A. UMUM
1. Maksud Alinyemen Vertikal :
Alinyemen vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang vertikal melalui sumbu jalan
(undivided) atau tepi dalam masing-masing perkerasan dengan bidang muka perkerasan jalan; terdiri
dari bagian lurus dan bagian lengkung.
Bagian lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung atau lengkung cembung.
B. KELANDAIAN
1. Dikatakan bagus bilamana dapat ditempuh pada gear atau gigi tertinggi.
2. Panjang kritis kelandaian ditetapkan berdasarkan ketentuan “bila terjadi penurunan kecepatan truk
sebesar 25 km/jam sesampainya dipuncak”. Sebagai kecepatan awal adalah 70%-90% dari kecepatan
rencana.
Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yg harus disediakan agar kendaraan dpt
mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR.
Lama perjalanan tersebut ditetapkan tdk lebih dari satu menit.
Panjang kritis (m) dapat ditetapkan spt tabel dibawah ini.
C. LENGKUNG VERTIKAL
1. Lengkung vertikal adalah lengkung yg dipakai untuk mengadakan peralihan secara berangsur-angsur
dari suatu landai ke landai berikutnya.
2. Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yg mengalami perubahan kelandaian dengan
tujuan:
1). Mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian, dan
2). Menyediakan jarak pandang (henti, menyiap, lintasan bawah,pandangan malam).
3. Seperti halnya lengkung horizontal, jarak pandangan menyiap jauh lebih panjang dari pada jarak
pandangan henti.
Contoh : Perbedaan aljabar kelandaian (A) = 4%
V = 100 km/jam Lv-ssd = 265 m; Lv-psd = 1000 m (lihat grafik)
4. Untuk keperluan lengkung vertikal, bentuk lengkung yang dapat digunakan adalah busur lingkaran,
parabola sederhana, parabola tingkat tiga & spiral (clothoid).
5. Bentuk lengkung vertikal yang dipergunakan di Indonesia adalah parabola sederhana karena mudah
perhitungannya.
6. Macam-macam lengkung vertikal :
Lengkung cekung titik potong 2 tangen (PPV) ada dibawah permukaan jalan.
Lengkung cembung titik potong 2 tangen (PPV) ada diatas permukaan jalan.
7. Panjang lengkung vertikal ditetapkan berdasarkan syarat-syarat keamanan, kenyamanan, keluwesan
bentuk, drainase, kelandaian & kecepatan rencana; yang kesemuanya itu terkait dengan :
Jarak pandangan yang diperhitungkan.
Perbedaan aljabar landai.
Kecepatan rencana.
5. Pada alinyemen dengan landai panjang yang menerus, lebih baik menempatkan landai tercuram pada
bagian permulaan landai, selanjutnya diikuti landai-landai kecil atau menyisipkan landai yang lebih besar
pada landai yang menerus tersebut.
E. JARAK PANDANGAN
1. Jarak pandangan pada lengkung cekung :
Jarak pandangan malam adalah jarak pandangan sehubungan dengan jarak jangkau sorot lampu. Yang
diperhitungkan adalah jarak pandangan henti karena sorotan lampu kendaraan dari arah “berlawanan” lebih
mudah kelihatan.
Jarak ini diukur dari penyinaran lampu yg umumnya mempunyai ketinggian sebesar 0,75 m dan pemancaran
berkas sinar keatas sebesar 1 derajat sampai ke titik bidang perkerasan jalan.
Jarak pandangan lintasan diatas adalah jarak pandangan sehubungan adanya halangan yang berupa bangunan
yang melintasi diatas jalan (jembatan, talang, dll)
Untuk kendaraan truk besar h1 = 180 cm, yaitu ketinggian mata pengemudi, dan ketinggian penghalang h2 =
45 cm, yaitu untuk lampu belakang kendaraan.
PERHITUNGAN :
Perbedaan aljabar landai A = -1% - (+3%) = - 4% (tanda minus menunjukan lengkung cembung)
Grafik 1 : A = - 4% Lv minimum = 130 m
V = 80 km/jam
A.Lv - 4 x 130
Ev = = = (-) 0,65 m
800 800
Data lengkung yang dicatat pada PVI menjadi sebagai berikut :
PVI sta 1 + 300
Elevasi = 23,200 m
Lv = 130,00 m
Ev = - 0,65 m (tanda minus menunjukkan lengkung cembung).
Sta PLV = (1 + 300) – Lv/2 = (1 + 300) – 65 = 1 + 235.
Elevasi PLV = + 23,20 – (3% x 65) = 21,25 m
Tinggi elevasi setiap titik jarak x pada lengkung vertikal cembung sbb :
Hx = A (x2) + G x + HPLV ; dimana : HPLV = elevasi pada titik PLV.
200 Lv 100 Hx = elevasi pada setiap titik dgn jarak x dari titik PLV.
A = perbedaan aljabar landai
G = landai
Lv = panjang lengkung vertikal.
-4 + 3
Elevasi sta 1 + 250 = (15)2 + (15) + 21,25 = - 0,0346 + 0,45 + 21,25 = 21,67 m.
200 (130) 100
-4 +3
Elevasi sta 1 + 275 = (40)2 + (40) + 21,25 = - 0,246 + 1,20 + 21,25 = 22,20 m.
200 (130) 100
-4 +3
Elevasi sta 1 + 300 =200 (130) (65)2 + (65) + 21,25 = - 0,65 + 1,95 + 21,25 = 22,55 m.
100
-4 +3
Elevasi sta 1 + 325 = (90)2 + (90) + 21,25 = - 1,246 + 2,70 + 21,25 = 22,70 m.
200 (130) 100
Elevasi sta 1 + 350 = -4 (115)2 + + 3 (115) + 21,25 = - 2,035 + 3,45 + 21,25 = 22,67 m.
200 (130) 100
Sta PTV = (1 + 300) + Lv/2 = (1 + 300) + 65 = 1 + 365
-4 +3
Elevasi PTV sta 1 + 365 = (130)2 + (130) + 21,25 = - 2,600 + 3,90 + 21,25 = 22,55 m;
200 (130) 100
atau dapat juga dihitung dengan cara lain, yaitu :
A. UMUM
1. Pengertian Koordinasi Alinyemen :
Alinyemen vertikal, alinyemen horizontal dan potongan melintang jalan adalah elemen-elemen jalan
sebagai keluaran perencanaan harus dikoordinasikan sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk
jalan yang baik dalam arti memudahkan pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan aman dan
nyaman.
Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat memberikan kesan atau petunjuk
kepada pengemudi akan bentuk jalan yang akan dilalui di depannya sehingga pengemudi dapat
melakukan antisipasi lebih awal.
Koordinasi alinyemen ini merupakan tahap akhir dalam desain geometrik dan merupakan salah satu
prosedur tersulit dalam desain geometrik.
2. Tujuan
Didalam merencanakan geometrik suatu jalan, terpenuhinya persyaratan geometrik masing-masing
alinyemen horizontal & vertikal belumlah cukup dalam memenuhi tujuan memberikan kenyamanan &
keamanan bagi lalu lintas yang akan melalui jalan tersebut.
Koordinasi yang serasi antara alinyemen horizontal, alinyemen vertikal dan potongan melintang jalan
merupakan persyaratan lain yang harus dipenuhi didalam perencanaan geometrik jalan.
R2 R2
R3 R1 R2
R1 R1
Alinyemen Horizontal Alinyemen Horizontal
R1
R3
R2
Alinyemen Horizontal
Alinyemen Vertikal
CONTOH PERHITUNGAN ALINYEMEN HORIZONTAL & VERTIKAL
PERHITUNGAN :
I. Alinyemen Horizontal.
1. Berdasarkan data : VR = 60 km/jam dan R = 200 m.
Dari tabel 1. di dapat Ls = 60 m.
Namun, jika ditinjau dari R = 200 dan Ls = 60 m, maka akan diperoleh V = 70 km/jam dihitung dari persamaan :
VR VR . (3)
1). Ls = .T 60 = VR = (60 x 3,6)/3 = 72 km/jam;
3,6 3,6
(e - en).VR
2). Ls = m 60 = (0,10-0,02)VR VR = 7,56/0,08 = 94,5 km/jam.
3,6. re 3,6 (0,035)
Yang diminta VR = 60 km/jam jika dilihat tabel II.17, maka diperoleh Ls = 50 m.
2. Dari tabel 3 di dapat data sebagai berikut : .
Dengan Ls = 50 m.
V = 60 km/jam didapat : Θs = 7,162
R = 200 m p = 0,5229
k = 24,9869
3. Berdasarkan data diatas dapat dihitung :
Ts = (R + p).tg ½Δ + k = (200 + 0,5229). tg ½ x 22O.30’ + 24,9869
= 39,8840 + 24,9869 = 64,8709 m.
(200 + 0,5229)
Es = (R + p) - R = - 200 = 204,4483 – 200 = 4,4483 m.
Cos ½Δ 0,9808
Δc
Lc = x 2 π R, dimana Δc = Δ – 2 Θs
360
= 220.30’ - 2(7,162)
= 22,500 - 14,324 = 8,176.
8,176
Lc = x 2 π x 200 = 28,539 m.
360
L = Lc + 2Ls = 28,539 + 2(50) = 128,539 m.
4. Dari tabel 1 di dapat e maks = 0,08
5. Stationing.
Perlu dipahami bahwa yang menjadi pedoman dalam stationing adalah stationing alinyemen horizontal.
– Station PI = 5 + 000
– Station TS = Sta.PI – Ts = (5 + 000) – 64,8709
= 4 + 935,1291
– Station SC = Sta.TS + Ls’ = (4 + 935,1291) + 50
= 4 + 985,1291
– Station CS = Sta. SC + Lc = (4 + 985,1291) + 28,539
= 5 + 013,6681
– Station ST = Sta. CS + Ls’ = (5 + 013,6681) + 50
= 5 + 063,6681
6. Pelebaran Tikungan:
Dari tabel 3, untuk lebar jalur 2 x 3,00 m
VR = 60 km/jam
R = 200 m
Diperoleh pelebaran w = 1,3 meter.