Anda di halaman 1dari 8

PROFIL KELUARGA MAHASISWA PECINTA DEMOKRASI

Oleh: Makin Santosa

Prolog
Setiap ada penindasan, di situ lahir perlawanan. Ketika Orde Baru dengan
aktif melangsungkan rezimnya yang ternyata menindas, maka dimana-mana lahir
kelompok-kelompok yang melakukan perlawanan atasnya, hingga kemudian
menumbangkannya. Dan salah satu dari kelompok yang berlawan itu adalah
KMPD, merupakan satu dari banyaknya pergerakan mahasiswa di UIN Sunan
Kalijaga. KMPD biasa disebut “Kemped” dalam ucapan, atau terkadang KeMPeD
dalam tulisan. KMPD singkatan dari Keluarga Mahasiswa Pecinta Demokrasi.
Secara formal, KMPD lahir pada 10 Desember 1989. Ketika itu, sekelompok
mahasiswa melakukan demonstrasi memperingati Hari HAM Internasional sebagai
wujud protes terhadap kesewenang-wenangan rezim. Sementara dengan nama
Pecinta Demokrasi, merupakan salah satu kritik karena saat itu demokrasi sedang
diinjak-injak oleh Orde Baru.
KMPD konsen dan konsisten mengusung isu-isu kerakyatan, di tengah
dominasi isu-isu politis yang diusung media massa arus-utama. Selain itu, juga
melakukan kritik dalam konteks gagasan dan tindakan atas sistem kapitalime yang
menjadi biang keladi penindasan antar manusia. Dalam perjalanannya, saat ini
KMPD lebih difokuskan pada gagasan “Revolusi Pendidikan”. Dilatarbelakangi
dengan berlakunya pemisahan kinerja pemerintah berdasarkan teritori, secara
otomatis memperlebar kesenjangan di banyak sektor. Selain itu, karena pendidikan
yang ada justru malah melanggengkan penindasan, bukan mendukung proses
pemanusiaan. Sedangkan slogan KMPD, diinspirasi dari Pramoedya Ananta Toer:
“Mendidik rakyat dengan pergerakan, Mendidik penguasa dengan perlawanan”.

Landscape Berdirinya KMPD


Orde Baru didirikan diatas pembantaian terhadap jutaan rakyat Indonesia
yang dituduh PKI sekaligus dalang dari Gerakan 30 September 1965. Kemudian
dalam mempertahankan kekuasaannya, Orde Baru akan mengganyang setiap
gerakan yang memprotes, yaitu dengan tuduhan komunis. Dalam rangka
mengawali program pemerintahan, jurus yang dipakai adalah dengan membuka
lebar-lebar terhadap investasi modal asing. Maka, masuklah beberapa negeri
pemodal seperti Amerika, Jepang dan Cina, dengan tujuan menjarah kekayaan
Indonesia. Termasuk menjadikan Indonesia sebagai pasar atas produk-produk
mereka. Kemudian kebijakan ini direspon oleh gerakan mahasiswa dengan aksi
demonstrasi besar-besaran.
Bentuk protes itu salah satunya adalah demonstrasi menolak pencalonan
Soeharto yang kedua tahun 1974. Ternyata aksi tersebut disikapi pemerintah dengan
represif menggunakan militer dibawah Panglima Komando Operasi Keamanan dan

1
Ketertiban (Pangkopkamtib), Soedomo. Namun perlawanan tetap berlanjut,
diantaranya dengan melakukan pembakaran produk-produk asing. Disusul dengan
aksi penembakan dan penculikan para aktivis di berbagai daerah. Peristiwa tersebut
terjadi pada tanggal 15 Januari 1974 yang dikenal Peristiwa Malapetaka Lima Belas
Januari (MALARI).
Tahun 1978 rezim Soeharto mengambil sikap korektif, yaitu berusaha
meredam krititisme mahasiswa agar tidak keluar dari kampus. Sejak saat itu,
ditetapkanlah kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus dan membangun Badan
Koordinasi Kampus (NKK/BKK). Kebijakan ini secara resmi diterapkan oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Daoed Joesoef, melalui Surat
Keputusan Menteri P dan K No. 01/V/19781 dan disusul dengan SK. No.
156/U/1978.2 Adapun turunan dari sistem tersebut mengamanatkan adanya Sistem
Kredit Semester (SKS), Presensi 75 %, drop out (DO), dan kuliah lapangan atau KKN.
Disusul dengan pembubaran Dewan Mahasiswa (DEMA) oleh Pangkopkamtib
melalui SK. No. 02/KOPKAM/1978.3 Sebagai penggantinya, dibentuk Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang dibawah kendali langsung Pembantu Rektor III,
ditambah Resimen Mahasiswa (Menwa) sebagai bentuk lain dari militerisasi di
dunia kampus.
Pasca diberlakukan NKK/BKK,4 jalur perjuangan lain ditempuh oleh para
aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan berbeda untuk menghindari sikap
represif pemerintah. Salah satunya dengan meleburkan diri dan aktif dengan
organisasi Pers Mahasiswa (Persma), Kelompok Studi (KS),5 Keluarga Mahasiswa
dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).6 Perubahan model gerakan ini terjadi
pada tahun 1980-an awal, disamping menghindari sikap represif pemerintah, juga
karena Organisasi ekstra dan intra kampus telah mengalami demostikasi secara
politik. Yaitu dibingkai dalam bentuk organisasi massa, seperti BEM dan Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
Perubahan model pergerakan tersebut cukup masif dilakukan. Menurut
Muridan S. Widjojo et al, sejak pertengahan dasawarsa 1980-an tercatat 69 publikasi
mahasiswa di beberapa kampus yang kritis terhadap pemerintah. Diantara terbitan
majalah yang terkemuka di Yogyakarta yaitu ARENA (IAIN Sunan Kalijaga),
Balairung (UGM) dan Himmah (UII). Meski demikian, pengawasan ketat dari
aparatus negara pun tetap dilakukan. Terbukti dengan banyaknya kasus
pembredalan, bahkan penutupan Persma di beberapa daerah. Dalam konteks
Yogyakarta, pelarangan terbit ini seperti yang dialami oleh Persma ARENA.7
Menguatnya posisi negara dalam membungkam kebebasan mahasiswa inilah yang
melatarbelakangi lahir forum diskusi Keluarga Mahasiswa Pecinta Demokrasi
(KMPD).
KMPD dibentuk sebagai respon atas berbagai tindak pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh rezim Soeharto. Disamping menjadi forum diskusi antar pergerakan

2
di Yogyakarta, KMPD juga merupakan Komite Aksi (Committee Van Actie) Lembaga
Pers Mahasiswa (LPM) ARENA. Dalam naskah transkrip wawancara Radio
Nederland tahun 2008, Mukhatib menjelaskan, bahwa “ketika berbicara KMPD
tidak mungkin lepas dari Pers Mahasiswa”.8 KMPD dibentuk pada 10 Desember
1989, berawal dari nama komite aksi peringatan Hari HAM Internasional. Kelahiran
organisasi ini diprakarsai oleh enam mahasiswa IAIN, seperti Majidun, Burhan dan
Gatot. Selajutnya, kata Pecinta Demokrasi disematkan berangkat dari sejarah,
dimana kadaulatan rakyat terus dirampas sehingga perlu adanya proses
perealisasian dari demokrasi itu sendiri. Sedangkan cikal bakal organisasi KMPD
berawal dari komite aksi dengan nama Amanat Penderitaan Rakyat (AMPERA),
dibentuk tahun 1987.
Ada sekitar 3000 demonstran yang tergabung dalam aksi Hari HAM
Internasional, terutama mahasiswa dari IAIN Sunan Kalijaga. Berangkat dari
banyaknya massa dan bendera yang tergabung dalam aksi tersebut, berujung
munculnya berbagai klaim tentang lahir sekaligus pendiri KMPD. Dalam
perkembangannya, organisasi ini pernah diklaim sebagai bagian dari pergerakan
lain. Namun, berdasarkan hasil wawancara singkat Makin dan Doni (aktivis KMPD)
kepada Majidun menemukan titik terang. Mahasiswa IAIN angkatan 1987 ini
mengatakan dengan tegas, ”KMPD tidak berafiliasi dengan organisasi manapun dan
bukan pecahan dari organisasi manapun”.9
Dengan demikian, klaim yang masih terdengar hingga saat ini tidak
mempunyai dasar yang jelas.10 Akhirnya, dibutuhkan ketegasan dari organisasi di
bawah panji-panji kebesaran KMPD itu sendiri. Guna menjalankan proses
regenerasi di dalam organisasi, KMPD melakukan kaderisasi lewat pelatihan yang
bernama Pelatihan Bakti Lingkungan (PBL). Pelatihan itu pertama kali diadakan
pada tahun 1991. Sementara nama Bakti Lingkungan disematkan, dengan tujuan
agar tidak ada kecurigaan dari rezim yang berkuasa.

KMPD dan Beberapa Organisasi Setelahnya


KMPD merupakan salah satu organisasi yang turut serta dalam membentuk
Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta (FKMY). Kelahirannya dilatarbelakangi
pertemuan beberapa organisasi mahasiswa di Yogyakarta yang salah satunya
mempersoalkan tentang penggusuran tanah. Seperti Kedung Ombo11, Bageda,
Kacapiring, Jatiwangi, Cilacap dan sebagainya. Organisasi yang dipimpin oleh
Brotoseno ini, lahir pada akhir tahun 1980-an. Mengenai gambaran sepak terjang
FKMY, Uhlin dalam buku Oposisi Berserak menjelaskan, bahwa FKMY merupakan
salah satu kelompok mahasiswa yang paling radikal dan aktif di Indonesia pada
akhir 1980an. Namun FKMY tidak berumur lama, awal tahun 1990an organisasi ini
pecah dengan berbagai alasan. Bubarnya FKMY menelurkan dua organisasi payung
yang mempunyai kontribusi cukup besar dalam menumbangkan orde otoritarian.

3
Kedua organisasi tersebut adalah Dewan Mahasiswa Pemuda Yogyakarta (DMPY)
dan Serikat Mahasiswa Yogyakarta (SMY).12
Dalam perjalanannya, kedua organisasi ini bermetamorfosis dalam beberapa
episode. SMY menjadi Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID)
tahun 1994, dilanjutkan Partai Rakyat Demokratik (PRD) pada 1996.13 Sementara
jaringan ditingkat kemahasiswaan, PRD menggunakan Liga Mahasiswa Nasional
untuk Demokrasi (LMND). Begitu juga dengan DMPY, tahun 1996 menjadi
Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta (PPPY).14 Untuk memperluas
komunikasi politik sekaligus menyatukan sekian organisasi yang tersebar di
beberapa daerah, Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI)15 lahir sebagai
pengganti PPPY. FPPI ditetapkan menjadi organisasi pemuda pada 5 November
1998 di Magelang.16
Sejak pecahnya konsolidasi di tubuh FKMY, KMPD melanjutnya
perjuangannya dengan bergabung dijalur DMPY dan beberapa nama organisasi
penggantinya. Sementara, pada awal berlakunya orde desentralisasi dibarengi
dengan maraknya tindak anarkis yang dilakukan oleh kelompok sipil dengan agama
sebagai kedoknya. Sejak saat itu, di Jogja lahir komunitas yang bernama Pergerakan
Pemuda Islam (PPI). Sesuai dengan slogannya “rahmatan lil „alamin”, forum ini
didirikan sebagai alternatif gerakan Islam guna menolak segala bentuk kekerasan,
baik yang mengatasnamakan agama maupun yang lain.17 KMPD merupakan salah
satu organisasi yang terlibat aktif didalamnya. Pada dasarnya PPI bukanlah
gabungan dari beberapa organisasi, namun lebih tepatnya merupakan kumpulan
orang-orang yang peduli dengan Islam. Dalam perkembangannya, ada ribuan orang
yang bersimpati dan mendukung PPI ini. Tidak hanya mahasiswa saja, tetapi juga
masyarakat luas, termasuk beberapa organisasi.
Sejalan dengan itu, KMPD juga tergabung di Ikatan Gus-Gus Indonesia
(IGGI), merupakan tempat berkumpulnya kaum santri dan pemuka agama,
terutama agama Islam. Organisasi ini didirikan berbarengan dengan naiknya
Abdurrahman Wahid sebagai presiden Indonesia ke-4. Sedangkan tujuan dari
dibentuknya IGGI adalah untuk menumpas gerakan wahabi yang pada waktu itu
menjamur di Yogyakarta. Sementara poros organasasi ini mencakup empat Pondok
Pesantren besar yang tersebar di Daerah Istimewa Yogyakarta.

KMPD dan Perjuangan Kampus


Bermula dari belum jelasnya perubahan yang mendasar bagi rakyat dan
belum masifnya pergerakan di Indonesia, maka perlu adanya konsolidasi untuk
menyatukan cita-cita dalam sebuah pergerakan. Selain itu, terpuruknya rakyat
dalam berbagai sektor, terutama ketika dihadapkan dengan pemodal inilah yang
membuktikan bahwa perubahan mendasar belum menyentuh kaum lemah. Dengan
realitas seperti itu, maka menjadi keniscayaan bagi KMPD untuk terus meneriakkan
segala bentuk ketidakadilan. Populisme kritis sebagai sistem nilai dan merupakan
4
proses perealisasian diri sebagai frame perjuangan, senantiasa dilakukan dalam
praksis gerakan.
Disamping mengadakan konsolidasi, dilanjutkan demonstrasi dan advokasi
dengan beberapa pergerakan setingkat kota hingga level nasional, KMPD juga tidak
lupa menempatkan perguruan tinggi sebagai salah satu basis massa. Misalnya
dengan menelurkan alat propaganda dalam bentuk tulisan. Media itu diberi nama
LPM AMOK yang dibentuk pada pertengahan tahun 1990an.18 Alat propaganda ini
dimaksudkan untuk menghubungkan antara mahasiswa dengan rakyat secara
umum. Sejalan dengan itu, KMPD juga melahirkan sekian organ sayap guna
menjangkau beberapa komunitas mahasiswa. Diantaranya, Lingkar Studi
Pembebasan (LSP) dibentuk tahun 1990an akhir dan Teater Bumi pada 2000.
Pada tahun sebelumnya, terutama awal perjalanan orde otonomi daerah,
KMPD menjadi inisiator lahirnya ruang belajar politik di dalam kampus yang
demokratik dan populistik. Partai Solidaritas IAIN (PSI) merupakan salah satu
medianya dan sebagai partai pertama di IAIN Sunan Kalijaga. PSI dibentuk pada 28
Oktober 1999,19 disusul beberapa partai lain guna meramaikan proses pembelajaran
demokrasi. Antara lain, Partai Rakyat Merdeka (PRM) lahir tahun 2000, selanjutnya
Partai Pencerahan, Partai PAS dan partai lain yang dibentuk pada tahun-tahun
berikutnya. Dalam rangka mengawal proses demokrasi (Pemilwa) ini, dari tubuh
PSI lahir lembaga yang bernama Pusat Studi Demokrasi Kampus (PSDK). Organisasi
sayap bentukan KMPD yang lain seperti Suka Ace (2009), KMPD FC (2014), Radic
KeMPeD (2015) dan beberapa alat propaganda yang lain.
Sebagai paragraf penutup, bahwa tidak ada kata akhir dalam konteks
perjuangan untuk pemanusiaan. Ideologi merupakan pikiran bertindak, yang lahir
atas perseteruan antara pengetahuan, sejarah dan realitas. Oleh karena itu, maka
perjuangan senantiasa dilakukan dan harus dijabarkan sesuai perkembangan
zaman. Sedangkan untuk menentukan bangunan sosial yang populistik, harus
diperhitungkan posisi masyarakat yang mempunyai hubungan dengan Negara dan
pasar. “Mendidik Rakyat dengan Pergerakan; Mendidik Penguasa dengan
Perlawanan”.
And The Struggle Continues ….

Daftar Bacaan
Abdul Hakim G. Nusantara dan Budiman Tanuredjo. 1997. Dua Kado Hakim Agung
Buat Kedung Ombo: Tinjauan Putusan-Putusan Mahkamah Agung Tentang Kasus
Kedung Ombo. Jakarta Selatan: ELSAM.
Aritonang, Diro. 1999. Runtuhnya Rezim daripada Soeharto: Rekaman Perjuangan
Mahasiswa Indonesia 1998. Bandung: Pustaka Hidayah.
Depdikbud. 1982-1983. Himpunan Bahan-bahan tentang Pengembangan dan Pembinaan
Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta.

5
Edward Aspinall dan Herbert Feith. 2000. Titik Tolak Reformasi: Hari-hari Terakhir
Presiden Soeharto. Yogyakarta: LKiS.
Fakih, Mansour. 1996. Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial: Pergolakan Ideologi
LSM Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
______________. 2009. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta:
Insist Press.
Miftahuddin. 2004. Radikalisasi Pemuda: PRD Melawan Tirani. Depok: Desantara.
Pattiradjawane, Rene L. 1999. Trisakti Mendobrak Tirani Orde Baru. Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Railon, Francois. 1986. Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia; Pembentukan dan
Konsolidasi Orde Baru 1966-1974. Jakarta: LP3S.
Sanit, Arbi. 1999. Pergolakan Melawan Kekuasaan: Gerakan Mahasiswa Antara Aksi Moral
dan Politik. Yogyakarta: Insist Press.
Suharsih dan Ign Mahendra. 2007. Sejarah Gerakan Mahasiswa dan Perubahan Sosial di
Indonesia. Yogyakarta: Resist book.
Sulistyo, Hermawan. 2009. LAWAN! Jejak-jejak Jalanan Dibalik Kejatuhan Soeharto.
Jakarta: Pensil-324.
Supriyanto, Didik. 1998. Perlawanan Pers Mahasiswa: Protes Sepanjang NKK/BKK.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Sutoro, Eko. 2003. Transisi Demokrasi Indonesia: Runtuhnya Rezim Orde Baru.
Yogyakarta: APMD Press.
Syuaib, Fauzie. 1990. Organisasi Kemahasiswaan: Upaya Mencari Bentuk Baru. Dalam
Prisma No. 6. Jakarta: LP3ES.
Uhlin, Anders. 1998. Oposisi Berserak: Arus Deras Demokratisasi Gelombang Ketiga di
Indonesia. Bandung: Penerbit Mizan.
Widjojo, Muridan S. (et.,al). 1999. Penakluk Rezim Orde Baru: Gerakan Mahasiswa ‟98.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

1 Lihat Depdikbud, Himpunan Bahan-bahan tentang Pengembangan dan


Pembinaan Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, (Jakarta: 1982-1983), hlm. 5-13.
2 Tentang NKK/BKK, lihat Didik Supriyanto, Perlawanan Pers Mahasiswa:

Protes Sepanjang NKK/BKK, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998), hlm. 21-28. Lihat
juga Diro Aritonang, Runtuhnya Rezim daripada Soeharto: Rekaman Perjuangan
Mahasiswa Indonesia 1998, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 75-76.
3 Praktis, mahasiswa saat itu kesulitan bergerak. Lihat Arbi Sanit, “Gerakan

Mahasiswa 1970-1973: Pecahnya Bulan Madu Politik”, dalam Muridan S. Widjojo (et.al),
1999, Penakluk Rezim Orde Baru, Gerakan Mahasiswa ‟98, Jakarta: Sinar Harapan, hlm.
57-63.

6
4 Tentang berlakunya NKK/BKK di setiap perguruan tinggi, lihat Suharsih
dan Ign Mahendra, Sejarah Gerakan Mahasiswa dan Perubahan Sosial di Indonesia
(Yogyakarta: Resist book, 2007), hlm. 85-87.
5 Uraian tentang kelompok diskusi dan pers mahasiswa, lihat Didiek

Supriyanto, Op., Cit., hlm.


6 Untuk mengetahui lebih lanjut kehadiran dan perkembangan LSM di

Indonesia, lihat Fauzie Syuaib, Organisasi Kemahasiswaan: Upaya Mencari Bentuk Baru,
dalam Prisma No. 6, (Jakarta: LP3ES, 1990), hlm. 75. Lihat juga Mansour Fakih,
Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial: Pergolakan Ideologi LSM Indonesia,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
7 Lihat, Slilit ARENA Edisi Ulang Tahun, 2011.

8 Warta Berita Radio Nederland Wereldomroep di Hilversum, Gerakan


Mahasiswa dan Gerakan Rakyat di Yogyakarta. Diunduh 15 Oktober 2011.
9 Wawancara tanggal 20 April 2013, di Joglo Tani Godean, Sleman,

Yogyakarta.
10 KMPD pernah melayangkan surat tentang mispersepsi seputar posisi

KMPD, dikeluarkan tanggal 24 November 1994. Surat tersebut berisi empat


pernyataan, salah satunya menjelaskan bahwa, “KMPD secara kelembagaan tidak
berafiliasi kepada organisasi kemahasiswaan ekstra maupun intra manapun di
lingkungan IAIN Sunan Kalijaga dan sekitarnya”.
11 Pembangunan waduk Kedung Ombo merupakan satu bagian dari rencana

Proyek Pengembangan Wilayah Sungai Jratunseluna yang mencakup tiga


karesidenan dan sembilan kabupaten. Diantaranya, Karesidenan Semarang, Pati,
Surakarta dan sembilan kabupaten yaitu Kabupaten Semarang, Demak, Kudus, Pati,
Blora, Grobogan, Jepara, Boyolali, dan Sragen. Penduduk yang terkena proyek
pembangunan ini secara keseluruhan mencapai 5.268 kepala keluarga. Lihat Abdul
Hakim G. Nusantara dan Budiman Tanuredjo, Dua Kado Hakim Agung Buat Kedung
Ombo: Tinjauan Putusan-Putusan Mahkamah Agung Tentang Kasus Kedung Ombo,
(Jakarta Selatan: ELSAM, 1997), hlm. 2-3.
12 Tentang perkembangan SMY dan DMPY. Lihat Irine H Gayatri, “Arah baru

Perlawanan Gerakan Mahasiswa 1989-1993", dalam Widjojo, Op., Cit., hlm.


13 Tentang perkembangan dan perjuangan PRD, lihat Miftahuddin,

Radikalisasi Pemuda: PRD Melawan Tirani, (Depok: Desantara, 2004).


14 Ada beberapa sebuah gelar yang diberikan LIPI kepada sekelompok

gerakan terlibat aktif dalam menumbangkan era Soeharto. Seperti Gerakan Anti
Orde Baru (GAOB) dan Gerakan Kritik Orde Baru (GKOB). Untuk gerakan yang
kedua, lahir pada masa Indonesia tengah dilanda krisis 1998. Lihat Muridan S.
Widjojo, et. al, Op., Cit., hlm. 298-299.
15 Lihat, Dokumentasi: Pusat Data dan Informasi Persatuan Perjuangan Pemuda

Yogyakarta Dewan Daerah Front Perjuangan Pemuda Indonesia Daerah Istimewa


7
Yogyakarta (PPPY/DD FPPI), dalam perpustakaan KMPD, 2002. (tidak diterbitkan).
Lihat juga, Dokumen Organisasi: Data Internal Organisasi, Dewan Daerah Front
Perjuangan Pemuda Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, 2004-2006.
16 Lihat, Manifesto Politik Front Perjuangan Pemuda Indonesia, Jakarta: 2000.

Lihat juga, Proceding dan Hasil-Hasil Komite Sentral Front Perjuangan Pemuda Indonesia,
dikeluarkan oleh Pimpinan Nasional Front Perjuangan Pemuda Indonesia, 2006-
2009.
17 PPI lebih melakukan aksi-aksi simpatik dan memberikan tekanan kepada

pihak penegak hukum untuk bertindak tegas kepada kelompok yang mengganggu
ketertiban kehidupan sipil. Tetapi, organisasi ini kemudian membubarkan diri,
setelah kondisi di Yogyakarta sudah relatif aman. Data tersebut merupakan hasil
wawancara singkat dengan Suraji lewat media sosial facebook, tanggal 27 Maret
2015.
18 Wawancara dengan Agus Subhan Malmo, mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga

angkatan 1992. Tanggal 15 April 2012.


19 Lihat dokumen “Risalah Berdirinya PSI” (tidak diterbitkan). Namun, karena

berbagai alasan, akhirnya PSI dibekukan pada tahun 2005. Prosesnya melalui surat
yang ditujukan kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mahasiswa UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan nomor 14/DPP/B/III/2005, tertanggal 14 Maret
2000. Lihat juga Film Dokumenter Pemilwa UIN Sunan Kalijaga, Jamaah Cinema
Mahasiswa (JCM) UIN Sunan Kalijaga, 2005.

Anda mungkin juga menyukai