Anda di halaman 1dari 21

SUMBER PANAS DAN BATUAN

ALTERASI
Disusun Oleh :
1. Herman Resky Pandin 111.130.157
2. M. Bagus Jauhar 111.130.199
3. Hendra Faldyanto 111.130.196
4. Fitrahadi Wibisono 111.131.005
5. Faisal Syeh Aulia 111.130.151
6. M.S. Irfandie 111.130.180
7. Andi Fadilah 111.130.042
UNSUR-UNSUR PEMBENTUK ENERGI
PANAS BUMI
Panas bumi merupakan energi yang terbentuk sebagai hasil
perpindahan panas dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang
terjadi secara konduksi dan konveksi. Perpindahan panas secara
konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan panas
secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan
suatu sumber panas.
Sumber panas bumi ini dibentuk dari beberapa unsur yaitu
wadah berupa lithologi, isi berupa fluida, dan kondisi berupa
sumber panas
1. Wadah Berupa Litologi
Merupakan wadah yang memiliki lithologi berupa batuan
gunung api. Wadah ini berguna untuk menyimpan panas batuan.
Susunan batuan jalur gunung api adalah hasil erupsi gunung api dan
merupakan perselingan antara batuan piroklastik dan aliran lava
(impermeable) dan batuan porous-permeable. Batuan tudung
biasanya merupakan batuan ubahan yang berupa argilic
Batuan yang berupa resevoir pada daerah vulkanik berupa
batuan yang memilki porositas dimana batuan didominasi batuan
beku dengan adanya struktur sekunder beruoa kekar dll.
Daerah penciri daerah panas bumi berupa hotspring,
vumarol, dll
2. Isi Berupa Fluida
Isi berupa fluida yang merupkan hasil dari pengambilan
sampel mata air panas atau hotspring yang dianalisi
hidrokimia kemudian dimasukan kedalam digram ternary
Sehingga dapat menetukan tipe fluida
Macam-macam fluida pada panas bumi adalah :
1. Clorida (Cl)
2. Sulfat (SO4)
3. Bicarbonat (HCO3)
3. Sumber Panas Bumi
Sumber panas bumi berasal dari kegiatan gunung berapi dan intrusi
(terobosan) magma berupa pluton yang mendingin. Dapur magma
merupakan sumber energi panasbumi. Disamping proses pengangkatan
dan perombakan kemudian mengakibatkan jalur-jalur gunung api aktif
maupun yang telah padam membentuk pegunungan menjadi daerah
penagkap air hujan/air kedalam tanah relatif lebih besar dari daerah
sekitarnya.
Pembentukan sumber panas bumi, dikontrol oleh proses-proses
geologi yang telah dan sedang berlangsung sepanjang jalur vulkanisme,
terobosan-terobosan magma serta pensesaran-pensesaran.
Jenis sumber panas
Secara umum terdapat dua jenis heat source yang dikenal
dalam sistem panasbumi seperti yang dipaparkan Nicholson
(1993), yaitu volcanogenic dan non-volcanogenic. Perbedaan
penyebutan sistem yang merujuk pada sistem yang sama antara
lain, Ellis & Mahon (1977) menyebutnya sebagai high-T system
associated with recent volcanic dan high-T system in tectonically
active non-volcanic area. Serta Goff & Janik (2000) yang
menyebutnya sebagai young volcanic model dan tectonic model.
1. Volcanogenic System
Volcanogenic system adalah sistem hidrotermal yang sumber
panasnya berasal dari aktivitas magma. Intrusi magma yang bersifat
andesitik, umumnya membentuk geometri intrusi dengan diameter kecil
namun secara vertikal dekat dengan permukaan. Sedangkan magma yang
bersifat asam, umumnya memiliki tubuh yang berdiameter lebar, namun
secara vertikal jauh di bawah permukaan. Hochstein & Browne (2000)
membagi sistem volcanogenic berrelief tinggi menjadi tiga sistem
berdasarkan fase fluida di reservoar. Yaitu liquid dominated system yang
terbentuk jika permeabilitas batuan di reservoar tinggi, sedangkan
permeabilitas batuan di recharge area sedang. Natural two-phase system
terjadi jika permeabilitas di reservoar maupun di recharge area sedang.
Serta vapor dominated system apabila permeabilitas batuan reservoar
tinggi, namun permeabilitas batuan sekitar rendah.
Model konseptual untuk sistem panasbumi liquid dominated berrelief
tinggi menurut Hochstein & Browne (2000)
Sistem volcanogenic tidak selamanya menghasilkan suhu
yang tinggi, padaMbeberapa sistem seperti di Horohoro dan
Atiamuri, Selandia Baru yang merupakan sistem vulkanik
namun bersuhu sedang (Hochstein & Browne, 2000).
2. Non-volcanogenic system
Non-volcanogenic system ialah sistem hidrotermal yang
sumber panasnya tidak berkaitan dengan aktivitas vulkanisme.
Nicholson (1993) menjelaskan bahwa panas pada sistem ini dapat
dihasilkan dari peristiwa uplift basement rock yang masih panas,
atau bisa juga berasal dari sirkulasi air tanah dalam yang mengalami
pemanasan akibat adanya perlipatan atau patahan, serta adanya
panas residual pada batuan beku pluton. Sistem ini dapat
menghasilkan fluida dengan temperatur tinggi hingga rendah.
BATUAN ALTERASI PANASBUMI
Ada beberapa definisi dari beberapa ahli geologi
mengenai alterasi, antara lain:
Perubahan komposisi mineralogi dari suatu batuan
karena aktivitas hydrothermal (Courty, 1945).
Digunakan dalam klasifikasi pada fasa metamorfosis
yang bersifat lokal (Jim, 1956).
Dimaksudkan sebagai gejala ubahan pada batuan dan
mineral sekunder (supergene) seperti replacement,
oksidasi dan hidrasi.
Beberapa Tipe Alterasi Secara Hydrothermal,
Menurut Hochstein Adalah Sebagai Berikut:
Alterasi Langsung (Pengendapan)
Untuk dapat terbentuk secara langsung, maka batuan reservoir
panasbumi harus memiliki celah, dimana dengan adanya celah ini fluida
reservoir dapat mengalir. Saluran ini antara lain berupa joint, fracture,
fault, vug pore dan fissure.
Alterasi Replacement (Penggantian)
Kebanyakan batuan mengandung mineral utama yang tidak stabil.
Mineral ini memiliki kecenderungan untuk digantikan dengan mineral
yang lebih stabil pada kondisi yang baru.Tabel I-2.
Tabel. Tipe Produk Pengganti Mineral Primer Karena Alterasi Hydrothermal
Alterasi Leaching (Pelepasan)
Terjadinya uap yang terasamkan secara oksidasi dari gas H2S, maka batuan
yang memiliki mineral pengganti (attacks rock) akan menggantikan mineral
primer tanpa mengganggu lubang yang telah ada. Alterasi ini dapat
dikelompokkan berdasarkan mineral yang dihasilkan, yaitu:
a. Albitisasi
Alterasi yang dihasilkan dari perubahan mineral lain terutama
K feldspar oleh larutan yang kaya Na.
b. Alunitisasi
Dijumpai pada batuan beku berbutir halus yang terdapat
disekeliling vein epithermal, dihasilkan oleh aktivitas air yang bersifat sulfat.
c. Argilitisasi
Biasa ditemukan pada batuan samping dari vein dimana cairan
pembentuk akan mengubah mineralfeldspar menjadi lempung.
d. Karbonitisasi
Dihasilkan oleh intrusi atau pembentukan mineral karbonat setempat.
e. Chloritisasi
Mineral sebelumnya, umumnya berupa mineral alluminous
ferromagnesian silicate.
f. Epidotisasi
Perubahan mineral alluminous ferromagnesian
silicate menjadi epidote terdapat pada chlorite.
g. Silisifikasi
Dihasilkan oleh introduksi silica dari larutan magmatic akhir.
h. Piritisasi
Suatu perubahan mineral ferromagnesian menjadi pirite.
Creasey (1966) membuat klasifikasi ubahan
hidrotermal pada endapan tembaga porfir menjadi tiga tipe
yaitu propilitik, argilik, potasik, dan himpunan kuarsa-
serisit-pirit.
Lowell dan Guilbert (1970), membuat model alterasi-
mineralisasi juga pada endapan bijih porfir, menambahkan
istilah zona filik, untuk himpunan mineral kuarsa + serisit +
pirit klorit rutil kalkopirit.
1. Tipe propilitik
Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa
mineral epidot, ilit/serisit,kalsit, albit, dan anhidrit .Terbentuk pada
temperatur 200-300C pada pH near neutral, dengan salinitas yang
beragam, umumnya pada daerah yang mempunyai permeabilitas
rendah.
2. Tipe argilik
Pada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral,
yaitu muskovit-kaolinit- monmorilonit dan muskovit-klorit-
monmorilonit. Himpunan mineral pada tipe argilik terbentuk pada
temperatur 100-300C (Pirajno, 1992), fluida asam hingga netral
dan salinitas yang rendah.
3. Tipe potasik
Tipe ini dicirikan oleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-alkali
felsparmagnetit. Anhidrit sering hadir sebagai asesori, serta sejumlah kecil
albit dan titanit (sphene) atau rutil kadang terbentuk. Ubahan potasik
terbentuk pada daerah yang dekat batuan beku intrusif yang terkait, fluida
yang panas (>300C), salinitas tinggi, dan dengan karakter magmatik yang
kuat.
4. Tipe filik
Tersusun oleh himpunan mineral kuarsa-serisit-pirit, yang umumnya
tidak mengandung mineral-mineral lempung atau alkali felspar. Kadang
mengandung sedikit anhidrit, klorit, kalsit, dan rutil. Terbentuk pada
temperatur sedang sampai tinggi (sekitar 230-400C), fluida asam hingga
neutral dengan salinitas yang beragam, pada zona yang permeabel dan pada
batas dengan urat.
5. Propilitik dalam (inner propylitic)
Menurut Hedenquist dan Lindqvist (1985 dalam Pirajno,
1992) zona ubahan pada sistem epitermal sulfidasi rendah (fluida
kaya klorida, pH mendekati netral) umumnya juga menunjukkan
zona ubahan seperti pada sistem porfir, tetapi menambahkan
istilah inner propylitic untuk zona pada bagian yang
bertemperatur tinggi (>300C), yang dicirikan oleh
kehadiran epidot, aktinolit, klorit, dan ilit.
6. Advanced argillic
Sedangkan untuk sistem epitermal sulfidasi tinggi (fluida
kaya asam-sulfat), ditambahkan istilah advanced argillic yang
dicirikan oleh kehadiran himpunan mineral pirofilit +
diaspor andalusit kuarsa tourmalin enargit-
luzonit (untuk temperatur tinggi, 250-350C), atau himpunan
mineral kaolinit + alunit kalsedon kuarsa pirit (untuk
temperatur rendah, <180C).
7. Tipe skarn
Mineral yang sangat umum yang sering didapatkan pada batuan skarn,
yaitu kelompok garnet, piroksen, amfibol, epidot dan magnetit. Amfibol
umumnya hadir pada skarn sebagai mineral tahap akhir yang meng-overprint
mineral-mineral tahap awal. Aktinolit (CaFe) dan tremolit (CaMg) adalah
mineral amfibol yang paling umum hadir pada skarn. Jenis piroksen yang
sering hadir adalah diopsid (CaMg) dan hedenbergit (CaFe). Terbentuk pada
fluida yang mempunyai salinitas tinggi dengan temperatur tinggi (sekitar
300-700C).
8. Tipe Greisen
Himpunan mineral pada greisen adalah kuarsa- muskovit (atau
lipidolit) dengansejumlah mineral asesori seperti topas, tourmalin, dan
fluorit yang dibentuk oleh ubahan metasomatik post-magmatik granit (Best
1982, Stemprok 1987 dalam Evans 1993).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai