Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Efusi Pleura

Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura.7

Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan produksi cairan ataupun berkurangnya

absorbsi.14 Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling

sering dengan etiologi yang bermacam-macam mulai dari kardiopulmoner,

inflamasi, hingga keganasan yang harus segera dievaluasi dan diterapi.14

2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, 1,5 juta kasus efusi pleura terjadi tiap tahunnya.14

Sementara pada populasi umum secara internasional, diperkirakan tiap 1 juta

orang, 3000 orang terdiagnosa efusi pleura.1 Secara keseluruhan, insidensi efusi

pleura sama antara pria dan wanita. Namun terdapat perbedaan pada kasus-kasus

tertentu dimana penyakit dasarnya dipengaruhi oleh jenis kelamin. Misalnya,

hampir dua pertiga kasus efusi pleura maligna terjadi pada wanita. Dalam hal ini

efusi pleura maligna paling sering disebabkan oleh kanker payudara dan

keganasan ginekologi. Sama halnya dengan efusi pleura yang berhubungan

dengan sistemic lupus erytematosus, dimana hal ini lebih sering dijumpai pada

wanita. Di Amerika Serikat, efusi pleura yang berhubungan dengan mesotelioma

maligna lebih tinggi pada pria. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya

paparan terhadap asbestos. Efusi pleura yang berkaitan dengan pankreatitis kronis

Universitas Sumatera Utara


insidensinya lebih tinggi pada pria dimana alkoholisme merupakan etiologi

utamanya. Efusi rheumatoid juga ditemukan lebih banyak pada pria daripada

wanita. Efusi pleura kebanyakan terjadi pada usia dewasa. Namun demikian, efusi

pleura belakangan ini cenderung meningkat pada anak-anak dengan penyebab

tersering adalah pneumonia.14

2.3. Etiologi Dan Patofisiologi

Rongga pleura normal berisi cairan dalam jumlah yang relatif sedikit yakni

0,1 – 0,2 mL/kgbb pada tiap sisinya.7 Fungsinya adalah untuk memfasilitasi

pergerakan kembang kempis paru selama proses pernafasan.1 Cairan pleura

diproduksi dan dieliminasi dalam jumlah yang seimbang. Jumlah cairan pleura

yang diproduksi normalnya adalah 17 mL/hari dengan kapasitas absorbsi

maksimal drainase sistem limfatik sebesar 0,2-0,3 mL/kgbb/jam. Cairan ini

memiliki konsentrasi protein lebih rendah dibanding pembuluh limfe paru dan

perifer.1,7,15

Cairan dalam rongga pleura dipertahankan oleh keseimbangan tekanan

hidrostatik, tekanan onkotik pada pembuluh darah parietal dan viseral serta

kemampuan drainase limfatik (gambar 2.1). Efusi pleura terjadi sebagai akibat

gangguan keseimbangan faktor-faktor di atas.14

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1. Skema yang memperlihatkan proses sirkulasi normal cairan pleura. Terlihat bahwa
cairan pleura berasal dari pembuluh darah sistemik pada membran pleura parietal dan viseral
(ditunjukkan pada panah yang terputus-putus). Pembuluh darah pleura parietal (mikrovaskular
interkostal) merupakan terpenting pada sistem ini sebab pembuluh darah ini paling dekat dengan
rongga pleura dan memiliki tekanan filtrasi yang lebih tinggi daripada mikrovaskuler bronkial
pada pleura viseral. Cairan pleura awalnya akan absorbsi kembali oleh mikrovaskuler, sisanya
akan dikeluarkan dari rongga pleura melalui saluran limfatik pada pleura parietal (panah utuh).
Dikutip dari: Broaddus VC. 2009. Mechanisms of pleural liquid accumulation in disease.
Uptodate.

Persamaan yang menunjukkan hubungan keseimbangan antara tekanan

hidrostatik dan onkotik adalah sebagai berikut : Q = k x [(Pmv – Ppmv) – s (nmv

– npmv)]. Pada persamaan ini, Q merupakan tekanan filtrasi, k merupakan

koefisien filtrasi, Pmv dan Ppmv merupakan tekanan hidrostatik pada ruang

mikrovaskular dan perimikrovaskular. s merupakan koefisien refleksi bagi total

protein mulai dari skor 0 (permeabel penuh) hingga 1 (tidak permeabel). nmv dan

npmv menyatakan tekanan osmotik protein cairan di mikrovaskular dan

perimikrovaskular. Pada keadaan normal, cairan yang difiltrasi jumlahnya sedikit

dan mengandung protein dalam jumlah yang sedikit pula.15,16

Universitas Sumatera Utara


Adapun gambaran normal cairan pleura adalah sebagai berikut

• Jernih, karena merupakan hasil ultrafiltrasi plasma darah yang berasal

dari pleura parietalis

• pH 7,60-7,64

• Kandungan protein kurang dari 2% (1-2 g/dL)

• Kadungan sel darah putih < 1000 /m3

• Kadar glukosa serupa dengan plasma

• Kadar LDH (laktat dehidrogenase) < 50% dari plasma.14

Efusi pleura merupakan suatu indikator adanya suatu penyakit dasar baik

itu pulmoner maupun non pulmoner, akut maupun kronis. Penyebab efusi pleura

tersering adalah gagal jantung kongestif (penyebab dari sepertiga efusi pleura dan

merupakan penyebab efusi pleura tersering), pneumonia, keganasan serta emboli

paru.1,14,17 Berikut ini merupakan mekanisme-mekanisme terjadinya efusi pleura :

1. Adanya perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya :

inflamasi, keganasan, emboli paru)

2. Berkurangnya tekanan onkotik intravaskular (misalnya :

hipoalbuminemia, sirosis)

3. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah atau kerusakan

pembuluh darah (misalnya : trauma, keganasan, inflamasi, infeksi,

infark pulmoner, hipersensitivitas obat, uremia, pankreatitis)

4. Meningkatnya tekanan hidrostatik pembuluh darah pada sirkulasi

sistemik dan atau sirkulasi sirkulasi paru (misalnya : gagal jantung

kongestif, sindrom vena kava superior)

Universitas Sumatera Utara


5. Berkurangnya tekanan pada rongga pleura sehingga menyebabkan

terhambatnya ekspansi paru (misalnya : atelektasis ekstensif,

mesotelioma)

6. Berkurangnya sebagaian kemampuan drainase limfatik atau bahkan

dapat terjadi blokade total, dalam hal ini termasuk pula obstruksi

ataupun ruptur duktus torasikus (misalnya : keganasan, trauma)

7. Meningkatnya cairan peritoneal, yang disertai oleh migrasi sepanjang

diafragma melalui jalur limfatik ataupun defek struktural. (misalnya :

sirosis, dialisa peritoneal)

8. Berpindahnya cairan dari edema paru melalui pleura viseral

9. Meningkatnya tekanan onkotik dalam cairan pleura secara persisten

dari efusi pleura yang telah ada sebelumnya sehingga menyebabkan

akumulasi cairan lebih banyak lagi.14

Sebagai akibat dari terbentuknya efusi adalah diafragma menjadi semakin

datar atau bahkan dapat mengalami inversi, disosiasi mekanis pleura viseral dan

parietal, serta defek ventilasi restriktif.14

Efusi pleura secara umum diklasifikasikan sebagai transudat dan eksudat,

bergantung dari mekanisme terbentuknya serta profil kimia cairan efusi tersebut.

Cairan transudat dihasilkan dari ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik

dan onkotik, sementara eksudat dihasilkan oleh proses inflamasi pleura ataupun

akibat berkurangnya kemampuan drainase limfatik. Pada kasus-kasus tertentu,

cairan pleura dapat memiliki karakteristik kombinasi dari transudat dan eksudat.14

Universitas Sumatera Utara


2.3.1. Transudat

Efusi pleura transudatif terjadi jika terdapat perubahan dalam tekanan

hidrostatik dan onkotik pada membran pleura, misalnya jumlah cairan yang

dihasilkan melebihi jumlah cairan yang dapat diabsorbsi. Pada keadaan ini,

endotel pembuluh darah paru dalam kondisi yang normal, dimana fungsi filtrasi

masih normal pula sehingga kandungan sel dan dan protein pada cairan efusi

transudat lebih rendah. Jika masalah utama yang menyebabkannya dapat diatasi

maka efusi pleura dapat sembuh tanpa adanya masalah yang lebih lanjut.17 Selain

itu, efusi pleura transudat juga dapat terjadi akibat migrasi cairan yang berasal dari

peritoneum, bisa pula iatrogenik sebagai komplikasi dari pemasangan kateter vena

sentra dan pipa nasogastrik.14 Penyebab-penyebab efusi pleura transudat relatif

lebih sedikit yakni :

• Gagal jantung kongestif

• Sirosis (hepatik hidrotoraks)

• Atelektasis – yang bisa disebabkan oleh keganasan atau emboli paru

• Hipoalbuminemia

• Sindroma nefrotik

• Dialisis peritoneal

• Miksedema

• Perikarditis konstriktif

• Urinotoraks – biasanya akibat obstuktif uropathy

• Kebocoran cairan serebrospinal ke rongga pleura

• Fistulasi duropleura

Universitas Sumatera Utara


• Migrasi kateter vena sentral ke ekstravaskular

• Glisinotoraks – sebuah komplikasi yang jarang akibat irigasi kandung

kemih dengan larutan glisin 1,5% yang dilakukan setelah pembedahan

urologi.14

2.3.2. Eksudat

Efusi pleura eksudat dihasilkan oleh berbagai proses/kondisi inflamasi dan

biasanya diperlukan evaluasi dan penanganan yang lebih luas dari efusi transudat.

Cairan eksudat dapat terbentuk sebagai akibat dari proses inflamasi paru ataupun

pleura, gangguan drainase limfatik pada rongga pleura, pergerakan cairan eksudat

dari rongga peritoneal melalui diafragma, perubahan permeabilitas membran

pleura, serta peningkatan permeabilitas dinding kapiler atau kerusakan pembuluh

darah. Adapun penyebab-penyebab terbentuknya cairan eksudat antara lain :

• Parapneumonia

• Keganasan (paling sering, kanker paru atau kanker payudara, limfoma,

leukemia, sedangkan yang lebih jarang, kanker ovarium, kanker

lambung, sarkoma serta melanoma)

• Emboli paru

• Penyakit-penyakit jaringan ikat-pembuluh darah (artritis reumatoid,

sistemic lupus erythematosus)

• Tuberkulosis

• Pankreatitis

• Trauma

• Sindroma injuri paska-kardiak

Universitas Sumatera Utara


• Perforasi esofageal

• Pleuritis akibat radiasi

• Sarkoidosis

• Infeksi jamur

• Pseudokista pankreas

• Abses intraabdominal

• Paska pembedahan pintas jatung

• Penyakit perikardial

• Sindrom Meig (neoplasma jinak pelvis disertai asites dan efusi pleura)

• Sindrom hiperstimulasi ovarian

• Penyakit pleura yang diinduksi oleh obat

• Sindrom yellow nail (kuku kuning, limfedema, efusi pleura)

• Uremia

• Chylothorax (suatu kondisi akut dengan peningkatan kadar trigilerida

pada cairan pleura)

• Pseudochylotoraks (suatu kondisi kronis dengan peningkatan kadar

kolesterol cairan pleura)

• Fistulasi (ventrikulopleural, billiopleural, gastropleural).14

2.4. Prognosis

Prognosis efusi pleura bervariasi dan bergantung dari etiologi yang

mendasarinya, derajat keparahan saat pasien masuk, serta analisa biokimia cairan

pleura. Namun demikian, pasien yang lebih dini memiliki kemungkinan lebih

Universitas Sumatera Utara


rendah untuk terjadinya komplikasi. Pasien pneumonia yang disertai dengan efusi

memiliki prognosa yang lebih buruk ketimbang pasien dengan pneumonia saja.

Namun begitupun, jika efusi parapneumonia ditangani secara cepat dan tepat,

biasanya akan sembuh tanpa sekuele yang signifikan. Namun jika tidak ditangani

dengan tepat, dapat berlanjut menjadi empiema, fibrosis konstriktiva hingga

sepsis.14

Efusi pleura maligna merupakan pertanda prognosis yang sangat buruk,

dengan median harapan hidup 4 bulan dan rerata harapan hidup 1 tahun. Pada

pria hal ini paling sering disebabkan oleh keganasan paru, sedangkan pada wanita

lebih sering karena keganasan pada payudara. Median angka harapan hidup adalah

3-12 bulan bergantung dari jenis keganasannya. Efusi yang lebih respon terhadap

kemoterapi seperti limfoma dan kanker payudara memiliki harapan hidup yang

lebih baik dibandingkan kanker paru dan mesotelioma. Analisa sel dan analisa

biokimia cairan pleura juga dapat menentukan prognosa. Misalnya cairan pleura

dengan pH yang lebih rendah biasanya berkaitan dengan massa keadaan tumor

yang lebih berat dan prognosa yang lebih buruk.14

2.5. Gambaran Klinis

Efek yang ditimbulkan oleh akumulasi cairan di rongga pleura bergantung

pada jumlah dan penyebabnya. Efusi dalam jumlah yang kecil sering tidak

bergejala. Bahkan efusi dengan jumlah yang besar namun proses akumulasinya

berlangsung perlahan hanya menimbulkan sedikit atau bahkan tidak menimbulkan

gangguan sama sekali. Jika efusi terjadi sebagai akibat penyakit inflamasi, maka

Universitas Sumatera Utara


gejala yang muncul berupa gejala pleuritis pada saat awal proses dan gejala dapat

menghilang jika telah terjadi akumulasi cairan. Gejala yang biasanya muncul pada

efusi pleura yang jumlahnya cukup besar yakni : nafas terasa pendek hingga sesak

nafas yang nyata dan progresif, kemudian dapat timbul nyeri khas pleuritik pada

area yang terlibat, khususnya jika penyebabnya adalah keganasan. Nyeri dada

meningkatkan kemungkinan suatu efusi eksudat misalnya infeksi, mesotelioma

atau infark pulmoner. Batuk kering berulang juga sering muncul, khususnya jika

cairan terakumulasi dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba. Batuk yang lebih

berat dan atau disertai sputum atau darah dapat merupakan tanda dari penyakit

dasarnya seperti pneumonia atau lesi endobronkial. Riwayat penyakit pasien juga

perlu ditanyakan misalnya apakah pada pasien terdapat hepatitis kronis, sirosis

hepatis, pankreatitis, riwayat pembedahan tulang belakang, riwayat keganasan,

dll. Riwayat pekerjaan seperti paparan yang lama terhadap asbestos dimana hal ini

dapat meningkatkan resiko mesotelioma. Selain itu perlu juga ditanyakan obat-

obat yang selama ini dikonsumsi pasien.14,18

Hasil pemeriksaan fisik juga tergantung dari luas dan lokasi dari efusi.

Temuan pemeriksaan fisik tidak didapati sebelum efusi mencapai volume 300

mL. Gangguan pergerakan toraks, fremitus melemah, suara beda pada perkusi

toraks, egofoni, serta suara nafas yang melemah hingga menghilang biasanya

dapat ditemukan. Friction rub pada pleura juga dapat ditemukan. Cairan efusi

yang masif (> 1000 mL) dapat mendorong mediastinum ke sisi kontralateral.

Efusi yang sedikit secara pemeriksaan fisik kadang sulit dibedakan dengan

pneumonia lobaris, tumor pleura, atau fibrosis pleura. Merubah posisi pasien

Universitas Sumatera Utara


dalam pemeriksaan fisik dapat membantu penilaian yang lebih baik sebab efusi

dapat bergerak berpindah tempat sesuai dengan posisi pasien. Pemeriksaan fisik

yang sesuai dengan penyakit dasar juga dapat ditemukan misalnya, edema perifer,

distensi vena leher, S3 gallop pada gagal jantung kongestif. Edema juga dapat

muncul pada sindroma nefrotik serta penyakit perikardial. Ascites mungkin

menandakan suatu penyakit hati, sedangkan jika ditemukan limfadenopati atau

massa yang dapat diraba mungkin merupakan suatu keganasan.14,18

2.6. Pemeriksaan Penunjang

2.6.1 Pemeriksaan pencitraan radiologis

Evaluasi efusi pleura dimulai dari pemeriksaan imejing untuk menilai

jumlah cairan, distribusi dan aksesibilitasnya serta kemungkinan adanya

abnormalitas intratorakal yang berkaitan dengan efusi pleura tersebut.7

Pemeriksaan foto toraks posteroanterior (PA) dan lateral sampai saat ini

masih merupakan yang paling diperlukan untuk mengetahui adanya efusi pleura

pada awal diagnosa. Pada posisi tegak, akan terlihat akumulasi cairan yang

menyebabkan hemitoraks tampak lebih tinggi, kubah diafragma tampak lebih ke

lateral, serta sudut kostofrenikus yang menjadi tumpul. Untuk foto toraks PA

setidaknya butuh 175-250 mL cairan yang terkumpul sebelumnya agar dapat

terlihat di foto toraks PA. Sementara foto toraks lateral dekubitus dapat

mendeteksi efusi pleura dalam jumlah yang lebih kecil yakni 5 mL. jika pada foto

lateral dekubitus ditemukan ketebalan efusi 1 cm maka jumlah cairan telah

melebihi 200 cc, ini merupakan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan

Universitas Sumatera Utara


torakosentesis. Namun pada efusi loculated temuan diatas mungkin tidak

dijumpai. Pada posisi supine, efusi pleura yang sedang hingga masif dapat

memperlihatkan suatu peningkatan densitas yang homogen yang menyebar pada

bagian bawah paru, selain itu dapat pula terlihat elevasi hemidiafragma, disposisi

kubah diafragma pada daerah lateral.7,14

Tomografi komputer (CT-scan) dengan kontras harus dilakukan pada efusi

pleura yang tidak terdiagnosa jika memang sebelumnya belum pernah

dilakukan.14

2.6.2. Pemeriksaan cairan pleura

Analisa cairan pleura merupakan suatu sarana yang sangat memudahkan

untuk mendiagnosa penyebab dari efusi tersebut. Prosedur torakosentesis

sederhana dapat dilakukan secara bedside sehingga memungkinkan cairan pleura

dapat segera diambil, dilihat secara makroskopik maupun mikroskopik, serta

dianalisa.15

Indikasi tindakan torasentesis diagnostik adalah pada kasus baru efusi

pleura atau jika etiologinya tidak jelas dimana cairan yang terkumpul telah cukup

banyak untuk diaspirasi yakni dengan ketebalan 10 mm pada pemeriksaan

ultrasonografi toraks atau foto lateral dekubitus (gambar 2.2). Observasi saja

diindikasikan jika efusi yang terjadi diyakini akibat dari gagal jantung kongestif,

pleurisi viral, atau akibat pembedahan torak dan abdomen sebelumnya. Namun,

jika pada keadaan ini jika dijumpai adanya hal-hal berikut yakni (1) pasien

mengalami demam atau merasakan nyeri dada khas pleuritik, (2) jika efusi yang

Universitas Sumatera Utara


terjadi unilateral atau bilateral namun dengan ukuran yang jelas berbeda, (3) tidak

ditemukan kardiomegali, (4) efusi tidak respon dengan terapi gagal jantung.14,19

Gambar 2.2. Algoritma evaluasi pasien dengan efusi pleura. Dikutip dari: Light RW. 2002. Pleural
effusion. New england journal medicine, vol 346, no 25.

Universitas Sumatera Utara


Langkah diagnostik pertama dalam analisa cairan pleura adalah

membedakan antara transudat dan eksudat. Hal ini diperlukan untuk

menyederhanakan kemungkinan-kemungkinan etiologi sebelum akhirnya dicapai

kesimpulan etiologi yang benar. Selain itu, langkah ini juga dapat menentukan

apakah perlu untuk melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap efusi pleura untuk

memastikan diagnosa.14,21

Ada beberapa paramater yang saat ini dapat dipakai untuk membedakan

antara transudat dan eksudat, namun dari keseluruhan parameter tersebut tidak ada

yang memiliki akurasi 100%. Pada awalnya, kadar total protein dalam cairan

pleura dipakai untuk membedakan jenis cairan pleura dimana jika kadar protein

cairan pleura > 3 g/dL maka cairan tersebut merupakan eksudat sedangkan < 3

g/dL merupakan transudat. Namun menurut Meslom (1979), metode ini salah

mengklasifikasikan baik transudat maupun eksudat sebesar 30%. Sementara itu,

Light dkk. (1972) menyatakan bahwa cairan eksudat harus memenuhi 1 atau lebih

kriteria berikut ini : (1) rasio protein cairan pleura dan serum > 0,5 ; (2) Rasio

LDH cairan pleura dan serum > 0,6 ; (3) LDH cairan pleura lebih besar dari dua

pertiga batas atas nilai normal LDH serum. Sensitivitas dan spesifisitas dari

paramater ini pada awalnya dilaporkan cukup tinggi yakni 99% dan 98%. Namun

belakangan angka ini ternyata berubah khususnya pada spesifisitasnya yakni

hanya berkisar 70-86% saja. Hal ini juga sejalan dengan beberapa penelitian yang

terkait (Peterman, 1984 ; Burges,, 1995 ; Assi, 1998 ; Gasquez, 1998). Pada tahun

1995, Costa M dkk. melaporkan bahwa pemeriksaan gabungan LDH dan

kolesterol cairan pleura memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sama dengan

Universitas Sumatera Utara


hasil terbaik dari kriteria Light yakni 99% dan 98% (sedangkan dalam penelitian

ini didapati bahwa spesifisitas kriteria Light hanya 82% saja). Namun dalam

penelitian ini cut off LDH yang digunakan untuk eksudat adalah > 200 IU.

Sementara Heffner dkk (1996) melaporkan bahwa cut off LDH > 0,45 dari batas

atas nilai LDH serum normal lebih baik berdasarkan kurva ROC daripada cut off

sebelumnya yakni LDH > 200 IU ataupun LDH > 2/3 (0,6) dari batas atas nilai

LDH serum normal. Dalam laporan Costa M dkk, disebutkan pula bahwa

spesifisitas pemeriksaan kolesterol cairan pleura dalam membedakan transudat

dan eksudat adalah sebesar 100%. Penelitian oleh Hamal dkk. (2012) melaporkan

pemeriksaan kolesterol cairan pleura memiliki sensitivitas, spesifisitas, nilai

prediksi positif (PPV) dan nilai prediksi negatif (NPV) berturut-turut 97,7% ;

100% ; 100% dan 95% dalam membedakan eksudat dan transudat. Sementara itu,

pemeriksaan LDH cairan pleura (LDH-P) memiliki nilai berdasarkan urutan

sebelumnya yakni sebesar 100% ; 57,8% ; 84,3% ; serta 100%. Kedua

pemeriksaan ini (LDH-P dan K-P) memiliki kelebihan yakni tidak perlu

pengambilan darah dan cairan pleura secara simultan. Terdapat pula parameter-

parameter lain yang dapat digunakan dalam penilaian efusi pleura seperti rasio

albumin pleura/serum, rasio kolesterol pleura/serum serta rasio bilirubin

pleura/serum, namun parameter-parameter yang disebutkan terakhir tidak

memberi hasil yang lebih memuaskan.5,8,10,21

2.6.3. Evaluasi terhadap efusi eksudatif

Penjajakan lebih lanjut diperlukan pada efusi pleura eksudatif bergantung

pada keadaan klinisnya. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan antara lain :

Universitas Sumatera Utara


hitung jumlah dan jenis sel, pengecatan dan pembiakan kuman, pemeriksaan

kadar gula dan kadar LDH, analisa sitologi, serta uji diagnostik tuberkulosis pada

cairan pleura.20

Jika pada pemeriksaan hitung jumlah dan jenis sel pada cairan pleura

ditemukan predominasi sel netrofil ( > 50% dari seluruh sel) maka kemungkinan

sedang terjadi proses akut pada pleura. Hal ini dapat terjadi pada keadaan : efusi

parapneumonia, emboli paru serta pankreatitis. Namun hal yang sama tidak

ditemukan pada efusi maligna dan efusi akibat tuberkulosis. Sementara jika sel

didominasi oleh jenis mononuklear, maka hal tersebut menandakan adanya proses

kronis. Jika dijumpai sel limfosit ( > 85%) dalam jumlah yang besar maka

keganasan atau tuberkulosis mungkin saja menjadi penyebab. Namun hal ini dapat

terjadi juga pada efusi pleura paska pembedahan pintas jantung. Jika dominasinya

selnya adalah eosinofil (pleural fluid eosinophilia/PFE) ( > 10%) maka

kemungkinannya terdapat darah atau udara dalam rongga pleura. Namun dapat

pula berkaitan dengan reaksi terhadap obat, infeksi parasit, jamur, kriptokokus

atau efusi akibat keganasan dan tuberkulosis yang mengalami torasentesis

berulang. Jika ditemukan mesotelioma > 5% dari seluruh sel berinti, maka

kemungkinan tuberkulosis menjadi semakin kecil. Dan Jika jumlah sel mesotelial

sangat banyak dijumpai maka kemungkinannya adalah emboli paru.14,20

Pengecatan Gram dan kultur cairan pleura terhadap bakteri aerob dan

anaerob akan memberikan hasil identifikasi kuman terhadap efusi pleura akibat

infeksi. Secara umum tingkat keberhasilan kultur kuman dari cairan pleura adalah

sebesar 60%. Hasil ini akan lebih sedikit lagi dijumpai pada infeksi kuman

Universitas Sumatera Utara


anaerob. Untuk meningkatkan keberhasilan kultur, khususnya patogen anaerob,

maka inokulasi dilakukan sesegera mungkin (sesaat setelah sampel diambil) pada

media agar darah. Pemeriksaan lain yang spesifik untuk evaluasi terhadap efusi

pleura eksudatif dapat dilihat pada gambar 2.3.14,19,20

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3. Berbagai uji diagnostik cairan pleura. Dikutip dari: Porcel JM, Light RW. 2006.
Diagnostic approach to pleural effusion in adults. American family physician, vol 73, no 7.

2.7. Penatalaksanaan

Efusi transudatif biasanya ditangani dengan mengobati penyakit dasarnya.

Namun demikian, efusi pleura yang masif, baik transudat maupun eksudat dapat

menyebabkan gejala respiratori berat. Dalam keadaan ini, meskipun etiologi dan

penanganan penyakit dasarnya telah dipastikan, drainase efusi perlu dilakukan

untuk memperbaiki keadaan umum pasien. Penanganan efusi eksudatif

bergantung pada etiologi yang mendasarinya. tiga etiologi utama yang paling

sering dijumpai pada efusi eksudatif adalah pneumonia, keganasan dan

tuberkulosis. Parapneumonia yang mengalami komplikasi dan empiema harus

didrainase untuk mencegah pleuritis fibrotik. Efusi maligna biasanya didrainase

untuk meringankan gejala bahkan pleurodesis diindikasikan untuk mencegah

Universitas Sumatera Utara


rekurensi. Beberapa obat-obatan diketahui dapat menyebabkan efusi pleura yang

bersifat transudatif. Hal ini perlu diketahui secara dini untuk menghindari

prosedur diagnostik lain yang tidak perlu.14

2.7.1. Efusi parapneumonik

Dari seluruh efusi pleura eksudatif, efusi pleura parapneumonik secara

khusus mendapat prioritas utama untuk sesegera mungkin didiagnosa dan

penanganan berupa drainase meskipun antibiotik empiris telah diberikan. Hal ini

disebabkan karena efusi pleura yang terinfeksi dapat mengalami koagulasi secara

cepat dan membentuk lapisan fibrous sehingga nantinya memerlukan tindakan

bedah untuk dekortikasi. Adapun indikasi torakosentesis urgensi pada efusi

parapneumonia antara lain : (1) cairan purulen ; (2) pH cairan pleura < 7,2 ; (3)

efusi terlokulasi ; (4) dijumpai bakteri pada pewarnaan Gram atau pada biakan.

Pasien yang tidak memenuhi kriteria diatas harus menunjukkan perbaikan dengan

terapi antibiotik yang sesuai dan diberikan selama 1 minggu.14

2.7.2. Efusi pleura maligna

Efusi pleura merupakan suatu pertanda kondisi yang berat dengan harapan

hidup kurang dari 1 tahun. Pada beberapa pasien, drainase cairan efusi pleura

dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi gejala yang disebabkan oleh distorsi

diafragma dan dinding toraks oleh cairan efusi. Jenis efusi ini biasanya sering

berulang sehingga perlu dilakukan torakosentesis berulang, pleurodesis atau

pemasangan kateter yang menetap sehingga pasien dapat mengeluarkan cairan

efusi sesuai kebutuhan di luar rumah sakit. Pada pasien yang mengalami efusi

Universitas Sumatera Utara


masif sehingga jaringan paru mengalami pendesakan, maka pemasangan kateter

yang menetap merupakan pilihan utama. Namun jika tidak ada pendesakan

terhadap paru, maka pilihan lain yang dapat digunakan adalah pleurodesis (pleural

sklerosis). Dari sebuah penelitian non-randomized oleh Fysh ET dkk (2012)

didapati bahwa 34 pasien yang memilih menggunakan kateter menetap secara

signifikan lebih cepat pulang dari rumah sakit, lebih jarang mengalami rekurensi

efusi, dan lebih cepat memperoleh perbaikan kualitas hidup dibanding 31 pasien

lainnya yang memilih tindakan pleurodesis.14

2.7.3. Pleuritis tuberkulosa

Hal yang khas dari efusi yang disebabkan oleh tuberkulosa adalah sifatnya

yang dapat sembuh sendiri. Namun demikian, 65% pasien dengan pleuritis

tuberkulosa primer mengalami reaktivasi dalam 5 tahun. Oleh karena itu

pemberian obat antituberkulosis biasanya akan dimulai sebelum hasil kultur

diperoleh jika keadaan klinis mendukung, dan hasil analisa cairan pleura

menunjukkan suatu eksudat yang tidak dapat dijelaskan atau dengan cairan efusi

limfositik serta tes tuberkulin positif.14

2.7.4. Intervensi bedah

Intervensi bedah paling sering diperlukan dalam penanganan efusi

parapneumonia yang tidak dapat didrainase secara adekuat dengan jarum biasa

ataupun dengan kateter ukuran kecil. Torakoskopi dengan tuntunan video

bermanfaat untuk dapat memvisualisasi dan biopsi pleura secara langsung untuk

mendiagnosa efusi eksudatif secara lebih baik. Tindakan dekortikasi bermanfaat

untuk membebaskan bagian paru yang terjebak pada bagian pleura yang

Universitas Sumatera Utara


mengalami penebalan. Pemasangan pintasan pleuroperitoneal merupakan salah

satu pilihan dalam penanganan efusi pleura yang mengalami rekurensi,

simtomatik, dan kebanyakan hal ini dijumpai pada efusi pleura maligna, namun

digunakan pula pada efusi chylous. Namun sayangnya jalur pintasan sering

mengalami disfungsi sehingga sering diperlukan pembedahan untuk perbaikan.

Tindakan bedah juga diperlukan untuk kasus-kasus jarang seperti defek diafragma

pada pasien dengan ascites, serta untuk mengikat duktus torasikus untuk

mencegah reakumulasi efusi chylous. Disiplin ilmu lain yang mungkin terlibat

dalam penanganan efusi pleura antara lain : pulmonologis, radiologi intervensi,

serta bedah toraks bergantung pada lokasi efusi dan kondisi klinis. 14

2.7.5. Torasentesis terapeutik

Torasentesis teraputik betujuan untuk mengeluarkan cairan dalam jumlah

yang banyak pada efusi pleura untuk mengurangi sesak dan menghambat proses

inflamasi yang sedang berlangsung dan juga fibrosis pada efusi parapneumonia.

Tiga hal berikut penting untuk diperhatikan dalam prosedur torasentesis yakni, (1)

gunakan kateter berukuran kecil atau kateter yang didesain khusus untuk drainase

cairan dan upayakan jangan menggunakan jarum untuk menghindari

pneumotoraks. (2) monitoring oksigenasi ketat selama dan setelah tindakan perlu

dilakukan untuk memantau oksigenasi arterial yang dapat saja memburuk akibat

perubahan perfusi dan ventilasi selama proses re-ekspansi paru. (3) Usahakan

cairan yang diambil tidak terlalu banyak aqgar tidak terjadi edema paru dan

pneumotoraks. Biasanya 400-500 cc cairan yang dikeluarkan telah memberikan

dampakk berupa berkurangnya sesak nafas. Sedangkan batasan yang

Universitas Sumatera Utara


direkomendasikan dalam sekali prosedur torakosentesis adalah 1-1,5 L. Batuk

sering terjadi pada proses torasentesis. Hal ini sering terjadi dan tidak merupakan

indikasi untuk menghentikan prosedur kecuali pasien merasa sangat tidak

nyaman. 14

2.7.6. Pipa Torakostomi

Pipa torakostomi diindikasikan pada efusi yang lebih masif dan efusi

parapneumonia yang terkomplikasi ataupun empiema.14

2.8. Kerangka Konseptual

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai