TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Pada masyarakat
umum, sering juga disebut dengan istilah radang usus buntu. Akan tetapi, istilah
usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat,
karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum).
Sedangkan apendiks atau yang sering disebut juga dengan umbai cacing adalah
organ tambahan pada usus buntu. Umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,
vermiform apendix (atau hanya apendix) adalah ujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum.1
2
3
2.3 EPIDEMIOLOGI
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara
berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat ditemukan pada
semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden
tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada
lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
insiden lelaki lebih tinggi.1
Menurut The Lancet perkembangan mortalitas apendisitis terlihat dimana
pada tahun 1990 tingkat mortalitas pada keseluruhan umur adalah sebanyak
875.000 kematian sedangkan pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi
719.000 kematian. Secara nasional, perkembangan penyakit ini belum mendapat
perhatian yang serius. Hal ini ditunjukkan lewat minimnya data tentang penyakit
ini.2
Hasil penelitian di bagian Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R.D Kandou
Manado selama periode Oktober 2012 – September 2015 menunjukkan bahwa
jumlah pasien terbanyak ialah apendisitis akut yaitu sebanyak 412 pasien (63%)
sedangkan apendisitis kronik sebanyak 38 pasien (6%). Dari 650 pasien, yang
mengalami komplikasi adalah sebanyak 200 pasien yang terdiri dari 193 pasien
(30%) dengan komplikasi apendisitis perforasi dan 7 pasien (1%) dengan
periapendikuler infiltrat. Jumlah kasus apendisitis akut lebih tinggi daripada
apendisitis kronik, apendisitis perforasi dan periapendikuler infiltrat.2
5
2.4 ETIOLOGI
Apendisitis merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus. Disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks, dan cacing askariasis dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat
parasit E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan
makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman
flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.1
2.5 PATOLOGI
Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Upaya pertahanan
tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup apendik dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler
yang dikenal dengan istilah infiltrat apendik. Didalamnya, dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,
6
apandisistis akan sembuh dan massa apendikuler akan menjadi tenang dan
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.1
Apendiks yang pernah meradang tidak akan pernah sembuh sempurna
tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.
Suatu saat, organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami
ekserbasi akut.1,7
2.6 PATOGENESIS
Patogenesis apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian
menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks
menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan
pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama
mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di
dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga
hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga
mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus. Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan
intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi
vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks.
Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat,
sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut.7
Apendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfe, terjadi edema yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan
tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan,
infark, dan gangren. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding apendiks; diikuti
demam, takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator
inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding
7
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsangan peritoneum
lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral didaerah epigastrium sekitar umbilikus. Keluhan ini
sering disertai mual dan kadang-kadang muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri berpindah kekanan bawah ketitik Mc
Burney. Disini nyeri dirasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi
terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila
berjalan atau batuk.1
Anoreksia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah
onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi
sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang
berat yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain
apendisitis. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -
38,50 C). Jika suhu tubuh diatas 38,6 0
C, menandakan terjadi perforasi. Anak
dengan apendisitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat
menekan dengan paha kanan akan menekan caecum hingga isi caecum berkurang
atau kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat
menurun atau menghilang. Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering
dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar,
akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan
adanya abses pelvis.1
2.8 DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Diagnosis mungkin sulit
atau rumit karena gejala klinisnya. Meskipun dimasa kini diagnostik apendisitis
akut sebagian besar dibantu oleh pemeriksaan penunjang. Diagnosis yang salah
9
Obstipasi
Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa
nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya
tergantung pada letak apendiks yang merangsang daerah rektum.8
Demam (infeksi akut)
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5-
38,50C. Tetapi bila suhu lebih tnggi, diduga telah terjadi perforasi.1
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Penderita berjalan membungkuk sambil memegang perut yang sakit,
kembung (+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada
apendikuler abses. Pemeriksaan pada anak, perhatikan posisi anak yang terbaring
pada meja periksa. Anak menunjukkan ekspresi muka yang tdak gembira. Anak
tidur miring ke sisi yang sakit sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena
setiap ektensi meningkatkan nyeri.1,8
Palpasi
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritonium perietal, nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri diperut kanan
bawah yang disebut tanda Rovsing sign. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator
merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
Bila apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor, tindakan tersebut
akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat bilamana
apendiks meradang bersentuhan dengan otot obturator internus yang merupakan
dinding panggul kecil.1,8
o Nyeri tekan (+) Mc. Burney : Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran bawah atau titik Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci
diagnosis.8
o Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum : Rebound tenderness
(nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat
mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba
11
b) Demam Dengue : Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, hematokrit yang
meningkat.
c) Limfedenitis Mesenterika : Biasanya didahului oleh enteritis atau
gastroenteritis ditandai dengan adanya nyeri perut, terutama bagian kanan
disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut yang samar terutama pada
region perut kanan.
d) kelainan ovulasi : Folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut
kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan
nyeri biasa hilang dalam waktu dalam 24 jam, tetapi mungkin dapat
mengganggu selama dua hari, pada anamnesis nyeri yang sama pernah timbul
lebih dahulu.
e) Infeksi Panggul : Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis
akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian
bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan
dan infeksi urin. Pada gadis dapat dilakukan pemeriksaan melalui dubur jika
perlu untuk diagnosis banding. Rasa nyeri pada pemeriksaan melalui vagina
jika uterus diayunkan.
f) Kehamilan di luar kandungan : Hampir selalu ada riwayat terlambat haid
dengan keluhan tidak yang tidak menentu Ruptur tuba, abortus kehamilan di
luar rahim disertai pendarahan maka akan timbul nyeri mendadak difus di
pelvis dan bisa terjadi syok hipovolemik. Nyeri dan penonjolan rongga cavum
Douglas didapatkan pada pemeriksaan vaginal dan didapatkan pada
kuldosintesis.
g) Kista ovarium terpuntir : timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi
dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina,
atau colok rectal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan USG dapat menemukan
diagnosis.
h) Endometriosis eksterna : endometriosis di luar rahim akan menimbulkan nyeri
di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu.
i) Urolitiasis pielum/ ureter kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut
yang menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria
14
2.10 PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan yang paling tepat dilakukan dan
merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis
tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada
apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata. Penundaan tindakan bedah
sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Apendektomi bisa dilakukan terbuka atau dengan laparoskopi. Bila apendektomi
terbuka, insisi Mc Burney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita
yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu.
Pemerksaan laboratorium dan USG dapat dilakukan bila dalam observasi masih
terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskopi, tindakan laparoskopi diagnostik pada
kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.1
Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan
telah sukses dilakukan pada 90-94% kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis
perforasi. Saat ini laparoskopik apendiktomi lebih disukai. Prosedurnya, port
placement terdiri dari pertama menempatkan port kamera di daerah umbilikus,
kemudian melihat langsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm.
Ada beberapa pilihan operasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan
bawah dan yang lainnya di kuadran kiri bawah atau keduanya diletakkan di
kuadran kiri bawah. Sekum dan apendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke
medial. Berbagai macam metode tersedia untuk pengangkatan apendiks, seperti
dectrocauter, endoloops, stapling devices. Dengan teknik resiko pembedahan
seperti perdarahan dapat diminimalkan.8
16
2.11 KOMPLIKASI
Massa periapendikular
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutup atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi
penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh
peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu massa periapendikular yang
masih bebas sebaiknya segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain
itu operasinya masih mudah. Pria dewasa dengan massa apendikular yang
terpancang dengan pendindingan yang sempurna sebaiknya dirawat terlebih
dahulu dan diberi antibiotik. Sampai dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh,
ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak terjadi demam, massa
periapendikular menghilang, dan leukositosis normal penderita boleh pulang dan
apendektomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat
perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi dapat terbentuk
abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi,
bertambah nyeri dan teraba pembengkakan massa serta bertambahnya angka
leukosit. Apendektomi dilakukan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang
telah ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang yaitu 6-8 minggu
kemudian, dilakukan apendektomi.1
17
Apendisitis perforata
Adanya fekalit didalam lumen, umur, keterlambatan diagnosis, merupakan
faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi apendiks. Perforasi apendiks akan
mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai demam tinggi, nyeri semakin
hebat yang meliputi seluruh perut, perut menjadi kembang dan kembung. Nyeri
tekan dan defans muskular terjadi di seluruh perut, mungkin disertai dengan
pungtum maksimum diregio iliaka kanan. Peristaltik usus dapat menurun atau
menghilang akibat adanya ileus paralitik. Abses rongga peritoneum dapat terjadi
bila pus yang menyebar terlokalisasi di suatu tempat, paling sering dirongga
pelvis dan subdiafragma. Adanya massa intraabdomen yang disertai demam harus
dicurigai sebagai abses. USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah.
Perbaikan keadaan umum dengan infus dan pemberian antibiotik untuk kuman
gram positif dan negatif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik
perlu dilakukan sebelum pembedahan. Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi
yang panjang supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneumdari pus
maupun pengeluaran fibrin yang adekuatsecara mudah serta pembersihan kantong
nanah. Karena terdapat kemungkinan terjadi infeksi luka operasi sebaiknya
dipasang penyalir subfasia, kulit dibiarkan terbuka dan nantinya akan dijahit bila
sudah dipastikan tidak ada infeksi.1
Apendisitis rekuren
Diagnosis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang
diperut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendektomi, dan hasil
patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendiks tidak pernah
kembali kebentuk semulanya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.1
Apendisitis kronis
Baru bisa ditegakkan jika semua syarat berikut terpenuhi : riwayat nyeri
perut kanan bawah yang lebih dari dua minggu, terbukti terjadi radang kronik
apendiks baik secara makroskopik maupun mikroskopik, dan keluhan menghilang
pasca apendektomi. Kriteria mikroskopik meliputi adanya fibrosis menyeluruh
pada dinding apendiks, sumbatan pasial atau total pada lumen apendiks, dan
infiltrasi sel imflamsi kronik.1
18
2.12 PROGNOSIS
Bila ditangani dengan baik, prognosis apendisitis adalah baik. Secara
umum angka kematian pasien apendisitis akut adalah 0,2-0,8% yang lebih
berhubungan dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat tindakan
intervensi.8