Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telur merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya,

telur juga memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat.

Dalam penelitian, disebutkan konsumsi masyarakat Indonesia terhadap ayam dan telur hanya

7 kg ayam dan 87 butir telur per tahun per kapita. Jumlah tersebut masih sangat

memperihatinkan dibandingkan konsumsi telur pada negara maju. Telur merupakan sumber

protein hewani yang murah dan terjangkau dari hewan tenak yang sangat dibutuhkan oleh

tubuh, yang berasal dengan kandungan gizi yang tinggi karena di dalamnya 90% kalsium,

mineral, zat besi yang terdapat dalam kuning telur dan mengandung 6 gram protein dan 9

asam amino esensial yang terdapat dalam putih telur.

Disamping kandungan gizi yang tinggi, telur memiliki kelemahan dari segi ketahanan disaat

masa penyimpanan. Telur dapat mudah rusak dan busuk, oleh karena itu perlu penanganan

yang cermat sejak pemungutan dan pengumpulan telur dari kandang sampai penyimpanan

pada konsumen. Kerusakan telur dapat dilihat dari bentuknya, keutuhannya, warnanya,

teksturnya, dan kebersihan kulitnya. Di ruang terbuka (suhu kamar), telur segar hanya

mempunyai masa simpan yang pendek. Lama penyimpanan ini akan menentukan kondisi

telur. Semakin lama disimpan, kualitas dan kesegaran telur semakin merosot. Untuk telur

konsumsi akan mengalami keruaskan setelah disimpan lebih dari 2 minggu (Haryoto, 1996).
Untuk meminimalisir kerusakan pada telur, diperlukan suatu proses fermentasi untuk

mempertahankan kualitas telur meskipun telah lama disimpan. Salah satu cara fermentasi

yaitu membuat telur menjadi tepung telur. Tepung telur yaitu pengawetan dengan cara

menghilangkan kadar air bahan pangan, dengan tujuan untuk mengurangi dan mencegah

aktivitas mikroorganisme sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Sebelum diubah

dalam bentuk tepung pertama di berikan bakteri L. Bulgaicus, L. Acidophillus, dan

Streptococcus yaitu bakteri yang memecah glukosa, sehingga telur dapat bertahan lebih lama

dan kandungan nutrisi bertambah. Hal inilah yang melatar belakangi pembuatan tepung telur

fermentasi.

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan praktikum pembuatan tepung telur fermentasi adalah untuk mengetahui cara

fermentasi menggunakan mikroba yang berbeda untuk menghasilkan tepung telur,

mengetahui perubahan sifat sifat tepung telur hasil fermentasi, dapat membandingkan

kualitas tepung telur dari hasil fermentasi bakteri dan ragi.

Kegunaan dari praktikum pembuatan tepung telur fermentasi adalah informasi ilmiah

bagi mahasiswa dan masyarakat dalam mengetahui mengetahui cara fermentasi

menggunakan mikroba yang berbeda untuk menghasilkan tepung telur, mengetahui

perubahan sifat sifat tepung telur hasil fermentasi, dapat membandingkan kualitas tepung

telur dari hasil fermentasi bakteri dan ragi.


TINJAUAN PUSTAKA

Tinjuan Telur Ayam Ras

Telur merupakan protein hewani yang memiliki kandungan asam-asam amino yang

lengkap dan seimbang. Telur adalah sumber protein hewani yang dapat dijangkau bagi

seluruh lapisan masyarakat. Telur merupakan bahan utama yang sering digunakan pada

proses pembuatan kue, roti. Zat-zat makanan yang terdapat pada telur sangat dibutuhkan oleh

tubuh manusia seperti protein, mineral, vitamin, lemak, serta memiliki daya cerna yang tinggi

(Sirait, 1986).

Telur secara fisik dibagi menjadi tiga komponen yaitu kerabang telur (egg shell)

12,3%, putih telur (egg white) 55,8%, dan kuning telur (egg yolk) 31,9% (Stadelman dan

Cotterril, 1995). Kerabang telur merupakan bagian paling keras dan kaku. Kerabang memiliki

fungsi utama sebagai pelindung isi telur terhadap kontaminasi mikroorganisme (Sirait, 1986).

Kerabang telur sebagian besar terdiri dari kalsium karbonat. Kerabang telur memiliki banyak
2
pori-pori. Jumlah pori-pori pada kerabang bervariasi antara 100-200 buah per cm (Winarno

dan Sutrisno, 2002).

Telur ayam ras adalah salah satu sumber pangan protein hewani yang populer dan

sangat diminati oleh masyarakat. Hampir seluruh kalangan masyarakat dapat mengonsumsi

telur ayam ras untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini karena telur ayam ras

relatif murah dan mudah diperoleh serta dapat memenuhi kebutuhan gizi yang diharapkan

(Lestari, 2009).

Telur ayam ras segar adalah telur yang tidak mengalami proses pendinginan dan

tidak mengalami penanganan pengawetan serta tidak menunjukan tanda-tanda pertumbuhan


embrio yang jelas, yolk belum tercampur dengan albumen, utuh, dan bersih (Standar Nasional

Indonesia, 1995). Telur tersusun oleh tiga bagian utama yaitu kulit telur (kerabang), bagian

cairan bening (albumen), dan bagian cairan yang berwarna kuning (yolk) (Rasyaf, 1990).

Telur ayam ras mempunyai kandungan protein yang tinggi dan susunan protein yang lengkap,

akan tetapi lemak yang terkandung di dalamnya juga tinggi. Secara umum telur ayam ras dan

telur itik merupakan telur yang paling sering di konsumsi oleh masyarakat (Sudaryani, 2003).

Telur ayam ras juga merupakan makanan yang tergolong ekonomis serta merupakan

sumber protein yang lengkap. Satu butir telur ayam ras berukuran besar mengandung sekitar

7 gram protein. Kandungan vitamin A, D, dan E terdapat dalam yolk. Telur ayam ras memang

dikenal menjadi salah satu dari sedikit makanan yang mengandung vitamin D (Buckle et al.,

2009).

Satu yolk besar mengandung sekitar 60 kalori dan albumen mengandung sekitar 15

kalori. Satu yolk besar mengandung dua per tiga jumlah kolesterol harian yang dianjurkan

yaitu 300 mg. Manfaat kolesterol antara lain membentuk hormon korteks adrenal yang

penting bagi metabolisme dan keseimbangan garam dalam tubuh, baik untuk pertumbuhan

jaringan otak dan syaraf, pembungkus jaringan syaraf dan melapisi membran sel, membuat

vitamin D yang sangat bermanfaat untuk menyerap kalsium tubuh sehingga kesehatan tulang

dapat terjaga, serta sebagai bahan baku pembentukan asam garam empedu yang

meningkatkan pembuangan lemak. Lemak dalam telur juga terdapat dalam bagian yolk. Satu

yolk juga mengandung separuh jumlah choline harian yang dianjurkan. Choline merupakan

nutrisi yang penting untuk perkembangan otak dan juga sangat penting 9 untuk wanita hamil

dan menyusui untuk memastikan perkembangan otak janin yang sehat (Buckle et al., 2009).

Tinjauan Umum Teknik Fermentasi

Fermentasi sering dihubungkan dengan pembentukan gas yang disebabkan oleh

mikroorganisme yang hidup, pada saat ini pembentukan gas maupun terdapatnya sel
mikroorganisme hidup tidak merupakan kriteria yang esensial. Dalam beberapa proses

fermentasi misalnya fermentasi asam laktat, tidak ada gas yang dibebaskan. Fermentasi dapat

juga berlangsung (meskipun jarang terjadi) dengan menggunakan ekstrak enzim yang

berfungsi sebagai katalisator reaksi (Suprihatin, 2010)

Untuk hidup semua mikroorganisme membutuhkan sumber energi yang diperoleh dari

metabolisme bahan pangan dimana mikroorganisme berada di dalamnya. Bahan baku energi

yang paling banyak digunakan oleh mikroorganisme adalah glukosa. Dengan adanya oksigen

beberapa mikroorganisme mencerna glukosa dan menghasilkan air, karbondioksida, dan

sejumlah besar energi (ATP) yang digunakan untuk tumbuh. Ini adalah metabolisme tipe

aerobik. Akan tetapi beberapa mikroorganisme dapat mencerna bahan baku energinya tanpa

adanya oksigen dan sebagai hasilnya bahan baku energi ini hanya sebagian yang dipecah.

Bukan air, karbondioksida, dan sejumlah besar energi yang dihasilkan, tetapi hanya sejumlah

kecil energi, karbondioksida, air, dan produk akhir metabolik organik lain yang dihasilkan.

Zat-zat produk akhir ini termasuk sejumlah besar asam laktat, asam asetat, dan etanol, serta

sejumlah kecil asam organik volatil lainnya, alkohol dan ester dari alkohol tersebut.

Pertumbuhan yang terjadi tanpa adanya oksigen sering dikenal sebagai fermentasi

(Suprihatin, 2010).

Fermentasi adalah suatu proses penghilangan glukosa yang terdapat pada telur dengan

cara menambahkan Saccharomyces sp. yang dilakukan sebelum proses pengeringan.

Penggunaanragi (Saccharomyces cereviceae) banyak digunakan dalam fermentasi karena

aplikasinya yang mudah, namun pada proses pembuatan tepung telur belum banyak

dipublikasikan. Proses fermentasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisik dan

fungsional akibat adanya pemecahan glukosa yang terdapat di dalam telur khususnya putih

telur sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi maillard yang dapat mempengaruhi sifat

fisik tepung telur. Lama fermentasi diperkirakan mempengaruhi sifat fisik dan fungsional
tepung telur yang dihasilkan sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap lama fermentasi

yang berbeda untuk memaksimalkan sifat fisik dan fungsional tepung telur ( Elza.,dkk, 2009).

Metode pengeringan yang digunakan dalam pembuatan tepung telur terdiri dari empat macam

yaitu pengeringan semprot (spray drying), foaming drying, pengeringan secara lapis (pan

drying) dan pengeringan beku (freeze drying). Pengeringan semprot (spray drying) biasanya

digunakan dalam membuat tepung telur dan tepung kuning telur tetapi tidak dapat digunakan

dalam pembuatan tepung putih telur, karena dapat menyebabkan terjadinya penggumpalan

dan penyumbatan pada nozzle alat pengering semprot (Berquist,1964).

Kelemahan-kelemahan pengeringan semprot (spray drying) adalah produk akhir tidak stabil

dibandingkan pengeringan putih telur dengan melakukan desugarisasi terlebih dahulu, daya

larut tepung putih telur sangat menurun karena terjadi penggumpalan akibat pengeringan

pada suhu yang tinggi (Hadiwiyoto, 1983). Menurut Sirait (1986) suhu yang digunakan

dalam pengeringan ini sekitar 110-149oC. Kandungan air pada tepung putih telur dengan

menggunakan metode spray drying adalah sebesar 4%-8% (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Metode pengeringan secara lapis (pan drying) merupakan metode pengeringan yang mudah

dilakukan dan membutuhkan biaya yang murah. Pengeringan ini dilakukan dalam pembuatan

tepung putih telur, tepung kuning telur maupun tepung telur. Pengeringan ini dilakukan

dengan menggunakan oven. Suhu yang digunakan pada pengeringan ini berkisar antara 45-

50oC (Berquist, 1964). Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) suhu yang digunakan dalam

pengeringan pan drying adalah pada suhu sekitar 40-45oC dengan tebal lapisan bahan sekitar

6 mm selama 22 jam akan diperoleh produk kering dengan kadar air 5%.

Produk yang dihasilkan dari metode pan drying adalah remah putih telur, granular putih telur,

dan tepung putih telur. Air yang terkandung pada remah putih telur sekitar 12,16% dengan

pH 4,5-7,0 sedangkan kadar air tepung putih telur yang dihasilkan dengan metode pan drying

adalah dibawah 16 persen (Berquist, 1964).


Freeze drying merupakan proses pengeluaran air dari suatu produk dengan cara sublimasi

dari bentuk beku menjadi uap. Metode ini banyak digunakan dalam proses pengeringan dan

pengawetan bahan pangan untuk mempertahankan stabilitas, aroma, serta tekstur yang

menyerupai bahan awal (Aman et al., 1992).

Pengeringan dengan matahari langsung merupakan proses pengeringan yang paling ekonomis

dan paling mudah dilakukan, akan tetapi dari segi kualitas alat pengering buatan (oven) akan

memberikan produk yang lebih baik. Sinar ultra violet dari matahari juga menimbulkan

kerusakan pada kandungan kimia bahan yang dikeringkan (Pramono, 2006). Pengeringan

dengan oven dianggap lebih menguntungkan karena akan terjadi pengurangan kadar air

dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat (Muller et al, 2006), akan tetapi penggunaan

suhu yang terlampau tinggi dapat meningkatkan biaya produksi selain itu terjadi perubahan

biokimia sehingga mengurangi kualitas produk yang dihasilkan sedang metode kering angin

dianggap murah akan tetapi kurang efisien waktu dalam pengeringan simplisia (Pramono,

2006).

Penggunaan bakteri L. Bulgaricus, L. Acidophilus, Streptococcus Themophillus

Lactobacillus Bulgaricus dan L. Acidophilus merupakan Organisme-organisme ini

adalah bakteri berbentuk batang,gram positif dan sering berbentuk pasangan dan rantai dari

sel-selnya. Jenis ini umumnya lebih tahan terhadap keadaan asam dari pada jenis-jenis

Pediococcus atau Streptococcus dan oleh karenanya menjadi lebih banyak terdapat pada

tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam laktat. Bakteribakteri ini penting sekali dalam

fermentasi susu dan sayuran. Lactobacillus acidophilus adalah salah satu bakteri yang

bersifat probiotik, dapat berfungsi sebagai terapentic pada tubuh. mampu bertahan pada

kondisi asam lambung, dapat meningkatkan fungsi pencernaan, dan meningkatkan sistem

kekebalan tubuh sehingga manfaat yoghurt sebagai minuman kesehatan semakin lengkap
Bertholt menemukan khasiat bakteri Lactobacillus bulgaricus dalam menghambat

pertumbuhan kuman meninggococcus bahkan sekaligus memusnahkannya. Organisme-

organisme ini adalah bakteri berbentuk batang, gram positif dan sering berbentuk pasangan

dan rantai dari sel-selnya. Jenis ini umumnya lebih tahan terhadap keadaan asam dari pada

jenis-jenis Pediococcus atau Streptococcus dan oleh karenanya menjadi lebih banyak terdapat

pada tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam laktat. Bakteribakter ini penting sekali dalam

fermentasi susu dan sayuran. Lactobacillus acidophilus yang merupakan bakteri probiotik,.

Pada yogurt, Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus, pH yang semakin

rendah, kemungkinan terjadinya sineresis lebih tinggi sehingga kelembutan tekstur yoghurt

dapat berkurang (Sunarlim, 2007).

Tinjauan Umum Tepung Telur

Pengolahan telur banyak dilakukan diantaranya adalah dengan membuat tepung telur.

Pengeringan telur bertujuan mengurangi dan mencegah aktivitas mikroorganisme sehingga

dapat memperpanjang umur simpan. Pembuatan telur menjadi tepung telur dapat pula

mengurangi ruang penyimpanan, mempermudah penanganan dan transportasi (Winarno dan

Sutrisno, 2002). Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) dan Berquist (1964) keuntungan

pengeringan telur adalah mempermudah dan mengurangi ruang penyimpanan, menghemat

biaya transportasi, memperpanjang daya simpan, mempermudah dalam penggunaannya.

Proses yang dilakukan dalam pembuatan tepung putih telur adalah pemisahan putih telur,

pengaturan pH putih telur dengan menambahkan bahan kimia (asam sitrat) hingga memiliki

nilai pH berkisar antara 6,0-7,0 (Stadelman dan Cotterill, 1995), pasteurisasi, desugarisasi,

pengeringan, penggilingan dan kemudian menghasilkan tepung putih telur.

Reaksi Maillard adalah urutan peristiwa yang dimulai dengan reaksi gugus amino

pada asam amino, peptida, atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula, urutan

proses ini diakhiri dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau melanoidin
(deMan, 1997). Menurut Muchtadi (1993) pada proses ini glukosa akan bereaksi dengan

senyawa amino yang akan menyebabkan terbentuknya senyawa deoksiketosil dan degradasi

strecker yang akan menghasilkan senyawa melanoidin yang berwarna coklat (MacCarthy,

1989).

Untuk meminimalisir reaksi Maillard dilakukan proses desugarisasi. Desugarisasi

dilakukan sebelum proses pengeringan untuk menghilangkan glukosa yang terkandung dalam

putih telur. Glukosa yang terkandung dalam putih telur akan menyebabkan terjadinya reaksi

Maillard selama proses pengeringan, sehingga akan menimbulkan penyimpangan-

penyimpangan seperti bau, cita rasa, warna, ketidaklarutan dan pengurangan daya buih pada

produk tepung putih telur. Desugarisasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme

yang sesuai pada substrat organik. Terjadinya proses desugarisasi dapat menyebabkan

perubahan sifat bahan pangan akibat pemecahan kandungan-kandungan bahan pangan

tersebut (Buckle et al, 1987). Proses desugarisasi sangat membantu dalam mempertahankan

daya buih putih telur serta menurunkan viskositasnya sehingga dapat mempermudah dalam

penanganan (Hill dan Sebring, 1973). Tepung putih telur yang telah mengalami proses

desugarisasi setelah disimpan selama empat bulan pada suhu ruang masih memiliki warna

seperti awal akan tetapi tepung putih telur yang tidak mangalami desugarisasi memiliki warna

merah kecoklatan (Stuart dan Goresline, 1942).

Metode pengeringan secara lapis (pan drying) merupakan metode pengeringan yang

mudah dilakukan dan membutuhkan biaya yang murah. Pengeringan ini dilakukan dalam

pembuatan tepung putih telur, tepung kuning telur maupun tepung telur. Pengeringan ini

dilakukan dengan menggunakan oven. Suhu yang digunakan pada pengeringan ini berkisar
o
antara 45-50 C (Berquist, 1964). Menurut Romanoff dan Romanof (1963) suhu yang
o
digunakan dalam pengeringan pan drying adalah pada suhu sekitar 40-45 C dengan tebal

lapisan bahan sekitar 6 mm selama 22 jam akan diperoleh produk kering dengan kadar air
5%. Produk yang dihasilkan dari metode pan drying adalah remah putih telur, granular putih

telur, dan tepung putih telur. Air yang terkandung pada remah putih telur sekitar 12,16%

dengan pH 4,5-7,0 sedangkan kadar air tepung putih telur yang dihasilkan dengan metode

pan drying adalah dibawah 16 persen (Berquist, 1964).

Proses pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, kelembaban udara

(RH), sirkulasi udara dan waktu pengeringan. Menurut Wirakartakusumah et.al (1992)

pengeringan dapat membuat bahan menjadi lebih padat dan kering sehingga akan lebih

memudahkan dalam proses transportasi, pengemasan serta penyimpanan bahan tersebut.

Kerugian yang terjadi pada proses pengeringan adalah sifat bahan yang mengalami

perubahan seperti bentuk, sifat fisik dan kimia, serta penurunan mutu (Winarno dan Fardiaz,

1982). Proses desugarisasi akan membantu dalam mencegah terjadinya reaksi Maillard pada

tepung putih telur akibat pengeringan.


BAB II
TEPUNG TELUR
A. Tepung Telur atau Egg Powder
Tepung telur adalah merupakan salah satu bentuk awetan telur yang diproses menjadi
bubuk (egg powder ). Adapun tahap pembuatannya melalui proses pengeringan dan
penepungan yang dimaksudkan agar lebih tahan lama dan dapat memperkecil tempat
penyimpanan dan sekaligus biaya pengangkutan sehingga menjadi hemat. Dan dapat pula
dijadikan solusi untuk mengurangi resiko pecah dalam proses pengiriman.

Daya busa tepung telur sendiri lebih rendah bila dibandingkan dengan telur segar.
Dalam pembuatan makanan, sifat-sifat fungsional dalam tepung telur tetap ada karena akan
menentukan kemampuan dalam pembuatan makanan tersebut. Penambahan gula seperti
sukrosa (gula pasir), laktosa, maltosa, dan dekstrosa dalam pembuatan tepung telur dapat
memperbaiki sifat daya busanya. Sifat-sifat yang harus dipertahankan antara lain daya busa,
sifat emulsi, sifat koagulasi (kemampuan menggumpal dan membentuk gel) dan warna.

Suprapti (2002) menerangkan bahwa tepung telur disebut juga telur kering yang
merupakan salah satu bentuk awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan.
Disamping lebih awet, keuntungan lain dari tepung telur ialah volume bahan menjadi jauh
lebih kecil sehingga menghemat ruang penyimpanan dan biaya pengangkutan. Tepung telur
juga memungkinkan jangkauan pemasaran yang lebih luas dan penggunaannya lebih beragam
dibandingkan telur segar.
Daya emulsi, daya koagulasi, dan warna tepung telur umumnya tidak banyak berbeda
dibandingkan dengan keadaan segarnya. Perbedaan warna tepung putih telur dengan telur
segar terjadi jika kandungan gula pereduksi (yang sebagian besar adalah glukosa) dalam telur
lebih dari 0,1 %, yaitu warna tepung telur akan berubah menjadi kecoklatan selama
pengolahan dan penyimpanan (Shaleh., dkk, 2002). Keadaan ini dapat diatasi dengan cara
mengurangi kandungan glukosa dalam cairan putih telur sebelum dibuat tepung dengan cara
difermentasi menggunakan bakteri asam laktat (Streptococcus lactis) (Shaleh., dkk, 2002),
fermentasi khamir atau ragi (Saccharomyces cerevisiae) menggunakan ragi roti atau dengan
penambahan enzim glukosa oksidase (Buckle, 1987).
Kandungan air sangat berpengaruh terhadap daya tahan tepung telur, bahan kering
harus memiliki kandungan air sangat kecil. Kandungan air pada tepung telur harus kurang
dari 5 %. Kadar air ini akan meningkat menjadi 9 – 10 % setelah disimpan. Mutu terbaik
akan diperoleh jika pada saat disimpan kadar airnya maksimal 1 % (Shaleh., dkk, 2002)
B. Cara Pakai Tepung Telur
Pada awalnya di amerika, tepung telur ini dibuat untuk keperluan militer yang mana
penggunaannya cukup ditambahkan dengan air dengan perbandingan 2 sendok makan tepung
telur : 4 sendok makan air, dan juga dibuat untuk kepentingan bencana alam, pengiriman
bahan-bahan makanan praktis ini dapat mengurangi resiko di perjalanan dan lebih awet. Bila
telur tidak tahan 1 bulan, tepung telur ini bisa tahan dari 1 hingga 3 tahun, tergantung dengan
tempat penyimpanannya. So praktis kan, hanya dengan mencampurkan bahan tersebut sudah
bisa membuat telur dadar.

C. Cara buat tepung telur secara tradisional


Ada beberapa cara yang bisa dilakukan dalam membuat telur segar menjadi tepung
telur. Adapun caranya bisa dilakukan bisa secara tradisional dan modern. Semakin kecil
kadar air dalam tepung telur akan semakin baik & semakin awet. Jadi proses pengeringan dan
penyimpanan sangat penting. Membuat tepung telur dengan cara tradisional bisa dilakukan
dengan mudah, yaitu dengan cara sebagai berikut :

Sebelum kita memulai prosesnya, siapkan dulu bahan-bahan berikut : telur ayam, ragi
roti yang dipakai untuk proses fermentasi loyang, mixer, timbangan dan oven. Tahap
pengolahannya adalah :

1. Pilihlah telur ayam segar yang berkualitas / mutunya baik


2. Kemudian cuci dan bersihkan telur ayam tersebut dengan air hangat
3. Tahap berikutnya adalah memecahkan telur, bisa digabung atau dilakukan pemisahan
antara kuning dan putih telur ( disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing )
4. Bila mau dipisah setelah memecahkan telur, pisahkan bagian kuning telur dengan
putih telurnya. Kemudian kocok telur tersebut secara terpisah dengan mixer hingga
merata.
5. Bersihkan / Saring kotoran yang ada dalam mixer
6. Lalu proses pasteurisasi telur dengan suhu antara 64-65°C kurang lebih 3 menit
7. Tahap berikutnya adalah fermentasi, tetapi untuk putih telur harus terlebih dulu
diturunkan pH nya dengan cara menambahkan asam sitrat atau asam laktat sampai pH
cairan putih telur menjadi 7.0
8. Fermentasi dilakukan dg menambahkan ragi roti (khamir Saccharomyces cereviseae)
sebanyak 0.2 – 0.4% (w/w) ke dalam adonan sambil diaduk agar merata. Setelah itu
tunggu hingga 2-3 jam pada suhu ruang (30°C)
9. Siapkan loyang untuk proses pengeringan, dan terlebih dulu olesi dengan minyak.
Adonan siap dituangkan ke dalam loyang hingga 6 mm tebalnya.
10. Proses selanjutnya yaitu pengeringan dg memakai oven dengan suhu kurang lebih
¬50°C selama 6-16 jam.
11. Tahap terakhir, hasil flake yang didapat ditepungkan / dihaluskan dengan blender
kering atau hammer mill dan segera disimpan dalam wadah kedap udara / kantung
plastic. Dan usahakan terhindar dg kontak udara yang terlalu lama.

Anda mungkin juga menyukai