memposisikan kepala pasien agar struktur internal hidung terlihat lebih jelas.
4) Blade spekulum nasal dibuka ke arah superior sehingga vestibulum terbuka
lebar.
5) Nilai mukosa hidung apakah terdapat tanda-tanda inflamasi, polip, tumor,
sekret dan septum deviasi.
6) Membran mukosa: menilai warna, kering atau tidak, polip, ulserasi dan
tumor.
7) Sekret hidung: berlendir, mukopurulen, berair, cairan berdarah, bau dan
kerak seperti pada rinitis atrofi.
8) Nasal septum: menilai spurs, deviasi dan adanya septum perforasi.
9) Turbinat: menilai ukuran (hipertrofik atau atrofik) dan membrane mukosa.
10) Meatus: opasitas, polip dan tumor.

c. Pemeriksaan rinoskopi posterior


Untuk melakukan pemeriksaan rinoskopi posterior diperlukan spatula lidah dan
kaca nasofaring yang telah dihangatkan dengan api lampu spiritus untuk
mencegah udara pernapasan mengembun pada kaca. Pasien diminta membuka
mulut, lidah dua pertiga anterior ditekan dengan menggunakan spatula lidah.
Perhatikan bagian belakang septum dan koana, konka superior, konka media,
konka inferior serta meatus superior dan media, torus tubarius, muara tuba
esutachius dan fossa rosenmuller.

B. Rinitis Viral Akut (Common cold)


Definisi
Rhinitis adalah inflamasi yang terjadi pada kavitas nasi. Penyebab utama dari rhinitis
adalah infeksi. Rhinitis akibat infeksi virus lebih sering terjadi dibandingkan dengan
rhinitis akibat infeksi bakteri. Common cold merupakam sindrom yang disebabkan oleh
lebih dari ratusan virus dengan antigen berbeda yang secara intermitten membentuk
kolonisasi dan menginfeksi saluran napas atas.

Epidemiologi
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa common cold lebih sering terjadi
pada anak-anak dibandingkan dengan dewasa. Frekunsi terjadinya infeksi saluran napas
atas pada anak-anak yaitu enam sampai dua puluh satu kali per tahun. Kebanyakan
orang dewasa mengalami dua sampai tiga kali common cold per tahun. Transmisi virus
dari orang ke orang terjadi melalui sekret yang terkontaminasi virus. Penyebaran terjadi
melalui inhalasi partikel infeksius dan kontak tangan dengan benda-benda di lingkungan
yang terkontaminasi. Penyebaran virus sulit untuk dikendalikan karena virus dapat
ditularkan satu atau dua hari sebelum gejala muncul dan dapat ditularkan oleh individu
yang tidak menunjukkan gejala.

Etiologi
Virus penyebab infeksi saluran napas atas dapat dibagi menjadi empat kelompok: (1)
kelompok myxovirus dan paramyxovirus (mencakup influenza, parainfluenza,
respiratory syncytial viruses), (2) kelompok adenovirus (mencakup 35 serotipe yang
berbeda), (3) kelompok picornavirus (mencakup enterovirus dan rhinovirus), dan (4)
kelompok coronavirus. Penyebab spesifik dari rhinitis dapat diketahui secara pasti pada
60% - 70% kasus melalui tehnik kultur yang spesifik. Rhinovirus meliputi 30% sampai
40% infeksi, coronavirus meliputi setidaknya 10%, sedangkan respiratory syncytial
virus (RSV), influenzavirus, parainfluenza virus, dan adenovirus meliputi sekitar 10%
sampai 15%.
Faktor predisposisi:
 Faktor umum
o Ventilasi buruk.
o Kelelahan.
o Malnutrisi dan defisiensi vitamin.
o Ketahanan umum rendah misalnya penyakit ginjal, hati, diabetes dan
pasien imunodefisiensi.
 Faktor lokal
o Sumbatan hidung.
o Infeksi kronis pada sinus dan nasofaring.

Gejala dan tanda


Gejala pada rhinitis viral dapat bervariasi mencakup sumbatan pada hidung, sekret
hidung, bersin, batuk, inflamasi konjungtiva, dan sakit tenggorokan. Gejala seperti
demam, malaise dan mialgia dapat timbul ataupun tidak. Nafsu makan dan pola tidur
dapat terganggu.

Perjalanan common cold umumnya melalui empat tahap:


1. Tahap Prodromal: hidung kering, iritasi dan bersin.
2. Tahap hiperemis: obstruksi hidung, sekret encer seperti air dan gejala toksemia
ringan serta demam. Mukosa terilhat kemerahan dan bengkak.
3. Tahap infeksi sekunder: cairan mengental dan menjadi mukopurulen. Obstruksi
nasal dan toksemia semakin bertambah berat.
4. Tahap resolusi: gejala dan tanda secara bertahap berkurang dan pemulihan terjadi
setelah 5-10 hari.

Pada pemeriksaan fisik, mukosa nasal dan faring terlihat eritematose, dan hiperplasia
limfoid dapat terlihat pada posterior faring. Dapat terjadi hipertrofi tonsil dan adenoid
serta pembesaran kelenjar limfe leher. Dapat terjadi infeksi bakteri sekunder pada
telinga tengah (ditandai dengan membrane timpani yang opak dan immobile) atau sinus
paranasal (demam tinggi dan sekret yang purulen). Lamanya sakit sekitar lima sampai
tujuh hari, meskipun gejala baru hilang biasanya pada hari ke sepuluh.

Diagnosis
Pada praktik klinis, jarang diketahui etiologi common cold secara pasti. Namun, virus
dapat diisolasi dari nasofaring (swab langsung) atau dari kavitas nasal melalui tehnik
kultur jaringan yang konvensional. Tehnik ini mahal dan biasanya hasil baru didapatkan
setelah empat sampai tujuh hari.

Pengobatan
Pengobatan bersifat simtomatik karena merupakan self-limiting disease. Tetes hidung
dengan normal saline digunakan untuk mencairkan mukus. Dekongestan sistemik atau
topical digunakan untuk mengurangi sekresi hidung dan edema mukosa, sehingga
memperbaiki sumbatan saluran napas. Pengobatan simtomatik lainnya meliputi
pemberian antihistamin (lebih efektif untuk rhinitis alergi), asetaminofen (untuk demam
atau mialgia), meningkatkan asupan cairan, dan tirah baring.

C. Rinitis Difteri
Definisi
Rhinitis difteri adalah peradangan membran mukosa hidung yang disebabkan oleh
Corynebacterium diphtheriae.
Gejala dan tanda
Gejala-gejala nasal adalah obstruksi dan sekret hidung yang pada awalnya berair
kemudian menjadi bernoda darah dan mukopurulen. Turbin inferior, dasar hidung dan
kadang-kadang septum ditutupi dengan membrane adheren berwarna keabu-abuan. Jika
membran ini dilepas akan meninggalkan perdarahan pada permukaan mukosa.

Pemeriksaan penunjang
Swab nasal menunjukkan C. diphteriae (+).

Pengobatan
o Antibiotik
o Antitoksin sistemik
o Pasien harus diisolasi sampai swab nasal negatif.

D. Rinitis Kronik Hipertrofi


Definisi
Istilah hipertrofi digunakan untuk menunjukkan perubahan mukosa hidung pada konka
inferior yang mengalami hipertrofi karena proses inflamasi yang berlangsung lama yang
disebabkan oleh infeksi bakteri baik primer maupun sekunder. Konka inferior dapat juga
mengalami hipertrofi tanpa infeksi misalnya pada rhinitis vasomotor atau rhinitis alergi.

Etiologi
1. Rhinitis akut rekuren atau sinusitis.
2. Rinitis alergi.
3. Rinitis vasomotor.

Gejala
1. Obstruksi nasal bilateral atau gejala diluar hidung akibat hidung yang tersumbat
seperti mulut kering, nyeri kepala dan gangguan tidur.
2. Sekret nasal bilateral, biasanya banyak dan mukopurulen.
Tanda-tanda
1. Pada pemeriksaan ditemukan konka yang hipertrofi terutama konka inferior.
Permukaan konka berbenjol - benjol karena mukosa juga mengalami hipertrofi.
Akibatnya, pasase udara dalam rongga hidung menjadi sempit.
2. Sekret mukopurulen dapat ditemukan diantara konka inferior dan septum dan juga di
dasar rongga hidung.

Pengobatan
1. Pengobatan penyebabnya.
2. Steroid topikal.
3. Mengurangi hipertrofi konka inferior
a. Operasi turbinektomi inferior parsial.
b. Diathermy submukosa.
c. Pengurangan hipertrofi turbinate dengan laser.

E. Rinitis Atrofi
Definisi
Rhinitis atrofi adalah rinitis non-spesifik kronis yang ditandai dengan atrofi progresif
dari mukosa hidung dan turbinat tulang di bawahnya.

Etiologi
Rhinitis atrofi primer lebih sering terjadi pada wanita. Etiologi rinitis atrofi masih belum
diketahui tetapi mungkin karena:
 Infeksi: cocobacillus ozaenae, klebsiella ozaenae dan organisme gram negatif
lainnya yang telah diisolasi dari kultur.
 Ketidakseimbangan endokrin: defisiensi estrogen telah dicurigai.
 Malnutrisi: defisiensi zat besi dan vitamin A.
 Penyakit autoimun.
 Ketidakseimbangan otonom.
 Faktor keturunan.
Rhinitis atrofi sekunder
 Rinitis purulen atau sinusitis saat masa kanak-kanak.
 Pembedahan pada selaput lendir hidung misalnya turbinektomi radikal dan kauter
berulang.
 Rhinitis spesifik kronis, mis. scleroma dan sifilis.
 Deviasi septum nasi.

Gejala dan tanda


 Sekret hidung yang keras, bau busuk (biasanya tidak dibaui oleh pasien, karena
pasien mengalami anosmia karena atrofi mukosa nasal). Hidung terasa tersumbat,
epistaksis saat berusaha membuang kotoran hidung, sakit tenggorokan karena
berkaitan dengan faringitis atrofi.
 Pemeriksaan klinis mengkonfirmasi keberadaan kotoran yang berwarna hijau atau
hitam pada rongga hidung. Mukosa hidung tampak tipis, pucat, kering (atrofi)
dengan atrofi turbinat inferior.

Pengobatan
Konservatif:
§ Membersihkan hidung secara teratur dengan larutan alkali sebanyak dua kali sehari.
§ Antibiotik setelah tes kultur dan uji sensitivitas.
§ Pengobatan penyebab pada rinitis atrofi sekunder.
Bedah:
Prosedur bedah yang berbeda telah dicoba dengan tujuan mempersempit rongga hidung
atau menutup sementara lubang hidung selama 6-12 bulan.

F. Sinusitis Akut
Definisi
Sinusitis bacterial adalah inflamasi akut pada mukoperiosteum yang melapisi sinus
nasal. Sinusitis bakteri akut seringkali terjadi karena adanya gangguan mucociliary
clearance dan obstruksi dari kompleks osteomeatal. Edema mukosa menyebabkan
obstruksi dan akumulasi mukus pada kavitas sinus yang menjadi terinfeksi oleh bakteri
(infeksi sekunder).

Etiologi
Patogen yang menyebabkan sinusitis bakteri merupakan patogen yang sama dengan
penyebab otitis media yaitu S. pneumoniae, streptokokus lainnya, H. influenza,
S.aureus, dan Moraxella catarrhalis. Patogen bervariasi secara regional baik dari segi
prevalensi maupun resistensi terhadap antibiotik. Sekitar 25% orang sehat asimptomatik,
jika dilakukan kultur, dapat menunjukkan adanya bakteri yang sama.
Sumber infeksi:
I. Nasal:
1. Rhinitis akut adalah yang paling umum.
2. Menyelam dan berenang saat mengalami rinitis akut.
3. Benda asing pada hidung.
II. Dental:
Sinusitis maksilaris unilateral sebagian besar adalah infeksi anerob yang terjadi melalui:
1. Infeksi gigi: gigi premolar kedua atas atau gigi molar pertama.
2. Fistula oro-antral setelah ekstraksi premolar kedua atas atau pertama
III.Traumatic:
1. Benda asing pada sinus
2. Fraktur sinus.
3. Sinus barotrauma

Tanda dan Gejala


Tidak terdapat kriteria pasti untuk menegakkan diagnosis dari rinosinusitis bacterial
akut pada orang dewasa. Gejala utama meliputi sekret hidung yang purulen, obstruksi
atau kongesti hidung, nyeri pada wajah, bau napas, batuk, dan demam. Gejala tambahan
mencakup sakit kepala, otalgia, halitosis, nyeri pada gigi, dan malaise. Rinosinusitis
bakteri dapat dibedakan dari rhinitis virus dengan adanya gejala persisten lebih dari 10
hari setelah onset atau perburukan gejala dalam 10 hari setelah perbaikan awal. Akut
infeksi didefinisikan sebagai infeksi yang terjadi kurang dari 4 minggu, sedangkan
subakut antara 4 sampai 12 minggu.
Sinusitis maksila akut merupakan bentuk rinosinusitis bacterial akut yang paling
sering terjadi karena sinus maksila merupakan sinus yang paling besar dan hanya
memiliki satu aliran drainage yang mudah mengalami obstruksi. Rasa penuh pada wajah
yang unilateral, rasa tertekan, dan nyeri pada pipi merupakan gejala utama, namun dapat
juga tidak terjadi pada beberapa kasus. Nyeri dapat menjalar ke gigi insisius atas atau
kaninus melalui cabang nervus trigeminus. Drainage nasal yang purulen perlu dicatat
dengan obstruksi aliran udara hidung atau nyeri wajah. Sinusitis maksila juga dapat
terjadi akibat infeksi pada gigi, dan gigi yang terasa nyeri perlu diperiksa untuk mencari
adanya abses. Pencabutan gigi yang sakit dan drainase abses periapikal dapat
memperbaiki infeksi sinus.
Etmoiditis akut pada orang dewasa seringkali disertai oleh sinusitis maksila, dan gejala
mirip dengan sinusitis maksila. Sinusitis etmoid yang terlokalisir dapat timbul dengan
nyeri dan tekanan pada dinding lateral hidung antara kedua mata yang dapat menjalar ke
orbita.
Sinusitis sphenoid sering ditemukan pada kasus pan sinusitis atau infeksi seluruh sinus
paranasalis. Pasien mungkin mengeluh sakit kepala pada bagian tengah kepala dan
seringkali menunjuk ke titik vertex.
Sinusitis frontal akut dapat menyebabkan rasa nyeri pada dahi. Pemeriksaan dilakukan
dengan palpasi daerah atas orbita tepat dibawah ujung medial alis.

Pemeriksaan rongga hidung


1. Edema mukosa hidung yang membesar di atas konka.
2. Sekret mukopurulen atau purulen di meatus media: di maksilaris, sinusitis
ethmoidal frontal dan anterior, meatus superior pada posterior ethmoiditis, reses
sphenoethmoidal pada sphenoiditis.
3. Sekret mukopurulen postnasal.

Pemeriksaan penunjang

1. Kultur dan uji sensitivitas dari sekret sinus.


2. X-ray polos dan CT scan: opasitas, air fluid level atau mukosa menebal Pada sinus
yang terkena, obstruksi dari kompleks osteomeatal, dan komplikasi jika ada.

Pengobatan
Obat antiinflamasi non steroid secara umum direkomendasikan untuk pengobatan
rinosinusitis bakteri akut. Gejala sinus dapat membaik dengan pemberial dekongestan
nasal atau oral (atau keduanya), misalnya pemberian pseudoefedrin 30-120 mg perdosis,
hingga 240 mg/hari; oxymetazoline nasal 0,05%; atau xylometazoline 0,05-0,1%, satu
sampai dua semprotan pada setiap lubang hidung setiap 6 sampai 8 jam selama 3 hari.
Kortikosteroid intranasal direkomendasikan untuk gejala awal yang rinosisnusitis
bakteri akut.
Sekitar 40% sampai 69% pasien dengan rinosinusitis bakteri akut dapat sembuh tanpa
pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan jika gejala menetap
lebih dari 10 hari atau ketika gejala (demam, nyeri wajah, bengkak pada wajah) cukup
berat atau pada kasus komplikasi seperti pada imunodefisiensi. Pada pasien-pasien
tersebut, pemberian antibiotik dapat memperbaiki gejala. Pemilihan antibiotic biasanya
empiric dan berdasarkan pada beberapa faktor seperti resistensi antibiotik pada daerah
pasien, alergi antibiotic, biaya dan toleransi pasien. Jika pasien tidak alergi terhadap
penisilin, amoksisilin merupakan pilihan lini pertama. Pengobatan biasanya selama 7-10
hari. Pemberian antibiotic makrolide direkomendasikan untuk pasien yang alergi
penisilin, dan tetrasiklin juga digunakan.

G. Sinusitis Kronik
Definisi
Sinusitis kronik adalah peradangan kronik pada mucoperiosteum yang melapisi sinus
paranasal.

Etiologi

Penyebab dari sunisitis kronik adalah obstruksi berkepanjangan dari ostium satu atau
lebih dari paranasal sinus yang menyebabkan:
 Ventilasi & drainase yang tidak memadai dari sinus
 Pertumbuhan berlebih organisme & infeksi selaput lendir.
 Edema dan kerusakan pada silia menyebabkan gangguan ventilasi dan
kerusakan yang menyebabkan siklus sinusitis kronis.

Faktor predisposisi untuk sinusitis kronis

1. Pengobatan sinusitis akut yang tidak adekuat


a. Virulen atau organisme atipikal.
b. Pemilihan yang tidak tepat atau antibiotik jangka pendek.
2. Faktor predisposisi lokal
a. Variasi anatomi dimana area ostium sempit misalnya karena septum deviasi atau
konka media yang besar.
b. Penyakit mukosa misalnya alergi atau polip
c. Adenoiditis atau infeksi gigi mengarah ke sinusitis maksilaris kronik
d. Pembersihan mukosiliar yang terganggu: cystic fibrosis, silia imotil
3. Sistemik:
a. Imunitas yang buruk misalnya pada pasien diabetes atau terapi kortikosteroid
berkepanjangan.
b. Faktor lingkungan misalnya merokok atau polusi.

Organisme penyebab sinusitis kronik dapat merupakan bakteri aerobik maupun bakteri
anaerobik.

Manifestasi klinis

Gejala:

1. Hidung tersumbat, sekret hidung yang mukopurulen atau purulen dan mungkin
berbau busuk pada sinusitis maksila, sekeret postnasal mukopurulen dengan batuk
iritatif.
2. Nyeri wajah berupa nyeri tumpul yang terlokalisir pada daerah sinus yang terkena.
Situs nyeri: di bawah mata (sinusitis maksilaris), di antara (ethmoiditis), di atas mata
(sinusitis frontal) atau di belakang mata (sphenoiditis).
3. Gejala infeksi turun: otitis media, faringitis, laryngitis dan bronkitis.
4. Gejala sistemik: demam subfebris, sakit kepala, mudah lelah dan atralgia.

Tanda-tanda:

Diagnostik transnasal endoskopi dilakukan secara rutin untuk pemeriksaan semua pasien
dengan gejala yang mencurigakan kronis rinosinusitis. Tujuannya adalah untuk
mendeteksi tanda-tanda sinusitis, misalnya sekret dari ostium sinus, mukosa edema dan
polip serta untuk mengidentifikasi kelainan anatomi atau patologis di meatus media
sehingga dapat terlihat:

1. Mukosa hidung edema yang membesar di atas turbinat.


2. Sekret mukopurulen atau purulen pada meatus media untuk sinusitis anterior,
pada meatus superior untuk ethmoiditis posterior atau pada reses
sphenoethmoidal pada sphenoiditis.
3. Polip hidung mungkin ada di meatus media pada ethmoiditis kronik

Pemeriksaan penunjang

a. X-ray polos tidak lagi dilakukan untuk diagnosis kronis sinusitis karena
menunjukkan dengan buruk ethmoid, dua pertiga bagian atas dari rongga hidung
dan reses frontal.
b. Computed tomography (CT) scanning adalah gold standar untuk diagnosis
sinusitis kronis. Tujuannya adalah untuk menentukan sejauh mana patologi dan
untuk menggambarkan anatomi pada pasien yang menjalani operasi.
c. Kultur dan uji sensitivitas kuman penyebab.

Pengobatan

Medikamentosa:

 Antibiotik harus diberikan setidaknya selama 2 minggu, analgesik, dekongestan,


mukolitik.
 Tetes hidung dekongestif, inhalasi uap dan mencuci hidung dengan alkalin.
 Pengobatan faktor predisposisi: septoplasty atau adenoidectomy.

Pembedahan: indikasi pembedahan pada sinusitis kronik yaitu kegagalan pengobatan


medikamentosa yang tepat atau jika komplikasi terjadi seperti yang ditunjukkan oleh
pemeriksaan pencitraan.

H. Vestibulitis
Definisi
Vestibulitis adalah infeksi pada kulit vestibulum yang terjadi biasanya karena iritasi dari
sekret dari rongga hidung (rinore) akibat inflamasi mukosa yang menyebabkan
hipersekresi sel goblet dan kelenjar seromusinosa. Inflamasi vestibulum nasal juga dapat
terjadi akibat folikulitis.

Gejala dan tanda


Hidung terlihat kemerahan, terasa panas, nyeri disertai bengkak. Nyeri terjadi karena
perlekatan yang erat kulit dengan kartilago dibawahnya.

Pengobatan
Pemberian antibiotic sistemik yang efektif melawan S. aureus direkomendasikan seperti
dicloxacillin 250 mg secara oral sebanyaj empat kali sehari selama tujuh sampai sepuluh
hari. Mupirocin atau bacitracin topical dapat membantu dan mencegah kekambuhan.
Jika terdapat furunkel, perlu dilakukan insisi dan drainase secara intranasal.

I. Sinusitis fungal
Definisi
Sinusitis fungal adalah akumulasi hifa jamur pada sinus. Sinusitis fungal dapat terjadi
pada pasien dengan immunocompromised atau dapat juga pada individu yang sehat.
Kelompok immunocompromised mencakup pasien dengan imunosupresi, pasien dengan
keganasan atau diabetes atau pasien yang mendpaat obat sitotoksik. Bergantung pada
jamur yang terlibat dan letak infeksi, sinusitis fungal dapat mengancap nyawa pasien.
Pasien yang sebelumnya sehat juga dapat mengalami sinusitis fungal. Contoh yang
paling umum adalah sinusitis yang terjadi akibat infeksi Aspegillosis.

Gejala dan tanda


Pasien dengan infeksi ini biasanya mengalami infeksi unilateral sinus maksila setelah
gejala sinusitis yang lama dan tidak membaik dengan pemberian antibiotik. Sakit yang
kronik dan invasi lokal merupakan tanda dari sinusitis akibat fungal. Jarang terjadi,
kematian timbul akibat infeksi ke sistem saraf pusat.

Pemeriksaan penunjang
 CT scan: opasitas pada sinus dengan spot hiperdens yang fokal.
 Specimen sekret sinus dan biopsi mukosa diperlukan untuk diagnosis definitif.

Pengobatan
Debridemen bedah hampir selalu diperlukan untuk perawatan dan kadang-kadang cukup
sebagai pengobatan untuk pasien yang sebelumnya sehat. Pada pasien dengan penyakit
mendasar, agen antifungal sistemik seperti amfoterisin atau kelompok azole merupakan
pengobatan yang direkomendasikan.
DAFTAR PUSTAKA

Bluestone, dkk. 2002. Pediatric Otolaryngology. 4th Edition. Philadelphia: Elsevier


Saunders.
Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Keterampilan Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Kesehatan Primer. Edisi 1. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.
Maxine A, Papadakis dan Stephen J. Macphee. 2017. Current Medical Diagnosis and
Treatment. USA: Mc-Graw Hill Education.
Moore, L. Keith dan Anne R. Argur. 2013. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit
Hipokrates.
Staff Members of Othorhinolaryngology Departement. 2007. Essentials of
Othorhinolaryngology. 1st Edition. Faculty of Medicine, Mansoura University - Egypt.
Soepardi, E. A. dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher. Jakarta: BP FKUI.

Anda mungkin juga menyukai