Anda di halaman 1dari 3

BAB II DASAR TEORI

Alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan
ketika batuan berinteraksi dengan larutan hidrotermal (White, 1996). Larutan hidrotermal adalah
suatu cairan panas yang berasal dari kulit bumi yang bergerak ke atas dengan membawa
komponen-komponen pembentuk mineral bijih (Bateman dan Jensen, 1981).

Menurut Browne (1991), perubahan terjadi akibat lingkungan baru. Perubahan-perubahan


yang terjadi pada batuan terhantung pada beberapa hal, yaitu: temperatur, sifat kimia larutan
hidrotermal, konsentrasi larutan hidrotermal, komposisi batuan samping, durasi aktivitas
hidrotermal, dan permeabilitas

Reaksi hidrotermal pada fase tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu
tergantung dari temperatur dan pH fluida dan disebut sebagai himpunan mineral. Suatu daerah
yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral alterasi disebut zona alterasi
(Guilbert dan Park, 1986).

Berdasarkan himpunan dan asosiasi mineral alterasi, Lagat (2009) membagi tipe alterasi
hidrotermal menjadi beberapa kelompok utama, yaitu:
1. Propilitik (klorit, epidot, aktinolit, dan tremolit)
Proses ubahan ini mengubah batuan asal menjadi warna hijau, karena himpunan mineral
pembentuk tipe alterasi ini berwarna hijau. Mineral tersebut terdiri dari klorit, epidot, dan aktinolit.
Alterasi ini terbentuk dari dekomposisi mineral – mineral kaya Fe-Mg seperti biotit, amfibol, atau
piroksen. Alterasi propylitic terjadi pada temperatur tinggi. Pada umumnya alterasi propylitic
terbentuk pada zona distal, relative terhadap tipe alterasi lainnya. Kehadiran klorit dan epidot
mengindikasikan temperatur 220-340 oC sedangkan kehadiran aktinolit – tremolite terbentuk pada
280-350 oC.
2. Serisitik (Serisit)
Proses ubahan serisitik mengubah batuan menjadi mineral serisit. Mineral tersebut
terbentuk akibat proses dekomposisi dari feldspar. Alterasi serisit menunjukkan kondisi pH rendah
(asam). Jika alterasi serisit ditemukan bersama kuarsa disebut alterasi Filik. Alterasi Filik
berasosiasi dengan endapan tembaga porfiri yang mengandung pirit terdiseminasi dan berbutir
halus yang berasosiasi langsung dengan proses alterasi.

4
3. Potasik (Biotit, K-Feldspar, Adularia)
Proses ubahan tipe ini umumnya terjadi pada temperatur tinggi yang menghasilkan
pengayaan unsur K (PotassiumAlterasi potasik bisa terjadi di lingkungan plutonik dalam dimana
ortoklas terbentuk, atau lingkungan volkanik dangkal tempat dimana adularia terbentuk.
4. Albitik (Albit)
Alterasi albitik membentuk mineral albit atau plagioklas-Na. Kondisi terbentuknya laterasi
ini relatif pada temperatur tinggi. Mika putih paragonit (kaya-Na) juga kadang terbentuk. Albit
diendapkan pada sebuah lubang atau rekahan pada temperatur >280oC.
5. Silisifikasi (Kuarsa)
Proses alterasi ini melibatkan penambahan silika sekunder (SiO2). Salah satu bentuknya
dikenal dengan nama “Silica Flooding”, yang merupakan hasil dari penggantian batuan dengan
kuarsa mikrokristalin (kalsedon). Bentuk lainnya alterasi silisifikasi dalam bentuk jaringan berupa
“Stockworks” yaitu jaringan rekahan yang terisi dengan kuarsa. Silisifikasi dapat terjadi pada
rentang temperatur yang luas.
6. Silikasi (Mineral silikat +/- kuarsa)
Silikasi merupakan istilah umum untuk proses penambahan silika dengan membentuk
beberapa jenis mineral silikat yang berasosiasi dengan kuarsa. Mineral yang terbentuk pada jenis
alterasi ini contohnya biotit, garnet, dan turmalin. Silikasi dapat terbentuk pada rentang temperatur
yang luas. Contoh klasik dari tipe alterasi ini adalah penggantian batugamping dengan mineral
silika yang dikenal dengan istilah “Skarn”. Salah satu bentuk dari proses silikasi adalah
greisenisasi.
7. Karbonasisasi (Mineral karbonat)
Mineral karbonat yang paling banyak ditemukan diantaranya kasit, ankerit, dan dolomit.
Karbonasisasi umumnya berasosiasi dengan penambahan mineral lain seperti talk, klorit, serisit
dan albit. Alterasi karbonat dapat membentuk pola zonasi sekitar endapan bijih dengan zona
proksimal kaya akan besi.
8. Alunitik (Alunit)
Alterasi alunit berasosiasi dengan lingkungan mata air panas. Kehadiran alunit
mengindikasikan kondisi lingkungan dengan kadar SO4 tinggi, yang merupakan hasil dari oksidasi
mineral sulfida.
9. Argilik (Mineral lempung)

5
Proses ubahan yang menghasilkan berbagai jenis mineral lempung, mineral tersebut
diantaranya kaolinit, smektit, dan illit. Alterasi argilik umumnya terjadi pada temperatur rendah
dan beberapa terjadi pada temperatur atmosfer. Argilik lanjut terdiri dari mineral kaolinit + kuarsa
+ hematit + limonit, feldspar mengalami pencucian dan terubahkan menjadi serisit. Kehadiran
himpunan mineral alterasi argilik mengindikasikan kondisi pH rendah (sangat asam) dan
temperatur kurang dari 220oC. pada suhu yang lebih tinggi, mineral pirofilit (mika putih) terbentuk
satu tempat dengan kaolinit.
10. Zeolitik (Mineral zeolit)
Zeolitik sering kali berasosiasi dengan lingkungan volkanik, namun alterasi ini masih
mungkin terjadi jauh dari lingkungan volkanik. Pada lingkungan volkanik mineral zeolite
mengubah matriks gelas. Mineral zeolit adalah mineral yang terbentuk pada temperatur rendah,
sehingga umumnya zeolit terbentuk pada fasa penurunan aktivitas volkanik. Pada lingkungan
dekat permukaan, zeolitisasi terbentuk pada temperatur kurang dari 220oC.
11. Serpentinisasi dan Alterasi Talk (Serpentin dan talk),
Serpentinisasi adalah proses ubahan yang membentuk mineral serpentin. Serpentin
merupakan mineral yang terbentuk pada temperatur rendah. Alterasi yang menghasilkan talk
terjadi pada kondisi dimana kandungan magnesium lebih tinggi daripada besi pada batuan asal.
12. Oksidasi (Mineral oksida)
Mineral yang umum terbentuk adalah hematit dan limonit (besi oksida), tergantung dari jenis
logam yang mengalami oksidasi. Oksidasi banyak terjadi pada mineral sulfida, dikarenakan unsur
sulfur lebih mudah digantikan dengan oksigen membentuk oksida besi. Oksidasi bisa terjadi pada
temperatur atmosfer maupun temperatur fluida rendah hingga menengah.

Anda mungkin juga menyukai