Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

I. Konsep Medis
A. Pengertian
Sedangkan (Yosep, 2009) berpendapat Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol.
Suatu keadaan ketika individu mengalami perilaku yang secara fisik dapat membahayakan bagi
diri sendiri atau pun orang lain (Sheila L. Videbeck, 2008).
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya mungkin terjadi/
mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau
amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi
penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan
di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak
pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima
(permissive).
d. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
2. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang
kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut,
padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula
memicu perilaku kekerasan.

C. TANDA DAN GEJALA (Menurut Fitria, 2010)

1. Pengkajian awal : Alasan utama klien dibawa ke RS adalah PK dirumah.

2. Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat, klien sering

memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.

3. Fisik : Mata melotot / pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan

tegang serta postur tubuh kaku.

4. Verbal: Mengancam, mengupat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar.
5. Perilaku: Menyerang orang lain, melukai diri sendiri, orang lain, merusak lingkungan, amuk/ agresif.

6. Emosi: Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya,

bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.

7. Intelektual: Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang mengeluarkan kata-

kata bernada kasar.

8. Spritual: Merasa diri berkuasa, merasa diri paling benar, keragu-raguan, tidak bermoral.

9. Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.

10. Perhatian: Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.

Sedangkan tanda-tanda adanya perilaku kekerasan yamg mengancam menurut (Santoso ,

2007) adalah :

1. Kata-kata keras/ kasar atau ancaman akan kekerasan

2. Adanya perilaku agitatif

3. Membawa benda-benda tajam atau senjata

4. Adanya pikiran dan perilaku paranoid

5. Adanya penyalah gunaan zat/ intoksikasi alkohol

6. Adanya halusinasi dengar yang memerintahkan untuk melakukan tindak kekerasan

7. Kegelisahan katatonik

8. Adanya penyakit di otak (terutama dilobus frontal)

Hal hal yang perlu diperhatikan untuk menduga adanya resiko bunuh diri (Santoso, 2007).

1. Adanya ide bunuh diri atau percobaan bunuh diri sebelumya

2. Adanya kecemasan yang tinggi, depresi yang dalam dan kelelahan

3. Adanya ide bunuh diri yang diucapkan

4. Ketersediaanya alat atau cara bunuh diri

5. Mempersiapkan warisan terutama klien depresi

6. Adanya krisis dalam kehidupan baik fisik maupun mental

7. Adanya riwayat keluarga yang melakukan bunuh diri

8. Adanya keputus asaan yang mendalam

D. PROSES TERJADINYA

Banyak hal yang dapat menimbulkan stress, marah, cemas, dan HDR pada individu. Agresif

dapat menimbulkan kecemasan sehingga dapat menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan.

Kecemasan dapat diungkapkan melalui 3 cara:

1. Mengungkapkan marah secara verbal


2. Menekan/ mengingkari rasa marah

3. Menentang perasaan marah

Dengan cara tersebut akan menimbulkan perasaan bermusuhan. Bila cara ini berlangsung terus

menerus maka dapat terjadi penyerangan dengan kekerasan disertai tindakan melempar yang

menimbulkan perasaan marah tersebut.

Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal berupa perilaku

dekruktif maupun agresif . Sedangkan secara internal dapat berupa perilaku yang merusak diri.

Mengekspresikan marah dapat dengan perilaku destruktif dengan menggunakan kata-kata yang

dapat dimengerti dan direspon tanpa menyakiti orang lain, serta memberikan perasaan lega.

E. Rentan Respon

Menurut Iyus Yosep, 2007 bahwa respons kemarahan berfluktuasi dalam rentang adaptif

maladaptif.

Skema 1.1. Rentang Respon Kemarahan

Respon adaptif Respons maladaptif

I-------------------I------------------I----------------------I-------------------I

Asertif frustasi pasif agresif kekerasan

(Sumber Iyus Yosep, 2007)

1. Perilaku asertif yaitu mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau meyakiti

orang lain, hal ini dapat menimbulkan kelegaan pada individu

2. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak realistis atau

hambatan dalam proses pencapaian tujuan.

3. Pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk engungkapkan perasaan marah yang

sekarang dialami, dilakukan dengan tujuan menghindari suatu tuntunan nyata.

4. Agresif merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau ketakutan / panik. Agresif

memperlihatkan permusuhan, keras dan mengamuk, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi

kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai

orang lain.

5. Kekerasan sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan

menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman, melukai pada tingkat ringan

sampa pada yang paling berat. Klien tidak mampu mengendalikan diri.

F. MEKANISME KOPING

Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:


1. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.

2. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak baik.

3. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebihkan sikap/

perilaku yang berlawanan.

4. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebihkan sikap

perilaku yang berlawanan.

5. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada objek yang berbahaya.

Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari

seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut

tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit untuk

bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain tidak dapat diatasi maka

akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau bayang-bayangan yang meminta klien untuk

melakukan kekerasan. Hal ini data berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko

mencederai diri, orang lain dan lingkungan).

Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik

dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak

efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena

dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).

G. Perilaku
1. Menyerang orang
2. Melukai diri sendiri/orang lain
3. Merusak lingkungan
4. Amuk/agresi

H. Penatalaksanaan

Adapun penalaksanaan medik menurut MIF Baihaqi, dkk, 2005 sebagai berikut :

1. Somatoterapi

Dengan tujuan memberikan pengaruh-pengaruh langsung berkaitan dengan badan, biasanya dilakukan

dengan :

a. Medikasi psikotropik

Medikasi psikotropik berarti terapi langsung dengan obat psikotropik atau psikofarma yaitu obat-obat

yang mempunyai efek terapeutik langsung pada proses mental pasien karena efek obat tersebut pada

otak.

1) Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)


2) Obat anti depresi, amitriptyline

3) Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam

4) Obat anti insomnia, phneobarbital

b. Terapi Elektrokonvulsi (ECT)

Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid ke tubuh penderita menerima aliran listrik

yang terputus-putus.

c. Somatoterapi yang lain

1) Terapi konvulsi kardiasol, dengan menyuntikkan larutan kardiazol 10% sehingga timbul konvulsi

2) Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin sehingga pasien menjadi koma, kemusian dibiarkan 1-

2 jam, kemudian dibangunkan dengan suntikan gluk

2. Psikoterapi

Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap suatu gangguan atau

penyakit, yang pada umumnya dilakukan melalui wawancara terapi atau melalui metode-metode tertentu

misalnya : relaksasi, bermain dan sebagainya. Dapat dilakukan secara individu atau kelompok, tujuan

utamanya adalah untuk menguatkan daya tahan mental penderita, mengembankan mekanisme

pertahanan diri yang baru dan lebih baik serta untuk mengembalikan keseimbangan adaptifnya.

3. Manipulasi lingkungan

Manipulasi llingkunagan adalah upaya untuk mempengaruhi lingkungan pasien, sehingga bisa

membantu dalam proses penyembuhannya. Teknis ini terutama diberikan atau diterapkan kepada

lingkungan penderita, khususnya keluarga.

Tujuan utamanya untuk mengembangkan atau merubah/menciptakan situasi baru yang lebih

kondusif terhadap lngkungan. Misalnya dengan mengalihkan penderita kepada lingkunmgan baru yang

dipandang lebih baik dan kondusif, yang mampu mendukung proses penyembuhan yang dilakukan.

II. Konsep Keperawatan

A. Pengkajian

Beberapa faktor yang perlu dikaji pada klien perilaku kekerasan menurt Budi Anna Keliat, 2006 adalah

sebagai berikut :

1. Klien dibawa ke rumah sakit jiwa dengan alasan amuk, membanting barang-barang, gelisah, tidak bia

tidur, berendam dikamar mandi selama berjam-jam.

2. Klien biasanya amuk karena ditegur atas kesalahannya


3. Klien mengatakan mudah kesal dan jengkel

4. Merasa semua barang tidak ada harganya

5. Klien kelihatan sangat bersemangat, wajah tegang

6. Muka merah tidak menceritakan masalahnya

7. Klien merasa minder bila berada dilingkungan keluarga

8. Klien mudah marah dan cepat tersinggung

9. Klien selalu merusak lingkungan

10. Klien nampak kotor, rambut kusut dan kotor, gigi kotor dan kuning

11. Kuku panjang dan kotor, kulit banyak daki dan kering

12. Klien mengatakan malas mandi

13. Klien tidak mau mandi bila tidak disuruh dan mandi kalau perlu saja

14. Sehabis mandi klien masih tampak kotor.

B. Masalah Keperawatan

Menurut Kelait BA, 2006 masalah keperawatan yangs sering terjadi pada klien perilaku kekerasan adalah

1. Resiko perilaku mencederai diri sendiri, orang lain dan linkungan

2. Perilaku kekerasan

3. Ganguan konsep diri harga diri rendah

4. Gangguan pemeliharaan kesehatan

5. Defisit perawatan diri, mandi dan berhias

6. Ketidakefektifan koping keluarga ; ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah

7. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik

C. Pohon Masalah

Resiko mencederai orang lain/lingkungan

Perilaku Kekerasan

Gangguan Harga Diri : HDR

D. Diagnosa Keperawatan

Perilaku Kekerasan

E. Intervensi
NO Strategi Perencanaan Pasien Strategi Perencanaan Keluarga
1 SP I P SP I k
1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Mengidentifikasi Tanda dan Gejala dirasakan keluarga dalam merawat
PK pasien.
3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan
2. Menjelaskan pengertian PK, tanda dan
4. Mengidentifikasi akibat PK gejala, serta proses terjadinya PK.
5. Mengajarkan cara mengontrol PK 3. Menjelaskan cara merawat pasien
6. Melatih Pasien cara mengontrol PK dengan PK.
FISIK I ( Nafas Dalam )
7. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
2 SP II P SP II k
1. Memvalidasi masalah dan latihan 1. Melatih keluarga mempraktekkan cara
sebelumnya merawat pasien dengan PK.
2. Melatih pasien cara kontrol marah2. Melatih keluarga melakukan cara
FISIK II ( memukul bantal / kasur / merawat langsung kepada pasien PK.
konversi
energi )
3. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

3 SP III P. SP III k
1. Memvalidasi masalah dan latihan 1. Membantu keluarga membuat jadual
sebelumnya aktivitas di rumah termasuk minum
2. Melatih pasien cara mengontrol PK obat (discharge planning).
secara Verbal (Meminta / menolak 2. Menjelaskan follow up pasien setelah
dan mengungkapkan marah secara pulang.
baik)
3. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
4 SP IV P
1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya
2. Melatih pasien cara mengontrol PK
secara spiritual (berdoa, berwudhu,
sholat)
3. Membibing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
5 SP V P
1. Memvalidasi masalh dan dan
latihan sebelumnya
2. Menjelaskan cara mengontrol PK
dengan meminum obat ( Prinsip 5
benar
minum obat )
3. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

Read more: Laporan Pendahuluan (askep) Perilaku


Kekerasan http://nandarnurse.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-askep-
perilaku.html#ixzz5NGzGg2Yr
Under Creative Commons License: Attribution
Follow us: nHandar on Facebook
LAPORAN PENDAHULUAN1.Masalah Utama:
Perilaku kekerasan/ amuk.
2.Proses Terjadinya MasalahA.Pengertian perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yangdapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupunlingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal
atau marahyang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Tanda dan Gejala :

Muka merah

Pandangan tajam

Otot tegang

Nada suara tinggi

Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak

Memukul jika tidak senang
2.Penyebab perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah.Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisaseberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan
harga diri dapatdigambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri,merasa gagal mencapai keinginan.

Tanda dan gejala :



Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit(rambut botak karena terapi)

Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)

Gangguan hubungan sosial (menarik diri)

Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)

Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram,mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.(Budiana Keliat, 1999)
3.Akibat dari Perilaku kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai
diri,orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan
yangkemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :

Memperlihatkan permusuhan

Mendekati orang lain dengan ancaman

Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai

Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan

Mempunyai rencana untuk melukai
C. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk
Core Problem
Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah(Budiana Keliat, 1999)
D. Masalah keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji1.Masalah keperawatan:
1.Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan2.Perilaku
kekerasan / amuk 3.Gangguan harga diri : harga diri rendah
1.Data yang perlu dikaji:
1.Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan1.Data subjektif Klien
mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh,
inginmembakar atau mengacak-acak lingkungannya.2.Data objektif Klien
mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakankekerasan
pada orang-orang disekitarnya.2.Perilaku kekerasan / amuk

1.Data Subjektif :

Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

Klien suka membentak dan menyerang orang yangmengusiknya jika sedang kesal
atau marah.

Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.2.Data Objektif

Mata merah, wajah agak merah.

Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.

Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangantajam.

Merusak dan melempar barang barang.3.Gangguan harga diri : harga diri
rendah1.Data subyektif:Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak
tahu apa-apa, bodoh,mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.2.Data objektif:Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila
disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri
hidup.
5.Diagnosa Keperawatan
1.Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilakukekerasan/ amuk.2.Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan
harga diri: harga diri rendah.
5.Rencana Tindakan

Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan


denganperilaku kekerasan/ amuk
1.
Tujuan Umum:
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
2.Tujuan Khusus:
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:1.Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebutnama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.2.Panggil klien dengan nama panggilan yang
disukai.3.Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.4.Jelaskan
tentang kontrak yang akan dibuat.5.Beri rasa aman dan sikap
empati.6.Lakukan kontak singkat tapi sering.
2.Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:1 . B e r i k e s e m p a t a n m e n g u n g k a p k a n p e r a s a a n . 2 . B a n t u k l i e n
m e n g u n g k a p k a n p e r a s a a n j e n g k e l / k e s a l . 3.Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan
bermusuhan kliendengan sikap tenang.
2.Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

A. PENGERTIAN
 Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (fitria,
2009).
 Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan
individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
 Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph, 2007).
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat, membuat
orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan: memaki-maki orang
disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan orang lain, bahkan membakar
rumah.
 Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO (dalam Bagong.
S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau
tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang
mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak
 Menurut Townsend (2000), amuk (aggresion) adalah tingkah laku yang bertujuan untuk
mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain juga diartikan sebagai perang atau
menyerang
 Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif
 Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).

B. PENYEBAB
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh
Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai
peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai,
dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan
berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls
agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh
Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan
lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan
penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan
dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang
tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai
prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang
positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka
mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak
mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan
setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat
juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari
bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat
berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat
menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap

C. RENTANG RESPONS MARAH


Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997).
 Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa
merendahkan harga diri orang lain.
 Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat
dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat
menimbulkan kemarahan.
 Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
 Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu.
Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap
orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan
yang sama dari orang lain
 Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada
keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Respon kemarahan dapat berfluktusi dalam rentang adaptif-maladaptif.
D. TANDA DAN GEJALA
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya,
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan
orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

E. AKIBAT DARI PERILAKU KEKERASAN


Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri,
orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan
dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

F. PROSES MARAH
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh
setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Berikut ini
digambarkan proses kemarahan :(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996)
 Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara
yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang
pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.
 Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila
cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan
lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.

Pathway/ Patoflowdiagram
G. PERILAKU
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
 Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap
sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil
melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
 Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan
perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti
orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.
 Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik
perhatian orang lain.
 Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan

Perilaku Kekerasan

H. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :
(Maramis, 1998)
 Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan
akibat rasa marah.
 Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
 Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.
 Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut
dengan kasar.
 Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya
karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan
temannya.

I. PENATALAKSANAAN
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:
1. Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada keadaan
amuk.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan
J. PERENCANAAN PULANG
Perawatan dirumah sakit akan lebih bermakna jika dilanjutkan dirumah. Untuk itu semua rumah
sakit perlu membuat perencanaan pulang. Perencanaan pulang dilakukan sesegera mungkin
setelah klien dirawat dan diintegrasikan didalam proses keperawatan.
Jadi bukan persiapan yang dilakukan pada hari atau sehari sebelum klien pulang.
Tujuan perencanaan pulang:
1. Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial.
2. Klien tidak menciderai diri, orang lain dan lingkungannya.
3. Klien tidak terisolasi sosial
4. Menyelenggarakan proses pulang yang bertahap (Kelliat, 1992).

K. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi
dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan
professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam
pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis,
bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah. Proses keperawatan klien marah adalah sebagai
berikut : (Keliat, dkk, 1996)
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan perumusan masalah
atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.
Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
 Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar,
pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks
cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
 Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam,
ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
 Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca
indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses
intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
 Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering
merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata
kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri,
menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
 Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang
bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat
dapat dilukiskan sebagai berikut :
 Aspek fisik: terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit
fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
 Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.
 Aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
 Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data subyektif
dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan
data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau
pemeriksaan langsung oleh perawat.

Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi
klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek
dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
Pohon masalah

2. Diagnosa Keperawatan
“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial
dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan”
(Carpenito, 2000). Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan
masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
 Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
 Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

Rencana Tindaka
No Diagnosis
TUK/SP
1 Resiko perilaku TUM: Selama perawatan Tindakan Psikoterapi
kekerasan diruangan, pasien tidak a. Pasien
 BHSP
memperlihatkan perilaku  Ajarakan SP I:
kekerasan, dengan o Diskusikan penyebab, tanda dan gejala, bentuk
o Latih pasien mencegah PK dengan cara: fisik (t
criteria hasil(TUK):
o Masukkan dalam jadwal harian
 Dapat membina hubungan
saling percaya  Ajarkan SP II:
 Dapat mengidentifikasi o Diskusikan jadwal harian
penyebab, tanda dan o Latih pasien mengntrol PK dengan cara sosial
gejala, bentuk dan akibat o Latih pasien cara menolak dan meminta yang a
PK yang sering o Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
dilakukan  Ajarkan SP III:
 Dapat mendemonstrasikano Diskusikan jadwal harian
cara mengontrol PK o Latih cara spiritual untuk mencegah PK
dengan cara : o Masukkan dalam jadawal kegiatan harian
o Fisik  Ajarkan SP IV
o Social dan verbal o Diskusikan jadwal harian
o Spiritual o Diskusikan tentang manfaat obat dan kerugian
o Minum obat teratur o Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
 Dapat menyebutkan dan  Bantu pasien mempraktekan cara yang telah dia
mendemonstrasikan cara  Anjurkan pasien untuk memilih cara mengontro
mencegah PK yang  Masukkan cara mengontrol PK yang telah dipili
sesuai  Validasi pelaksanaan jadwal kegiatan pasien dir
 Dapat memelih cara b. Keluarga
mengontrol PK yang  Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga d
efektif dan sesuai  Jelaskan pengertian tanda dan gejala PK yang
 Dapat melakukan cara
 Jelaskan dan latih cara-cara merawat pasien PK
yang sudah dipilih untuk
 Latih keluarga melakukan cara merawat pasien
mengontrl PK
 Memasukan cara yang  Discharge planning : jadwal aktivitas dan minu
sudah dipilih dalam Tindakan psikofarmako
kegitan harian  Berikan obat-obatan sesuai program pasien
 Mendapat dukungan dari  Memantau kefektifan dan efek samping obat ya
keluarga untuk  Mengukur vital sign secara periodic
mengontrol PK
 Dapat terlibat dalam Tindakan manipulasi lingkungan
kegiatan diruangan  Singkirkan semua benda yang berbahaya dari pa
 Temani pasien selama dalam kondisi kegelisaha
 Lakaukan pemebtasan mekanik/fisik dengan me
bila perlu
 Libatkan pasien dalam TAK konservasi energi,

DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000,
Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran EGC :
Jakarta.
Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran EGC ; Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi 1, CV.
Agung Seto; Jakarta.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku Kedokteran
EGC ; Jakarta.
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC ;
Jakarta.
WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

Rencana Tindakan
Dia
No gno TU
sis K/S Tindakan
P
1 Resi TU Tindakan Psikoterapi
ko M: S Pasien
a.
 BHSP
peril elam Ajarakan SP I:
aku a o Diskusikan penyebab, tanda dan gejala, bentuk dan akibat PK yang dilakukan pasien serta ak
o Latih pasien mencegah PK dengan cara: fisik (tarik nafas dalam & memeukul bantal)
keke pera
o Masukkan dalam jadwal harian
rasa wata Ajarkan SP II:
n n o Diskusikan jadwal harian
o Latih pasien mengntrol PK dengan cara sosial
dirua
o Latih pasien cara menolak dan meminta yang asertif
ngano Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
,  Ajarkan SP III:
o Diskusikan jadwal harian
pasie
o Latih cara spiritual untuk mencegah PK
n o Masukkan dalam jadawal kegiatan harian
tidak Ajarkan SP IV
o Diskusikan jadwal harian
memo Diskusikan tentang manfaat obat dan kerugian jika tidak minum obat secara teratur
perli o Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
hatk  Bantu pasien mempraktekan cara yang telah diajarkan
 Anjurkan pasien untuk memilih cara mengontrol PK yang sesuai
an  Masukkan cara mengontrol PK yang telah dipilih dalam kegiatan harian
peril  Validasi pelaksanaan jadwal kegiatan pasien dirumah sakit
b. Keluarga
aku
 Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien PK
keke Jelaskan pengertian tanda dan gejala PK yang dialami pasien serta proses terjadinya
rasa  Jelaskan dan latih cara-cara merawat pasien PK
 Latih keluarga melakukan cara merawat pasien PK secara langsung
n,
 Discharge planning : jadwal aktivitas dan minum obat
deng
Tindakan psikofarmako
an  Berikan obat-obatan sesuai program pasien
crite  Memantau kefektifan dan efek samping obat yang diminum
 Mengukur vital sign secara periodic
ria
hasil
Tindakan manipulasi lingkungan
(TU  Singkirkan semua benda yang berbahaya dari pasien
K):  Temani pasien selama dalam kondisi kegelisahan dan ketegangan mulai meningkat
 Dapat Lakaukan pemebtasan mekanik/fisik dengan melakukan pengikatan/restrain atau masukkan r
mem Libatkan pasien dalam TAK konservasi energi, stimulasi persepsi dan realita
bina
hubu
ngan
salin
g
perc
aya
 Dapat
men
gide
ntifi
kasi
peny
ebab
,
tand
a
dan
gejal
a,
bent
uk
dan
akib
at
PK
yang
serin
g
dilak
ukan
 Dapat
men
dem
onstr
asika
n
cara
men
gont
rol
PK
deng
an
cara
:
o Fisik
o Socia
l dan
verb
al
o Spirit
ual
o Minu
m
obat
terat
ur
 Dapat
men
yebu
tkan
dan
men
dem
onstr
asika
n
cara
men
cega
h PK
yang
sesu
ai
 Dapat
mem
elih
cara
men
gont
rol
PK
yang
efekt
if
dan
sesu
ai
 Dapat
mela
kuka
n
cara
yang
suda
h
dipil
ih
untu
k
men
gont
rl
PK
 Mem
asuk
an
cara
yang
suda
h
dipil
ih
dala
m
kegit
an
haria
n
 Mend
apat
duku
ngan
dari
kelu
arga
untu
k
men
gont
rol
PK
 Dapat
terli
bat
dala
m
kegi
atan
dirua
ngan
. Definisi
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan
atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart &
Sundeen, 2007).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran


perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasarkan keadaan emosi yang
mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang
dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam diri atau destruktif (Yoseph, 2010).
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko menimbulkan
bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain (Carpenito, 2000). Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan ketika individu mengalami perilaku yang secara fisik
dapat membahayakan bagi diri sendiri atau pun orang lain (Sheila L. Videbeck, 2008).

2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Psikologis
a) Psiconalytical Theory : teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat
dari instructual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh
dua insting, pertama insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas ; dan kedua :
insting kematian yang diekspresikan dengan agresifitas. Teori ini menjelaskan bahwa
tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan
dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta
memberikan arti dalam kehidupannya.
b) Teori Pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari, individu
yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk
dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor
predisposisi biologik
2) Faktor Sosial Budaya
Ini mengemukakan bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon yang lain.
Agresif dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai
dengan respon yang dipelajarinya. Kultur dapat pula mempengaruhi perilaku
kekerasan, adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang
diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat membantu individu untuk
mengekspresikan marah dengan cara yang asertif. Kontrol masyarakat yang rendah
dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah
dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
3) Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar
biologis, penelitian neurobiologis mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus (yang berada ditengah sistem limbik). Berdasarkan
teori biologis, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan
perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut.
a) Pengaruh Neurofisiologik, beragam komponen neurologis mempunyai implikasi dalam
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik sengat terlibat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Pengaruh Biokimia, menurut Goldsten dalam Townsend menyatakan bahwa berbagai
neurotransmiter (epinefrin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin dan serotonin) sangat
berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan hormon
androgen dan norepinefrin serta penurunan serotinin dan GABA (6 dan 7) pada cairan
serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang dapat menyebabkan
timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c) Pengaruh Genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya dengan
genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni
penjara pelaku tindak kriminal (narapidana).
d) Gangguan Otak, sindrom otak organik berhubungan dengan bernagai gangguan
serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus temporal), trauma otak, penyakit
ensefalitis, epilepsi (epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal
dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang, ketika sesorang merasa
terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber
kemarahannya. Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal, contoh stressor
eksternal : serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna dan
adanya kritikan dari orang lain, sedangkan contoh dari stressor internal : merasa gagal
dalam bekerja, merasa kehilangan seseoranga yang dicintai, dan ketakutan terhadap
penyakit yang diderita. Bila dilihat dari sudut pandang perawat- pasien, maka faktor
yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua yaitu :
1) Pasien (internal) : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, kurang percaya
diri, hilang kontrol, rasa takut sakit.
2) Lingkungan (eksternal) : ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik
interaksi social. Hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau
penganiayaan antara lain sebagai berikut:
a) kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b) kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya danketidakmampuannya dalam
menempatkan diri sebagai orang yang dewasa.
d) Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat dan
alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menhadapi rasa frustasi.
e) kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan perubahan tahap
perkembangan keluarga.

3. Manifestasi Klinis
Menurut Keliat (2006) adalah:
a. Pasien mengatakan benci / kesal dengan seseorang
b. Suka membentak
c. Menyerang orang yang sedang mengusiknya jika sedang kesal atau kesal
d. Mata merah dan wajah agak merah
e. Nada suara tinggi dan keras
f. Bicara menguasai
g. Pandangan tajam
h. Suka merampas barang milik orang lain
i. Ekspresi marah saat memnicarakan orang
Menurut Fitria (2006) tanda dan gejala dari perilaku kekerasan, adalah sebagai berikut:
a. Fisik : pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah,
serta postur tubuh kaku.
b. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada keras
dan kasar, sikap ketus.
c. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
sikap menentang, dan amuk/agresif.
d. Emosi : jengkel, selalu menyalahkan, menuntut, perasaan terganggu, dan ingin
berkelahi.
e. Intelektual: mendominasi, cerewet atau bawel, meremehkan, suka berdebat, dan
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Sosial : penolakan untuk didekati, mengasingkan diri, melakukan kekerasan, suka
mengejek, dan mengkritik.
g. Spiritual: merasa diri berkuasa, tidak realistik, kreatifitas terlambat, ingin orang lain
memenuhi keinginannya, dan merasa diri tidak berdosa.

4. Fase-fase Perilaku Kekerasan


a. Triggering incidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa faktor yang
dapat menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, respon terhadap kegagalan,
komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan frustrasi, pelanggaran batas
terhadap jarak personal, dan harapan yang tidak terpenuhi. Pada fase ini pasien dan
keluarga baru datang.
b. Escalation phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan dengan respon
fight or flight. Pada fase escalasi kemarahan pasien memuncak, dan belum terjadi
tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif pasien gangguan psikiatrik bervariasi
misalnya: halusinasi, gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat, kerusakan
neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.
c. Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de escalation gagal
mencapai tujuannya. Pada fase ini pasien sudah melakukan tindakan kekerasan.
d. Settling phase
Pasien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi marahnya. Mungkin masih
ada rasa cemas dan marah dan berisiko kembali ke fase awal.
e. Post crisis depression
Pasien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan berfokus pada
kemarahan dan kelelahan.
f. Return to normal functioning
Pasien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi, dan
kelelahan.

5. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi
terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi,
wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun,
pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat
diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku
dan disertai reflek yang cepat
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu
dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik
untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya
tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini
dapat juga untuk pengembangan diri pasien.
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk
menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.

6. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping pasien, sehingga dapat
membantu pasien untuk mengembangkan mekanisme koping yang kontruktif dalam
mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah
mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi,
represif, denial dan reaksi formasi.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap sangat
berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat
menyebabkan seseorang rendah diri (harga diri rendah), sehingga sulit untuk bergaul
dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi
akan memunculkan halusinasi berupa suara-suara atau bayangan yang meminta klien
untuk melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut akan berdampak pada keselamatan
dirinya dan orang lain (resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang
kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien
(koping keluarga tidak efektif). Hal ini tentunya menyebabkan klien sering keluar masuk
RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal
(regimen terapeutik inefektif.
7. Rentang Respon
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan menetang
merupakan respon maladaptive, yaitu agresif-kekerasan perilaku yang menampakkan
mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:

Respon adaptif Respon mal adaptif


Asertif | Frustasi | Pasif | Agresif | Kekerasan

a. Asertif: mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa
lega jarak bicara tepat, kontak mata tapi tidak mengancam, sikap serius tapi tidak
mengancam, tubuh lurus dan santai, pembicaraan penuh percaya diri, bebas untuk
menolak permintaan, bebas mengungkapkan alasan pribadi kepada orang lain, bisa
menerima penolakan orang lain, mampu menyatakan perasaan pada orang lain,
mampu menyatakan cinta orang terdekat, mampu menerima masukan/kritik dari orang
lain. Jadi bila orang asertif marah, dia akan menyatakan rasa marah dengan cara dan
situasi yang tepat, menyatakan ketidakpuasannya dengan memberi alasan yang tepat.
b. Frustasi: merasa gagal mencpai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak
realistis atau hambatan dalam pencapaian tujuan.
c. Pasif: diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang
dialami
d. Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
mengancam, member kata-kata ancaman tanpa niat menyakiti. Bila marah, orang ini
akan menyembunyikan marahnya sehingga menimbulkan ketegangan bagi dirinya. Bila
ada orang mulai memperhatikan non verbal marahnya, orang ini akan menolak
dikonfrontasi sehingga semakin menimbulkan ketegangan bagi dirinya. Sering
berperilaku seperti memperhatikan, tertarik, dan simpati walau dalam dirinya sangat
berbeda. Kadang-kadang bersuara pelan, lemah, seperti anak kecil, menghindar kontak
mata, jarak bicara jauh dan mengingkari kenyataan. Ucapan sering menyindir atau
bercanda yang keterlaluan.
e. Kekerasan: sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai
dengan menyentuh orang lain dengan menakutkan, member kata – kata ancaman,
disertai melukai pada tingkat ringan, danyang paling berat adalah merusak secara
serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.
Menurut Fitria (2006), adapun perbedaan perilaku pasif, asertif dan agresif, seperti
pada tabel berikut:
Tabel: Perbandingan Antara Perilaku Pasif, Asertif, Dan Agresif
Pasif Asertif Agresif
Isi Negatif dan Positif Menyom
bongkan
diri,
merenda
hkan
dan orang
merendahk menawar lain,conto
an kan hnya
diri,contohn diri,conto perkataa
ya hnya n:Kamu
perkataan:” perkataa selalu…”
Dapatkah n: “Saya “Kamu
saya” dapat….” tidak
pembi “Dapatkah “Saya pernah…
caraan kamu” akan…” .”
Tekan Cepat, Keras
an lambat, dan
suara mengeluh Sedang ngotot
Tegap Kaku,
Posisi Menundukk dan condong
badan an kepala santai ke depan
Siap
Menjaga dengan
jarak Mempert jarak
dengan ahankan yang
sikap jarak akan
mengabaik yang menyera
Jarak an nyaman ng
Penam Loyo, tidak Sikap Menganc
pilan dapat tenang am,
tenang posisi
menyera
ng
Mempert
ahankan
kontak
mata Mata
sesuai melotot
Sedikit/sam dengan dan
Kontak a sekali hubunga dipertaha
mata tidak n nkan

8. Penatalaksanaan
Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi pasien,
hirarki perilaku agresif dan kekerasan. Disamping itu, perawat harus mengkaji pula afek
pasien yang berhubungan dengan perilaku agresif. Kelengkapan pengkajian dapat
membantu perawat dalam membina hubungan terapeutik dengan pasien, mengkaji
perilaku yang berpontensi kekerasan, mengembangkan suatu perencanaan,
mengimplementasikan perencanaan, dan mencegah perilaku kekerasan. (Yosep, 2010).
Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan
mengelola perilaku agresif. Intervensi dapat melalui rentang intervensi keperawatan.
a. Kesadaran diri
Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapi dapat mempengaruhi
komunikasinya dengan pasien. Bila perawat tersebut merasa letih, cemas, marah, atau
apatis maka akan sulit baginya membuat pasien tertarik. Untuk mencegah semua itu,
maka perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan
supervise dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah pasien.
b. Pendidikan pasien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikai dan cara mengekpresikan
marah yang tepat. Banyak pasien yang mengalami kesulitan mengekpresikan
perasaan, kebutuhan, hasrat, dan bahkan kesulitan mengkomunikasikan semua ini
pada orang lain. Jadi dengan perawat berkomunikasi yang terapeutik diharapkan agar
pasien mau mengekpresikan perasaannya, lalu perawat menilai apakah respon yang
diberikan pasien adaptif atau maladaptif.
c. Latihan Asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat yaitu mampu
berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang, mengatakan tidak untuk sesuatu
yang tidak beralasan, sanggup melakukan komplain, dan mengekpresikan
penghargaan dengan tepat.
d. Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan pasien agresif adalah bersikap tenang, bicara lembut,
bicara tidak dengan menghakimi, bicara netral dengan cara yang kongkrit, tunjukkan
sikap respek, hindari kontak mata langsung, fasilitasi pembicaraan, dengarkan
pembicaraan, jangan terburu-buru menginterpretasikan, dan jangan membuat janji yang
tidak dapat ditepati.
e. Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti: membaca, kelompok
program yang dapat mengurangi perilaku pasien yang tidak sesuai dan meningkatkan
adaptasi sosialnya seperti terapi aktivitas kelompok. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok
pasien yang mempunyai masalah yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi
sedangkan kelompok digunakan sebagai target sasaran (Keliat dan Akemat, 2005). TAK
yang sesuai dengan perilaku kekerasan adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi: perilaku kekerasan.
f. Tindakan perilaku
Tindakan perilaku pada dasarnya membuat kontrak dengan pasien mengenai perilaku
yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensi yang didapat bila
kontrak dilanggar.
9. Pohon Diagnosis
10. Data Yang Perlu dikaji
Masalah
Keperawatan Data yang perlu dikaji
Perilaku Subjektif :
Kekerasan  Pasien mengancam
 Pasien mengumpat
dengan kata-kata kotor
 Pasien mengatakan
dendam dan jengkel
 Pasien mengatakan
ingin berkelahi
 Pasien menyalahkan
dan menuntut
 Pasien meremehkan

Objektif :
 Mata melotot
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Wajah memerah dan
tegang
 Postur tubuh kaku
 Suara keras

Anda mungkin juga menyukai