Oleh:
Azizah Khairina
2013730019
Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah refreshing dengan judul “Penyakit Infeksi pada Hidung”. Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan. Dengan disusunnya makalah ini diharapkan para pembaca dan khususnya
penulis dapat mengetahui mengenai peyakit infeksi pada hidung bererta pemeriksaam dan
diagnosis penyakit tersebut.
.Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih terdapat
kekurangan, baik dari segi penulisan maupun dari segi pembahasan. Karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan referat ini. Penulis juga berterima kasih kepada pembimbing penulis yaitu dr. Rini
Febrianti, Sp.THT-KL yang telah membantu terselesaikannya makalah ini. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi penulis sendiri.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Di dalam hidung (nasal) terdapat organum olfaktorium perifer. Fungsi hidung dan
kavitas nasi berhubungan dengan fungsi penghidu, pernapasan, penyaringan debu,
pelembapan udara pernapasan, penampungan sekret dari sinus paranasales dan duktus
nasolakrimalis.
Bentuk luar hidung sangat bervariasi dalam hal ukuran dan bentuk, terutama karena
perbedaan tulang rawan hidung. Pada permukaan inferior terdapat dua lubang, yaitu naris
anterior yang terpisah satu dengan lainnya oleh septum nasi. Septum nasi membagi cavitas
nasi menjadi dua rongga kanan dan kiri.
Cavitas nasi yang dapat dimasuki lewat nares anterior berhubungan dengan nasofaring
melalui kedua koana (nares posterior). Cavitas nasi dilapisi oleh membrane mukosa, kecuali
vestibulum nasi yang dilapisi oleh kulit. Membran mukosa hidung melekat sangat erat pada
periosteum dan perikondirum tulang dan tulang rawan hidung. Bagian dua pertiga inferior
membrane mukosa hidung termasuk area respiratoria, sedangkan satu pertiga superior
adalah area olfactoria. Udara yang melewati area respiratoria dihangatkan dan dilembabkan
sebelum memasuki saluran napas lebih lanjut ke paru-paru. Area olfactoria berisi organum
olfactorium primer, dengan mendengus udara tersedot ke daerah ini.
Infeksi pada hidung dapat mengenai hidung luar yaitu bagian kulit hidung, dan rongga
dalam hidung yaitu bagian mukosa hidung. Infeksi pada hidung luar dapat berbentuk
selulitis dan vestibulitis, sedangkan rhinitis adalah terjadinya proses inflamasi mukosa
hidung yang dapat disebabkan oleh infeksi, alergi, atau iritasi.
Mikroorganisme penyebab infeksi terdiri dari virus, bakteri non spesifik, bakteri
spesifik dan jamur. Infeksi hidung dapat disebabkan oleh mikroorganisme, atau beberapa
mikroorganisme dan mengakibatkan infeksi primer, sekunder, ataupun multiple.
BAB II
PEMBAHASAN
Epidemiologi
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa common cold lebih sering terjadi
pada anak-anak dibandingkan dengan dewasa. Frekunsi terjadinya infeksi saluran napas
atas pada anak-anak yaitu enam sampai dua puluh satu kali per tahun. Kebanyakan
orang dewasa mengalami dua sampai tiga kali common cold per tahun. Transmisi virus
dari orang ke orang terjadi melalui sekret yang terkontaminasi virus. Penyebaran terjadi
melalui inhalasi partikel infeksius dan kontak tangan dengan benda-benda di lingkungan
yang terkontaminasi. Penyebaran virus sulit untuk dikendalikan karena virus dapat
ditularkan satu atau dua hari sebelum gejala muncul dan dapat ditularkan oleh individu
yang tidak menunjukkan gejala.
Etiologi
Virus penyebab infeksi saluran napas atas dapat dibagi menjadi empat kelompok: (1)
kelompok myxovirus dan paramyxovirus (mencakup influenza, parainfluenza,
respiratory syncytial viruses), (2) kelompok adenovirus (mencakup 35 serotipe yang
berbeda), (3) kelompok picornavirus (mencakup enterovirus dan rhinovirus), dan (4)
kelompok coronavirus. Penyebab spesifik dari rhinitis dapat diketahui secara pasti pada
60% - 70% kasus melalui tehnik kultur yang spesifik. Rhinovirus meliputi 30% sampai
40% infeksi, coronavirus meliputi setidaknya 10%, sedangkan respiratory syncytial
virus (RSV), influenzavirus, parainfluenza virus, dan adenovirus meliputi sekitar 10%
sampai 15%.
Faktor predisposisi:
Faktor umum
o Ventilasi buruk.
o Kelelahan.
o Malnutrisi dan defisiensi vitamin.
o Ketahanan umum rendah misalnya penyakit ginjal, hati, diabetes dan
pasien imunodefisiensi.
Faktor lokal
o Sumbatan hidung.
o Infeksi kronis pada sinus dan nasofaring.
Pada pemeriksaan fisik, mukosa nasal dan faring terlihat eritematose, dan hiperplasia
limfoid dapat terlihat pada posterior faring. Dapat terjadi hipertrofi tonsil dan adenoid
serta pembesaran kelenjar limfe leher. Dapat terjadi infeksi bakteri sekunder pada
telinga tengah (ditandai dengan membrane timpani yang opak dan immobile) atau sinus
paranasal (demam tinggi dan sekret yang purulen). Lamanya sakit sekitar lima sampai
tujuh hari, meskipun gejala baru hilang biasanya pada hari ke sepuluh.
Diagnosis
Pada praktik klinis, jarang diketahui etiologi common cold secara pasti. Namun, virus
dapat diisolasi dari nasofaring (swab langsung) atau dari kavitas nasal melalui tehnik
kultur jaringan yang konvensional. Tehnik ini mahal dan biasanya hasil baru didapatkan
setelah empat sampai tujuh hari.
Pengobatan
Pengobatan bersifat simtomatik karena merupakan self-limiting disease. Tetes hidung
dengan normal saline digunakan untuk mencairkan mukus. Dekongestan sistemik atau
topical digunakan untuk mengurangi sekresi hidung dan edema mukosa, sehingga
memperbaiki sumbatan saluran napas. Pengobatan simtomatik lainnya meliputi
pemberian antihistamin (lebih efektif untuk rhinitis alergi), asetaminofen (untuk demam
atau mialgia), meningkatkan asupan cairan, dan tirah baring.
C. Rinitis Difteri
Definisi
Rhinitis difteri adalah peradangan membran mukosa hidung yang disebabkan oleh
Corynebacterium diphtheriae.
Gejala dan tanda
Gejala-gejala nasal adalah obstruksi dan sekret hidung yang pada awalnya berair
kemudian menjadi bernoda darah dan mukopurulen. Turbin inferior, dasar hidung dan
kadang-kadang septum ditutupi dengan membrane adheren berwarna keabu-abuan. Jika
membran ini dilepas akan meninggalkan perdarahan pada permukaan mukosa.
Pemeriksaan penunjang
Swab nasal menunjukkan C. diphteriae (+).
Pengobatan
o Antibiotik
o Antitoksin sistemik
o Pasien harus diisolasi sampai swab nasal negatif.
Etiologi
1. Rhinitis akut rekuren atau sinusitis.
2. Rinitis alergi.
3. Rinitis vasomotor.
Gejala
1. Obstruksi nasal bilateral atau gejala diluar hidung akibat hidung yang tersumbat
seperti mulut kering, nyeri kepala dan gangguan tidur.
2. Sekret nasal bilateral, biasanya banyak dan mukopurulen.
Tanda-tanda
1. Pada pemeriksaan ditemukan konka yang hipertrofi terutama konka inferior.
Permukaan konka berbenjol - benjol karena mukosa juga mengalami hipertrofi.
Akibatnya, pasase udara dalam rongga hidung menjadi sempit.
2. Sekret mukopurulen dapat ditemukan diantara konka inferior dan septum dan juga di
dasar rongga hidung.
Pengobatan
1. Pengobatan penyebabnya.
2. Steroid topikal.
3. Mengurangi hipertrofi konka inferior
a. Operasi turbinektomi inferior parsial.
b. Diathermy submukosa.
c. Pengurangan hipertrofi turbinate dengan laser.
E. Rinitis Atrofi
Definisi
Rhinitis atrofi adalah rinitis non-spesifik kronis yang ditandai dengan atrofi progresif
dari mukosa hidung dan turbinat tulang di bawahnya.
Etiologi
Rhinitis atrofi primer lebih sering terjadi pada wanita. Etiologi rinitis atrofi masih belum
diketahui tetapi mungkin karena:
Infeksi: cocobacillus ozaenae, klebsiella ozaenae dan organisme gram negatif
lainnya yang telah diisolasi dari kultur.
Ketidakseimbangan endokrin: defisiensi estrogen telah dicurigai.
Malnutrisi: defisiensi zat besi dan vitamin A.
Penyakit autoimun.
Ketidakseimbangan otonom.
Faktor keturunan.
Rhinitis atrofi sekunder
Rinitis purulen atau sinusitis saat masa kanak-kanak.
Pembedahan pada selaput lendir hidung misalnya turbinektomi radikal dan kauter
berulang.
Rhinitis spesifik kronis, mis. scleroma dan sifilis.
Deviasi septum nasi.
Pengobatan
Konservatif:
§ Membersihkan hidung secara teratur dengan larutan alkali sebanyak dua kali sehari.
§ Antibiotik setelah tes kultur dan uji sensitivitas.
§ Pengobatan penyebab pada rinitis atrofi sekunder.
Bedah:
Prosedur bedah yang berbeda telah dicoba dengan tujuan mempersempit rongga hidung
atau menutup sementara lubang hidung selama 6-12 bulan.
F. Sinusitis Akut
Definisi
Sinusitis bacterial adalah inflamasi akut pada mukoperiosteum yang melapisi sinus
nasal. Sinusitis bakteri akut seringkali terjadi karena adanya gangguan mucociliary
clearance dan obstruksi dari kompleks osteomeatal. Edema mukosa menyebabkan
obstruksi dan akumulasi mukus pada kavitas sinus yang menjadi terinfeksi oleh bakteri
(infeksi sekunder).
Etiologi
Patogen yang menyebabkan sinusitis bakteri merupakan patogen yang sama dengan
penyebab otitis media yaitu S. pneumoniae, streptokokus lainnya, H. influenza,
S.aureus, dan Moraxella catarrhalis. Patogen bervariasi secara regional baik dari segi
prevalensi maupun resistensi terhadap antibiotik. Sekitar 25% orang sehat asimptomatik,
jika dilakukan kultur, dapat menunjukkan adanya bakteri yang sama.
Sumber infeksi:
I. Nasal:
1. Rhinitis akut adalah yang paling umum.
2. Menyelam dan berenang saat mengalami rinitis akut.
3. Benda asing pada hidung.
II. Dental:
Sinusitis maksilaris unilateral sebagian besar adalah infeksi anerob yang terjadi melalui:
1. Infeksi gigi: gigi premolar kedua atas atau gigi molar pertama.
2. Fistula oro-antral setelah ekstraksi premolar kedua atas atau pertama
III.Traumatic:
1. Benda asing pada sinus
2. Fraktur sinus.
3. Sinus barotrauma
Pemeriksaan penunjang
Pengobatan
Obat antiinflamasi non steroid secara umum direkomendasikan untuk pengobatan
rinosinusitis bakteri akut. Gejala sinus dapat membaik dengan pemberial dekongestan
nasal atau oral (atau keduanya), misalnya pemberian pseudoefedrin 30-120 mg perdosis,
hingga 240 mg/hari; oxymetazoline nasal 0,05%; atau xylometazoline 0,05-0,1%, satu
sampai dua semprotan pada setiap lubang hidung setiap 6 sampai 8 jam selama 3 hari.
Kortikosteroid intranasal direkomendasikan untuk gejala awal yang rinosisnusitis
bakteri akut.
Sekitar 40% sampai 69% pasien dengan rinosinusitis bakteri akut dapat sembuh tanpa
pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan jika gejala menetap
lebih dari 10 hari atau ketika gejala (demam, nyeri wajah, bengkak pada wajah) cukup
berat atau pada kasus komplikasi seperti pada imunodefisiensi. Pada pasien-pasien
tersebut, pemberian antibiotik dapat memperbaiki gejala. Pemilihan antibiotic biasanya
empiric dan berdasarkan pada beberapa faktor seperti resistensi antibiotik pada daerah
pasien, alergi antibiotic, biaya dan toleransi pasien. Jika pasien tidak alergi terhadap
penisilin, amoksisilin merupakan pilihan lini pertama. Pengobatan biasanya selama 7-10
hari. Pemberian antibiotic makrolide direkomendasikan untuk pasien yang alergi
penisilin, dan tetrasiklin juga digunakan.
G. Sinusitis Kronik
Definisi
Sinusitis kronik adalah peradangan kronik pada mucoperiosteum yang melapisi sinus
paranasal.
Etiologi
Penyebab dari sunisitis kronik adalah obstruksi berkepanjangan dari ostium satu atau
lebih dari paranasal sinus yang menyebabkan:
Ventilasi & drainase yang tidak memadai dari sinus
Pertumbuhan berlebih organisme & infeksi selaput lendir.
Edema dan kerusakan pada silia menyebabkan gangguan ventilasi dan
kerusakan yang menyebabkan siklus sinusitis kronis.
Organisme penyebab sinusitis kronik dapat merupakan bakteri aerobik maupun bakteri
anaerobik.
Manifestasi klinis
Gejala:
1. Hidung tersumbat, sekret hidung yang mukopurulen atau purulen dan mungkin
berbau busuk pada sinusitis maksila, sekeret postnasal mukopurulen dengan batuk
iritatif.
2. Nyeri wajah berupa nyeri tumpul yang terlokalisir pada daerah sinus yang terkena.
Situs nyeri: di bawah mata (sinusitis maksilaris), di antara (ethmoiditis), di atas mata
(sinusitis frontal) atau di belakang mata (sphenoiditis).
3. Gejala infeksi turun: otitis media, faringitis, laryngitis dan bronkitis.
4. Gejala sistemik: demam subfebris, sakit kepala, mudah lelah dan atralgia.
Tanda-tanda:
Diagnostik transnasal endoskopi dilakukan secara rutin untuk pemeriksaan semua pasien
dengan gejala yang mencurigakan kronis rinosinusitis. Tujuannya adalah untuk
mendeteksi tanda-tanda sinusitis, misalnya sekret dari ostium sinus, mukosa edema dan
polip serta untuk mengidentifikasi kelainan anatomi atau patologis di meatus media
sehingga dapat terlihat:
Pemeriksaan penunjang
a. X-ray polos tidak lagi dilakukan untuk diagnosis kronis sinusitis karena
menunjukkan dengan buruk ethmoid, dua pertiga bagian atas dari rongga hidung
dan reses frontal.
b. Computed tomography (CT) scanning adalah gold standar untuk diagnosis
sinusitis kronis. Tujuannya adalah untuk menentukan sejauh mana patologi dan
untuk menggambarkan anatomi pada pasien yang menjalani operasi.
c. Kultur dan uji sensitivitas kuman penyebab.
Pengobatan
Medikamentosa:
H. Vestibulitis
Definisi
Vestibulitis adalah infeksi pada kulit vestibulum yang terjadi biasanya karena iritasi dari
sekret dari rongga hidung (rinore) akibat inflamasi mukosa yang menyebabkan
hipersekresi sel goblet dan kelenjar seromusinosa. Inflamasi vestibulum nasal juga dapat
terjadi akibat folikulitis.
Pengobatan
Pemberian antibiotic sistemik yang efektif melawan S. aureus direkomendasikan seperti
dicloxacillin 250 mg secara oral sebanyaj empat kali sehari selama tujuh sampai sepuluh
hari. Mupirocin atau bacitracin topical dapat membantu dan mencegah kekambuhan.
Jika terdapat furunkel, perlu dilakukan insisi dan drainase secara intranasal.
I. Sinusitis fungal
Definisi
Sinusitis fungal adalah akumulasi hifa jamur pada sinus. Sinusitis fungal dapat terjadi
pada pasien dengan immunocompromised atau dapat juga pada individu yang sehat.
Kelompok immunocompromised mencakup pasien dengan imunosupresi, pasien dengan
keganasan atau diabetes atau pasien yang mendpaat obat sitotoksik. Bergantung pada
jamur yang terlibat dan letak infeksi, sinusitis fungal dapat mengancap nyawa pasien.
Pasien yang sebelumnya sehat juga dapat mengalami sinusitis fungal. Contoh yang
paling umum adalah sinusitis yang terjadi akibat infeksi Aspegillosis.
Pemeriksaan penunjang
CT scan: opasitas pada sinus dengan spot hiperdens yang fokal.
Specimen sekret sinus dan biopsi mukosa diperlukan untuk diagnosis definitif.
Pengobatan
Debridemen bedah hampir selalu diperlukan untuk perawatan dan kadang-kadang cukup
sebagai pengobatan untuk pasien yang sebelumnya sehat. Pada pasien dengan penyakit
mendasar, agen antifungal sistemik seperti amfoterisin atau kelompok azole merupakan
pengobatan yang direkomendasikan.
DAFTAR PUSTAKA