Anda di halaman 1dari 286

Pendekar Sakti

Dari Lembah Liar

Karya Liu Can Yang

Saduran : Liang YL Editor : Adhi H

Sumber DJVU : Manise

Ebook oleh : Dewi KZ

Tiraikasih Website

http://kangzusi.com/ http://dewikz.byethost22.com/

http://cerita-silat.co.cc/ http://ebook-dewikz.com

CERITA SILAT

Judul : PENDEKAR SAKTI dari LEMBAH LIAR

Saduran : Liang J Z

Editor : Adhi H

Penerbit : Tunas Mandiri Jaya

Cetakan Ke 1: Juni 2008

ISBN / KDT : 978-979-1489-46-1

JILID KE 1

Bab 1

Jejak keluarga pendekar

Air sungai mengalir bagaikan sehelai pita yang berliku-liku melalui ribuan celah-celah
gunung, ketika turun kebawah mengeluarkan suara gemuruh, begitu melewati tikungan tajam
berubah bagai gelombang dahsyat yang menggoyangkan pegunungan, ibarat "Tiga gelombang
dahsyat menerjang dataran dibarengi suara halilintar"

pemandangan yang menakjubkan ini terdapat di sebuah tempat yang bernama Liong-bun
(Pintu Naga).

Di sisi barat Pintu Naga yang berdampingan dengan tikungan tajam tersebut ada sebuah
gunung kecil, diatasnya berdiri sebuah bangunan yang berkilauan dengan warna emas nan
agung, bangunan itu termasyur dengan julukan nama biara Sai-giok (Singa kumala).

Di kala embun subuh masih menghalangi pemandangan, angin bertiup sangat dingin,
cakrawala baru menampilkan Pintu Naga yang meupakan tempat idaman pujangga dan

ksatria, saat fajar baru terbit ini, biasanya belum ada pelancong yang datang.

Tetapi terdengar suara orang bicara.......

"Toako! daerah dekat Pintu Naga ini...."

"Ya... kau jangan menganggap kau sudah pagi, buktinya masih ada orang lain yang sudah
lebih pagi berangkat, orang-orang itu kelihatannya berselera tinggi juga"

"Aku merasa ada yang aneh"

"Mengapa? Apa Samte curiga orang-orang itu khusus mencari kita."

"Pepatah kuno mengatakan dalam laut bisa diduga, hati orang sukar dibaca, lebih baik
kita hati hati....."

"Ha ha ha...... biarpun ada kawan-kawan yang tidak memandang pada kita, tapi buat Sin-
ciu-sam-coat (Tiga pendekar wahid), tidak ada orang yang kita takuti."

Yang barusan berbicara adalah seorang laki-laki yang berumur sekitar 50 tahun bertubuh
langsing, mukanya berwarna ungu dan berewokan. sedang temannya lebih muda berpenampilan
anggun dan cakap, berbaju biru. t Baru saja mereka berkata, terdengar alunan suara yang
diantar angin pagi:

Beruban seperti bintang-bintang

Menyesal cita-cita menjadi hampa

Tubuh ini seperti titipan

Tubuh terasa sakit dan menyendiri

Menuju Pintu Naga

Membangkitkan semangat masa lalu

Dengan senjata sakti dari Liu-yang

Melanglangbuana ribuan lie

Membasmi Sin-ciu-sam-coat

Menguasai dunia

Coba tanya siapa yang bisa menandingi."


Mendengar alunan suara, kedua orang itu berubah mukanya. Seutas hawa pembunuhan timbul
diwajah orang tua berwajah ungu itu.

Embun pagi masih seperti semula, angin dingin meniup baju, dalam pemandangan Pintu Naga
yang megah, bukan saja bersembunyi tidak sedikit pesilat tinggi dunia persilatan, juga
mengandung hawa pembunuhan yang amat pekat.

Serentak orang tua yang berwajah ungu tersebut menggoyangkan alis panjangnya, sambil
tertawa berkata:

"Aku Pouw-ci-sui-beng (Jari sakti penghancur nyawa) Hong San-ceng dan Lam-san-hong-ie
(Bulu hong berbaju biru) Cukat Tong menunggu kedatangan tuan, bila sobat-sobat berjiwa
ksatria, tidak perlu menyimpan kepala menyembunyikan ekor"

Baru saja kata-katanya habis diucapkan, tiga bayangan manusia tanpa mengeluarkan suara
sedikit-pun menghampiri dua orang itu dengan kecepatan tinggi, gerakannya di ikuti
dengan kilauan pedang bagaikan tirai, bayangan pedang saling berhamburan, tiga
penyerang itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun langsung menyerang dua orang itu pada
bagian tubuh yang mematikan.

Orang tua yang bermuka ungu mendengus marah, kedua tangannya didorongkan kemuka tiga
penyerang yang

memakai topeng, dan menghalau terbang penyerangnya sehingga satu tombak lebih. Tetapi
begitu jatuh tiga orang itu langsung bangun kembali, seperti bola yang telah penuh
diisi angin, mereka kembali menerjang kedepan dua orang tersebut.

Orang tua itu jadi agak tertegun, tangan kiri yang lima jarinya putih seperti batu giok
dengan segera diayunkan dan seketika terdengar dua jeritan memilukan, tiga dari
penyerang tersebut dua orang telah roboh tidak bisa bangun lagi, yang seorang lagi
dengan gerakan reflek melayang menghilang ke dalam kabut yang tebal.

Serangan terselumbung ini seperti hujan badai pada bulan Juni, mendadak datang lalu
pergi dengan cepat.

Orang tua berwajah ungu yang diserang merasa bingung, dia melihat kedua mayat tersebut,
lalu berpaling pada temannya yang berbaju biru, katanya:

"Apa yang terj adi........."

Temannya yang berbaju biru diam sejenak, sambil mengerutkan alis dia berkata:

"Nama Sin-ciu-sam-coat (Tiga Pendekar Sakti) buat pencoleng kecil yang mendengar sudah
ketakutan, kakak tadi telah menyebutkan gelaran kita, tapi tiga orang penyerang
bertopeng itu masih berani menyerang dengan ganas, aku kuatir masih ada serangan
susulan. Sekarang janji bertemu sudah lewat, tapi sampai sekarang kakak kedua belum
datang juga, dia......"

Orang tua berwajah ungu sejenak terkejut, tidak menunggu teman yang berbaju biru
berbicara lagi, dia cepat berkata:

"Ayo kita pergi......" dia menggandeng tangannya dan melayang pergi.


Baru saja tubuh mereka melayang, dari dalam kabut tebal terdengar suara sst...
sst...sst, dilanjutkan suara cit...cit... bersahutan, disusul luncuran barisan anak
panah yang pesat seperti segerombolan belalang datang menyerang.

Tetapi dua dari tiga pendekar hebat ini telah memiliki ilmu silat yang sempurna, mereka
sudah siap menhadapi perobahan mendadak ini, mereka membuka lengan baju lebarnya,
membuat panah-panah yang datang dihalau kembali jatuh ke tanah, dan tubuhnya seperti
dua ekor burung bangau raksasa menerobos dalam serangan panah tersebut.

Orang tua yang berwajah ungu adalah Toako dari Tiga Pendekar Sakti dengan julukan Pouw-
ci-sui-beng, sedang yang berbaju biru adalah Samtenya berjuluk Lam-san-hong-ie, mereka
bertiga tahun lalu telah berjanji untuk bertemu di Pintu Naga dengan saudara kedua
mereka Thian-yat-it-kiam (Pedang tunggal dari cakrawala.) Pek Ciu-ping, setiap tahun
selain saling menceritakan pengalaman masing-masing, juga menikmati pemandangan indah
di tempat termasyur tersebut.

Orang kedua mereka tinggal di sebuah kota tua yang berjarak kurang lebih ratusan li
dari tempat tersebut, sekarang seharusnya dia sudah datang. Selama puluhan tahun,
terhadap orang kecil dan pedagang bermodal kecil pun Pek Ciu-ping belum pernah ingkar
janji, karena waktunya sudah lewat, kemungkinan besar dia mengalami rintangan yang
sangat berat, maka bagi mereka berdua yang seperti kakak beradik, lebih baik
meninggalkan penyerang tadi dan keduanya melesai dengan kecepatan tinggi menuju kota
tua tersebut.

Mereka telah melewati beberapa gunung, cahaya merah menerangi langit di sebelah timur,
sambil berlari dengan

kecepatan tinggi Hong San-ceng tanpa sengaja melihat Cukat Tong, sejenak dia berubah
jadi kaget dan berkata:

"Samte,kauterluka?"

Cukat Tong tertawa tawar:

"Lengan kiri ku terluka oleh panah, tidak apa-apa, mari kita teruskan......" bicaranya
belum selesai, tubuhnya sudah melesat berada di depan sepuluh tombak lebih, seperti
anak panah lepas dari busurnya, kecepatannya tetap mengejutkan orang. Pesilat tinggi
yang ilmu silatnya sehebat mereka, jarak ratusan li, hanya dalam waktu sekejap sudah
sampai.

Pekarangan rumah Thian-yat-it-kiam sudah terlihat dari kejauhan, namun langkah mereka
men-dadak tertahan, tertegun oleh pemandangan yang mereka li hat.

Ternyata di depan lereng gunung di hutan yang lebat, ada sebuah bangunan megah tempat
tinggalnya orang kedua dari Sin-ciu-sam-coat, saat ini lapangan di depan pekarangan ada
satu sinar pelangi sedang menyambar-nyambar dengan kekuatan yang amat dahsyat, sinar
pelangi itu menyapu seluruh lapangan, tempat yang dilalui sinar pelangi itu
mengeluarkan gemuruh guntur, kekuatannya sangathebat.

Sebuah pembantaian manusia yang sangat mengerikan telah terjadi di sisi hutan di celah
rerumputan, di depan dan belakang pekarangan, sekelilingnya tergeletak mayat-mayat, bau
anyir darah menyengat hidung, tapi pertarungan ini, sepertinya sudah mendekati akhir,
kecuali Pek Ciu-ping dan sepuluh lebih pesilat tinggi bertopeng yang mengeroyoknya,
liilak terlihat lagi seorang manusia yang masih hidup.
Mendadak, sinar pedang Pek Ciu-ping terhenti, kakinya melangkah beberapa langkah dengan
terhuyung huyung, jago pedang yang tiada tandingannya dan telah menggemparkan dunia
persilatan ini, dibawah tekanan jumlah musuh yang tidak sebanding, sudah terluka parah
dan tampak kehabisan tenaga.

Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng yang melihat kejadian itu, darahnya jadi bergolak, dia
melirik sekali pada para pemanah yang sembunyi disekitar pekarang-an sambil mengeluh:

"Tampaknya Jite walau bisa membunuh habis pesilat tinggi dilapangan, juga sulit
menghindarkan bahaya dari para pemanah, kelihatannya hari ini adalah hari terakhir kita
bisa berkumpul bersama!"

Cukat Tong menengadah dan tertawa keras:

"Kita bersaudara sudah bersumpah sehidup semati, demi sahabat tidak ingin hidup
sendirian, bisa mati bersama di gunung ternama, matinya juga tidak perlu menyesal,
Toako! Mari kita labrak......"

Hong San-ceng membalikkan kepala melirik wajah Cukat Tong, mendadak dia melihat
pergelangan Cukat Tong sedikit gemetar, di dalam hati timbul kepedihan yang amat
sangat, sesaat, dengan nada dalam berkata:

"Samte, kau sudah terkena racun, mengapa tidak mau menggunakan tenaga dalammu mengobati
dulu!"

Cukat Tong menggelengkan kepala, lalu dengan tertawa sedih berkata:

"Racun yang terdapat di panah Ngo-tok-tui-hun-cian, adalah Toan-hun-cauw (Rumput


pemutus arwah.) yang belum ada obatnya di dunia, kecuali......" perkataannya rada
tertahan , mendadak dia mengangkat kepalanya,

berkata, "anak kecil di dalam pelukan Jiko, adalah satu-satunya keturunan Sin ciu-sam-
coat, Toako harus bertanggung jawab memelihara dan mendidiknya." Habis bicara, dia lalu
mengeluarkan bulu Hong putih yang panjangnya sekitar tiga kaki, mulutnya bersiul
panjang, tubuh berkelebat menerjang pada para pemanah itu.

Hong San-ceng tertegun, matanya meneteskan beberapa tetes air mata, lalu alisnya
terangkat sambil berteriak keras sekali, satu kakinya menginjak ke batu gunung,
tubuhnya telah melesat datar, di saat tenaganya hampir habis, mendadak tubuhnya
berguling, dengan kecepatan yang amat tinggi, melayang turun disisi tubuhnya Thian-yat-
it-kiam Pek Ciu-ping.

Sepuluh lebih pesilat tinggi bertopeng yang ada di lapangan tertegun melihat demontrasi
ilmu meringankan tubuh yang hebat ini, semuanya jadi tergetar, mereka tanpa sadar
mundur satu tombak lebih.

Hong San-ceng mengeluarkan suara Hm...! Dia tidak pedulikan para pesilat tinggi
bertopeng itu, sorot matanya menatap pada Jitenya yang memegang sebilah Im-cu-kiam.

Tapi dewa pedang ini, sekarang bajunya sudah sobek-sobek dagingnya pun terlihat,
tubuhnya tidak ada satu pun yang utuh, kecuali anak kecil di dalam pelukannya, dia
hampir telah menjadi manusia darah, Hong San-ceng dengan cepat mengambil satu-satunya
keturunan Sin-ciu-sam-coat, dengan kencang diikatkan di punggungnya, lalu mengeluarkan
sebutir obat, diberikan pada Pek Ciu-ping sambil berkata:
"Jite, istirahatlah dahulu, biar aku yang menghadapi manusia-manusia rendah yang tidak
berani menampilkan wajahnya ini."

Pek Ciu-ping mendadak memelototkan sepasang

matanya, dia tertawa keras yang panjang berkata:

"Toako, Soh-ciu kuserahkan padamu, kita bersaudara...... bertemu lagi di kehidupan yang
akan datang......" perkataannya berhenti sejenak, mendadak tubuhnya meloncat, terlihat
pelangi panjang muncul, hawa pedang memenuhi langit, dua kepala manusia langsung
terlempar sejauh tiga tombah lebih, dibawah tebaran darah segar dia kembali menyambar
pada orang-orang bertopeng itu.

Gerakannya yang tidak diduga ini, kecepatannya seperti kilat menyambar, saat Hong San-
ceng mendekatinya lagi, Pek Ciu-ping yang sudah terluka sangat parah telah meninggal
dunia.

Pukulan batin yang tidak tanggung-tanggung ini, membuat Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng
mengangkat alis membelalakan mata, segaris warna merah darah mengucur dari sepasang
mata yang membelalak bulat, mulutnya meraung keras, tubuhnya mendadak meloncat,
sepasang telapaknya diayunkan, sebuah hembusan angin yang sangat dingin menusuk tulang,
menerjang pada orang-orang bertopeng itu.

Tapi orang-orang bertopeng itu tampaknya mempunyai ilmu silat yang tidak rendah, baru
saja angin pukulan Hong San-ceng menerjang, tubuh orang-orang bertopeng itu tergetar
sadar, lalu sinar golok berkelebatan, empat orang bertopeng maju menghadang nya.

Dikala berlompat, Hong San-ceng masih sempat memungut Im-cu-kiam, di sudut mulutnya
terdengar suara tertawa bernada sadis, pedang panjangnya di gelarkan menghasilkan tiga
suara getaran yang nyaring, sambil

menggerakan dua buah alisnya, dengan suara dingin berkata:

"Sin-ciu-sam-coat, tidak berencana meninggalkan tempat ini dengan hidup, bila kalian
tidak memperlihatkan roman muka yang sebenarnya, Hong San-ceng tidak akan mati dengan
mata tertutup"

Di antara yang bertopeng tersebut, ada seorang kurus yang lengannya amat panjang, dan
dua telapak tangannya yang lebih besar dari orang biasa, kelihatan-nya seperti pemimpin
dari kelompok orang-orang itu, dia maju kedepan setengah langkah, sambil tertawa dengan
suara munafik berkata:

"Hong Tayhiap tidak perlu bersuara keras, kami semua terpaksa berbuat tidak sopan,
mohon dimaafkan, soal......wajah kami, Hong Tayhiap tidak perlu tahu."

Hong San-ceng dengan marah membentak: "Melihat kepandaian kalian yang cukup tinggi,
pasti kalian adalah pendekar yang punya nama terkenal di dunia persilatan, kalian pasti
dari perguruan yang ternama, aku mengharapkan kalian bisa memberi jawaban yang
memuaskan."

Orang kurus tersebut dengan tertawa yang dibuat-buat berkata:

"Inilah yang disebut orang tidak berdosa tetapi punya barang berharga yang berdosa,
adik saudara dengan diam-diam mempunyai barang yang sangat berharga, dengan sendirinya
mendatangkan bahaya pada dirinya!"

Hong San-ceng dengan marah berkata:

"Kalian bangsat yang bisanya berbuat licik, sudah menyerang adikku dengan tindakan yang
biadab, ternyata

masih berani berkata begitu enak, hmm... perumahan Leng-in ini akan jadi tempat kuburan
kalian......"

Orang kurus itu mencibirkan mulutnya:

"Sin-ciu-sam-coat sudah mati dua, Hong Tayhiap lebih baik pikirkan keselamatan
keponakan anda......."

Dia berhenti sejenak lalu berkata lagi, "seseorang bila sudah tidak bernyawa, biarpun
punya barang berharga sebesar gunung pun percuma ha, ha... ha..."

"Bila kau bisa berkata jujur, Hong San-ceng ingin mendengarkan penjelasanmu."

"Apa Hong Tayhiap betul-betul tidak tahu?" kata orang kurus itu

"Kau pasti tahu aku belum pernah berkata bohong,"

Orang kurus tersebut sambil menggoyangkan kepala berkata:

"Benda pusaka persilatan Pouw-long-tui (Bor penghancur) yang berada dalam dada
keponakan anda, lebih baik Hong Tayhiap keluarkan pada kami, biar kami puas."

Jantung Hong San-ceng tergetar, dia sejenak terdiam, lalu katanya:

"Kau bilang apa, Pouw-long-tui?"

Orang kurus itu dengan bersuara dingin:

"Betul, Pouw-long-tui, bila Hong Tayhiap ingin punya penerus Sin-ciu-sam-coat, lebih
baik Hong..."

Tidak menunggu orang kurus tersebut berkata habis, mulut Hong San-ceng telah membentak,
pedang

panjangnya bersamaan melingkar sekali dan bergetar, satu

garis pelangi perak bagaikan bintang melesat dengan dahsyat, menggulung orang bertopeng
itu.

Orang kurus itu kontan berubah roman mukanya, kedua telapak tangannya disilangkan dan
berputar, dengan berturut-turut membalas enam pukulan telapak tangan, tenaganya sangat
besar, sungguh jarang ada di dunia persilatan. Sisa tiga orang bertopeng lainnya juga
bersamaan bergerak, pemandangan yang seperti bertirai cahaya golok, kilatan dingin
menusuk tubuh, tiga golok baja itu bersamaan menyerang titik-titik kelemahan Hong San-
ceng.

Hong San-ceng memutar tubuhnya sekali, seperti roh halus dia menerobos keluar dari
kepungan golok dan pukulan tangan, sambil menggerakkan alis dan bersuara keras:

"Tidak disangka, pendekar tersohor Lak-jiu-jin-wan (Manusia monyet tangan pedas) Giam
Pouw dan jago dari selatan, tiga jagoan she Bu, berbuat hal yang memalukan dan
berlawanan dengan aturan persilatan, bila aku tidak dapat merobek jantung kalian,
bagaimana dunia ini masih ada keadilan."

Begitu kata-katanya habis, pedang panjangnya langsung melancarkan jurus "daun jatuh
bagai salju terbang", langit jadi penuh bayangan pedang pelangi yang cemerlang,
dorongan hawa pedang yang dahsyat, menyapu dada dan perut orang yang bertopeng.

Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng mempunyai

kepandaiannya yang sangat tinggi, untuk membalas dendam atas kematian adik ketiganya,
dia telah menggunakan tenaga sebesar sepuluh bagian.

Lok-yap-hui-soat (Daun jatuh salju terbang.) adalah jurus yang paling hebat dari ilmu
Im-cu-kiam, terlihat kilatan

pedang bagaikan salju terbang di malam musim dingin, tiga saudara she Bu tidak sempat
mengeluarkan sebuah juruspun, tahu-tahu telah di babat sebatas pinggang, cipratan darah
berterbangan di udara, Lak-jiu-jin-wan biarpun cepat membaca situasi, tapi masih
sedikit terlambat, lengan kirinya telah terpotong sebatas bahunya, sepuluh penyerang
bertopeng melihat kejadian tersebut masing-masing memusatkan tenaga dalam, bersiaga
dengan seluruh kekuatan yang ada, tapi mereka tampak ragu-ragu dan takut untuk
menyerang.

Lak-jiu-jin-wan pantas di sebut orang yang kuat, biarpun telah luka parah dia masih
bisa tertawa enteng, katanya:

"Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng belajar ilmu Im-cu-kiam dari pendekar nomor satu,
tanganku sebelah hilang juga tidak memalukan, tetapi biarpun ilmu pedang itu adalah
ilmu yang sudah terkenal kehebatannya, akhirnya Pek Ciu-ping pun kehilangan nyawanya,
Hong Tayhiap ..

.ha.. .ha.. .ha, apa kau yakin masih bisa lolos?"

Begitu habis bicaranya, kepada sepuluh orang temannya yang berada di belakang dia
berkata:

"Biarpun jurus Im-cu-kiam digabung ilmu Pouw-ci-sui-beng mempunyai tenaga dahsyat,


tetapi ilmu tunggal Hong Tayhiap baru dikuasai sampai tingkat enam, jika dipakai
menyerang terus, tenaganya akan cepat habis dan mesti menunggu seperempat jam baru bisa
memulihkan tenaganya, bila kalian merasa bukan tandingannya, lebih baik kita bersama-
sama menyerang."

Hong San-ceng dengan marah berkata: "Bajingan licik, aku akan menghajarmu duluan."
pedangnya dipindahkan ke tangan kiri, lengan kanan-nya dijulurkan ke depan, satu tenaga
tersembunyi yang dapat memecahkan batu dengan kecepatan kilat meng-hajar dada Giam
Pouw.

Walaupun tangan kiri Giam Pouw sudah putus,

tabiatnya tetap garang, dan membalikkan telapak tangan kanannya, menghadang dengan
mengerahkan seluruh tenaganya.

Tenaga dahsyat kedua pihak langsung bentrok dengan mengeluarkan suara sangat keras,
Giam Pouw tampak menahan rasa sakit, dia tergetar sehingga terdorong lima langkah ke
belakang, satu aliran darah segar mengalir keluar dari bagian lengan yang putus, dia
menggigit giginya, kedua matanya dengan buas memandang Hong San-ceng, lalu berpaling ke
belakang, berteriak:

"Mengapa kalian masih berpangku tangan, apa kalian ingin melepas harimau pulang ke
gunung?"

Kesepuluh orang bertopeng itu tertegun sejenak, lalu bersamaan membentak, tiga pedang
panjang bersamaan menerjang menuju Hong San-ceng, menggunakan

kesempatan ini Giam Pouw menggeser kakinya, menempati posisi yang tepat, telapak tangan
kirinya menjulur keluar dengan kecepatan tinggi, menyerang anak kecil yang digendong di
belakang tubuh Hong San-ceng.

Dada Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng penuh

kemarahan, dua matanya berwarna merah, dia berteriak panjang, telapak tangan kanan
dibalikkan, Im-cu-kiam dengan kecepatan kilat membabat ke arah samping, jurus pedang
ini sulit diduga arahnya. Orang yang bertopeng biarpun jago persilatan, tetap tidak
dapat menghindar dari jurus pedang aneh yang digunakan dengan memakai tangan kiri,
terlihat kilatan kearah dua pundak orang bertopeng, belum lagi merasakan sakit,
kepalanya telah terbang keluar arena pertarungan, sisa dua tubuh yang tidak berkepala,
dengan mandi darah jatuh ke tanah.

Salah seorang bertopeng terperanjat sejenak, dengan cepat menggerakkan lengan kanannya,
pedang panjang yang dalam telapak tangannya terbang, membawa suara berdesing, menuju
dada Hong San-ceng.

Hong San-ceng bersuara dingin, tumit kakinya mengayun keatas, telapak tangan kanannya
bergetar pada pedang yang menyerang datang, terdengar satu suara jeritan kesakitan,
pedang panjang yang menuju ke arah dada Hong San-ceng, telah berbalik arah menembus
dada penyerang tersebut.

Hanya dalam hitungan detik, Hong San-ceng telah menghabisi tiga orang yang berilmu
tinggi, dan telah menghindar dari pukulan Lak-jiu-jin-wan dengan cerdik, sehingga
penyerang-penyerang yang lain dengan terkesima berdiri terpaku! Hong San-ceng dengan
rambut berdiri, mata seperti macan membelalak mendekati mereka setapak demi setapak,
suara langkah tunggal terdengar jelas dalam hembusan angin dingin yang memilukan,
mengalunkan irama maut.

Tetapi biarpun dalam keadaan marah sekali, dia masih bisa berpikir jernih, dia tahu
tujuh orang yang di depannya, kemungkinan adalah pendekar-pendekar tangguh di
daerahnya, Lak-jiu-jin-wan Giam Pouw telah kehilangan sebelah tangannya. Dia masih
mempunyai tenaga bertarung, tapi laju langkahnya telah melambat, dia harus menggunakan
waktu sejenak untuk mengembalikan tenaganya, sesudah tenaganya cukup dia bisa
melancarkan Pouw-ci-sin-kangnya untuk menghabisi musuhnya.

Tetapi gerak-geriknya, tidak dapat mengelabui mata Giam Pouw yang licik seperti
srigala, dengan tertawa yang sinis, dan telapak tangannya membawa angin dingin, dia
bersiap menyambutnya, katanya:
"Hong San-ceng jangan harap kau menggunakan Pouw-ci-sin-kang yang memalukan! Ha, ha,
ha, jangan mimpi, terimalah jurusku."

Begitu Lak-jiu-jin-wan memusatkan telapak nya, tujuh orang bertopeng juga bergerak, dua
pedang, satu cakar dan dua pena besi, dan satu pecut yang seperti ular lincah, dari
tiga arah menyerang bagian-bagian tubuh Hong San-ceng, yang lemah, selain itu tubuhnya
juga mendapat serangan pukulan telapak tangan yang tersembunyi.

Rambut putih Hong San-ceng jadi berdiri, demikian pula bulu jambangnya, tubuhnya
bergerak enteng, langsung sudah keluar dari kepungan delapan orang tersebut, tidak
menunggu serangan kedua dari mereka datang, dia mengangkat tangan kanannya, tampak lima
jarinya membesar seperti batu giok putih.

"Jurus Pouw-ci-sui-beng." Lak-jiu-jin-wan bersuara terkejut, kakinya bergerak mundur ke


belakang, secepat kilat menghindar, orang-orang yang mengepung Hong San-ceng pun
berlompatan mundur ke empat penjuru.

Terdengar tiga kali suara mengerang, tiga bayangan orang yang meloncat, telah jatuh
dari udara, bersamaan itu satu lingkaran pelangi perak, telah menyapu pinggang dua
orang penyerang.

Hujan darah berjatuhan di empat penjuru, potongan tubuh berterbangan, di lapangan sudah
bertambah lagi lima mayat yang mati panasaran, tetapi hal ini pun tidak membuat Hong
San-ceng puas, selain ingin membunuh habis kelompok penjahat tersebut, dia akan mencari
otak perencananya. Dia menyilangkan pedangnya, dengan mata yang berwibawa, dan nada
dingin berkata:

"Hukum ada aturannya, yang membunuh harus mati, kalian bertiga apa mesti aku yang
mengerjakannya?"

Tubuh Lak-jiu-jin-wan tergetar, dia tahu betul ilmu yang dikuasai Hong San-ceng, ilmu
Im-cu-kiam, atau ilmu jari penghancur nyawa, yang mana pun, sudah cukup membuat mereka
bertiga kehilangan nyawa, tetapi, roman mukanya yang munafik tetap tampak tenang,
penampilannya sangat santai. Dia tidak menjawab pertanyaan Hong San-ceng, tetapi
bersiul dengan suara nyaring, dari sepasang matanya yang arahnya tidak menentu masih
terlihat muka yang cerah.

Langkah kaki Hong San-ceng berhenti, dengan sinis berkata:

"Apa kau memberitahu kawan-kawanmu? Baiklah, bila aku saat ini membunuhmu, kau akan
mati panasaran!

Tetapi kalian seperti setan bermuka kerbau atau ular berupa dewa, ditambah berapa
banyak pun, aku akan menbereskan kalian semua."

Giam Pou w dengan tertawa berkata:

"Betul, Sin-ciu-sam-coat adalah pendekar paling linggi ilmunya di dunia persilatan, aku
yang kepandaian nya masih rendah, sudah pantas dan tidak bisa bertanding dengan kalian
bersaudara, tetapi, ha, ha, ha, nanti akan muncul orang-orang baru, bila Hong Tayhiap
terlalu percaya diri sendiri, sangat tidak bijaksana memandang rendah orang-orang di
dunia ini."

Jantung Hong San-ceng bergetar, katanya:

"Jadi, di dunia persilatan sudah muncul seorang jago?"


Dengan tertawa Lak-jiu-jin-wan berkata:

"Dugaan Hong Tayhiap sangat tepat."

Dengan dingin Hong San-ceng berkata:

"Yang aku tahu, jago itu pernah kalah, dengan penasaran dia merantau ke perbatasan yang
jauh, sekarang mungkiri sudah tua, tubuhnya mungkin sudah penyakitan."

Lak-jiu-jin-wan terkejut, tidak berasa langkahnya berbalik mundur, katanya:

"Kau......bagaimana bisa tahu."

"Tentu saja aku tahu jelas, sekalian katakan pada majikanmu, dan pemanah-pemanah yang
bersebar di sekeliling kampung ini, sudah tidak bisa melindungi keselamatanmu......"

Lak-jiu-jin-wan bersuara jalang menutupi rasa takutnya:

"Aku tidak percaya............"

Hong San-ceng dengan sinis berkata:

"Aku hanya menggunakan sedikit tenaga sudah bisa membuatmu berdarah hingga lima
langkah, bila tidak percaya, coba saja tajamnya Im-cu-kiam......"

Dengan gemetar Lak-jiu-jin-wan berkata:

"Kau ingin berbuat apa ...?'

"Biarpun bisa mencincang tubuhmu jadi ribuan potong, aku masih belum bisa menghilangkan
kesedihan dan kebencian dalam hati, tetapi, bila kau katakan nama otak penyerangan ini,
aku akan membiarkan kau mati dengan mayat yang utuh!"

Lak-jiu-jin-wan tertawa jalang katanya:

"Bagus, bagus, selama hidup aku telah menipu banyak orang, hari ini hampir saja ditipu,
Hong Tayhiap, jika dikemudian hari kau mau menipu orang, lebih baik belajar dulu
padaku." Dia berhenti sejenak lalu berpaling pada temannya, "saat orang terjepit dia
tentu akan berontak, bila

anjing terjepit dia akan sanggup meloncat tembok, saudara, saudara, kita lawan......."

Baru saja mereka mulai melangkah, terlihat kilatan baju warna biru, dengan kecepatan
tinggi turun dari tengah gunung, seperti naik ke awan mengendalikan embun, begitu
sampai di lapangan, pelangi putih berkibar, sebuah bulu hong yang panjangnya hampir dua
meter, sudah menyerang dada dari seseorang yang bertopeng. Orang bertopeng tersebut
tidak menyangka bahwa orang yang datang itu bisa menyerang dari udara, dia tidak ada
waktu menghindar, tetapi orang ini juga bukan orang biasa, bersamaan bulu hong menusuk
dadanya, telapak tangannya bergerak memukul, sungguhpun dia mendapat pukulan mematikan,
orang yang datang itu juga terkena pukulan telapak tangannya, orang itu muntah darah
segar, jatuh di sekitar satu tombak lebih.

Perobahan mendadak seperti kilatan api dan halilintar, di saat Hong San-ceng melihat
jelas orang itu adalah si jubah biru bersayap bulu burung Hong, Cukat Tong. Hatinya
terasa perih, hampir membuat dia pingsan, dia tidak jadi menanyakan otak penyerangan
ini, dengan secepat kilat, telah meloncat di samping tempat tubuh Cukat Tong yang
roboh.

Lak-jiu-jin-wan menarik napas panjang, tersimpul tertawa licik disudut mulutnya, dengan
cepat dia mengeluarkan sebuah kotak besi hitam dari dadanya, jari tangannya menekan
tombot dengan mengeluarkan suara aneh sebuah panah beracun yang beruntai mutiara telah
melesat dengan kecepatan tinggi menuju punggung Hong San-ceng.

Biarpun Hong San-ceng dalam keadaan sedih, indra mata dan telinganya terganggu, tetapi
reaksi terhadap situasi masih melebihi orang biasa, pada saat panah beracun

mendekat ke tubuhnya, dengan cepat dia berputar, menyelamatkan anak Pek Ciu-ping,
tetapi punggung atas kanannya terasa sakit hingga ke menusuk tulang.

Melihat sasarannya terkena panah racun, Lak-jiu-jin-wan gembira sekali, dia melangkah
ke depan, dengan tertawa menghina dia berkata:

"Sin-ciu-sam-coat betul-betul menguasai ilmu hebat, tetapi


sayang,......ha......ha......ha......Giam Pouw tidak punya kemampuan menawarkan racun
pencabut nyawa dari panah tersebut, terpaksa memohon maaf pada Hong Tayhiap!"

Mati atau hidup, bahaya atau selamat, adalah merupakan masalah yang berlawanan.
Seseorang dalam keadaan bahaya, mendadak bisa berubah jadi selamat, perasaan hatinya
tidak dapat dibayangkan, lebih-lebih orang licik seperti Giam Pouw, kegembiraanya
melebihi orang lain.

Tetapi, kegembiraannya terlalu pagi diutarakan, begitu tawanya baru berhenti, terlihat
sesosok bayangan hitam sudah berada didepan mata, seseorang dengan mata merah, orang
tua yang bulu jambangnya berdiri, seperti dewa langit turun ke bumi, telah menghadang
jalan Lak-jiu-jin-wan Giam Pouw, raja bandit yang termasyur puluhan tahun ini, tidak
menyangka orang yang terkena racun pencabut nyawa dari panahnya, masih bisa mempunyai
tenaga sedemikian rupa, dia pun tidak melihat jelas bagaimana Hong San-ceng meloncat,
saat ini bila dia diberi tiga bagian keberanian, juga tidak akan berani berbicara.

Salah seorang yang bertopeng merasa kagum juga terhadap kepandaian dan keperkasaan Hong
San-ceng, dia membungkukkan kepala dengan suara lembut

mengucapkan kata-kata Budha.

Hong San-ceng menggoyangkan dua alisnya, dengan riang tertawa:

"Sin-ciu-sam-coat sudah puluhan tahun tidak terlibat dalam perselisihan dunia


persilatan, tidak disangka teman-teman persilatan malah masih ingin berurusan dengan
kami, sampai murid dari biara Budha yang seharusnya punya enam akar pikiran yang suci,
dan empat tindakan yang tidak boleh diperbuat, masih bisa mencari urusan dengan kami,
inilah kehormatan buat kami," katanya lagi,

"guru, kau dari biara mana? Apa pantas juga menyimpan kepala dan hanya memperlihatkan
ekornya saja?"

Setelah orang yang bertopeng tersebut terbongkar identitasnya, dia menjadi ragu-ragu
sejenak, akhirnya dia membuka topeng hitamnya, terlihat seorang yang roman mukanya
jujur, matanya bersinar bulu alisnya tipis, dia seorang rahib tua, dalam roman mukanya
terlihat rasa penyesalan yang hebat.

Hong San-ceng tertegun sejenak, dengan suara dingin berkata:

"Tidak disangka ketua Siau-lim yang menjadi pemimpin dunia persilatan juga bisa berbuat
hal ini, sia-sia aku hidup puluhan tahun, hari ini mataku baru bisa melihat dengan
jernih, tetapi guru besar telah menguasai ilmu agama yang tinggi, seharusnya tahu dalam
ajaran Budha ada perkataan soal sebab dan akibat, guru telah menanam benih sebab
duluan, di kemudian hari tidak boleh menyesal atas dilanggarnya olehku, jika membunuh
murid-murid yang ikut serta dalam penyerangan kali ini."

Ketua biara Siau-lim Pek Leng taysu dengan nada menyesal berkata:

"Teman-teman dari dunia persilatan hampir semuanya telah mati, dendam dan budi mereka,
juga sebaiknya

sampai detik ini saja, anda tidak perlu memperbesar jaring pembunuhan!"

Hong San-ceng dengan sinis berkata:

"Rahib terhormat dari Siau-lim, ternyata masih punya rasa kasihan juga, tetapi
perbuatanmu, jika dikatakan sebagai kelompok busuk dari Budha, Tay-suhu Tat-mo juga
tidak akan mengelak dan membantah, apa taysu juga punya pandangart demikian?" suaranya
berhenti sejenak, dan dengan mata membelalak, terdengar lagi suara nyaringnya,

"Kami bersaudara hidup di pengasingan, tidak ada ambisi bermusuhan dengan siapa pun,
kalian bangsat teri menggunakan kesempatan kami sedang berkumpul setahun sekali,
menghimpun jago-jago dari kalangan hitam dan putih, dengan cara yang licik, menyerang,
sekarang Sin-ciu-sam-coat telah mati dua orang, kau minta aku melepas tangan, apa kau
anggap aku ini orang yang takut mati!"

Pek Leng taysu batuk-batuk, lalu berkata:

"Aku bersedia bunuh diri di hadapan Tuan, untuk mengakhiri masalah besar Siau-lim, aku
harap tuan menyayangi yang ingin hidup, budi tuan akan aku kenang........."

Hong San-ceng berkata dingin:

"Filsafat yang agung... apa Tay-suhu terlibat dengan penghadangan orang bertopeng tadi,
sehingga perjalanan Sin-ciu-sam-coat terhalang, dan perumahan Leng-in terbasmi sampai
tidak tersisa satu ayam dan anjing pun, bagaimana penjelaskannya?"

Pek Leng taysu menutup sepasang matanya berkata:

"Aku terpaksa melakukannya...dan juga... aku tidak pernah melukai orang......"

"Hm...!" Hong San-ceng dengan dingin dan hina berkata,

"Ketua Siau-lim yang menjadi pimpinan dunia persilatan, malah bisa diancam orang,
sungguh hal yang sangat menakutkan orang, Taysu apakah kau bisa katakan orang yang
mengancam itu, agar pengetahuan-ku bertambah luas?"

Guru besar Pek Leng diam sejenak:


"Ini......"

Mendadak tiga bayangan titik hitam, dengan kecepatan tinggi menerjang dada Pek Leng
taysu, meski hvveesio ini sudah menguasai ilmu tinggi tetapi tidak dapat menghindar
dari serangan yang sangat dekat dari Ngo-tok-tui-hun-cian (panah lima racun pencabut
nyawa), tetapi pengurus biara Siau-lim, sungguh punya ke-mampuan lebih dari orang lain,
dalam keadaan tubuhnya terkena panah beracun, dia masih bisa melayangkan satu pukulan
telapak tangan, ini adalah jurus pukulan telapak tangan baja yang telah dikerahkan
dengan tenaga penuh, tiga panah beracun yang sangat mematikan itu, membuat hweesio
ternama mati ditempat, tetapi orang yang melepaskan panah beracun, Lak-jiu-jin-wan Giam
Pouw, juga kena pukulan dahsyat tersebut, sehingga urat nadi jantungnya putus seketika,
darah pun muncrat kemana-mana.

Angin gunung bersiul kencang, hujan lebat jatuh dari langit, bau amis darah dari
Perumahan Leng-in sedang disapu bersih, tetapi Hong San-ceng yang berdiri dalam terpaan
hujan dan angin, tetap belum bisa mencuci dendam dalam hatinya, dia meraba sebentar
keponakan yang telah ditotok jalan darah tidurnya, dia melangkahkan kakinya yang berat,
menuju tempat Cukat Tong yang tertelungkup.

Cukat Tong yang telah lama pingsan, lukanya di tempat yang vital dan racunnya telah
menyerang paru-paru. Air

hujan yang dingin seperti es, membuat dia sadar sejenak, dia berkata dengan suara kecil
dan terputus-putus:

"Toako........pergi......ke.....arah utara..."

Seorang Tayhiap meninggal di tempat setelah

mengucapkan kata terakhir. Bagi Hong San-ceng, ini pukulan yang sangat berat, tetapi
kata terakhir dari Cukat Tong, dan lagu yang telah terdengar di daerah peninggalan
sejarah Pintu Naga dia paham, otak penbunuhan yang sebenarnya belum muncuL saat ini,
dia hanya sendirian, dan luka racun di lengan kanannya semakin parah, pepatah
mengatakan selama gunung masih hijau, tidak usah takut tidak ada kayu bakar, menimbang
situasi dengan kepala dingin, dia mengambil keputusan untuk bersabar, dan setelah
mengubur jenasah kedua adik seperjuangannya, dengan hati penuh beban pembalasan, dia
segera berlari sangat kencang ke pegunungan arah utara.

Angin dingin bagaikan pisau, daun berguguran terbang kemana-mana, pegunungan Lu-liang
telah diselimuti oleh warna malam yang tipis, Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng telah
menemukan sebuah goa terpencil, dia menurunkan keponakannya dan membuka totokan nadi
tidurnya, agar darahnya berjalan normal kembali.

Satu-satunya keturunan dari Sin-ciu-sam-coat, adalah seorang anak remaja yang berumur
14-15 tahun, tetapi dari alis matanya yang indah dan matanya yang jernih, terpendam
jiwa yang berbeda dari orang banyak. Begitu nadi tidurnya terbuka, kedua matanya yang
bagaikan bintang di langit dengan lincah mengawasi situasi sekelilingnya.

Angin dingin menusuk tulang, gua tua mengerikan, malam dingin ini tidak saja sangat
angker, dan diantara

bunyi binatang kecil, seperti tercampur sedikit suasana setan.

Suasana sungguh mengerikan, tetapi di roman muka yang masih terlihat kanak-kanak
tersebut tidak terlihat rasa takut, dan akhirnya, matanya yang jernih dengan seksama
melihat Hong San-ceng, dengan nada bicara yang sangat datar, bertanya kepada paman
tuanya.

"Supek....."

"Ya...."

"Ayahku......"

“Dia...”

"Bagaimana dia? Supek?"

"Soh-ciu, kau bilang dulu, Supek sayang padamu tidak?"

"Aku tahu, Supek sayang padaku, tetapi ayahku.........."

"Ayahmu......"

"Telah terbunuh oleh orang-orang bertopeng itu, betulkan?"

"Ya, Supek tidak becus......"

"Waa......" dia menangis, biarpun dia sangat tahan uji, tapi tetap masih seorang anak
kecil, dan masih ada pertalian jantung ayah dan anak, bila ayah kandungnya terbunuh dan
diam saja, bukankah dia seekor binatang berdarah dingin!

Dengan penuh kasih sayang, Hong San-ceng mengusap-usap atas kepalanya dan berkata:

"Soh-ciu, anak laki-laki tidak pantas mengucurkan air mata, keadaan kita masih belum
keluar dari situasi bahaya......."

Pek Soh-ciu menghapus air mata dengan lengan bajunya, menggoyangkan alisnya berkata:

"Supek! Apa kita tidak membalas dendam untuk ayah?"

Hong San-ceng dengan kedua baris giginya beradu berkata:

"Siapa bilang? Hai....." dengan suara lemas melanjutkan katanya, "Supek tidak akan
tinggal diam, Supek akan membersihkan dunia persilatan dengan darah, tetapi aku tidak
berdaya......"

Dengan jawaban pamannya tersebut, Pek Soh-ciu sangat tidak puas, dari hidungnya keluar
suara hm... pelan, dan menggetarkan kedua bahunya, berlari dengan kencang ke mulut gua.

Hong San-ceng terkejut seketika, lalu segera menekan ujung jari kakinya dengan
kecepatan yang tidak terbayangkan, dia memegang bahu Pek Soh-ciu berkata:

"A Ciu, dengar kata-kata Supek......"

Pek Soh-du berusaha melepaskan pegangannya, dan berteriak:

"Lepaskan tangan......"

Dengan sedikit nada marah, Hong San-ceng berkata:

"A Ciu, kalau kau tidak mau dengar, Supek tidak akan mengurusmu lagi!"
Dari mulut kecilnya Pek Soh-du berkata:

"Ayahku terbunuh, sudah sepantasnya aku membalas dendam, apa tidak boleh ?"

Hong San-ceng dengan memandang atap gua, dengan nada tidak berdaya berkata:

"Persahabatan aku dengan ayahmu seperti darah dan daging, aku bukan tidak mau
membalaskan dendamnya, tetapi mereka yang bertopeng, semuanya adalah jagoan dari dunia
persilatan jaman sekarang, di belakang mereka ada otaknya yang lebih lihai............"

Dengan sinis Pek Soh-ciu berkata:

"Kalau begitu, Supek takut pada mereka?"

Mata Hong San-ceng dibuka lebar, katanya:

"Saat ini, tidak ada orang yang bisa membuat Sin-ciu-sam-coat takut."

"Bila Supek tidak takut, mengapa kita harus bersembunyi?"

Hong San-ceng marah:

“Ratusan jagoan yang bertopeng, tidak satupun yang boleh lolos dari tanganku, tetapi
aku sekarang sudah terkena panah beracun, belum kuat bertarung, bila bukan Sam-susiokmu
yang menggiring orang-orang itu kelain tempat, hai......"

Pek Soh-ciu mengalihkan matanya, tampak bahu kanan Supeknya bernoda darah, dengan muka
sedih, dia membalikkan tubuh dan memegang kedua kaki Hong San-ceng berkata:

"Aku salah menilai Supek, bagaimana lukanya?"

Hong San-ceng dengan getir tertawa sejenak katanya:

"Racun Toan-hun-cauww tidak akan mengambil nyawa tua Supek, tetapi tenaga dalam dan
ilmu silat Supek akan........."

Tubuh Pek Soh-ciu bergetar sejenak dan berkata:

"Apa yang harus kita perbuat?"

Hong San-ceng memejamkan sepasang matanya berkata:

"Jangan terburu-buru, Ciu-ji, walau Supek kehilangan tenaga dalam, dalam sepuluh hari,
kau tetap bisa mendapat warisan kepandaian kami bertiga, tetapi kita harus hati-hati,
otak penyerangan ini, tidak akan melepaskan kita, kelihatannya dunia ini walau begitu
besar, tidak akan ada tempat untuk kita bernaung!"

Pek Soh-ciu mengangkat alisnya:

"Bila mereka masih berani mengganggu kita, aku akan bertarung sampai titik darah
terakhir..."

Hong San-ceng menggelengkan kepala:


"Kita harus membuat rencana terlebih dulu baru bergerak, sebelum ilmu silatmu berhasil
dilatih, kita sama sekali tidak boleh gegabah, Ciu-ji, apa ayahmu benar telah berhasil
mendapatkan pusaka Pouw-long-tui yang tiada duanya itu?"

Pek Soh-ciu mengeluarkan sebuah kotak kayu berwarna hitam dari dalam dadanya:

"Barang ini yang disimpan oleh ayah didalam dadaku, paman lihatlah."

Hong San-ceng melihat kotak kayu itu, panjangnya kira-kira delapan inci, tingginya
empat inci, diatasnya diukir seekor naga kecil yang sedang terbang, ukirannya bagus
sekali, seperti benar-benar hidup, dia membuka kotak kayu itu, mengeluarkan sebuah bor
besi yang panjangnya kira-kira tujuh inci, kepalanya tajam ekornya bulat, dikatakan dia
itu adalah besi, sungguh kurang pas, karena dia lebih berat dari pada besi biasa,
seluruh tubuhnya hitam kelam, tidak tahu terbuat dari logam apa, dibagian ekornya,
disambung dengan sebuah tali yang seperti sutra tapi bukan, dia memegangnya lalu
mencoba diayunkan, terlihat sinar

hitam berkilat-kilat, samar-samar ada suara gemuruh, dia tahu Pouw-long-tui ini,
sungguh merupakan pusaka dunia persilatan, sehingga dengan hati-hati dia

mengembalikannya lagi kedalam kotak, dan memberikan pada Pek Soh-ciu sambil berkata:

"Karena pusaka yang tiada duanya ini, Sin-ciu-sam-coat mengalami nasib tragis, dan
membuat jalan di depan tidak menentu, baik buruknya nasib sungguh tidak dapat diduga,
haiii... dosanya memiliki pusaka, bisa sedemikian kejamnya!"

Baru saja habis berkata, mendadak dia mendengar suara kelebatan baju memecah angin,
dengan cepat lewat dari mulut goa, dia tahu mulut goa ini sangat tersembunyi, jika
tidak dicari secara inci demi inci sangat sulit bisa ditemukan, tapi demi keamanan, dia
tetap memaksakan memusatkan tenaga dalamnya, sepasang mata melotot mengawasi, bersiaga
penuh menghadap ke mulut goa, lama sekali, dia baru mengeluh dan duduk di mulut goa
bersemedi istirahat.

Keesokan paginya udara sangat kelabu, angin dingin bertiup dengan liarnya, embun pagi
yang menyedihkan, sedang menutupi pegunungan Lu-liang.

Hong San-ceng pelan pelan membuka matanya, dia melirik sekali pada Pek Soh-ciu yang
sedang

menggulungkan tubuhnya, tertidur lelap disisinya, lalu kembali menutup sepasang mata,
membereskan pikiran yang kacau sekali.

Waktu terus berlalu, Pek Soh-ciu akhirnya bangun dari tidurnya, dia menggosok kulit
mata yang masih mengantuk, memperhatikan keadaan di sekeliling......

Goa yang sepi, rumput yang kering, liar dan tandus, sejauh mata memandang, semua
ini...... mengingatkan dia,

dirinya adalah anak yatim piatu yang keluarganya telah hancur dan sedang menyelamatkan
diri kepelosok dunia.

Sehingga dua jalur air mata panas mengucur deras seperti parit dari sudut matanya, tapi
dia menutup kuat kuat bibirnya yang merah, sambil tersedu-sedu, tapi sedikitpun tidak
mengeluarkan suara tangisan.

Hong San-ceng sambil mengeluh berkata:

"Ciu-ji, Supek ada satu perkataan yang ingin memberi tahu mu......"

"Silahkan katakan, Ciu-ji mendengarkan."

"Sin-ciu-sam-coat, adalah pesilat paling hebat jaman sekarang, kau tahu tidak?"

"Aku tahu."

"Haiii... diatas orang ada orang, diluar langit masih ada langit, Sin-ciu-sam-coat
memang punya keberhasilan, tapi juga tidak bisa dikatakan di dalam dunia persilatan
tidak ada lagi orang yang melebihi kami."

"Supek! Aku......tidak mengerti......"

"Di kemudian hari kau akan mengerti, Supek hanya ingin kau tahu, ilmu silat dalamnya
sedalam lautan, musuh kita adalah penjahat ulung yang sangat licik, jika kau tidak bisa
mengesampingkan hawa amarahmu, dan giat berlatih, kalau tidak dendam ayah dan Sam-
susiokmu tidak akan ada harapan bisa membalasnya."

Pek Soh-ciu mengangkat alis berkata:

"Aku akan dengarkan kata Supek, pasti giat belajar, tapi siapa sebenarnya musuh kita
itu?"

"Supek juga tidak tahu."

"Lalu mengapa Supek bisa tahu dia adalah penjahat ulung yang sangat licik?"

"Itu adalah dugaan Supek atas dasar orang orang bertopeng yang diutus oleh dia."

"Mereka itu siapa saja?"

"Kebanyakan adalah orang-orang hebat di dunia persilatan, sampai ketua Siau-lim, Pek
Leng taysu juga termasuk salah satu diantaranya."

"Kita cari murid-murid mereka, pasti akan mendapatkan sedikit keterangan."

"Tidak salah, tapi itu artinya kita harus berani melawan zaman, bermusuhan dengan
seluruh orang persilatan!"

"Aku tidak takut."

"Bagus, Supek akan menggunakan waktu sepuluh hari, supaya kau bisa mendapatkan inti
ilmu silat dari kami bertiga, selanjutnya hidup mati, jaya atau hancur, semuanya
tergantung dirimu sendiri."

Pek Soh-ciu adalah satu-satunya keturunan Sin-ciu-sam-coat, kecuali ilmu silat ayahnya
Thian-yat-it-kiam Pek Ciu-ping yang telah berhasil dikuasainya, Pouw-ci-sui-beng Hong
San-ceng, dan Lam-san-hong-ie Cukat Tong, juga telah mengajarkan seluruh ilmu silatnya
pada dia, hanya karena dia usianya masih kecil, terhadap ilmu Pouw-ci-sin-kang, dan Co-
yang-kiu-tiong-hui (Menantang matahari sembilan lapis.) dua jenis ilmu silat itu masih
belum matang dipelajarinya. Dengan kepintarannya yang hebat, dalam sepuluh hari ini dia
pasti akan dapat berhasil mematangkan kepandaian itu semuanya.
Maka di bawah pengawasan Hong San-ceng, dia berlatih dengan giat tanpa mempedulikan
keadaan sekelilingnya,

jika dia haus, dia minum air gunung, jika lapar, dia makan buah buahan, tidak tidur,
tidak istirahat terus giat belajar, di hari kesembilan, tengah harinya dia telah
berhasil menguasai dua jenis ilmu silat hebat ini. Mungkin sudah takdirnya! Di saat
malam tiba, di depan gua yang sepi ini, kembali terjadi perubahan.

Saat ini angin sedikit pun tidak berhembus, sinar bulan menyinari seluruh gunung, di
hutan yang liar ini, nampak sangat sepi, tapi suara sst.. sst.. yang pelan, tidak
henti-henti terdengar di dalam goa, jelas, di dekat persembunyian mereka, telah
kedatangan tidak sedikit pesilat tinggi dunia persilatan.

Hong San-ceng menatap ke mulut goa sambil mengeluh berkata:

"Ciu-ji tadinya Supek ingin kau mempelajari empat jurus hebat yang terukir diatas Pouw-
long-tui, tapi waktunya tidak mengizinkan lagi, terpaksa harus kau sendiri yang
mempelajarinya."

Pek Soh-ciu berkata:

"Kita bereskan dulu orang-orang yang datang ini, empat jurus itu, nanti di kemudian
hari jika ada waktu senggang, Supek ajarkan lagi pada ku."

Hong San-ceng tertawa pahit berkata:

"Selanjutnya kau harus seorang diri berkelana di dunia persilatan, Supek, haiii......"

"Mengapa? Supek ingin meninggalkan aku?" kata Pek Soh-ciu tertegun.

"Sebenarnya Supek tidak mau meninggalkanmu, tapi racun didalam diriku belum ada
obatnya, tinggal bersama denganmu hanya menjadi beban buatmu, Supek akan pergi

ke dalam gunung dan dalam rawa besar, mencari obat penawar racun, jika kau ikut dengan
Supek, bukankah akan menangguhkan banyak hal penting, yang lebih penting lagi Supek
harus memancing keluar orang-orang ini, supaya kau bisa dengan selamat meninggalkan
lempat yang berbahaya ini, maka-nya......"

"Tidak, Supek! Kita harus bersama-sama menghadapi bahaya, aku tidak bisa biarkan Supek
sendirian menghadapi bahaya."

Hong San-ceng dengan nada dalam berkata:

"Membalas dendam keluarga, mengembalikan nama besar Sin-ciu-sam-coat, ini adalah hal
yang sangat penting sekali? satu hal pun kau belum ada yang kau kerjakan, malah dengan
enteng berani membicarakan soal hidup mati itu bukankah nanti akan menghapus harapan
paman dan ayahmu dialam sana?"

Pek Soh-ciu dengan sedih mengucurkan air mata berkala:

"Aku salah, tapi......"

Hong San-ceng menggoyangkan tangan: "Anak, kau dengar kata-kata Supek, jika Supek
berhasil menyembuhkan luka beracun dan bisa mempertahankan hidup, Supek akan kembali ke
dunia persilatan mencarimu, ini ada sedikit uang untuk kau pakai, nanti saat aku
memancing musuh, kau segera lari ke timur sampai ke Hun-sie, lalu belok ke selatan
sampai ke Ho-lok......"

Pek Soh-ciu dengan perasaan aneh berkata: "Bukankah itu akan kembali lagi kedekat Ku-
seng?"

Hong San-ceng menganggukan kepala berkata:

"Musuh hanya mengira kita akan melarikan diri ke dalam pegunungan atau perbatasan,
pasti tidak akan

mengira kau langsung pergi ke Tionggoan, ini yang disebut di luar dugaan musuh......"
dia sejenak menghentikan bicara, lalu dengan wajah serius berkata:

"Kita tidak boleh membiarkan musuh menutup mulut goa, nak, harap kau jaga diri baik
baik."

Baru saja Pek Soh-ciu tertegun, satu bayangan orang telah menembus keluar goa, lalu
terdengar teriakan dimana-mana, dan diiringi dengan jeritan meregang nyawa, pegunungan
Lu-Iiang yang hampir gelap ini, sudah dibuat kacau oleh Hong San-ceng, Pek Soh-ciu tahu
ini adalah kesempatan baik, lalu dia membuka rerumputan, dengan perlahan keluar dari
goa, dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, dia lari kearah timur.

Kiu-tiong-hui (terbang sembilan lapis) adalah ilmu meringankan tubuh yang dia gunakan,
adalah ilmu meringankan tubuh kelas satu di dunia persilatan, walau latihan dia belum
cukup matang, tapi kecepatannya, seperti angin lewat, kilat berlalu, sekali meluncur
ratusan li akan terjangkau, ketika malam lewat dan pagi tiba, sebelum hari terang, dia
telah berlari keluar dari pegunungan, jaraknya tidak sampai sepuluh li dari Hun-sie.

Bagaimana pun, manusia terbentuk dari darah dan daging, setelah semalaman berlari,
tidak minum tidak makan, setinggi apa pun ilmu silatnya, akhirnya akan merasakan
sedikit kelelahan, apa lagi dia hanyalah seorang remaja kecil, maka ketika dia sudah
dapat melihat Hun-sie dan di sisi jalan tidak ada tempat untuk beristirahat, kelelahan
yang dia rasakan, mulai dari kaki den tangan menyebar ke seluruh syaraf, membuat dia
merasakan beratnya mengangkat langkah.

Tanpa sadar dia berjalan menuju ke sebuah rumah, tapi menghadapi sepasang pintu yang
tertutup rapat, dia jadi sedikit ragu.

Ingin minta tolong menginap bukan hal yang

memalukan, tapi walau pun hari masih belum terang, tapi malahari sebentar lagi terbit,
waktunya untuk bekerja, selain itu dia tidak biasa datang minta tolong menginap, jika
tuan rumah menanyakannya, akan menjadi sebuah masalah yang memalukan, apa lagi di musim
dingin ini, selimut hangat di pagi hari, adalah hal yang paling dirindukan, buat apa
dia merusak suasana ini? Sungguh satu masalah yang sulit dipecahkan, maka, dia hanya
bisa berjalan bolakbalik di depan rumah itu.

Mendadak, di dalam sorot matanya, dia seperti menemukan sesuatu......

Sebuah jendela yang tidak dikunci, sedang bergoyang-goyang ditiup angin.

"Masuk, sembarangan cari tempat untuk istirahat, lalu berterima kasih pada tuan rumah
bukan-kah selesai?" di dalam hati dia telah memutuskan ini, sekali meloncat dia masuk
ke dalam rumah itu lewat jendela.

Perabotan di dalam rumah ini, bisa digambar-kan dengan empat dinding ruang kosong,
kecuali satu meja satu ranjang, tidak ada bedanya dengan tanah liar, dan diatas ranjang
itu masih ada seorang yang tidur berselimut.

Sinar di dalam rumah tidak begitu terang, samar-samar dia melihat orang yang sedang
tidur itu adalah seorang anak yang sebaya dengan dirinya, jika memang sama-sama seorang
anak kecil, tidak perlu banyak berpikir lagi, apa lagi sekarang kulit matanya seperti
digantung dengan dua bola baja yang berat, dia sungguh tidak bisa banyak berpikir lagi,
maka langsung saja membaringkan diri.

Tidur pulas setelah kelelahan, adalah satu kenikmatan hidup manusia, hanya saja dia
merasakan kenikmatan ini datangnya mendadak, hilangnya juga sangat sebentar, sungguh
terlalu singkat waktunya, dia merasa seperti baru saja menutupkan kulit matanya, satu
perasaan sakit membuat dia terbangun kembali.

"Ada masalah apa?" dia didalam hati berpikir, dalam telinga telah terdengar satu
teriakan.

"Bangsat kecil, berani sekali kau, ingin mati juga harus memilih tempat, sungguh berani
tidur diatas ranjang nona, jika tidak mengupas satu lapis kulitmu, kau tentu mengira
nonamu mudah di hina."

Dia membuka sepasang mata kebingungan, di dalam sorot matanya, terlihat satu wajah
cantik yang sedang melotot, alisnya diangkat tinggi-tinggi, sekarang dia mengerti,
ternyata anak yang sedang tidur lelap diatas ranjang itu, adalah seorang nona cilik
yang cantik alamiah.

Melewati benteng memeluk gadis, menurut tata krama, dosanya besar sekali! Maka dia jadi
ketakutan, walau di dalam hatinya tidak ada niat buruk, paling sedikit juga dia harus
meminta maaf.

Ketika dia ingin bangun, dia baru menyadari dirinya telah ditotok jalan darahnya, yang
lebih parah lagi adalah tempat dia berada, adalah satu lantai batu yang dingin dan
keras, terpikir lagi kesakitan yang tadi dialami, mungkin karena ditendang ke bawah
oleh sinona yang wajahnya penuh amarah.

Di tendang oleh seorang wanita, ini adalah satu penghinaan yang besar sekali, tapi
karena dirinya yang bersalah, terpaksa dia menahan diri, katanya:

"Maaf, nona! Aku......tidak sengaja......" dia seperti sedang meminta maaf, tapi
wajahnya kaku, nada bicaranya dingin, membuat orang yang mendengarnya tidak bisa
terima.

"Hm.... kau tidak sengaja, tapi naik keatas ranjang nona, jika disengaja,
bukankah......bukan-kah......"

Wajahnya yang cantik menjadi merah, setelah berkata bukankah... tidak ada kata
selanjutnya, saat ini, dua orang pelayan wanita berbaju hijau ringkas, mendengar suara
ribut-ribut, datang menghampiri, mereka melihat sekali pada Pek Soh-ciu yang ada diatas
lantai dengan sorot mata terkejut, salah satunya membalikan kepala berkata pada nona
itu:
"Sio......Sam-siocia! Apa yang terjadi?"

Nona itu berteriak marah:

"Jangan banyak bicara, ikat dulu bangsat kecil ini, biar aku lampiaskan amarahku."

Pelayan wanita baju hijau menjawab sekali, lalu menarik Pek Soh-ciu, diikatkan di satu
tiang, nona itu mengikutinya, di tangannya malah sudah memegang satu pecut kuda yang
panjangnya sekitar dua meter, satu angin dingin lewat dengan cepat di depan hidung Pek
Soh-ciu, tenaga yang di kandung oleh ujung pecut, membuat dia merasakan sakit dan
panas, jelas dia tidak sembarangan memecut, gerakannya hebat sekali, nona cantik ini
mempunyai ilmu silat yang tidak biasa.

Tapi, kesabaran seseorang ada batasnya, sebagai keturunan dari Sin-ciu-sam-coat, mana
pernah dia menerima penghinaan seperti ini? Maka dia mengangkat sepasang alisnya,
dengan dingin berkata:

"Prajurit boleh dibunuh tidak boleh dihina. Kau ingin menghinaku, mungkin akan
merugikan kedua belah pihak!"

Nona itu melayangkan pecutnya ingin memberi satu pecutan yang keras, saat ini mendengar
kata katanya, dia jadi tertegun, ujung pecut yang hampir mengenai wajahnya, mendadak
berhenti diudara, dia sedikit merenungkan maksud kata-kata Pek Soh-ciu, mendadak
membentak:

"Jika aku ingin membunuhmu, hanya tinggal mengangkat tangan saja, ada masalah apa? Coba
kau katakan!"

"Hm...!" Pek Soh-ciu mengeluarkan suara, lalu berkata,

"Aku telah berlari semalaman, tubuh dan hatiku kecapaian, terhadap seseorang yang
berada di jalan buntu, nona malah sedikit pun tidak ada rasa iba, ini satu diantaranya.
Lagi pula, seorang wanita, seharusnya berkelakuan lemah lembut, nona dengan begini
marah mengancam orang, bukankah kehilangan sifat lemah lembutnya seorang wanita......"

"Bagus, kau malah mengajari aku, apa masih ada lagi?"

Sepasang alis nona itu diangkat, mulutnya tertutup rapat, kelihatannya ingin membunuh
orang, padahal sebenarnya pecut dia yang siap dipukulkan diam-tham sudah ditaruhnya ke
bawah, ini bukan disebabkan oleh kata-kata Pek Soh-ciu, yang membuat orang jadi
tersentuh, perubahan sikap sinona itu disebabkan oleh sikap gagah Pek Soh-ciu yang
alamiah itu.

Perbuatan Pek Soh-ciu yang tidak sopan terlebih dulu, tadinya akan tidak bisa diterima
oleh wanita mana pun, untung mereka itu masih kanak-kanak, taraf keseriusannya masih
sangat kurang, ditambah prilaku laki laki dan wanita di dunia persilatan, memang kurang
mempedulikan sopan santun, dia hanya merasakan Pek Soh Ciu yang tanpa

minta izin dulu langsung tidur, terlalu tidak memandang dia. Di saat Pek Soh-ciu dengan
lantangnya bicara, sepasang sorot mata dia yang jernih bagaikan air di musim gugur,
sedang memper-hatikan dia dengan seksama.

Penampilan dia yang gagah, tingkahnya yang tenang, wajah yang tampan, semua menampakan
sinar yang gemerlap, asalkan sekali melihat, semua orang akan merasakan semua lelaki di
dunia ini seperti tidak berharga, maka akhirnya amarah dia menghilang, dan di ganti
dengan kehangatan dan kelembutan.

Pek Soh-ciu melihat keadaan akan membaik, maka sambil tersenyum dia berkata:

"Mengikat dengan tali tampaknya bukan cara untuk menyambut tamu, harap lepaskan aku
dulu, nanti aku akan memberi jawaban yang memuaskan buat nona."

Nona itu mencibirkan bibir munggilnya, membalikkan kepala, berteriak pada pelayan
wanita berbaju hijau:

"Lepaskan dia, tapi jaga jangan sampai dia kabur." Lalu dia memutar tubuh, seperti kupu
kupu indah masuk ke dalam rumah.

Setelah pelayan wanita baju hijau melepaskan ikatannya, dan membuka kembali jalan
darahnya, Pek Soh-ciu mengulurkan sepasang tangan, melemaskan otot sebentar, lalu
sambil tertawa berkata:

"Satu tamu tidak ingin merepotkan dua tuan rumah, apakah kalian punya makanan untuk
mengisi perut ini?"

Dua pelayan wanita berbaju hijau ini, usianya diantara enam tujuh belasan, penampilan
dan ilmu silatnya semua adalah pilihan bagus, mereka berdua saling memandang dan
tertawa, seorang diantaranya berkata:

"Setelah mendapat izin dari nona, itu bukanlah hal yang susah, tapi......"

Pelayan wanita baju hijau bicaranya belum habis, di dalam kamar sudah terdengar suara
merdu berkata:

"Kita juga sudah waktunya berangkat, siapkan makanannya."

Pelayan wanita baju hijau tersenyum penuh arti pada Pek Soh-ciu, dia segera menyahut
dan lari ke dalam dapur, dalam waktu sebentar saja sudah menyediakan makanan yang
panas, walau tidak ada makanan yang mahal, tapi juga tidak bisa dibandingan keluarga
biasa, mereka seorang majikan dan dua pelayan wanita, malah mengandung sedikit hal
misterius.

Disaat nona itu kembali tampil, Pek Soh-ciu merasa matanya menjadi terang, tadi karena
dia terlalu tegang, dia tidak memperhatikan nona ini adalah seorang nona cantik,
setelah sengaja berdandan dia baru terlihat sangat mencolok? Tapi apa pun alasannya,
nona cantik yang berbaju merah sungguh adalah nona yang luar biasa cantik tiada duanya,
dan diantara tawa dan tingkahnya, semua mengeluarkan cahaya gemerlapan, luar biasa
Anggunnya, saat ini dia tersenyum manis pada Pek Soh-ciu berkata:

"Masakannya biasa saja dan nasinya juga tawar, anggap saja sebagai tanda minta maaf
atas perbuatan salah tadi mari mari,Siauhiap......"

Pek Soh-ciu berkata:

"Dengan hormat lebih baik aku menurut saja, aku akan merepotkan."

Kehidupan manusia, sulit untuk diduga, Pek Soh-ciu yang bertindak sembrono, malah bisa
berteman dengan seorang nona cantik, saat mereka minum-minum setelah
makan, wanita baju merah malah bertanya tidak henti-hentinya pada anak muda remaja yang
kebetulan bertemu yang tampan tapi dingin.

"Aku belum menanyakan nama Siauhiap, sungguh tidak sopan sekali."

"Sama, sama, aku......kek......she Ciu, namaku Soh-pek."

"Mendengar logatnya Siauhiap, sepertinya kau orang pribumi disini?"

"Ooo, benar, aku tinggal di Tong-su, jaraknya dari sini kira-kira dua ratus lie lebih."

"Lalu......kemarin malam......"

"Aku jarang keluar rumah, makanya......kek tersesat dijalan."

"Kau datang ke Hun-sie, apa ada urusan penting?"

"Benar, aku ini sedang mencari seorang teman, datang ke Hun-sie hanya untuk main-main
saja. Kalau nona? Apakah aku bisa sedikit mengetahuinya?"

"Aku she Siau nama Yam, aku disuruh ayahku berkelana ke dunia persilatan, Siauhiap
jangan menter-tawakan aku."

"Nona sangat sungkan sekali, ayah anda pasti seorang Cianpwee dunia persilatan yang
sangat ternama di dunia persilatan?"

"Bukan, ayahku hanyalah seorang pesilat yang tidak ternama, mungkin gurumu, baru
seorang pesilat ternama di dunia persilatan?"

"Dugaanmu hanya benar setengah, guruku seorang ternama, tapi tidak bisa ilmu silat."

Siau Yam mengangkat alis, maksudnya tidak percaya berkata:

"Ternyata Siauhiap mahir sastra juga mahir ilmu silat, sungguh aku kurang hormat
sekali."

Pek Soh-ciu hanya tertawa tawar, tidak menjelaskan lebih lanjut, sepasang remaja yang
kebetulan bertemu ini, berbincang-bincang tanpa ketulusan, akhirnya pelayan wanita baju
hijau selesai menyiapkan kuda saat minta petunjuk pada Siau Yam, mereka baru berhenti
berbincang-bincang.

Siau Yam pelan-pelan berdiri, di wajahnya yang cantik seperti bunga di musim semi,
tampak sekilas warna dingin, mendadak matanya berputar, berkata pada pelayan wanita
baju hijau yang berdiri didepannya:

"Hu-in......"

Seorang pelayan wanita menyahut berkata:

"Aku disini, Siocia ada titah apa?"

Siau Yam melirik pada Pek Soh-ciu berkata:

"Kau pergi dulu ke Hun-sie, pesankan tiga kamar penginapan, kita masih harus istirahat
dengan baik."
"Baik, Siocia." Kata Hu-in membungkuk

"Pergilah berjalan kaki, kudanya tinggalkan untuk kami."

Kata Siau Yam

"Baik," dia segera membalikan tubuh meloncat, berlari menuju Hun-sie.

Melihat Hu-in sudah tidak terlihat lagi, Siau Yam buru membalikkan kepala tertawa manis
pada Pek Soh-ciu, katanya:

"Mari kita jalan, Ciu Siauhiap."

Pek Soh-ciu tertegun berkata:

"Kita? Maksud nona Siau......"

"Mmm" Siau Yam berkata, "Ciu Siauhiap bukankah akan pergi ke Hun-sie? Karena tujuan
kita sama dengan berjalan bersama, kita jadi bisa berbincang di jalan"

Pek Soh-ciu ragu sejenak berkata:

"Ini......mungkin tidak pantas!"

"Ooo!" Siau Yam berkata, "mengapa?"

"Laki-laki sama perempuan berbeda, kita... kita......"

Siau Yam mencibirkan bibir munggilnya: "Tidak diduga Ciu Siauhiap adalah seorang yang
sopan santun, tapi kejadian kemarin malam... harus bagaimana

menjelaskannya?"

Wajah Pek Soh-ciu jadi merah, katanya:

"Ini......kek, itu hanyalah kesalahan yang tidak disengaja."

Siau Yam mengangkat alis berkata: "Hm... kesalahan tidak disengaja, tapi tidak tahu
apakah Ciu Siauhiap pernah memikirkan kedudukanku?"

Pek Soh-ciu merasa aneh: "Kedudukan nona?"

Siau Yam mengeluarkan suara "Hm...!" berkata dingin,

"Mengapa? Tidak harus...?"

"Kita belum pernah bertemu, nona ingin aku bagaimana memikirkannya?"

Siau Yam memelototkan matanya berkata:

"Kau ingin setelah lewat kali lalu membongkar jembatan? Hm... masalahnya sudah begini,
itu tidak bisa terserahmu!"

"Sebenarnya nona ingin aku bagaimana, nona jelaskan saja." Pek Soh-ciu tampak bengong
Siau Yam menghentakan kakinya, berkata:

"Bagus, jika kau sengaja tidak mau mengakuinya, Siau Yam terpaksa membuat kau merasakan
sedikit hukuman."

Gerakannya nona cantik ini sungguh mengejutkan orang, tidak melihat dia bagaimana
bergerak, hanya terdengar sst... satu suara, pecut yang hitam itu sudah menuju bahunya
Pek Soh-ciu.

Pek Soh-ciu memiliki tiga macam ilmu silat hebat dari tiga guru, walau sabetan pecut
ini lebih cepat lagi, jika ingin melukai dia juga akan sulit, tapi terhadap nona C»ntik
baju merah yang dalam waktu sekejap bisa berubah sikapnya, dia sungguh merasakan sangat
berterima kasih, sehingga dia hanya menghindar, tidak membalas menyerang.

Cara menghindarnya, begitu santai dan tidak tergesa-gesa, kakinya hanya pelan
melangkah, pecut yang seperti kilat itu sudah mengenai tempat yang kosong.

Tapi sikapnya malah menimbulkan amarah Siau Yam, dia berteriak, pecutnya digetarkan,
kembali, seperti hujan datang menyabet.

"Kek!" Pek Soh-ciu batuk ringan berkata, "Kita tidak ada dendam dan bukan musuh, buat
apa nona terlalu memaksakan orang!" sambil bicara, tapi kakinya tidak sekejap pun
berhenti, hanya terlihat baju putihnya berkibar-kibar, seperti air mengalir awan
bergerak, ruangan yang hanya seluas dua tombak, dia seperti berjalan ditempat yang
luas, gerakannya tenang sekali.

Siau Yam mengejar ke seluruh pelosok ruang, memecut puluhan kali, tapi setiap
serangannya tetap tidak mengenai sasaran, sampai ujung baju Pek Soh-ciu juga tidak

tersentuh, jika terus bertarung, hanya menghabiskan tenaga saja.

Rasa ingin menang adalah penyakit umum para nona, setelah tidak bisa memukul lawan, dia
merasa ini adalah penghinaan yang tidak bisa diterima.

Saat ini dia telah berhenti, tapi di sudut matanya di ujung alisnya di tutupi dengan
hawa pembunuhan, mendadak, dia melayangkan tangan halusnya, pecut yang lembut itu
dengan kekuatan yang amat dahsyat menancap di papan pintu, lalu dia membalikkan
tangannya, sebilah pedang yang bersinar menyilaukan mata, telah berada dalam genggaman
tangannya, begitu pedang ada ditangan, sikapnya berubah tidak terburu-buru, sepasang
mata bersinar seperti kilat, wajahnya tampak sangat serius.

Di dalam hati Pek Soh-ciu diam-diam tergetar, dia tidak menduga nona baju merah yang
secantik dewi ini, ternyata adalah seorang ahli pedang, tentu dia keturunan dari
seorang jago pedang, berbicara soal pedang, dia merasa lebih yakin, tapi latihannya
belum cukup matang, masih belum bisa mencapai menyerang dan menarik diri sesuai dengan
keinginan hati, maka kalau dia sampai melukai lawannya bukankah akan menyesal seumur
hidup, dia jadi merasa ragu-ragu.

Pelayan wanita baju hijau lainnya Cu-soat yang melihat di pinggir, juga merasakan
masalahnya jadi serius, di saat Siau Yam memusatkan tenaga dalam akan menyerang, dia
tidak tahan berteriak keras:

"Siocia tunggu, biar aku bicara dulu dengan Ciu Siauhiap."

Bertarung bukanlah maksud hatinya Siau Yam, bisa berunding tentu saja adalah hal yang
paling baik, maka dia
mengeluarkan suara dengusan sekali, tenaga dalam yang sudah di pusatkan menjadi buyar
kembali.

Cu-soat maju dua langkah, menghormat pada Pek Soh-ciu berkata:

"Cu-soat memberi hormat pada Siauhiap."

Pek Soh-ciu juga mengepal sepasang tangan berkata:

"Nona tidak perlu sungkan."

"Tadi nonaku mempersilahkan Siauhiap bersama-sama pergi ke Hun-sie, Siauhiap harap


jangan menolaknya."

"Hm...!" Pek Soh-ciu dengan dingin berkata, “Apa kau takut pedang nonamu melukai aku?"

"Nonaku apakah bisa melukai Siauhiap, aku tidak berani sembarangan mengatakan, tapi
jika dua macan berkelahi, pasti ada satu yang terluka, Siauhiap dengan nonaku kan tidak
perlu bertarung mati matian!"

"Kata-kata ini walau tidak salah, tapi masa-lahnya adalah nonamu tidak bisa
menerimanya!" kata Pek Soh-ciu tawar

Cu-soat tertawa berkata:

"Asalkan Siauhiap mau bersama-sama pergi ke Hun-sie, Siocia kami tentu tidak akan
menggunakan pedangnya."

Pek Soh-ciu tampak sedikit marah berkata:

"Apakah ini ancaman?"

"Tidak, karena memang seharusnya."

"Aku ingin mendengar penjelasannya."

"Kek!" Cu-soat berkata, "Kita orang-orang persilatan yang diutamakan adalah menerima
budi harus

membalasnya, Siauhiap tentu tidak akan menyangkalnya?”

“Budi Mas makanan?"

"Bukan hanya makanan, Siauhiap apakah lupa kejadian semalam?"

"Ini......"

"Hai... Siauhiap ahli silat juga ahli sastra, seharusnya tahu masalah sopan santun..."

"Aku sudah katakan, aku ini tidak sengaja."

"Tapi tanpa alasan, sulit menutup mulut orang, kesalahan yang tidak disengaja,
bagaimana bisa membuat orang percaya!"
"Lalu.. .menurut pendapatmu bagaimana?"

"Peristiwa kemarin malam, walau pun Siauhiap tidak menyatakan penyesalan, tapi jika
tersebar di dunia persilatan, walau nonaku menggunakan air kali, empat lautan, mungkin
tetap tidak akan bisa membersihkan noda yang dia dapat, jika benar demikian, bagaimana
Siauhiap bisa begitu saja meninggalkan?"

Pek Soh-ciu tidak bisa berbuat apa-apa lagi dia mengeluh:

"Dengan demikian, aku terpaksa dengan tubuh yang berdosa, menuruti apa kehendaknya."

Siau Yam mencibirkan bibir munggilnya, mendengus perlahan:

"Tidak butuh......" Tapi dia menatap dengan sorot mata yang senang, lalu melirik pada
Pek Soh-ciu, mencabut pecut yang ada dipapan pintu, membalikkan kepala memberi perintah
pada Cu-soat:

"Siapkan kuda untuk Ciu Siauhiap, kita berangkat......"

Jarak perjalanan sepuluh lie, dalam sekejap sudah sampai, Hu-in menyambut dan membawa
mereka ke satu penginapan yang dinamakan Sang-goan, tiga kamar diatas dengan satu
pekarangan, keadaannya tampak sangat tenang.

Hun-sie berada dalam kabupaten Yong-an di masa dinasti Han, sampai dinasti Sui baru
diganti nama jadi Hun-sie, dia termasuk daerah Leng-hun salah saru lembah ilatar dari
dua belah provinsi Soa-say, dengan pendapatan daerah yang sangat besar, merupakan
daerah penting provinsi ini.

Sejak meninggalkan tempat menginap semalam, l'ek Soh-ciu seperti manusia besi, dia
menutup rapat mulutnya, tidak mengeluarkan satu patah kata pun, saat ini dia
menjatuhkan diri diatas ranjang, kedua mata melotot besar menatap keatas langit-langit.

Seharusnya pada usia seperti dia ini, tidak mengerti apa yang namanya kepusingan, namun
kenyataannya

rumahnya hancur anggota keluarganya meninggal, tubuh dia dipenuhi bara dendam, satu-
satunya orang yang paling dekat, paman Hong juga tidak tahu keberadaannya, juga tidak
tahu apakah masih hidup atau tidak, entah kapan dia bisa bertemu lagi, sekarang dia
malah mendapat masalah yang tidak enak ini, bagaimana dia bisa tidak pusing, bagaimana
dia bisa tenang?

Sebelum dia berhenti berpikir lama, mendadak terputus oleh satu suara ringan, dan
setelah suara ringan Itu terdengar, melayang keluar satu bayangan yang mengejutkan.

Dia merasa aneh, lalu bangkit duduk, menatap bengong pada bayangan cantik yang berdiri
di depan pintu, beberapa saat......

"Masih marah padaku?"

Suara yang lembut dan merdu itu, seperti mengandung tenaga gaib yang tidak bisa
ditolak, maka dia batuk pelan sekali, berkata:

"Aku hanya merasa lelah, mana mungkin marah pada nona Siau."
"Kalau begitu, hayo temani aku keluar jalan-jalan, bagaimana?"

"Tapi......"

"Di kehidupan manusia delapan atau sembilan dari sepuluh adalah hal yang tidak enak,
keluar jalan-jalan merupakan satu cara yang bagus untuk meng-hilangkan kepusingan,
ayolah.."

Dalam keadaan tidak bisa menolak, dia terpaksa mengikuti Siau Yam keluar dari
penginapan, tapi pikiran nya tetap seperti kuda yang tidak diikat, terhadap bermacam-
macam orang, barang-barang dagangan yang beraneka ragam, dia hampir seperti tidak
melihatnya, sedikit pun tidak ada gairah untuk melihatnya.

Setelah melewati dua jalur jalan, mereka sampai di sebuah lapangan di depan kelenteng,
di sana ada beberapa kelompok orang, sedang menonton pertunjukan berbagai macam
akrobat.

Siau Yam seperti seekor kupu-kupu indah, di dalam kerumunan orang menerobos kesana
menerobos kesini, tapi Pek Soh-ciu malas-malasan, tidak dapat mengikuti kecepatan
geraknya, ada beberapa kali hampir saja Pek Soh-ciu kehilangan jejaknya, karena dia
mencarinya terus, baru bisa terhindarkan terpisah di dalam kerumunan orang, sehingga
dia mencibirkan bibir, dengan tidak senang berkata dingin:

"Kau ini mengapa? Tidak mau menemani aku bermain ya sudah, jalan, kita pulang saja."

Pek Soh-ciu belum keburu menjawab, di dalam

kerumunan orang muncul seorang pemuda tampan berbaju biru, sambil tertawa melanjutkan
perkataannya:

"Adik kecil, tidak perlu marah. Kalau dia tidak mau menemanimu bermain biar aku yang
temani, kita main kesana."

Siau Yam mengangkat alis, berkata dingin:

"Siapa kau?"

Pemuda baju biru dengan sombong sambil tersenyum berkata:

"Aku adalah Siauya perkumpulan Ci-yan (Walet Ungu.), she Liu nama Ti-kie, adik kecil,
siapa namamu?"

"Ooo!" Siau Yam bersuara sekali, "Ternyata Liu Siauya, sungguh tidak sopan sekali."

"Ha ha ha!" Liu Ti-kie tertawa, "walau aku punya kedudukan tinggi di dunia persilatan,
tapi suka berteman dengan adik kecil secantik kau ini, nanti kita bisa bermain ke
seluruhnegri, aku pasti bisa membuat-mu senang."

Mata Siau Yam yang jeli berputar berkata:

"Betulkah?"

Liu Ti-kie menepuk dada:

"Tentu saja, kau ingin bermain apa pun boleh, orang she Liu tidak akan mengecewakanmu."

"Bagus kalau begitu, sekarang silahkan kau itu merangkak tiga putaran ditanah, dan juga
harus sambil mengonggong, bagaimana? Siauya."
Wajah Liu Ti-kie berubah warna:

"Adik kecil! Aku dengan tulus ingin berteman dangaumu, jika kau sengaja mau
mempermainkan, he..he..”

Siau Yam dengan tenang berkata:

"Mana berani aku mempermainkan Siau-kaucu Liu yang punya kedudukan tinggi di dunia
persilatan, sesungguhnya orang yang ingin berteman dengan aku, harus menuruti
aturanku."

"Hm...!" Liu Ti-kie berkata lagi:

"Bocah yang pakai baju putih itu, apa juga pernah merangkak di tanah sambil
menggonggong?"

"Aturanku, berbeda-beda tergantung orang-nya."

"Apa maksud kata-kata ini?"

Siau Yam dengan sinisnya mencibir bibir:

"Apa ini masih perlu dijelaskan? Karena kau seperti anjing, tentu saja kau harus
menggonggong."

Liu Ti-kie jadi naik pitam:

"Baik, rupanya jika tidak diberi pelajaran, kau masih belum tahu setinggi apa langit,
setebal apa bumi!"

Begitu habis perkataannya, telapak tangan kanan nya mendadak diulurkan, lima jarinya
seperti kail mirip tinju, seperti kilat menyabet ke arah pundak Siau Yam.

Orang mengatakan, seorang ahli sekali bergerak, sudah tahu isi atau tidak lawannya, Liu
Ti-kie Siauyanya perkumpulan Ci-yan, rupanya tidak asal gagah-gagahan, melihat dia
mengeluarkan jurus, memang cukup berilmu, sayangnya dia bertemu dengan Siau Yam, jika
di ganti oleh

orang lain, mungkin sulit dapat menghindarkan cengkeraman hebat ini.

Saat ini Siau Yam sudah tidak tampak main main lagi, sepasang mata seperti senter,
dengan tenang menatap telapak kanan yang datang menyerang, benar saja tidak menunggu
jurusnya sampai, lengan kanan dia mendadak turun ke bawah, lima jari dengan kuat
dijentikan keluar, angin kuat melesat menutup kearah jalan darah penting di bahu Siau
Yam.

"Hm...!" Siau Yam mendengus, pinggangnya sedikit di turunkan ke bawah, telapak kiri dan
kanan disodokkan keatas, sepasang jari disatukan seperti pisau, mengarah jalan darah di
lengan Liu Ti-kie memotongnya, serangan balik dia ini, waktu dan tenaganya tepat
sekali, tapi lima jarinya Liu Ti-kie, malah bisa berobah dari jurus sebenarnya menjadi
jurus tipuan, lengan kanannya mendadak ditekan ke bawah, jalan darah di bawah pinggang
Siau Yam hampir semuanya di bawah ancaman tenaga jarinya Liu Ti-kie.
Wajah Siau Yam berubah warna, dia tidak menduga Liu Ti-kie dalam satu jurusnya, bisa
mengandung perobahan jurus yang begitu hebat, segera dia membentak, telapak kiri dari
jarinya berobah jadi kail, dengan kuat mencengkram pergelangan lawan, telapak tangan
bersamaan waktu dilayangkan, satu tenaga angin yang kuat, menerjang ke arah dadanya Liu
Ti-kie.

Mereka berdua adalah angkatan muda yang hebat di antara angkatan muda dunia persilatan
masa kini, begitu bertarung jurus-jurus anehnya sudah keluar semua, keadaan sangat
menegangkan sekali, sehingga orang yang menonton di sekeliling matanya jadi kabur,
sampai nafas pun tidak berani keras-keras.

Adat masyarakat Soa-say kebanyakan panas, disana banyak berdiri perguruan silat, setiap
orang hampir bisa dua tiga jurus silat, tapi buat tingkat seperti Siau Yam dan Liu Ti-
kie yang berilmu setinggi ini, mereka seumur hidup baru kali ini menyaksikannya, walau
tidak ada seorang pun yang berani mengeluarkan suara, tetap saja orang berkerumun
banyak sekali, di depan kelenteng menjadi sesak tidak bisa dilewati orang.

Dalam sekejap tiga puluh jurus telah lewat, Liu Ti-kie sudah lebih banyak bertahan dari
pada menyerang, dia terjerumus ke dalam keadaan yang sangat tidak menguntungkan,
kelihatannya tidak akan bertahan lebih dari dua puluh jurus lagi, Siauya Liok yang
angkuh ini, akan mengalami kekalahan, dipermalu-kan oleh remaja wanita yang tidak
ternama ini.

Mendadak terdengar satu teriakan keras, tiga orang laki-laki besar berbaju ringkas
keluar dari kerumunan orang, seorang diantarnya memegang senjata rantai dengan kuat
diayunkannya, rantai dijulurkan hingga lurus, menusuk ke arah punggung Siau Yam, dua
orang lagi menggunakan golok berpunggung tebal, juga bersamaan dari dua arah kiri dan
kanan, menyabetkan goloknya pada kiri dan kanan pinggang Siau Yam.

Dengan tingkat ilmu silat Siau Yam, memang lebih tinggi beberapa kelas dari pada Liu
Ti-kie, jika kedua belah pihak bertarung dengan tangan kosong, dia pasti bisa
mengalahkannya dalam lima puluh jurus, tapi saat ini mendadak lawan bertambah tiga
orang, dan semuanya menggunakan senjata, walau ilmu silat dia lebih tinggi juga sulit
bisa menahan serangan keroyokan ini, maka serangannya jadi tertahan, sekejap saja
keadaannya menjadi berbahaya.

Di depan tontonan banyak orang, empat orang pesilat bertubuh besar, menyerang seorang
wanita kecil, sungguh sangat tidak pantas, tapi masing-masing orang itu seperti hanya
menyapu es di depan pintu sendiri, walau pun ada orang yang bersimpati, tapi siapa yang
mau melibatkan diri pada pertikaian dunia persilatan?

Di saat orang membicarakannya, mendadak terlihat satu bayangan putih masuk ke dalam
arena pertarungan, kemudian terdengar beberapa jeritan mengerikan, pertarungan yang
sengit itu, mendadak berhenti, yang membuat orang jadi heran adalah tiga orang laki-
laki besar yang bengis itu, semuanya sudah tergeletak diatas tanah, dibandingkan dengan
mayat, mereka hanya punya kelebihan satu nafas saja.

Liu Siauya dari perkumpulan Walet Ungu bengong seperti patung, wajahnya penuh dengan
sikap ketakutan.

Di sisi lain, kecuali wanita baju merah Siau Yam yang ikut bertarung, hanya ada seorang
remaja tampan berbaju putih yang berdiri santai. Jelas tiga orang anak buahnya Liu Ti-
kie sudah dirobohkan oleh remaja berbaju pulih ini.
Liu Ti-kie terdiam lama lalu dengan mendengus berkata:

"Tidak diduga anda adalah seorang pesilat tinggi, marga Liu telah salah menilai orang!"

Remaja berbaju putih berkata dingin:

"Aku orang rendah yang tidak punya nama, tentu saja dipandang sebelah mata oleh
anda......"

Liu Ti-kie mengangkat sepasang alis berkata: "Bocah jangan sombong, jika berani katakan
sebutanmu, marga Liu pasti akan menagih sepuluh kali lipat terhadap apa yang telah kau
berikan."

Remaja baju putih berkata:

"Bagus, asalkan kau berminat, Pek Soh-ciu setiap saat menantinya."

Di dalam hati Liu Ti-kie tahu, remaja berbaju putih yang menyebut dirinya Pek Soh-ciu
memang bukan lawannya, hanya dengan mata melotot bengis dia lalu membopong tiga laki-
laki besar yang terluka, menyusup masuk ke dalam kerumunan orang.

Pertunjukan telah selesai, wajah tampan Pek Soh-ciu kembali menjadi dingin lagi, dia
melirik pada Siau Yam, satu kata pun tidak berkata, langsung jalan keluar lapangan.

Sifat yang dingin dan sombong itu masih bisa dimengerti, tapi tidak memandang
keberadaan seorang remaja cantik, itu adalah hal yang sulit diterima, apa lagi
keadaannya dibawah sorotan mata banyak orang, bukankah ini penghinaan yang amat besar
sekali? maka setelah Siau Yam tertegun sebentar, lalu berteriak dan melayangkan
telapaknya menyerang.

Dalam keadaan marah besar, pukulannya menggunakan seluruh tenaganya, Pek Soh-ciu tidak
menduga nya, tenaga telapak yang amat dahsyat itu, telah mengenai dengan telak di
punggungnya.

"Blek!" Pek Soh-ciu mengeluarkan suara sekali, tubuhnya terdorong maju beberapa
langkah, baru bisa berdiri, pelan-pelan dia membalikan tubuh, menggunakan lengan baju
yang putih seperti es, mengelap darah di sudut mulutnya, sepasang sorot mata yang
tajam, melihat dingin pada Siau Yam sekali:

"Kita masing-masing sudah tidak punya hutang, aku......pamit......" langkahnya sedikit


tidak mantap, sepertinya pukulan Siau Yam tadi, telah membuat dia

terluka tidak ringan, tapi dia sedikit pun tidak menghentikan langkahnya, dengan
memaksakan diri dia meloncat beberapa kali, menghilang di jalan yang ke arah Leng-hun.

Dia telah pergi, tapi hati Siau Yam jadi sangat tidak enak, dua aliran air mata
menyesal, tanpa bisa ditahan mengalir keluar dari sepasang matanya.

"Nona, jangan pedulikan si sombong itu, kita......pergi saja......" Cu-soat di


sampingnya menghibur, tapi tidak ada gunanya, lama, Siau Yam menggigit giginya berkata:

"Baik, orang she Ciu, kita melihat buku sambil menunggang keledai, kita lihat sambil
berjalan."
Malam telah tiba, angin menjadi dingin air pun dingin, di dalam angin gunung dan awan
malam itu, melayang satu bayangan orang seperti asap, terlihat tubuhnya berlari naik
dan turun dengan lincah, dalam sekejap, sudah sampai di bawah sebuah bukit tinggi,
sorot matanya yang seperti bintang dingin, melihat-lihat ke sekeliling, mendadak dia
menghentakan kakinya pada batu gunung, satu garis bayangan putih telah naik keatas,
tapi tubuhnya yang meloncat keatas, malah mendadak herhenti, lalu seperti bintang jatuh
dari langit, berguling guling jatuh ke bawah.

Di bawah gunung adalah batu-batu yang tajam, tajam seperti gigi anjing, dia sudah
mendapat luka dalam, lidak bisa mengerahkan tenaga dalamnya, jika jatuh ke atas batu
yang tajam, maka tidak akan terhindar kan batu lajam akan menembus perut atau dadanya.

Manusia siapa yang tidak akan mati, tapi jika dia harus mati digunung liar ini, sungguh
dia tidak sudi, tapi luka dalamnya sangat parah, membuat dia tidak bisa mengerahkan
tenaga dalam, tidak ingin mati pun

bagaimana bisa! Setelah mengeluh panjang putus asa, sepasang matanya pun dengan sedih
di tutupnya.

Mendadak, dia merasakan tubuhnya ada yang menarik, sepertinya di udara melayang satu
kail dewa, mengail baju putihnya, walaupun dia terluka dalam, dalam keadaan setengah
sadar, reaksinya masih tetap gesit, sepasang matanya masih belum dibuka, sepasang
tangannya sudah melayang-layang sembarangkan menangkap.

Sepasang tangannya yang lemah tidak ada tenaga, sepertinya mengenai sesuatu, di dalam
perasaan dia, ini adalah benda yang empuk, sangat elastis, dia baru saja tertegun,
terdengar suara 'paak', dan dia jadi pingsan.

Angin malam bertiup pelan, bayangan pohon bergoyang-goyang, sinar bulan seperti satu
cermin es, menyorot pada wajah cantik yang dingin, dia berdiri bengong, tidak bicara
dan tidak bergerak, hampir dua jam lamanya.

Lama, alis dia yang hitam indah itu dengan pelan sedikit diangkat, sepasang matanya
yang jernih menyorot satu sinar yang sulit diduga, lalu, dia pelan-pelan menggerakan
tubuhnya, melihat pada remaja berbaju putih yang pingsan dengan sebalnya.

Tapi lirikan menyebalkan ini perlahan berubah, perubahan ini diikuti sorot matanya,
dari dingin lambat laun menjadi lembut, dari lembut menjadi emosi, di dalam sekejap
perubahan-perubahan ini membuat dia sulit bisa menyesuaikan diri, seperti sumur lama
yang terjadi gejolak yang tidak menentu, akhirnya, dia mengangkat remaja berbaju putih
yang bernoda darah itu, beberapa kali loncatan masuk ke dalam satu vihara yang megah.
Dia menaruh remaja berbaju putih dialas ranjang, diam tidak bicara menatapnya. Wajah
dia sedikit pucat sepasang alis yang panjang sampai ke pelipis sedikit mengkerut, di
sudut

mulut dan di atas baju di dada, ada bercak-bercak bekas darah.

Jelas, dia pernah mengalami satu pukulan yang ganas, sehingga mendapatkan luka dalam
yang parah, tadi satu tangkapan yang kurang ajar itu, tentu tidak mengandung sesuatu
penghinaan, kalau begitu, dia tadi dengan marah melempar dia, bukankah sudah jatuh
tertimpa tangga pula?

Menyesal, merasa salah, bercampur dengan kekacauan yang tidak bisa dijelaskan dan tidak
tenang, lama... dia mengeluh panjang dengan sedihnya, lalu dia mengeluarkan satu botol
giok, menyuapkannya padanya dua butir obat mujarab.

Dia sedang menunggu perobahan lukanya, tapi hali yang setenang danau, malah diam-diam
terjadi riak yang kecil, dia ingin menekan riak itu, tapi pikirannya bergejolak,
amarahnya tidak bisa dihentikan, membentuk satu gelombang yang tidak bisa ditahan.

Akhirnya dia membuka mata, sepasang sorot matanya yang penuh kasih, menatap pada wajah
yang tampan, alisnya, hidungnya... sepertinya setiap inci mempunyai daya tarik yang
membuat orang mabuk, seperti orang minum madu, sehingga dengan bengong, matanya tanpa
gerak manatap terus pada dia.

Mendadak, remaja berbaju putih menggerakkan tangan dan kakinya, mengeluarkan suara
keluhan yang pelan, hati dia jadi tergetar, seperti bertemu dengan ular beracun
pinggangnya diputar, tergopoh-gopoh keluar melarikan diri.

Angin menggerakan pohon tua, sinar bulan menyinari jendela, remaja berbaju putih itu
telah lolos dari ancaman dewa maut, seperti telah bermimpi indah, ketika dia membuka
matanya, tempat dia rebah ini, malah membuat dia keheranan.

Ini adalah kamar kecil tempat bersemedi, walau tidak ada selimut sutra, kelambu halus,
hio menyala diatas tempat hio berbentuk hewan, tapi satu titik debu pun tidak ada, bau
hio samar-samar tercium, berada di dalam membuat hati orang merasa jadi lapang dan
segar, tapi, dia tidak ada minat tinggal di tempat yang asing ini, lalu dia berjalan
keluar dari kamar semedi, melangkah masuk ke ruang sembahyang yang penuh dengan asap
hio. Di depan meja sembahyang, bersujud seorang remaja wanita yang hidungnya mancung,
mulut munggil, walau dia memakai jubah nikoh, tapi mempunyai rambut panjang yang hitam
bersinar.

Lampu bersinar jernih, suara ketokan kayu dan doa-doa, adalah satu penampilan yang
serius tidak bisa diganggu, tetapi situasi yang serius ini, tidak menutupi penampilan
dia yang cantik, lama, dia pelan-pelan bangkit berdiri, sepasang matanya dengan penuh
kasih, menatap tajam pada remaja berbaju putih, lalu berkata:

"Sicu, luka dalamnya baru sembuh, masih harus dirawat, angin malam sangat dingin,
silahkan kembali ke kamar semedi untuk istirahaf."

Dengan sepasang alisnya diangkat, remaja berbaju putih dengan wajah acuh berkata:

"Aku masih ada urusan penting, terima kasih atas pengobatannya, budi ini akan kubalas
di kemudian hari."

Begitu perkataannya habis, orangnya sudah berkelebat pergi, sinar lampu masih
bergoyang-goyang, orangnya sudah berada beberapa tombak di luar.

Nikoh remaja tidak menduga, sekali berkata pergi dia langsung pergi meninggalkan,
begitu tidak tahu sopan santun, saat dia loncat keluar vihara, hanya terlihat sinar

bulan seperti air menerangi bumi, bayangan orang itu sudah menghilang!

Malam sangat dingin, gunung kosong hutan tenang, jubah nikohnya yang besar, berkibar-
kibar ditiup angin malam, tapi dia seperti batu gunung yang tanpa roh, sedang berdiri
tanpa bicara.

"Jit-nio (Putri ke tujuh.)......"


Hatinya sedikit terkejut, dengan cepat dia menggunakan lengan baju menyeka air mata
disudut matanya, lalu membalikan tubuh memberi hormat dengan menyatukan telapak tangan
pada seorang pendeta tua berkata:

"Bibi guru......"

"Jit-nio, siapa dia?"

"Tidak tahu......murid tidak tahu......"

"Haii... saat gurumu meninggal, pernah mengatakan kau tidak ada jodoh dengan Budha,
bajumu ada disini, pergilah."

"Bibi guru......aku......"

"Anak itu sangat berbakat, bisa dikatakan jarang yang berbakat seperti itu... aku
mendoakan kau......" tidak menunggu Jit-nio menjawab, dia sudah membalikan tubuh
melayang pergi.

0-dw-0

Suara guntur yang amat keras terdengar, titik hujan sebesar kacang sudah turun ke
bawah, tanah liar yang sangat luas, hampir semuanya tertutup hujan, di dalam hujan
lebat ini, malah ada satu bayangan putih berlari dengan cepatnya, walau seluruh bajunya
sudah basah

kuyup, tubuhnya tetap meloncat-loncat, tetap gesit dan cepat, mengejutkan orang yang
melihatnya.

Akhirnya, hujan berhenti, bulan bersinar kembali, gunung dan hutan yang sudah
dibersihkan oleh hujan, pemandangannya semakin segar.

Pek Soh-ciu sudah menemukan satu tempat untuk berteduh, dia mengambil beberapa batang
kayu, menyalakan api, lalu melepaskan bajunya dan

mengeringkan diatas api.

Mendadak ada angin aneh yang bertiup menerbangkan bajunya, dia seperti kupu kupu yang
amat besar, melayang-layang di udara.

Dia tertegun:

"Sungguh sial sekali, setan juga sampai datang mempermainkan orang, sampai angin dan
hujan juga mengganggu aku!" dia mengikuti bajunya yang melayang-layang, dia berlari
sampai di satu hutan, bajunya di udara mendadak berbelok, masuk ke dalam hutan itu,
sungguh sulit dibayangkan, apakah dihutan ini bersembunyi setan?

Dia mengangkat alisf menyusup masuk ke dalam hutan, matanya melotot mencari kesegala
arah, mendadak hatinya tergetar, ternyata baju putihnya menggantung di atas sebuah
cabang pohon besar, dan ada satu kertas merah, menempel di atas baju, melayang-layang
ditiup angin.

Dia mendengus, mengulurkan tangan menurunkan baju dan kertas itu, dia melihat di bawah
sinar bulan, diatas kertas tertulis begini:
"Masuk kedalam tanah larangan, harus di beri hukuman kecil, bocah! Kau telah terkena
racunku!"

Sungguh mala petaka yang tidak diharapkan, pemilik hutan larangan ini hingga marganya
apa, namanya apa dia juga tidak tahu, tahu-tahu dirinya sudah lerkena racun, jangan
kata dia masih remaja yang emosinya tinggi, walau seorang tua yang bisa menahan diri,
juga sulit bisa menerima hal ini, maka dia mengibaskan telapaknya, dan terdengar suara
sst... kertas yang tipis itu, seperti pisau tajam menancap di atas batang pohon besar.

"Bocah! Tampaknya kau pemarah sekali, hmm......"

Sebuah suara kecil terdengar dari dalam hutan disisi tubuhnya, dia bergerak seperti
elang menerjang kearah datangnya suara.

Terdengar pohon dan daun bersuara sst... sst... tanah liar ini sangat sepi, sampai
seekor burung terbang pun tidak ada, bagaimana mungkin bisa ada orang?

Dia mencibirkan bibir, bibir merah yang seperti memakai lipstik merah, tersenyum dingin
menakutkan orang, sedikit menggerakan sepasang lengannya, seperti asap tipis, melayang
ke atas puncak pohon yang bergoyang-goyang.

Matanya mencari ke segala arah, terlihat diatas tanah liar, sepuluh tombak lebih ada
satu bayangan hitam sedang berlari dengan cepatnya.

"Bangsat keji, jika Siauya bisa menangkapmu, tidak merobek-robek kau itu baru aneh!"
didalam hati sedang bicara, tapi kakinya sedikit pun tidak diam, baju putih melayang-
layang, cepat laksana angin ribut, mengejar dari belakang orang itu.

Namun, bayangan hitam itu seperti air deras awan mengalir, dia hampir mengerahkan
tenaga dalam sampai puncaknya, tapi tetap saja tidak bisa memper-pendek jarak satu inci
pun, dan juga bayangan hitam itu tidak lari hanya lurus saja, dia lari mengitari rimba
ini.

Tanpa alasan meracuni orang, malah masih sengaja mempermainkan orang, bagaimana orang
bisa tahan?

setelah sekali berteriak, dia sudah mengerahkan ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-
tiong-hui.

Ilmu hebat yang hanya dimiliki oleh Sin-ciu-sam-coat, bagaimana pun tidak seperti ilmu
silat biasa, hanya dalam waktu seperminuman teh, dia bukan saja sudah dapat mengejar
bayangan hitam itu, dan juga berhasil menghadang jalannya orang yang melarikan diri.

"Bocah, kau sungguh hebat, aku sampai bisa dihadang olehmu."

Ternyata dia adalah seorang tua yang rambutnya acak-acakan, seluruh rubuhnya kotor
seorang pengemis, melihat usianya, hanya lima puluh tahun lebih, tapi bicaranya seperti
orang tua yang penuh pengalaman sekali.

Pek Soh-ciu mengangkat alis berkata: "Kita sama sekali belum pernah bertemu, anda malah
mencuri baju dan meracuni aku, melakukan tindakan yang sangat hina, jika anda tidak
bisa memberikan alasan yang tepat, jangan salahkan aku bertindak kejam."

Pengemis itu membuka mulut tertawa keras beberapa saat berkata:


"Bagus, aku orang tua sudah berkelana di dunia persilatan puluhan tahun, akhirnya malah
masih membuat seorang angkatan muda meminta pertanggung jawaban, sungguh zaman sudah
berubah, hati orang sudah tidak seperti dulu lagi."

"Hm...!" Pek Soh-ciu dengan angkuh, "Aku tidak ada minat bertengkar denganmu, berikan
obat penawar racunmu, mungkin kita masih bisa merundingkannya."

Pengemis merasa aneh berkata: "Obat penawar? Kau ingin obat penawar racun apa? Aku
orang tua sampai haus ingin minum lapar ingin makan juga harus menunggu orang beramal,
kau meminta obat penawar racun padaku, bukankah itu salah alamat!"

Ssst... terdengar suara aneh, Im-cu-kiam sudah dicabut keluar, dalam getaran hawa
pedang nya, samar-samar mengandung hawa pembunuhan, pemuda tampan yang sudah kenyang
mendapat ejekan orang, amarahnya seperti sudah sampai puncaknya.

Wajah pengemis sedikit berubah, tapi lalu dengan cepat kembali keasal wajahnya, penuh
dengan tertawa main-main berkata:

"Bocah, aku orang tua kecuali sedikit miskin, tidak berbeda jauh dengan kau bocah
kecil, jika kau melihat aku tidak berkenan dihati, kita kakek dan cucu bisa bermain-
main beberapa jurus untuk mencobanya."

Dia menghentikan wajah tidak seriusnya, membalikan lengan merogoh ke belakang, dari
belakang tubuh mengeluarkan sepasang sumpit besar yang hitam pekat, panjangnya sekitar
dua kaki lima inci, kakinya dibuka sedikit, menampilkan posisi siap bertarung.

Melihat senjata yang jarang terlihat itu, dalam hati Pek Soh-ciu diam-diam terkejut,
dia tidak menduga pengemis yang biasa-biasa ini, ternyata adalah Oh-kui (Setan Lapar)
Ouwyang Yong-it yang julukannya setingkat dengan Sian-put-cie (Dewa Miskin), tiga puluh
tahun yang lalu, tapi dia seperti anak sapi yang baru lahir yang tidak takut pada
harimau, tidak peduli kau adalah Dewa Miskin kek, Setan Lapar kek, jika sengaja
menggodaku, meski bukan lawan seimbang juga harus dihadapinya, setelah dia meneguhkan
hati, dia jadi tidak pikir panjang lagi, pedang panjangnya

disabetkan miring, melancarkan jurus Ciu-sui-eng-hong (Angin musim gugur mendadak


bertiup), seperti air raksa tumpah ke tanah menerjangnya.

Oh-kui Ouwyang Yong-it berdiri tegak sepera gunung, menunggu sinar pedang mengurung
tubuhnya, dia baru membagi sepasang sumpitnya ke kiri dan kanan, sekali berputar-putar,
menusuk-nusuk, dalam sekejap dia telah menyerang sebanyak sembilan jurus.

Di dalam hati Pek Soh-ciu terkejut, dia tidak tahu jurus apa yang digunakan Ouwyang
Yong-it, dia hanya merasakan dari lingkaran dan tusukan sepasang sumpitnya, ada angin
bertenaga kuat, mengarah pada ke tiga puluh enam jalan darah penting di seluruh
tubuhnya, jurus Im-cu-kiam yang menakutkan setan dan dewa itu, malah tidak bisa leluasa
dikembangkan, hampir satu jurus pun tidak bisa dipakai menyerangnya.

Tapi walau pun dia baru pertama kali bertemu dengan pesilat yang setinggi ini, dia
tetap bisa tenang, jurus-jurus aneh Im-cu-kiam nya segera dikeluarkan semua.

Bersamaan itu matanya menatap tajam, memperhatikan arah serangan sepasang sumpit
lawannya, dia ingin mengambil kesempatan kekosongan lawan, mencari tilik kelemahan
jurus lawannya.
Tangan kirinya diam diam mengumpulkan tenaga ilalam, lima jari panjang yang kemerahan,
pelan-pelan berubah warnanya, asalkan berubah jadi putih seperti giok, maka dia bisa
menggunakan Pouw-ci-sin-kang, membunuh lawan yang kuat ini.

Tapi Ouwyang Yong-it orang yang berpengalaman, mana mungkin dia tidak bisa melihat apa
tujuannya Pek Soh-ciu, maka dia mempercepat sepasang sumpitnya, menimbulkan suara
gemuruh angin, saat sepasang

telapaknya digerakan, menggetarkan awan mengalir embun berputar, rumput dan batang
pohon beterbangan.

Tekanan yang sebesar gunung ini, memaksa Pek Soh-ciu melangkah mundur ke belakang, tapi
Oh-kui Ouwyang Yong-it sepertinya tidak menyerang sepenuh hati, setelah dia menyerang
beberapa saat, mendadak tertawa keras, tubuhnya mundur satu tombak lebih, menyimpan
sepasang sumpitnya, dengan sorot mata yang dalam menatap PekSoh-ciu berkata:

"Siau Pek, kita tidak perlu menghabiskan tenaga dengan sia-sia, aku juga sudah puas
bermain, mari kita ber bincang-bincang saja."

Pek Soh-ciu marah sampai mengangkat alis berkata:

"Ilmu silatku walau tidak begitu hebat, juga tidak bisa dihina begitu saja oleh anda,
tidak bertarung juga boleh, kita mencoba lagi beberapa jurus dengan tangan kosong."

Ouwyang Yong-it tertegun:

"Seseorang jika ingin sukses, ilmu silat dan kesabaran satu pun tidak boleh kurang, kau
bocah kecil menemani aku bermain beberapa jurus, apakah itu merendahkan harga dirimu?"

"Hm...!" Pek Soh-ciu berkata, "kalau begitu Cianpwee yang sudah diam-diam meracuni aku,
tidak tahu itu harus bagaimana menjelaskannya?"

"Ha ha ha!" Ouwyang Yong-it tertawa keras sejenak, berkata, "bocah bodoh! Jika aku
benar meracunimu, apa kau masih punya nyawa sampai sekarang?"

Di dalam hati Pek Soh-ciu tertegun, diam-diam dia mengerahkan tenaga dalam mencobanya,
benar saja jalan darah dia lancar semua, sedikit pun tidak ada tanda-tanda

terkena racun, maka dia mengepal sepasang tangannya, membungkukkan tubuh:

"Kekesalan Cianpwee telah terpuaskan, aku sekarang pamit saja......"

"Kek!" Ouwyang Yong-it batuk sekali kata-nya, "anak muda segalanya bagus, cuma kurang
kesabaran saja, baiklah, kaki tumbuh ditubuhmu, jika kau tetap ingin pergi, aku orang
tua juga tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kita telah bertemu itu artinya ada jodoh,
apakah kau bisa menyanggupi dua hal padaku?"

Pek Soh-ciu tertegun, berkata:

"Silahkan Cianpwee katakan lebih jelas lagi."

Ouwyang Yong-it berkata:


"Pertama, kau bocah memang orang yang menarik, jika tidak merasa hina berteman dengan
Oh-kui, mari kita bersumpah menjadi teman, kedua, dunia persilatan sekarang ini sedang
terjadi gejolak, menandakan keadaan akan terjadi pertarungan, kau harus berlapang dada,
menanggung tanggung jawab terhadap keselamatan dunia persilatan......" sejenak katanya
berhenti lalu melanjutkan,

"aku masih punya satu urusan ysmg harus diselesaikan, dua tahun dari sekarang, aku akan
ke dunia persilatan lagi mencarimu."

Pek Soh-ciu dengan riang berkata:

"Perintah Cianpwee, Soh-ciu mana berani tidak menurut, setelah dua tahun kemudian aku
tentu akan terhormat mendengar perintahmu, sekarang aku pamit."

Setelah Pek Soh-ciu meninggalkan Ouw-yang Yong-it, dia berlari dengan cepatnya, sampai
langit di timur menjadi putih, baru dia beristirahat di bawah satu lereng gunung.

Tenaga manusia ada batasnya, semalaman tidak tidur tidak istirahat, dan juga telah
mendaki entah berapa banyak bukit, walaupun ilmu silatnya sangat tinggi, tetap saja
merasakan seluruh tubuhnya lelah dan lapar, maka akhirnya dia menutup mata tidur di
bawah satu pohon besar.

Saat sinar matahari menusuk mata, dia baru bangun dari tidur, hal pertama yang harus
dikerjakan, tentu saja mencari makanan untuk mengisi perutnya yang lapar, dia
menelusuri gunung berjalan ke depan, dia menemukan satu kampung kecil yang terdiri
beberapa rumah pemburu, dari dalam bungkusannya dia mengeluarkan sebuah topeng dari
kulit manusia, menyamar sebagai seorang sastrawan setengah baya, sesudah itu baru
mendatangi sebuah rumah gubuk yang pintunya tidak tertutup rapat.

"Apa ada orang? Aku......orang yang numpang lewat......"

Pek Soh-ciu tidak punya pengalaman di dunia persilatan, terhadap hal mengunjungi orang
asing untuk minta makanan, lebih-lebih tidak pernah melakukannya, walau pun dia punya
uang untuk membayar, tapi kata-katanya tetap ada perasaan tergagap-gagap sulit
diucapkan.

"Kreek" satu suara pelan terdengar, sepasang daun pintu dibuka, Pek Soh-ciu melirik
pada orang yang berdiri di depan pintu, tidak terasa mata jadi merasa terang.

Dia adalah seorang nyonya muda yang berhidung mancung beralis seperti bulan,
penampilannya anggun sederhana, di dalam penampilannya yang anggun alami itu,
sepertinya terselubung sedikit kegusaran, dia melihat pada Pek Soh-ciu mau bicara tapi
tidak jadi, lama, baru dengan sedih mengeluh berkata:

"Kau......haai......akhirnya kembali juga..."

"Apa?" Pek Soh-ciu seperti patung batu, sedikit tidak bisa meraba kepala sendiri,
sehingga dengan perasaan aneh berkata, "Nyonya! Kau berkata......aku akhirnya kembali
juga?"

Dia baru saja berhenti bicara, nyonya muda itu mendadak menutup wajah dengan sedihnya
menangis, Pek Soh-ciu terkejut sekali, tidak tahu ada masalah apa membuat dia jadi
menangis sedih, sejenak dia menjadi salah tingkah.
Lama... nyonya muda itu menghentikan tangisnya, kepalanya sedikit diangkat, menampakkan
bunga Li berteteskan hujan, tingkah yang sangat membuat orang kasihan, dengan sedih
menatap dia.

Ini adalah situasi yang sulit bisa dimengerti dia, dan juga keadaan yang serba salah,
dia terdiam sejenak, baru dengan sekali batuk perlahan berkata:

"Hujin ada kesulitan apa, asalkan aku sanggup......"

Nyonya muda itu melotot, dengan nada kesal berkata:

"Meninggalkan rumah selama lima tahun, tidak mempedulikan ibu yang sudah tua dan istri
di rumah, hari ini setelah capai berkelana kembali ke rumah, malah berpura-pura bodoh,
tidak mengaku anggota keluarga, kau......kau sungguh keji sekali."

"Kek, hujin kau......" Dia di buat bengong oleh nyonya muda, menghadapi situasi yang
tidak masuk akal ini, sesaat tidak tahu harus bagaimana menjelas-kannya.

Tiba tiba terdengar suara batuk pelan, dari luar pintu jalan mendekat seorang nenek tua
beruban yang ineinegang tongkat jalan, seorang pelayan wanita kecil berbaju hijau
mengikuti dari belakangnya, berjalan gemetaran mendekati Pek Soh-ciu, dia menghentikan
langkah, dengan sepasang

mata berlinang air mata, memperhatikan Pek Soh-ciu dari atas sampai kebawah, 1ama, baru
dengan suara gemetar emosi berkata:

"Ti-kie! Akhirnya kau kembali juga! Ibu hidup tidak lama lagi, jika kau masih tidak
kembali, itu akan Menyulitkan istrimu."

Wajah Nyonya muda itu menjadi merah, sorot mata yang menyiratkan benci sayang dan malu,
melihat l«jam pada dia, di bibir munggilnya keluar suara pelan " Ibu", lalu dengan
malunya menundukan kepala.

Sampai sekarang Pek Soh-ciu baru sadar, ternyata putri dan neneknya ini salah mengenal
orang, sehingga, dia merubah wajah jadi serius, mengepal sepasang tangan menghormat
berkata:

"Aku bukanlah putra anda......"

Nenek tua menghentakan tongkatnya, dengan suara gemetar berteriak:

"Liu Ti-kie! Kau binatang yang tidak tahu balas budi, bagian mana dari istrimu yang
tidak baik? Kau malah berani menolak keinginan ibu, sudah lima tahun melarikan diri
menghindar perkawinan! Sekarang......heng, malah sampai ibu sendiri juga tidak diakui,
oh Tuhan, keluarga Liu sebenarnya telah melakukan dosa apa.. “

Karena terlalu emosi belum lagi perkataannya habis, mendadak tubuh nenek tua itu roboh
ketanah.

Kejadian ini datang tidak diduga, Pek Soh-ciu tidak bisa diam melihat orang akan mati
tidak menolong, tidak menunggu tubuh nenek tua menyentuh tanah, tubuhnya bergerak, dia
sudah membopong tubuhnya, lalu mengulurkan telapak tangan kanan, menepuk pelan di

punggungnya, nenek tua itu lalu memuntahkan dahak yang kental, sepasang matanya
berlinang air mata.

Pek Soh-ciu mengeluh, dia membalikan kepala berkata pada nyonya muda:

"Harap kau bopong nenek tua masuk ke dalam untuk beristirahat, aku......"

Nenek tua mendadak berteriak:

"Tidak, kau ikuti dia, Siau-ceng! Bopong aku masuk ke dalam."

Siau-ceng adalah pelayan berbaju itu dia menyahut sekali, lalu maju ke depan membopong
nenek tua, berjalan masuk kedalam rumah gubuk.

Nyonya muda melirik Pek Soh-ciu sekali, lalu membalikan tubuh melenggok dengan langkah
pelan masuk kedalam, melihat Pek Soh-ciu tidak mengikutinya, dia menghentikan langkah
dengan sedih berkata:

"Rumah ini sederhana, kau tidak sudi masuk?"

"Hai...!" Pek Soh-ciu menggelengkan kepala berkata:

"Hujin salah paham, aku ini sungguh bukan suami anda Liu Ti-kie......"

"Hm...!" nyonya muda mengangkat alis, dingin berkata,

"walau dibakar jadi abu, aku Tan Li-ceng tetap bisa mengenalmu, haai......"

Mendadak di hati Pek Soh-ciu bergerak, dia terpikir Siauya perkumpulan Ci-yan yang
pernah bertarung dengannya, bukankah namanya Liu Ti-kie? Sehingga, dia tertawa tawar,
terpaksa melepaskan topeng kulit manusia di wajahnya berkata:

"Tidak diduga topeng ini, malah mirip dengan wajahnya suami anda......"

Nyonya muda terkejut dan bengong cukup lama oleh perubahan yang terjadi di depan mata,
lalu dengan sedih mengeluh berkata:

"Kalau begitu, Liu Ti-kie sudah mati?"

Pek Soh-ciu sedikit ragu berkata:

"Aku pernah bertemu dengan seorang yang bernama Liu Ti-kie, apakah dia itu adalah suami
mu, aku tidak berani sembarangan menuduhnya." Lalu dia menceritakan Liu Ti-kie yang
sekarang ini adalah Siauyanya perkumpulan Ci-yan.

Nyonya muda Tan terdiam beberapa saat, katanya:

"Bisakah beritahukan nama tuan?"

"Aku Pek Soh-ciu penduduk kota kuno Soa-say."

"Aku ada satu permintaan, tidak tahu apakah Siauya bisa menerimanya?"

"Asalkan di dalam kemampuanku, tentu tidak akan mengecewakan hujin."

"Haai... nenekku mengharapkan putranya pulang sudah lima tahun, sehingga mata hampir
buta oleh air mata, jika mendadak tahu Siauya bukan Liu Ti-kie, pukulan yang sangat
berat ini, pasti tidak akan bisa diterima oleh orang tua yang tidak lama lagi akan
mati, sehingga,......"
"Maksud nyonya, adalah......"

"Jika Siauya sementara bisa menggantikan suami ku, bukan saja akan menyelamatkan satu
nyawa......"

"Ini......Haai, aku punya dendam yang harus dibalas, sungguh tidak bisa tinggal lama
disini, apa ......"

"Asalkan menunggu beberapa hari, aku bisa pelan-pelan menjelaskan pada nenek masalah
sesungguhnya, mengenai.. .kita.. .Siauya tidak perlu khawatir."

Pek Soh-ciu dengan terpaksa mengeluh lagi, diam-diam memakai kembali topeng kulit
manusia ke wajahnya.

"Siauya, silahkan..." Tan Li-ceng gembira. Dia membawa Pek Soh-ciu ke sebuah kamar
tidur, lalu menyiapkan makanan dengan langsung turun tangan sendiri, dia melayani Pek
Soh-ciu hingga membuat Pek Soh-ciu jadi merasa tidak tenang, tapi dia telah menyanggupi
permintaannya, terpaksa selama beberapa hari ini diam-diam dia menahan diri, di dalam
keadaan tidak ada kegiatan ini, dia memusatkan seluruh pikirannya pada empat jurus
hebat yang ada di atas Potaw long-tui, setelah siang malam mempelajarinya, akhirnya dia
mendapat hasil lumayan.

Suatu kali di saat bangun dari bersemedi, tampak Tan Li-ceng berada di hadapannya
sedang memegang cangkir teh, dia berdiri di pinggir ranjang, sepasang matanya yang
sejernih air dengan penuh rasa cinta menatapnya.

"Hujin seperti......kek, kek, aku sungguh sulit menerimanya......." dengan sopan dia
menolaknya, terhadap rasa cinta seperti ini, dia merasa sulit menikmatinya.

Tan Li-ceng sedikit tersenyum, lalu duduk disisinya:

"Walau pun pura-pura menjadi suami istri, melaksanakan kewajiban suami istri juga tidak
halangan, mengapa kau harus begitu sungkan?"

"Tidak." Kata Pek Soh-ciu dengan tegas, "ini adalah siasat yang terpaksa dilakukan
sementara, kita bukan saja tidak boleh melakukan kewajiban suami istri, orang lain

juga tidak boleh tahu, jika tidak, di kemudian hari nanti, meski kita menjelaskan
bagaimana pun suamimu tidak akan bisa mempercayainya!"

Tan Li-ceng sudah bertekad, katanya:

"Liu Ti-kie berhati kejam, sampai ibu yang sudah tua hampir mati pun ditinggalkan dan
tidak dipeduli-kan, mana mungkin bisa dia ingat aku orang yang sial ini, Siauya jika
tidak merasa......"

Pek Soh-ciu dengan wajah serius berkata:

"Hujin salah, orang she Pek bukanlah seorang yang suka merebut istri orang!" dia
bangkit meloncat, mengambil bungkusan dan pedang yang digantung di dinding, langsung
berlari keluar pintu.

Dia sudah mengampil keputusan, ini adalah tindakan yang pintar, dia tidak mau melupakan
dendam tanpa membalasnya, dia tidak mau ditempat ini mendapatkan nama buruk, maka dia
memilih jalan yang benar, berlari ke arah selatan, menelusuri Leng-hun, kota Keng,
langsung menuju Song-ciu

0-0dw0-0

Sinar pagi yang indah, diam-diam merayap naik keatas puncak bukit Siau-su, di dalam
kuil Siau-iim yang namanya menggemparkan dunia persilatan, terdengar suara sembahyang.

Suara lonceng yang damai dan agung terdengar]

berdentangan, menyebar ke segala arah tanpa bisa dihentikan, membuat orang terhadap
gunung dengan ternama kuil bersejarah ini, timbul satu perasaan yang memujanya.

Namun suara sembahyang itu, mendadak terhenti di tengah, di depan kuil yang terhormat
dan tenang ini, keluar sekelompok hweesjo dengan wajah gelisah, mereka mengangkat
kepala melihat jauh ke atas langit, sepertinya di puncak bukit gunung yang ternama ini,
terjadi sesuatu hal yang aneh.

Memang tidak salah, diatas puncak bukit Siau-su muncul seekor kuda putih, yang
meringkik sambil mengangkat kepalanya, penampilannya sangat gagah, sepertinya sedang
menantang para hweesio Siau-lim.

Dan diatas kuda putih, duduk seorang remaja berbaju putih, bajunya berkibar-kibar
ditiup angin di bawah sinar mentari yang menerangi seluruh gunung, lampak gagah seperti
dewa, para hweesio Siau-lim yang melihatnya hatinya berdebar-debar, wajah menjadi
tegang.

Tiba-tiba, satu suara siulan nyaring, terdengar dari kejauhan di puncak bukit Siau-su,
tubuh remaja berbaju putih sudah melayang dari atas kuda, di bawah sinar pagi yang
cerah persis seperti dewa terbang di siang hari.

Di udara dia melakukan satu belokan, sepasang lengannya sedikit dibuka, menggetarkan
pelan lengan baju yang besar, rubuhnya bergerak cepat laksana kilat menyambar, dalam
sekejap seperti segumpal kapas, melayang ringan turun di depan para hweesio yang
wajahnya sedang tegang itu.

Hweesio kuil Siau-lim yang mempunyai kepandaian hebat banyak sekali, namun, ilmu
meringankan tubuh sehebat remaja berbaju putih ini, mereka baru pertama kali
menyaksikannya, maka dalam ketakutannya, mereka menambah kewaspadaannya.

Mata remaja baju putih seperti kilat menyambar, dengan angkuh melirik pada para hweesio
Siau-lim berkata:

"Siapa yang menjadi ketua perguruan Siau-lim, aku ada hal ingin bertanya padanya."

"O-mi-to-hud" sebuah ucapan Budha terdengar, lalu keluar seorang hweesio tua yang
wajahnya bulat seperti bulan purnama, dia menegakan telapak tangannya memberi hormat:

"Pinceng Pek Hui, sebagai ketua Siau-lim, Sicu kecil ingin bertanya apa?"

Remaja berbaju putih melihat pada Pek Hui taysu, wajahnya jadi dingin, lalu berkata:
"Aku tidak bermaksud membunuh orang, asalkan hweesio mau menjawab dengan jujur beberapa

pertanyaanku."

Pek Hui taysu berkata:

"Seorang hweesio tidak akan berkata tidak jujur, yang aku tahu pasti aku katakan."

"Bagus, mohon tanya, ketua kuil terdahulu anda Pek Leng taysu mengapa bisa menghilang?"

"Sicu kecil ada hubungan apa dengan Sin-ciu-sam-coat?"

"Harap hweesio jawab dulu pertanyaanku."

"Kakak sepergumanku diundang orang untuk mengunjungi Sin-ciu-sam-coat, tapi begitu


pergi lalu...”

"Ha ha ha... berkunjung! Dengan memakai topeng, berkomplot melakukan pembunuhan,


kunjungan apa yang dikatakan oleh hweesio?"

Wajah Pek Hui taysu berubah: "Hong-thio Siau-lim terdahulu, kedudukannya sangat tinggi,
Sicu kecil bagaimana bisa sembarangan menuduh orang!"

Remaja berbaju putih dengan sinis mendengus dingin:

"Aku masih belum mengatakan masalah mereka menggunakan Ngo-tok-cian, dan secara
sembunyi-sembunyi menyerang, terhadap kuil anda aku sudah memberi muka."

"Lalu dimana Suhengku sekarang?"

"Walau Sin-ciu-sam-coat, tidak bisa lolos dari serangan keroyokan hina ini, tapi para
penyerang gelap ini, tidak satu pun bisa menyelamatkan jiwanya......"

"Apa Sicu kecil keturunan Sin-ciu-sam-coat? Kalau begitu Suhengku pasti dibunuh oleh
Sin-ciu-sam-coat!"

"Apakah aku keturunan Sin-ciu-sam-coat atau bukan, aku tidak bisa memberitahukan
sekarang, tapi Suhengmu, Pek Leng taysu bukan mati di tangan Sin-ciu-sam-coat."

"Siapa yang telah membunuh kakak Suhengku?"

"Lak-jiu-jin-wan Giam Pouw."

"Sicu kecil menyaksikan dengan mata kepala sendiri?"

"Percaya atau tidak terserah."

"Sicu kecil masih ada urusan apa?"

"Aku ingin tahu, dulu Suhengmu sebenarnya diundang oleh siapa ?"

"Aku tidak mengetahuinya."

"Kalau begitu terpaksa aku menggunakan kekerasan!"

"Sicu kecil ingin bagaimana?"


"Gigi dibalas gigi, mencuci kuil Siau-lim dengan darah......"

"O-mi-to-hud, Siau-lim bukan tempatnya untuk sicu kecil membuat onar!"

"Ha ha ha, tujuh puluh dua jenis ilmu hebat dari kuil Siau-lim, tidak satu pun yang
tidak mengejutkan dunia, jika aku tidak mencobanya sendiri, mungkin seumur hidup aku
akan menyesal! Hweesio bersiaplah." perkataannya belum habis, sepasang telapaknya telah
melancar-kan serangan, dua tenaga tersembunyi, satu keras satu lembut, seperti
gelombang samudra menerjang kearah dada Pek Hui taysu.

Pek Hui taysu mendengus, lalu mengibaskan lengan bajunya, pukulannya remaja berbaju
putih yang keras dan dahsyat, seperti kerbau tanah, sungai masuk ke laut, segera
menghilang tidak berbekas, tapi tenaga yang lembut malah menerobos masuk di antara
tenaga dalam Pek Hui taysu, tenaga yang sangat lembut tapi bergelombang itu, tetap
menerjang kearah Pek Hui taysu.

Pek Hui taysu diam-diam terkejut, tubuhnya tidak goyah Kim-Kong-cu-tee (Kim-kong
menancap di tanah.) segera bereaksi, walau demikian tubuhnya bergoyang dua kali, baru
dapat menghilangkan tenaga lembut yang dahsyat itu.

Seorang ketua perguruan yang begitu agung

kedudukannya, ilmu silatnya bisa di bayangkan tinggi apa, tapi hanya dalam satu jurus,
telah diungguli oleh seorang remaja yang tidak ternama, kejadian ini membuat wajah para
hweesio Siau-lim yang kaku tanpa ekspresi, segera menunjukkan wajah terkejut dan
gentar.

Wajah tampan remaja berbaju putih yang dingin seperti es, jadi menambah rasa dinginnya,
dia memutar telapak tangan kanannya, akan kembali menyerang, tiba-tiba penyambut tamu
Siau-lim Pek Kuo taysu meloncat keluar berteriak:

"Sicu kecil tunggu dulu, aku masih ada hal yang ingin ditanyakan."

Remaja baju putih menarik kembali lengan kanannya, berkata dingin: "Silahkan katakan."

"Tadi ketua kami pernah menanyakan apa hubungannya Sicu kecil dengan Sin-ciu-sam-coat,
Sicu kecil masih belum menjawabnya!"

"Apa hweesio merasa ini sangat penting?"

"Betul, Sicu kecil mengapa mencari perguruan kami untuk balas dendam, pasti ada satu
alasan yang sangat penting?"

"Apakah tidak bisa karena di dorong oleh rasa ingin tahu?"

"Hanya karena rasa ingin tahu, lalu Sicu kecil melakukan pembunuhan besar-besaran?"

"Ini harus melihat bagaimana sikap kuil anda, jika kuil anda bisa menjawab dengan jujur
pertanyaanku, Pek Soh-ciu tidak ada minat melakukan pembunuhan besar-besaran."

Wajah Pek Kuo taysu berubah, katanya: "Keturunan Sin-ciu-sam-coat, pasti punya ilmu
silat yang mengejutkan orang, aku ingin mencoba ilmu silatnya Sicu dengan Lo-han-tin
(Barisan Budha suci), tidak tahu Sicu kecil berani tidak?"
Pek Soh-ciu mengangkat alis, matanya mengeluarkan hawa membunuh:

"Bagus sekali, aku sudah datang ke Siau-lim, jika tidak mencoba Lo-han-tin yang
terkenal di dunia persilatan, aku akan menyesal seumur hidup! Hweesio silahkan......"

Pek Kuo taysu mengambil satu tongkat hweesio lain seorang murid yang ada di
belakangnya, lalu tongkatnya di

angkat dan di ayunkan, satu persatu bayangan yang seperti naga meluncur, dan muncul di
depan kuil.

Dengan ilmu terhebat yang dimiliki perguruan silat yang sangat ternama di dunia
persilatan, menghadapi angkatan yang masih sangat muda, tindakan Pek Kuo taysu ini,
bukan saja tidak pantas, malah belum pernah terjadi dalam sejarah, tentu saja, ketua
Siau-lim Pek Hui taysu bisa mencegahnya, tapi baru saja bibirnya terbuka ingin berkata
tapi tidak ada suara yang keluar, akhirnya terjadi peristiwa yang membuat perguruan
Siau-lim mendapat malu.

Pek Soh-ciu sedikit pun tidak gentar menghadapi Lo-han-tin yang terkenal di dunia
persilatan ini, setelah bersiul panjang yang nyaring, tampak baju putihnya melayang
miring, tubuhnya menerjang seperti anak panah, dalam sekejap, sudah masuk ke dalam
barisan yang penuh bayangan golok dan tongkat.

Bayangan tongkat dan golok berputaran, di sekelilingnya terdengar suara shaa... shaa...
para murid Budha yang seharusnya penuh welas asih, telah berubah menjadi penjagal yang
penuh hawa membunuh, mereka membuat barisan menjatukan tenaga dalam di antara mereka
secara aneh. Lalu suara shaa... shaa... yang keluar semakin cepat, dalam barisan Lo-
han-tin sudah menggulung angin kencang. Angin kencang itu berputar putar, makin lama
makin bertambah kencang, jika orang yang di kurung di dalan Lo-han-tin itu tidak dapat
menahannya, hanya dengan tekanan angin kencang ini saja, sudah bisa membuat orang
binasa.

Pek Soh-ciu jadi terkejut, sekarang dia baru tahu Lo-han-tin yang ternama di seluruh
dunia persilatan, memang benar-benar hebat bukan nama kosong belaka, tapi dia tidak
rela mengaku kalah begitu saja, keturunannya Sin-ciu-sam-coat bukan orang yang takut
akan mati! Dia berteriak

nyaring, dengan cepat mengayunkan tangan kanannya, memukul dengan sebuah tenaga keras
yang amat dahsyat.

"Paak!" terdengar suara keras, ternyata pukulannya malah terpental kembali dengan satu
tekanan yang sebesar gunung ikut datang menekannya, dia tidak bisa bertahan terpaksa
mundur beberapa langkah ke belakang.

Sebuah sinar pembunuhan muncul di antara alisnya, mendadak tubuhnya berputar, sepasang
lengan diayunkan, keturunan Sin-ciu-sam-coat yang wajahnya dingin, dalam sekejap
berturut-turut memukul delapan kali, hawa yang dalam seperti lautan, diikuti dengan
suara siulan yang menggetarkan hati dari arah berbeda beda menggulung keluar cepat
seperti kilat.

Serangan cepat beruntun yang menakutkan orang mi, tidak bisa diikuti mata manusia,
barisan Lo-han-tin yang amat kuat, menghadapi serangan beruntun yang icpat dan keras,
dipaksa berhenti berputar.
Hati Pek Kuo taysu tergetar, dia tidak menyangka anak yang masih remaja, bisa memiliki
ilmu silat sehebat ini, tanpa sadar dia mengerutkan alis, timbul niat membunuhnya,
mulutnya berteriak melancarkan jurus Hud-bun-cu-sai-houw (Auman singa dari aliran
Budha), dalam Lo-han-tin pun terjadi perubahan yang drastis.

Sengatan mengalir awan berputar, sinar golok menyilaukan mata, gulungan hawa yang tidak
tampak mendadak seperti muncul dari bawah tanah, dengan dahsyat gelombang pasang, dari
segala arah menerjang kepada Pek Soh-ciu, sepertinya di lapangan seluas sepuluh tombak,
di dalam barisan Lo-han-tin tidak bisa ditemukan sedikit celah pun.

Barisan ini bergerak semakin cepat, begitu berputar satu putaran, gulungan senjata yang
dingin menusuk tulang,

menyerang berturut-turut sembilan jurus. Pek Soh-ciu menghunus Im-cu-kiam, juga


mengeluarkan jurus Im-cu-kiam yang terhebat, tapi setiap menerima satu jurus serangan
golok, dia harus mengerahkan delapan puluh persen lebih tenaga dalamnya.

Waktu terus berlalu, tenaga Pek Soh-ciu juga semakin melemah, keringat bercucuran,
menetes ke tanah yang keras.

Dia tahu keadaannya sangat tidak menguntungkan, bertarung dengan cara keras lawan
keras, dia sendiri pasti sulit bisa menahan sampai seratus jurus lebih, dalam keadaan
tidak dapat berbuat apa-apa, terpaksa dia bertarung sekuat tenaga, segera dia
memasukkan Im-cu-kiam kedalam sarungnya, dari dalam dadanya dia mengeluarkan senjata
Pouw-long-tui, mulutnya berteriak dengan nyaring, Pouw-long-tui yang bersinar hitam,
dengan kecepatan kilat dipukulkan kepada sinar golok dan bayangan tongkat yang ada di
depannya.

Inilah jurus pertama Ciauw-jit-hui-tui (Bor terbang matahari muncul) dari jurus pembuka
Pouw-long-kiu-hoat (Sembilan jurus bor membuka dan membelah), baru saja bor menerjang,
angin dan geledek seperti bergerak, senjata itu seperti batang besi dibakar sampai
merah, mendadak ditancapkan ke air yang dingin, terdengar suara sss... sss...

yang mengerikan bagi yang mendengarnya, begitu sinar hitam sampai, darah dan daging
berterbangan, Lo-han-tin yang amat sangat kuat, di dalam serangan Pouw-long-tui, jadi
seperti kayu lapuk, tidak tahan satu pukulan pun.

Hantaman bor besi yang menggetarkan bumi dan langit ini, membuat Lo-han-tin hancur
tercerai berai, wajahnya Pek Soh-ciu juga telah berubah penuh senyum, bagaimana pun
juga perguruan Siau-lim adalah salah satu perguruan aliran putih, asalkan mau
memberitahu siapa otak yang

secara menggelap menyerang Sin-ciu-sam-coat, dia tidak akan tega membunuh semuanya.

Tapi, tiba-tiba terdengar suara 'traang' yang pelan, senyuman di wajah Pek Soh-ciu
mendadak lenyap, dengan mendengus tertahan tubuhnya maju dua langkah, akhirnya jatuh
keatas tanah.

Perubahan yang tiba-tiba terjadi ini, buat kuil Siau-lim mulai dari ketua sampai ke
bawah, semua wajahnya berubah menjadi pucat, tentu saja, ilmu silat Pek Soh-ciu telah
membuat nama besar kuil Siau-lim jatuh, walau pun demikian para penganut Budha ini sama
sekali tidak mau menyerang secara menggelap terhadap Pek Soh-ciu.

Tapi, anak muda tampan yang berilmu tinggi ini, bukan saja telah terkena sebuah
serangan menggelap, diatas pundaknya juga sudah tertancap sebatang anak panah yang
samar-samar bersinar biru, sedang bergetar.

Para murid Siau-lim yang memimpin dunia persilatan, yang mengaku pembela kebenaran
penyapu kejahatan ini, malah menggunakan Ngo-tok-tui-hun-cian (Tanah lima racun
mengejar roh) yang dipandang hina di dunia persilatan, sungguh ini merupakan satu aib
bagi Siau-lim yang sulit dibersihkan. Seluruh lapangan menjadi hening, ratusan sorot
mata yang memandang hina, melotot marah pada Pek Kuo taysu yang sedang memegang kotak
besi berwarna hitam.

Matahari tidak begitu terik, tapi diatas kepala botaknya para murid Siau-lim, semua
bercucuran keringat, sampai Pek Hui taysu yang sudah tinggi ajarannya hampir tidak bisa
mengatasi keadaan yang memalukan ini.

Lama, Pek Soh-ciu memaksakan diri berdiri, sepasang matanya yang merah darah, seperti
dua panah tanpa perasaan, dengan kebencian yang amat sangat, menyapu

keseluruh lapangan, lalu dia berteriak nyaring, mencabut keluar anak panah di atas bahu
kirinya, sebelah tangannya dengan kuat diayunkan, satu sinar biru melesat menerjang
menuju dada Pek Kuo taysu.

Pek Kuo taysu termasuk salah satu dari lima Tianglo Siau-lim, lemparan Pek Soh-ciu ini
seharusnya sulit bisa berhasil melukai dia, tapi dibawah sorotan mata orang-orang yang
memandang hina padanya, telinga dan matanya seperti kehilangan ketajaman, saat angin
tajam mengenai tubuhnya, ingin menghindar sudah tidak keburu, terdengar suara 'bluuuk',
anak panah beracun itu langsung menancap masuk seluruh-nya di jalan darah Kie-kan-hiat
di dadanya.

Dalam teriakan marah, terdengar satu suara tertawa yang keras yang memekakan telinga,
sinar putih berkelebat, ringan seperti asap, Pek Soh-ciu yang membuat kekacauan yang
belum pernah terjadi sebelum nya pada kuil yang bersejarah ini, seperti kilat
berkelebat menghilang masuk ke dalam hutan yang lebat.

Namun, racun Toan-hun-cauw yang bisa menghilangkan nyawa, adalah racun yang tiada
duanya di dunia, walau dia bisa menutup jalan darah supaya racunnya tidak menjalar,
tapi di dalam sikapnya, dia sudah kehilangan ketenangannya, sampai tenaga dalamnya juga
sudah berkurang banyak.

Dia berlari pontang-panting berjalan di antara hutan pegunungan, terhadap harapan


hidupnya, dia hampir kehilangan kepercayaannya, sebab pamannya yang ilmu silatnya
begitu tinggi, setelah terkena panah Ngo-tok-tui-hun-cian, tetap harus menjelajah ke
seluruh pegunungan, untuk mencari obat penawarnya, ilmu silat dia tidak setinggi
pamannya, dia juga tidak tahu harus mencari obat penawar apa, untuk menawarkan racun
iban-hun-cauw.

Jadi dia bertekad, jika dia seperti hidup tidak, mati pun tidak, lebih baik sekalian
mati saja.

Sebentar dia berlari sebentar berhenti, akhirnya sampai di tepi selatan Huang-ho.

Gelombang air sungai yang keruh mengalir deras, sekali melaju seribu li, tidak
pedulikan sedih atau senang, berkumpul atau berpisahnya manusia, juga tidak mengurusi
perseteruannya di dunia persilatan, tapi ombak itu, putaran air itu, seperti ada
semacam kegembiraan yang sulit dirasakan manusia.
"Haai... pejabat ombak, biarkan aku berteman denganmu saja!" Pek Soh-ciu yang telah
kehilangan semangat hidup, meloncat masuk ke dalam gelombang kisaran besaritu.

Setelah itu, tidak tahu berapa lama dia jatuh pingsan dia kembali sadar lagi. Saat dia
telah sadar benar, dia menemukan dirinya berada diatas sebuah perahu besar bertiang
layar ganda, suara gemercik air sangat jelas terdengar, perahu berlayar dengan cepat,
kelihatannya dia telah ditolong orang.

"Sahabat kau beruntung sekali, air Huang-ho yang berasal dari langit, tapi tidak bisa
membuatmu tenggelam!"

Pek Soh-ciu melihat pada laki-laki besar dengan berewok hitam yang bicara, dia menekan
tubuhnya dengan entengnya meloncat melayang, katanya:

"Aku memang meloncat kesungai untuk bunuh diri, buat apa anda menolongku!"

"Ha, ha ha!" Laki-laki berewok hitam tertawa, lalu berkata, "Huang-ho tidak bertuan,
silahkan saja kalau kau mau terjun lagi."

Satu hawa amarah naik dari perutnya Pek Soh-ciu, dia mengangkat alis, berkata dingin:

"Sekarang ini aku malah tidak mau mati..."

Laki-laki berewok hitam dengan nada dalam berkata:

"Di mata orang pintar tidak bisa ada pasir, sahabat jika pura-pura jatuh ke dalam
air... he he he, itu namanya cari mati sendiri!"

"Hm...!" Pek Soh-ciu berkata angkuh, "kalau begitu, aku terpaksa menerima tantanganmu!"

Mendadak...

"Tuan Tan, mengapa kau ingin mempersulit orang!

Nona menyuruh kau siapkan makanan buat Siauya itu."

Pek Soh-ciu mendengar suara itu membalikkan kepala, melihat seorang gadis berbaju hijau
berlengan baju ketat, dengan pinggang langsing sedang berdiri menatap Pek Soh-ciu
dengan malu-malu penuh rasa cinta.

Di dalam hati Pek Soh-ciu sedikit pun tidak ada perasaan khusus pada wanita itu, tapi
saat ini di dalam perutnya, malah seperti ada gulungan hawa panas yang sulit ditahan,
di dalam hati dia terkejut sekali, bagaimana pun juga dia tidak mengerti dari mana
datangnya bara ini. Dia mengepalkan tangannya, matanya melotot, menggunakan gigi yang
putih bersih menggigit bibirnya, dia ingin menggunakan kekuatan-nya memadamkan gulungan
hawa panas itu.

Tapi laki-laki berewok hitam itu mengira sikapnya seperti melecehkan, mulutnya
berteriak marah langsung menyerang dada Pek Soh-ciu dengan telapak tangannya.

Pek Soh-ciu sama sekali tidak menaruh hati pada laki-laki berewok hitam ini, telapak
tangan kanannya dengan
enteng dibalikan, dan berhasil mengunci pergelangan tangan Laki-laki berewok hitam itu,
telapak tangan kirinya bersamaan dipukulkan ke depan, laki-laki berewok hitam itu
menjerit ngeri, dan roboh mati di tengah sungai.

Terdengar suara teriakan terkejut, berturut-turut keluar tiga orang laki-laki besar
berbaju ringkas sambil mengayunkan senjatanya, menyerang ke bagian tubuh Pek Soh-ciu.

Pek Soh-ciu seperti telah dikendalikan oleh gulungan hawa panas itu, sepasang matanya
seperti mengeluarkan api, ingatannya setengah sadar dia mengeluarkan jurusnya, semua
adalah jurus-jurus dahsyat yang mematikan.

Para pesilat yang ilmunya biasa-biasa ini, mana bisa menahan serangan yang begitu
hebat, hanya dalam waktu sekejap, para lelaki yang ada di atas perahu besar ini
semuanya sudah menjadi mayat, tidak satu pun yang tinggal, perahu besar itu jadi tidak
ada orang yang mengemudikan, hingga perahu itu akhirnya terdampar diatas satu pulau
pasir.

Pembunuhan ini sangat keji, tapi dia seperti masih belum puas, sekali bersiul panjang
seperti naga, dia berkelebat menerjang masuk ke ruang perahu.

Mendadak dua buah pedang tajam dari kiri kanan pintu ruangan menyerangnya, Pek Soh-ciu
tertawa keras, sepasang telapak tangannya di ayunkan kearah kiri dan kanan, dua orang
remaja putri yang memegang pedang, sudah ditotok roboh olehnya.

Di dalam ruangan perahu, ada satu ruangan yang diatur dengan mewah, di atas ranjang
mewah di sebelah kanan, duduk seorang wanita cantik berbaju kuning yang seperti telah
mengenal nya.

Wajahnya berbentuk kwaci, bemulut kecil munggil, sepasang alis yang melengkung di hiasi
dengan sepasang mata yang penuh dengan kepintaran.

Tubuhnya kecil munggil, seluruh tubuhnya dari atas sampai bawah, hampir tidak ada saru
bagian pun yang tidak indah, kecantikannya bisa membuat orang tergila-gila, saking
cantiknya membuat orang tidak berani menatapnya.

Apa lagi penampilan dia yang menampilkan keanggunan alami, samar-samar mengandung
keanggunan yang tidak bisa dilecehkan. Walau Pek Soh-ciu sedang tersiksa oleh gulungan
hawa panas yang membakarnya, tetap saja tertahan oleh keadaan yang tidak ada bentuknya
ini, dia dipaksa menghentikan langkah-nya dalam jarak beberapa kaki.

Nona baju kuning yang seperti pernah dikenal itu, dalam matanya tampak satu perasaan
cinta yang besar, menatap Pek Soh-ciu beberapa saat, lalu berkata:

"Orang yang membunuh harus mati, hukum tidak pandang famili, walau kau ada kesulitan
yang tidak bisa diutarakan, juga tidak bisa sembarangan membunuh orang yang tidak
berdosa!"

Beberapa kata-kata ini, suaranya seperti suara kicauan burung Huang-eng, malah ada
tekanan seperti seberat puluhan ribu kati, dalam sisa kesadaran yang belum hilang,
membuat hati Pek Soh-ciu tergetar. Tapi begitu sorot matanya kembali menatap pada tubuh
yang menggiurkan itu, gulungan hawa panas di perutnya seketika membakar habis
pertahanannya, seperti gunung meletus langsung membakar seluruh wilayah yang terlanda
oleh hawa panas yang bergolak, membuat seluruh kesadarannya hilang, sehingga
tenggorokannya mengeluarkan satu auman seperti
binatang liar, dia meloncat menerkam tubuh yang menggiurkan diatas ranjang itu.

Bersamaan itu suara geledek yang sangat keras mendadak terdengar di atas langit, hujan
angin, tanpa ampun menyapu pulau pasir yang tenang ini...

Perahu besar bertiang layar ganda ini, sepertinya lulak bisa menahan hujan angin ini,
perahunya bergetar dengan kerasnya, diiringi suara rintihan terputus-putus vang membuat
darah orang yang mendengar jadi bergolak.

Akhirnya, angin berhenti hujan pun reda, dunia kembali hidup, tapi, di pulau pasir ini,
di perahu besar ini, inilah tampak berantakan seperti terkena mala petaka, dan di atas
ranjang mewah itu, ada noda darah dimana-mana, membuat orang sekali melihatnya akan
terkejut.

Di atas ranjang tergeletak satu tubuh telanjang yang putih seperti susu kambing, tusuk
kondenya terlepas membuat rambutnya jadi berantakan, wajahnya pucat putih, hujan angin
yang tanpa perasaan sudah membuat bunga yang cantik ini, mendapatkan luka yang tidak
ringan, tapi sikapnya, malah begitu tenang, sepasang mata cantik yang berlinang air
mata masih menyorot kasih yang tidak terhingga.

Pek Soh-ciu telah mengeluarkan gulungan hawa panas di dalam perutnya, dia sudah kembali
menjadi tenang, tapi juga merasakan keletihan yang tiada taranya, lama... dia kembali
sadar, setelah melihat dengan jelas kenyataan yang telah dia perbuat, kenyataan ini
begitu keji, hampir membuat dia tidak percaya alas kenyataan yang sudah terjadi, namun
kenyataan tetap adalah kenyataan yang tidak bisa dihapus, dia terkejut, marah, merasa
bersalah, seperti gelombang-gelombang senjata tajam, tidak henti-hentinya menyerang
kearah dada-nya...

Dia tidak bisa membela dirinya, juga tidak ingin memaafkan perbuatannya yang sangat
kejam, dia mengangkat kepalanya bersiul panjang, menyatukan dua jari seperti pisau,
ditotokan pada jalan darah kematian di atas kepalanya.

Tapi tiba-tiba.....

"Berhenti." Sebuah teriakan merdu terdengar, laksana bedug malam lonceng pagi, yang
mengandung tenaga getaran yang tidak bisa dibayangkan, Pek Soh-ciu merasakan hatinya
tertegun, tanpa sadar menurunkan tangannya.

Mulut munggil suara itu sedikit mencibir sepasang matanya melotot, dengan sangat tenang
dia berkata:

"Kau ingin mati?"

"Benar, aku sudah tidak ada muka lagi hidup dunia."

"Kau kira dengan demikian akan membersihkan dosa-dosamu?"

"Aku seratus kali mati pun tidak akan bisa menebusnya....."

"Hm... tidak salah kata-katamu, jika kau tidak membunuhku, aku akan memberi satu
balasan yang sangat keji padamu."

"Balasan apa pun, aku rela menerimanya."

"Apa perkataan ini sungguh-sungguh?"

"Aku tidak pernah berkata main-main."


"Hm...!" setelah tertawa sinis dia melanjut-kan, "Seorang penjahat yang sembarangan
membunuh orang tidak berdosa, memperkosa wanita yang lemah, juga berani mengatakan
tidak pernah berkata main-main!"

Pek Soh-ciu mengeluh panjang sekali:

"Kesalahan besar sudah terjadi, seratus mulut pun tidak bisa membelanya, aku hanya
berharap nona dengan cepat bisa memberikan kematian padaku....."

"Hm... tidak semudah itu, aku ingin membuatmu bersemangat dan mendapatkan siksaan keji
yang tidak bisa diterima oleh manusia, hingga akhir hayatmu."

Hati Pek Soh-ciu tergetar, dia tidak menduga wanita ini bisa mempunyai hati sekejam
ini, tapi dia memang telah menghancurkan hidupnya, dia ingin membalas dengan cara apa,
sepertinya juga tidak keterlaluan.

Dia masih berpikir, telinganya mendengar lagi satu bentakan:

"Balikan tubuhmu."

Dia menurut, dia menghadap ke sungai yang mengalir deras, tidak tahan di dalam hati
timbul perasaan sedih melihat air sungai mengalir ke timur, melihat manusia mati, tentu
saja, dengan ilmu silat yang dimilikinya, tidak sulit untuk dia untuk pergi begitu
saja, kalau ingin membunuh orang menutup mulut, juga dia bisa dengan mudah
melakukannya. Namun sebagai keturunan dari Sin-ciu-sam-coat, harga diri, semangat
berjuang, walau mengalami seratus kali mati, juga tidak bisa melakukan hal seperti yang
tidak ada perikemanusiaan. Berpikir sampai disini, tidak tahan dia mengeluh panjang.

Mendadak, satu bayangan hitam mendatangi, terbang menuju dia, dengan tanpa perasaan dia
menangkapnya, ini adalah bungkusan kain berwarna hitam, dia membukanya dan melihatnya,
terlihat di dalamnya ada satu baju panjang putih seputih salju, dan satu stel kaos kaki
putih sepatu merah, tidak sadar dia jadi tertawa pahit tanpa suara.

Baru saja selesai mengganti baju lamanya yang robek dan kotor, gorden sudah ada yang
membuka, masuk seorang wanita berbaju kuning dengan rok panjang sampai menyentuh tanah,
wajahnya dingin seperti salju, sepasang matanya bersinar seterang bulan, hidung sedikit
diangkat, mengeluarkan satu suara dengusan dingin berkata:

"Seorang Siauya yang tampan sekali, hanya sayang adalah seorang yang berbaju..."

"Prajurit boleh dibunuh tidak boleh dihina, Pek Soh-ciu walau telah berbuat salah pada
nona, tapi diriku sendiri juga seorang korban!"

"Ooo, kalau begitu, aku telah salah menuduhmu!"

"Hai..."

"Kau telah mendapat kecelakaan apa? Coba kau katakan."-

"Aku dilukai orang dengan Ngo-tok-tui-hun-cian......"

"Dengan kami......ada hubungan apa?"


"Ngo-tok-tui-hun-cian telah dilapisi dengan racun Toan-hun-cauw, karena sudah putus
harapan, maka aku terjun ke sungai untuk bunuh diri, tidak diduga ditolong oleh nona
keatas air......"

"Ternyata..... hai..." Si nona mengeluh, lalu melanjutkan perkataannya, "Toan-hun-cauw


termasuk racun negatif, orang yang terkena racun ini, jika menekannya dengan tenaga
dalam, dan berada di dalam suhu yang lebih rendah dari suhu tubuhnya, maka dia akan
menyusup masuk ke jalur air, melalui Ci-tang, lalu masuk ke dalam Tan-tian, dan membuat
nafsu birahi yang tidak bisa dikendalikan, haai... mungkin ini adalah takdir...."

"Nona, kau...." Pek Soh-ciu tidak menduga wanita lemah ini, malah mengetahui begitu
banyak rahasia ilmu silat. Dia membuka mulut ingin bertanya, akhirnya menahan diri
tidak menanyakan.

Mendadak wajah Nona baju kuning menjadi dingin lagi katanya:

"Tidak peduli kau mengatakan apa, bagaimana pun aku adalah korban yang tidak
berdosa......"

"Benar, selama aku hidup aku pasti akan membayarnya."

"Mengapa! Kau ingin membatalkan janjimu untuk menerima balasan?"

Pek Soh-ciu sejenak merasa tidak ada harapan berkata:

"Aku tidak bermaksud begitu."

"Hm... kecuali kau segera membunuh aku, jika tidak kau akan menerima balasan tanpa
batas waktu."

"Benar, nona......"

"Kau tahu siapa aku?"

"Harap nona memberi tahukannya."

"Ayahku Su Cong-pit, pejabat istana di ibu kota, kakakku bernama Su Yi, panglima yang
berjaga di Tong-koan, namaku Su Lam-ceng, baru kembali dari melancong dengan sepuluh
lebih pengawal yang kubawa, tapi semuanya telah habis dibunuh olehmu, walau aku tidak
berniat membalas dendam, empat lautan yang begini luas, di mana ada tempat kau bisa
berdiri.'"

Pek Soh-ciu menekan perasaan marah dan tidak bisa berbuat apa-apa, katanya:

"Pembunuh harus mati, itu ada didalam hukum, aku tidak ada niat menghindarnya."

Su Lam-ceng mengeluh:

"Dua pelayanku itu, juga tidak lolos dari kekejamanmu."

Pek Soh-ciu berkata:

"Mereka hanya ditotok jalan darahnya, jiwanya tidak terancam." Habis bicara, dari
kejauhan dia mengibaskan telapak tangannya dua kali, tubuh dua pelayan itu bergetar
pelan, lalu keduanya bangkit berdiri, ketika mereka melihat Pek Soh-ciu, mereka
bersamaan mengeluarkan suara terkejut, dan meloncat kesisinya Su Lam-ceng, melotot
sambil mengangkat alis, bersikap seperti akan bertarung mati-matian.

Mendadak, terdengar suara derap kuda seperti geledek, debu berterbangan keatas,
sepasukan kuda berbaju seragam, dalam sekejap sudah sampai di pulau pasir.

Su Lam-ceng sedikit tertegun, dia membalikkan kepala berkata pada seorang pelayan yang
ada disisinya:

"Su-sik, pergilah lihat apakah kakakku yang datang, katakan saja aku ada disini."

Su-sik melirik sekali pada Pek Soh-ciu, saat akan meloncat keluar dari ruang perahu, Su
Lam-ceng dengan wajah serius berkata:

"Sebelum ada izin dari aku, tidak boleh sembarangan berkata pada kakakku, pergilah."

Su-sik mengiyakan lalu lari keluar, dalam waktu sekejap sudah membawa masuk seorang
laki-laki berperawakan besar, memakai baju panjang membawa pedang, orangnya sangat
gagah, memang tidak salah menjadi seorang yang berbakat sebagai panglima, dia
mengangkat alis tebalnya, mata macannya menyapu kesekeliling berkata:

"Ceng-moi, ada masalah apa ini?"

"Hm...!" Su Lam-ceng berkata, "Kau punya berpuluh ribu tentara yang langsung dipimpin
sendiri, disekitar Tong-koan muncul perampok yang merampok dan membunuh orang, kau juga
sama sekali tidak tahu, malah masih ada muka bertanya padaku!"

Pek Soh-ciu tidak bisa menahan diri lagi, dia mendadak melangkah maju dua langkah,
mengepalkan sepasang telapak berkata:

"Aku......"

"Yaa!" Su Lam-ceng bersuara sekali, mengulurkan tangan mencegah Pek Soh-ciu berkata:

"Toako, aku perkenalkan padamu, ini adalah Pek Soh-ciu Siauhiap, jika bukan dia datang
tepat pada waktunya, kau ini sebagai panglima Tong-koan, juga akan terpaksa
mengundurkan diri."

Su Yi tertawa keras:

"Topi hitam Toako ini tidak penting, hanya saja Li Cukat (Wanita pintar) banyak
siasatnya, perhitungannya tidak pernah gagal, mengapa bisa kehilangan tentaranya, dan
terkurung di pulau pasir, ini sungguh diluar dugaan kakak."

Dia menghentikan bicaranya sejenak, sepasang matanya, mendadak menyorot tajam, pada Pek
Soh-ciu membungkuk memberi hormat:

"Su Yi dengan tulus sangat berterima kasih atas pertolongan anda, tidak tahu saudara
Pek berasal dari mana, datang ke Tong-koan ada keperluan apa?"

Wajah Pek Soh-ciu sedikit berubah, di dalam hati berpikir orang-orang pemerintahan,
memang matanya seperti senter, dia mungkin sudah melihat sedikit keganjilan
dari tingkah lakunya Sursik dan Hu-cen dua pelayan wanita, maka dengan tertawa terbuka,
dia berkata:

"Aku tidak bermaksud menutupi kesalahan sebaliknya melaporkan jasa..."

Wajah Su Lam-ceng jadi dingin, dia memotong dengari berteriak pelan:

"Kau ini mengapa, Pek Siauhiap......"

Pek Soh-ciu melihat wajah Su Lam-ceng dingin seperti salju, di dalam hati dia tahu, dia
tidak ingin dirinya bisa mati dengan tenang, jika dia telah menyanggupi menerima segala
balas dendamnya, terpaksa dia menghentikan pembica-raan yang belum selesai.

Saat itu juga Su Lam-ceng telah membalikkan tubuh berkata pada Su Yi:

"Pek Siauhiap orangnya bertanggung jawab sekali, karena tidak bisa menyelamatkan orang
yang mengawal aku jadi merasa bersalah, tapi Toako menanyakan dia sampai keakar-
akarnya, apa tidak takut dianggap tidak sopan?"

Su Yi dengan hati terbuka, tertawa sebentar:

"Baik, baik, semuanya salah Toako, Pek-heng! Mari, kita kembali ke Tong-koan dulu baru
bicara panjang lebar." Dia menuntun tangannya Pek Soh-ciu, segera meninggalkan perahu
naik kedarat, berangkat menuju Tong-koan.

Di Tong-kuan, di istananya jendral muda ini

mengadakan pesta, tapi di dalam obrolannya Su Yi terus memancing, berharap terhadap


masalah kecelakaan di pulau pasir, bisa mendapatkan kabar yang lebih jelas lagi, tapi
Pek Soh-ciu demi menerima balas dendam Su Lam-ceng, selalu dengan aa ee, tidak mau
menjelaskannya, buat

Su Yi terhadap adik kecilnya yang pintar, setiap bertemu masalah dia bisa mengetahui
lebih dulu, sudah menjadi kebiasaannya dia sangat percaya pada adiknya, saat ini
pakaian yang dikenakan oleh Pek Soh-ciu, semuanya pakaian laki laki yang disukai oleh
Su Lam-ceng, tentu saja dia tidak berani kurang ajar terhadapnya, jika Pek Soh-ciu
tidak mau mengatakannya, maka dia juga dengan tertawa menyudahinya.

0-0dw0-0

Waktu cepat berlalu, dalam sekejap sudah tiba musim gugur yang menyebarkan harum wangi
buah Kwi-ci, istana jenderal di dekor meriah, tamu memenuhi ruangan, dibawah genderang
tambur musik, tiba sepasang pengantin baru.

Setelah dua orang pelayan, Su-sik dan Hu-cen memberi hormat pada sepasang pengantin
mereka mengundurkan diri, di kamar pengatin yang ditata mewah ini, hanya tinggal
sepasang pengantin remaja yang berpakaian pengantin.

Orang yang melakukan tebak-tebakan yang salah dihukum minum arak, teriakan gembira
meme-nuhi setiap pelosok ruangan, di kamar pengantin dengan lilin merah menyala, malah
sunyi tidak terdengar suara sedikit pun.

Lama... baru terdengar suara keluhan panjang: "Kau tidak mau mempersunting aku?"

"Aku tidak ada maksud itu."


"Kalau begitu mengapa kau tidak membuka tutup diwajahku?"

Tanpa perasaan Pek Soh-ciu membuka tutup merah yang menutupi wajah istrinya, matanya
sedikit melirik, tidak sadar dia jadi tertegun oleh sebuah wajah cantik yang muncul
dibalik tutup merah itu. Setelah melakukan kesalahan besar di pulau pasir di Huang-ho,
dia selalu menyalahkan dirinya, selalu tidak berani memandang langsung pada Su Lam-
ceng, saat dia melihat lagi wajah yang begitu cantik, dia hampir tidak tahu kaki dan
tangannya dimana harus ditaruh. Su Lam-ceng dengan genit tersenyum: "Mengapa, sebab
pernah mengalami jadi wajah orang baru kalah oleh orang lama, betulkan?"

Wajah Pek Soh-ciu jadi merah, katanya: "Nona secantik dewi, sulit bisa melihat wajah
secantik ini di dunia, mana bisa dibandingkan, tapi......"

"Tapi wanita lemah yang selalu berada di dalam kamar, tidak bisa mendampingi pendekar
besar dunia persilatan?"

"Bukan, hanya saja cara nona seperti ini membalas dendam, membuat aku jadi bingung."

"Terhadap kehidupan sekarang ini, apakah kau merasa puas?"

"Kehidupan seperti ini, memakai baju mewah makanan enak, aku seperti duduk diatas
karpet jarum."

"Tidak salah, baju mewah makanan enak, seperti duduk diatas karpet jarum, ini hanyalah
pembukaan balas dendam."

Hati Pek Soh-ciu tergetar:

"Tujuan nona adalah menghilangkan tujuan besar hidupku, menjadi budakmu?"

"Kau menyesal?"

"Harga yang harus dibayar nona membalas dendam dengan cara seperti ini, bukankah
terlalu mahal?"

"Hm..., wanita mengikuti seorang sampai akhir hayatnya, kau ingin aku menikah dengan
orang lain?"

"Ini..."

"Sudahlah, kita tidak usah membicarakan ini, aku malah ingin mendengarkan rencanamu,
tidak ingin kau kehilangan tujuan besar dan semangat hidup."

"Seluruh keadaan diriku, sudah diberi tahukan dengan jujur......"

"Terjun ke dalam balas dendam saling membunuh di dunia persilatan, membersihkan dan
membalas dendam mengangkat nama baik keluarga, itulah tujuan besar semangat hidupmu!"

"Dendam pembunuh ayah, tidak bisa tidak harus dibalas, apa lagi aku berada di dunia
persilatan, bagaimana bisa tidak mempedulikan kekacauan dan mala petaka yang terjadi di
dunia persilatan?"

"Kau merasa seorang diri kau mampu menyelamatkan keributan dunia persilatan?"
"Manusia berusaha, langit yang menentukan, aku hanya berusaha melakukan semampu
diriku."

"Hm..., Cukat Liang seumur hidupnya berhati-hati, juga tidak luput mengalami kegagalan
di Kie-teng, keberanian seorang manusia biasa, mana bisa selalu berhasil!"

"Maksud nona adalah......"

"Aku ingin kau memperdalam dulu ilmu silatmu, setelah rencananya matang, baru
bergerak."

"Apa nona tidak ingin membalas dendam lagi?" Tanya Pek Soh-ciu

"Siapa bilang? Ini juga salah satu cara membalas dendam."

Terhadap nona bangsawan yang kelihatannya lemah sampai menangkap ayam juga tidak bisa,
sungguh dia tidak bisa menebak dengan betul tujuan isi hatinya, terpaksa dengan sedih
mengeluh:

"Baiklah, tidak peduli apa tujuan nona, aku hanya bisa menuruti apa maumu saja."

"Itu baru betul."

Pelan-pelan Su Lam-ceng bangkit berdiri, dari satu peti kayu merah bunga, dia
mengeluarkan satu dus sutra yang indah, setelah membuka tutup dus dengan jari
munggilnya, menjepit keluar satu botol kecil giok warna putih, dia memberikan botol
kecil itu pada Pek Soh-ciu berkata:

"Bukalah, lalu makan."

Pek Soh-ciu merasa aneh berkata:

"Apa isi didalam ini? Nona."

Alisnya diangkat, mata melotot memberi dia satu pandangan mata putih yang menggiurkan
berkata:

"Obat racun."

"Asalkan perintah nona, walau pun naik ke gunung pisau, turun ke dalam katel minyak,
aku juga wajib melakukan, tidak bisa menolak, apa lagi hanya sebotol obat racun." Dia
membuka tutup botol giok, tidak peduli itu adalah racun yang bisa menembus usus merobek
perut, langsung dihirupnya sampai habis, tapi baru saja masuk ke mulut terasa ada bau
wangi, jelas itu adalah obat, mana mungkin racun! Dia jadi bingung berkata:

"Sebenarnya apa ini? Nona."

Su Lam-ceng tersenyum menekan bibir:

"Ini adalah sari Leng-san-giok-ki (Giok susu dari gunung kepintaran) dari See-ih
(Tiongkok barat), kalau iiiang biasa yang memakannya bisa memperpanjang umur, kalau
orang yang berlatih silat jika memakannya, bisa melancarkan jalan darah bagian bawah
dan atas, membuat jalan darah Jin dan Tok tembus......"
Pek Soh-ciu terbengong berkata: "Benda yang sangat berharga ini, mengapa nona ingin aku
memakannya?"

"Balas dendam!"

"Kek, kek, ini jadi membuat aku seperti berada di kabut sepanjang lima lie, sungguh
tidak tahu di mana timur, barat, selatan, utara."

Wajah Su Lam-ceng mendadak berubah kembali, dengan wajah serius berkata:

"Dengar, pertama, kuberi waktu sepuluh hari untukmu, melancarkan jalan darah atas dan
bawah, menembus jalan darah Jin dan Tok."

Pek Soh-ciu tertegun berkata:

"Ini juga balas dendam?"

"Bagaimana kau tahu ini bukan?"

"Baiklah, aku akan berusaha sebisanya."

"Kedua, mulai dari sekarang, tidak boleh lagi memanggil aku nona, kau sendiri juga
tidak boleh menyebut diri hamba."

"La......lalu panggil apa?"

"Kapan kau pernah mendengar suami memanggil istrinya nona, dan menyebut diri sendiri
hamba?"

"Ini hanya cara no......kau balas dendam, bagaimana bisa dihitung benar-benar suami
istri?"

"Hm... tidak peduli benar atau tidak balas dendam, bagaimana pun kita telah melalui
perintah orang tua, dihubungkan oleh mak comblang dan lalu menjadi suami istri, tentu
saja harus dianggap benar-benar suami istri."

"Perintah orang tua......"

"Walau ayahku jauh ada di ibu kota, dengan pos kilat, kurang lebih sebulan sudah bisa
sampai, apa kau tidak percaya?"

"Ini......"

"Masih ada, ketiga, seluruh keluargaku semuanya orang terpelajar, atas kedudukannya
tidak satupun yang buta huruf, mulai hari ini kau harus masuk sekolah giat belajar,
musim semi tahun depan pergi ke ibu kota ambil ujian."

"Apa? Kau ingin aku belajar menulis, mengambil ujian?"

"Tidak salah? Apa ini tidak bagus?"

"Kek, no......Lam-ceng, aku tidak ada niat duduk di pemerintahan, buat apa kau
mempersulit orang!"

Su Lam-ceng memelototkan mata cantiknya:

"Di bawah sinar bulan membaca puisi, naik kuda sambil baca buku, wanita cantik menemani
minum arak, sambil mendengarkan musik minum minum, begitulah hidup yang menyenangkan,
kau malah ingin makan ditempat terbuka kalau hujan kehujanan, berkelana di dunia
persilatan, seharian berada di dalam situasi berbahaya balas membalas dendam saling
membunuh, haai... kalian ini para orang dunia persilatan, sungguh membuat orang tidak
mengerti."

Pek Soh-ciu mendengarnya sampai hati tergetar, di dalam hatinya berkata, 'benar saja di
dunia ini yang paling beracun adalah hati wanita', malah akan menguning aku di dalam
sangkar mas, jadi boneka permainan dia, tidak tahan dengan mendengus berkata:

"Aku memang orang bertulang hina, tidak pantas menjadi boneka hidup jadi permainan yang

menggembirakan orang."

Su Lam-ceng mengeluh sedih, melangkah maju,

menggunakan tusuk konde membuang sumbu lilin merah, sesaat dia mengangkat alis hitam,
menatap Pek Soh-ciu, katanya:

"Menikah dengan ayam turut ayam, menikah dengan anjing turut anjing, baik, aku ikut kau
pergi."

Pek Soh-ciu mendengarnya jadi tertegun, hampir tidak percaya pada telinga sendiri,
lama, baru menggelengkan kepala berkata:

"Dunia persilatan adalah tempat yang sangat berbahaya, bukanlah tempat baik untuk
wanita lemah sepertimu yang selalu tinggal di dalam kamar!"

Su Lam-ceng mencibirkan bibir:

"Mengapa? Lupa lagi janji yang telah kau sanggupi?"

"Apakah ini juga dianggap balas dendam?"

"Bisa dikatakan begitu."

Satu keluhan panjang tanpa berucap, mengakhiri perbincangan panjang di malam ini,
sepuluh hari kemudian, di jalan raya Koan-lok, berlari datang empat kuda besar, yang
memimpin adalah seorang remaja berbaju putih dengan alis tebal naik keatas, sepasang
mata bersorot seperti kilat, angin jmusim gugur yang bertiup kencang, meniup

jubah putih peraknya, melarikan kuda melawan angin, tampak gagah sekali.

Disisi dia adalah nyonya muda yang masih remaja dengan sanggul rambut tinggi,
penampilannya anggun sekali, memakai baju berwarna kuning angsa, menutupi tubuhnya yang
langsing seksi, kelihatannya sedikit lemah lembut, tapi dia berkuda beriringan dengan
remaja berbaju putih, tetap bisa dengan santai mengendalikannya, apa lagi di dalam
tingkah lakunya, sangat alami tampak sangat anggun, bisa membuat orang tanpa sadar,
langsung timbul perasaan menghormatinya.

Di belakang mereka berdua, adalah sepasang pelayan kecil berbaju putih alami, di
punggungnya terselip pedang panjang, ikut melarikan kuda, gerakannya tampak sangat
cekatan.

Sinar mentari sore, menyorot miring wajah cantik wanita berbaju kuning, diantara alis
dia, tampak sedikit warna lelah, dia melihat sebentar ke langit, membalikan kepala
berkata pada remaja berbaju putih disisinya:

"Soh-ciu, sebentar lagi matahari terbenam waktu nya masak nasi, gunung dikejauhan
seperti hitam semua, pemandangan sore hari di musim gugur, sungguh memikat orang."

Remaja berbaju putih adalah Pek Soh-ciu, sedang remaja wanita baju kuning tentu saja
adalah Su Lam-ceng. Suasana sore ini bagi Pek Soh-ciu seperti tidak ada gairah untuk
menikmati nya, dia hanya sedikit mengerutkan alis, di hidungnya mengeluarkan suara
pelan.

Su Lam-ceng tersenyum pada dia berkata: "Hatimu seperti penuh dengan kesedihan,
tampaknya belum sampai kau menentukan arah, mungkin kau sudah terjerumus kedalam lumpur
dan tidak bisa bangkit lagi."

Pek Soh-ciu dengan tawar berkata:

"Pek Soh-ciu berdosa dan sedang menerima hukuman, ada keputusan apa yang perlu
dipikirkan, tapi dunia persilatan ini banyak jebakannya, hati manusia seperti musang,
jika kalian majikan dan pelayan sampai terjadi kecelakaan, Soh-ciu semakin malu hidup
didunia."

Su Lam-ceng dengan wajah serius berkata: "Kalau demikian, demi menerima hukuman, kau
tidak peduli lagi pada balas dendam orang tua, dan tidak peduli lagi atas gejolak dunia
persilatan?"

Pek Soh-ciu tertegun:

"Apakah mungkin kau bisa......"

"Tidak salah, aku izinkan kau membalas dendam, tapi tidak boleh melibatkan diri pada
gejolak dunia persilatan lainnya."

"Apa kata-katamu sungguh sungguh?"

"Walau pun bukan seorang laki-laki, tapi terhadap menepati janji dan kepercayaan, tidak
akan sampai kalah oleh laki-laki sejati."

Perkataannya berhenti sebentar: "Tapi di jalan raya Koan-lok ini, halangan sudah
tersebar dimana-mana, walau kau berilmu tinggi, mungkin juga sulit bisa

menghadapinya."

Pek Soh-ciu mendadak menengadahkan kepalanya, tertawa keras:

"Jika Pek Soh-ciu bisa membalaskan dendam keluarga, di atas jalan raya Koan-lok walau
sudah disiapkan gunung golok, pohon pedang, aku juga akan berusaha melabraknya,
tapi......"

"Kau curiga aku yang lemah ini, bagaimana bisa tahu masalah dunia persilatan?"

"Pek Soh-ciu memang ada pikiran ini."

"Apakah kau tahu manusianya tidak bersalah, salahnya memiliki pusaka?"


"Orang she Pek kecuali punya satu bor, satu pedang, bisa dikatakan tidak ada barang
lainnya yang berharga."

"Im-cu-kiam, salah satu pedang pusaka, Pouw-long-tui, lebih-lebih adalah pusaka tiada
duanya, di dunia persilatan lebih banyak orang yang melihat keuntungan, lupa akan
kesetia kawanan, lebih baik kau tingkatkan

kewaspadaanmu."

Terhadap analisa Su Lam-ceng, walau dia merasa masuk akal, tapi dengan sifatnya yang
tidak mau mengalah, mana mungkin bisa memperhatikan masalah ini! Hanya dengan mendengus
pelan dia berkata:

"Orang tidak mengganggu aku, aku tidak mengganggu orang, jika ada siapa yang tidak
mempunyai mata......"

Perkataannya mendadak berhenti, tiba-tiba dia membalikan tangannya, satu tenaga sekuat
geledek, dipukulkan pada satu pohon besar yang berada dua tombak lebih disisinya.

Semenjak berhasil melancarkan jalan darah Jin dan Tok, ini adalah pukulan pertamanya,
walau dia hanya menggunakan tenaga sebesar tujuh puluh persen, tapi kekuatan tenaga
telapaknya, seperti merobek langit, di dalam gulungan angin, melayang satu bayangan
orang berwarna abu-abu, tubuhnya jatuh ke bawah, sempoyongan mundur beberapa langkah,
baru bisa berdiri memantapkan diri.

Su Lam-ceng melihat pada orang itu, tidak tahan hatinya jadi ciut, dengan ketakutan
berdiri disisi Pek Soh-ciu, kepalanya menunduk rendah, tidak berani mengangkat kepala
lagi.

Ternyata orang ini sepasang matanya berlubang, hanya dua lubang yang tidak ada bola
mata, malah pipi tajam hidung bengkok, sepasang bibir terbalik keluar, menampakan dua
buah taring besar berwarna kuning hitam, wajahnya bengis, jelek sekali, walau Su Lam-
ceng berpengetahuan tinggi, orangnya pintar sekali, seluruh tempat ternama di dalam
negeri, sering dikunjunginya, tapi mana dia pernah bertemu dengan orang berwajah
sebengis ini.

Orang aneh berbaju abu-abu itu mendadak mengangkat tangannya yang kurus kering seperti
cakar burung, dengan suara aneh yang tidak enak didengar berteriak aneh:

"Bocah! Orang tidak mengganggu aku, aku tidak mengganggu orang, kata-kata ini kau yang
ucapkan? Aku beristirahat diatas pohon, tidak mengganggu jalan kudamu, tapi pukulan
telapakmu hampir saja mencabut nyawa aku orang buta ini, orang yang tidak mempunyai
mata, sudah tersiksa oleh cacatnya, malah masih mendapat pandangan rendah dimana-mana,
coba kau katakan, tidakkah kau seharusnya bertanggung jawab atas tindakanmu tadi."

Pek Soh-ciu melihat torang buta berwajah buruk ini, malah tingkahnya anggun, wajah
jujur, tadi dirinya tanpa alasan memukul dia, sungguh merasa salah sendiri, sehingga
dengan perasaan bersalah dia meng-hormat:

"Tadi aku sembarangan memukul, harap anda memaafkan."

"Hm... setelah memukul, lalu minta maaf padaku, ini sungguh bisnis yang menguntungkan,
tidak ada cara lain,
aku juga menurut resep mengambil obat, terima pukulanku."

Si buta mengatakan pukulan langsung memukul, cepatnya sulit dibayangkan, bayangan abu-
abu berkelebat, angin keras mendadak timbul, cakarnya sudah datang menotok jalan darah
Im-ku di kakinya Pek Soh-ciu, kecepatan serangannya, ketepatan mengarah jalan darah,
sangat di luar dugaan Pek Soh-ciu.

Untung saja dalam sepuluh hari di Tong-koan, dengan bantuan khasiat Leng-san-giok-ki,
tenaga dalam Pek Soh-ciu sudah mencapai tingkat kesempurnaan, jika tidak terhadap
cakarnya si buta ini, dia pasti tidak bisa mengelaknya.

Di saat angin telunjuk menyentuh tubuh, mendadak dia menjejakkan kaki, jubahnya
melayang-layang, tubuhnya sudah terbang ke atas meninggalkan pelana kuda, lalu sepasang
kaki mengayun, diatas udara menendang dengan kuat ke jalan darah di pundak sibuta.

Si buta adalah seorang pendekar aneh yang sudah ternama di dunia persilatan, saat di
tendang oleh Pek Soh-im dari udara, timbul rasa ingin menangnya, dia cepat menurunkan
pundaknya, tangan ditekan meloloskan diri dari tendangan Pek Soh-ciu, lalu dia
membalikkan telapak kanan, dipukulkan ke jalan darah Cau-hai di kaki Pek Soli-ciu.

Pek Soh-ciu berputar di udara, tubuhnya melayang turun satu tombak lebih diluar
jangkauan si buta, lalu mengepal sepasang tangan, sedikit membungkuk berkata:

"Sekarang kita sudah tidak punya hutang piutang, anda bisa kembali keatas pohon
beristirahat."

"Ha ha ha!" si buta tertawa keras, "Boleh tahu, apakah saudara kecil adalah Pek
Siauhiap yang membuat ribut di kuil Siau-lim, dan bertarung melawan Lo-han-tin?"

Pek Soh-ciu tertegun:

"Benar aku adalah Pek Soh-ciu, tidak tahu anda ada urusan apa?"

"Aku Ku-bok-it-kai (Pengemis buta), mendapat perintah dari Pangcu perkumpulan kami
Sangguan Ceng-hun, untuk menyelidik sekelompok murid penghianat, tiga bulan lalu
disekitar Lam-yang, bertemu dengan seorang nona......"

"Ooo, apakah nona ini ada hubungannya dengan aku?"

"Ada kemungkinan."

"Bisakah Cianpwee menceritakan sedikit lebih jelas?"

Sepasang lubang matanya Ku-bok-it-kai mendadak membalik, dua sinar tajam menyorot
keluar, dia melirik pada Su Lam-ceng, tampak sedikit ragu.

Pek Soh-ciu sudah tahu maksudnya, dia tertawa tawar berkata:

"Ini adalah istriku Su Lam-ceng, kelakuan aku tidak ada yang perlu disesalkan, Cianpwee
ada perkataan apa silahkan katakan saja, tidak apa-apa."

"Si buta telah bertemu dengan seorang nona, namanya Siau Yam, dia melanglang buana
puluhan ribu lie, hai...

seperti terbelit oleh cinta..."

"Dia......" Pek Soh-ciu wajahnya tertegun, tidak salah, dia terpikir hari itu karena
salah menginap. terjadilah hal yang tidak mengenakan, teringat nona yang ingin menang
sendiri itu... tapi masa lalu biasanya tidak enak diingat kembali, dia sendiri hampir
saja tewas dibawah telapaknya,

lalu dengan batuk sekali dia berkata: "Aku memang kenal dengan nona ini, tapi kami
hanyalah bertemu sekali saja."

Ku-bok-it-kai tertawa keras lagi berkata: "Kata-kata Siauhiap, si buta bisa percaya,
nona Siau itu mungkin seperti ulat membungkus diri sendiri dengan seratnya, hanya saja
dia mencari Siauhiap kemana-mana, si buta akan memberitahukannya sebab sudah bertemu
dengan Siauhiap, sudahlah, kita bertemu lagi dilain hari."

Perkataannya baru saja habis, tubuhnya sudah meloncat, bayangan abu-abu seperti anak
panah, di rerumputan pinggir jalan sekelebat menghilang.

Su Lam-ceng melihat kearah menghilangnya bayangan, dia mengeluh:

"Benar saja, dunia persilatan yang besar, penuh dengan segala keanehannya, orang ini
malah seorang yang pura-pura buta."

Karena tadi Sia-kai menceritakan masalah Siau Yam, didalam hati Pek Soh-ciu jadi merasa
sedikit tidak tenang, saat ini dia tidak berani banyak bicara, ujung kaki sedikit
dihentakan, maka dia naik lagi diatas kuda, sepasang kaki menjepit perut kuda,
mendahului dan menuju jalan raya.

Begitu terhambat oleh peristiwa ini, hari sudah jadi gelap, di dalam hati Pek Soh-ciu
sudah tahu tidak mungkin mereka bisa sampai ke Han-ku-koan, jadi terpaksa hanya
mencapai yang ada tempat menginap di depan sana.

Dengan Su Lam-ceng walau sudah menjadi suami istri yang resmi, tapi dia menganggap ini
hanyalah cara Su Lam-ceng membalas dendam, maka dia selalu hanya berpura pura jadi
suami, tidak pernah ada pikiran untuk mencumbunya.

Tampat yang menjadi tempat mereka istirahat

sementara, adalah tempat istirahatnya para pesuruh dan para pedagang kecil,
peralatannya tentu saja sangat sederhana, Pek Soh-ciu dan Su Lam-ceng, Su-sik dengan
Hu-cen, masing masing tinggal di satu kamar, di dalam kamar kecuali satu meja dua
kursi, dan satu ranjang papan keras yang sempit, tidak ada barang lain lagi, bagusnya
Su Lam-ceng walaupun seorang putri bangsawan, tapi terhadap kehidupan berkelana yang
situasinya tidak menentu, malah bisa menerimanya dengan tulus.

Saat ini sinar bulan menerangi halaman, lampu kamar seperti kacang, angin malam bertiup
dingin, sering terdengar suara merintih, keadaannya sungguh menyedihkan.

Terhadap ini semua Su Lam-ceng seperti tidak mempedulikan, dia mengganti pakaian dengan
pakaian malam, rambut panjangnya yang hitam bersinar, menutup diatas bahunya yang mulus
yang seperti minyak kambing, rok panjangnya sampai ke tanah, wajahnya cerah tampak
anggun dan sederhana.

Dengan wajahnya yang, anggun, cantik seperti dewi, walau pun orang yang pantang
terhadap enam nafsu, mungkin juga tidak akan tahan, seperti sumur tua jadi
bergelombang, hatinya bergerak, apa lagi sesudah seharian berdampingan dengan dia,
demikian juga buat seorang remaja tampan yang gairahnya sedang tinggi! Di antara alis
Pek Soh-ciu, sering tampak wajah yang susah menahan diri.

Saat ini Su Lam-ceng seperti sengaja memutar tubuhnya, sepasang tangannya memainkan
rambut panjangnya, pada Pek Soh-ciu yang sedang bengong dia tertawa pelan dan memikat:

"Soh-ciu, sinar bulan menyinari jendela, suara musim gugur mengejutkan kamar, keadaan
ini dan pemandangan ini, tidak heran orang dulu bersemangat sekali membawa lilin
melancong di malam hari."

"Aaa...! Pek Soh-ciu bersuara, "Ini......kek, benar......"

Su Lam-ceng menatap dia dengan tajam, melangkah pelan, mengaet tangan dia duduk
berdampingan di sisi ranjang, lalu berkata:

"Soh-ciu, suatu kejadian semuanya sudah takdir, kita sudah menjadi suami istri, mengapa
kau masih begitu asing terhadapku?"

Pek Soh-ciu bengong sesaat dan berkata:

"Orang she Pek berhadapan dengan nona cantik seperti dewi, sungguh merasa rendah diri
sendiri, apalagi......"

Wajah Su Lam-ceng menjadi merah, dengan serius berkata:

"Dengan penampilanmu yang tampan dan gagah ini, jika berada di dalam ruangan kuil,
bukankah mengambil hio merah semudah mengambil rumput. Mengenai jalan hidup seseorang
semua sudah takdir, balas dendamku, juga hanya supaya kau mau jadi seorang suami yang
setia."

Pek Soh-ciu menatap bengong Su Lam-ceng beberapa saat, mendadak dia tertawa keras,
tangannya dengan erat merangkul, dua-duanya berguling di atas ranjang papan, angin
kencang masih tetap bertiup, bulan musim gugur menyinari ruangan, di dalam kamar yang
sederhana ini, malah terdengar suara-suara yang menggairahkan, yang memabukkan orang.

Lama sekali......akhirnya Su Lam-ceng menghela nafas panjang, terengah-engah berkata:

"Ciu koko......"

"Ada apa? Adik Ceng."

"Kau tahu...... kita...... sebenarnya sudah dua kalinya bertemu?"

"Dua kali?"

"Kau sudah lupa? Di vihara......"

"Ooo! Tidak aneh aku seperti merasa pernah kenal dengan kau, tapi, mengapa kau
bisa....."

"Gadis telah dewasa tidak bisa tinggal di rumah, seorang gadis jika tumbuh dewasa,
harus menikah, betulkan?"

"Tentu saja."
"Aku belajar buku peramalan, sementara tinggal di vihara hweesio, berlayar di Huang-ho,
semuanya berdasarkan dari ramalan di buku peramalan, benar saja dua kali bisa bertemu
dergan kau......"

Mereka berdua sedang asyik berbincang romantis, di dalam halaman rumput kering itu,
terdengar satu suara pelan yang aneh, dengan ilmu silat Pek Soh-ciu seperti sekarang,
dalam keadaan bagaimana pun, daun gugur bunga terbang dalam jarak sepuluh tombah, juga
sulit lolos dari pendengaran dia, sehingga, dia berbisik pada Su Lam-ceng:

"Adik Ceng! Diluar kedatangan orang jahat, mungkin ditujukan pada kita, kau istirahat
disini, biar aku keluar melihatnya."

"Mmm." Su Lam-ceng menyahut sekali: "Ciu koko! Kau jangan pergi terlalu jauh, hati-hati
penjahat menggunakan siasat menggiring macan meninggalkan gunung."

Pek Soh-ciu berpikir di dalam hati, kata kata ini tidak salah, Su Lam-ceng tidak bisa
silat, jika dia sembarangan meninggalkan, bukankah akan memberi kesempatan pada musuh!
Maka, dia dengan Su Lam-ceng selesai memakai baju dan sepatu, sambil menuntun tangan
dia berkata:

"Adik Ceng! Kau takut tidak, kita bersama sama keluar melihatnya, baik tidak?"

Dia baru saja selesai bicara, di luar pintu sudah terdengar tawa dingin mengerikan
berkata:

"Gadis kecil! Jangan takut, Sun Tay-ya akan melindungimu."

Pek Soh-ciu mengangkat alisnya, sebuah tendangannya menerbangkan daun pintu, lalu
menuntun Su Lam-eeng meloncat dan berdiri di tengah halaman, tapi ketika matanya
menyapu ke sekeliling, dia tidak bisa melihat sekelilingnya.

Di dalam halaman yang penuh dengan rumput liar ini, berdiri puluhan orang persilatan
yang berpakaian macam-macam, dua pelayan Su-sik dan Hu-cen, telah berada dalam
cengkraman mereka, Pek Soh-ciu yang belum lama menginjakkan kaki ke dunia persilatan,
tidak kenal pada kawanan orang persilatan ini, walau pun mereka adalah penguasa
setempat, dia sedikit pun tidak takut, hanya saja dengan ditawannya Su-sik dan Hu-cen,
dia jadi tidak bisa bebas bertindak.

Saat ini seorang sastrawan setengah baya yang tubuhnya tinggi kurus, berwajah dingin
licik, melenggang kehadapan Pek Soh-ciu, berkata: "Apakah kau orang she Pek?"

"Betul, kalian ada urusan apa?"

"Heh......hanya ingin berunding saja."

"Dengan cara apa berundingnya? Aku ingin mendengar penjelasannya."

"Mudah sekali, asalkan anda mengeluarkan Pouw-long-tui, biar kami semua melihatnya."

"Benar, memang mudah sekali, tapi kita belum pernah kenal, jika ingin berhubungan, anda
juga harus memperkenalkan diri dulu pada aku orang she Pek."

"He he......betul juga, lo......" Dia pertama menunjuk hidungnya sendiri berkata,
"aku......he he, Pek-san-han-tiok (Gunung putih bambu dingin) Sun San-yat, yang itu
adalah ketua perkumpulan Ci-yan Oh-siucay (Sastrawan jelek) Liu Giauw-kun, Giam-ong-
leng (Perintah raja neraka) Sai Hong, Sai Tayhiap, Kau-gick-hoan (Gelang cantik giok)
nona Ku Cu, pendeta To Cu-koan dari gunung Ceng-seng...... silahkan kalian berakrab-
akrab."

Pek Soh-ciu mendengar dia melaporkan begitu banyak orang, dia merasa sangat tidak
sabar, katanya:

"Sepasang pendekar dari Say-gwa (luar perbatasan), satu pendeta To dari Ceng-seng,
ditambah satu raja neraka, seekor walet ungu, komposisinya memang sangat besar, hanya
sayang kalian tikus-tikus satu sarang ini, masih belum pantas melihat Pouw-Iong-tuiku!"

Pek-san-han-tiok Sun San-yat membentak marah katanya:

"Bocah, aku sudah memberi muka, kau masih tidak mau, Tay-ya terpaksa menghabisimu."

Orang ini adalah Sun San-yat, dengan Kau-giok-hoan Ku Cu, disebut sebagai Say-gwa-
siang-hiap, ilmu silatnya memang tidak bisa dianggap enteng, baru saja selesai
membentak, tubuhnya mendadak seperti elang putih menerjang langit, sebatang Han-tiok
berwarna hijau

membentuk bayangan tongkat memenuhi langit, dengan kekuatan seperti Tay-san menindih
telur bergerak memukul ke arah kepala.

"Hm...!" Pek Soh-ciu berkata tawar, "Kau tadi menghina istriku, harus menerima hukuman
putus tangan......" Sinar putih mendadak keluar memancar, Im-cu-kiamnya bergerak
secepat angin kencang, begitu menerjang langsung sudah kembali, cepat laksana kilat,
terlihat Sun San-yat menjerit ngeri, tubuhnya yang seperti bambu dengan bercucuran
darah melayang jatuh satu tombak lebih.

Gerakan Pek Soh-ciu begitu cepat, jago-jago silat dari aliran putih mau pun hitam di
lapangan sampai tidak sempat melihat jelas, bagaimana jurus pedang Pek Soh-ciu
menerjang, tahu-tahu sudah kembali. Sun San-yat yang namanya sangat termasyur
dikalangan aliran hitam, sudah menjerit kehilangan tangannya, darah bertebaran di
rumput liar.

Jurus pek Soh-ciu ini menimbulkan pengaruh besar, ibarat membunuh ayam memperingati
monyet, para pesilat tinggi dunia persilatan yang berniat tidak baik, warna wajahnya
langsung berubah, tapi ketua perkumpulan Ci-yan Oh-siucay Liu Giauw-kun malah melangkah
maju dua langkah, dengan wajah licik dia tertawa:

"Ilmu silat Siauhiap hebat sekali, aku... sangat mengaguminya he he he, tapi, sepasang
kepalan sulit melawan empat tangan, pesilat tinggi tidak bisa menahan orang banyak,
jika istri anda mendapat sedikit saja kejutan, bukankah Pek Siauhiap akan menyesal
seumur hidup!"

Sungguh Liu Giauw-kun licik seperti musang, hanya dengan beberapa kata, dia sudah
menunjukan

kelemahannya Pek Soh-ciu, membuat warna wajahnya

bembah beberapa kali, dalam waktu sesaat, merasa sudah maju mau pun mundur.

Giam-ong-leng Sai Hong juga dengan dingin


melanjutkan:

"Tidak salah, walau kami tidak bisa mengalah-kanmu, kau juga mungkin sulit melindungi
istrimu yang cantik, jika ada orang dengan kasar meraba dia. He he he, kau merasa sakit
juga sudah tidak berdaya."

Mata Pek Soh-ciu menyorot sinar sadis dengan kesal berkata:

"Tadinya aku tidak ada niat membunuh orang, jika kalian terus memaksa......"

Semenjak Su Lam-ceng mengikuti Pek Soh-ciu meloncat ke halaman, dia selalu bersembunyi
di belakang tubuh Pek Soh-ciu, hatinya tidak tenang melihat pada para pesilat tinggi
dunia persilatan ini, tapi saat ini mendadak dia berdiri tegak disisi Pek Soh-ciu,
sepasang matanya yang seterang bulan di musim gugur menyapu ke sekeliling, sikapnya
tampak tenang sekali.

Dia seperti bulan terang di langit yang sinarnya menyorot ke segala arah menerangi
seluruh lapangan lebih-lebih sepasang matanya yang hitam putihnya terlihat jelas
seperti lautan yang dalam dan matahari musim dingin di dalam awan, membuat orang yang
melihat sorot matanya tidak bisa dialihkan lagi.

Dalam kelompok para pesilat tinggi dunia persilatan, pendeta To Cu-koan dari Ceng-seng
yang ilmu silatnya paling tinggi, ketabahan dan pendidikan-nya juga lebih dari pada
orang biasa, tapi saat matanya menatap pada matanya Su Lam-ceng, tetap saja tidak
tahan, matanya terasa silau, hatinya bergejolak, tidak berani melihat lagi.

Ini adalah situasi yang sulit bisa dipercaya orang, puluhan pesilat tinggi dari kedua
aliran, aliran putih dan aliran hitam, semuanya terpesona oleh kecantikannya Su l.am-
ceng, seluruh lapangan hening, hampir tidak ada seorang pun mau menghela nafas.

Sorot mata Su Lam-ceng menyapu lagi ke sekeliling lapangan, akhirnya berhenti dan
menatap pada seorang ketua cabang perkumpulan Ci-yan yang menawan Su-sik dan Hu-cen
berkata:

"Dua pelayan wanitaku, sekali pun tidak pernah bertemu dengan kalian, kalian adalah
orang-orang yang ternama, mana boleh melakukan tindakan menghina orang lemah seperti
ini!"

Dia mengatakannya dengan santai saja, tapi seperti ada kekuatan gaib yang besar sekali,
siapa pun orangnya setelah mendengarkan, semua merasa melepaskan dua pelayan wanita itu
adalah hal yang pantas, tentu saja dua orang kepala cabang itu dengan tanpa ragu
menepuk membebas kan jalan darah dua pelayan wanita itu, masih berkata:

"Silahkan nona." Lalu membiarkan mereka berdua dengan tenang pergi meninggalkannya.

Su Lam-ceng tertawa ringan, dia membalikkan tubuh berkata pada Pek Soh-ciu:

"Qiu koko! Mari kita pergi."

Tapi begitu dia memanggil Qiu koko, seperti satu suara guntur menggelegar, semua para
pesilat tinggi dilapangan hatinya bergetar, mereka segera sadar kembali, dan timbul
amarah yang tidak tahu ujung pangkalnya, dengan cepat menyebar ke seluruh lapangan,
semuanya berteriak, bersamaan maju men-desak mereka.
Yang pertama berteriak adalah Giam-ong-leng Sai Hong berkata:

"Mau pergi boleh, tapi harus tinggalkan barang!"

Su Lam-ceng memutar tubuhnya berkata: "Kau mau apa?"

Begitu mata Sai Hong bertatapan, amarahnya segera menghilang entah kemana, sesaat baru
berkata:

"Kami sudah mencari puluhan ribu lie, tujuan-nya adalah melihat pusaka dunia
persilatan......Pouw-Iong-tui......"

"Kalian ingin lihat Pouw-long-tui?"

"Pusaka alam, siapa pun tentu ingin sekali melihatnya."

"Tapi pusaka alam, jugg paling mudah menyesatkan pikiran orang, menambah nafsu
serakahnya, kalian lebih baik jangan melihatnya."

"Ini......"

Mendadak terdengar satu suara aneh dari kaki langit di kejauhan, seluruh pesilat tinggi
di lapangan, semua merasakan hatinya bergetar, situasi yang ribut ini, segera menjadi
tenang.

Suara aneh itu mendadak berhenti, di pintu halaman muncul seorang gadis bertopeng
hitam, sambil melenggok dalam sekejap dia sudah berdiri di depan Pek Soh-ciu kurang
lebih lima kaki.

Mata cantik di belakang topeng hitam berputar, menyapa pada para pesilat di sekeliling,
lalu menatap pada Pek Soh-ciu, lalu berkata:

"Apa kau muridnya Sin-ciu-sam-coat, Pek Soh-ciu?"

"Hm...!" Kata Pek Soh-ciu, "Tidak salah."

"Aku ingin meminjam Pouw-long-tui."

"Maaf, aku belum ada minat meminjamkan pada orang lain."

"Hm... sebagai ketua perkumpulan kata-kataku adalah perintah, sekarang ini belum ada
seorang pun yang berani membantah perintah aku!"

"Yaaw...." Su Lam-ceng berteriak, lalu mengulurkan tangannya, menunjuk ke lapangan:

"Kau sombong benar, apakah semua orang-orang mi juga harus mendengar perintahmu?"

Wanita berbaju hitam itu tertawa dingin seperti es, pelan-pelan mengulurkan tangan yang
berwarna putih seperti giok, mendadak menjentik-kan jarinya, seorang pesilat tinggi
dari perkum-pulan Ci-yan yang berdiri satu tombak lebih, langsung berteriak ngeri,
roboh terlentang jadi mayat di atas rumput, seluruh pesilat tinggi di lapangan, walau
wajahnya berubah, tapi semua diam ketakutan, siapa pun tidak berani mencari gara-gara
pada wanita berbaju hitam.

Su Lam-ceng memutar matanya, tertawa tawar lalu berkata:

"Tidak di duga, di dalam dunia persilatan, kebanyakan adalah orang hanya berani
menghina yang lemah, takut pada yang kuat, orang-orang yang takut mati......"

Orang yang dibunuh oleh wanita baju hitam adalah anak buahnya perkumpulan Ci-yan, Oh-
siucay Liu Giauw-kun masih belum bereaksi, malah Giam-ong-leng Sai Hong yang berteriak
lebih dulu, maju beberapa langkah, gada mas di tangannya di angkat sambil berkata:

"Membunuh orang bayar nyawa, hutang uang bayar uang, Sai Hong ingin minta keadilan pada
ketua perkumpulan Cu."

Wanita baju hitam mendengus sekali:

"Bagus, bagus, pemberani." Mendadak dia melayangkan tangan kebelakang, "keluarkan satu
matanya, putuskan satu lengannya, sebagai peringatan menentang aku."

Di belakang tubuhnya entah kapan, sudah berdiri 4

orang bertopeng hitam, seorang bertopeng hitam yang tubuhnya kurus kecil menyahut lalu
meloncat keluar, mengulurkan sebelah tangan menangkap pada gada mas Sai Hong.

Orang ini menyerang laksana kilat, begitu tubuhnya bergerak, lima jari seperti kail
sudah menyentuh pinggir gada mas.

Sai Hong terkejut, lengan kanannya cepat diturunkan, ujung kaki dihentakan, tubuhnya
terbang mundur kebelakang, baru lolos dari cakaran ringan si orang topeng hitam. Tapi
Orang bertopeng hitam gerakannya cepat sekali, sebelum Sai Hong berdiri mantap, orang
bertopeng hitam sudah seberti bayangan datang menerkam kembali. 6

0-0dw0-0

BAB 2

Putra-putri dunia persilatan

Sai Hong terkejut, dia tidak menduga dalam satu jurus saja, dia sudah tertekan tidak
bisa membalas menyerang oleh orang bertopeng hitam, dalam keadaan marah sekali

dan menggigit gigi, gada emasnya segera dilemparkan olehnya, lemparannya menggunakan
seluruh tenaganya, terlihat sinar mas berputar-putar cepat, mengeluarkan siulan yang
membelah udara, dan dahsyat sekali.

Orang bertopeng itu tidak menduga Sai Hong bisa melemparkan senjata andalannya, sesaat
dia dibuat kalang kabut, tapi ilmu silat orang ini memang hebat, dalam waktu yang
sempit, dia merendahkan tubuhnya, tangannya memukul, meski tergesa-gesa memukul dengan
sebelah tangan, terdengar satu suara keras, senjata tunggal Sai Hong yang menggemparkan
dunia persilatan itu, sudah terpukul terbang sejauh tiga tombak lebih.
"Sobat, masih ada ini." Tiga titik bayangan hitam melesat, seperti meteor mengejar
rembulan, menuju dada orang bertopeng, dan titik yang dituju bayangan hitam itu,
semuanya jalan darah penting yang begitu terkena paling sedikit akan terluka parah atau
mati.

Hati orang bertopeng itu tergetar, dia tahu bayangan hitam itu adalah senjata gelap
Giam-ong-leng andalannya Sai Hong yang telah mem-buat dirinya ternama di dunia
persilatan, walau pun ilmu silat dia hebat, tapi dia tidak berani bertindak sembrono,
dia memutar tubuhnya, melangkah ke samping, menghindarkan tiga buah Giam-ong-leng.

Begitu lemparannya tidak mengenai sasaran, Sai Hong mulai merasa ketakutan, dia
langsung melayangkan tangan kanan lagi, tiga buah Giam-ong-leng dengan garis melengkung
dan kecepatan tinggi, membelah angin menerjang, diikuti dengan ayunan tangan kirinya,
enam titik hitam seperti hujan menyebar, mengikuti tiga buah Giam-ong-leng,
mengeluarkan suitan, datang menyerang.

Sai Hong bisa ternama di dunia persilatan, memang bukan secara beruntung, cara dia
menyerang seperti ini, tiga terbang enam memukul, memang punya kehebatan tersendiri,
walau orang bertopeng itu berilmu tinggi, tetap saja tidak bisa menghindar dari
serangan Ciam-ong-leng, setelah mengeluarkan satu suara tertahan, dia langsung roboh di
atas tanah rumput.

Wanita berbaju hitam itu sedikit terkejut, dia tidak mempedulikan hidup mati anak
buahnya, sorot matanya malah menyapu pada Sai-wa-siang-sat yang berdiri paling dekat
dengan Sai Hong, pendeta To Cu-koan yang mengeluarkan suara dengusan, lalu membalikkan
kepala pada tiga orang bertopeng yang berdiri dibelakangnya, dia berkata:

"Tiga orang ini berani melihat orang mati tidak menolong, habisi mereka!"

Tiga orang bertopeng itu menyahut lalu maju menerjang, mereka sedikit pun tidak
bersuara, masing-masing langsung menyerang Sai-wa-siang-sat bertiga, pendeta To Cu-koan
tentu saja memandang sebelah mata orang bertopeng itu, tapi Pek-san-han-tiok Sun San-
yat lukanya belum pulih, mana bisa melawan orang bertopeng, walau pun sudah sekuat
tenaga bertahan, tetap saja dia kewalahan.

Wanita baju hitam melihat keseluruh lapangan, mulutnya mengeluarkan tawa dingin, tidak
terlihat bagaimana dia bergerak, tahu-tahu tubuhnya seperti roh melayang datang di
depan Giam-ong-leng Sai Hong, pelan-pelan mengulurkan sebelah tangannya yang putih
seperti giok, memukul ke arah dadanya Sai Hong, bersamaan waktunya dia membentak:

"Kau berani membunuh pengawalku, kau sangat lancang, apakah kau tahu bagaimana caraku
menghukum musuhku?"

Terhadap ketua perkumpulan misterius yang bertopeng ini, Sai Hong sudah wanti-wanti
dari tadi, saat ini dia berturut-turut mengeluarkan lima jurus serangan, dia sudah
merubah gerakan tiga kali, tapi tangan cantik yang mulus itu, tetap seperti belatung
menempel di tulang, bagaimana pun caranya, dia tidak bisa melepaskan diri.

Wajahnya jadi dingin, seperti seorang terhukum menunggu eksekusi, baju emasnya yang
berkilauan, sudah basah kuyup oleh keringat, kaki melangkah dengan terpaksa sambil
sempoyongan menghindarkan diri, tapi semua sudah kacau tidak teratur, dia tahu tangan
mulus yang terus menempel dekat dadanya itu, asalkan dihentakan sekali, atau jari mufps
yang seperti giok itu, jika memukul kedepan dengan tenaga dalam, maka raja neraka dunia
yang namanya termasyur di dunia persilatan, akan langsung melapor kehadirannya di
istana neraka.

Tapi wanita baju hitam tidak buru-buru mengambil nyawanya, seperti kucing mempermain
kan tikus sesukanya, lama... dia dengan sekali bersuara hm... dingin berkata:

"Pertama aku ingin kau merasakan seramnya menemui ajal, aku akan mencongkel mata,
memutuskan lengan, memotong lidah menghancur kan tulang, setelah aku puas, he he he,
baru aku membunuhmu......"

Giam-ong-leng Sai Hong tahu keadaannya tidak bisa dihindarkan, supaya tidak disiksa
lawan, dia malah menggigit gigi, tubuhnya maju menyam-but ujung jari dia.

"Hi hi hi!" wanita baju hitam tertawa berkata, "Kau ingin mati? Tidak akan begitu
gampang, siapa pun yang berani

melawan aku, akibatnya harus merasakan, mau mati atau hidup pun sulit, kau juga tentu
tidak terkecuali! Tapi, kau tenang saja, bagaimana pun akhirnya kau pasti mati, buat
apa terburu-buru sekarang!"

Pek Soh-ciu menonton di pinggir cukup lama, dia tidak menduga wanita baju hitam itu,
mempunyai ilmu silat yang begitu tinggi, tapi kekejaman hatinya, juga seumur hidup baru
dilihatnya, memang Giam-ong-leng Sai Hong juga bukan orang baik, hanya saja cara
kejamnya wanita baju hitam ini, sungguh membuat dia tidak bisa menerimanya.

Su Lam-ceng sudah tahu maksud hatinya, lengannya dijulurkan, menggait tangan dia
berkata:

"Kelompok orang ini tidak satu pun yang bertujuan baik pada kita, dengan susah payah
aku sudah membuat mereka seperti anjing berkelahi dengan anjing, menghibur sedikit
kekesalan hati kita, jadi kau jangan memisahkan mereka, itu tidak boleh, apa lagi jika
permusuhan mereka semakin dalam, itu akan lebih menguntungkan kita, Ciu koko, kau
jangan bertindak lemah seperti seorang wanita."

Habis bicara dia memelotot genit pada Pek Soh-ciu, lalu memanggil Su-sik dan Hu-cen ke
depan dirinya, membisikan beberapa kata di telinga mereka, dua pelayan wanita itu
langsung membalikkan tubuh dengan cepat berlari pergi.

Pertarungan ditengah lapangan, keadaannya sudah jadi berat sebelah, kecuali pendeta To
Cu-koan masih menggerakan pedangnya dengan lincah, bertarung imbang dengan seorang
bertopeng, Say-gwa-siang-hiap yang lainnya sudah dalam posisi berbahaya.

Mendadak...

"Berhenti semua!" sepuluh lebih pesilat tinggi Kai-pang dengan baju compang-camping
ratusan tambalan, diringi teriakan menerjang masuk lapangan, yang memimpin adalah
seorang laki-laki besar dengan wajah bersemangat, kening seperti burung walet, wajahnya
berewokan berusia setengah baya, dari penampilannya yang gagah, tampak sangat disegani
orang.

Begitu wanita baju hitam melihat laki-laki besar setengah baya, wajahnya sedikit
bengong, Giam-ong-leng Sai Hong menggunakan lawannya sedang bengong dia berguling,
akhirnya dia terlepas dari kendali wanita baju hitam itu.

Saat ini pertarungan yang terjadi di lapangan jadi berhenti, laki-laki besar berewokan
dengan sepasang mata bersinar seperti kilat, menatap wanita baju hitam dengan nada
dalam berkata:

"Cu Kwan-cing, kau melakukan kejahatan lagi..."

Wanita baju hitam mengangkat tangan, membetulkan rambut yang ada di keningnya,
gerakannya membuat orang terpesona, mulutnya bersuara "Yow...!" lalu berkata, "Ada apa?
Sute! Kau malah mengurusi urusan Suci?"

Laki-laki besar berewokan berkata dingin: "Siapa Sutemu? Hm... aku sebagai Kai-pang
Pangcu, sudah mengejarmu puluhan ribu lie demi membalaskan dendam perguruan....."

"Yaaw... Sangguan Sute, mengapa kau begitu galak, ada masalah apa, bicaralah baik-baik,
Suci tidak akan mengecewakanmu."

Laki-laki besar brewokan mengangkat kepalanya, sambil tertawa keras berkata:

"Perbuatan membunuh guru dan mengkhianati perkumpulan akan membuat nama busuk tersebar
kemana-

mana, para murid Kai-pang dan semua orang mgin sekali menangkapmu, kau masih berani
bertebal muka dan tidak tahu malu, mengaku dirimu Sucinya k etua perkumpulan?'

Cu Kwan-cing tampak marah oleh tingkah laki-laki berewokan itu, bajunya jadi bergerak-
gerak meskipun Inlak ada angin, sepasang telapaknya pelan-pelan diangkat sambil
memusatkan tenaga dalamnya siap menyerang.

Para pesilat tinggi yang ada di lapangan, melihat tenaga dalam Cu Kwan-cing sangat
hebat, wajah semua orang berubah, laki-laki berewokan itu sedapat mungkin bersikap
tenang, diam-diam dia juga memusatkan tenaga dalamnya, bersiap menyambut serangan dari
Cu Kwan-Kedua belah pihak tampak bersitegang, pertarungan berdarah tampaknya akan
berlangsung sebentar lagi, tapi Cu Kwan-cing tiba-tiba mengeluh panjang dan sedih,
sepasang telapaknya yang mulus pelan-pelan diturunkan lagi dan berkata:

"Sangguan Ceng-hun, Cu Kwan-cing sudah menjelajahi seluruh dunia persilatan, dan tidak
pernah terkalahkan, sampai detik ini belum pernah melihat orang yang berani bicara
lantang dihadapanku, hai... mengingat hubungan kita di masa lalu, kau pergilah......"

"Ha ha ha!" Sangguan Ceng-hun tertawa keras, "Pergi...?

Boleh, tapi aku harus meminjam sebuah benda darimu untuk sembahyang guru."

"Hm.....!" Cu Kwan-cing berkata dengan dingin,

"kau ingin pinjam apa?"

"Kepala murid pengkhianat yang membunuh guru."

"Bagus, jika kau bersikeras ingin mati, Cu Kwan-cing akan mengabulkan, hayo kita
bertarung di luar."

Habis berkata begitu, tubuhnya sudah meloncat setinggi dua tombak lebih, pinggangnya di
putar, seperti seekor burung hitam yang amat besar, hanya sekelebat, sudah keluar
seperti menembus langit.

Para pesilat tinggi di lapangan, seperti tidak mau ketinggalan menyaksikan pertarungan
yang amat jarang terjadi ini, mereka semua melontat berlari mengikuti para murid Kai-
pang, dalam sekejap, halaman tempat bertarung para pesilat tinggi ini, sudah menjadi
tenang kembali.

Melihat para pesilat tinggi sudah menghilang Su Lam-ceng cepat menarik lengan baju Pek
Soh-ciu berkata:

"Ciu koko, biarkan mereka saling membunuh, kita pergi saja."

Pek Soh-ciu menggelengkan kepala:

"Beberapa orang bertopeng hitam itu, mungkin ada hubungannya dengan peristiwa berdarah
di perumahan Leng-in, apa tujuan kita berkelana di dunia persilatan?

Mana bisa melepaskan kesempatan yang baik ini di lewatkan begitu saja?"

"Kelompok orang ini kebanyakan datang untuk Pouw-long-tui, jika saat ini kita tidak
pergi, pasti akan mendatangkan kerepotan yang tidak ada habis-habisnya."

Pek Soh-ciu tertawa:

"Jika takut kerepotan, lebih baik jangan ber-kelana di dunia persilatan, apa lagi...
walau pun kita sekarang bisa pergi, belum tentu bisa lolos dari pengejaran mereka."

"Kek!" Su Lam-ceng batuk sekali, "baiklah, tapi ingat, jika kita menemukan bahaya, kau
harus ingat mundur kearah tenggara."

Pek Soh-ciu tidak mengerti:

"Mengapa harus mundur kearah tenggara?"

Su Lam-ceng mengalengkan tangannya berjalan keluar dari pos persinggahan, katanya:

"Jangan tanya dulu, sampai waktunya kau akan tahu sendiri."

Terhadap keberanian dan kepintarannya Su Lam-ceng, Pek Soh-ciu sudah cukup hapal, jadi
dia tidak banyak bertanya lagi, dua orang itu bertuntunan tangan, berlari menuju
lapangan yang berada di luar pos persinggahan.

Saat itu Cu Kwan-cing dengan Sangguan Ceng-hun sedang bertarung sengit, kedua orang itu
sama-sama pesilat tinggi dunia persilatan yang paling tinggi kedudukannya, setiap
gerakan tangan atau kakinya, semua adalah serangan yang mematikan, hampir semua orang
menjulurkan lidah dan mengagumi tontonan yang berbahaya ini.

Pek Soh-ciu juga tertarik oleh kehebatan ilmu silat kedua orang ini, angin pukulan
mereka yang keras meniup baju putihnya sampai berkibar-kibar, dia memperhatikan dengan
seksama dan di dalam hati mengerti bagaimana gerak dan tujuan jurusnya, tapi dia sudah
bisa melihat, walau dua orang ini dari satu perguruan, jelas tenaga dalamnya Sangguan
Ceng-hun masih kalah satu urat, di dalam lima ratus jurus, dia pasti akan dikalahkan
oleh Cu Kwan-cing, terhadap Kai-pang Pangcu yang berkharisma ini, dia mempunyai
perasaan dan pandangan baik, mungkin karena orang tuanya mati oleh orang bertopeng,
jadi dia merasa sebal, sehingga, diam-diam dia sudah memusatkan tenaga
dalamnya, di saat perlu dia sudah memutuskan akan bergerak membantu.

Kepandaian Cu Kwan-cing memang sudah sampai pada tingkat yang mengejutkan orang,
setelah lewat tiga puluh jurus, dia sudah sepenuhnya menguasai pertarungan, di antara
serangan jari dan telapaknya, semua mengarah pada jalan darah mematikan pada Sangguan
Ceng-hun, jurusnya dahsyat dan kejam.

Suatu ketika sebuah pukulan Sangguan Ceng-hun tidak berhasil mengenai lawannya,
tubuhnya sedikit doyong ke depan, Cu Kwan-cing tidak menyia-nyiakan kesempatan bagus
ini, berturut-turut dia melancarkan tiga pukulan telapak tangannya, setiap jurusnya
mengandung tenaga yang bisa menghancurkan batu dan besi, membuat Sangguan Ceng-hun
harus bertahan sekuat tenaga, tubuhnya sampai terhuyung-huyung menyelamatkan diri.

Melihat kemenangan sudah diatas tangannya, Cu Kwancing tidak tahan lalu bersiul
panjang, mendadak dia menyatukan jari seperti tombak, dengan tenaga sepenuhnya
ditonjokkan pada jalan darah Hian-ki di dada Sangguan Ceng-hun, jurus ini di lancarkan
dengan mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, walau tubuh Sangguan Ceng-hun terbuat dari
besi, tampaknya sulit bisa menahan totokan mematikan yang akan menembus dadanya.

Tapi... tiba-tiba sebuah sinar putih menyilaukan mata, bertenaga tidak terlihat seperti
gelombang membawa angin aneh yang amat dahsyat, seperti datang dari langit luar
menghadang serangan Cu Kwan-cing, hadangan ini membuat tubuh Cu Kwan-cing yang langsing
seperti batang pohon Liu yang lemah bergoyang goyang, serangan jarinya yang tidak bisa
ditahan, jadi menotok ke tempat yang kosong.

Ini kejadian aneh yang sulit bisa dipercaya orang, Cu Kwan-cing juga jadi berhenti
bergerak karena terkejut, dia melihat Pek Soh-ciu yang berada didepan satu tombak
lebih, wajahnya jadi terbengong-bengong.

Pek Soh-ciu dengan santai, berkata tawar: "Pertarungan antara kalian memang masalah
Internal perkumpulan anda, tidak ada hubungannya dengan aku, tapi aku ada satu masalah
ingin nona Cu memberi jawaban yang jelas, sehingga, terpaksa mempersilahkan kalian
beristirahat sebentar!"

"Hm...!" Cu Kwan-cing berkata, "Anda ada masalah apa, apakah tidak bisa menunggu sampai
kami selesai bertarung?"

"Tidak bisa, jika Shang Goan Pangcu tidak memberi kesempatan kau bicara, bukankah aku
akan menyesal kehilangan kesempatan bagus ini!"

"Hm...!" dengan dingin Cu Kwan-cing berkata,

"maksudmu aku bisa mati ditangan dia?"

"Dalam pertarungan perubahannya sulit diduga, jadi sulit bisa dikatakan."

"He... mundurlah, lihat saja dalam seratus jurus aku akan mengambil nyawanya."

"Jika nona yakin bisa menang, setiap saat pun bisa memenangkannya, kita membicarakan
lebih dulu masalah aku juga tidak apa-apa kan?"

"Baik, katakanlah, aku ingin lihat kau ada siasat apa."

"Aku dengar nona mengaku sebagai ketua perkumpulan apa itu Oh Kai-pang."
"Sembarangan bicara, aku adalah ketua Kai-pang, siapa yang memberitahu jahat atau tidak
jahat?"

"Aku mendengar dari jalanan, jahat atau tidak jahat memang tidak ada hubungan denganku,
tapi aku dengar nona mempunyai sebuah senjata gelap yang amat keji, yang disebut Ngo-
tok-tui-hun-cian, apa betul?"

Cu Kwan-cing sepertinya! sudah tidak sabaran, dia berkata:

"Tidak salah, perkumpulanku memang punya senjata rahasia ini, tapi tidak pernah
meminjamkan pada orang lain, saudara kecil jika perlu senjata ini, kita bisa
membicarakannya."

Wajah Pek Soh-ciu menjadi dingin, katanya:

"Ngo-tok-tui-hun-cian perkumpulanmu tidak pernah dipinjamkan pada orang lain, kalau


begitu orang yang secara menggelap menyerang Sin-ciu-sam-coat, perkumpulanmu pasti ikut
terlibat didalamnya."

Cu Kwan-cing sedikit terbengong:

"Apa kau putranya Thian-yat-it-kiam Pek Tayhiap, salah satu dari Sin-ciu-sam-coat? Kau
ingin menyelidiki pembunuh ayahmu?"

"Betul."

"Aku dengar saat itu perguruan yang terlibat di dalamnya tidak sedikit!"

"Orang she Pek tidak akan segan-segan, mencuci dunia persilatan dengan darah."

Cu Kwan-cing tertawa genit seperti mutiara berjalan di piring giok, katanya:

"Di dunia persilatan banyak sekali orang pintar yang berkemampuan hebat dan berilmu
tinggi, saudara kecil bicara seperti ini, tidakkah merasa terlalu menyombongkan diri?"

Pek Soh-ciu mengangkat alis pedangnya: "Maksudmu, kau mengaku telah terlibat dalam
peristiwa berdarah itu."

Cu Kwan-cing membuka lebar sepasang matanya:

"Kapan aku pernah mengatakan demikian, kau jangan salah paham."

Satu hawa pembunuhan menghiasi wajah Pek Soh-ciu, dia tidak mau lagi berbicara panjang
lebar, kakinya dihentakkan, sebelah tangannya diulurkan, lima jarinya mengeluarkan
suitan tajam yang mengerikan, secepat kilat menangkap pergelangan Cu Kwan-cing.

Dia seperti sembarangan menyerang, tapi akibatnya sangat dahsyat sekali, Cu Kwan-cing
berteriak terkejut, sepasang kakinya dijejakkan, tubuhnya terbang mundur, kecepatan
reaksinya, sudah mencapai taraf sekali terlintas niat langsung bergerak, tapi ssst...
suara robek kain terdengar, lengan baju Cu Kwan-cing, tetap terkoyak sebagian.

Dengan kepandaian Cu Kwan-cing yang begitu hebat hanya dalam satu jurus lengan bajunya
telah robek, para pesilat tinggi yang melihat di lapangan tidak satu pun tidak
mengeluarkan keringat dingin dan wajah terkesima, dalam hati Cu Kwan-cing sendiri diam-
diam mengeluarkan keringat dingin, tapi dia juga merasa ini adalah sebuah penghinaan
yang besar, maka dia pelan-pelan mengulurkan jari yang seperti bawang muda, putih
bagaikan giok, terdengar suara perlahan, dia malah membuka sendiri topeng hitam yang
menutupi wajahnya.

Seluruh pesilat tinggi di lapangan baik dari aliran lurus maupun sesat, semua
terperangah oleh tindakannya yang mengejutkan ini, entah apa maksudnya? Tidak ada
seorang pun yang bisa menjawabnya, satu-satunya alasan yang bisa

dihubung-kan, mungkin dia ingin memperlihatkan bahwa kecantikannya melebihi kecantikan


Su Lam-ceng.

Dengan menghilangnya topeng, wajah yang ditampilkan adalah wajah yang membuat orang
tergila-gila, wajah yang sedikit terasa putih pucat, dihiasi oleh sepasang mata yang
menggiurkan orang, hidung yang mancung lurus, serasi dengan mulut munggil dan bibir
tipis, dua alis panjang yang melengkung hingga ke pelipis, cantiknya hingga ahli perias
wajah juga tidak bisa menandinginya.

Sebenarnya, dari pada mengatakan dia cantik, lebih tepat mengatakan dia cabul, melihat
alisnya diangkat miring, sudut mata melirik penuh arti, pipi tersenyum menantang, dan
masih ada dua lesung pipi yang membuat orang mabuk, pinggangnya yang langsing berputar,
bokong besarnya ikut bergoyang, seluruh tubuhnya dari atas sampai bawah, hampir tidak
satu tempat pun mengeluarkan daya magis yang membuat tulang orang menjadi lemas, hati
menjadi gemas.

Tapi ini adalah iblis yang menggoda, tidak bisa dibandingkan dengan keanggunannya Su
Lam-ceng, buat laki-laki di seluruh dunia kebanyakan mempunyai sifat rendah yang suka
mengejar bau busuk, wanita seperti Cu Kwan-cing adalah wanita yang cantik yang tiada
taranya, genit menggiurkan, setiap gerakan dan senyumnya, semua membuat orang jadi lupa
diri, sehingga, tidak sedikit orang tidak segan membuang nyawa, Cuma hanya ingin
mendapatkan tubuhnya.

Dua orang wanita cantik yang tiada duanya ini, seperti bunga di musim semi, bulan di
musim gugur, masing-masing ada keunggulannya, mereka bersamaan iampil di pos
persinggahan, di lapangan yang sepi yang tidak banyak orang, para pesilat tinggi dunia
persilatan yang berada di

lapangan, matanya berkunang-kunang, hatinya berdebar-debar, bengong dan seperti mabuk.

Mata Cu Kwan-cing melihat kesekeliling, dia tertawa genit dengan bangga, lalu menghadap
pada Pek Soh-ciu, berkata:

"Saat terjadi peristiwa berdarah di perumahan Leng-in, ratusan pesilat yang berilmu
tinggi terlibat didalamnya, tidak satu pun ada yang selamat, jika aku ikut terlibat
dalam penyerangan itu, tidak mungkin aku masih hidup sampai sekarang, jadi ikut
tidaknya aku dalam serangan gelap pada Sin-ciu-sam-coat, dengan sendirinya tidak perlu
ditanyakan."

Pek Soh-ciu tertegun sebentar, dengan tetap dingin berkata:

"Walau benar kau tidak ikut dalam penyerangan, tapi tidak bisa lolos dari dugaan ikut
merencanakan, tapi jika kau bisa mengatakan otak yang menjadi penyerang perumahan Leng-
in, aku bisa memberi satu jalan hidup buatmu."
Wajah Cu Kwan-cing berubah, dia berkata: "Saudara kecil bagaimana bisa memaksa orang
seperti ini, dengan terpaksa Cu Kwan-cing ingin melihat kehebatan ilmu silat Sin-ciu-
sam-coat."

Baru saja habis berkata, sepasang tangannya seperti kilat datang menotok, baru saja
bergerak setengah jalan, mendadak sepasang tangannya pecah menjadi dua arah, ke atas
menyerang kepala, ke bawah menyerang perut, satu jurus dua serangan, kecepatannya tidak
bisa di bayangkan.

Pek Soh-ciu mendengus, dia berdiri memasang kuda-kuda, saat sepasang telapaknya
menangkis, dia berturut turut balas menyerang tiga kali...semenjak dia telah berhasil

melancarkan jalan darah atas dan bawahnya, menembus jalan darah Jin dan Tok, kehebatan
tenaga dalamnya sudah tidak bisa dibayang-kan, saat ini begitu dia mengerahkan tenaga
dalamnya, dia merasakan tenaga dalamnya seperti mata air mengalir seperti gelombang,
walau jurus Cu Kwan-cing aneh dan banyak tipuan, tapi begitu bertemu dengan tekanan
yang sangat besar ini, dia tidak bisa leluasa melancarkan keunggulan jurusnya.

Sebentar saja mereka sudah bergebrak hampir mencapai seratus jurus, Cu Kwan-cing
menyerang mengandalkan gerakan lincahnya, mencari celah menempuh bahaya, sekuat tenaga
dia bertahan, wajahnya yang putih bersih, sudah berkeringat, dia tahu jika keadaan
terus begitu, dia sendiri pasti akan mendapat malu, dalam hatinya, dia merasa sangat
gelisah sekali.

Tiba-tiba... datang bergulung-gulung asap merah dari arah Tong-koan, dalam sekejap
seluruh lapangan sudah tertutup oleh asap merah itu, Pek Soh-ciu dan seluruh pesilat
tinggi di lapangan, semua terkurung oleh asap merah, semerah darah itu.

Kejadian mendadak ini, membuat seluruh pesilat tinggi di lapangan menjadi terkejut
ketakutan, Pek Soh-ciu khawatir Su Lam-ceng terancam bahaya, buru-buru dia mengayunkan
telapaknya membuat Cu Kwan-cing mundur, lalu berkelebat meloncat ke samping Su Lam-
Ceng, dia tetap sambil memusatkan tenaga dalamnya, dengan tenang menunggu perubahan
yang terjadi.

Di lapangan sangat hening, hanya di dalam asap merah terdengar suara ssst... ssst...
belum lagi suara aneh Itu berhenti, tiga orang aneh berbaju merah telah muncul dari
dalam asap merah. Yang memimpin adalah seorang ini bertubuh besar dan tegap, wajahnya
putih dengan jenggot perak, di sebelah kirinya berdiri seorang tua berwajah mirip

kuda tidak berjenggot, tubuhnya kurus kering, matanya menggantung bertangan satu, di
sebelah kanannya ada seorang kerdil berbaju merah, berwajah seperti wajah bayi,
berkepala sangat besar.

Di antara para pesilat tinggi di lapangan, walau pun terdapat tidak sedikit ketua
ditempatnya dan namanya termasyur di dunia persilatan, tapi begitu melihat tiga orang
aneh berbaju merah ini, semua wajahnya berubah hebat, tubuhnya tidak tahan jadi
gemetar, ternyata tiga orang itu adalah pembunuh dunia persilatan yang berjuluk Cu-lay-
sam-koay (Tiga aneh misterius) dari perguruan Thian-ho, mereka tadinya adalah tiga
orang gembong penjahat yang bergerak sendiri-sendiri. Entah sejak kapan sudah bergabung
dengan perguruan Thian-ho.

Perguruan Thian-ho adalah sebuah organisasi misterius bagi setiap orang yang begitu
mendengar namanya saja sudah merinding ketakutan.
Di dunia persilatan memang banyak orang yang berbakat, mereka memiliki kepandaian lebih
dari orang lain, tapi terhadap perguruan Thian-ho mereka hanya tahu sedikit, tidak tahu
seberapa besar kekuatannya, saat ini, mereka melihat Cu-lay-sam-koay sekaligus dengan
ratusan anak buah pesilat tinggi dari Thian-kong-ti-sam-tin (Barisan inti tiga bintang
dari tujuh bintang), mereka mau tidak mau jadi menarik nafas dalam-dalam!

Orang tua berjenggot perak, adalah Toakonya Cu-lay-sam-koay, namanya Keng lt-ci, saat
ini matanya yang seperti elang menyapu ke sekeliling lapangan, Kemudian mengeluarkan
suara siulan panjang yang memekakan telinga, lalu berkata:

"Bertarung di tempat persinggahan, di bukit terlantar ini membicarakan ilmu silat,


kalian sungguh bisa menikmati hidup!"

Oh-siucay Liu Giauw-kun dengan tertawa terpaksa, mengepal tangan membungkuk:

"Keng-heng sudah lama kita tidak bertemu, hari ini kebetulan aku lewat disini, jadi
sekalian menonton keramaian, jika Keng-heng merasa terganggu, aku akan segera pamit
pergi."

Keng It-ci membelalakan sepasang matanya, dia tertawa aneh, katanya:

"Ketua Ling adalah orang yang banyak pengalamannya, apakah lupa aturan perguruan Thian-
bo?"

Tubuh Liu Giauw-kun bergetar:

"Aku dengan kalian bersaudara sudah bertemu beberapa kali, Keng-heng......kau tidak
seharusnya membuat aku malu."

"Ha ha ha!" Keng It-ci tertawa terbahak katanya, Ketua Ci-yan yang namanya sangat
termasyur di dunia persilatan, ternyata seorang pengecut yang takut mati, sungguh
membuat orang she Keng kecewa sekali."

Perkataannya berhenti sejenak, lalu melanjutkan lagi

"Siapa pun orang yang terkurung didalam Thian-kong-ti-sam-tin, jika bukan menyerah maka
bagiannya adalah mati, ini adalah aturan keras perkumpulan kami, nah saudara Ling kenal
dengan ketua cabang kami, orang she keng juga tidak bisa mengecualikannya."

Cu Kwan-cing melihat Keng It-ci tidak memberi jalan padanya, dia jadi tidak tahan maju
ke depan, berkata:

"Cu-lay-sam-koay jangan menganggap tiap orang yang bisa ditekan, Thian-kong-ti-sam-tin,


belum tentu bisa menahan orang yang berada di lapangan ini, aku lihat saudara Keng
lebih baik tarik saja keinginanmu, supaya tidak merusak hubungan diantara kita!"

Keng It-ci berkata dingin:

"Cu-lay-sam-koay tentu saja tidak bisa di bandingkan dengan ketua Kai-pang yang
sahabatnya ada dimana-mana, tapi aturan perguruan Thian-ho sangat tegas, walau orang
she keng ada niat membantu, tapi takut tidak ada gunanya bagi kalian."

Cu Kwan-cing membentak:
"Keng It-ci, kau benar-benar tidak tahu arti persahabatan!" sambil dia membentak, dia
sudah melangkah maju dua langkah, mengulurkan lengannya yang telah robek lengan
bajunya, berlagak genit, sorot matanya menyorot sinar cabul, penampilannya membuat
orang terangsang.

Sorot mata Keng It-ci jadi membara, dia melotot pada tubuh Cu Kwan-cing dengan penuh
gairah, otot diwajahnya bergerak-gerak, sikapnya gelisah, dia seperti sudah terpengaruh
oleh lagak cabul Cu Kwan-cing, tapi masih tidak berani melanggar aturan perguruan,
sehingga wajahnya penuh dengan keraguan.

Seluruh pesilat tinggi di lapangan, tidak ada satu pun yang tidak pernah mengalami
keadaan bahaya,

pengalamannya sudah banyak, mereka melihat lagak Cu Kwan-cing, mereka tidak melepaskan
kesempatan bagus yang sulit didapat ini, sehingga dibawah bentakan Cu Kwan-cing, Say-
gwa-siang-hiap pertama-tama bergerak, pendeta To Cu-koan, Oh Kai-pang, perkumpulan Ci-
yan, murid-murid Kai-pang, dan juga Giam-ong-leng Sai Hong

dan kawan-kawan, seperti harimau ganas terlepas dari kurungan, semuanya menerjang
keluar, sesaat pertarungan pun terjadi, masing-masing aliran berlari seperti serigala
mengejar mangsanya, membuat keadaannya menjadi kacau balau.

Tapi Thian-kong-ti-sam-tin, memang punya kekuatan yang tidak bisa di perkirakan orang,
baru saja para pesilat tinggi bergerak, terlihat asap merah bergulung-gulung, dalam
sekejap api berterbangan ke segala arah, para anak buah dari masing-masing aliran,
tidak sedikit yang roboh dan tewas di bawah ayunan senjata dan panah beracun tanpa
ampun.

Suara jeritan mengerikan terdengar ramai, satu persatu tubuh yang menyemburkan darah,
dari atas jatuh ke tanah, di lapangan terjadi penjagalan yang sadis dan mengerikan,
tapi keinginan untuk hidup yang besar, membuat mereka menerjang tanpa berhenti, walau
pun sadar ini seperti telur menghantam batu, mereka tetap mencari celah kehidupan yang
mungkin bisa didapat, di dalam pertarungan berdarah yang sengit ini, hanya ada dua
orang yang tidak ikut dalam pertarungan gila ini, mereka berdampingan dengan eratnya,
kadang saling memandang dan mengeluarkan tawa pahit yang perlahan.

Lama... sepasang mata Su Lam-ceng sedikit ditutup, dengan mengeluh sedih berkata:

"Orang-orang ini jika tidak tahu ilmu barisan, mengapa masih bersikeras maju
mengantarkan nyawa?"

Dalam hati Pek Soh-ciu tergerak berkata: "Toakomu mengatakan ilmu pengetahuanmu amat
luas, apakah kau tahu cara menghancurkan Thian-long-ti-sam-tin ini?"

Su Lam-ceng tertawa kecil, berkata: "Kau jangan dengar, dia sembarangan bicara, aku
hanya sedikit belajar ilmu barisan." Perkataannya terhenti sejanak lalu berkata lagi:

"Ini adalah Su-hiang-ho-tu-tin (Barisan empat lukisan peta sungai), diluar dipecah
empat gambar, di dalam ada sembilan perubahan, api datang gali lubang, air penuh
tinggalkan perahu, sayang pintunya tidak jelas, gerakannya masih kurang lancar, untuk
memecah-kannya semudah membalikan telapak tangan."

Dalam hati Pek Soh-ciu merasa senang, saat akan menanyakan cara memecahkannya, para
murid dari masing-masing aliran, semuanya sudah mundur kembali, satu persatu wajahnya
pucat pasi, wajahnya penuh dengan warna kecewa.

Sorot mata Keng It-ci menyapu kesekeliling:

"He......he......he!" tertawa dingin, "Thian-ho muncul, semua perkumpulan menyembah,


kalian jika tahu diri, lebih baik menyerah saja!"

Walau para pesilat tinggi dilapangan merasa marah, tapi tidak ada satu pun yang berani
tampil keluar, membiarkan angin sedih hujan pahit, menutupi lapangan yang dipenuhi oleh
asap merah ini.

Cu Kwan-cing tidak salah disebut sebagai setan wanita sepanjang masa, dalarn keadaan
berbahaya seperti ini, dia tetap masih bisa memperhatikan sepasang suami istri remaja
yang berdiri dengan tenang. Terhadap kejadian di depan mata, mereka seperti tidak
melihatnya, saat ini tidak ada seorang pun berani menjawab kata-kata Keng It-ci, dia
malah memberi satu senyuman genit pada Pek Soh-ciu berkata:

"Anggota tubuh berterbangan, bau amis darah menyebar keseluruh lapangan, saudara kecil!
Kau malah sedikit pun tidak merasa terganggu?"

Pek Soh-ciu belum sempat menjawab, Su Lam-ceng sudah melanjutkan berkata:

"Cici, apakah mereka semua mau mendengarkan kata-katamu?"

Cu Kwan-cing bengong katanya:

"Siapa yang kau maksud akan mendengar kata-kataku?"

Su Lam-ceng menunjuk pada para pesilat tinggi dilapangan berkata:

"Jika mereka mau menuruti kata-katamu, aku bisa membawa kalian keluar dari barisan
ini."

Sejenak Cu Kwan-cing tertawa genit:

"Adik kecil! Apa kata-katamu sungguh-sungguh?"

Pembicaraan mereka berdua, tidak bedanya seperti sebuah obor yang menerangi kegelapan,
membuat orang-orang yang sudah putus harapan, seperti mendapat kehidupan baru, Oh-
siucay Liu Giauw-kun perama-tama yang maju ke depan Su Lam-ceng, berkata:

"Jika nona bisa memimpin kami keluar dari barisan ini, perkumpulan Ci-yan akan menuruti
perintah.?

Ketua Kai-pang Sangguan Ceng-hun, juga dengan suara lantang berkata:

"Jika nona ada perintah apa, Kai-pang akan berada di depan."

Su Lam-ceng melihat para pesilat tinggi ini semua mau perintah, maka dia menyuruh Cu
Kwan-cing

menyampaikan kepada masing masing perkumpulan

caranya keluar dari barisan, sesudah itu dia tertawa pada Pek Soh-ciu. Kepada pendeta
To Cu-koan, dan Say-gwa-siang-hiap berkata:

"Kalian di pecah jadi tiga grup menahan Cu-lay-sam-koay, perkumpulan lainnya, menurut
cara yang telah disampaikan, segera membongkar barisan keluar dari kepungan."

Pek Soh-ciu melihat dia memberi tugas pada dirinya untuk bertarung dengan Cu-lay-sam-
koay, tidak tahan dia jadi merasa kebingungan, tapi Su Lam-ceng sambil tersenyum
berkata:

"Ciu koko! Kita jalan." Habis bicara, langsung melangkah jalan, menuju ke depan Keng
It-ci.

Pek Soh-ciu terkejut, sepasang kakinya dihentakan, secepat anak panah terlepas dari
busurnya, tubuhnya seperti kuda terbang, melewati Su Lam-ceng, berdiri didepan Keng It-
ci.

Ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui dia, saat ini digerakan dengan sepenuh
tenaga, gerakannya seperti segaris asap tipis, sampai penjahat seperti Keng It-ci, juga
hatinya tidak tahan bergetar keras, ketika sepasang matanya melihat wajah Pek Soh-ciu,
kembali langkahnya seperti dipaksa melangkah mundur dua langkah oleh karismanya,
setelah dia menenangkan hati, dengan dingin dia berteriak:

"Bocah kau cari mati?"

Pek Soh-ciu menegakan telapaknya seperti pisau, di dorong ke depan sejajar dengan dada,
jurus Hong-han-wie-lau (Angin jahat menggoyang gedung) dengan cepat dilancarkan,
mulutnya membentak:

"Aku masih ingin hidup."

Dalam hati Keng It-ci sadar walau Pek Soh ciu masih berusia muda, tapi ilmu silatnya
sudah mencapai taraf yang mengejutkan orang, buru-buru dia memiringkan tubuh,
menghindarkan jurus yang bisa menghancurkan batu ini, di ikuti sebelah tangannya
diayunkan, menotok ke jalan darah Ki-bun yang berada d ibawah dadanya.

Pek Soh-ciu tidak mau menyia-nyiakan waktu, begitu menyerang dia langsung mengeluarkan
jurus hebat Sin-ciu-sam-coat. Karena dua jalan darah Jin dan Toknya sudah tembus,
setiap jurusnya yang dilancarkan hebatnya jadi berlipat-lipat, laksana angin topan,
badai salju yang menerjang.

Keng It-ci terkejut bukan kepalang, dia tidak menduga di tempat yang terpencil ini,
bisa bertemu dengan seorang pesilat muda yang ilmu silatnya tidak bisa di ukur dan
sangat hebat. Kelihatannya gelombang belakang sungai Tiang-kang mendorong gelombang
didepan, generasi baru menggantikan generasi lama, mungkin sudah waktunya dia
mengundurkan diri.

Tapi buat Cu-lay-sam-koay yang orang-orangnya berhati keji dan kejam, saat dia loncat
menghindar, dia pelihat Su Lam-ceng sedang berdiri satu tombak lebih darinya, sepasang
matanya dengan jernih sedang bergerak-gerak, menatap pada Pek Soh-ciu dengan rasa cinta
yang besar, hati Keng It-ci jadi tergerak melihat itu, mendadak dia memutar pinggangnya
meloncat miring, sekali meloncat jauhnya satu tombak lebih, lima jari dijulurkan,
dengan kecepatan laksana kilat, dengan kuat mencengkram bahu Su Lam-ceng.

Perubahan besar ini diluar dugaan Pek Soh-ciu, ketika dia berteriak keras maju
mengejar, tapi lima jari Keng It-ci seperti baja, sudah hampir menyentuh bahunya Su
Lam-ceng, didalam hati Pek Soh-ciu diam-diam teriak
"Habislah", jika Su Lam-ceng jatuh ke tangan lawan, seluruh persoalannya akan jadi sia-
sia!

Tetapi, kejadian di dunia sering timbul hal yang tidak diduga, di luar perkiraan orang.
Terlihat bayangan orang berkelebat, tahu-tahu tangkapan Keng It-ci telah menemui tempat
kosong.

Pek Soh-ciu jadi melotot bengong tidak mengerti, bagaimana pun berpikir dia tidak bisa
mendapatkan jawabannya, Su Lam-ceng ternyata bisa meloloskan diri dari cengkraman
lawan, Keng It-ci lebih-lebih terkejut, mulutnya sampai menge-luarkan suara liih...
hatinya jadi menciut.

Di dalam hati dia tahu jika dia tidak bisa segera menangkap Su Lam-ceng, hari ini
mungkin dia akan mengalami kekalahan, maka dia segera menggerakan sepasang tangan,
cepat laksana angin ribut, segera mengurung Su Lam-ceng dalam bayangan telapaknya,
tapi... keinginan dia tetap saja tidak membuahkan hasil, terlihat baju berkibar dan
tubuh Su Lam-ceng seperti melayang layang, persis seperti ikan bermain didalam air,
sia-sia saja dia mempunyai ilmu silat tinggi, malah sampai ujung bajunya Su Lam-ceng
juga tidak bisa menyentuhnya.

Pek Soh-ciu juga terpesona oleh gerakan kaki Su Lam-ceng yang teratur melangkah, malah
dengan pikiran takjub dia melihatnya, hingga lupa maju menyelamatkan dia dari bahaya.

Mendadak terdengar satu teriakan:

"Ciu koko! Kau mengapa? Cepat usir dia!"

Pek Soh-ciu terkejut dan sadar, diam-diam berkata, "Aku pantas mati!", Pek Soh-ciu tahu
walau pun langkahnya hebat, tapi Su Lam-ceng adalah seorang wanita lemah yang

tidak bisa silat, mengapa dia malah jadi penonton! Di barengi rasa gelisah, mendadak
dia mengulurkan lengan kanannya, lima jari yang mulus, segera berubah jadi putih
bersih, lalu dengan membentak, "Heh!", satu garis sinar hitam meluncur seperti kilat
dan, 'tak' terdengar suara pelan, Keng It-ci langsung roboh terlentang tidak bisa
bangun lagi.

Segera Pek Soh-ciu melangkah maju beberapa langkah, mengulurkan tangannya memeluk
pinggang Su lam-ceng dengan lembut, Su Lam-ceng menyandar ke dadanya yang berotot
sambil sedikit terngengah-engah berkata:

"Ciu koko! Apakah orang ini mati?"

Pek Soh-ciu dengan perasaan sesal berkata: "Karena terus menikmati langkah adik Ceng,
hampir saja membuat kau celaka, orang jahat yang hatinya busuk seperti dia, di biarkan
hidup, dia membahayakan dunia!"

Su Lam-ceng beristirahat sebentar, lalu bangkit dan berkata:

"Ciu koko! Mari kita pergi."

Asap merah masih tetap menyelimuti tempat ini, tapi Thian-kong-ti-sam-tin yang hebat,
yang kekuatannya tiada duanya, malah tidak bisa menahan para pesilat tinggi dari dua
golongan putih dan hitam ini, walau pun dua golongan itu ada yang terluka atau tewas,
tapi akhirnya bisa mencari lowongan, meloloskan diri keluar dari kepungan.
Mentari pagi bersinar indah, angin pagi meniup baju, pagi hari ini adalah pagi keesokan
harinya. Su Lam-ceng mengangkat tangan membereskan rambut kacau

dipelipisnya, pada Pek Soh-ciu tersenyum mesra berkata:

"Walau pihak perguruan Thian-ho jatuh korban banyak, tapi kekuatannya belum melemah,
kita masih harus cepat mundur ke arah tenggara."

Pek Soh-ciu mengangkat melihat jauh, benar saja terlihat asap masih bergulung-gulung
dengan cepat, Thian-kong-ti-sam-tin sedang datang menelusuri jalan dengan cepatnya, dia
melihat wajah Su Lam-ceng yang kelelahan dan pucat, terpaksa dia menuntunnya mundur
dengan cepat ke arah tenggara.

Di luar lima lie di sebuah hutan, di depan hutan bukit naik turun, rumput kering tampak
dimana-mana, pemandangannya sangat gersang, baru saja mereka berdua sampai disisi
hutan, Su-sik dan Hu-cen sudah datang menyambut, mereka membawa mereka ke satu tempat
dengan rumput yang hijau lembut, segera mengeluarkan makanan melayani mereka makan, Pek
Soh-ciu tertawa penuh cinta pada nona bangsawan ini berkata:

"Makannya pelan-pelan saja, adik Ceng, jika tersedak tidak enak rasanya."

Su Lam-ceng melirik dengan mata putih berkata:

"Gara-gara kau melepaskan kehidupan enak, sekarang kita hanya bisa makan di alam
terbuka, beralaskan tanah beratapkan langit......"

"Ha......ha......ha!" Pek Soh-ciu tertawa keras, "langit dan bumi sebagai gubuk, empat
lautan sebagai rumah, kapan kau pernah menikmati alam terbuka yang nikmat ini."

Di saat mereka bersenda gurau, terlihat ketua Kai-pang Sangguan Ceng-hun memimpin
puluhan murid murid Kai-pang dengan cepat menghampiri, di belakangnya asap menutup
langit, anak buahnya perguruan Thian-ho, dengan kekuatan besar sedang mengejar dari
belakang.

Su Lam-ceng berkata pada Pek Soh-ciu: "ShangGoan Pangcu dari Kai-pang orangnya terbuka,
dia adalah seorang yang suka membantu, Ciu koko berkelana di dunia persilatan, tanggung
jawabnya berat, perjalanannya masih panjang, sangat baik kalau bisa bersahabat
dengannya, juga bisa dijadikan pembantu." habis bicara, tidak menunggu Pek Soh-ciu
menyatakan setuju, dia sudah menyuruh Hu-cen membawa para murid Kai-pang masuk ke dalam
hutan.

Pek Soh-ciu tidak mengerti:

"Kekuatan kita sangat kecil, orangnya pun sedikit, mengapa saat ini tidak menghindar
dari serangan musuh?"

Su Lam-ceng tertawa:

"Hutan ini nilainya sama dengan sepuluh ribu prajurit, walau perguruan Thian-ho punya
ribuan tentara dan puluhan ribu kuda, jangan harap bisa melangkah masuk kedalam."

Terhadap istrinya yang cantik penuh misterius ini, Pek Soh-ciu merasakan sangat tidak
mengerti? Sebagai seorang wanita lemah yang sama sekali tidak bisa ilmu silat, malah
bisa dengan tenang menghindarkan cengkeraman jarinya Keng It-ci, sedikit pun tidak
mendapat luka, malah Thiankong-ti-sam-tin yang amat ditakuti oleh dunia persilatan, dia
dengan sesuka hati bisa keluar masuk, jika bukan menyaksikan dengan mata kepala
sendiri, mungkin tiada seorang pun yang bisa percaya, tapi, dengan sebuah hutan bisa
menangkal puluhan ribu tentara, kecuali Cukat Liang kembali muncul......

"Kek... Ciu koko! Kau mengapa? Pangcu Kai-pang ShangGoan menyapamu lho!"

Pek Soh-ciu jadi tertegun mendengar kata-kata ini, baru saja menghentikan pikirannya
yang kacau, Sangguan Ceng-

hun yang berdiri dengan hormat di sisinya sudah mengepal tangan memberi hormat dan
berkata:

"Atas pertolongan kalian suami istri, Sangguan Ceng-hun dengan ini mengatakan terima
kasih, di kemudian hari jika Siauhiap memerlukan tenaga Kai-pang, asalkan menulis
sehelai kertas memanggilnya, para murid Kai-pang pasti akan melaksanakannya dengan
sekuat tenaga."

Pek Soh-ciu memberi hormat kembali: "Di dalam satu perahu yang berbahaya, tentu saja
sudah menjadi berkewajiban kita saling membantu, ShangGoan Pangcu tidak perlu sungkan."

Sangguan Ceng-hun tertawa keras, katanya: "Dengan sikap Siauhiap yang berjiwa besar dan
tidak seperti orang biasa, studah berabad-abad dunia persilatan sulit bisa
menemukannya......kek, kek, jika Siauhiap tidak merasa hina bergaul dengan pemimpinnya
pengemis......"

Wajah Pek Soh-ciu jadi serius, dia lalu membungkuk memberi hormat:

"Aku menghormat pada Toako."

Sangguan Ceng-hun langsung menangkap bahunya Pek Soh-ciu, mengangkat kepala keatas
langit tertawa keras, lama... dari dalam dadanya dia mengeluarkan sebuah Seruling Bambu
berwarna ungu yang panjangnya hanya tiga cun, menyodorkannya pada Pek Soh-ciu berkata:

"Adik! Seruling Bambu ini adalah penakluknya segala racun, Couwsu perkumpulan kami.
Dewa Pengemis Sie-ek mengandalkan Seruling Bambu ini, memperoleh julukan Thian-he-te-
it-enghiong di dunia persilatan, sayang empat buah lagu Angin, Guntur, Air, Api yang
membuat beliau ternama, semuanya telah hilang dan tidak ada yang bisa melakukannya,
Toako menyimpan seruling keramat ini,

hanya menyia-nyiakan benda pusaka saja, adik! Aku berikan saja barang ini padamu."

Pek Soh-ciu berkata:

"Toako! Seruling Bambu adalah benda keramat kai-pang, mana berani adik menerimanya."

Sangguan Ceng-hun dengan serius berkata: "Adik! Jika kau memandangku, maka jangan
menolaknya."

Su Lam-ceng melihat wajahnya Pek Soh-ciu merasa kesulitan, maka pelan menariknya:

"Jika ShangGoan Toako begitu tulus memberikan, kau terima saja, di kemudian hari jika
kau bisa mendapatkan empat lagu Angin Guntur Air Api, kau bisa kalian kembalikan kepada
Toako, bukankah akan lebih baik?”
Dalam hati Pek Soh-ciu berpikir, empat lagu Angin Guntur Air Api entah berada dimana,
Kai-pang yang muridnya tersebar diseluruh pelosok dunia juga tidak bisa mendapatkannya,
dia sendiri mau mencari kemana, tapi Su Lam-ceng sudah menyanggupinya, maka dia tidak
baik menolaknya lagi.

"Ha...ha...ha...ha" Sangguan Ceng-hun tertawa keras, katanya lagi, "Toako tidak


mengharapkan itu, setelah adik mengatakan demikian, jadi menuduh Toako seperti ada
maksud tertentu."

Mereka berbincang-bincang beberapa saat, lalu Sangguan Ceng-hun mengajarkan cara meniup
Seruling Bambu mengumpulkan ular dan serangga, berkata lagi:

"Adik! Apakah kau sudah menemukan musuh-musuh yang diam-diam menyerang perumahan Leng-
in?"

Pek Soh-ciu dengan sedih menggelengkan kepala:

"Adik berkelana di dunia persilatan, dalam sekejap sudah lewat setahun, terhadap musuh
yang menghancurkan rumah dan membunuh ayah, malah sedikit pun tidak tahu, tapi......"

"Adik jika ada yang ingin dikatakan, katakan saja, biar kita merundingkannya."

"Apa Cu Kwan-cing Sucinya Toako?"

"Tidak salah, tapi wanita itu kejam seperti ular berbisa, justru karena menginginkan
Seruling Bambu ini, dia telah berani meracuni guru hingga tewas, Kai-pang sudah lama
menghapus namanya, toako juga tidak bisa lagi menganggap dia Suci lagi, mengapa? Apa
Adik curiga pada dia?"

"Aku dengar dia mendirikan Oh Kai-pang, dengan Ngo-tok-tui-hun-cian sebagai senjata


gelap nya, padahal para penjahat bertopeng yang diam-diam menyerang perumahan Leng-in,
semua menggunakan senjata gelap ini."

"Belum tentu, yang kakak ketahui, di dalam dunia persilatan, masih ada orang yang punya
senjata gelap semacam ini, salah satunya adalah perguruan Thian-ho."

Su Lam-ceng berkata:

"Semua perguruan yang memiliki senjata gelap semacam ini, kita jadikan mereka sebagai
sasaran penyelidikan, tapi harus berencana, tidak boleh terburu-buru."

Sangguan Ceng-hun berkata: "Adik benar, kita memang harus membalas dendam, tapi tidak
harus terburu-buru, tentang Cu Kwan-cing biar Toako yang menyelidikinya."

Saat ini karena tidak bisa masuk ke dalam hutan, perguruan Tian Huo sudah meninggalkan
tempat, Pek Soh-

ciu melihat ke atas langit, lalu membalikan kepala dan I berkata pada Sangguan Ceng-
hun:

"Jika demikian, penyelidikannya pada Cu Kwan-cing, aku serahkan pada Toako saja, Siaute
ingin berjalan-jalan di dunia persilatan mencoba keberuntungan, jika toako tidak ada
urusan lain lagi, kita pamit disini......"
Sangguan Ceng-hun memegang tangan dia lama sekali, berkata:

"Baik, jika ada masalah, setiap saat Adik bisa menyuruh murid Kai-pang memberi kabar
padaku." Habis bicara dia mengepal tangan menghormat, setelah saling berpesan supaya
hati hati, lalu Pangcu Kai-pang memimpin para muridnya pergi.

Menunggu Sangguan Ceng-hun pergi, Su Lam-ceng, melirik Pek Soh-ciu berkata:

"Ciu koko, kemana kita mau pergi?"

Sekarang Pek Soh-ciu sadar, Su Lam-ceng orangnya jenius, maksud hatinya sendiri, pasti
tidak bisa lolos dari perhatiannya, maka dengan mencobanya dia berkata:

"Di dunia persilatan itu banyak penipu, hati orang banyak yang jahat,
aku......aku......"

"Aku tahu kau sudah mulai bosan di dunia persilatan, ingin membawa aku kembali ke Tong-
koan, Su-sik cepat bereskan barang barang, Siauya ingin membawa kita kembali pulang."

"Pung!" hati Pek Soh-ciu meloncat, buru-buru membela diri berkata, "tidak......kapan
aku pernah bilang akan membawa kalian kembali ke Tong-koan..."

Su Lam-ceng perlahan menyunggingkan bibir

munggilnya:

"Mengapa, apa aku salah menduga? Jika di dunia persilatan banyak penipu, hati orang
licik dan kejam, kita menghindar dari mereka, bukankah masuk akal?"

Sesaat Pek Soh-ciu sulit bicara:

"Ini.. .kek, aku... aku masih belum dapat..."

"Hah......!" Su-sik tertawa, "sudahlah, nona Nanti Siauya tambah gelisah, bukan lucu
lagi."

Pek Soh-ciu melihat tingkah mereka majikan dan pelayan, baru tahu Su Lam-ceng bukan
benar-benar ingin kembali ke Tong-koan, dan benar saja, istrinya yang cantik jenius ini
tidak mempermainkan dia lagi, beradu siasat dengan dia, sungguh hanya mencari kerepotan
sendiri, maka dia dengan tertawa lega dia berkata:

"Aku tidak gelisah......aku tahu adik Ceng sedang......kek......berkelakar......"

"Hm!" Su Lam-ceng mendengus, "berkelakar kali ini aku ampuni, jika masih berani
berbicara memulai mutar, lihat apa aku masih mengampuni kau tidak?"

Pek Soh-ciu sambil tertawa membungkuk menghormat berkata:

"Lain kali tidak berani lagi, adik Ceng, menurutmu apakah kita harus mencari perguruan
Thian-ho untuk menyelidiki?"

"Kau tenang saja, kau tidak perlu pergi mencari perguruan Thian-ho, perguruan Thian-ho
juga tidak akan membiarkanmu lolos, Su-sik bongkar barisannya, kita juga sudah harus
mencari tempat untuk beristirahat."

Su-sik segera membongkar barisan, Hu-cen


membawakan kuda, di dalam derap kuda yang seperti hujan deras, mereka tiba di Han-ku-
koan yang termasyur sekali

dalam sejarah, tempat ini berada satu li lebih di sebelah barat daya kabupaten Leng-po
provinsi Ho-lam, kota penting kerajaan Cin di masa peperangan, karena Koan-ceng
didirikan ditengah lembah, maka disebut Yo-kok, sementaranya dari timur sampai barat
sepanjang lima belas li berderet tebing tinggi, di atas tebing tumbuh pohon cemara
menjulang tinggi menutup bagian atas, hingga tidak bisa melihat langit, mulai dari
Siau-san yang di sebelah timur, sampai Tong-king di sebelah barat, semua disebut Yo-
kok, keadaan tempatnya berbahaya, jadi disebut Thian-hian.

Setelah masuk ke dalam kota, Hu-cen mendapatkan penginapan Hong-lin-khe, sebuah


penginapan paling besar di kota ini, dia mengambil satu paviliun, mempersilahkan Pek
Soh-ciu suami istri tinggal, Su Lam-ceng segera menjatuhkan diri diatas ranjang dengan
lesu mengeluh:

"Beberapa hari ini tidak pernah bisa tenang istirahat, hai... sungguh lelah sekali."

Pek Soh-ciu duduk di sisinya, tersenyum dan berkata:

"Sebenarnya nona bangsawan seperti kau, tidak seharusnya ikut aku berkelana di dunia
persilatan......"

Su Lam-ceng mendadak bangkit, mata cantiknya melotot:

"Menyusahkanmu, betul? Hm......"

"Kek, Adik Ceng! kapan aku mengatakan kata-kata ini......"

"Kalau begitu selanjutnya kau tidak boleh mengatakan apa itu nona bangsawan segala,
apakah nona bangsawan juga terbuat dari tempelan kertas!"

"Baik, tidak mengatakan ya tidak mengatakan, itu sudah bolehkan?"

"Tidak bisa, setelah makan masih harus menemani aku keluar jalan-jalan."

"Menemani, tentu saja menemani, hai... tidak diduga setelah mendapatkan istri, malah
menambah..."

Su Lam-ceng memonyongkan mulutnya, baru saja akan membantah, di luar terdengar suara
ketokan pintu, mereka berhenti berkelakar, Pek Soh-ciu berkata:

"Siapa?"

"Su-sik, Siauya! Tuan Gouw pejabat kota datang berkunjung."

Pek Soh-ciu merapihkan baju, sambil membalikkan kepala bertanya pada Su Lam-ceng dengan
sorot matanya, Su Lam-ceng berbisik:

"Han-ku-koan dibawah kekuasaan Toakoku, mungkin dia datang hanya sebagai kunjungan
kesopanan, kesopanan tidak bisa diabaikan, kau pergilah menghadapinya."

Pek Soh-ciu membuka pintu kamar, terlihat seorang jenderal tua yang rubuhnya tinggi
besar, dengan jenggot hitam panjang sampai kedada berdiri di depan pintu, di belakang
dia ikut empat orang laki-laki besar setengah baya berpakaian preman, semua orang itu
tampak segar bugar, berdiri dengan wajah menghormat.

Jenderal tua itu memperhatikan Pek Soh-ciu sebentar, lalu mengepalkan tangan membungkuk
dan herkata:

"Pek Siauya, aku terlambat menyambut, harap siauya bisa memaafkan."

Pek Soh-ciu balik menghormat:

"Tidak berani, aku hanya seorang rakyat biasa, harap Ciangkun jangan terlalu banyak
hormat."

"Ha......ha......ha" jenderal Gouw tertawa senang,

"Siauya adalah seorang yang berbakat, tidak tertarik pada kekuasaan dan kemewahan,
dimana Siocia? diluar sudah disediakan kereta, silahkan Siauya dengan siocia pindah ke
rumah, supaya aku bisa melayani sebagai seorang tuan rumah."

Pek Soh-ciu mengucapkan terima kasih tapi .....nolak dengan halus, katanya:

"Istriku kecapaian di perjalanan, sekarang sedang beristirahat, atas perhatian


Ciangkun, aku ucapkan terima kasih "

Saat mereka saling bersikeras, di luar terdengar lagi suara teriakan istri jendral
sudah tiba disana, Pek Soh-ciu membalikkan kepala melihatnya, tampak seorang nyonya
setengah baya yang cantik dengan rambut digelung tinggi keatas, memakai rok panjang
sampai ke tanah, dengan dituntun oleh empat orang pelayan wanita, melenggang masuk ke
dalam ruangan, jenderal Gouw cepat

memperkenalkan pada Pek Soh-ciu katanya:

"Ini istriku." Kata-katanya berhenti sejenak, lalu berbalik pada nyonya setengah baya,
berkata lagi, "Ini adalah Pek Siauya, aku sedang mengundang dia tapi tidak berhasil,
Hujin masuk lah ke dalam melihat Siocia, aku menunggu di sini."

Nyonya setengah baya yang cantik menghormat pada Pek Soh-ciu, lalu melangkah masuk ke
dalam kamar, Pek Soh-ciu terpaksa berbincang bincang dengan jenderal Gouw di
pekarangan, sebentar kemudian nyonya setengah baya yang cantik itu keluar lagi, benar
saja dia bisa mengundang

Su Lam-ceng keluar, dia tertawa mantap pada Pek Soh-ciu katanya:

"Siauya! Siocia sudah setuju, Siauya berilah kami sedikit muka."

Pek Soh-ciu tidak bisa berbuat apa-apa, terpaksa dia menjadi tamu terhormat di kediaman
jenderal Gouw, kemudian dia baru tahu, ini adalah pesan yang di sampaikan oleh Su Yi,
panglima Tong-koan selalu memperhatikan adiknya yang lemah dan manja dan adik iparnya
yang tampan.

Setelah makan, mereka sedang berbincang-bincang, jenderal Gouw menatap Pek Soh-ciu
berkata:

"Siauya! Aku punya satu masalah yang tidak mengerti, tidak tahu Siauya mau tidak
menjelaskannya."

Pek Soh-ciu dengan wajah serius berkata:

"Ciangkun tidak perlu sungkan-sungkan, jika Soh-ciu tahu pasti akan dikatakan."

"Siauya masih muda, tidak saja sudah termasyur di dunia persilatan, tapi juga punya
dendam yang begitu besar, yang hampir membuat orang tidak bisa percaya, sepertinya
seluruh dunia persilatan, semua adalah musuhnya Siauya......"

Pek Soh-ciu tertegun:

"Termasyur di dunia persilatan, Soh-ciu tidak berani dan malu menerimanya, musuhku
dimana-mana, itu memang benar, tapi......"

Jenderal Gouw mengusap jenggotnya sambil tertawa sambil berkata:

"Siauya tentu tidak mengerti mengapa aku bisa tahu persoalan di dunia persilatan, ha ha
ha, jujur saja, ini semua diberi tahukan oleh istriku."

"Ooo!" Pek Soh-ciu berkata, "kalau begitu istri anda pasti seorang Lihiap."

“Mertuaku Suma Oey, namanya setara Oh-kui

Ouwyang Yong-it di dunia persilatan, Siauya tentu pernah mendengarnya."

Pek Soh-ciu jadi tersadar:

"Ternyata Hujin adalah putri Suma Tayhiap, Soh-ciu sungguh tidak hormat sekali."

Istri jenderal Gouw bernama Suma Hiang, dia tersenyum berkata:

"Ayahku adalah Sian-put-cie (Dewa miskin) yang sudah ternama, putrinya malah menikah
dengan seorang menantu kaya, harap Siauya jangan mengolok."

Su Lam-ceng berkata:

"Hujin pasti telah mendengar kabar apa yang tidak bagus, betulkan?"

Suma Hiang tertawa berkata:

"Adik kecil memang seorang manusia krital berhati cermin, segala sesuatunya tidak bisa
lolos darimu, hai....

jika bukan karena telah mendengar kabar, mana kami berani bersikeras pada kalian untuk
tinggal di rumahku."

Su Lam-ceng merasa gelisah:

"Kalau begitu harap Hujin bisa menjelaskan pada kami, supaya kami bisa bersiap-siap."

Suma Hiang berkata:


"Gerakan kalian suami istri, semua orang persilatan sudah jelas mengetahuinya, saat ini
pesilat tinggi dunia persilatan yang berkumpul di daerah Yo-kok, jumlahnya tidak kurang
dari tiga ratus orang, perguruan yang ikut diantaranya, ada perguruan Thian-ho, Siau-
lim, perkumpulan Ci-yan, Bu-tong, Bu-tai, Oh Kai-pang, berikut sejumlah pesilat tinggi
yang tidak termasuk dalam perguruan......"

Wajah Pek Soh-ciu berubah:

"Bagus sekali, hutang bagaimana pun harus dibayar, dengan membuat perhitungan
sekaligus, malah bisa menghilangkan banyak kerepotan."

"Kek." Jenderal Gouw batuk sekali, "Siauya memiliki warisan ilmu silat dari tiga
keluarga, tentu saja tidak takut pada orang-orang ini, tapi Siocia dan dua pelayannya
mungkin tidak mampu melindungi dirimya......"

Suma Hiang melanjutkan:

"Menurut pendapat kami berdua, lebih baik Siauya sementara tinggal dirumah kami, dengan
batas waktu selama seratus hari, supaya mereka majikan dan pelayan bertiga bisa
menambah sedikit kemampuannya melindungi diri sendiri....."

Pek Soh-ciu berkata:

"Ilmu silat dalamnya seperti lautan, dengan batas waktu seratus hari, mungkin tidak
akan menghasilkan apa-apa, apa lagi Soh-ciu, terlalu lama tinggal di rumah anda, dalam
hati juga merasa tidak bisa tenang."

"Ha......Ha......ha" jenderal Gouw tertawa, katanya,

"kalau Siauya berkata demikian, jadi menganggap kami bukan orang sendiri, aku hanya
takut rumahku tidak bisa melayani kalian dengan baik, Siauya jangan merasa

sungkan, mengenai batas seratus hari.....pasti ku punya pandangan lain."

Suma Hiang melanjutkan:

"Itu hanyalah satu ideku, betul atau tidak? Siauya bisa mempertimbangkannya." Dia meng-
hentikan perkataannya sejenak, katanya:

"Siocia punya pengetahuan sangat dalam, tidak bisa disamakan dengan nona lemah yang
biasa tinggal di dalam kamar mewah, sampai Thian-kong-ti-sam-tin, dan Keng It-ci yang
namanya termasyur di dunia persilatan Juga tidak bisa berbuat banyak padanya, aku pikir
di dalam seratus hari, dia pasti mendapatkan hasil yang bisa mengejutkan orang."

Setelah berpikir cukup lama Pek Soh-ciu jadi setuju.

Maka mereka sementara tinggal di Han-ku-koan. Pertama-tama dia mengajarkan ilmu tenaga
dalam Sin-ciu-sam-coat, lalu setiap hari dengan tenaga dalamnya yang sangat hebat
membantu Su Lam-ceng melancarkan jalan arah di seluruh tubuhnya, selanjurnya
mengajarkan jurus Im-cu-kiam, Tiga gerakan Ong-hong (angin topan), ilmu meringankan
tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui, seluruhnya diajarkan pada mereka, seratus hari belum
sampai, Su Lam-ceng dan pelayannya sudah berubah tidak seperti dulu lagi, Su Lam-ceng
juga telah menciptakan dan membuat delapan buah bendera besi kecil diberikan pada
setiap orang, Pek Soh-ciu dan dia sendiri berikut pelayannya, berlatih melempar seperti
cara melempar senjata gelap, menancapkan bendera besi di dalam radius sepuluh tombak,
hingga dalam sekejap bisa membentuk sebuah barisan Pat-bun-tiat-kie-tin (Barisan
delapan pintu bendera besi) yang baik dewa maupun setan sulit memecahkannya, walau pun
berhadapan dengan musuh yang banyak sekali, asalkan tidak keluar dari barisan, pasti
akan selamat.

Setelah lewat seratus hari, mereka meninggalkanl Han-ku-koan, menelusuri jalan raya
Koan-lok menuju Lok-yang.

Hari pertama mereka sampai di kabupaten Hui-seng, sepanjang perjalanan semua berjalan
tenang, tidak bertemu dengan orang yang mau cari masalah, baru pagi keesokan harinya,
dalam perjalanan ini masalah yang tidak diharapkan, sudah mulai datang.

Pertama-tama adalah kuda mereka yang terjadi masalah, untungnya Su Lam-ceng sudah tidak
seperti dulu lagi, ketika kudanya tiba-tiba jatuh ke depan, dia sudah meloncat
melepaskan diri dengan selamat, walau begitu, dia masih ketakutan hingga wajahnya
menjadi pucat.

Sekarang, empat ekor kuda mereka semuanya telah mati, terpaksa Su-sik dan Hu-cen
menggendong perbekalan, bersama-sama mulai berjalan kaki kembali, buat Pek Soh-ciu
berjalan jauh seperti ini tidak menjadi masalah, tapi bagi Su Lam-ceng dan pelayannya
mungkin tidak akan bisa bertahan, maka Pek Soh-ciu memutuskan, pertama-tama pergi dulu
ke kota kabupaten yang berada di depan, menyelesaikan masalah kuda terlebih dulu.

Su Lam-ceng malah tersenyum katanya:

"Menurut pandanganku, keinginanmu mungkin akan gagal."

Pek Soh-ciu merasa heran:

"Menurut yang aku tahu, kota yang ada di jalan iaya Koan-lok ini, terdapat pasar kuda,
mengapa Adik Ceng berkata demikian?"

"Bangsat yang membunuh kuda kita, mereka juga pasti tahu akan hal ini, jika kita bisa
membelinya, buat apa mereka berbuat hal bodoh ini!"

Li Cukat ini memang jenius, hingga mereka melewati dua kota, disana sama sekali tidak
ada kuda eekor pun, Pek Soh-ciu mengeluh tapi tidak bisa berbuat apa apa, katanya:

"Kata-katamu kembali benar, selanjutnya kita harus bagaimana, kau yang atur saja!"

Su Lam-ceng mengerutkan alis:

"Tadi aku melakukan satu ramalan, di dalam sepuluh hari ini, kita hanya akan mengalami
kejadian yang mengejutkan, tapi tidak berbahaya, setelah sepuluh...”

Perkataannya tertahan, sepasang matanya, tampak berlinang air mata, Pek Soh-ciu
terkejut sekali, katanya:

"Mengapa, Adik Ceng......apakah kita akan mengalami suatu bahaya?"

Su Lam-ceng mengeluh tanpa bersuara:

"Kita suami istri selamanya akan bersatu, hingga seratus tahun, hanya, setelah sepuluh
hari, akan berpisah sementara......"

"Hay, Adik Ceng......ramalanmu itu, belum tentu bisa selalu tepat."


"Aku pun berharap begitu!" dia terdiam sesaat, katanya lagi:

"Aku ada dua hal yang ingin memberitahu kau......"

"Hal apa?"

"Aku sudah dua bulan tidak datang bulan.."

"Sungguh? Adik Ceng, ha ha ha......"

"Mmm, tapi aku ingin peringatkanmu, selanjutnya kau akan dibelit cinta asmara, akan
meninggalkan banyak

hutang asmara yang tidak bisa dibayar, walaupun itu takdir, kau juga harus sedikit
waspada."

Pek Soh-ciu terbengong berkata: "Soh-ciu bukanlah orang yang tidak punya hati, melihat
wanita hati langsung tergerak, Adik Ceng harus bisa percaya padaku."

Su Lam-ceng mengangkat kepala berkata: "Sudahlah, kita tidak usah membicarakan ini, di
depan ada satu kota, hari ini kita tinggal di sana saja."

Saat ini hari baru saja menjelang sore, melewati satu kota lagi seharusnya tidak jadi
masalah, tapi Pek Soh-ciu tidak tega menolaknya, dia juga khawatir istrinya kelelahan,
maka beristirahatlah mereka di kota yang disebut Koan-in-tong.

Su Lam-ceng bisa meramal, dia tahu setelah lewat sepuluh hari mereka suami istri akan
berpisah, hal ini yang membuat dia sulit bisa menerimanya, sehingga, dia ingin dalam
sepuluh hari ini, sebisanya menikmati kemesraan suami istri.

Tapi... saat mereka sedang berdampingan, dan memadu kasih, sebuah bayangan berwarna
merah menembus jendela masuk ke dalam, begitu Pek Soh-ciu tahu, sebuah suara pelan
terdengar, bayangan merah itu sudah menancap diatas dinding.

Dia lalu mencabut benda berwarna merah itu, begitu melihat wajah tampannya mendadak di
selubungi dengan hawa membunuh.

Su Lam-ceng mengambil benda itu dari tangannya lalu di lihatnya, tampak ini adalah
sebuah bendera merah kecil, di tiangnya terdapat satu kertas surat, di atasnya tertulis
'Para sahabat dunia persilatan menunggu anda di Lo-houw-pai', walau surat ini tidak
dibubuhi tanda tangan si pengirim,

tapi Pek Soh-ciu tahu bendera merah kecil ini, adalah milik perguruan Thian-ho.

Su Lam-ceng dengan perasaan was-was berkata: "Ciu koko, kita pergi tidak?"

Pek Soh-ciu mengangkat alisnya: "Walau pun itu adalah danau naga goa harimau, kita juga
akan melabraknya, apalagi jika kita tidak pergi, apakah bisa menjamin mereka tidak
datang!"

Su Lam-ceng mengeluh, membalikan kepala menyuruh Su-sik menanyakan jalan ke Lo-houw-


pai, lalu mereka bersama-sama meninggalkan penginapan, pergi ke arah utara kota, di
sebelah kiri sekitar dua li, tibalah di satu gunung yang megah.
Di atas lapangan datar di punggung gunung, telah berkumpul sekelompok besar orang, di
bagian tengah berdiri orang-orang perguruan Thian-ho, baju merahnya mencolok mata, di
sorot matahari senja tampak lebih terang lagi, di sebelah kiri ada orang-orang
perkumpulan Ci-yan, berseragam baju ungu, mengeluarkan warna merah padam, di sebelah
kanan adalah ratusan pesilat tinggi dari aliran putih dan hitam dunia persilatan,
melihat keadaannya, setiap orang itu adalah orang yang sangat ternama.

Pek Soh-ciu berhenti di punggung gunung, matanya menyapu, sambil tertawa keras dia
berkata:

"Kelompok yang sangat besar sekali, orang she Pek......hehe, sungguh beruntung sekali."

Yang menjadi pemimpin perguruan Thian-ho adalah seorang tua bermantel biru, wajahnya
persegi dengan telinga besar, di depan dadanya melambai-lambai tiga jenggot panjang,
sorot mata orang ini samar-samar menyorot sinar aneh, sikapnya mantap, jelas seorang
ahli

silat hebat, di sisinya menempel ketat seorang wanita cantik berkulit putih bersih,
sepasang bola matanya bergulir-gulir memandang Fek Soh-ciu, di-belakang mereka berdua,
ada orang kedua dan orang ketiga Cu-lay-sam-koay, empat mata yang membawa api kemarahan
dengan kebencian memandang musuh pembunuh Toako mereka.

Yang memimpin perkumpulan Ci-yan, adalah seorang tua kurus kering, mulutnya tajam
pipinya tipis, di belakang dia berdiri tiga laki-laki tegap berbaju ringkas, melihat
tampangnya, semuanya jelas para penjahat.

Di sebelah kanan ada gabungan dari hweesio, orang biasa, pendeta To, walau mereka tidak
terorganisii, tapi kekuatannya mungkin masih di atas perguruan Thian-ho dan perkumpulan
Ci-yan.

Saat ini orang tua kurus kering dari perkumpulan Ci-yan, dengan batuk kering berkata
pada Pek Soh-ciu:

"Sungguh menyesal membuat Pek Siauhiap kecewa, karena yang mau kami sambut bukanlah
anda."

"Ooo!" Pek Soh-ciu berkata, "jadi aku yang suka sok pintar sendiri, baiklah, kita
bertemu di lain waktu."

Saat dia akan membalikkan tubuh untuk pergi, orang tua kurus itu mendadak tertawa
dingin, katanya:

"Jangan terburu-buru Pek Siauhiap, yang kami sambut walau bukan kau, tapi berhubungan
erat denganmu."

Pek Soh-ciu tertegun melirik pada Su Lam-ceng, di dalam hati berkata:

"Tidak di sangka istriku yang cantik tiada dua-nya ini, malah memiliki kemampuan
menarik dunia persilatan!"

Tapi orang tua kurus itu kembali tertawa dingin: "Pek Siauhiap jangan berpikir ke arah
ujung tanduk sapi, yang ingin kami sambut, hanyalah benda di dalam dadamu itu."
Pek Soh-ciu sedikit tertegun, lalu sambil tertawa lantas berkata:

"Ooo, begitu! Tapi Pouw-long-tui hanya ada satu, buburnya sedikit hweesionya banyak,
lalu harus bagai mana membaginya?"

Orang tua kurus itu tertegun:

"Ini......kek, kek, kita memang harus membuat satu aturan yang adil......"

Su Lam-ceng melanjutkan:

"Apa yang dikatakan orang tua ini tidak salah, aku punya satu cara yang adil......"
suara dia nyaring merdu, seperti burung Eng (elang) keluar dari lembah, seluruh pesilat
tinggi dilapangan, sorot matanya segera melihat padanya.

Orang tua kurus begitu dipuji, tulangnya seperti menjadi ringan sedikit, lalu dia
tertawa, dan berkata:

"Aku adalah wakil ketua perkumpulan Ci-yan Elang Botak Liu Peng, jika nona punya cara
yang adil, perkumpulan Ci-yan yang pertama menyetujuinya."

Satu dengusan dingin terdengar dari sebelah kanan:

"Perkumpulan Ci-yan apa, hem... jangan memalukan..."

Wajah Elang Botak Liu Peng jadi berubah, katanya:

"Sahabat yang mana itu? Jika berani keluar bicara."

Bayangan orang berkelebat, seorang laki-laki berotot dengan wajah sombong keluar dari
kerumunan orang,

pertama-tama dia melihat pada Su Lam-ceng, lalu mendengus lagi dengan sombong berkata:

"Aku sudah keluar, wakil ketua mau apa?"

Liu Peng tertawa:

"Ternyata Tan-hoa-long-kun (Laki-laki jantan doyan wanita) Ong Lan! Aku kira siapa,
pengelana sepertimu yang tahunya mencari wanita, bagaimana bisa tahu situasinya
berbahaya atau tidak?"

Tan-hoa-long-kun Ong Lan membalikkan tangan

merogoh sakunya, mengeluarkan sepasang kail mas yang ada pelindungnya, kakinya
melangkah maju langsung menyerang, kail emas dengan membawa angin keras membelah tubuh
atas dan bawahnya Liu Peng, mulutnya tertawa sambil berkata:

"Tidak salah kata-katamu, sampai istri ketua perkumpulan kalian Ang Sian-yam juga
pernah

mengundangku menjadi tamu pribadi di kamarnya, sayang kau tidak punya istri, jika
tidak, marga Ong juga akan memberi kau sebuah topi hijau untuk dipakai olehmu."

Jurus sepasang kail emasnya Tan-hoa-long-kun sangat dahsyat, walau mulurnya berbicara
kotor dan terus menghina, Liu Peng malah terdesak tidak berdaya, meski sudah mencoba
berturut-turut membalas lima bacokan golok, masih belum dapat menahan serangan kail mas
yang sangat dahsyat, dia juga tidak sempat berbantah.
Tiga laki-laki tegap yang berada dibelakang Liu Pcng, adalah tiga ketua cabang
perkumpulan Ci-yan, mereka semua tahu Tan-hoa-long-kun tidak mudah dihadapi, tapi
karena lawan berani menghina istri ketua perkumpulan, juga melihat Elang Bodak akan
segera mati dibawah kail

masnya, maka mereka sambil berteriak, segera melakukan serangan beramai-ramai.

Mendadak, terdengar dua suara keras, Tan-hoa-Iong-kun dan Elang Botak Liu Peng telah
dipisahkan, yang berdiri di tengah lapangan ialah orang tua bermantel biru dari
perguruan Thian-ho, sorot matanya yang dingin menyapu pada Liu Peng berdua, lalu dengan
tertawa keras berkata:

"Maaf, aku tidak bermaksud mengecewakan kalian berdua, jika kalian berdua benar-benar
ingin berkelahi, lebih baik kalian cari lapangan lain, atau membuat janji di lain
waktu, hari ini harap beri aku orang she Hoan sedikit muka."

Perkataannya sangat kebetulan buat Liu Peng untuk mundur, dia menyimpan goloknya, pada
orang tua mantel biru mengepalkan tangan membungkuk:

"Yang terhormat telah mengatakan begitu, mana berani aku tidak menurut." Dia segera
mundur ketempatnya, Tan-hoa-long-kun juga tidak mau membuat ulah pada orang yang di
panggil terhormat, tanpa buka suara dia langsung meloncat ke kanan ke tempat semula.

Setelah selesai orang tua mantel biru kembali tertawa panjang, berkata:

"Tidak makan nasi di dalam katel, tidak akan berdiri di sisi katel, para sahabat yang
ada di lapangan, mungkin semua berminat pada Pouw-long-tui, tentu berharap ada satu
cara yang adil, begini saja, kita semua jangan terburu nafsu, dengarkan dulu apa
penjelasan dan cara yang dikatakan oleh Pek Hujin."

Masalahnya kembali kepokoknya, maka Su Lam-ceng dengan tertawa tawar yang sangat
anggun, membuat orang sulit menahan diri, sepasang matanya yang sejernih air

melihat ke sekeliling, membuat hati setiap orang tidak tahan jadi tergetar tanpa sadar,
tapi para pesilat tinggi yang melanglang buana ini, malah tidak satu orang pun yang mau
mengeluarkan suara sekecil apa pun, mereka semuanya terdiam, seperti sedang menghadap
dewa, sedang diam berdiri dengan horrnat mendengar perintah yang mulia.

Su Lam-ceng mengangkat tangan memainkan rambut di pelipisnya, perlahan batuk lalu


berkata:

"Ratusan tahun yang lalu bangsawan Liu menusuk penguasa kejam Cin, dengan menggunakan
Pouw-long, namanya menjadi harum sepanjang sejarah anda sekalian harus tahu Pouw-long-
tui adalah senjata sakral jaman dahulu yang digunakan untuk menghancurkan penguasa
kejam......"

"Nona benar." Teriakan gemuruh terdengar ke seluruh gunung, para pesilat tinggi yang
melakukan segala kejahatan ini, seperti sedang mendengar amanat majikannya, mereka
menurut seperti sekelompok kucing kecil yang jinak.

"Makanya." Su Lam-ceng melanjutkan perkataan nya,

"orang yang memiliki Pouw-long-tui, yang utama harus memiliki sifat yang benar, kalian
bisa menanyakan pada diri sendiri, orang yang seumur hidup tidak pernah berbuat yang
memalukan boleh tinggal ditempat ini, jika tidak dia harus melepaskan haknya untuk bisa
memiliki Pouw-long-tui."

Baru saja dia selesai berkata, di lapangan sudah ada satu orang yang diam-diam
meninggalkan lapang, lalu dalam sekejap ratusan pesilat tinggi dunia persilatan telah
pergi semua, satu pun tidak ada yang tersisa.

Angin gunung membelai rambut Su Lam-ceng, dia membalikan tubuh pada Pek Soh-ciu yang
bengong dengan nada sedih berkata:

"Ciu koko, apakah dunia selebar ini, tidak ada satupun orang yang benar-benar baik?"

"Hai...!" Pek Soh-ciu mengeluh, "para penjahat ini kejahatan apa pun telah
dilakukannya, mengapa mereka bisa berubah jadi begitu penurut? Adik Ceng, apakah kau
memilik ilmu gaib?"

Su Lam-ceng memonyongkan mulurnya: "Dari mana aku bisa ilmu gaib, orang-orang itu hanya
mendadak saja jadi sadar!"

Pek Soh-ciu tetap menggelengkan kepala:

"Kecuali Budha sendiri yang tampil, baru dapat membuat batu bandel menganggukan kepala,
hasil yang demikian, sungguh terlalu aneh......"

"Hm... bagus, justru karena kau tidak percaya, maka orang-orang itu kembali lagi." Di
ikuti dengan perkataan Su Lam-ceng, kelompok demi kelompok bayangan orang kembali
muncul di sekeliling, Pek Soh-ciu mengangkat kepala melihat, benar saja orang-orang
yang tadi dilapangan, datang kembali dengan sangat cepat, dalam sekejap telah mengurung
mereka kembali.

"He...he..." orang tua mantel biru she Hoan tertawa menghadap Pek Soh-ciu berkata:

"Istrimu memang hebat, aku sangat mengaguminya, tapi manusia bukan dewa, mana mungkin
tidak pernah berbuat salah, Pek Siauhiap sendiri belum tentu tidak pernah melakukan
kesalahan, apa lagi kita yang berada di dunia persilatan yang diandalkan adalah yang
kuat yang menang, jika Siauhiap berminat, kita main-mainlah beberapa jurus."

Pek Soh-ciu berkata tawar:

"Jika anda mengatakan demikian, Pek Soh-ciu juga tidak bisa memuaskan harapan begitu
banyak orang, ini sungguh satu hal yang sangat sulit."

"Hm...!" dengan dingin orang tua she Hoan berkata,

"Sekali Thian-ho muncul, semua perkumpulan menyembah, Hoan Liu tidak percaya ada orang
berani menentang aku!"

Su Lam-ceng dengan pilu berkata:

"Ciu koko, apakah perguruan Thian-ho benar-benar selihay itu? Jika dia tahu kita tidak
takut pada Thian-kong-ti-sam-tin nya, mungkin dia tidak akan bicara seperti ini.”

Benar saja, kepintarannya seluas lautan, walau dia berkata dengan tenang dan tawar,
tapi seperti jarum ditusukan ke tubuh, langsung terlihat darah, tepat mengenai
kelemahannya perguruan Thian-ho, walau pun benar Hoan Liu adalah kepala penjahat yang
menggemparkan dunia persilatan, tapi ratusan pesilat tinggi yang ada dilapangan, bukan
takut pada dia, tapi mereka takut pada barisan Thian-kong-ti-sam-tin hingga membuat
para pesilat tinggi dilapangan tidak berani sembarangah bergerak, tapi Su Lam-ceng
pernah memimpin para pesilat tinggi menghancurkan Thian-kong-ti-sam-tin, peristiwa ini
telah tersiar ke seluruh dunia persilatan, sekarang setelah dia mengatakan hal itu,
tidak berbeda dengan menambah keberaniannya para pesilat tinggi itu.

Saat ini seorang laki-laki setengah baya yang berwajah bersih, berpakaian sastrawan,
dengan tertawa berkata:

"Tidak salah, dengan ada Pek Hujin disini, paling sedikit kita bisa mencoba Thian-kong-
ti-sam-tin untuk menambah pengetahuan kita."

Su Lam-ceng melihat orang yang berkata itu, walau dia berpakaian panjang, tapi di
pinggangnya terikat delapan kantong sebagai lambang Kai-pang tianglo, dia merasakan
keadaannya ada yang tidak betul, dari wajahnya yang kelihatan bersih itu, samar-samar
terlihat ada sinar licik, maka dia membalikkan kepala pada Pek Soh-ciu, tidak
mempedulikan kata-kata pujiannya.

Walau demikian, Hoan Liu yang menyebut dirinya Siau giauw-te-kun (Tuan raja yang tidak
terikat) telah menyimpan kesombongannya, sambil tertawa dia berkata:

"Sin Bu-ki, bila kau ingin menyaksikan Thian-kong-ti-sam-tin tentu saja boleh,
tapi...... jika kalian semua menurut caranya Pek Hujin, aku akan mengecewakan kalian,
he he he......"

Sin Bu-ki mengangkat jempol berkata:

"Pintar menyesuaikan diri, nama Siau-giauw-te-kun memang bukan omong kosong."

Siau-giauw-te-kun tidak mempedulikan ejekkan nya, dia berbalik pada Su Lam-ceng,


berkata:

"Katakan saja Pek Hujin, kami semua dengan hormat mendengarkan."

Su Lam-ceng mendengus perlahan, berkata: "Aku hanya menyarankan prinsipnya saja, setuju
atau tidak, kalian boleh mempertimbangkan sendiri." Kata-katanya berhenti sejenak, lalu
berkata lagi:

"Jumlah kalian begitu banyak, jika ingin bertanding siapa yang lebih tinggi, akan
menghabiskan waktu lama, jika bisa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, dan setiap
kelompok mengutus satu sampai tiga orang, bertanding dengan sistem gugur, dalam tiga
babak jika dua kali kalah

maka yang dua kali kalah tidak berhak memiliki Pouw-long-tui, kelompok terakhir yang
berhasil menang, bertanding lagi dengan kami, yang menang boleh memiliki Pouw-long-
tui."

Usulan dia mendapatkan persetujuan banyak orang, maka mereka membagi diri menjadi 4
kelompok, aliran putih, aliran hitam, perguruan Thian-ho, perkuni pulan Ci-yan, wakil
dari aliran putih adalah guru besai Tiang Beng dari perguruan Bu-tai, Gin-ie-siu-su
(Sastrawan baju perak) Bu Soh-koan, dan pendeta To
Hian-ho dari Bu-tang, dari aliran hitam seluruhnya di pimpin perampok Gin-sai-tiang-wan
(Monyet keriting berjenggot perak) Tiat Kie-bu, Tui-hun-su-cia (Rasul pengejar roh) Kui
Ih-kang, dan Toako dari Kang-pak-siang-eng (sepasang pendekar dari Kang-pak)" Cin ciu-
hu, dari perguruan Thian-ho adalah Siau-giauw-te-kun Hoan Liu, istrinya Hoan Liu, Giok-
ki-Sian-cu (Dewi berkulit giok) Sai-Hoan, saudara kedua dari Cu-lay-sam-koay Ang-tai-
jiu, dari perkumpulan Ci-yan adalah wakil ketua perkumpulan Elang Botak Liu Peng, ketua
cabang I.u-kiu, Kim Si, ketua cabang Sui-in, Bun Bun-thian, hasilnya setelah diundi,
aliran putih menghadapi perguruan Thian-ho, aliran hitam bertemu dengan perkumpulan Ci-
yan, menurut urutan aliran putih yang pertama tampil.

Orang pertama yang loncat masuk ke lapangan adalah Sastrawan Baju Perak Bu Soh-koan,
orang ini •eluruh pakaiannya berwarna perak, dengan wajahnya vang putih berbibir merah,
tubuhnya tinggi, penampilannya hebat sekali, hanya sayang sorot matanya penuh
kelicikan, penuh dengan hawa kejam, dia mengeluarkan kipas lipat lapis emas dari dalam
lengan bajunya, pada 'Siau-giauw-te-kun dia tertawa katanya:

"Aku she Bu melembar batu memancing Giok (Menantang), siapa yang pertama mau keluar
bertarung denganku?"

Saudara kedua dari Cu-lay-sam-koay Ang-tai-jiu berebut keluar, berkata:

"Sebuah kipas lipat lapis emas Bu Tayhiap, belum pernah mendapat lawan, orang she Ang
tidak ingin meewatkan kesempatan bagus ini, untuk menambah pengalaman!"

Dua orang ini sama-sama orang yang sudah

menggemparkan dunia persilatan, begitu menjawab, langsung memasang kuda-kuda, setelah


cukup lama... Bu Soh-koan lalu membentak, kipas lipat lapis emasnya bersuara, ditotokan
ke arah dadanya Ang-tai-jiu, Ang-tai-jiu tidak mengelak tidak menghindar, lengan
kanannya dibalikan, lima cakarnya mencoba menangkap lengan Bu Soh-koan, telapak kirinya
terbang miring, pukulan telapak yang bisa menghancurkan batu dengan kuat dipukulkan
pada bahunya Bu Soh-koan.

"Ha......ha......ha" Bu Soh-koan tertawa panjang, dia menurunkan bahu menekan


pergelangan tangan

menghindar pukulan, kipas lipat lapis emasnya mendadak dibuka, pinggir kipas yang
seperti pisau tajam, sekali menyapu sekali diangkat, dada Ang-tai-jiu sudah terkena dan
mengalirkan darah.

Jurus ini dahsyat, kecuali beberapa pesilat tinggi, yang lainnya malah tidak tahu
bagaimana cara dia melukai musuhnya, tapi bagaimana pun Ang-tai-jiu bukan orang yang
lemah, Bu Soh-koan memang membuat dia terluka, tapi angin telapak dia juga menyapu
mengenai bahu lawannya, Bu Soh-koan hanya merasakan sebuah tenaga yang amat dahsyat,
menekan sampai dia mundur beberapa

langkah, membuat lengan kirinya hampir saja kehilangan gunanya.

Mereka sejenak beristirahat, Bu Soh-koan langsung berteriak keras berkata:

"Kali ini tidak dihitung, kita mulai lagi." Dua orang pesilat tinggi yang namanya
termasyur di dunia persilatan ini, kembali saling menyerang, suara angin telapak
berkesiur, bayangan kipas berkelebat, pertarung an yang Lw judi sengit sekali.
Mendadak terdengar saru dengusan dingin, dan bayangan kipas jadi berhenti, kedua orang
yang bertarung bersamaan mundur, Ang-tai-jiu melangkah miring beberapa langkah, lalu
jatuh keatas tanah, bahu kanannya di dekat lengan, tampak menyemburkan darah segar.

Walau Bu Soh-koan bisa menang, tapi menang dengan tidak mudah, dia kecapaian juga
setelah menguras tenaganya, dengan tersenyum dia kembali jalan ke kelompoknya.

Aliran putih berhasil meraih kemenangan pada pertarungan pertama, seharusnya ini hal
yang menggembirakan, tapi malah sulit melihat sinar kegembiraan diatas wajah mereka,
sebab hasil kemudian ternyata guru besar Tiang Beng kalah dari tangan mulusnya Giok-ki-
sian-cu, pendeta To Hian Ho terpaksa mengaku kalah dari Siau-giauw-te-kun.

Selanjutnya pertarungan antara aliran hitam . lengan perkumpulan Ci-yan, perkumpulan


Ci-yan tidak berturut-turut mengalami kekalahan, malah dua oranng ketua cabang Liu-kiu
dan Sui-in sampai kehilangan nyawanya, lalu pertandingan di lanjutkan antara aliran
hitam dengan perguruan Thian-ho. Ternyata pertarungan nya terasa berat sebelah, Siau-
giauw-te-kun suami istri ternyata tidak ada

yang bisa mengalahkan, sepertinya dari seluruh pesilat tinggi yang ada di lapangan,
sulit mencari 'orang yang bisa menahan mereka.

Ilmu silatnya sangat hebat, di wajah Siau-giauw-te-kun yang gagah itu, terlihat
kesombongan:

"Ha ha ha!" dia tertawa pada Pek Soh-ciu berkata,

"sekarang giliran kita, Siauhiap! Siapa diantara kalian yang pertama tampil?"

Pek Soh-ciu berkata dingin:

"Aku sendiri bertarung dua babak, istriku satu babak, perguruan anda sebagai tamu,
kalian pilihlah seorang dulu."

Saat Siau-giauw-te-kun akan melangkah keluar menantang Pek Soh-ciu, Ang-tai-jiu ber-
teriak sambil menerjang keluar, dia ingin membalaskan dendam saudaranya, dia berkata:

"Te-kun! Aku ingin membalaskan dendam kakakku, babak ini harap Te-kun mengalah padaku,
biar aku tampil duluan."

Siau-giauw-te-kun melihat luka Ang-tai-jiu sudah tidak mengganggu, juga dia yakin dia
bisa menangkap Pek Soh-ciu seperti dia merogoh kantongnya sendiri, walau pun babak ini
kalah, tidak akan ada pengaruhnya, maka dia menganggukkan kepala:

"Baiklah, tapi harus hati-hati sedikit." Ang-tai-jiu mengiyakan lalu meloncat keluar,
luka yang didapat tadi, tampak sedikit pun tidak mempengaruhi gerakannya, dia memandang
Pek Soh-ciu sambil menggigit gigi berkata:

"Serahkan nyawamu, orang she Pek." Baru saja Pek Soh-ciu akan melangkah keluar, Su Lam-
ceng malah menarik dia dengan tertawa manis berkata:

"Biar aku yang memukul anjing yang jatuh ke air, kau awasilah."

Dia jalan melenggang, pelan-pelan berjalan menuju tengah lapangan, mantel penahan angin
berwarna kuning angsa, melayang-layang ditiup angin gunung,

penampilannya yang anggun sulit digambarkan dengan kata-kata, dia segera mendapat
perhatian di seluruh lapangan, malah ada orang tidak tahan berteriak:

"Pek Hujin! Orang ini punya dendam dengan suamimu, kau harus hati-hati."

Sambil tersenyum dia menganggukan kepala, tetap dengan tenang melangkah maju kedepan
Ang-tai-jiu berkata:

"Aku menggunakan pedang, silahkan siapkan senjatamu." Dia menghunus Im-cu-kiam


pemberian Pek Soh-ciu, tersenyum menatap Ang-tai-jiu.

Ang-tai-jiu seperti terdesak oleh kecantikan yang menyilaukan mata hingga menundukkan
kepala, sepasang mata dia menurun rendah dan mengeluh:

"Demi membalas dendam saudara, Hujin! Aku terpaksa harus......"

"Aku tahu, kau mulailah."

"Hujin lebih baik suruh suamimu keluar?"

"Tidak perlu."

"Hai kalau begitu aku terpaksa menyerang."

"Kusuruh kau mengeluarkan senjata!"

"Telapak tangan adalah keahlianku, Hujin hati-hatilah!"

Habis bicara, lalu Ang-tai-jiu menyerang, sebuah pukulan seperti gada besi, didorongkan
datar di depan

tiada, dia seperti takut jurus telapak ini terlalu dahsyat, saat memukul dia kembali
mengurangi tenaganya sekitar sepuluh persen, walau pun demikian, kekuatan pukulan ini,
tetap saja tidak akan bisa ditahan oleh tubuh yang terbentuk dari darah dan daging,
jika Su Lam-ceng tidak sempat mengelaknya, mungkin dia akan kehilangan nyawanya,
sehingga, setelah Ang-tai-jiu memukul langsung menarik kembali pukulannya, dengan mata
membelalak bingung, menatap Su Lam-ceng, dengan masih merasa sedikit penyesalan
berkata:

"Pek Hujin! Kau tidak apa apa kan?"

Su Lam-ceng tersenyum berkata:

"Aku baik."

Ang-tai-jiu seperti merasa lega, sebelah tangan diangkat, kembali akan menyerang,
mendadak ter-dengar teriakan:

"Berhenti." Giok-ki-sian-cu Sai-hoan sudah meloncat keluar, dengan wajah hijau dia
berteriak marah pada Ang-tai-jiu:

"Pergilah, jika kau merasa sayangnya pada wanita cantik, buat apa kau membalaskan
dendam kakakmu!"

Apa yang dia katakan memang tidak salah, jika Ang-tai-jiu takut melukai lawannya, lalu
bagaimana bisa membalaskan dendam kakaknya? Ang-tai-jiu dengan penuh rasa malu kembali
ketempatnya, tapi Giok-ki-sian-cu, Sai-hoan juga tidak tega dengan tangan keji
menghancurkan nyonya cantik yang munggil ini, karena penampilan Su Lam-ceng yang
anggun, cantik tiada duanya, walau orang yang paling kejam pun, akan seperti besi
bertemu api, dengan sendirinya menjadi lembek, sehingga, dia dengan wajah serius dia
berkata:

"Babak ini dihitung seri saja, Pek Hujin! sekarang kau harus meninggalkan lapangan."

Su Lam-ceng tertawa berkata:

"Baiklah, tapi aku harus ingatkan ciri dulu, suamiku adalah orang yang tidak mengerti
menyayangi wanita cantik, jadi cici lebih baik hati-hati."

Dia berjalan kembali ketempat asalnya, tapi Pek Soh-ciu dengan perasaan canggung malah
tertawa katanya:

"Adik Ceng! Mengapa kau berkata itu......"

Su Lam-ceng berbisik:

"Wanita itu cantik sekali, bukan? maka aku terpaksa menjaganya sedikit."

Pek Soh-ciu tertawa pahit, lalu dengan langkah besar masuk ke lapangan, dia
memperhatikan Sai-hoan, wanita ini' kulitnya putih seperti salju, tidak salah mendapat
julukan Giok-ki, dia tidak berani lama-lama memperhatikan dia, dengan suara serak dan
kaku berkata: "Hoan Hujin silahkan mulai." Dari dalam dadanya Giok-ki-sian-cu pelan
pelan mengeluarkan sapu tangan wangi, lalu sapu tangan itu dibukanya, dan bau wangi
langsung menyebar kemana-mana, ditambah pakaiannya yang indah mencolok mata, sungguh
seperti tarian pakaian indah, mana ada suasana pertarungan hidup atau mati, saat
melangkah tubuhnya Kperti angin, pakaiannya yang berwarna-warni menit >lok mata, sapu
tangan wanginya sudah menyerang kearah dadanya Pek Soh-ciu.

Pek Soh-ciu tidak menduga dia menyerang begitu tepat, sedikit lengah saja hampir saja
dia terkena pukulannya, untung saja ilmu silat dia sangat tinggi, begitu pikirannya
bergerak, tubuhnya sudah melayang mundur lima kaki, membalikkan tangan menghunus sebuah
pedang panjang

dari baja murni, dengan jurus Ciu-Imng-kai-si (tiba-tiba muncul angin musim gugur), dia
membalas menyerang.

Sapu tangan wangi Giok-ki-sian-cu terbang miring, menyerang pergelangan tangan kanan
yang memegang pedang, mulutnya malah tertawa dan berkata:

"Saudara! Kata-kata istrimu, tentu kau sudah mendengarnya, tapi orang yang tampan
seperti kau, jika dikatakan tidak menyayangi wanita cantik, sungguh sulit orang bisa
percaya, ha ha ha......betulkan? Saudara......"

Dihadapan suaminya Siau-giauw-te-kun dan penonton dari segala aliran, wanita ini
berbicara dengan kata-kata yang menggelitik, sungguh berani sekali. Tapi jurus sapu
tangan wanginya, malah bergerak membelit memukul menotok membelah, sangat ganas sekali.

Pek Soh-ciu tidak berani menjawab kata-kata wanita yang kulitnya seperti salju dengan
bau wanginya yang menyebar kemana-mana, hidungnya mengeluar-kan nafas keras,
serangkaian jurus Im-cu-kiam yang paling hebat telah dia keluarkan.
Setelah lewat sepuluh jurus, tampak Giok-ki-sian-j cu kewalahan, jurus sapu tangan
wanginya memang aneh tidak diduga, tapi tetap saja bukan lawan jurus Im-cu-kiam, dan
juga tenaga dalam dan ilmu silat meringankan tubuhnya, tidak setinggi Pek Soh-ciu.
Sehingga begitu terjadi bentrokan, sapu tangan wangi seperti burung walet berwarna-
warni terbang keudara, dipukul oleh Pek Soh-ciu hingga terlepas dari tangannya.

Mungkin dalam jurus ini Pek Soh-ciu menggunakan tenaga terlalu besar, tubuh langsing
Giok-ki sian-cu bergetar sebentar, mulutnya mendehem, rubuh nya roboh ke arah dada Pek
Soh-ciu.

Sesaat Pek Soh-ciu tertegun, tanpa sadar dia mengulurkan tangan memeluk tubuhnya, satu
suara merdu yang kecil seperti suara nyamuk, terdengar ditelinganya:

"Terima kasih." Baju warna-warninya ber-kelebat, dia seperti burung walet terbang,
tangan mulusnya diulurkan, tepat menangkap sapu tangan wangi yang hampir jatuh ke
tanah, saat turun ke tanah dia sudah berdiri disisi Siau-giauw-te-kun.

Dia sudah kalah, tapi dalam beberapa gerakan terakhirnya, tidak saja dia bergerak
secepat kilat, gerakannya juga sangat manis tiada duanya, para pesilat tinggi yang
menonton, tidak tertahan semuanya bersorak, tapi malah dengan wajah mengandung arti,
gelombang mata mengalun, dia melirik pada Pek Soh-ciu dengan genit sekali.

Hati orang-orang disana masih terbayang pertarungan yang sengit dan romantis tadi, tapi
Siau-giauw-te-kun dengan sorot mata ingin membunuh meloncat masuk ke lapangan, kepala
penjahat ini tidak bisa dianggap enteng, dia bukan hanya meloncat begitu saja, malah
bisa mengeluarkan suara desingan yang menggetarkan hati orang, sepasang mata dia
membelalak, sinar matanya mengeluarkan hawa pembunuh-an yang tebal, membuat wajahnya
yang gagah diselimuti oleh warna yang menakutkan orang, dia melangkah maju satu ngkah
lagi, otot wajahnya bergerak sekali, begitu berteriak suara yang keluar dari
tenggorokannya seperti suara binatang liar.

"Orang she Pek, jika aku tidak bisa membunuhmu maka aku akan mengganti she, terima
ini.."

Satu garis sinar emas keluar dari dalam lengan bajunya yang besar longgar itu, dia
seperti meteor jatuh, saking

cepatnya sulit dilihat dengan mata telanjang, hanya sekelebat sudah menutup diatas
kepala Pek Soh-ciu.

Semenjak Pek Soh-ciu keluar gunung sampai sekarang, dia sudah bertemu dengan tidak
sedikit pesilat tinggi yang ternama, tapi pesilat tinggi seperti Siau-giauw-te-kun,
baru pertama kalinya di temui, tentu saja, dengan ilmu silatnya sekarang, belum tentu
dia kalah oleh Siau-giauw-te-kun, tapi semangat lawan yang dahsyat itu, membuat dia
merasa sedikit ngeri, di saat sinar mas datang menyerang, pedang baja di tangannya
secara bersamaan didorongnya, tetapi di dalam satu benturan yang amat dahsyat, dia
malah tidak bisa menahan diri dan mundur beberapa langkah ke belakang.

Sepertinya hanya dalam satu jurus saja, dia sudah berada dibawah angin, dan sinar mas
yang mengurung tubuhnya, seperti gelombang laut gunung runtuh, tanpa ampun menyerang
dia.

Jurus Im-cu-kiam nya tidak bisa dikembangkan, Pouw-ci-sin-kang yang hebat juga tidak
bisa dipusatkan, hanya dengan mengandalkan langkah Co-yang-kiu-tiong-hui, dia bisa
menghindar, mengelak, seperti anjing dirumah duka, keadaannya sungguh berbahaya sekali.

"Saudara! Bersikap tenanglah, ilmu silatmu tidak kalah dari dia, bertarung yang utama
harus bersemangat, tidak boleh sebelum bertarung sudah kalah semangat."

Sebuah suara merdu yang pelan seperti suara nyamuk berkumandang pelan ditelinganya.
Tidak salah, dia menyadari ilmu silatnya memang tidak kalah dan lawannya, hanya saja
semangat bertarungnya tertekan oleh lawan, maka dia segera bersiul nyaring, sebuah
jalur hawa pedang yang dingin, seperti salju di musim gugur menebar

keseluruh langit, sinar emas yang seperti naga marah, dihantam oleh pukulan ini
sehingga mundur kembali.

Kejadian ini di pandang oleh pihak Siau-giauw-te-kun, seperti satu hal aneh yang tidak
mungkin terjadi, karena bukan saja tadi dia sudah mengendalikan situasi, juga sudah
sepenuhnya menguasai keadaan, membunuh lawan hanya tinggal menanti beberapa saat saja,
tidak diduga lawan yang sudah terkurung, malah masih ada kemampuan balik melawan.

Dia telah mundur dua langkah, dengan mengangkat tongkat emas yang bersinar mencolok
mata, dengan dingin menatap lawan yang masih muda ini, lama... dia baru dengan
berteriak marah:

"Orang yang akan aku bunuh, pasti tidak akan ada kesempatan bisa melihat matahari
terbit besok hari, ayahmu sedang menunggu, bocah...... aku antar kau bertemu dengan
ayahmu."

Mantel biru mengembang, sinar emas berkilat lagi, Giok-giauw-te-kun dengan mengerahkan
seluruh kekuatan tenaga dalamnya, melakukan serangan dahsyat, ingin dengan sekali pukul
membinasakan lawannya!

Ini adalah sebuah serangan dahsyat yang sangat hebat.

sinar emas seperti kilat, dengan suara gemuruh membelah angin melintang menghantam,
para penonton di lapangan sedang gemetar dingin, Su-sik dan Hu-cen ketakutan sampai
menjerit keras, sampai wajah Giok-ti tian-cu Sai-hoan juga keluar keringat, hanya Su
Lam-ceng berdiri seperti satu patung batu, wajahnya tenang, sedikit pun tidak ada
emosi.

Terdengar sebuah suara keras yang menggetarkan bumi dan langit, membawa hawa kematian
yang kental, orang-orang membelalakan sepasang mata, menatap tajam pada

debu yang bertebaran di udara, setiap butir pasir kecil muncrat menghantam tubuh orang-
orang, menimbulkan rasa pedas, panas.

Tidak ada seorang pun yang menggerakan tubuh, malah mata mereka tidak berkedip sekali
pun, umpana ada orang menekankan golok diatas leher mereka, setelah mereka menyaksikan
akibat dari pukulan yang dahsyat itu, meski kepala mereka terlepas juga mereka tidak
akan merasakannya.

Perlahan-lahan debu mulai menghilang, sinar senja yang menyorot miring, memperluas
pandangan orang-orang disana, ternyata hasil yang terlihat sangat mengejutkan orang,
diantara para penonton ada, bersamaan waktu mengeluarkan teriakan gembira.
Pek Soh-ciu memang, teriakan gembiranya Su-sik dan Hu-cen, tentu saja sangat wajar,
yang tidak diduga adalah Giok-ki-sian-cu Sai-hoan, melihat suaminya kalah dia malah
berteriak gembira!

Tetapi, tidak ada orang yang memperhatikan dia, setiap pasang mata yang bengong, tetap
menatap tajam pada bayangan orang dilapangan.

Pek Soh-ciu dengan tenang berdiri tegak, tapi wajahnya yang tampan, yang bisa membuat
wanita yang melihat langsung jatuh cinta, sekarang sudah berubah menjadi pucat putih,
pedang bajanya, terjatuh sejauh satu tombak lebih, tubuh pedang dan pegangan pedang
sudah terpisah, malah terputus jadi tiga bagian. Di tangannya sedang menggenggam bor
besi yang berwarna hitam mengkilat, ternyata tadi dalam sekejap mata, dia telah
mengganti senjatanya.

Balik melihat Siau-giauw-te-kun, orang-orang jadi tidak tahan timbul perasaan pahlawan
sudah tiba diujung jalan,

tongkat komando warna emasnya pun telah lepas dari tangannya, darah dari bahu kirinya
masih meneteskan darah segar, mantel besarnya robek dari dada hingga perut, di bawah
tiupan angin gunung, persis seperti jubah biru, dia tampak marah sekali, tapi dia sudah
kehilangan kemampuan bertempur lagi, akhirnya dia membalikkan tubuh, dengan langkah
yang berat berjalan kembali ketempat asalnya.

"Berhenti, orang she Hoan, aku masih ada satu pertanyaan."

Siau-giauw-te-kun memutar tubuhnya dengan cepat, sepasang matanya melotot dengan kesal
berkata:

"Kau mau apa? Bocah! Apa kau kira aku benar-benar takut padamu!"

"Aku tidak ada niat membunuh, asalkan kau bisa menjawab satu pertanyaanku."

"Harus dilihat dulu apakah aku mau menjawabnya atau tidak."

"Jika aku menukar jawaban itu dengan nyawamu, aku pikir kau akan mau menjawabnya." Satu
sinar pembunuhan, sekelebat lewat di atas wajahnya, lalu berkata lagi, "Perguruan
Thian-ho memiliki satu jenis senjata gelap yang disebut Ngo-tok-tui-hun-cian, betul
tidak?"

"Tidak salah."

"Ketika diam-diam menyerang Sin-ciu-sam-coat, apakah perguruan Thian-ho ambil bagian."

"Terhadap kejadian waktu itu, sampai sekarang aku sedikit pun tidak tahu, apa lagi,
walau aku tahu juga tidak akan memberitahukan padamu."

"Bagus, aku pernah mengatakan, ingin menukar nyawamu dengan pertanyaan itu, jika kau
berkata demikian, kita terpaksa menentukan dengan pertarungan lagi."

Pek Soh-ciu membalikkan pergelangan tangan, sebuah garis sinar hitam, dengan kekuatan
dahsyat menerjang, tubuh Siau-giauw-te-kun yang begitu besarnya, malah terbang melayang
ke udara, dan 'Bruk', roboh diatas batu satu tombah lebih.

Para muridnya perguruan Thian-ho jadi marah, asap merah menggulung seperti api liar
datang menerjang, tapi di cegah oleh Giok-ki-sian-cu, dia memberi hormat pada Pek Soh-
ciu berkata:

"Siauhiap! Mungkin suamiku benar-benar tidak tahu, sekarang dia mengalami luka parah,
kau membunuh dia juga percuma, dan Ngo-tok-tui-hun-cian bukan satu-satunya senjata yang
hanya dimiliki perguruan kami, harap Siauhiap bisa mengerti."

Saat ini Su Lam-ceng tidak ingin ditempat ini menimbulkan pembunuhan yang kacau balau,
maka dia menasihati Pek Soh-ciu untuk sementara melepaskan Hoan Liu, akhirnya perguruan
Thian-ho telah mengundurkan diri, aliran lairt pun berturut turut meninggalkan
lapangan.

Sinar senja semakin hilang di belakang gunung malam telah menelan seluruh pegunungan,
Su Lam-ceng menghampiri Pek Soh-ciu, dengan lembut mengusap bahu dia, berkata:

"Jalanlah, Ciu koko! Selain hari ini, masih ada hari esok, masalah seperti ini tidak
bisa diselesaikan dengan cepat."

Pek Soh-ciu mengeluh, dengan perasaan kesal dia membalikan tubuh, mendadak dia jadi
tertegun, sepasang

matanya menatap pada satu bayangan orang yang sedang lari mendekat, lalu muncul seorang
kakek berambut putih berperawakan tinggi besar, dia terus lari sampai didepan Pek Soh-
ciu, mengangkat alis dan berkata dingin:

"Kau orang she Pek?"

Pek Soh-ciu tertegun:

"Cianpwee ada masalah apa?"

"Hm... masalah! Dimana putri ku?"

Pek Soh-ciu bengong:

"Siapa putri Cianpwee itu?"

"Hm... bocah kau sudah kebiasaan menarik perempuan, aku tidak peduli, tapi kalau ingin
meninggalkan putri ku itu tidak bisa!" dia baru saja selesai bicara, mendadak
telapaknya melayang, dengan tepat sekali menangkap pergelangan tangan Su Lam-ceng,
kemudian bayangan-nya berkelebat, dia sudah mengapit Su Lam-ceng lari terbang menjauh.
Sungguh kejadian yang tidak disangka sangka, mimpi pun Pek Soh-ciu tidak menduga orang
tua yang belum pernah bertemu itu, malah bisa menyerang Su Lam-ceng, dengan sangat
marah dia mengejarnya, tapi kecepatan-nya orang tua itu, tidak kalah oleh ilmu
meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui nya, terakhir, bukan saja dia kehilangan orang
tua rambut putih, sampai Su-sik dan Huncen juga kehilangan jejaknya, hanya saja malam
yang hening ini terdengar satu suara semut berkata:

"Apakah kau masih ingat Siau Yam? Bocah! Cari sampai dapat putriku ini, maka aku akan
kembalikan Su Lam-ceng, ini adalah pertukaran, ingat!"

"Cianpwee tunggu, aku mau bicara." Sambil berteriak sambil cepat berlari, mulai dari
hari gelap sampai hari
terang benderang, tetap saja dia tidak berhasil mengejar, dia mengeluh panjang, diam
diam berpikir, 'kembali ramalan Su Lam-ceng tepat, sekarang, kecuali pergi mencari Siau
Yam, sungguh tidak ada pilihan lain', sehingga, dia terpaksa seorang diri menuju ke
dunia persilatan yang penuh kelicikan itu.

0-0dw0-0

BAB 3

Pesona laki-laki

Dunia persilatan sangat luas, dalam lautan manusia mencari seorang gadis yang tidak
ternama hanya mudah diucapkan saja! Namun Pek Soh-ciu harus dapat mencari Siau Yam,
walau pun harus menjelajahi seluruh empat lautan, sepatu besi pun sampai rusak, dia
harus berhasil menyelesaikan pekerjaan ini.

Dia masih memakai topeng seorang laki-laki setengah baya, sebilah pedang mengikutinya,
berlari dengan lesu, mencari ke seluruh pelosok Lok-yang, melewati Ho-lam yang
jalanannya tertutup oleh pasir kuning, dia masih belum berhasil mendapatkan jejak
sedikit pun, hari ini di senja hari, dia tiba di Ku-yun-beng, lari menelusuri pantai
sungai Yang-ce-yang airnya mengalir deras, dia berharap mendapat satu tempat untuk
beristirahat.

Malam sudah tiba, langit malam yang hening, kadang terdengar suara gonggongan anjing,
dia menghentikan langkahnya, memperhatikan pada arah suara gonggongan anjing.

Mendadak satu bayangan manusia muncul diantara celah pohon Liu, sekali tubuhnya
meloncat, loncatannya sudah menjauh beberapa tombak, gesit dan Iincah, sangat cepat.

Pek Soh-ciu sedikit tertegun, dia tidak menduga di topi sungai yang liar dan sepi ini,
malah bersembunyi seorang yang berilmu setinggi ini, perasaan ingin tahunya bergerak,
maka dia langsung mengikutinya.

Setelah melalui jalan yang tidak pendek, lalu menerobos sebuah hutan yang lebat,
bayangan orang itu sudah menghilang tidak terlihat, tapi di dalam hutan, malah ada
tangga tinggi menjulang ke langit, gedung yang besar ratusan jumlahnya, sungguh satu
pemandangan yang megah, dia meloncat ke atas sebuah bangunan loteng, sepasang matanya
mengawasi ke sekeliling, menyapu sekali pada bangunan besar ini sekali, mendadak
terlihat di sebelah kanan ada sinar lampu berkedip-kedip, ada bayangan orang bergerak-
gerak, seperti sedang terjadi sesuatu peristiwa besar, dengan ringan dia menghentakan
kakinya ke genteng, maka dia melesat kearah tempat sinar lampu.

Ada sebuah tanah lapang yang sangat besar, dengan puluhan orang sedang memegang obor,
berdiri di sekeliling lapangan, api yang menyala menerangi lapangan, Pek Soh-ciu
bersembunyi diatas satu pohon Kuai tua didekat lapangan, memperhatikan keadaan di
lapangan.

Kira-kira ada tiga puluh pesilat berbaju ringkas dengan tangan kiri memegang tameng,
tangan kanan menggenggam tombak, membentuk sebuah lingkaran, di tengah lingkaran
berdiri seorang laki-laki berperawakan tinggi, di tangannya memegang sebuah kipas
lipat, kipasnya sebentar dibuka sebentar ditutup.

Laki-laki tinggi itu mendadak berteriak, bayangan orang bergerak-gerak, tameng dan
tombak masing-masing diangkat, para pesilat yang berbaju ringkas itu, dengan langkah
ringan dan teratur, bergerak saling melintang, bergerak keseluruh lapangan, kerja
samanya sangat erat sekali.

Pek Soh-ciu memperhatikan cukup lama, dalam hati dia tahu mereka sedang berlatih satu
barisan. Dia pernah melawan Lo-han-tin yang sangat ternama di dunia persilatan, hingga
Thian-kong-ti-sam-tin juga pernah mencobanya, barisan seperti ini sungguh hanya seperti
mainan anak-anak saja.

Saat dia akan pergi, satu bayangan pelangi, secepat kilat melayang masuk ke lapangan,
setelah bayangan pelangi itu berhenti, seorang remaja berbaju putih dengan wajah dingin
angkuh, sudah berdiri d i tengah-tengah barisan.

Remaja baju putih yang mendadak turun seperti dari langit luar, membuat gerakan barisan
jadi terhenti bergerak, para pesilat berbaju ringkas yang memegang tameng dan tombak,
tidak berani menyerang sebelum mendapatkan perintah, tapi dengan wajah serius tampak
jelas wajahnya sangat tegang.

Mendadak terdengar tawa keras, laki-laki tinggi yang tadi telah keluar dari barisan, di
temani seorang wanita berbaju indah, berjalan keluar dari bayangan pohon, setelah
tawanya berhenti, laki-laki tinggi itu mendengus dingin dan berkata:

"Sungguh dunia ini kecil sekali, orang she Pek, akhirnya kita berjodoh juga!"

Pek Soh-ciu mendengarnya jadi tertegun, didalam hati berkata:

"Apa, orang ini juga she Pek?"

Saat ini remaja baju putih mengangkat alis, berkata dingin:

"Aku dengar ketua muda dari perkumpulan Ci-yan, Toat-hun-san (Kipas perampas nyawa) Liu
Ti-kie, adalah seorang yang sekali menghentakan kaki dunia persilatan akan bergetar,
Hun-hoan-ik-ki-tin (barisan hawa murni bercampur unsur) dari perkumpulan Ci-yan, juga
setara dengan Lo-han-tin dari Siau-lim, malam ini......sungguh aku merasa bangga
sekali."

Toat-hun-san Liu Ti-kie? Satu peristiwa beberapa waktu lalu, kembali timbul di dalam
hati Pek Soh-ciu, dulu jika bukan Liu Ti-kie, dia mungkin tidak akan mendapatkan sebuah
pukulan dari Siau Yam, dia juga pernah bertemu dengan istri yang ditinggalkan Liu Ti-
kie, Tan Li-ceng, hampir saja terjadi kesalahan menganggap dia adalah Liu Ti-kie, Liu
Ti-kie... hubungan dengannya sungguh erat sekali.

Mengenai remaja baju putih yang dingin angkuh, juga seseorang yang tidak bisa dianggap
enteng, dia she Pek, berpakaian putih lagi, makanya tidak peduli apakah ini kebetulan,
juga perlu diselidiki lebih lanjut, sehingga, dia jadi memusatkan perhatian, diam
memperhatikan perkembangan keadaan selanjutnya.

Pemikirannya belum habis, Liu Ti-kie sudah tertawa dan berkata:

"Tidak salah kata-katamu, aku marga Liu memang tidak berani menganggap enteng."
Remaja baju putih mencibirkan bibirnya, dengan sinis dan dingin mendengus sekali,
katanya:

"Jangan memuji diri sendiri, orang she Liu, menurut pandanganku, Toat-huri-san mu
paling banter hanya bisa dihitung masuk kelas tiga saja, mengenai apa itu Hun-hoan-
itki-tin? Itu hanya vampire yang berjalan saja."

Warna wajah Liu Ti-kie berubah: "Kau sendiri yang cari mati, aku she Liu terpaksa
mengabulkannya."

Dia mengangkat lengan kanannya, saat akan memberi perintah menggerakan Hun-hoan-it-ki-
tin menyerang, mendadak dia menurunkan lagi lengan tangan kanannya dan mendengus
dingin:

"Aku masih ada satu hal belum mengerti?"

Remaja baju putih dengan wajah tanpa ekspresi berkata:

"Coba kau katakan."

"Apa betul kau keturunannya Sin-ciu-sam-coat?"

"Kau hanya menginginkan pusaka Pouw-long-tui saja, apakah aku keturunan Sin-ciu-sam-
coat atau bukan, sepertinya tidak ada sangkut pautnya."

"Kalau begitu kau sendiri mengaku membawa Pouw-long-tui."

"Ini------aku tidak akan memberitahu."

"Baik, asalkan kau bisa lolos dari Hun-hoan-it-ki-tin perkumpulan kami, orang she Liu
tidak akan menahanmu."

"Hm... didunia ini mungkin tidak ada hal yang semudah itu."

"Lalu, maksudmu......"

"Mulai dari kau sendiri, semuanya harus mening galkan satu ciri!"

"Kau sungguh sombong sekali, hanya saja mungkin hari ini di tahun depan adalah hari
ulang tahun Kematianmu!"

Habis berkata Liu Ti-kie segera mengibaskan telapak kanannya, terdengar suara mendesis,
para pesilat Hun-hoan-it-ki-tin sudah bergerak menurut cara barisan.

Awan hitam bergulung-gulung, ujung tombak

mengeluarkan sinar yang menyilaukan mata, tameng saling beradu, saling mendukung,
puluhan pesilat bertombak sepertinya di bawah pengaruh tenaga yang aneh, semakin
menyatu, menjadi satu kesatuan.

Mata Remaja baju putih itu bersinar, sedikit pun tidak berkedip memperhatikan setiap
bayangan tubuh yang bergulung-gulung, wajahnya dingin, mulut mengulum senyum, terhadap
barisan yang bisa mem-buat orang pusing hati menjadi getir, seperti tidak melihatnya.
Mendadak, satu kelompok bayangan sinar tombak dengan kekuatan dahsyat menusuk seluruh
tubuhnya, kekuatan itu seperti gunung golok, seperti papan berpaku, seperti air laksa
yang dapat menembus menutupi seluruh tubuhnya, kekuatannya yang dahsyat membuat Pek
Soh-ciu yang sembunyi menonton juga merasa tercekat.

Tapi, remaja baju putih sepertinya tidak pedulikan segumpal ujung tombak ini, tampak
dia melayangkan sebelah tangannya, tubuhnya berputar, dalam sekejap sudah menyerang
dengan pedang ke kiri kanan depan belakang, kecepatan dan kelincahannya, sungguh jarang
ada di dunia persilatan.

Serangan Hun-hoan-it-ki-tin jadi terhenti dan mundur oleh empat tusukan pedang yang
digerakan dalam sekejap mata, tapi setelah mereka mundur langsung maju kembali,
kekuatannya lebih dahsyat dari pada yang sudah-sudah. .

Remaja baju putih sepertinya tidak menyangka empat serangan pedangnya, sedikit pun
tidak berhasil merusak Hun-hoan-it-ki-tin, Saat hatinya tertegun, sinar tombak bayangan
tameng dan satu siulan panjang yang nyaring, membuat sinar pedang dan sinar tombak
sudah bercampur jadi satu, terlihat awan bergulung gulung terdengar teriakan berturut-
turut, penglihatan Pek Soh ciu jadi tidak jelas, hampir tidak bisa melihat dimana
keberadaan remaja baju putih.

Mendadak, segaris asap putih tipis, seperti pelangi panjang melejit keatas, diudara dia
sekali berputar, seperti dewi menyebar bunga, dia melepaskan duri dingin menyilaukan
mata yang tidak terhitung banyaknya, para pesilat yang gagah perkasa itu, tidak bisa
menahan serangan

-duri dingin itu, segera mereka roboh bergelimpangan di tanah liar, Hun-hoan-it-ki-tin
yang dengan susah payah dilatih oleh perkumpulan Ci-yan, tampak sudah hancur
berantakan.

Akibat yang berlangsung cepat ini, sulit bisa dibayangkan oleh Liu Ti-kie, otot
hijaunya menonjol, sepasang matanya melotot bulat, amarahnya naik sampai taraf gila,
kembali terdengan satu suara pelan "Ahh!", Toat-hun-san nya berturut-turut menyerang
tiga jurus.

Remaja baju putih dengan angkuh mendengus sekali, pedang panjangnya pelan-pelan
digetarkan membalas menyerang melawan tiga jurus pedang ciptaan liu Ti-kie yang
menganggap jurusnya terhebat di dunia persilatan.

Setelah jurus ciptaannya berhasil di patahkan oleh lawannya, dia jadi sadar, remaja
baju putih yang tampan ini, sungguh mempunyai ilmu silat tidak terukur, dia tidak tahan
jadi gentar, dengan terkejut ketakutan mundur tiga langkah berturut-turut.

Remaja baju putih itu berdiri ditempatnya, dia tidak maju mendesak, hanya dengan
menyunggingkan bibir, dengan sinis sekali:

"Hm...!" dingin sekali berkata, "Ketua muda Liu, lebih baik kita persingkat saja."

Liu Ti-kie berteriak sekali tapi di dalam hati merasa takut:

"Kau mau apa?"

"Kau memang orang sibuk hingga cepat lupa, begitu cepat melupakan apa yang aku katakan
tadi."
"Aku sudah mengaku kalah, kau......"

"Jangan banyak bicara, orang she Liu, ucapan ku tidak bisa ditarik kembali, tinggalkan
ciri dan cepat pergi sana!"

"Hay, adik kecil, kau sungguh keterlaluan, apa bisa melihat mukaku, kali ini lepaskan
dia."

Tiba-tiba ada seorang nyonya muda yang memegang pedang panjang berwarna hitam pekat,
dengan tertawa maju mendekat, dia berhenti lima che di depan remaja baju putih, tawa di
wajahnya belum hilang, pedang panjang di tangannya mendadak ditusukan, dengan jurus
Sia-cung-ci-houw (turun keperkampungan menusuk harimau), dengan cepat dia menusuk
dadanya remaja baju putih, di atas sinar pedangnya, masih menyemburkan asap hitam.

Remaja baju putih itu terkejut, telapak kiri segera dikibaskan, menimbulkan angin
telapak yang amat dahsyat, kakinya pelan dihentakan, mendadak dia mundur lima kaki.

Nyonya muda itu tertawa sebentar berkata:

"Mengapa adik kecil, cici hanya main-main denganmu."

Wajah remaja baju putih menjadi dingin:

"Apa kau Ang-tan-yan (bunga merah cantik) Hong Liu-ceng?"

"Kau tahu aku? Adik kecil, matamu jangan melotot seperti itu, mari ikut cici masuk ke
dalam berbincang-bincang."

"Ang-tan-yan Hong Liu-ceng, adalah istri Oh-siucay Liu Giauw-kun, mertua merangkap
kekasihnya Liu Ti-kie, nama busuknya tersebar kemana-mana, bagaimana aku bisa tidak
tahu!"

Secercah hawa pembunuhan, timbul di wajah Ang-tan-yan Hong Liu-ceng, pedang hitamnya
segera didorong, menimbulkan angin keras menyambar, sebuah jurus Twie-cong-kan-gwat
(mendorong jendela melihat rembulan) dengan ganas datang menyerang.

Membongkar borok orang adalah larangan besar, apa lagi dihadapannya anak buah
perkumpulan Ci-yan, tidak heran saking marahnya dia ingin dengan sekali serangan pedang
membelah lawannya jadi dua.

Walau remaja baju putih itu berilmu tinggi, tapi karena pedang Hong Liu-ceng berwarna
hitam pekat, dia khawatir ada racunnya, dan juga ujung pedangnya bisa

menyemburkan asap beracun, makanya saat bertarung, sedikit pun dia tidak berani lengah.
Saat dia menyerang, dia tidak mau bersentuhan dengan pedang hitam, pergelangan tangan
kanannya diturunkan, tubuh mengikuti jalannya pedang dalam sekejap berturu-turut
menusuk tiga jalan darah besar dipunggungnya.

Ang-tan-yan Hong Liu-ceng sedikit memi-ringkan tubuh, pergelangan kanan mendadak


diputar, pedang hitam

dengan membawa asap hitam, membelah kearah t ubuh remaja baju putih.
Jurus ini sangat cepat, remaja baju putih tidak herani bersentuhan dengan pedang
hitamnya, mau menghindar juga rasanya sudah terlambat, disaat bahaya yang sekejap ini,
dia malah melingkarkan jari telunjuk dengan jari tengah lalu disentilkan, terdengar
suara nyaring, pedang hitam Hong Liu-ceng, terlepas dari tangannya oleh sentilan
jarinya. "Ah, Pouw-ci-sin-kang!"

Di lapangan terdengar teriakan terkejut, nama besarnya Sin-ciu-sam-coat, membuat para


anak buah perkumpulan Ci-yan ketakutan, memang para anak buah yang ilmu silatnya masih
rendah, tidak tahu apa itu Pouw-ci-sin-kang, mereka hanya terpengaruh oleh remaja baju
putih yang dikiranya adalah keturunannya Sin-ciu-sam-coat, jadi tenaga sentilan jari
ini disangka-nya adalah sentilan Pouw-ci-sin-kang.

Remaja baju putih juga tidak menjelaskan, hanya dengan dingin menatap pada Ang-tan-yan
Hong Liu-ceng yang wajahnya sudah jadi pucat pasi dan Toat-hun-san Liu Ti-kie dan
berkata:

"Apakah aku harus sendiri melakukannya? Kalian berdua."

Liu Ti-kie berkata:

"Kita tidak ada permusuhan juga tidak ada dendam, ada buat apa harus begitu kejam?"

"Hm...!" remaja baju putih dengan sinisnya menyunggingkan bibir berkata:

"Tidak ada permusuhan tidak ada dendam? Ha ha ha......" setelah tertawa dengan suara
merdu, dia berkata lagi, "Apakah kau masih ingat Siau Yam? Ketua muda, dia

adalah famili Siauya ini, kau pernah melecehkan dia, sekarang dia hanya ingin supaya
kalian meninggalkan ciri saja, itu sudah sangat ringan, tahu tidak?"

Pek Soh-ciu tidak tahan lagi, jelas remaja baju putih itu tidak saja menyamar sebagai
dirinya, terhadap masa lalu dirinya, juga begitu mengenalnya, siapa tahu dia itu adalah
temannya Siau Yam atau saudara seperguruannya, dia ingin mencari Siau Yam, ini adalah
kesempatan yang sangat bagus untuk menyelidik, maka dia mengibaskan pedang panjang,
secepat meteor, melayang turun diatas lapangan.

Remaja baju putih seperti tidak menduga di atas pohon masih ada penonton, wajahnya
sedikit tertegun, dia lalu mengangkat kepala memperhatikan orang yang datang, ketika
dia melihat wajahnya yang dingin, tidak tahan dia berteriak terkejut berkata:

"Siapa kau?"

Pek Soh-ciu dengan tawar berkata:

"Aku seseorang yang kebetulan lewat saja."

Remaja baju putih malah sepertinya tidak percaya, dia mengawasi, lalu melihat pada Liu
Ti-kie dengan mendengus sekali berkata:

"Tidak diduga dikeluarga Liu, masih ada seorang yang berilmu setinggi ini, aku sungguh
tidak menduga sebelumnya......."

Pek Soh-ciu menggelengkan kepala berkata:

"Kau jangan salah paham, aku bukan she Liu."

Remaja baju putih sedikit ragu.


"Kau ingin mengatakan wajahmu, hanya sedikit mirip dengan Liu Ti-kie saja."

"Tidak salah."

"Jika demikian, aku memberikan satu nasihat padamu, lebih baik keluar dari tempat yang
bermasalah mi."

"Ini......kek, aku melibatkan diri juga tidak apa-apa kan?"

"Melibatkan diri artinya menantang, apakah anda bersedia melanggar pantangan besar
dunia persilatan?"

"Tidak, aku tidak bermaksud menantang."

"Kalau begitu kau boleh pergi."

"Sebagai orang pendamai apakah juga tidak boleh?"

"Tidak bisa."

"Membunuh orang hanya cukup menganggukkan kepala saja, jika perkumpulan Ci-yan sudah
mengaku kalah, mengapa kau tidak bisa mengampuni-nya!"

"Maaf sekali, tujuanmu sangat baik, sayang aku tidak berpikir menerimanya."

"Kek, permusuhan Liu Ti-kie denganmu tidak besar, kau kan sudah banyak menghabisi nyawa
mereka, masih ingin meninggalkan ciri, bukankah akan membuat mereka menyesal seumur
hidup!"

"Dengan bicara demikian, kau sudah bertekad akan melibatkan diri dalam masalah ini?"

"Harap kau bisa mengalah satu langkah." Sepasang mata remaja baju putih bersinar-sinar,
menyorot dua sinar dingin katanya:

"Ilmu silatmu pasti sangat hebat, jika tidak pasti tidak akan mau melibatkan diri!"

"Ha ha ha!" Pek Soh-ciu tertawa, "Di jalan bertemu dengan ketidakadilan, mengangkat
golok membantu adalah

pendirian murni orang-orang dunia persilatan, ilmu silat tinggi atau tidak, aku tidak
pernah memperhitungkannya!"

"Baik, cabut senjatamu."

Satu garis pelangi berkelebat di ikuti teriakan ke atas, dia seperti dewa naga melayang
di langit, seperti guntur dan hujan, mendadak menyembur membuat hati orang-orang
tergetar, dalam sesaat ini, sinar api obor juga jadi meredup karenanya.

Jurus pedangnya begitu dahsyat, lincah misterius tampak lebih hebat lagi, tapi wajah
tampan Pek Soh-ciu yang ditutupi topeng itu, tetap saja tersenyum misterius, dia tampak
dengan santainya melangkah, tahu-tahu sudah lolos dari pukulan yang amat dahsyat itu.

"Seranganmu memang luar biasa, tapi jika ingin membandingkan dengan jurus Im-cu-kiam
dari Sin-ciu-sam-coat, sepertinya......kek, kek, masih sedikit dibawahnya......"
Wajah remaja baju putih itu tertegun, mendadak dia menurunkan tangannya, menyimpan
pedang, mundur beberapa langkah, wajah yang cantiknya tidak kalah dengan Kiu-ie,
mendadak timbul warna merah, sepasang mata yang lebih terang dari pada bulan di musim
gugur, kembali mengawasi Pek Soh-ciu dengan seksama, lama, dia mendengus:

"Di hadapan Budha yang asli tidak perlu berbohong, beri tahu aku, siapa kau?"

"Aku?" Pek Soh-ciu tersenyum sedikit kata-nya, "Hanya seorang sastrawan miskin yang
menggelandang di dunia persilatan, kau tidak perlu menanyakannya!"

"Baik, apa kau mau ikut jalan dengan aku?"

"Ikut jalan denganmu? Ha......tentu saja boleh, kalau di dunia banyak teman, di ujung
langit pun seperti tetangga, bisa berteman dengan orang macammu, itu bukanlah hal yang
merugikan!"

"Hm... kau bicara harus hati-hati, jangan asal bicara pada non......Siauya......"

Remaja cantik yang tampangnya cerah, baju putih berkibar-kibar, sepertinya tidak pandai
bertengkar, tidak sampai bicara tiga kalimat, tidak saja wajahnya sudah menjadi merah,
sampai bicaranya pun terbata-bata.

Pek Soh-ciu tidak memperhatikan semua ini, hanya dengan "Iii!" sekali berkata:

"Ikut denganmu, kau yang mengatakan sendiri, kalau tidak mau ya sudah, buat apa marah
begitu!"

Sebuah garis pelangi putih mendadak meloncat ke udara, sekali menghentakan kaki dengan
pelan saja dia sudah tiba diatas atap rumah, dengan gaya Pek-ho-cong-thian, sekali
berkelebat menghilang di kegelapan malam, hanya terdengar suara yang jernih berkata:

"Besok malam jam sepuluh, aku tunggu di penginapan Cing-coan."

Pek Soh-ciu melihat pada kegelapan malam yang menelan remaja baju putih, mendadak dia
seperti teringat sesuatu, dia mengeluarkan satu keluhan panjang, tubuhnya memutar, akan
meninggalkan pekarangan rumah.

"Liu Ti-kie dengan hati tulus mengucapkan terima kasih atas pertolongan anda, apakah
bisa mengundang Tayhiap sementara mampir ke rumah, supaya perkumpulan kami bisa menjamu
anda, sebagai kewajiban seorang tuan rumah."

Setelah lolos dari penghinaan yang amat memalukan, semangatnya Liu Ti-kie sudah merosot
drastis, dia tahu pendekar setengah baya yang wajahnya mirip dia, ilmu silatnya yang
sulit diukur.

Maka dia ingin mengambil kesempatan mendekatinya, mengajak dia membantu dirinya, maka
dia langsung mengundang dan sebisanya menahan dia. Pek Soh-ciu dengan tanpa perasaan
berkata: "Masalah sekecil ini, ketua muda tidak perlu di pikirkan, tapi......"

"Tayhiap masih ada pesan apa?"

"Apakah ketua muda kenal dengan seorang wanita yang bernama Tan Li-ceng?"
"Ini......kek......tidak kenal......"

Pek Soh-ciu jadi kecewa, segera mengangkat kepala tertawa sinis:

"Membuang ibu meninggalkan istri, lupa diri lupa kesetia kawanan, walau pun bisa
mendapat nama yang

menggemparkan dunia, coba tanya pada diri sendiri, apakah kau tidak merasakan perasaan
bersalah? Aku sudah selesai bicara, harap ketua muda bisa sadar."

Dia sudah lari keluar dari perkumpulan Ci-yan, lari menelusuri jalan raya yang lebar.

Saat hari baru saja terang, Pek Soh-ciu sudah tiba di Han-kou yang penuh dengan perahu
layar, semalaman belum tidur, dia tidak ada gairah menikmati pemandangan pasar yang
ramai dan makmur, dia cepat mencari sebuah penginapan, setelah sedikit sarapan, dia
langsung menutup pintu naik ke ranjang, tidur.

Tidur di siang hari hanya bisa berlangsung sebentar, suara yang ramai di luar membuat
dia tidak bisa tahan lagi,

dia segera mengganti baju dengan baju biru yang bersih, tetap memakai topeng itu, dia
melangkah keluar kamar berjalan keluar penginapan.

Han Kou juga disebut Han-pu, adalah satu di antara empat kota besar ternama,
perniagaannya ramai, adalah kota pelabuhan yang rakyatnya makmur kotanya ramai.

Pek Soh-ciu belum lama terjun ke dunia persilatan, baru pertama kali dia datang ke
tempat ini, tapi sebelumnya dia sudah menanyakan pada pelayan penginapan, terhadap
keadaan rakyat setempat juga sedikit mengenal, yang disebut mengenal, sebenarnya juga
sangat sedikit sekali.

Dia berjalan di jalan raya tanpa tujuan, mengikuti keramaian orang, tanpa disadari dia
sampai di sisi sebuah lapangan, gelombang orang sudah berhenti, walau pun masih ada
orang pelan-pelan berdesakan maju kedepan, tapi gerakannya sangat hati-hati sekali,
sepertinya takut mengeluarkan suara, orang yang didesaknya juga paling banter hanya
melihat dengan mata putih saja, satu orang pun tidak ada yang mengeluarkan suara
memarahi dia.

Satu keadaan yang sangat aneh sekali, Pek Soh-ciu kebetulan menyaksikan hal ini, dia
tidak bisa menahan rasa ingin tahunya, dia melihat kesekelilingnya, melihat di dekat
sebelah kiri ada satu tiang bendera, pelan-pelan dia mendesak mendekatinya, sedikit
meng-angkat tenaga dalamnya, segera melesat ke udara, lalu sebelah tangannya memegang
tiang dengan mantap turun di dalam sebuah Soh-tou (semacam wadah diatas tiang),
untungnya orang-orang di sekitar, semuanya sedang tegang, menjulurkan leher
memperhatikan ke tengah lapangan, walau pun di siang hari bolong, tidak ada orang yang
tahu diatas tiang bendera, disana sudah ada orang.

Dia duduk diatas Soh-tou, pandangannya bisa sampai jauh sekali, terlihat pada arah yang
di pandang orang-orang,

ternyata ada dua buah kuil yang berdiri berhadapan, dua bangunan kuil itu tidak
terhitung besar, tapi bangunannya memang mewah, tiang bendera hanya berjarak satu
panahan pada kuil itu, dengan ketajaman pandangannya, sampai tulisan di atas kuil itu
juga bisa dilihat dengan jelas.
Bangunan sebelah kiri adalah rumah sembahyang nyonya Sun. sebelah kanannya adalah kuil
Raja Naga.

Di masyarakat tersebar dongeng, pada jaman Sam-kok kaisar Lie-ti dari Han menyerang
Gouw tapi kalah dan hancur di kota Pek-ti, nyonya Sun bersembahyang sambil menangis di
pinggir sungai, kemudian dia bunuh diri dengan terjun ke dalam sungai untuk menemani
suaminya, mayatnya malah naik melawan arus, baru ditemukan di Han-kou, orang yang
bertanggung jawab lalu menguburnya di Kanglam, dan mendirikan rumah duka untuk

mengenangnya.

Rumah dukanya tepat di seberang Liong-ong-am (kuil Raja Naga).

Yang tinggal di rumah sembahyang nyonya Sun adalah tokouw, sedang yang tinggal di dalam
kuil Raja Naga adalah hweesio, To dengan Budha sebenarnya adalah satu keluarga,
bertahun-tahun tidak pernah terjadi masalah.

Siapa tahu beberapa tahun terakhir ini rumah sembahyang nyonya Sun tiba-tiba ramai
dikunjungi orang beribadah, sedang kuil Raja Naga berubah jadi sepi, keadaan ini
membuat iri dalam kenyataan hidup, dua aliran yang sama-sama menganut empat kosong,
malah dari diam-diam bertarung menjadi terang-terangan, sehingga akhirnya sepakat
membuat peraturan setahun sekali bertarung, hari ini tepat hari mereka bertarung,
hingga mendatangkan begitu banyak penonton yang ingin melihat keramaian.

Pek Soh-ciu mengira, pertarungan orang orang ini adalah pertarungan mengandalkan
kekuatan otot, di luar dugaan ternyata diantaranya ada orang yang berilmu tinggi, para
hwcesio sepertinya mengandalkan ilmu silat dari Siau-lim, Hok-houw-koan (pukulan
menaklukan harimau) dan Lo-han-pang (tongkat Lo-han), semuanya sudah cukup terlatih,
sedang para tokouw, mengandalkan Gwat-cia-san-sau (tangan rumah Gwat menabur) dan Gwat-
lie-kiam-hoat (jurus pedang wanita Gwat), setelah bertarung beberapa babak, pihak nikoh
sudah berada diatas angin.

Pertarungan yang sengit sudah terjadi berturut-turut, Pek Soh-ciu jadi tidak ingin
melewatkan hal ini, dia tetap diatas menikmatinya, tiba-tiba didalam kuil Raja Naga,
keluar lagi sekelompok hweesio, yang paling depan memimpin seorang hweesio tua
berperawakan kurus kering, alisnya putih seperti salju, Pek Soh-ciu merasa mengenalnya,
hweesio tua itu masuk ke lapangan. Setelah hweesio tua itu bertarung, dengan jurus Cap-
ie-cap-pwee-tiap (menyentuh baju delapan belas kali jatuh.) salah satu dari tujuh puluh
dua macam ilmu hebat Siau-lim, berturut-turut dia memenangkan beberapa babak, pendeta
To wanita yang tadinya sudah berada diatas angin, sekarangberbalik menjadi kalah.

Orang-orang yang menonton menjadi ramai, mereka seperti merasa bersimpati pada para
nikoh, tapi tidak ada seorang pun yang mampu membalikkan keadaan yang sudah terjadi
ini, sehingga, sebagian orang sudah dengan sedih meninggalkan lapangan. Tiba-tiba.....

"Pertarungan ini sungguh tidak adil sekali, hweesio besar! Mari...aku pelajar ingin
mencoba Cap-ie-cap-pwee-tiap kau sampai dimana kehebatannya."

Orang ini menyebut dirinya pelajar, tentu saja bukan pendeta To juga bukan hweesio,
tapi seorang manusia

biasa, pertarungan antara pendeta To dengan hweesio, orang luar tidak boleh ikut
campur, tampaknya remaja ini terlalu sembrono, sehingga seluruh lapangan jadi ramai,
semua orang jadi memperhatikan pada arah orang yang muncul itu.

Dia berpakaian putih, tampangnya tenang, berdiri tegak di tengah di antara pendeta To
dan hweesio, tampan seperti pohon giok diterpa angin.

Pek Soh-ciu melihat orang itu adalah remaja baju putih yang kemarin malam bertemu di
perkumpulan Ci-yan, tidak tahan dia mengerutkan alis, didalam hati berkata, 'Ilmu silat
orang ini, memang hebat sekali, tapi mengapa dia menyamar jadi dirinya kemana-mana
mencari musuh?

Apakah dia tampil keluar saat ini juga adalah satu siasat liciknya?

Satu suara rendah menyebut nama Budha, menghentikan jalan pikirannya, hweesio tua meng-
angkat alis berkata:

"Sicu kecil tanpa diundang datang sendiri, sungguh Budha maha penyayang......"

Remaja baju putih terbengong berkata: "Hweesio tua kau sedang mencariku?"

"Tidak salah, Sicu kecil mengacau di Siau-lim, sudah melanggar larangan Budha, juga
membunuh adik seperguruanku Pek Kuo, tidak bisa diampuni......"

"Ooo, kalau begitu, kau kenal denganku?"

"Keturunan dari Sin-ciu-sam-coat, belum tentu bisa meraja lela di dunia, Sicu kecil
begitu sombong, mungkin itu bukan keberuntungannya Sicu kecil!"

"Kalau begitu hweesio tua bisa menggunakan tujuh puluh dua macam ilmu Siau-lim untuk
membunuh ku, bukankah itu sama sekali tepuk dapat tiga hasil."

"Sekali tepuk dapat tiga hasil? Apa maksud kata kata Sicu kecil?"

"Mudah sekali, jika kau berhasil membunuhku, selain bisa menyelesaikan masalah hari
ini, juga bisa membalaskan dendamnya Pek Kuo.

"Lalu apa hasil ketiganya?"

"Hasil ketiga, itu sedikit repot!"

"Coba katakan saja."

"Jika aku bisa mengalahkanmu, maka hilangnya ketua Siau-lim yang terdahulu, dan siapa
otak yang diam-diam menyerang Sin-ciu-sam-coat? Harap kau memberitahukan dengan terus
terang."

"Ini... walau aku bisa dikalahkan oleh Sicu kecil, mungkin juga akan mengecewakan
harapannya Sicu kecil!"

"Kalau begitu kau jadi tidak- mau minum arak kehormatan tapi ingin minum arak hukuman."

Hweesio tua seperti menjadi marah oleh tampang remaja baju putih yang meremehkannya,
mulutnya berteriak marah:

"Tunggu setelah Sicu kecil bisa mengalahkan aku baru kita bicara lagi." Sebuah angin
pukulan yang amat dahsyat, sudah dilancarkannya.

Remaja baju putih menyunggingkan bibir, tubuh nya sedikit bergeser, menghindarkan angin
pukulan, saat sepasang tangannya diangkat dan diayunkan, berturut-turut dia menyerang
enam jurus telapak tangan, kecepatan jurus, keanehan gerakannya, walau pun pesilat
tinggi masa kini juga jarang bisa ditemukan, hweesio tua yang di panggil PekCan walau
merupakan salah satu dari lima Tianglo

Siau-lim, dia juga sampai mundur terdesak, tidak mampu balas menyerang.

Remaja baju putih tertawa, dia membalikan tangan kcbelakang, satu sinar perak
berkelebat, dengan menggunakan jari telunjuk dia menyentil ujung pedang jadi bergetar
katanya:

"Hweesio tua! Menurut pandanganku, kita harus membicarakan hasil ketiga, betul tidak
menurutmu?"

Pek Kuo taysu mengambil tongkat hweesio dari seorang hweesio dibelakangnya, dengan nada
dalam berkata:

"Jurus Im-cu-kiam, adalah jurus pedang paling hebat jaman sekarang, aku beruntung bisa
bertemu dengan Sicu kecil, mana mungkin aku melewatkan kesempatan yang bagus ini."

Remaja baju putih mendengus sekali dengan dingin berkata:

"Kata-kata Hweesio tua tidak salah, jurus Im-cu-kiam memang tiada duanya di dunia
persilatan, tapi menyesal sekali, terhadap jurus pedang ini aku tidak sembarangan
menggunakannya, terhadap kau hweesio tua......he he he, masih belum perlu menggunakan
jurus Im-cu-kiam."

Kedudukan Pek Can adalah salah satu dari lima Tianglo Siau-lim, belum pernah dia
mendapat penghinaan seperti ini, dia langsung membentak, melintangkan tongkat
hweesionya, dengan kekuatan yang amat dahsyat tongkatnya menyapu.

Melihat tongkat Pek Can taysu mengeluarkan kekuatan yang begitu dahsyat, dia jadi tidak
berani menangkis menggunakan pedangnya, terlihat bayangan putih berkelibat, pedang
dengan lincah menyerang seperti kilat, menyabet mengikuti tongkat hweesio, hawa dingin
pedang

yang tajam sudah mengarah pada pergelangan tangan Pek Can taysu. Pek Can tidak menduga
jurus pedang remaja baju putih begitu hebatnya, beruntung tenaga dalamnya memang luar
biasa, cepat dia menurunkan lengan memutar tubuh, dengan ekor tongkat memukul sambil
memotong, baru dia bisa terhindar dari jurus berbahaya ini, tapi diatas kepalanya yang
botaknya sampai bersinar, sudah muncul keringat sebesar kacang kedele.

Sambil tersenyum remaja baju putih berdiri di tempat, dengan sorot mata sinis melirik
hweesio tua, berkata:

"Hweesio tua, apakah masih mau mencoba lagi?"

"Hm...!" dengan marah Pek Can taysu berkata, "Sicu kecil sudah bisa melakukan diam
laksana gunung, bergerak laksana kelinci lepas, memang tidak malu sebagai keturunan
Sin-ciu-sam-coat, tapi, hanya dengan sedikit jurus ini, aku masih belum sampai harus
mengaku kalah."

Remaja baju putih mengangkat sepasang alis: "Cianpwee kuil Siau-lim, tentu saja malu
mengaku kalah pada seorang angkatan muda, tapi kenyataannya kau tidak mungkin bisa
mengalahkan aku, jika menunggu sampai melihat dulu peti mati baru meneteskan air mata,
mungkin saat itu waktunya sudah terlambat."

Baru saja remaja baju putih selesai berkata, satu bayangan manusia berwarna merah yang
tinggi besar, dari arah pantai sungai dengan cepat menghampiri, dalam sekejap mata,
bayangan orang itu sudah sampai didepan remaja baju putih, seperti sebuah menara besi,
dia menatap tajam pada remaja cantik itu, sesaat kemudian dia membelalakan sepasang
mata, berkata:

"Bocah! Apa kau sungguh-sungguh keturunan Sin-ciu-sam-coat?"

Remaja baju putih tanpa perasaan berkata:

"Tuan ada masalah apa?"

"Aku ingin meminjam Pouw-Iong-tui."

"Pouw-long-tui adalah pusaka bersejarah, orang semacam kau mana boleh menyentuhnya."

"Bocah! Kau tahu siapa aku?" orang ini berambut merah, panjangnya menutupi bahu,
matanya bersinar hijau seperti mata macan, dibawah hidung elangnya yang seperti kail
tajam, ada mulut besar yang seperti baskom,

penampilannya yang bengis jelek itu, sungguh tiada duanya, saat sedang teriak marah,
rambut merahnya berdiri semua, ilmu silatnya tampak sangat tinggi, cukup mengejutkan
orang.

Remaja baju putih mundur dua langkah, tampangnya tampak sedikit ketakutan, tapi tetap
dengan nada bicara yang tegas berkata:

"Tidak peduli kau dewa atau iblis dari mana, jika ingin Pouw-long-tui? Kalahkan aku
terlebih dahulu."

"Hi hi hi!" orang aneh berambut merah itu tertawa, "aku sudah puluhan tahun tidak
terjun ke dunia persilatan, sekarang sudah ada bocah yang tidak tahu tingginya langit
tebalnya bumi, baiklah, jika aku tidak bisa mcngalahkanmu, aku tidak mau lagi pada
Pouw-long-tui."

Satu aliran hawa yang panasnya seperti api, menyembur dari tengah telapak tangannya
orang aneh berambut merah, seperti lahar panas yang menyembur dari mulut gunung berapi,
tempat yang dilalui aliran hawa semuanya hangus menjadi terbakar, pukulan telapak
tangan seperti ini yang sangat jarang ditemui di dunia persilatan, sungguh mempunyai
efek kekuatan yang menakutkan orang, remaja

baju putih itu pun terkejut setengah mati, sampai Pek Soh-ciu yang menonton dari
kejauhan juga hatinya tergetar.

Orang aneh berambur merah menghentikan pukulannya, menatap pada remaja baju putih
dengan dingin berkata:

"Di dunia persilatan sekarang belum ada satu orang pun yang berani mengatakan tidak
pada Liat-hwee-sin-kun (Dewa memisahkan api), serahkan Pouw-long-tui itu, aku ampuni
kau sekali ini."

"Kita masih belum tahu rusa mati ditangan siapa, buat apa kau merasa yakin terlebih
dulu."

Remaja baju putih sungguh pemberani sekali, dia jelas tahu Liat-hwee-sin-kun, adalah
seorang kepala penjahat ulung di dunia persilatan, dia malah menggetarkan pedang
panjangnya, sekilas sinar perak menerjang, dengan hawa pedang yang tiada benda yang
keras bisa menahannya, berturut-turut menyerang lima jurus pedang pada Liat-hwee-sin-
kun.

Liat-hwee-sin-kun berteriak marah berkata: "Jika kau tidak ingin hidup, maka aku
kabulkan keinginanmu!"

telapak tangan kanannya dibalikan, hawa panas bergulung-gulung menerjang, lima jenis
pedang yang kekuatannya amat dahsyat, seperti terjun ke dalam lautan luas, tubuhnya
juga digulung oleh kekuatan telapak Liat-hwee, tergulung di udara lalu jatuh di tepi
sungai.

Dalam hati Pek Soh-ciu berteriak celaka, tidak peduli apa tujuannya remaja baju putih,
bagaimana pun jangan sampai dia jatuh ditangan penjahat ini, segera dengan satu
bentakan keras, dari atas tiang bendera dia terjun menerjang ke bawah, tapi jarak dia
ke tempat jatuhnya remaja baju putih itu terlalu jauh, saat dia tiba di tepi sungai,
remaja baju putih sudah dibawa oleh Liat-hwee-sin-kun masuk ke dalam perahu, dengan
cepat berlayar mengikuti arus sungai.

Pek Soh-ciu mengejar dengan menelusuri pantai, disatu cekungan yang dangkal, terikat
sebuah perahu kecil tanpa ada orangnya, maka segera menggunakan ilmu

meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui dia melayang turun di atas perahu, dengan cepat
men-dayung keluar dari cekungan, dengan ketat mengejar pada perahu yang jaraknya
semakin jauh itu.

Saat ini sedang di musim hujan, aliran sungai kuning yang besar, dengan kekuatan ribuan
kuda berlari mengalir ke bawah, perahu kecil yang terapung dalam aliran sungai deras,
kecepatannya seperti anak panah lepas dari busurnya, di tempat yang berbahaya, hampir
saja membuat dia tenggelam.

Kira-kira ada dua jam, Liat-hwee-sin-kun menepikan perahunya di bawah bayangan pohon,
dia meletakan remaja baju putih di bawah bayangan pohon, dengan sorot mata bengis,
menatap pada Pek Soh-ciu. Pek Soh-ciu melihat kepala penjahat itu sedang menunggu dia,
maka pelan-pelan dia pun menepi, diam-diam dia menyiapkan tenaga dalamnya, dan berjalan
menuju bayangan pohon itu.

"Hi hi hi.......bocah! siapa kau? Berani sekali mengejar aku, apa kau telah makan hati
naga empedu harimau?"

Liat-hwee-sin-kun melihat orang yang mengejar dia, adalah seorang sastrawan setengah
baya dengan wajah yang kaku, tidak tahan dia jadi merasa aneh.

Pek Soh-ciu tertawa:

"Mengapa, sudah mendapatkan Pouw-long-tui, sampai teman lama tiga puluh tahun lalu juga
dilupakan?"

Liat-hwee-sin-kun bengong, dia berkata: "Sahabat, berapa usiamu tahun ini?"

"Aku......kek, usiaku enam puluh tahun."


"Jangan main-main denganku, siapa dirimu sebenarnya?"

"Apakah kau sungguh ingin tahu siapa aku?"

"Hm... kalau kau tidak mau mengatakannya, aku akan bunuh kau."

"Sebenarnya aku memberitahukan padamu juga tidak apa apa, aku she Pek......"

Belum habis perkataannya langsung jarinya menotok, terlihat bayangan merah


menggelinding, disertai suaranya seperti longlongan serigala, dalam sekejap,
longlongannya sudah berada sejauh satu li lebih.

Pek Soh-ciu tidak menduga dengan Pouw-ci-sin-kang dia bisa melukai Liat-hwee-sin-kun,
tapi memang ilmu silat penjahat tua ini sungguh hebat, setelah mendapat luka parah, dia
masih tetap bisa melarikan diri dengan kecepatan yang mengejutkan.

Dia mengeluh merasa sayang, lalu membalikkan kepala melihat sekali pada remaja baju
putih yang terlentang pingsan dibawah bayangan pohon, lalu dari kejauhan mengibaskan
telapaknya, melancarkan jalan darah yang ditotok oleh Liat-hwee-sin-kun, sambil
menghadap pada sungai, dia berkata dingin:

"Apakah kau sudah sadar?"

"Heh!......"

"Apakah kau bisa menjawab beberapa pertanyaan dariku?"

"Apa karena jasa pertolongannya?"

"Bukan, mau jawab atau tidak, aku tidak memaksa."

"Coba kau katakanlah."

"Kau kenal dengan Siau Yam?"

"Ini......"

"Tidak mau mengatakannya?"

"Bisa dikatakan kenal."

"Sekarang dimana dia?"

"Ini......maaf tidak bisa memberitahukan."

"Ada hubungan apa kau dengan Sin-ciu-sam-coat?"

"Tidak ada."

"Lalu, mengapa kau mau menyamar sebagai keturunannya Sin-ciu-sam-coat, mengapa menarik
perhatian orang?"

"Bicaramu lebih baik sopan sedikit!"

"Kau tidak perlu marah, aku hanya membicarakan apa adanya." Kata Pek Soh-ciu.
"Apakah kau pernah dengar aku mengaku keturunannya Sin-ciu-sam-coat"

"Diam tidak bicara dan tidak mengaku, seperti tidak ada bedanya!"

"Jika saudara berpikiran demikian, itu terserah saja."

"Baik, kita tidak membicarakan ini lagi, sekarang, aku ada satu permohonan."

"Kau mau apa?"

"Jika kau kenal dengan Siau Yam, aku harus mencari Siau Yam, sehingga, aku terpaksa
mengikutimu."

"Apa, kau mau ikut aku?"

"Tidak salah."

"Tidak bisa."

"Masalahnya sudah sampai disini, mungkin kau tidak ada pilihan."

"H... aku tahu ilmu silatmu sangat tinggi, tapi kalau kau mau ikut aku, kecuali kau
bunuh aku baru bisa!"

"Aku ikut denganmu, itu tidak ada masalah bagimu, buat apa begitu serius!"

"Aku katakan tidak bisa ya tidak bisa."

"Apakah ada alasannya?"

"Seseorang harus bisa menilai diri sendiri, apakah kau sendiri tidak tahu kau......"

"Maaf aku bodoh, katakan saja yang jelas."

"Kek... saudara... wajahmu menyebalkan"

“Ha ha ha......setelah tertawa terbahak bahak, Pek Soh-ciu melepaskan topeng kulitnya,
lalu dia pelan-pelan membalikan tubuh, berkata:

"Ternyata aku begitu menyebalkan, hai... ini sungguh satu hal yang menyedihkan."

Remaja baju putih yang tadi menutup matanya, dia mendengar Pek Soh-ciu bicara seperti
sangat sedih, tidak tahan dengan simpati melihat sekali, tapi begitu melihat hatinya
sangat terkejut, sorot matanya seperti tidak bisa ditarik lagi. Sesaat, dia
menghentakan sepasang kakinya, dengan suara benci berkata:

"Kau jahat......aku tidak ingin melihatmu..." dia membalikan tubuh lalu lari, baju
putihnya melayang-layang menyusup kedalam hutan Liu.

Wajah Pek Soh-ciu sedikit tertegun, dia segera mengejar sambil berteriak:

"Hey, hey, kau dengar aku......"

Remaja baju putih tidak menerobos keluar hutan Liu, dia hanya memutar di pepohonan, Pek
Soh-ciu menggunakan ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui, akhirnya dapat
menghadang di depannya, lalu mengepal sepasang tangannya berkata:

"Supaya bisa bergerak leluasa, maka......"

"Hm... mengapa kau justru memakai topeng yang mirip dengan Liu Ti-kie, apa sengaja
membuat aku marah, benar tidak?"

"Tidak, topeng ini, adalah pemberian supek Hong......"

"Kalau begitu......aku ampun......kek, tidak salahkan kau."

Remaja baju putih yang misterius ini, tidak saja ilmu ulatnya sangat tinggi, juga
tampan tiada duanya, dan juga sering menampilkan gerakan mirip wanita, saat mengatakan

'tidak salahkan kau', dia mengangkat alis tersenyum manis, Pek Soh-ciu yang melihatnya,
sepasang matanya jadi melotot, tidak berkedip menatap, mendadak wajah tampan remaja itu
jadi merah berkata:

"Kau ini mengapa, Pek Toako......"

"Aku....." Pek Soh-ciu sedikit ragu ber-kata, "aku ada satu omongan yang tidak
pantas..."

Mulut kecilnya dimonyongkan, remaja baju putih tersenyum berkata:

"Jika kata yang tidak pantas, buat apa dikatakan?"

"Kek..... karena seperti tulang yang tersedak di tenggorokan, tidak enak kalau tidak
dikeluarkan."

"Kalau begitu katakanlah!"

"Apakah kau she Siau?"

"Jika she Siau lalu mengapa?"

"Kalau begitu kau pasti saudaranya nona Siau!"

"Kali ini dugaanmu tepat sekali, nama ku Siau Kun."

"Kakakmu dimana dia berada?"

"Siapa yang tahu dia ada dimana, mungkin., mungkin dia akan mencariku, eeh kau cari
kakakku ada perlu apa?"

"Aku dengan dia pernah bertemu sekali......"

"Hanya demi ini?"

"Tidak, ayahmu menculik istriku, maka aku men cari kakakmu untuk ditukarkan......"

"Tidak bisa." Kata-katanya ada nada kebencian, muncul diantara alis Siau Kun, mendadak
dia membalik-an tubuh meloncat, menembus hutan lari menjauh.

Pek Soh-ciu tidak mengerti sifat Siau Kun, mengapa bisa tidak menentu seperti ini, dia
tertegun sebentar, lalu lari mengejarnya.
Siau Kun tidak bisa meloloskan diri dari kejaran-nya, maka dia menghentikan langkah,
dengan nada dalam teriak:

"Kau mau apa! Mengapa menempel terus tidak mau melepaskan? Apa ingin mempermainkan aku,
betul tidak?"

Pek Soh-ciu tertawa tanda mengalah:

"Siau-heng jangan salah paham, aku hanya......"

"Hm...!" sekali Siau Kun berkata, "hanya ingin menggunakan aku supaya bisa mencari
cici? Hm... tidak semudah itu!"

Pek Soh-ciu berkata tawar:

"Kesalahan bukan ada padaku, harap Siau-heng bisa memaafkan."

Siau Kun berpikir sebentar, katanya: "Dimanfaatkan orang, itu bukanlah hal yang enak,
jika kau mau minta tolong, kau harus membantu aku melakukan satu hal kecil."

"Asalkan dalam batas kemampuanku, pasti tidak akan mengecewakan Siau-heng."

"Baik, mari kita jalan." Selesai bicara dia langsung berlari kearah tenggara.

Sebuah perumahan yang megah, berdiri di dalam hutan pinus, di gerbang perumahan
tertulis dua huruf besar warna emas 'Yun-liu'.

Sepuluh lebih laki-laki besar berbaju ringkas bergolok, seperti sayap walet berdiri di
kedua sisi gerbang, seorang berbaju hitam berusia empat puluh tahunan, dengan wajah
tersenyum sedang menyambut seorang tamu yang datang berkunjung.

Pek Soh-ciu mengikuti Siau Kun masuk ke dalam Yun-liu, di gerbang perumahan mereka
melaporkan nama palsu, di dalam perumahan jalannya di hampar batu putih, kebun bunga
dimana-mana, sangat luas sekali, sampai di ujung jalan, tiba di satu bangunan besar,
terlihat banyak bayangan orang, ruangan sudah dipenuhi oleh orang-orang yang datang
dari segala penjuru, kecuali kenal Pek Can taysu dari kuil Siau-lim, ketua para
perampok Gin-sai-riang-wan Tiat Kie-bu, Hai-thian-sang-sat, Kang-pak-siang-eng, nyonya
ketua perkumpulan Ci-yan Ang-tan-yan Hong Liu-ceng, dan Liu Ti-kie, yang lainnya semua
dia tidak kenal.

Mereka duduk tidak lama, di dalam kelompok orang berjalan keluar seorang tua berjenggot
putih dengan alis panjang matanya sipit, berperawakan gemuk pendek, walau

pun sepasang kakinya kecil pendek, tapi sekali melangkah jauhnya satu kaki lebih, orang
tua kecil yang tidak mencolok mata ini, adalah seorang yang hebat di dunia persilatan,
dia tertawa dan mengepal sepasang tangan, memberi hormat ke sekeliling berkata:

"Para pendekar berkunjung ke tempatku, aku Goan Ang merasa sangat bangga sekali,
silahkan para hadirin masuk ke ruang dalam untuk, sarapan, kalau ada pembicaraan apa
nanti kita pelanipelan merundingkannya, silahkan."

Di bawah undangan tulus dari tuan rumah, para pesilat tinggi di ruangan itu berturut-
turut masuk ke ruang dalam, Pek Soh-ciu dan Siau Kun juga terpaksa mengikuti masuk ke
ruang dalam, setelah sarapan, orang baju hitam yang menyambut tamu di gerbang
perumahan, membawa keluar sebuah kotak kayu Ci-tan yang panjangnya kira-kira delapan
inci, lebarnya hanya tiga jari, Goan Ang mengambilnya, setelah itu dengan tertawa keras
berkata:

"Tahun lalu kebetulan aku berhasil men-dapatkan sebuah pusaka yang berumur ribuan
tahun..."

Perkataan Goan Ang belum selesai, sudah ada orang dengan gembiranya berteriak:

"Ho-leng-ci?"

Goan Ang tersenyum:

"Tidak salah, memang Ho-leng-ci, barang ini walau adalah barang pusaka, tapi harus di
makan bersama dengan air liurnya Sian-giok-!eng-coa (Ular giok yang misterius dan
pintar), Sian-giok adalah makhluk pintar perliharaan seseorang Cianpwee, sudah puluhan
tahun ular pintar itu tidak muncul, dan usia ku juga sudah tua, aku khawatir sebelum
Sian-giok ditemukan, aku sudah meninggal dunia, maka......"

Sepasang sorot matanya yang seperti sinar dingin, menyapu kesekeliling, lalu
melanjutkan perkataannya:

"Aku ingin memberikan Ho-leng-ci pada orang yang berjodoh dengannya, tapi......aku
sulit mendapatkan cara yang bagus untuk melaksana-kannya."

"Kita hidup di dunia persilatan, yang dibicara-kan adalah yang kuat hidup yang lemah
mati, yang benar hidup yang palsu mati, pendekar besar Yuan jika tidak keberatan,
persilahkan saja teman-teman yang ada di lapangan, bertarung dalam ilmu silat
menentukan siapa yang paling tinggi!"

Yang bicara adalah Gin-sai-tiang-wan Tiat Kie-bu, dengan nada bicara seorang perampok
ulung, tapi usulan dia ini yang penuh dengan bau amis darah, malah mendapatkan tepukan
tangan tanda setuju. Goan Ang tertawa:

"Jika kalian semua setuju dengan usulannya ketua Tie, aku tentu saja tidak bisa
menolaknya, dengan demikian tanggung jawabku atas Ho-leng-ci sudah lepas, selanjutnya
aku bisa tenang." Ujung kaki dia perlahan di hentakan, tubuhnya yang gemuk pendek
seperti anak panah melejit ke udara, dari tempat asalnya naik lurus ke atas, tangan
kiri menangkap palang atap, tangan kanan sudah dengan tepatnya ditaruh di atas palang
atap.

Tangan kiri dia tetap masih memegang palang atap, jari telunjuk dan jari tengah tangan
kanannya dengan pelan menekan tombol kotak kayu Ci-tan, lalu tutup kotak terbuka. Dia
dengan hati hati mengeluarkan Ho-leng-ci, sebuah sinar merah padam, membuat jenggot dan
alisnya para pesilat tinggi jadi merah semua.

Ini adalah sebatang pohon yang panjangnya sekitar enam cun, warnanya merah api, mulai
dari akar sampai

kepucuknya tumbuh tujuh daun merah yang indah, di kepala Ci nya di selubungi oleh asap,
berwarna-warni mencolok mata, dilihat dari kejauhan seperti awan warna-warni, di langit
berputar putar.

Benda pusaka didepan mata, para pesilat tinggi didalam ruangan, semua menyorotkan sinar
mata ingin

memilikinya, ada orang yang keserakah annya sangat berat, langsung memegang senjata,
siap keluar, di dalam ruangan segera terbentuk situasi bergejolak.

Mata sipit Goan Ang melihat ke sekeliling, di sudut bibirnya tampak senyum dingin penuh
arti, pelan-pelan menaruh kembali Ho-leng-ci ke dalam kotak. tangan kiri dilepaskan,
perlahan dia melayang turun di sudut ruangan, tangannya mengusap jenggot perak, dengan
tertawa berkata:

"Tanggung jawabku sudah selesai, sementara ini aku mengundurkan diri." Dia lalu
membalikan tubuh, melayang pergi ke belakang pekarangan.

Tidak ada orang yang memperhatikan keberadaannya Goan Ang lagi, seluruh perhatian para
pesilat tinggi, sudah terfokuskan pada kotak kayu Ci-tan yang berada di atas palang
atap, mereka semua menginginkannya, tapi tidak ada seorang pun yang bergerak.

Para pesilat tinggi di dalam ruangan, tidak sedikit adalah ahli silat yang
menggemparkan dunia persilatan, dan para pesilat tinggi hebat yang tersohor, tapi tidak
peduli siapa dia, asalkan di tangannya menggenggam Ho-leng-ci, maka dia langsung akan
menjadi sasaran semua orang, di dalam keadaan demikian, walau pun dia berilmu sangat
tinggi, juga tidak berani sembarangan bergerak, sehingga, mereka berada dalam keadaan
yang sangat tegang sekali, tetap

bertahan diam, tapi setiap pasang sorot mata yang mengandung permusuhan, tidak henti-
hentinya bergulir.

Satu jam sudah berlalu, diam-diam suasana tegang mengalir dalam hati semua orang,
akhirnya, satu bayangan orang, tanpa suara tanpa gejala meloncat ke atas, ilmu
meringankan tubuh orang ini walau pun tidak sehebat ilmu silat meringankan tubuh It-
hui-cong-thian (terbang menerjang langit) Goan Ang, tapi juga ringan lincah dan cepat,
sudah sampai tingkat yang tinggi sekali, tapi ketika dia mengulurkan tangan akan
menangkap tiang palang atap, mendadak dia menjerit ngeri, bergulung jatuh ke bawah, di
atas punggungnya, menancap sebuah pisau kecil yang bersinar.

Sesaat setelah bayangan orang itu meloncat, para pesilat tinggi diruangan hampir
semuanya juga ingin meloncat maju, sekarang mereka kembali menjadi ragu, yang pertama
tadi bisa diambil contoh, siapa orangnya yang ingin mempertaruhkan nyawa sendiri! tapi
daya tarik Holeng-ci sungguh terlalu besar, asalkan masih ada sedikit harapan, siapa
pun tidak mau melepas-kannya, walau pun harapan itu kecil sekali.

Gejolak semakin kentara, permusuhan di antara para pesilat tinggi juga semakin dalam,
mereka seperti busur yang ditarik penuh, setiap saat juga bisa terjadi pertarungan.

Terhadap keadaan ini Pek Soh-ciu sangat tidak sabar, dia sedikit mengerutkan alis
berkata:

"Siau-heng......"

Siau Kun mengangkat wajahnya menyahut: "Ada apa?"

"Aku merasa dadaku sedikit sesak."

"Ooo, mari kita pergi keluar mencari angin."


"Tapi......"

"Aku tahu, Ayolah."

Mereka tadinya juga berdiri dibelakang para pesilat tinggi, saat ingin mengundurkan
diri dari dalam ruangan juga jadi mudah sekali, Siau Kun menuntun tangan Pek Soh-ciu
berkata:

"Kak, kita sembunyi diatas pohon yang ada di sebelah kanan itu, dari atas ke bawah,
mengawasi seluruh lapangan, menunggu orang yang mendapatkan pusaka keluar dari ruangan,
baru kita hadang dia."

Tangan Pek Soh-ciu yang di pegang oleh dia, seperti berada di dalam kapas yang lembut
hangat, tidak tahan di dalam hati berpikir saudara Siau ini mengapa tangannya begitu
lembut seperti tangan wanita? Mungkin dia adalah seorang putra yang hidup di dalam
kemewahan, maka dia tidak berpikir ke arah yang lainnya. Mereka meloncat ke atas pohon,
duduk berdampingan di satu batang cabang pohon, angin meniup lembut, meniup wangi yang
seperti dikenalnya, Pek Soh-ciu jadi merasa sangat heran, dia mengangkat angkat hidung,
lama menghirup wewangian itu, tampangnya tampak sangat bingung.

Siau Kun menatap dia dengan merasa heran berkata:

"Kak, kau menemukan apa?"

Pek Soh-ciu tersenyum malu berkata:

"Tidak apa, aku mencium bau wewangian, dan merasa sedikit bingung saja."

Wajah tampan Siau Kun menjadi merah, lalu melihat dia dengan mata putih berkata:

"Dipekarang banyak ditanami bunga, wewangian itu tentu saja tidak aneh, lihatlah, sudah
ada orang yang keluar."

Tidak salah apa yang dikatakan Siau Kun, benar ada orang yang keluar, tapi orang yang
keluar itu, semuanya roboh ke tanah tidak bisa bangkit lagi, dalam sesaat, di luar
pintu ruangan, sudah tergeletak tidak kurang tidak lebih tiga puluh sosok manusia.

Saat ini di dalam ruangan sangat ramai suara manusia, benturan senjata dan suara
jeritan mengerikan, tidak henti-hentinya keluar dari dalam ruangan, setelah satu jam,
pertarungan sepertinya sudah berhenti. kembali terdengar suara pertengkaran, Siau Kun
jadi bersemangat berkata:

"Sudah waktunya, kak, kita masuk kedalam untuk melihatnya."

Waktu masuk ke dalam ruangan, Siau Kun melihat ke sekeliling, melihat kota kayu Ci-tan
tempat menyimpan Holeng-ci, sudah pecah di atas lantai, tapi Ho-leng-ci tidak ada
disitu, tidak tahan dia mengangkat sepasang alis, wajahnya jadi dingin, katanya:

"Dimana Ho-leng-cinya? Siapa yang mendapatkannya?"

Pek Can taysu, pendeta To Hoan-ho, Ang-tan-yan Hong Liu-ceng, dan Gin-sai-tiang-wan
Tiat Kie-bu yang berdiri di sisi pecahan kotak kayu, wajahnya membeku, diam tidak
bicara, hanya seorang laki-laki besar berwajah bengis yang berdiri agak jauh dengan
mendengus sekali berkata:

"Pergilah, bocah, di dalam ruangan ini kau tidak pantas bicara!"


Siau Kun memutar sepasang matanya, satu tangan diayunkan pada laki-laki besar itu
berkata:

"Kau punya mata anjing hanya melihat orang di bawah, sepasang matamu itu tidak ada
gunanya ditinggalkan di situ, lebih baik buang saja."

Dua titik sinar berkelebat, laki-laki besar yang lantang itu, dua tangannya segera
menutup sepasang matanya, sambil menjerit berguling-guling di lantai.

Gin-sai-tiang-wan yang pertama terkejut, Pek Can taysu dan pendeta To Hoan-ho berikut
para pesilat tinggi yang ternama di dunia persilatan, juga warna wajahnya berubah, dua
titik sinar perak itu mengandung kekuatan yang tiada tandingnya, orang yang julukannya
sebesar apa pun, juga harus sedikit mengalah.

Sehingga, Pek Can taysu dengan menyebut nama Budha sekali berkata:

"Aku menurunkan kotak kayu dari atas tiang palang atap, Sicu Tiat dan kawan-kawan
datang merebutnya, dalam keadaan saling berebut, sehingga kota kayu itu jadi pecah,
tapi Ho-leng-ci malah sudah hilang entah kemana, tidak ada didalam kotaknya......"

Siau Kun balik bertanya pada Gin-sai-tiang-wan:

"Apa betul begitu Ketua Tiat."

Tiat Kie-bu berbatuk sekali berkata:

"Kejadiannya memang begitu, tapi......"

"Tapi bagaimana?"

"Pek Can taysu pernah memasukan kotak kayu itu ke dalam lengan bajunya......"

Pek Can taysu cepat berkata: "Sicu jangan sembarang menuduh orang, bagaimana aku bisa
melakukan hal sehina itu!"

Mata Siau Yam menyorot terang, melihat ke seluruh tubuh Pek Can taysu berkata:

"Apakah Pek Can taysu pernah menggunakan siasat Tolong-hoan-hong (mencuri naga menukar
burung hong.) untuk mencuri Ho-leng-ci, kita jadikan saja itu kecurigaan kita, hanya
saja jika Ho-leng-ci sudah hilang, kalian sepertinya tidak perlu lagi tinggal lama-lama
disini."

Gin-sai-tiang-wan Tiat Kie-bu menyahut: "Kata-kata Siauhiap benar, aku segera


mengundurkan diri." Dia mengepal tangan menyapa, langsung memimpin para pesilat tinggi
aliran hitam meninggalkan ruangan.

Siau-lim, Bu-tong, perkumpulan Ci-yan, dan para pesilat tinggi lainnya, semua masing
masing mengepal tangan menyapa Siau Kun, masing-masing memimpin

kelompoknya meninggal kan tempat yang berbau amis darah ini.

Sekarang, didalam ruangan besar ini, hanya tinggal Pek Soh-ciu dan Siau Kun dua orang,
lama, Pek Soh-ciu "kek!"
sekali batuk berkata:

"Siau-heng......"

Siau Kun tawar tertawa berkata:

"Kakak ingin menanyakan mengapa mereka ada sedikit segan pada kita?"

"Benar."

"Guruku berkelana di dunia persilatan menggunakan Pek-lek-bie-sin-ciam (Jarum sakti


menghancurkan geledek) sebagai tanda beliau, orang-orang ini hanya melihat muka guru ku
saja."

"Gurumu pasti seorang pesilat tinggi yang amat lihay?"

"Ini......kek, beliau memang ada sedikit nama, tapi karena larangan perguruan, harap
maklum aku tidak bisa memberitahukan sebutan beliau padamu."

"Ooo!" sekali, Pek Soh-ciu berkata, "Tidak apa-apa, hanya saja terhadap masalah Ho-
leng-ci, aku tidak bisa membantu Siau-heng, sungguh merasa sedikit tidak enak."

"Seluruh pesilat tinggi di dunia persilatan juga terperangkap di dalam siasatnya Goan
Ang, mana bisa salahkan kakak."

Pek Soh-ciu dengan perasaan heran berkata:

"Maksudmu, Ho-leng-ci masih berada ditangan-nya Goan Ang?"

Siau Kun tertawa:

"Jika Toako tidak percaya, bisa naik ketiang palang atap memeriksanya."

Terhadap kata-kata Siau-kun, Pek Soh-ciu memang merasa ragu, maka dia menuruti kata-
katanya meloncat keatas tempat di mana Wan Hong tadi menaruh kotak kayu Ci-tan, benar
saja dia melihat satu lubang yang dalam, dan di bawah lubang, ada sebuah papan hidup
yang bisa digerakan, menembus sampai ke dalam dinding, dia lalu turun sambil mengangguk
dan mengeluh:

"Saudara orang yang sangat pintar, tapi mengapa masih menaruh curiga pada Pek Can
taysu?"

Siau Kun memonyongkan bibir: "Ketua Siau-lim terdahulu, pernah terlibat peristiwa di
perumahan Leng-in, hweesio tua itu tidak tahu malu masih berani mengganggu kita berdua,
biarkan dia saja menjadi kambing hitam, anggap saja itu hukuman ringan bagi kuil Siau-
lim." Dia habis bicara lalu dia bersiul panjang, beberapa saat kemudian, lima orang
laki-laki besar berbaju ringkas hitam

berlari mendekat, mereka berdiri berbaris, bersamaan menyapa pada Siau Kun, dari
penampilannya, tampak sangat menghormat sekali. Siau Kun dengan dingin berkata: "Dimana
Goan Ang?"

Salah seorang laki-laki baju hitam berkata: "Kami dari tadi mengawasi terus, tapi masih
belum melihat Goan Ang atau satu orang pun yang meninggalkan Yun-liu......"
Wajah Siau Kun menjadi dingin berkata: "Geladah......"

Lima laki-laki besar baju hitam segera menerjang masuk ke dalam rumah, kira-kira lewat
sepertanakan nasi, lima orang itu berturut-turut kembali melapor:

"Siauya, seluruh Yun-liu sekarang sudah kosong tidak ada satu orang pun......"

Siau Kun mendengus sekali berkata:

"Siau-han-ngo-liong (Lima naga basah) yang namanya menggemparkan dunia persilatan,


malah tidak bisa menjaga seorang Goan Ang, hm... apakah terpikir kalian akibat
melalaikan tugas?"

Semua rubuh lima orang baju hitam itu bergetar, wajah yang tidak gentar apapun terlihat
pucat, tidak diduga perkataan marah Siau Kun, membuat laki-laki yang gagah perkasa ini,
seperti terhukum yang menunggu eksekusi. Pek Soh-ciu malah merasa tidak tega dia
berkata:

"Pertemuan di Yun-liu, sudah merencanakan Goan Ang, kita semua bersalah, mana bisa
hanya menyalahkan mereka berlima, saudara, sudahlah."

Siau Kun berpikir sebentar berkata:

"Kalian beruntung, Ada Pek Toako yang membela, tapi jika dalam waktu tiga bulan kalian
tidak bisa mendapatkan Goan Ang, kalian bersiap-siap menanggung."

Siau-han-ngo-liong menyahut sekali, lalu membalikan tubuh meloncat dengan cepat


meninggal-kan tempat itu.

Siau Kun melihat bayangan mereka telah hilang, baru membalikan kepala tersenyum manis
pada Pek Soh-ciu berkata:

"Toako! Temani aku lagi pergi ke gunung Kwo-tiang...ya?"

Pek Soh-ciu tertegun:

"Maksudmu, Goan Ang telah pergi ke gunung Kwo-tiang?"

"Lembah Ceng-eng di gunung Tian-chang, baru benar sarangnya Goan Ang, tapi lembah Ceng-
eng tidak saja penuh jebakan tersembunyi, juga sangat dingin sekali, bahayanya, tidak
kalah dengan neraka dingin, jika kakak ada minat, kita pergi kesana untuk menambah

pengalaman."

Pek Soh-ciu tertawa:

"Bagus, aku bisa menambah pengalaman, hayo kita jalan."

Siau Kun mendapatkan dua ekor kuda tunggang, mereka berdua berdampingan berangkat dari
Yun-liu, derap suara kuda, tertawa, berkata keras di daerah Kanglam ini, kembali akan
membuat cerita muda mudi dunia persilatan yang mengharukan.

0-0dw0-0
BAB 4

Bersama-sama menunggang kuda ribuan li

Siau Kun menunggang kuda melawan angin, dia tampak bersemangat sekali, ikat kepala
putih dikepalanya seperti burung walet sedang terbang, melayang-layang dibelakang
kepalanya, sepasang matanya yang hitam bersinar, mulut munggilnya yang seperti dicat
merah, dengan tawanya tampak senang, lama... dia mendadak menghentikan kudanya,
membalikan kepala pada Pek Soh-jiu sambil tersenyum manis berkata:

"Pegunungan di Kanglam ini sungguh indah sekali, penoramanya seperti didalam gambar
saja, kali ini kita melancong ke Kwo-tiang, sungguh tidak sia sia." Pek Soh-jiu
tersenyum, berkata: "Tidak salah, tanahnya bagus pasti orangnya hebat-hebat, mungkin
kita bisa bertemu dan berkenalan dengan orang Kanglam yang hebat-hebat." Siau Kun
menyunggingkan bibir: "Pemandangan Kanglam yang indah, sungguh keadaan yang nyata, jika
mengatakan di Kanglam juga muncul orang hebat, aku tidak sependapat."

"Ha...ha...ha!" Pek Soh-jiu tertawa, "Kau tidak percaya?

Lihat itu, bukankah sudah datang!"

Sst...ssst terdengar beberapa suara, diantara bayangan pepohonan dan celah rumput,
berturut-turut meloncat keluar sepuluh lebih laki-laki besar, setiap orang berpakaian
ringkas, bersenjata dan wajahnya bengis.

Siau Kun melirik sekali pada mereka, mendadak dia tertawa keras berkata:

"Kata-kata Toako tidak salah, orang orang ini bertubuh hina, berwajah bengis, memang
orang-orang yang luar biasa, ha......"

Orang-orang ini dipimpin oleh seorang laki-laki besar yang berkepala musang bermata
tikus, tubuhnya kekar sekali, dia melihat pada dua remaja yang lemah lembut

yang sangat berani mengejek pada mereka, tidak tahan dia maju beberapa langkah, dengan
marah membentak:

"Anjing kecil, kau sedang membicarakan siapa?"

Siau Kun mengangkat alisnya, berkata:

"Siauya menunggang kuda dijalan raya, tidak mengganggu sarang penyamun, suka
membicarakan siapa ya bicara siapa, apa urusannya denganmu?"

Traang... seorang laki-laki besar mencabut golong pembelah gunung berpunggung tebal,
mcng-getarkan lengannya, membuat ring besi di kepala golok berbunyi suara logam beradu,
lalu mengangkat alis tebalnya, berteriak dingin:

"Bocah, jika Tay-ya ingin membunuhmu semudah mengangkat tangan saja, maka jika kau
sudah bosan hidup, katakan saja pada Tay-ya!"

Siau Kun menggoyang-goyangkan sepasang tangannya berkata:


"Tunggu, tunggu, laki-laki sejati mulut bicara tangan tidak bergerak, kau jangan galak
seperti ini, menakuti orang?"

Laki-laki besar itu dengan bangganya bersuara "Hemm!"

sekali berkata:

"Baik baik, coba jawab pertanyaan Tay-ya, jika tidak, jangan salahkan Tay-ya berlaku
kejam."

Siau Kun seperti ketakutan:

"Kau ingin tanya apa? Raja gunung."

Laki-laki besar itu berteriak marah:

"Apa? Kau panggil Tay-ya Raja gunung?

"Maaf, aku tidak tahu harus memanggil apa terhadap para Tay-ya yang menghadang jalan."
Kata Siau Kun Laki-laki besar bermata tikus itu bersuara "Hemm!"

sekali tampak akan marah lagi, akhirnya menahan diri bertanya:

"Kalian berasal dari mana?"

"Han-kou."

"Apa pernah datang ke Yun-liu?"

"Pernah, aku bertamu beberapa hari dirumahnya Goan Tayhiap."

"Dengan tampang kalian berdua, sastrawan miskin, juga bisa bertamu kerumahnya Goan?"

"Ini......kek, karena kami dengan pendekar besar Goan ada sedikit......hubungan


keluarga jauh......"

"Kalau begitu ya benar.... apa di dalam Yun-liu, ada tidak teman teman dunia persilatan
lainnya?"

"Ada......"

"Siapa saja?"

"Aku dengar ada yang dari Siauw-lim, Bu-tong, Tiam-cong, Cu apa itu Yan, haii, terlalu
banyak, aku seorang sastrawan miskin, bagaimana bisa ingat para pesilat tinggi dunia
persilatan......"

"Hemm, mereka sedang apa di Yun-liu, seharusnya kau ada dengar beritanya!"

"Itu......kek, bukan haik) a dengar beritanya......"

"Lalu apa yang sedang mereka kerjakan?"

"Masih bertarung memperebutkan Ho-leng-ci." Warna wajah laki-laki besar segera menjadi
tegang, dia kembali maju satu langkah, katanya:

"Katakan, Ho-leng-ci akhirnya jatuh ketangan siapa?"

Siau Kun seperti sengaja, seperti tidak disengaja mengusap sekali pinggangnya, sambil
terbata-bata sebentar berkata:

"Tidak ada orang yang bisa mengalahkan Goan Tayhiap, tapi dia juga tidak ingin lagi
menyimpan Ho-leng-ci itu, sehingga......sehingga......"

"Bagaimana?"

"Maka dia memberikannya padaku."

"Apa benar kata-kata kau?"

"Keberanian sebesar langit pun aku tidak berani membohongi Raja gunung!"

Sampai disini laki-laki besar baru sadar remaja tampan yang seperti giok ini, sejak
dari awal terus membual, tidak tahan dia berteriak marah, berkata:

"Anjing kecil, berani kau mempermainkan aku, aku congkel dulu sepasang mata anjingmu
itu baru berurusan."

Sepasang kaki dihentakan, telapak melancar kan sebuah pukulan secepat angin, dua
jarinya yang besar-besar, dengan dahsyat menotok kearah sepasang mata Siau Kun.

Siau Kun dengan menjerit:

"Hey, kau tahu aturan tidak? Aku sudah bilang laki-laki sejati hanya menggunakan mulut
tidak menggunakan tangan......"

Tapi teriak tinggal teriak, serangan laki-laki besar itu datangnya terlalu cepat, dalam
sekejap mata, ujung jarinya

sudah menotok di depan mata, hanya terdengar suara teriakan menggelegar, dua buah bola
mata dengan darah segar, bercucuran diatas jalan raya, satu bayangan orang bersamaan
waktu menjerit bergulung dibawah.

Beberapa gerakan ini, cepatnya laksana kilat, saat semua orang melihat jelas, orang
yang menutup kepala menjerit-jerit, dan wajahnya tampak berlumuran darah, ternyata
adalah laki-laki besar bermata tikus, orang-orang yang berkumpul menghadang jalan,
berubah semua warna wajahnya.

Siau Kun mengeluarkan sapu tangan dari dalam dadanya, dengan pelan mengelap darah
diujung jarinya, sesaat kemudian dia mengangkat sepasang matanya, dua sorot matanya
yang tajam, menatap pada orang-orang yang menghadang jalan tidak maju maupun mundur:

"Kalian ini pesilat tinggi dari perguruan mana?"

Diantara para penghadang jalan, ada seorang yang menjawab:

"Kami dari perumahan Si-liu."

"Kanglam Liu?"

"Benar."
"Baik, mengingat Kanglam Liu namanya tidak buruk, kalian congkel sepasang mata kalian
dengan tangan sendiri, lalu pergilah."

"Ini......" para laki-laki besar itu sekarang baru tahu mereka telah bertemu dengan
seorang yang berhati kejam, menyumh mereka mencongkel sepasang matanya sendiri, ini
sungguh tindakan keterlaluan, baru saja Pek Soh-jiu akan menengahinya, mendadak dari
kejauhan terdengar suara siulan aneh, para laki-laki besar itu bangkit kembali

semangatnya, mereka segera mencabut senjatanya masing-masing, dan melakukan pengepungan


terhadap Pek Soh-jiu berdua.

Suara siulan itu berhenti seorang tua dengan kening lebar berhidung mancung, bermantel
sutra, sepatu merah, melayang tunin seperti daun jatuh, dia melirik sekali pada laki-
laki besar yang telah kehilangan sepasang matanya, lalu membalikan kepala kepada Pek
Soh-jiu dan Siau Kun dingin berkata:

"Siapa yang berbuat?"

"Hmm!" Siau Kun berkata, "Aku."

"Kenapa?"

"Tanya saja pada anak buahmu."

"Bocah yang sombong sekali, jika aku tidak menghajarmu, kau akan mengira di Kanglam ini
tidak ada orang!"

"Benar aku justru ingin tahu To-pa-thian-lam (Penguasa tunggal langit selatan.) Liu-
cengcu (ketua perumahan Liu), sebenarnya mempunyai ilmu silat hebat apa."

"Bagus, terima ini!"

Kanglam Liu belum habis bicara, lima jarinya sudah berterbangan, dalam sekejap telapak
tangannya yang besar sudah mencengkram ke arah dadanya Siau Kun.

Siau Kun bersuara dingin, tubuhnya meloncat keatas, setangkas asap ringan, belum lagi
tangan Kanglam Liu ditarik kembali, dia sudah seperti roh melayang ke belakangnya
Kanglam Liu, bersamaan itu telapaknya dihantam ke depan, memukul punggung belakang
lawan, sambil mulutnya dengan sekali bersuara "Hemm!" sinis berkata:

"Kelihatannya Kanglam Liu yang menguasai daerah selatan ini, hanyalah seseorang yang
mencuri nama saja!"

Kanglam Liu tidak menduga seorang remaja muda seperti ini bisa memiliki ilmu silat
sehebat ini, buru-buru dia menjatuhkan tubuhnya ke depan, lalu membalikan tubuh,
telapak kirinya berturut-turut memukul dua kali, begitu dia menghindar dari serangannya
Siau Kun, dengan kegesitannya dia membalikan tubuh, melancarkan pukulan balik,
menghindar dan membalas serangannya di dunia persilatan terhitung kelas paling top,
hanya saja dalam pertarungan ini, dia sepertinya sudah berada di bawah angin, sehingga,
ketua perumahan Liu yang namanya termasyur didunia persilatan, menjadi marah tidak
terkendali, tubuhnya meloncat, sepasang tangannya dikibaskan bersilang, di bawah ribuan
bayangan telapak, dengan kandungan hawa dingin yang menusuk tulang, seperti serat perak
yang tidak terhingga banyaknya, menusuk tiga puluh enam jalan darah penting di depan
tubuh Siau Kun.
Siau Kun terkejut sekali, dia tidak menduga Kanglam Liu yang tampangnya seperti aliran
lurus, bisa melancarkan jurus telapak yang sangat keji, buru-buni dia memutar tubuhnya,
sepasang telapaknya berturut turut dikibaskan, dia mengerahkan seluruh'kemampuan nya,
tapi tetap saja tidak bisa menahan serangan hawa dingin itu, segera dia menjadi
kelabakan, keadaannya sangat tidak enak dipandang.

Pek Soh-jiu yang melihat jadi terkejut, buni-buru dia mengangkat telapak tangannya,
didorong ke depan sejajar dengan dada, satu hembusan angin keras seperti kekuatan
gelombang pasang menerpa karang, mener-jang bagian belakang Kanglam Liu.

Tiga jurus telapak Kang-hong (angin yang berkecepatan sangat tinggi) kekuatannya sangat
hebat, Kanglam Liu sebagai penguasa tunggal di Thian-lam juga tidak berani menghadapi
serangan ini dengan kekerasan, mantel sutranya tampak berkelebat, men-dadak dia mundur
tiga tombak lebih.

Siau. Kun melihat pada Pek Soh-jiu dengan perasaan terima kasih, lalu berpaling,
sepasang matanya dibuka, menyorotkan dua sinar tajam, telapak kanan merogoh ke dalam
dada, mengeluarkan sebilah pedang pendek yang bersinar, dingin, berkata:

"Hian-im-cap-sa-hoat (Tiga belas jurus gaib hawa dingin) sungguh mengandung kekuatan
yang sulit dibayangkan, aku jadi penasaran, aku masih ingin mencoba permainan
senjatamu."

Begitu sorot mata Kanglam Liu melihat pedang pendek ditangan Siau Kun, warna wajahnya
berubah besar, mendadak dia bertepuk tangan, tubuhnya seperti bangau besar melejit
kelangit, jagoan yang sangat ternama di Thian-lam ini, pergi begitu saja tanpa banyak
bicara, puluhan laki-laki besar yang tadi menghadang di jalan, juga mengikutinya
berlari tunggang langgang.

Siau Kun menyimpan kembali pedang pendeknya lalu mendengus dingin, lalu melihat pada
Pek Soh-jiu berkata:

"Menunggang kuda di jalan raya sambil mengobrol, seharusnya adalah hal yang
menggembirakan, tidak diduga keadaan nyaman ini dirusak oleh para perampok kecil tadi."

Pek Soh-jiu tertawa tawar:

"Tidak apa, bisa bertemu dengan jago-jago Kanglam, itu juga satu hal yang
menggembirakan." Tidak menunggu Siau Kun menjawab, dia sudah meloncat naik keatas kuda,

sepasang kakinya perlahan dihentakan, dengan cepat melarikan kuda menuju Hiu-sui.

Terhadap saudara Siau Yamg baru dikenal tidak lama, sungguh Pek Soh-ciu merasa sangat
misterius, di Yun-liu, dia dengan dua senjata gelapnya, membuat para pesilat tinggi
dunia persilatan menjadi ketakutan seperti bertemu dengan ular berbisa, sekarang
kembali dengan sebilah pedang pendeknya, membuat Kanglam Liu yang penguasa tunggal
Thian-lam ketakutan dan melarikan diri, tentu saja, walau di dalam hati dia banyak
pertanyaan, tapi dia tidak enak menanyakannya, hanya saja terhadap perjalanan ke Kwo-
tiang ini, dia jadi ada sedikit menyesal.

Saat ini angin tidak bertiup, matahari terik seperti bara api, setelah beberapa saat
melarikan kudanya, orang dan kuda pun sudah bercucuran keringat, Pek Soh-jiu melihat
wajah Siau Kun menjadi merah, keringat keluar seperti air hujan, maka dia memperlambat
lari kudanya dan berkata:

"Cuaca di pegunungan sangat sulit diduga, siang dan malam, seperti dua musim yang
berbeda, saat ini matahari sangat terik sekali, kenapa saudara Siau tidak melepaskan
saja sapu tangan kepala, supaya sedikit jadi dingin!"

Wajah Siau Kun menjadi merah, berkata: "Sapu tangan kepala walau menjadikan lebih
panas, tapi bisa menahan sinar matahari, aku memilih, lebih baik memakai sapu tangan
kepala saja."

Terhadap remaja tampan yang sulit diduga sifatnya ini, Pek Soh-jiu merasakan tidak bisa
berbuat banyak, jika dia merasa lebih baik memakai sapu tangan di kepalanya, buat apa
dia sendiri repot repot, sehingga, dia membiarkannya dengan tersenyum.

Hari semakin larut malam, mereka tiba di depan pohon yang ada bayangannya, Siau Kun
menunjuk dengan ujung pecutnya berkata:

"Toako! Kita istirahat dulu di bawah bayangan pohon, sekalian mengisi perut sedikit."

Setelah Pek Soh-jiu menganggukan kepala tanda setuju, mereka beristirahat di bawah
bayangan pohon, mungkin karena penguapan dari keringat, wewangian yang seperti pernah
dikenal itu, melayang masuk ke dalam hidung Pek Soh-jiu, dia sedikit mengerutkan alis,
melihat kearah datangnya wewangian itu dengan penuh pertanyaan.

Ini adalah satu ciptaan Tuhan yang hebat, walau pun Song-ih atau Suto hidup kembali,
saudara Siau ini juga tidak akan kalah oleh mereka, dan dari penampilannya seperti ada
penampilan genit yang memikat, saat ini pipi dia merah, lesung pipinya samar samar
terlihat, sepasang mata yang jelas hitam dan putihnya, bergelimang air jernih, dia
sepertinya sudah merasakan tatapan Pek Soh-jiu itu, lalu dengan wajah serius berkata:

"Toako.

"Eeii—

"Hawanya begini panas, kenapa kau tidak melepaskan saja topengmu?"

“Aku juga ada Piklran begitu, hanya takut

mendatangkan kerepotan."

"Di tempat ini kecuali kita tidak ada orang lain lagi, walau pun ada orang yang
menemukan kita, dengan kekuatan kita berdua, apakah masih takut ada orang yang
mengganggu!"

"Haai!" Pek Soh-jiu mengeluh berkata, "Jika aku mempunyai perguruan sehebat perguruan
saudara Siau, maka tidak perlu lagi menggunakan topeng seperti sekarang."

"Kalau begitu, Toako! Aku ajarkan kau cara menggunakan Pek-lek-bie-sin-ciam, nanti
kubagi satu kantong Sin-ciam buatmu, mau tidak?"

"Tidak, maksud baik saudara Siau, aku terima di dalam hati saja."

"Kenapa? Kau masih memandang aku orang luar!"


"Aku adalah seorang yang pembawa mala petaka, lebih baik jangan melibatkan
teman......apa lagi......"

"Kek... Kau malah memandang aku ini seorang yang takut mati."

"Aku tahu saudara Siau adalah seorang yang mementingkan rasa setia kawan, tapi kita
baru berkenalan......"

"Di dunia ada teman sependirian, bumi dan langit seperti bertetangga, buat apa Toako
berpandangan seperti orang biasa saja."

Perkataan Siau Kun belum habis,' tiba tiba 'Paak!'

terdengar satu suara keras, di dalam hutan tempat mereka istirahat, terdengar suara
teriakan orang tua.

" Yaaw, kau pukul orang?"

"Tua bangka tidak tahu mati, kau teriak apa?"

"Kenapa, sudah dipukul masih tidak boleh keluar suara?"

"Kau lihat mereka suami istri remaja, tapi kelakuannya tidak seperti kau ini!"

"Orang adalah suami mesra istri setia, dengan apa kau bandingkan mereka?"

"Bagus, tua bangka tidak tahu mati, kau berani menghina aku, rasakan kau nanti!"

Ssst ssst dua suara pelan terdengar, dua bayangan orang selincah burung terbang,
meloncat dari puncak pohon, hanya satu kali loncatan saja, tubuhnya sudah berada dalam
sepuluh tombak lebih, ilmu meringankan tubuhnya, bisa dikatakan sangat jarang terlihat
di dunia persilatan.

Pipi Siau Kun jadi merah, dia meludah sekali pada bayangan orang itu, malunya sampai
tidak berani mengangkat kepalanya, lama, dia baru dengan kesal berkata:

"Dua setan tua ini sungguh menyebalkan sekali, mereka malah menganggap aku......aku ini
perempuan......"

Perkataannya terhenti sebentar, dia kembali mengangkat kepala dan tertawa, katanya:

"Toako! Hari akan segera gelap, kita lebih baik ke Lam-tiang saja, ngobrol disana."

Tiba di Lam-tiang, tepat jam sembilan malam, mereka mencari penginapan, tapi tidak bisa
mendapatkan dua kamar, Siau Kun seperti tidak biasa satu kamar dengan orang lain,
dengan alasan terlalu lelah, dia jadi tidur dengan pakaian lengkap, hari baru saja
fajar, dia sudah bangkit duduk, tepat diwaktu itu, di kamar sebelah mereka, terdengar
lagi suara yang telah di kenal.

"Tua bangka, rubuhmu terlentang kenapa masih matanya masih melotot?"

"Sst......nenek tua, pelan sedikit, aku tidak ada waktu bicara denganmu."

"Puuih, sudah terlentang masih mau sibuk apa? Apakah raja neraka ingin mengundang kau
datang?"

"Kek, aku ini sedang memperhatikan bocah kecil yang menyamar jadi laki-laki itu."

"Orang sudah ada bocah yang menemaninya, urusan apa denganmu? Hemm, kau tidak
perhatikan nenek tua ini, malah memperhatikan bocah perempuan itu!"

"Kau? Kek, kek......"

"Kenapa, dimananya aku tidak pantas buatmu?"

"Jangan sembarangan omong, nenek tua, apakah kau tidak berpikir bocah perempuan itu ada
sedikit aneh?"

"Jangan buat teka teki dengan aku, jika ada yang mau dibicarakan cepat katakan, jika
ingin kentut cepat keluarkan."

"Kau tentu tahu peristiwa Leng-in?"

"Mmm......."

"Lalu kau tidak merasa ada yang aneh?"

"Aku justru tidak mengerti."

"Hai, bocah perempuan itu paling sedikit datang bukan untuk bermesra-mesraan, betul
tidak?"

"Apa yang kau katakan walau pun ada sedikit masuk akal, tapi aku tetap saja tidak
sependapat."

"Kek, nenek tua, kau ini sungguh jadi nenek tua yang bodoh."

"Kaulah orang tua yang bodoh, hemm, permusuhan antara generasi sebelumnya, tidak ada
hubungannya dengan mereka! Coba pikir, aku ini bagaimana caranya bisa cinta padamu?"

"Ini......ha ha......tidak salah, tidak salah, bocah itu juga memang cukup tampan,
kecuali aku ini, kek, kek......"

"Jangan memuji diri sendiri, tua bangka, kau pernah berkata, akan membawa aku melancong
kota Lam-tiang, kau tidak boleh mengingkarinya."

"Kapan aku pernah bohong padamu, nenek tua, kita ini adalah......"

Percakapan di kamar sebelah ini, Siau Kun bisa mendengar, satu kata pun tidak ada yang
lolos, wajah tampannya seperti dilapisi lipstik merah, cantiknya seperti sekuntum bunga
To, dengan gerakan yang lincah dan ringan dia menotok jalan darah tidur Pek Soh-jiu,
sepasang mata cantiknya, sedikit pun tidak berkedip menatap wajah tampan yang membuat
hatinya bergetar.

Tidak salah, dia mendekati Pek Soh-jiu, memang dia ada tujuan lain, namun, di Hun-sie,
remaja tampan ini telah membuka hatinya, telah mencuri hatinya, kemudian walau dia
sudah tahu remaja yang mengaku she Ciu itu, adalah tujuan yang dia cari-cari, tapi
cintanya sudah tertanam dalam, sudah tidak bisa dicabut lagi, sehingga, dia
meninggalkan dua orang pelayannya Hu-in dan Cu-soat, dengan menyamar sebagai
keturunannya Sin-ciu-sam-coat berkelana di Bulim, sekarang, dia telah menguasai dia
sepenuhnya, tapi tidak ingin dia mendapatkan sedikit pun luka, lama, wanita cantik yang
menyamar sebagai Siau Kun, mengeluarkan keluhan panjang, lalu, dia merapihkan baju,
membuka kembali jalan darah tidur Pek Soh-jiu, hari lagi.'

Siau Kun tertawa: matanya mengerling, dengan suara malu-malu dia memanggil berkata:

"Toako! Hari sudah siang, sudah saatnya kau bangun."

Pek Soh-jiu membuka sepasang mata, meloncat bangun dari tidur, dia melihat matahari
dari jendela, dengan bengong berkata:

"Aneh, tidur kali ini begitu nyenyaknya......"

Siau Kun menutup bibirnya tertawa tertahan:

"Daerah ini udaranya lembab panas, tengah hari paling membuat orang tidak tahan, tidur
lama sedikit juga tidak apa apa."

"Kalau begitu ayo kita cepat pergi dari sini, gunung Kwo-tiang ribuan li jaraknya dari
sini, untuk kesana harus menghabiskan beberapa hari."

Siau Kun mengangkat-angkat alis, berkata: "Buat apa harus terburu buru begitu? Pasar di
Lam-tiang adalah paling ramai di daerah tenggara, bagaimana pun kita harus melihatnya."

Pek Soh-jiu menggelengkan kepala berkata: "Maaf saudara Siau, aku benar benar tidak ada
gairah untuk itu."

Siau Kun berkata:

"Aku telah berjanji dengan Siau-wan-ngo-liong (Lima naga dari berbagai rawa) bertemu
ditempai ini, kita berangkat besok pagi saja, bagaimana?')'

PekSoh-jiu tidak bisa berbuat apa-apa berkata: "Jika saudara Siau sudah ada janji
bertemu dengan Siau-wan-ngo-liong disini, terpaksa kita tinggal disini satu

"Temani aku jalan-jalan di gedung Seng-ong, untuk menghabiskan waktu, mau tidak?"

Walau bagaimana pun hari ini dia sedang senggang, pergi menikmati pemandangannya San-
kang dan Ngo-houw bisa juga menghilangkan kekesalan yang menumpuk didalam hati. Maka,
mereka menggunakan waktu sehari

mengunjungi pemandangan yang ternama di Lam-tiang, semuanya meninggalkan jejak mereka.

Saat senja hari, mereka kembali dari melancong ke istana Wan-jiu, sambil diterpa angin
sore, menikmati matahari terbenam di pegunungan Kiu-leng, sedang mereka santai
mengobrol, Pek Soh-jiu tidak disengaja melirik kesamping, dia melihat ada satu bayangan
orang, sedang berlari dengan cepat sekali, mendadak kakinya tidak terkontrol, langsung
jatuh ke tanah, tapi dia meloncat bangun, kembali berusaha lari, belum ada beberapa
tombak, kembali tersungkur jatuh ke bawah, dia merasakan gerakan orang ini sangat
mencurigakan, sesaat timbul rasa ingin tahunya, maka bersama Siau Kun dia mendatangi
orang itu ingin melihat apa sebenarnya yang terjadi, setelah mendekat hampir kurang
dari satu tombak, Siau Kun berteriak terkejut:

"Celaka, Toako! Dia adalah salah satu Siau-wan- ngo-liong......" tidak menunggu jawaban
dari Pek Soh-jiu, dengan gerakan lincah, dia lari kesisi orang itu, saat membalikan
tubuh orang itu, melihat, benar saja orang ini adalah saudara ketiga dari Siau-wan-ngo-
liong, tapi seluruh tubuhnya penuh dengan luka, sudah tidak bisa ditolong lagi, walau
pun ada obat hebat, juga sulit bisa menolong nyawanya, untuk sesaat, dia malah jadi
terdiam bengong.

Pek Soh-jiu berkata:

"Saudara Siau, orang ini terluka parah, tapi masih berusaha lari, pasti ada hal yang
sangat penting yang akan dilaporkan padamu, biar aku bantu dia dengan tenaga dalam, kau
perhatikan dia berkata apa." Dia segera mengulurkan telapak tangan kanannya,
ditempelkan di jalan darah Ki-ciat-hiat, lalu menyalur-kan tenaga dalam ke tubuh orang
yang terluka itu.

Kira kira seperminuman secangkir teh panas, orang yang terluka menghela nafas panjang,
kulit matanya juga pelan-pelan dibuka, Pek Soh-jiu cepat-cepat menarik tangannya, pergi
jalan menjauh.

Siau Kun sudah tidak sabar bertanya: "Bagaimana kau bisa sampai terluka separah ini,
dimana saudaramu yang lainnya? Apakah sudah mendapatkan beritanya Goan Ang?"

Orang yang terluka mengeluh sekali berkata:

"Tuan muda......kita......sudah kalah...... kami bersaudara dipancing oleh Goan Ang,


gagal...... melaksanakan tugas yang diberikan majikan......"

Dia dengan susah payah mengeluarkan satu potongan kain baju dari dalam dadanya, masih
belum sampai ketangannya Siau Kun, sudah menghembuskan nafas yang terakhir.

Siau Kun mengambil potongan kain baju itu, terlihat diatasnya adalah peta sederhana
yang digambar dengan darah segar, cepat-cepat dia memanggil Pek Soh-jiu berkata:

"Toako! Buat apa menghindar? Coba lihat ini!"

Pek Soh-jiu mendekat, melihat langsung kain diatas tangannya Siau Kun, lalu melihat ke
arah pegunungan Ciu-leng, katanya:

"Melihat dari kasarnya, sarang sementaranya Goan Ang, pasti di dalam pegunungan Ciu-
leng, tapi tepatnya dimana, masih harus diurut menurut peta baru bisa diketahui."

Siau Kun berkata:

"Jika Toako tidak lelah,......"

Pek Soh-jiu dengan lantang tertawa: "Mari kita pergi."

Mereka segera menguburkan mayat ditempat itu, lalu dengan baju berkibar diterjang
angin, mereka berdua lari menuju pegunungan Ciu-leng, sampai hari telah menjadi gelap,
mereka baru bisa mendapatkan tempat yang mirip dengan peta yang digambar dengan darah
segar itu.

"Pada saat itu." Satu sinar hitam, mendadak terbang keluar dari dalam hutan, Pek Soh-
jiu dan Siau Kun meloncat berlawanan arah, ssst... suara keras, dalam bebatuan telah
tertancap sebuah anak panah yang panjang yang masih bergetar.

Siau Kun berteriak, dia meloncat masuk kedalam hutan, Pek Soh-jiu takut Siau Kun
mendapat luka, juga mengikuti meloncat masuk ke dalam hutan, tapi setelah seluruh hutan
diperiksa, setengah bayangan orang pun tidak ada, jelas orang yang diam-diam memanah,
dari tadi telah meninggalkan tempatnya, maka mereka berdua kembali berkumpul, tetap
mengikuti petunjuk yang ada di dalam gambar peta darah, maju ke depan mencarinya.

Mendadak terlihat satu garis bayangan hitam, kembali muncul dari belakang batu besar,
tubuhnya bergerak cepat dan lincah, berkelebat masuk kedalam hutan Tho tidak jauh di
sebelah kiri, di dalam hati Siau Kun tahu, pasti dia orang yang tadi diam-diam memanah
itu, mulutnya langsung berteriak, sekali lagi meloncat segera mengejarnya, Pek Soh-jiu
juga langsung mengejar, Siau Kun membalikan kepala berkata:

"Toako! Orang ini pasti sudah melarikan diri masuk kedalam hutan Tho, bagaimana kalau
kita masuk ke dalam hutan mencarinya, baik tidak?"

Pek Soh-jiu berpikir sebentar: "Orang ini mungkin sengaja memancing kita masuk kedalam
jebakannya, jika

tidak terlalu penting, sepertinya tidak perlu menempuh bahaya."

Siau Kun memonyongkan mulutnya: "Aku sungguh tidak percaya ada orang yang mampu
meloloskan diri dari kita, begini saja, Toako menjaga diluar biar aku masuk ke dalam
memeriksa-nya." Pek Soh-jiu sambil tertawa keras berkata: "Jalanlah, kita lihat
sebenarnya mereka punya jebakan lihay apa." Tubuhnya berkelebat, dia pertama-tama
meloncat masuk ke dalam hutan.

Mereka berdua bersama sama masuk ke dalam hutan, kira kira tidak sampai setengah li, di
dalam hutan Tho itu tampaklah perumahan yang sangat luas. Siau Kun berkata:

"Toako! Perumahan ini dimana-mana ditumbuhi rumput liar, kelihatannya sudah lama tidak
ada orang yang tinggal disini, orang itu memancang kita masuk ke dalam sini, tidak tahu
ada tujuan apa."

Belum sempat Pek Soh-jiu menjawab, di dalam rumah yang kelihatannya tidak ada
penghuninya itu, sudah terdengar suara tawa dingin berkata:

"Masuklah ke dalam melihatnya, bukankah akan nona akan segera tahu."

Siau Kun merasa malu dan menjadi marah dia berteriak:

"Justru kami bersaudara ingin masuk melihatnya."

Tubuhnya meloncat, langsung menerjang kearah keluarnya suara.

Pek Soh-jiu mengikuti, terlihat Siau Kun berdiri di tengah ruangan sepi yang penuh
dengan debu dan sarang laba-laba, mata cantiknya meneliti kesekeliling, wajahnya tampak
kebingungan, tidak tahan dia jadi memegang tangan Pek Soh-ciu berkata:

"Ruangan ini sepertinya sudah lama tidak ditinggali orang, kita lihat-lihat ke tempat
lain saja."

Siau Kun menggelengkan kepala: "Menurut pendengaranku, orang yang berbicara itu pasti
bersembunyi diruangan ini! Kita geledah."

"Hemm, kau terlalu percaya diri, nona." Kembali satu kata sindiran terdengar, tapi
suara itu sudah pindah ke sebelah kiri.

Siau Kun sudah tahu musuh di tempat yang gelap dirinya ditempat yang terang, keadaan
dia dan Pek Soh-jiu sangat tidak menguntungkan, tapi dua kali panggilan nona, sudah
menimbulkan amarahnya, dia tidak lagi

mempedulikan keadaannya berbahaya atau tidak, tubuhnya telah berputar menerkam kearah
asalnya suara.

Itu adalah halaman yang ditumbuhi rumput setinggi lutut, tapi bangunan dan kebunnya
yang sudah lama tidak terurus, masih tampak kemegahannya di waktu dulunya, di belakang
halaman ada satu bangunan yang catnya telah terkelupas, satu parit yang air nya jernih
mengalir melingkar.

Siau Kun memutar matanya, dengan dingin berkata:

"Orang yang selalu bersembunyi seperti ini, pasti adalah orang yang hina yang tidak
berani bertemu dengan orang, kita tidak perlu menghabiskan waktu untuk ini, Toako! Kita
pergi saja."

"Diri sendiri tidak punya mata, masih berani menyombongkan diri, he he......"

Saat ini mereka telah mengawasi, suara tawa belum selesai, mereka bersama-sama
menerjang masuk ke dalam ruangan itu, tapi huuut..... sebuah jaring baja hitam, seperti
petir menutup di atas kepala mereka, tapi dua orang pesilat

tinggi remaja ini, kecepatan gerakannya tidak bisa di samakan dengan orang biasa,
sebelum jaring baja menyentuh tanah, tubuh mereka berdua mendadak rebah ke tanah,
begitu hampir menempel di lantai dengan cepat meluncur keluar, nyaris dapat meloloskan
diri.

Namun, ketika mereka mendekati pintu ruangan, paang... sederetan anak panah sudah
melesat menyambut mereka, sepertinya sudah diperhitungkan waktu dan jaraknya, tepat
menyambut kedatangan tubuh mereka, saat ini, walau pun orang yang berilmu silat amat
lihay pun, mungkin tidak bisa menghindarkan serangan mendadak ini.

Tapi ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui dari Sin-ciu-sam-coat adalah ilmu


meringan-kan tubuh nomor satu di dunia persilatan, di saat yang sangat genting itu dia
menangkap lengan Siau Kun, sebelah telapaknya memukul ke arah anak panah itu, tubuhnya
seperti sebuah arwah saja, tahu-tahu sudah meloncat kembali kearah yang sebaliknya,
anak panah itu sambil mengeluarkan suara siutan lewat dari atas kepala mereka.

Setelah dua kali lolos dari jebakan, Pek Soh-jiu baru menghela nafas lega, tapi ketika
kakinya menyen-tuh lantai, mendadak injakannya jadi kosong, dia langsung jatuh ke dalam
lubang jebakan.

Saat ini dia tidak sempat menarik napas, dia berusaha meloncat sekali lagi, tapi
tenaganya sudah tidak ada lagi, terpaksa dengan mengeluh sekali, mereka berdua jatuh ke
dalam lubang yang gelap.

Sebenarnya lubang ini tidaklah terlalu dalam, hanya dua puluh tombak lebih, tapi lubang
diatasnya sempit sedang dibawahnya lebar, sulit untuk bisa meloncat keluar, dan didalam
lubang masih dipenuhi oleh satu hawa panas yang membuat orang jadi lemas, mereka berdua
tidak lama jatuh
kedalam lubang, tapi langsung merasakan tubuhnya jadi lemas tidak bertenaga.

Pek Soh-ciu menarik nafas dulu beberapa saat, baru memeriksa kesekeliling, terlihat
lubangnya itu dipenuhi oleh asap tebal, panasnya tidak tertahan, tekanan yang
menyesakan ini, membuat dia sulit bernafas.

Sambil memegang tangan Pek Soh-ciu, Siau Kun mengeluh:

"Didalam lubang ini udaranya tipis, panasnya tidak tertahan, mahluk apa pun, akan sulit
bertahan hidup lebih dari tiga hari, kelihatannya kita akan mati disini."

"Hemm!" Pek Soh-jiu berkata, "Hidup atau mati, orang she Pek tidak pernah menaruh di
dalam hati, asal bisa mati bersama dengan saudara Siau di lubang ini, itu malah juga
satu jodoh dalam kehidupan ini."

"Toako, aku telah mengecewakanmu, tapi enci Su Lam-ceng apa benar-benar ditangkap oleh
ayahku?"

Pek Soh-jiu dengan perasaan tidak senang berkata:

"Apakah aku mau membohongimu?" "Tapi semenjak aku tumbuh besar dan menjadi mengerti,
aku tidak pernah tahu bahwa diriku masih mempunyai seorang ayah."

Pek Soh-jiu tertegun:

"Mungkin ayahmu terlalu lama meninggalkan rumah, aku pikir kakakmu pasti tahu."

Siau Kun berlagak ragu-ragu sebentar, pelan-pelan melepaskan kerudung kepalanya, segera
saja rambut hitam yang halus dan panjang terurai, dia dengan menatap Pek Soh-jiu yang
tampak wajahnya keheranan, sambil tersenyum manis berkata: "Tidak kenal lagi, betul?"

Sambil mengeluh Pek Soh-jiu berkata: "Nona Yam! Kau sudah lama mengelabui aku!"

Siau Yam dengan sedikit kesal melotot, berkata: "Masih mau mengatakan ayahku yang
menculiknya?"

"Itu adalah apa yang dikatakan, oleh orang tua berambut putih itu, jika nona Yam benar-
benar tidak mempunyai ayah, masalahnya jadi membuat orang tidak mengerti."

Siau Yam berkata:

"Jika kita tidak mati, aku akan kembali ke dunia persilatan dengan wajah asliku,
mungkin, pada suatu hari nanti keadaannya akan menjadi jelas, sayang......" dia
menghentikan perkataannya sejenak, lalu melanjut-kan,

"Sebenarnya dia mendapatkan sebelah, aku mendapatkan sebelah, Tuhan masih adil terhadap
kami."

Pek Soh-jiu jadi bengong mendengarnya berkata:

"Apa maksud kata kata nona Yam?"

Siau Yam mengangkat alis berkata:

"Kau ini benar benar tidak tahu, atau pura pura tidak tahu?"

Pek Soh-jiu berkata:


"Tentu saja tidak mengerti."

Siau Yam menegakan tubuhnya, lalu dengan perasaan kecewa mengeluh berkata:

"Kau benar mau jadi orang yang tidak ada perasaan, hanya ada awal tidak ada akhir?"

Pek Soh-ciu buru buru berkata: "Bicara nona terlalu berat, aku tidak merasa pernah
berbuat tidak senonoh pada nona!"

Siau Yam berteriak marah:

"Apakah kau sudah melupakan malam hari di Hun-sie......"

Pek Soh-jiu dengan tergagap-gagap berkata:

"Ini......haai......"

"Hemm!" Siau Yam berkata, "Walau Siau Yam bukan gadis bangsawan, tapi juga bukan
seorang gadis murahan, semalam tidur bersama di satu ranjang, seratus tahun telah
ditetapkan, apakah kau menginginkan aku menikah dengan orang lain?"

Pek Soh-jiu berkata:

"Sekarang ini jiwa kita di dalam bahaya, buat apa adik Yam memperdebatkan masalah ini!"

Siau Yam dengan wajah serius berkata: "Justru jiwa kita diambang bahaya, aku baru mau
kau mengatakannya sendiri, haai, bisa mati bersamamu, sebenarnya adalah hal yang
menggembira-kan, jika kau tidak mengaku aku adalah istrimu, maka aku mati pun tidak
akan bisa menutup mata."

Pek Soh-jiu berkata:

"Tapi......Su......."

Mulut Siau Yam dimonyongkan: "Kenapa? Hemm, aku lebih dulu kenal denganmu, dia hanya
melangkah lebih dulu dari padaku, atau biar aku mengalah sedikit pada dia, panggil dia
enci saja, apakah dengan begini juga dia berani tidak menerima aku?"

Pek Soh-jiu mengeluh berkata:

"Jika adik Yam sudah bicara begini, aku mengaku saja."

Saat ini di dalam lubang sangat panas sekali, sepertinya lebih panas dari pada
sebelumnya, mereka berdua bermandi

keringat, bajunya jadi basah semua, Siau Yam dengan lembut merebahkan kepala pada
dadanya Pek Soh-jiu, wajahnya tampak tenang sekali.

Mereka berdua sulit memusatkan tenaga dalam, hingga tidak mampu melarikan diri dari
lubang maut ini, tapi sampai pada saat yang akan benar-benar mati, waktunya masih
panjang, rasanya menunggu kematian seperti ini, sungguh terasa menyiksa. Tanpa sadar
Pek Soh-jiu mengeluarkan Seruling Bambu ungu pemberian Sangguan Ceng-hun dan meniupnya.
"Angin musim semi di bulan kedua, tepat disaat bunga matahari memenuhi jalanan, mana
dapat menahan kesedihan perpisahan! Sapu tangan menjadi kotor oleh bedak karena
mengusap air mata. Apa boleh buat, dengan cara apa pun membujuknya juga tidak bisa
membuat dia tinggal bersama. Arak tidak hentinya ditumpahkan, alis mengerut, hati
sedih, kecapi berhenti. Berjumpa lagi di kemudian hari, tidak tahu di dalam impian yang
mana, juga harus sering terbang mencarinya."

Yang dia nyanyikan adalah Ti-jin-tiauw (cerita asmara wanita cantik.) karangan Yan-su
dari dinasti Sung Utara, iramanya menyedihkan sekali, seluruh lubang bawah tanah sudah
di penuhi oleh suara yang menyedihkan ini.

Sehabis Pek Soh-jiu melantunnya, saat akan menyimpan Seruling Bambu ungu, tiba-tiba
Siau Yam berkata:

"Aku senang mendengarnya, Toako! Tiuplah beberapa kali lagi, boleh?"

Pek Soh-jiu tidak tega menolaknya, kembali dia melantunkan lagi Ti-jin-tiauw.

Dia meniup sekali dua kali, malah akhirnya tidak ingat sudah meniupnya berapa kali,
hanya dengan lupa diri

meniupnya saja, pikiran mereka berdua, sudah seluruhnya melebur ke dalam sajak lagu
itu.

Mendadak, Siau Yam bangkit berdiri, teriak berkata:

"Toako! Jangan meniupnya lagi, kita cepat keluar dari sini."

Pek Soh-jiu berhenti meniup tertegun:

"Apa, adik Yam! Kau kata kita keluar dari sini?"

Siau Yam tertawa:

"Kenapa? Apakah kau benar-benar ingin mati disini?"

Pek Soh-jiu berkata:

"Tapi......" dia belum habis berkata, mendadak dia merasakan panas yang tidak
tertahankan di dalam lubang ini, sudah menghilang dan menjadi sejuk, dia mencoba
mengerahkan tenaga dalamnya, dirasakan tenaga dalamnya lancar tidak ada hambatan,
seluruh kepandaiannya sudah pulih seperti semula, di dalam hati dia menjadi sangat
gembira, dia menduga mungkin semua ini karena seruling ajaib yang dia tiup tadi, segera
dia mengeluarkan Pouw-long-tui, dilemparkannya ke atas, sebuah sinar hitam langsung
sudah menancap di dinding lubang sekitar setinggi dua tombak, lalu membalikan kepala
berkata pada Siau Yam: "Adik Yam! Kau naik terlebih dulu."

Siau Yam sedikit mengangguk, kaki munggilnya dihentakan, tubuhnya seperti asap yang
ringan, meloncat naik ke atas dinding, lalu menangkap tali yang terurai dari Pouw-long-
tui, seperti kera naik ke atas pohon, dengan lincahnya naik sampai ke atas Pouw-long-
tui, lalu telapak kirinya menempel ke dinding, telapak tangan kanannya diayunkan, Pouw-
long-tui bersuara hut..., jarak ke mulut lubang sudah tidak sampai setengah tombak,
mendadak
tubuhnya meluncur ke atas, dengan gaya Hoan-in-cong-thian (awan menembus langit), dia
meloncat keluar dari lubang, dia memperhatikan cuaca dan situasi sebentar, dia tahu
tidak lama lagi hari akan terang, disekeliling sunyi senyap, dia menduga orang yang
menjebak mereka berdua, pasti mengira mereka tidak mungkin bisa hidup. lalu dengan
tenang meninggalkan mereka tanpa ada penjagaan, dia tidak berani membuang-buang waktu,
segera melemparkan Pouw-long-tui ke bawah, berteriak kearah mulut lubang:

"Cepat naik keatas."

Pek Soh-jiu sudah naik ke atas, setelah lolos dari bahaya maut, mereka berdua jadi
gembira, hanya saja keringat dan kotoran tanah membuat sepasang remaja yang tampan dan
cantik ini, menjadi seperti sepasang suami istri pengemis, Siau Yam tersenyum manis
berkata: "Sekarang jika bertemu dengan Sangguan Toako, dan para murid Kai-pang pasti
akan mengadakan sambutan yang sangat meriah sekali."

Pek Soh-jiu memegang tangan mulus dia sambil tersenyum berkata:

"Aku belum ada niat bergabung ke dalam Kai-pang, jika kau sungguh ingin menjadi seorang
pengemis, harus tanyakan dulu padaku, apakah aku mengizinkannya tidak."

Mereka berkelakar, bersamaan waktu itu juga mereka mencari satu tempat yang sepi,
mengganti baju dengan yang bersih, Siau Yam masih tetap menyamar sebagai seorang laki
laki, rambut panjangnya dibungkus dengan sapu tangan sutra putih, di belakang kepalanya
masih disimpulkan dengan sepasang kupu-kupu terbang, dia memutar tubuhnya, dengan malu-
malu kucing melirik Pek Soh-jiu berkata:

"Toako! Bagus tidak?"

Pek Soh-jiu menatap dengan mesra pada istri cantik yang baru dipinangnya di dalam goa,
mendadak membentangkan tangan, lalu memeluk tubuhnya yang seksi itu ke dalam
pelukannya, sepasang kakinya dihentakan, meloncat naik ke atas cabang pohon, di dalam
angin sepoi-sepoi pagi terdengar suara tawa yang memikat orang, dengan segera mereka
pergi menuju Lam-tiang.

Sepasang mata cantik Siau Yam terpejam, dengan manja terlena di dada yang kuat itu,
ujung alisnya perlahan bergetar-getar, wajahnya yang merah, tampak begitu cerah dan
bahagia. Lama----

"Toako! Turunkanlah aku."

"Baik, baik, aku terlalu gembira, sehingga mungkin membuat kau tidak nyaman." Dia
menurun-kan, lalu mereka berdua jalan berdampingan.

"Tidak! Aku sangat nyaman, hanya...... takut membuat kau lelah." berhenti sejenak,
lanjutnya, "Toako! Hutan Tho yang misterius itu, apakah kita tidak perlu
menyelidikinya?"

"Melihat keadaannya, Goan Ang pasti tidak akan bersembunyi disana, walau pun ada
beberapa anak buah dia, hanya untuk memancing orang ke dalam jalan yang menyesatkan,
atau membunuhnya, buat apa kita menghabiskan waktu untuk hal yang tidak berguna!"

"Maksudmu kita tetap langsung menuju ke gunung Kwo-tiang saja?"

"Aku pikir begitu."

Mereka berdua mengikuti rencana semula, dengan santai berjalan kembali ke


penginapannya, pelayan penginapan
melihat Siau Yam, segera memberikan satu kertas surat berkata:

"Tuan muda! Kemarin ada seorang tamu wanita, menyuruh aku memberikan surat ini padamu."

Siau Yam menerima surat itu, wajahnya sedikit berubah, dia berkata:

"Terima kasih." Lalu dengan tergesa gesa dia masuk ke dalam kamar, Pek Soh-jiu
mengikuti dari belakang, menatap wajahnya yang dingin berkata:

"Adik Yam! Ada masalah apa?"

Siau Yam merobek hancur surat itu, sambil tersenyum berkata:

"Jangap khawatir, kita tidak akan ada masalah." Lalu kembali berkata, "Topeng kulit
manusia itu, apakah hanya ada satu buah saja?"

"Yang laki-laki hanya ada satu buah, tapi yang wanita ada dua buah." Dari dalam dada
dia mengeluarkan satu bungkusan kecil diberikannya pada Siau Yam, Siau Yam membuka
bungkusan dari kain sutra itu, begitu dilihat, di dalamnya adalah sebuah topeng wajah
wanita berusia sekitar tiga puluhan, satu lagi adalah wajah wanita berusia lima-enam
belasan remaja wanita, semuanya cantik-cantik, dia menyimpan topeng itu, pada Pek Soh-
jiu sambil tertawa genit berkata:

"Toako! Kau lihat aku pakai yang mana lebih pantas?"

Pek Soh-jiu tanpa pikir berkata:

"Tentu saja pakai topeng wanita remaja itu lebih pantas."

"Kenapa?"

"Karena hanya dengan topeng itu, baru sesuai dengan wajah adik Yam yang cantik jelita."

"Mmm, aku tidak secantik itu! Kau bohong."

"Kenapa? Kau ingin jadi wanita yang tua?"

"Kau adalah sastrawan setengah baya, kalau aku adalah wanita setengah baya, bukankah
itu adalah pasangan yang amat serasi? Hemm, kau ingin aku menyamar jadi wanita remaja,
supaya bisa meninggal-kan aku, betul tidak?"

"Kek, kek, aku sama sekali tidak ada pikiran itu......"

"Masih mau membantahnya, hemm, coba kalau aku menyamar jadi wanita remaja, tentu kita
harus menyamar mengaku sebagai kakak beradik, dan malam hari kau jadi terpisah dengan
aku, bukankah itu rencanamu!"

Pek Soh-jiu jadi sadar, dia lalu menarik tangan-nya yang mulus, dipeluknya erat-erat
dan berkata:

"Tidak dinyana kau ini banyak curiganya, mari, sekarang biar aku menciummu."

Siau Yam memonyongkan mulutnya, tangannya


mencubit dengan keras pada lengan pek Soh-ciu berkata:

"Toako! Cepat pesan makanan, aku sudah hampir mati kelaparan."

Pek Soh-jiu tertawa, segera memanggil pelayan untuk pesan makanan... setelah habis
makan, Siau Yam berkata:

"Toako! Kau lelah tidak?"

Pek Soh-jiu sedikit tertegun berkata: "Apakah adik Yam mau langsung berangkat?"

Siau Yam menganggukan kepala:

"Aku ingin segera tiba di gunung Kwo-tiang......"

Pek Soh-jiu berpikir sejenak, berkata: "Adik Yam! Suami istri adalah orang yang paling
dekat, bukan begitu?"

"Benar."

"Kalau begitu diantara kita, seharusnya tidak ada yang disembunyikan, betulkan?"

"Aku tahu Toako tidak tahu banyak tentang aku, tapi aku harus bagaimana mengatakannya?"

"Pertama katakanlah tentang ayahmu."

"Aku sungguh tidak tahu aku punya ayah, dari kecil aku dibesarkan oleh guruku."

"Siapa guruku?"

"Thian-ho-leng-cu, Ang-kun-giok-hui, Hai Keng- sim (ketua api langit, Giok gaib,
pakaian merah)."

"Ooo, adik Yam benar saja seorang yang mempunyai latar belakang yang hebat, tidak aneh
para penguasa setempat itu, sekali melihat senjata rahasia dan pedang pendekmu, semua
jadi menghormat, tanpa bertarung langsung mengundurkan diri."

"Perguruan Thian-ho sudah menguasai dunia persilatan sampai ratusan tahun, para
angkatan tua mau tidak mau memandang wajah guruku."

Pek Soh-jiu mengangkat alis berkata:

"Itu belum tentu......"

Siau Yam melihat warna wajah Pek Soh-jiu mcnunjukan rasa tidak senang, dia segera
menyandar-kan dirinya dalam pelukan Pek Soh-jiu sambil ter-senyum manis berkata:

"Kau jangan salah paham, yang aku maksud adalah angkatan tua dunia persilatan yang
biasa biasa saja, tentu saja tidak bisa disamakan dengan Sin-ciu-sam-coat."

Pek Soh-jiu sambil mengeluh: "Aku tidak menyalahkan kau, Adik Yam, tapi, kau sepertinya
pernah mengatakan padaku, ayahmu adalah seorang jago silat."

Siau Yam mencibir mulutnya yang munggil, dengan tersenyum ringan berkata:
"Kau pun pernah mengatakan bahwa gurumu tidak bisa bersilat!"

"Aku memang tidak membohongimu, guruku memang seorang yang tinggi kesusastraannya, ilmu
silat ku adalah almarhum ayahku yang mengajarkannya."

"Katanya namamu adalah Ciu Soh-pek lho?" dia berhentikan sejenak, lanjutnya lagi:

"Sudahlah, kita waktu itu baru pertama kali bertemu, tentu saja tidak akan mengatakan
seluruhnya, apakah kau masih ada pertanyaan lain?"

"Tidak ada, kita jalan saja."

Mereka berdua menyelesaikan rekening penginapan, mengeluarkan kuda dari tempatnya,


bersama-sama keluar dari penginapan, Di toko pakaian jadi Siau Yam membeli beberapa
setel pakaian wanita, lalu bersama-sama melarikan kuda menuju danau Po-yang. Hingga
matahari hampir tenggelam, burung gagak mengitari pohon pulang kesarangnya, Siau Yam
masih tidak bermaksud berhenti untuk istirahat, Pek Soh-jiu jadi tak tahan dia
bertanya:

"Adik Yam! Hari hampir gelap, kita harus mencari penginapan untuk beristirahat."

Siau Yam mencibirkan bibirnya sambil tersenyum berkata:

"Bumi dan langit sebagai tempat berteduh, empat lautan sebagai rumah, itu yang
dinamakan kegembiraan dunia

persilatan, kau sendiri masih menyebut dirimu penerus Sin-ciu-sam-coat, tapi hal
seperti ini kau tidak mengerti!"

"Ahh, penerusnya Sin-ciu-sam-coat? Ini sungguh sangat beruntung sekali."

"Mmm, dan masih ada seorang gadis kecil yang menyamar jadi seorang laki-laki, hanya
dengan melihat tampangnya yang memikat orang, he he, kita bersaudara sungguh beruntung
sekali."

Diikuti dengan suara perbincangan, muncul dua orang laki-laki besar berpakaian ringkas
dengan wajah yang bengis, dengan langkah yang cepat menghampiri ke depan kuda mereka,
diatas baju mereka tersulam satu tempat hio mas, sambil membawa golok tersenyum bengis
datang menghampiri.

"Hemm!" Siau Yam dengan sinis mengeluarkan suaranya, lalu memalingkan kepala berkata
pada Pek Soh-jiu:

"Toako! Apakah kau kenal dengan dua orang tinggi ini?"

"Sangat asing." Kata Pek Soh-jiu.

"Mereka adalah anak buahnya perumahan Bu-ting yang mengkhususkan diri berdagang tanpa
uang, yang baru sepuluh tahun lalu muncul di Bulim."

"Ooo begitu!" Pek Soh-jiu berkata, "Aku dulu pernah bertemu dengan seorang yang
menggunakan senjata tempat hio emas dengan julukan Giam-ong-leng (Perintah raja neraka)
Sai Hong, entah apakah dia ketua perumahan Buting?"

"Dia adalah wakil ketua mereka, kepandaian Giam-ong-leng cukup hebat."


Dua orang laki-laki besar itu melihat mereka dengan tenangnya berbicara, sama sekali
memandangnya, mereka jadi naik pitam dengan membentak berkata:

"Turun, biar aku menghadapi kau."

Wajah Siau Yam berubah menjadi dingin, pinggangnya sedikit diputar, lalu dengan enteng
melayang turun dihadapan mereka berdua, alis di angkat, dengan dingin berkata:

"Aku sudah turun, kalian mau apa silahkan katakan."

Seorang ahli sekali mengulurkan tangan, sudah tahu isi tidaknya lawan, ilmu meringankan
tubuh dia yang melayang turun bagaikan kapas melayang, turun ke tanah tanpa bersuara,
segera membuat dua orang laki-laki besar ini ketakutan mundur beberapa langkah, tapi
orang yang disebelah kanan memaksakan diri berkata:

"Bocah, kau memang punya sedikit kemampuan, tapi, tuan-tuan dari perumahan Bu-ting,
bisa besar bukan dari hasil menakut nakuti orang, jika kalian tahu diri, he he......"

"Hemm!" Siau Yam berkata, "Penyakit nonamu justru tidak tahu diri, jika kalian mencari
masalah dengan menghadang jalan kami, maka kalian harus mengeluarkan kemampuan kalian
untuk membuktikannya."

Kata-katanya sungguh sangat menghina, laki-laki besar itu mana bisa menahan amarahnya,
goloknya langsung diayunkan, disabetkan ke pinggang, Siau Yam sepertinya tidak
merasakan sinar golok yang dingin itu, tapi ketika mata golok sudah hampir mengenai
tubuhnya, dia baru mengayunkan tangannya, tjari telunjuk dan tengah bergerak menjepit,
tepat menjepit di atas mata golok, laki-laki besar itu bersuara hemm sekali, dia
menambah tenaga dorong kedepannya, tapi meski dia sudah menggunakan seluruh

tenaganya, tetap saja tidak bisa maju biar satu inci pun, dia tahu rencananya telah
menemui halangan keras, lawannya walau pun seorang bocah wanita yang cantik, tapi
adalah seorang yang berilmu tinggi, sehingga, seluruh tubuh dia mengucurkan keringat
dingin, tapi mulutnya dengan berteriak marah, dia kembali mengerahkan tenaga dalam
sekuatnya didorongkan kedepan, tetap saja seperti capung menggoyang tiang batu, golok
itu sepertinya sudah tumbuh akar.

Satu aliran hawa dingin terasa dari punggung langsung menusuk ke hati, dia tahu jika
tidak mengambil kesempatan melarikan diri, mungkin nyawa pun akan hilang, maka dia
segera melepaskan golok ditangannya, membalikan tubuh meloncat ke belakang, masuk ke
padang rumput menyelamatkan diri.

Siau Yam berteriak dingin berkata: "Apa kau kira bisa meloloskan diri? Ambil ini!"
sinar golok berkelebat membentuk pelangi, buuk... menancap di belakang punggung laki-
laki besar itu. Laki-laki besar lainnya sejenak tertegun, dia juga membalikan tubuh
ingin melarikan diri, Siau Yam mendengus sekali berkata:

"Kau juga ingin mati?"

Kaki kiri laki-laki besar yang telah diangkat itu, cepat-cepat diturunkan kembali,
dengan ketakutan membalikan tubuh berlutut:

"Nona besar, anggap saja hamba telah buta, harap kau jangan bunuhku."

"Ampuni kau boleh saja, tapi harus jawab pertanyaanku dengan jujur." Kata Siau Yam
"Silahkan tanya saja nona besar, hamba pasti akan menjawabnya."

"Siapa namamu?"

"Hamba dipanggil Tiauw Keng-houw (menggantung mata macan) Tan Wan-hiong."

"Kenapa kalian menghadang jalan kami?"

"Hamba diperintahkan oleh ketua tiga perumahan, mengawasi orang-orang Bulim yang lewat
dijalan ini, karena kami mendengar keturunan Sin-ciu-sam-coat, jadi kami ingin melihat
Pouw-long-tui......"

"Apa kalian pantas bisa melihatnya?"

"Benar, hamba pantas mati."

"Kenapa perumahan Bu-ting ingin menyelidiki orang-orang Bulim yang lewat tempat ini?"

"Ini......hamba sungguh tidak tahu."

Pek Soh-jiu menyela:

"Hasil dari penyelidikanmu sudah berapa banyak orang-orang Bulim yang lewat disini?"

"Yang sudah lewat, ada dari Siauw-lim, Bu-tong, Tiam-cong, Bu-tai, perkumpulan Ci-yan
dan yang lainnya, aku dengar masih ada banyak perguruan lainnya juga akan tiba."

"Apa kau tahu untuk apa?"

"Ini......"

Siau Yam mengangkat alis:

"Kenapa, tidak mau mengatakannya?"

Tubuh Tan Wan-hiong gemetaran, berkata:

"Aku dengar demi Ho-leng-ci, dan......itunya Pek Siauhiap......" .

Siau Yam mendengus, mendadak dia menjentikan jarinya, tampak tubuh Tan Wan-hiong
bergetar, lalu tersungkur dan mati, Siau Yam mengangkat kepala melihat kesekeliling,
dia menemukan di lereng gunung sebelah kiri, sepertinya ada bangunan kuil, baru saja
membalikan kepala akan memanggil, dia melihat wajah

Pek Soh jin seperti tidak senang dia jadi tidak tahan dengan keheranan berkata :

"Kenapa kau”

Pek Soh pil mengeluh sedikit:

"Golongan jahat dalam dunia persilatan, tidak semuanya adalah para penjahat yang
melakukan sepuluh kejahatan besar yang tidak bisa diampuni, dikemudian hari adik Yam
bertindak, seharusnya memberi sedikit jalan pada mereka."
Siau Yam menundukkan kepala berkata: "Kata-kata Toako benar, tapi orang ini telah
mengetahui keberadaan kita, membiarkan dia hidup mungkin akan menimbulkan banyak
masalah, dalam dunia persilatan memang penuh dengan tipu muslihat, sulit di ramalkan,
ada saatnya kita tidak bisa berhati kasihan, tapi, aku tetap akan mendengarkan
nasihatmu." Berhentikan sejenak, lanjutnya lagi:

"Toako! Disana ada sebuah kuil, malam ini menginap disana saja, baik tidak?"

"Para pendetanya mungkin tidak akan menyambut kedatangan kita menginap di kuil mereka,
begini saja, aku lebih dulu mendatanginya dan kau mengikuti setelannya."

Setelah tiba di depan kuil, Pek Soh-ciu baru tahu ini adalah sebuah kuil kosong yang
telah lama ditinggalkan, dia melihatnya temboknya rusak dimana-mana dan rumput liar
tumbuh disekelilingnya, patung dewanya pun tidak ada satu

yang utuh, untungnya ada satu sudut kuil yang cukup untuk berteduh, baru saja selesai
menyapu bersih, Siau Yam sudah tiba dihadapannya, dia membuka bungkusan baju,
dipaparkannya di dekat bawah jendela, Siau Yam juga sudah mengikat kudanya, membawa
kendi air dan makanan kering, berdua sambil melihat lihat bulan, mereka pelan-pelan
menikmati makanannya, setelah makan, sambil bergandengan dibawah sinar bulan, mereka
menikmati bayangan pohon yang bergoyang-goyang. Suara serangga bercitcitan, kadang
diselingi beberapa longlongan binatang liar dan kera, menginap di gunung liar, sungguh
ada kenikmatan tersendiri.

Lama... Siau Yam mengangkat kepala, berkata:

"Toako......"

"Ada apa?"

"Terhadap perjalanan kegunung Kwo-tiang ini, aku sedikit merasa menyesal."

"Kenapa? Bukankah kau menginginkan Ho-leng-ci itu?"

"Haai, itu karena perintah perguruan......."

"Jika itu perintah dari perguruan, lebih-lebih harus mati-matian diperjuangkan."

"Tapi perjalanan ini banyak bahayanya, aku sangat pesimis!"

"Asalkan kau memperlihatkan pedang pendek itu, bukankah itu akan membuat mereka yang
melihat-nya langsung melarikan diri!"

"Saat benar-benar dalam keadaan untung rugi, tidak akan semudah itu, jika tidak,
bagaimana Siau-wan-ngo-liong bisa terpancing sampai mengorbankan nyawanya!

Dan juga, aku khawatir kau......"

Pek Soh-jiu dengan lantang tertawa:

"Aku berkelana di dunia persilatan, justru tujuan nya mencari otak pembunuh ayahku,
walau mereka tidak mencariku, aku tetap tidak akan melepaskan mereka, jadi mengambil
kesempatan para jago-jago berkumpul, mungkin harapanku akan terkabul "
"Tapi......haai......"

Pek Soh-jiu melihat Siau Yam mengerutkan alisnya, akan bicara tapi tidak dilanjutkan,
tidak tahan di dalam hatinya bergerak, katanya:

"Adik Yam! Tamu tidak diundang yang mengunjungi kau di Lam-tiang itu, apakah dia orang
perguruanmu?"

Siau Yam sedikit tertegun:

"Benar, Oww...Toako! Malam indah mudah berlalu, kita......tidurlah."

Dalam hati Pek Soh-jiu mengerti, dia merasa sulit untuk menjawab, maka dia hanya bisa
tersenyum.

Padang rumput liar, gunung dingin dan kuil rusak yang ditinggalkan orang, pemandangan
ini sungguh

menyedihkan, namun angin yang bertiup membuat bayangan bergoyang, suara serangga ter-
dengar dimana-mana, di satu sudut kuil rusak itu, malah samar-samar terdengar suara
yang merangsang.

Bersambung....

o-odwo-o

JILID KE 2

Bab 5

Di perjalanan

Pagi keesokan harinya, saat matahari menyinari jendela, burung pagi berkicauan, ketika
Pek Soh-jiu bangun dari tidur, dia merasakan orang yang ada dalam pelukannya sudah
tidak ada, saat dia membuka mata terlihat sebuah sinar warna yang gemilang, hampir
membuat matanya jadi silau.

Seorang wanita yang sangat cantik berpakaian hitam dengan lengan baju berwarna giok,
berdiri di hadapannya, matanya yang cantik tapi sayu, bibirnya tersenyum. Diatas
pipinya yang merah terlihat sepasang lesung pipi yang samar-samar, rambutnya yang
lembut melayang-layang ditiup angin, pinggangnya bergerak gerak-pelan seperti tidak
mampu menahan beban tubuhnya. Cantik, cantik sekali tiada duanya. Meski dibandingkan
dengan Su Lam-ceng, dia masih kalah sedikit, tapi pendekar wanita dengan penampilan
yang liar tetap mempesona siapapun yang melihat.

Melihat Pek Soh-jiu bengong menatap, dengan tertawa ringan berkata:

"Toako, kau lihat aku persis tidak?"

"Persis, persis, persis, persis sekali."


"Heng, persis apa?"

"Ah, persis......dewi di khayangan."

"Dan persis apa lagi?"

"Persis.....astriku."

"Toako jahat......"

Di dalam kuil yang rusak tampak pemandangan musim semi yang indah, terdengar tawa
cekikikan yang merdu, cukup lama... suara tawanya baru berhenti, kemudian terlihat dua
ekor kuda tunggangan yang gagah berturut-turut keluar dari kuil, yang di depan adalah
seorang sastrawan setengah baya berbaju biru, diikuti seorang wanita setengah baya.
Tidak lama setelah mereka berdua sampai di jalan raya, dari belakang mereka terdengar
suara gerombolan kuda berlari membawa derap yang ramai, dalam sekejap, tiga puluh ekor
lebih kuda telah melewati mereka.

Siau Yam yang menyamar menjadi seorang wanita setengah baya, sedikit mempercepat lari
kuda-nya, hingga kudanya berlari berendengan dengan kuda Pek Soh-jiu, dia memalingkan
kepala sambil tertawa berkata:

"Toako, mungkin seluruh jago dunia persilatan sudah berkumpul di gunung Kwo-tiang,
kekuatan kita masih lemah, kita harus sedikit hati hati."

"Kata-kata adik Yam tidak salah, kita lihat keadaan saja."

Mereka berdua melewati lembah Poyang, tiba di kota kabupaten Tong-hiang, sepanjang
perjalanan tidak terjadi masalah apa-apa, di Tong-hiang mereka menginap semalam.
Keesokan harinya baru masuk ke wilayah timur perbukitan, setelah melarikan kuda
beberapa saat, orang dan kudanya pun telah mengucur-kan keringat, terpaksa mereka
beristirahat dulu di satu warung teh. Dasar memang harus bertemu, tidak disangka-sangka
di dalam warung teh, sudah duduk dua puluh lebih para hweesio Siauw-lim.

Pek Soh-jiu pura-pura tidak mengenalnya, dia mengikat tali kudanya di atas cabang
pohon, lalu menyuruh Siau Yam duduk di atas batu yang rata, dia mengambil dua gelas teh
dingin, berdua dengan santai mereka minum.

Mata Siau Yam melirik pada para hweesio Siauw-lim, terus berkata:

"Toako, ketua Siauw-lim yang terdahulu, diam-diam pernah ikut dalam penyerangan
perumahan Leng-in, kali ini tanpa disengaja bisa bertemu disini, bagaimana pun kita
harus minta penjelasannya."

"Minta penjelasann memang itu harus, tapi sekarang bukan waktu yang tepat." Kata Pek
Soh-ciu.

"Kenapa?"

"Jika sampai tidak bisa diselesaikan dengan kata kata, maka jati diri kita tidak bisa
disembunyikan lagi, lebih baik kita bertindak melihat keadaannya saja."

Siau Yam adalah orang yang sedikit liar, dia merasa tidak bisa menerima tekanan ini,
amarah di dalam dadanya bagaimana pun tidak bisa dihentikan, tapi Pek Soh-jiu tidak
mengizinkan dia bertindak, terpaksa dia disamping memonyongkan mulutnya menahan rasa
tidak senangnya.

Saat ini didalam kelompok para hweesio Siauw-lim, ada seorang hweesio paling tinggi
kedudukannya diantara para murid generasi ketiga, nama hweesio ini adalah Kong Tie, dia
pernah ikut dengan Pek Can taysu ke Yun-liu, maka pada kepala ruang Tat-mo yaitu Pek Na
taysu dia berkata:

"Susiok, sastrawan baju biru setengah baya itu, pernah datang ke Yun-liu, jika kuil
kita ingin menjelas-kan hal ikhwal kesalah pahaman paman guru Pek-can, orang ini adalah
saksi hidup."

Pek Na taysu bersuara "Ooo!" dia lalu bangkit berdiri, perlahan mengucapkan pujian
Budha, sebelah telapak tangannya ditegakan, memberi hormat pada Pek Soh-jiu berkata:

"Pinceng Pek-na, ingin mengajukan satu

permohonan......"

Pek Soh-jiu tidak menduga hweesio Siauw-lim malah sebaliknya yang bertanya pada dia,
dengan perasaan heran dia berkata:

"Toa-hweesio jangan sungkan begini, aku merasa sangat terhormat, tapi kita belum pernah
ber-temu, permohonan Toa-hweesio seperti terlalu di luar dugaan."

Pek Na taysu adalah kepala lima tianglo Siauw-lim, dia juga seorang yang sangat
dihormati di dunia persilatan, walau pun seorang pakar ilmu silat di dunia persilatan,
tapi dia tidak pernah memandang sebelah mata, melihat jawaban seperti ini, keruan warna
wajahnya sedikit berubah, berkata:

"Aku cuma ingin bertanya pada Sicu, mau dijawab atau tidak itu terserah Sicu sendiri,
aku tidak bermaksud memaksa......."

Siau Yam tidak tahan, dengan membentak dingin berkata:

"Kau boleh coba memaksa, boleh mencoba kekuatan kami suami istri apakah bisa memecahkan
kepala botakmu itu!"

Kelakuan Siau Yam terhadap Pek Na taysu, tentu saja menimbulkan rasa tidak senang para
hweesio Siauw-lim, saat ini mereka sudah tidak bisa menahan diri lagi, segera dua orang
hweesio setengah baya, menerjang maju dari

belakangnya Pek Na taysu, mereka berdiri dihadapan Pek Soh-jiu dan Siau Yam, dengan
dingin berkata:

"Kong Ceng dan Kong Se ingin minta petunjuk dari anda suami istri."

Siau Yam menyunggingkan bibirnya:

"Toako minggirlah, biar aku yang menghadapi dua hweesio ini."

Pek Soh-jiu tahu bagaimana kepandaian Siau Yam, walau pun dua orang hweesio itu
bersama-sama maju, mereka tidak akan bisa mengalahkannya, dia
menganggukan kepala sambil tersenyum berkata:

"Tujuh puluh dua jenis ilmu silat hebat Siauw-lim jangan dianggap enteng, kau harus
hati-hati."

Siau Yam pelan-pelan berdiri, lalu melangkah maju dua langkah ke depan, mengangkat
alisnya berkata:

"Kalian berdua majulah sekaligus, supaya nanti tidak merepotkan aku lagi."

Walau bagaimanapun murid-murid Siauw-lim adalah dari aliran lurus dan ternama, mana mau
mereka bersama-sama menghadapi seorang wanita dengan tangan kosong, Kong Ceng
menggoyangkan tangan, memberi isyarat pada Kong Se untuk mundur, baru memasang kuda-
kuda, bentaknya:

"Sicu, silahkan."

Siau Yam mendadak menjulurkan telapak tangan kanannya, dua jari yang putih seperti
giok, dengan kecepatan yang sulit dipercaya, menotok ke arah sepasang mata Kong Ceng,
dengan enteng mulutnya berkata:

"Seorang hweesio memang sangat ramah, maka terpaksa aku lebih dulu menyerangnya."

Kepandaian Kong Ceng, di dalam angkatan ketiga Siauw-lim termasuk seorang yang
menonjol, dia melihat begitu Siau Yam melayangkan telapak tangan kanannya, angin
jarinya sudah menyentuh kulit dan wajahnya, tidak tahan hatinya jadi terkejut, cepat-
cepat dia menyerang dengan kepalannya, bersamaan waktu itu dia meloncat kebelakang,
dalam sejurus dia sudah bergerak menyerang dan bertahan, ilmu silat Siauw-lim, memang
berbeda dengan ilmu silat cabang perguruan lain.

Tapi jurus dia Hok-houw-sin-koan (kepalan dewa penakluk harimau.), seperti batu jatuh
ke laut, sepasang jari mungil Siau Yam malah seperti belatung menempel di tulang,
selalu bergerak-gerak di depan matanya.

Sepasang telapak Kong Ceng tidak henti-hentinya dikebutkan, satu persatu tenaga
tamparan yang dapat menghancurkan batu di kerahkan, angin pukulannya membuat debu
berterbangan. Namun meski dia sudah mengeluarkan seluruh kemampuannya, semua sia-sia
saja, tubuh Siau Yam yang langsing itu, menari-nari mengikuti gerakannya tangan Kong
Ceng, sepasang jarinya yang munggil, tetap berjarak setengah inci dari sepasang
matanya.

Pesilat tinggi angkatan ketiga Siauw-lim ini menjadi ketakutan, dia tahu dirinya sudah
bertemu dengan seorang wanita persilatan yang amat lihay, sehingga akhirnya dia
melepaskan usaha bertahannya, sepasang tangannya dijulurkan kebawah, siap menerima
nasib kehilangan sepasang matanya, terdengar suara pelan "Hemm!", tubuhnya yang besar
itu, berputar di pukul telapak tangan Siau Yam, meski tidak tega menghilangkan sepasang
matanya, tapi pukulan telapak tangan yang keras ini, telah membuat dia menerima luka
dalam yang cukup parah.

Pesilat tinggi dari angkatan muda Siauw-lim, tidak bisa menahan satu jurus serangan
seorang nyonya setengah baya, ini sungguh satu berita yang menakut-kan. Pek Na taysu
dengan menyebut nama Budha berkata:
"Hebat benar ilmu silat Sicu ini, guru anda pastilah seorang pesilat tinggi yang
namanya meng-gemparkan dunia persilatan."

Siau Yam mendengus dingin, berkata:

"Kalau begitu taysu tidak memandang diriku!"

Pek Na taysu berkata:

"Aku tidak bermaksud itu, kenapa Sicu berpikir yang lain-lain."

Siau Yam kembali mendengua dingin:

"Taysu tidak perlu banyak bicara lagi, sekarang kau m.m bagaimana, aku barsedin
menerima."

Walau Pek Na Taysu seorang petapa yang sudah tinggi kesabarannya, umbul juga sedikit
amarah oleh tingkah Siau Yam yang sombong itu, alis panjangnya sedikit diangkat, tapi
akhirnya d ia menahan diri berkata:

"Aku hanya ada sedikit permintaan pada suami anda, anda tidak perlu mendesak aku
seperti ini."

Siau Yam berkata dingin:

"Berarti taysu ada permintaan pada kami suami istri."

Pek Na taysu terdiam sejenak, lalu dengan menghela napas dia berkata:

"Anggap saja aku ada permintaan pada suami anda."

"Masalah suamiku, aku juga bisa bertanggung jawab setengahnya, hweesio boleh mencoba
mengutarakannya."

"Haai!" Pek Na taysu mendesah:

"Suami anda pernah ikut dalam perebutan pusaka di Yun-liu......"

"Tidak salah, terhadap masalah Ho-leng-ci, suamiku memang pernah menyaksikannya


sendiri."

Pek Na taysu dengan wajah tegang berkata:

"Apa yang telah suami anda saksikan?"

Siau Yam mencibirkan bibirnya sedikit:

"Suamiku sudah biasa menutup kejelekan, memuji kebenaran, kau tidak perlu terlalu
tegang!"

Wajah Pek Na taysu berubah:

"Murid Siauw-lim sangat taat aturan, harap anda suami istri jangan percaya omongan
orang yang menjelekan Siauw-lim......"

Siau Yam berkata tawar:

"Apa permohonan ini yang taysu inginkan?"


"Jika kalian suami istri bisa menjadi saksi yang membersihkan nama baik Suteku, maka
aku akan sangat berterima kasih sekali."

"Kami suami istri bisa saja menjadi saksi untuk membersihkan nama baik kuil anda, tapi
anda harus menyanggupi satu hal padaku sebagai imbalannya."

"Asal didalam kemampuan kami, tentu tidak akan membuat Sicu kecewa."

"Permintaanku sebenarnya juga hal yang mudah sekali, asalkan taysu mengatakan siapa
otak yang pada tahun itu diam-diam menyerang perumahan Leng-in......"

Tubuh Pek Na taysu bergetar, sepasang matanya yang bersinar, menatap pada Siau Yam,
setelah beberapa saat baru berkata:

"Ada hubungan apa anda dengan Sin-ciu-sam-coat (Tiga pendekar wahid)?"

Siau Yam berkata dingin:

"Kita hanya membicarakan masalah, buat apa taysu bicarakan hal yang lainnya!"

Pek Na taysu menutup sepasang matanya: "Pertanyaan Sicu ini, aku tidak bisa
menjawabnya."

Siau Yam dengan sinis mendengus:

"Kalau begitu keinginan taysu membersihkan nama baik kuilmu, bukankah itu hal yang
berlebihan!"

Pek Na taysu membuka sepasang matanya berkata:

"Otak yang diam-diam menyerang Sin-ciu-sam-coat, aku sungguh tidak tahu."

"Kalau begitu hilangnya ketua kuil anda yang terdahulu, kau juga sama sekali tidak
tahu!"

"Kenyataannya memang begitu."

"Maaf, perundingan kita terpaksa selesai sampai disini saja."

Pek Na taysu mengangkat alisnya, dia berteriak marah berkata:

Apa anda sungguh ingin merusak nama baik kuil Siau Yam dengan sinis mencibirkan
bibirnya, berkata:

"Masalah siapa benar atau salah, dunia persilat-an tentu akan menilainya sendiri, anda
keluar dengan membawa

orang-orang yang begini banyak, bagaimana pun tidak akan bisa menutupi mata telinga
seluruh orang-orang persilatan!"

Tujuan utama Pek Na taysu sebenarnya berharap Pek Soh-jiu bisa menjadi saksi dan
menjelaskan bahwa Pek Can taysu tidak pernah merampas Ho-leng-ci, tidak diduga suami
istri ini punya pandangan negatif terhadap Siauw-lim-sie, begitu pembicaraannya tidak
cocok, maka semakin dibicarakan semakin tegang, sampai saat ini sudah sampai taraf
tidak bisa menerima-nya, sehingga akhirnya Pek Na taysu mengebutkan lengan baju
besarnya, mengerahkan tenaga dalam yang amat dahsyat, sambil mulutnya bersamaan
berteriak marah:

"Jika Sicu sengaja ingin menghina kuilku, maka aku terpaksa melanggar larangan membunuh
orang."

Satu gelombang tenaga dalam ini, di dalamnya mengandung Siau-sai-pit-kim-kong-sin-kang


(tenaga sakti Kim-kong menutup kumis kecil) salah satu dari kami?

Tujuh puluh dua ilmu silat Siauw-lim yang sangat dahsyat. Pek Soh-jiu khawatir Siau Yam
terluka karena menganggap enteng lawan, dia tertawa keras dan melayang, ketika tubuhnya
masih melayang, tenaga telapaknya dengan dahsyat membelah udara datang menerjang,
mulutnya berkata:

"Adik Yam, kau minggir dulu, biar aku yang menghadapi para hweesio yang tidak bersih
ini, aku mau lihat sebenarnya mereka mempunyai ilmu silat sehebat apa."

Boom.....Pek Soh-jiu seperti layang-layang putus tali, sekali melayang sudah meluncur
tiga tombak lebih, baru kakinya menginjak ke bumi.

Siau Yam berteriak terkejut, kakinya dihentakan, berlari kedepan Pek Soh-jiu berkata:

"Toako! Apa kau terluka?"

Pek Soh-jiu dengan tenang berkata:

"Siau-sai-pit-sin-kang walau pun salah satu ilmu silat terhebat di dunia persilatan,
tapi tidak lebih tinggi dari pada aku punya Kong-hong-sam-si (tiga jurus angin ribut),
mari, kita lihat para hweesio terkenal ini masih punya jurus hebat apa lagi."

Siau Yam sedikit tidak tenang, bertanya lagi:

"Toako, ini salahku, kita......"

Pek Soh-jiu memegang tangannya yang munggil:

"Jika para hweesio liar itu sengaja mencari gara-gara pada kita, ingin menghindar juga
sulit, kau lihat mereka sudah mengepung kita, kecuali kita bertarung, tidak ada pilihan
lain!"

Lalu mereka saling bergandengan tangan, melangkah dengan mantap, pelan-pelan berjalan
menuju ke tengah kepungan.

Mendadak, sebuah sinar kilat berkelebat membelah langit, setelah itu terdengar suara
geledek yang menggelegar, lalu turunlah hujan yang lebat, jalan raya lebar yang penuh
dengan hawa pembunuhan ini, mendadak terguyur oleh hujan deras dan angin kencang.

Walau pun angin sangat kencang, namun tidak bisa menyapu bersih hawa pembunuhan yang
kental ini, bayangan orang masih pelan-pelan bergerak, karena pandangannya terhalang,
mereka sedang memperketat kepungannya.

Di pihak Siauw-lim kecuali ketua Tat-mo-tong Pek Na taysu, masih ada seorang ketua Lo-
han-tong, Pek Keng taysu, dia juga seorang hweesio yang namanya telah menggemparkan
dunia persilatan, sisa dua puluh orang lebih lainnya dari angkatan kedua dan ketiga,
tapi semua rata-rata mempunyai ilmu tinggi. Jelas, dalam hal kekuatan Pek Soh-jiu dan
istri berada dalam posisi yang tidak menguntungkan.

Namun kedua belah pihak tampaknya tidak ada

keinginan mengalah, seperti keadaan anak panah yang sudah ditarik pada busurnya, mau
tidak mau harus dilepaskan. Pek Na taysu melangkah maju tiga langkah, dia pertama yang
menyerang dengan telapaknya ke tengah alisnya Pek Soh-jiu, tangan kanannya dengan
kecepatan tinggi dan gerakan yang tidak terduga, mengunci gerak pergelangan tangan Pek
Soh-jiu.

Tadi ketika dia menggunakan Siau-sai-pit-sin-kang menyerang Pek Soh-jiu dari jauh tidak
ada hasilnya, maka sekarang begitu menyerang dia langsung menggunakan salah satu jurus
terhebat Siauw-lim lainnya yaitu Jit-cap-ji Kin-na-jiu (tujuh puluh dua jurus
cengkeraman tangan kosong), nampak jelas sekali, Pek Na taysu yang merupakan salah satu
dari lima tianglo Siauw-lim, sudah memandang sastrawan setengah baya ini sebagai satu
lawan yang tangguh.

Pek Soh-jiu mendengus, tubuhnya mendadak diputar, telapak tangan kanan ditarik lalu
dilontarkan, jurus Hong-lui-peng-hoat (Angin dan halilintar muncul bersamaan waktu)
dilancarkan menghantam Pek Na taysu.

Salah satu jurus Kong-hong-sam-si ini bisa dianggap jurus yang tiada tandingannya di
dunia persilatan, walau pun terdiri dari tiga jurus, selama Hong San-ceng berkelana di
dunia persilatan puluhan tahun, belum pernah bertemu

dengan orang yang sanggup menahan dua jurus

serangannya, walau ilmu silat Pek Soh-jiu belum mencapai kesempurnaan, tapi karena dua
jalan darah pentingnya yaitu jalan darah Jin dan Tok sudah tembus, jadi tenaga
telapaknya sudah tidak bisa disetarakan dengan pesilat tinggi biasa, saat menyerang
dengan jurus Kong-hong-sam-si, kekuatan tenaganya seperti gunung meletus.

Pek Na taysu yang latihannya sudah sangat tinggi, hatinya telah bergetar, mimpi pun
tidak terpikir, sastrawan baju biru yang wajahnya asing, ternyata telah mempelajari
kepandaian Sin-ciu-sam-coat, tenaga dalam dan kecepatan geraknya untuk pesilat tinggi
masa kini, bisa dikatagorikan yang paling hebat, sehingga, dia tidak berani menghadapi
lawannya dengan cara keras, dia mengebutkan lengan baju besarnya, sambil melangkah ke
samping tiga langkah.

Pek Soh-jiu tertawa panjang, dia kembali meneruskan serangan Kong-hong-sam-si, di bawah
hujan yang lebat itu, terdengar suara petir menggelegar.

Pek Na taysu segera menggunakan jurus Pek-poh-sin-koan (kepalan dewa seratus langkah)
dari kuil Siauw-lim, di gabungkan dengan Siau-sai-pit kim-kong sin-kang, dia melakukan
pertarungan sengit dengan Pek Soh-jiu, pertarungan yang jarang bisa ditemukan di dunia
persilatan, selain itu Pek Soh-jiu meneruskan menyerang dengan ilmu hebatnya lagi,
dalam sesaat sulit bisa membedakan siapa yang lebih unggul.

Di sisi lain Siau Yam juga bertarung hidup mati dengan Pek Keng taysu, tenaga dalam
Siau Yam walau kalah saru tingkat dari Pek Keng taysu, tapi dia sangat gesit, gerakan
jarinya hebat sekali, setiap serangan jarinya membuat ketua Lo-han-tong ini sibuk meng-
hindari.
Pertarungan ini tampaknya akan menjadi pertarungan panjang, namun Pek Soh-jiu dan istri
sudah sedikit lebih diatas angin, ini adalah satu berita aneh yang cukup menggemparkan
dunia persilatan, dua orang dari lima tianglo Siauw-lim-sie yang sudah ternama,
ternyata tidak bisa memenangkan pertarungan melawan sepasang suami istri yang tidak
ternama!

Demi melindungi nama baik dan kehormatan Siauw-lim-sie yang sudah berumur ratusan
tahun, dua orang hweesio ternama dari agama Budha ini makin keluar amarahnya, setelah
Pek Keng taysu melancarkan serangan telapak yang memaksa Siau Yam mundur, pada para
murid Siauw-lim dia mengeluarkan sebuah perintah yang mengejutkan

'siapkan Lo-han-tin1, maka, para murid Siauw-lim-sie yang ada disekeliling, semua
langsung bergerak membentuk barisan.

Pertarungan sementara jadi terhenti, Pek Na dan Pek Keng, segera memimpin barisan Lo-
han itu.

Tentu saja, Pek Soh-jiu yang pernah masuk ke kuil Siauw-lim-sie seorang diri, punya
pengalaman menghadapi Lo-han-tin yang di bentuk ratusan orang, dia tetap tidak berani
memandang enteng terhadap Lo-han-tin yang dibentuk hanya oleh dua puluh orang lebih
ini, karena dia tahu lawan yang dihadapinya sekarang, adalah intinya para pesilat
tinggi Siauw-lim, sekali barisannya bergerak, pasti sangat berbahaya sekali. Maka dia
menyuruh Siau Yam mengeluarkan pedang pendek Siau-suang dan Pek-lek-bie-sin-ciam yang
jarang dia gunakan, dia sendiri juga mengeluarkan Pouw-long-tui nya.

Lalu, sambil bersiul panjang, alisnya sedikit di angkat, dia berkata dingin:

"Aku tidak ingin membunuh tanpa ada penjelasan terlebih dulu, sebelum kalian menyerang
bersama-sama, paling baik dengarkan terlebih dulu nasihatku."

Dia menghentikan perkataannya sejenak, sorot matanya melihat kesekeliling, lalu berkata
lagi:

"Lo-han-tin adalah salah satu barisan Siauw-lim-sie, sudah ratusan tahun ternama dan
tidak pernah melemah, tapi, barisan hebat yang terkenal di dunia persilatan ini,
mungkin tidak mampu menahan sebuah serangan Pouw-long-tui, jika kalian tidak cepat
lupa, kata-kataku ini bukanlah kata-kata yang menakut-nakuti, sekali Pouw-long-tui ini
bergerak, maka tidak akan bisa meninggalkan seorang lawan yang hidup. Maka kalian para
hweesio, lebih baik pikirkan sekali lagi baik-baik."

Baju hweesio yang warnanya abu-abu, masih melayang-layang dan mengeluarkan suara
sst....sst di timpa hujan angin, Lo-han-tin tidak melakukan penyerangan, tapi juga
tidak berhenti bergerak.

Pek-na dan Pek Keng, dua hweesio luhur dari Siauw-lim-sie memang sedang
mempertimbangkan keadaan di hadapan mereka, sesaat tidak mampu mengambil keputusan yang
tepat, tentu saja mereka tahu Lo-han-tin sulit menahan sebuah serangan dahsyat dari
Pouw-long-tui, apa lagi pedang pendek Siau-suang dari perguruan Thian-ho yang
diperlihatkan oleh Siau Yam, sama dengan sebuah lambang perintah pengambil nyawa.

Keadaan saat ini adalah pertarungannya belum dimulai, kalah dan menang sudah
ditentukan, kecuali membubarkan barisan dan mengaku kalah, para hweesio Siauw-lim sulit
bisa memilih satu keputusan yang memuaskan. Akhirnya Pek Na taysu menggerakan tangan
menghentikan gerakan Lo-han-tin, alisnya diangkat, dengan suara rendah berkata:
"Sicu, kita kemari tidak disengaja bertemu, bukan begitu?"

"Tidak salah." Kata Pek Soh-ciu dingin. "Kalau begitu buat apa kita melakukan
pertarungan hidup mati!"

"Anda tidak takut nama baik kuilmu rusak?"

"Asalkan bertindak sesuai aturan, buat apa takut perkataan orang......"

"Seorang hweesio luhur, memang harus berbesar hati, sayang kata-kata taysu sedikit
terlambat datangnya."

Warna wajah Pek Na taysu berubah: "Hemm!" marah berkata, "Dalam sejarah ratusan tahun,
murid Siauw-lim dipaksa membubarkan barisan dan mengaku kalah, kau lah orang yang
pertama." Dia menghentikan bicaranya sejenak, dengan sedih berkata lagi, "Aku tidak ada
kemampuan, sehingga membuat nama baik ratusan tahun kuilku, hancur dalam sehari,
aku......hai, hanya bisa menebus dosa dengan kematian."

Ternyata Pek Na taysu yang menjadi kepala dari lima tianglo Siauw-lim, sudah bertekad
dengan kematian, membebaskan keadaan yang memalukan untuk nama baik Siauw-lim-sie, baru
saja habis bicara, telapak tangan kanannya' dengan cepat diayunkan, buuk...., dia
memukulkan kepalanya sendiri, terlentang mati di bawah guyuran hujan angin.

Terdengar suara doa yang rendah dan pilu, di saat para hweesio berdoa di dalam hujan
ini, Pek Soh-jiu tanpa bicara lagi menuntun kudanya, bergandengan dengan Siau Yam
meninggalkan lapangan pertarungan. Waktu berlalu... Siau Yam perlahan mengeluh:

"Tidak terpikir hweesio tua itu orangnya sangat keras, hai......"

Perasaan Pek Soh-jiu sangat berat, dia terdiam beberapa saat, katanya:

"Melihat kematiannya Pek Na taysu, aku merasa sangat tidak tenang......"

Siau Yam mencibirkan bibirnya:

"Kita tidak memaksa mereka mengatakan siapa otaknya yang diam-diam menyerbu perumahan
Leng-in, terhadap hweesio kuil Siauw-lim ini kita sudah sangat bermurah hati, hweesio
tua itu ingin mati sendiri, ada hubungan apa dengan kita?"

"Kek!" sekali Pek Soh-jiu berkata, "Adik Yam benar, tapi...... kelihatannya kita sudah
terlibat dalam pergolakan dunia persilatan yang sangat dalam, selanjutnya pekerjaan
kita, mungkin akan mendapat banyak halangan."

"Aku pikir para hweesio itu tidak akan menyiarkan penyamaran kita, karena kematiannya
Pek Na, bagaimana pun bukanlah hal yang membanggakan."

"Harap saja begitu."

Saat ini hujan sudah berhenti, di langit sudah tampak matahari, tubuh mereka berdua
seluruhnya basah kuyup, setelah terkena sinari panas matahari, terasa tidak enak, maka
mereka melarikan kuda dengan cepat, ingin mencari satu tempat untuk istirahat dan
berganti baju, tapi mendadak kuda mereka meringik keras, kedua telinganya berdiri
tegak, bagaimana di paksa pun tidak mau maju lagi.

Dalam hati Pek Soh-jiu tahu pasti ada masalah lagi, dari atas kuda dia langsung
meloncat keatas, sesudah berdiri diatas puncak pohon yang ada disampingnya, matanya
melihat ke arah tikungan yang ada di depan, tidak tahan hatinya jadi tergetar.

Ternyata di tengah jalan raya, melingkar seekor ular berbisa yang panjangnya sekitar
satu tombak lebih, tubuhnya sebesar lengan anak kecil, lidah merahnya keluar masuk,
mengeluarkan suara sst.... sst, bentuknya menyeramkan sekali, dia mematahkan sepotong
dahan, sekali tangannya diayunkan, dahannya melesat ke arah bagian tujuh cun ular itu.

Dahan yang terlepas dari tangan, kecepatannya laksana kilat, tapi ular berbisa itu
mendadak bergoyang, dahan pohon itu malah tidak mengenainya, tak.... menancap diatas
tanah jalan raya.

Siau Yam juga loncat ke samping Pek Soh-jiu, dia juga melihat ular berbisa itu mampu
menghindarkan senjata gelap, dia merasa heran, lalu mengambil dua buah Pek-lek-bie-sin-
ciam, tangannya diayunkan, dua buah jarum melesat, masing-masing mengarah pada sepasang
matanya ular berbisa itu.

Walau bentuk jarum itu sangat kecil, tapi karena keahlian melepaskan jarumnya sangat
hebat, walau pun seorang pesilat tinggi kelas satu, yang dapat lolos dari serangan Pek-
lek-bie-sin-ciam juga tidak banyak, ular berbisa itu walau pun sudah terlatih, tetap
tidak bisa lolos dari kematian!

Ular berbisa itu setelah berguling-guling, lalu mati terlentang di pinggir jalan, Siau
Yam segera menatap ke pepohonan di samping ular, dengan mendengus dingin berkata:

"Ayo keluar, biar kami suami istri menghadapimu."

"He.. .he.. .he!" terdengar sebuah tawa dingin, lalu melangkah keluar seorang manusia
aneh yang berwajah monyet, mulut monyong hidung mancung ke dalam, tubuhnya kurus kecil,
di tangannya sedang

mempermainkan seekor ular berbisa sebesar kawat besi, sepasang matanya bersinar hijau,
berjalan pelan menuju tengah jalan.

Siau Yam dan Pek Soh-jiu bersama-sama meloncat turun dari puncak pohon, dia
memperhatikan orang aneh itu beberapa saat, mendadak wajah cantik Siau Yam jadi d ingin
berkata:

"Apakah anda anggotanya Jit-kaw-kok? (tujuh keahlian)"

Orang aneh berwajah monyet itu tertegun, dia menghentikan langkah, sepasang matanya
yang bersinar hijau dingin, berputar putar sebentar, lalu berkata:

"Mata yang tajam, mantu Sin-ciu-sam-coat ternyata punya sedikit kehebatan."

Pek Soh-jiu berkata:

"Kami suami istri tidak ada permusuhan dengan Lembah Jit-kaw, kenapa tuan menghadang
jalan mencari masalah?"

"He...he...he!" orang aneh berwajah monyet tertawa,

"Setelah melihat gerakan kalian yang sangat hebat, monyet tua jadi merasa tangan gatal,
selain itu, he... he... selain itu aku juga ingin berunding dengan Siauhiap."
"Ha.. .ha.. .ha!" Pek Soh-jiu tertawa keras, katanya,

"Tuan ini ingin melihat-lihat Pouw-long-tui?"

Orang aneh berwajah monyet itu berkata:

"Lihat, ini hanyalah salah satu sebab, jika Pek Siauhiap bisa memberikannya, itu akan
lebih baik lagi."

"Hemm!" Siau Yam berkata dingin, "Ide bagus, ketua lembah kalian Pek-tok-lo-cia (Iblis
seratus racun.) Bong San-san, apakah dia sudah ikut datang?"

Orang aneh berwajah monyet membelalakan sepasang matanya:

"Kenapa, apakah Tok-hou (Monyet racun) The Hoan masih kurang berbobot?"

"Tok-hou The Hoan walau pun seorang yang ternama, tapi terhadap masalah ini mungkin kau
tidak bisa memutuskannya." Kata Siau Yam

Tok-hou The Hoan berkata:

"Ada masalah seperti ini? mohon Pek hujin jelaskan."

Siau Yam mengangkat alisnya:

"Aku telah kehilangan pelayanku, kehidupan ku sehari-hari, terasa kurang leluasa, aku
dengar Bong San-san itu orangnya sangat pengertian, menjadi pelayanku mungkin akan
cekatan."

Sepadang mata Tok-hou The Hoan menyorot sinar ganas, dia tertawa dingin berkata:

"Berani menghina kokcu kami, kau pantas mati, terima ini." Lengan kanannya mendadak
diayunkan, ular berbisa sebesar kawat besi seperti sebuah tombak panjang, menusuk ke
arah dada Siau Yam.

Tubuh Siau Yam berkelebat, dia sudah melayang mundur tiga tombah, membalikan lengan
mencabut pedang panjang di punggungnya, sebuah jurus Ki-hwee-liauw-thian (Mengangkat
api membakar langit.) di sabetkan ke arah bagian tujuh inci ular kawatbesi.

Tok-hou The Hoan tertawa dingin, lengan kanannya digerakan perlahan, huut... tubuh ular
kawat besi itu bergoyang, dengan jurus Coan-thian-it-cu-hiang (Mengarah langit membakar
dupa) dari jurus toya Pan-liong, menyerang kearah pipinya Siau Yam.

Siau Yam tidak menduga ular kawat besinya Tok-hou The Hoan begitu gesit, cepat cepat
bergeser, kembali mundur tiga langkah.

Begitu Tok-hou dapat mendesak, dia tidak memberi nafas pada Siau Yam, sambil mulutnya
bersiul aneh, langsung menerjang masuk, ular kawat besi diayunkan secepat angin, segera
terlihat berlapis-lapis bayangan ular, bau amis menyebar luas, mengurung rapat Siau
Yam.

Pek Soh-jiu melihat ular berbisa kawat besi itu lidahnya keluar masuk, tidak henti-
hentinya menyemburkan asap beracun, dan juga ilmu silatnya Tok-hou The Hoan juga sangat
hebat, dia khawatir Siau Yam mendapat luka, tidak tahan lagi dia mencabut pedang-nya,
ingin mendesak masuk kedalam pertarungan.

Siau Yam yang melihatnya, lalu berteriak: "Toako mundurlah, menghadapi orang kecil
seperti ini, kita tidak perlu melawan bersama-sama!"

Pek Soh-jiu menghentikan langkah, dia menggeleng-gelengkan kepala, terpaksa mundur lagi
ke belakang menonton, tapi dia tetap memusatkan tenaga dalam Pouw-ci-sin-kang, jika
Siau Yam benar-benar dalam bahaya, maka dia akan tidak pedulikan apa yang namanya
keroyokan.

Siau Yam menahan nafas, pedangnya seperti naga menari, walau jurus Tok-hou sangat
dahsyat, tapi tetap tidak bisa berbuat banyak, tapi, Siau Yam juga tidak bisa menahan
nafas terlalu lama, apalagi harus menggunakan tenaga dalam, keadaannya memang sangat
berbahaya sekali.

Dalam sekejap sudah lewat tiga puluh jurus, dipelipis Siau Yam sudah nampak ada
keringat, melihat keadaan, kekalahannya akan terjadi dalam beberapa saat lagi.

Sebenarnya Siau Yam sendiri juga menyadari

keadaannya, ketika pertama dia bertarung, di telapak tangan kirinya sudah menggenggam
dua buah jarum Pek-lek-bie-sin-ciam, jika tidak sampai bahaya sekali, dia tidak mau
mempergunakan.

Saat ini, dadanya sedang naik turun dengan derasnya, karena terlalu lama menahan nafas,
tenaga dalamnya nampaknya akan habis, gerakannya pelan pelan mulai menurun, jurus
pedangnya juga nampak tidak segesit semula, tampak seperti lampu yang kehabisan minyak,
walau pun sekuat tenaga meronta, juga tidak akan lolos dari kematian.

Tok-hou The Hoan tertawa keras, lalu berkata:

"Menyerahlah Pek hujin, monyet tua adalah orang yang sayang wanita, pasti tidak akan
membuat kau sangat......"

Seseorang di saat dalam keberhasilan, tidak luput pemusatan pikirannya akan mengendur,
saat inilah yang ditunggu Siau Yam, sebab kesempatan bagus ini yang dalam sekejap akan
menghilang dan tidak terulang, segera dia menggetarkan pedang panjangnya, menyebar kan
ribuan titik-titik sinar pedang, menyerang kearah wajahnya Tok-hou The Hoan, lalu
telapak kirinya diayunkan, terdengar Pek-lek-bie-sin-ciam bersuara dua kali, langsung
menancap di mata kiri dan bahu kirinya rbk-hou The Hoan.

Perubahan besar ini, sungguh seperti sambaran kilat, Tok-hou The Hoan tidak menduga
menyerang balasan Siau Yam di dalam keadaan bahaya, bisa sedahsyat ini.

Tapi Tok-hou juga adalah seorang yang nekad, meski mata kirinya dibutakan oleh Pek-lek-
bie-sin-ciam, dan lengan kirinya tidak berguna lagi karena terluka, dia unilah dengan
berteriak keras, lengan kanannya diayunkan sekuat tenaga, ular kawat besi seperti
sebuah panah beracun,

dengan kecepatan yang sulit dibayangkan, langsung mengarah dadanya Siau Yam.

Jurus ini sangat diluar dugaan Siau Yam, saat ini lenaga dalam nya sudah habis
digunakan, walau pun ?a-l'iiah senjata gelap yang biasa, dia juga sudah tidak bisa
menghindar, apa lagi ular kawat besi berbisa yang dilemparkan sekuat tenaga oleh Tok-
hou The Hoan.

Nampak ular kawat besi dengan kecepatan tinggi akan mengenai dada montoknya Siau Yam,
asalkan maju lima ini lagi saja, wanita cantik ini akan tewas di gunung liar ini.

Keadaan yang sangat berbahaya ini terjadi dalam sekejap, Pek Soh-jiu yang menonton
disisi, hampir saja mati ketakutan, dia berteriak keras, tangan kanannya dengan kuat
diayunkan, lima titik sinar hitam dengan kecepatan tidak terbayangkan, mengenai tubuh
ular kawat besi, tubuh Pek Soh-ciu juga langsung terbang, mengerahkan ilmu silat
meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui sampai puncak tertinggi, hanya terlihat sebuah
gumpalan asap tipis menggulung, tubuh Siau Yam yang bergoyang-goyang akan jatuh itu
sudah berada di luar sepuluh tombak lebih.

Mereka akhirnya dapat lolos dari bahaya, tapi keadaan bahaya yang dialaminya, tetap
saja begitu mengge tarkan hati.

Wajah Siau Yam menjadi putih pucat, dadanya tidak henti-hentinya kembang kempis, dengan
lemah dia menyandar di tangannya Pek Soh-jiu, sepasang matanya terbuka lebar, melihat
pada mayat ular di tanah yang hampir merengut nyawanya, lalu melihat pada Tok-hou The
Hoan yang wajahnya putih seperti kertas. Beberapa saat, dia baru dapat melancarkan
nafas dengan meniup nafas panjang berkata:

"Terima kasih, demi menutupi jejak kita, Tok-hou ini tidak boleh dilepaskan!"

Pek Soh-jiu menganggukan kepala, sambil menggandeng tubuh dia, perlahan melangkah maju
ke depan Tok-hou The Hoan berkata:

"The Tayhiap! Istriku tadi tidak bisa mengendalikan diri, aku sungguh menyesal sekali."

Mata Tok-hou The Hoan yang tinggal satu sudah kehilangan sinar, setelah berputar
sekali, dia berkata dingin:

"Jangan sombong orang she Pek, walau aku mati, lembah Jit-kaw pasti akan membalaskan
dendam hari ini."

Pek Soh-jiu dengan tawar berkata:

"Aku suami istri setelah berani melukai anda, tidak akan takut pembalasan dari lembah
Jit-kaw, tapi membicarakan masalahnya, masalah hari ini kau sendiri yang
menimbulkannya......"

"Hemm!" Tok-hou The Hoan dengan marah berkata,

"Tidak salah, memang aku yang mencari mati, tapi kalian juga mendesak sampai tianglo
kuil Siauw-lim-sie mati, banyak orang yang menyaksikan, kau lihat saja nanti,
bocah......"

Baru saja selesai bicara, tubuhnya mendadak gemetar, jatuh ke atas jalan raya, di sudut
mulutnya keluar darah yang bau amis, dia sudah menggigit pil beracun, bunuh diri.

Pek Soh-jiu tanpa suara mengeluh, dia tahu pertarungan dengan Siauw-lim di warung teh,
sudah menimbulkan masalah yang tidak ada ujungnya, kali ini d ia pergi kegunung Kwo-
tiang, mungkin setiap langkah-nya akan penuh dengan halangan, tapi mala petaka tidak
bisa dihindari, jika bisa dihindari itu bukan mala petaka,
sehingga, mereka berdua tetap mengikuti rencana semula, berjalan melalui Kwie-ciu,
lewat Ke-yang, menuju kepegunungan Heng-ih......

Di malam hari yang pekat, Pek Soh-jiu dan Siau Yam tiba di kota kabupaten Ih-san, kota
kabupaten Ih-san terletak di lereng selatan gunung Huai-ih, di sebelah tenggaranya
adalah pegunungan Hian-sia-leng, karena mereka berdua tiba terlalu malam, setelah
mencari ke seluruh kota, juga tidak mendapakan satu penginapan pun.

Pek Soh-jiu tidak bisa berbuat apa-apa, menatap pada benteng kota yang megah itu dia
tertawa, berkata:

"Adik Yam! Kelihatannya kita terpaksa menganggap benteng kota sebagai kamar tidur,
angin bertiup menyapu lantai, kegembiraan ini tidak ada di dalam kamar tidur."

Siau Yam dengan manisnya tersenyum, kepalanya sedikit tunduk, tubuhnya merendah
menghormat berkata:

"Benar, harap suamiku......"

Perkataan Siau Yam belum habis, di atas benteng kota tiba-tiba terdengar suara tawa
yang panjang:

"Suami istri yang serasi, wanita ini sungguh baik, nenek tua! Kita harus meninggalkan
tempat ini untuk mereka, ayo jalan."

Dua bayangan manusia, secepat kilat berkelebat, dengan ilmu silat mereka yang sangat
tinggi, sampai wajah mereka juga tidak bisa terlihat dengan jelas, hanya terdengar
suara tawa yang memekakan telinga menjauh, dan masih terdengar juga teriakan wanita:

"Tua bangka, kau berani tidak menunggu nenek tua, kau lihat mereka begitu mesranya."
Suara pembicara itu

menghilang, dalam sekejap sudah berada sejauh seratus tombak lebih jauhnya.

Pek Soh-jiu menggeleng gelengkan kepala, memegang lengan Siau Yam sambil tersenyum
berkata:

"Sungguh masalah aneh yang ada setiap tahun, hanya tahun ini yang paling banyak, mau
menginap di benteng kota, malah bisa kebetulan ada yang menginap juga."

Siau Yam membantingkan tangannya, bibirnya mencibir, pura-pura marah berkata:

"Kau sih......lihat aku nanti masih pedulikan kau tidak......"

Pek Soh-ciu menghela napas:

"Harap hujin maafkan aku kali ini, hamba tidak berani lagi."

Siau Yam psss... tertawa berkata:

"Sepasang setan tua ini sungguh menyebalkan, sepertinya sengaja terus mengikuti kita."

"Siapa mereka? Kau kenal?"

Siau Yam mencibirkan mulutnya:


"Kau anggap aku sudah setua tujuh, delapan puluh tahun, hemmm!"

"Kau jangan salah paham, yang aku maksud adulah mungkin kau tahu merekaitu siapa."

"Mereka itu adalah sepasang pendekar yang ln-rkelana puluhan tahun, kalau kau tidak
tahu bisa changgap kau kurang pergaulan, masih tanya aku kenal alau tidak!"

"Ooo!" Pek Soh-jiu berkata, "Ternyata adalah Thian-ya-hiap-lu (Sepasang pendekar dari
ujung langit), tidak aneh ilmu silatnya setinggi ini."

Baru saja mereka berdua naik ke atas benteng kota, tiba-tiba terlihat diatas rumah di
pinggir jalan, muncul dua bayangan orang, setelah sebentar memper-hatikan keadaan, lalu
dengan cepat lari kearah utara.

Pek Soh-ciu tertegun berkata:

"Apa... di kota kabupaten Ih-san ini ternyata banyak orang-orang hebat, adik Yam! Kita
sedang tidak ada kerjaan, kita ikuti mereka dam melihat ada apa sebenarnya, bagaimana?"

"Baik," lalu dua orang itu bersama-sama meloncat, dengan cepat berlari ke utara
mengikuti bayangan tadi, setelah melewati sebuah lapangan rumput liar, di depan tampak
sebuah kuil yang megah, terlihat bentengnya tinggi, pohonnya hijau rimbun, tapi jejak
dua orang itu sudah menghilang.

"Toako! Dua orang itu menghilang disini, kau lihat apakah mereka ini hweesio bukan?"

"Sulit mengatakannya, mungkin saja mereka itu dua-duanya nikoh."

"Kau sengaja berkata sebaliknya, aku katakan hweesio, maka itu pasti hweesio."

"Dengan alasan apa memastikan mereka pasti hweesio."

"Apa kau tidak melihat ini adalah bangunan kuil hweesio?"

"Tidak juga."

Belum selesai mereka berdebat, mereka sudah sampai di depan pintu, Siau Yam menjejakan
kakinya, tubuhnya

sudah meloncat setinggi tiga tombak, seperti daun yang melayang jatuh, dengan pelan
berdiri diatas gerbang itu, Pek Soh-jiu mengikuti meloncat keatas, dua orang dengan
hati-hati sekali berjalan menuju ke dalam.

Setelah melalui lapangan rumput yang halus seperti karpet, lalu meloncat ke atas atap
ruangan, mata Pek Soh-jiu mendadak melotot, perlahan menarik Siau Yam berkata:

"Di kuil hweesio tapi yang tinggal adalah nikoh, kali kau harus mengaku salah."

Siau Yam melihat kearah tempat yang ditunjuk Pek Soh-jiu, benar saja melihat seorang
nikoh yang tubuhnya langsing, sedang berjalan perlahan kearah pintu bundar, dia
mendengus sekali berkata:

"Kau lihat lagi kesitu."


Tidak salah, diatas satu koridor, memang ada seorang nikoh sedang berjalan bolak balik,
jelas, di dalam kuil ini, seperti tersembunyi hal yang misterius, mereka berdua demi
memuaskan rasa ingin tahunya, dari atap bangunan langsung berlari menuju pintu bundar,
apa yang dilihat, malah membuat hati jadi lapang.

"Keadaannya indah sekali," Siau Yam memuji, dia memalingkan kepala berkata pada Pek
Soh-jiu:

"Danau teratai gunung buatan, daun hijau bertebaran, bau harum sepoi-sepoi, tidak
diduga di dalam kuil ini ada tempat yang luar biasa ini."

Pek Soh-jiu tertawa:

"Tidak salah, kau lihat bangunan yang indah itu, l iangnya berukir, indah sekali,
kebunnya dipenuhi bunga, pemandangannya luar biasa, walau pun istana bangsawan juga
tidak bisa seperti ini."

Mereka berdua jadi ingin menikmati situasi mempesona ini, lalu bersama-sama mereka
meloncat ke alas gunung buatan, sambil ditiup angin malam, berbincang-bincang keindahan
kebun bunga

"O-mi-to-hud", terdengar satu suara pujian Budha, dari dalam rimbunnya pohon bambu
melangkah keluar seorang hweesio berusia empat puluhan, dia melangkah lalu berhenti di
depan gunung buatan berkata:

"Di kuil ini, anda berdua Sicu mana boleh sembarang masuk, malam sudah larut sekali,
harap kalian berdua keluar mengikuti jalan semula."

Siau Yam tidak menduga perkataan hweesio ini begitu tidak sopan, maka dengan mendengus,
dia berkata:

"Kuil adalah tempat suci, para pengunjung adalah tuannya para hweesio, kami hanya
melihat-lihat pemandangan, kenapa kau melarang!"

Hweesio setengah baya itu sedikit tertegun, lalu tertawa terbahak-bahak, suaranya keras
sekali, sampai burung yang pulang kandang pun beterbangan terkejut.

Siau Yam mengangkat alis, menatap hweesio setengah baya yang berteriak:

"Melihat kelakuanmu yang sombong begini, pastilah seorang hweesio murtad yang tidak
menuruti aturan Budha, setelah hari ini bertemu dengan aku, kau ini pasti sedang sial,
terimalah ini." Tubuhnya ber-kelebat, jarinya secepat angin menyerang kearah dadanya
hweesio itu.

Hweesio setengah baya tertawa, kaki dengan ringan bergeser dua langkah ke samping,
telapaknya ditegakan seperti pisau, disabetkan kearah pergelangan Siau Yam.

Sebuah jurus memotong melintang dia ini, terbilang cukup hebat, pengambilan waktu dan
ketepatannya juga sedikit pun tidak salah, sayang yang dia hadapi adalah seorang wanita
yang berilmu tinggi, jurusnya walau pun hebat, tapi malah gagal total.

Baru saja sisi telapaknya menempel di pergelangan Siau Yam, mendadak terdengar suara
krek... sakit yang menusuk keulu hati, membuat dia tidak tahan menjerit kesakitan, dia
balik meloncat kebelakang satu tombak lebih, keringat di atas kepala botaknya, seperti
biji kacang bercucuran ke bawah.

Hanya satu jurus lawan telah mematahkan telapaknya, hweesio setengah baya ini tahu dia
telah bertemu dengan seorang lawan tangguh, yang seumur hidup dia belum pernah ditemui,
dengan menahan sakit sepasang matanya melotot benci pada Siau Yam, lalu membalikan
tubuh, meloncat masuk ke dalam rumpun bambu.

Kembali terdengar suara rendah pujian Budha, di dalam hutan bambu melangkah keluar tiga
orang hweesio, langkah mereka mantap, melangkah seperti lerbang, dalam waktu sekejap,
sudah berhenti lima kaki di d e pan Siau Yam.

Pemimpinnya adalah seorang hweesio tua dengan wajiih seperti cemara tua, rambut dan
alisnya sudah putih Kmua, dia memperhatikan Pek Soh-jiu dan Siau Yam sejenak, dengan
"kek!" sekali berkata:

"Kuil Pel-liong berkat perlindungan Budha, tidak pernah berselisih dengan teman teman
Dunia persilatan, anda dua orang Sicu malam ini tanpa permisi masuk kedalam kuil, pasti
ada alasan yang kuat."

Pe k Soh-jiu mengepalkan tangannya berkata:

"Kami suami istri tersesat jalan, salah masuk ke dalam kuil anda, atas kecerobohannya,
harap guru bisa memaafkannya."

Mendadak hweesio tua itu melototkan matanya, dua sorot matanya yang tajam, menatap pada
Siau Yam berkata:

"Tersesat dijalan minta menginap, sebenarnya tidak ada masalah, tapi Sicu wanita ini
malah dengan latahnya melukai murid kami yang meronda, ini sepertinya sudah
keterlaluan!"

Pek Soh-jiu dengan menyesal berkata:

"Istriku sedikit ceroboh sehingga melukai murid anda, aku disini meminta maaf, tapi
kelakuan kasar murid anda terhadap orang yang tersesat, anda juga harus mengajarkan
disiplin padanya!"

Hweesio tua berkata dingin:

"Sicu malam-malam masuk ke kuil tanpa izin, tidak terhindar murid yang meronda
mencurigai sebagai orang yang bermaksud jahat, walau bertemu dengan aku, juga sama akan
timbul kecurigaan......"

Wajah Siau Yam jadi dingin:

"Kalau begitu, hweesio tua mengira kami berdua ini, datang ada maksud tertentu?"

Hweesio tua juga tampak sedikit marah berkata:

"Malam-malam masuk kuil tanpa izin, semba-rangan melukai orang, apakah aku salah pada
Sicu?"

Siau Yam berkata:


"Kelihatannya di dalam kuil Pek-liong ini, benar-benar tersembunyi banyak jagoan,
rupanya kami suami istri tidak sia-sia dalam perjalanan ini."

Masing-masing pihak mempunyai pendirian,

keadaannya sudah tidak bisa didamaikan lagi, di belakang hweesio tua, maju melangkah
dua langkah dua orang hweesio setengah baya berkata:

"Murid minta izin untuk menghadapi dua orang Sicu ini."

Hweesio tua sedikit menganggukan kepala, dua orang hweesio setengah baya ini segera
membalikan tubuh berkata pada Pek Soh-jiu suami istri:

"Bu Can, Bu Ceng, meminta pelajaran dari dua orang Sicu."

Pek Soh-jiu berkata tawar:

"Agama Budha mementingkan pengampunan, kalian berdua buat apa harus menyelesaikan
dengan senjata!"

Bu Can bersuara "Hemm!" sekali berkata:

"Jika Sicu mau mematahkan sendiri satu pergelangan, kuil Pek-liong juga tidak ingin
melanggar larangan membunuh......"

Pek Soh-ciu menggelengkan kepala mengeluh berkata:

"Tidak disangka seorang hweesio, juga seorang yang suka berkelahi, tidak aneh kekacauan
dunia persilatan, selalu tidak ada habisnya!"

Bu Can tidak menjawab lagi, mendadak dia maju ke tengah, sepasang telapak disatukan
lalu dibalikan, dengan cepat didorong mendatar ke depan dada.

Pek Soh-jiu melihat tenaga dorongan sepasang telapaknya Bu Can, suara anginnya
menggelegar, di dalam hati tahu tenaga dalam telapaknya sangat hebat, cepat-cepat dia
menarik nafas, lengan kanannya di putar, dengan santainya menyambut datang sepasang
telapak Bu Can.

Tenaga kedua belah pihak beradu, terdengar satu suara keras, Bu Can merasakan dadanya
seperti dipukul martil besar, "Hek —!" Dia mundur miring beberapa langkah, walau pun
dia dapat memaksakan tetap berdiri, tapi wajahnya berubah pucat putih, keadaannya
sangat kacau.

Dalam satu jurus dia sudah kalah, Bu Can jadi marah karena malu, dia mencabut golok di
punggungnya, mulutnya berteriak keras, meloncat menerjang menyabetkan goloknya.

Pek Soh-jiu memiringkan tubuhnya, telapak kanannya berturut-turut dipukulkan tiga kali,
dalam jarak tiga kaki di depan dia, seperti berdiri satu tembok tembaga, sia-sia saja
Bu Can memainkan goloknya, tidak bisa menempel sedikitpun pada sudut baju Pek Soh-jiu.

Di tempat lain Bu Ceng juga sedang bertarung sengit melawan Siau Yam, keadaan dia,
dibandingkan Bu Can malah lebih mengkhawatirkan, hanya terlihat satu bayangan langsing,
bermain-main di dalam bayangan goloknya, bayangan jari tampak malang melintang, memukul
melintang menotok lurus, dia kecuali sering menjerit, ingin berhenti pun tidak bisa.

Hweesio tua alis putih tidak menduga sepasang suami istri setengah baya ini, berilmu
silat sedemikian tingginya, didalam hati sadar walau pun dirinya maju bertarung, tatap
sulit bisa bertahan sampai seratus jurus, sesaat, dia jadi tidak tahu harus berbuat
bagaimana.

Mendadak, terdengar dua suara gerungan yang tertahan, sinar golok mendadak berhenti,
bayangan orang sudah berpisah, dua orang hweesio pesilat tinggi dari kuil Pek-
liong„ sama sama terjatuh duduk diatas lapangan rumput, golok mereka telah berada di
tangan-nya Pek Soh-jiu suami istri.

Wajah hweesio tua jadi merah padam berkata:

"Ilmu silat Sicu berdua hebat sekali, aku mengaku kalah, tapi kuil Pek-liong memang
tempat berkumpulnya para jago, anda berdua jika tidak cepat cepat meninggalkan tempat
ini, mungkin akan sangat menyesal......."

Sorot matanya melirik kearah bangunan mewah, dengan mengeluh dalam sekali, lalu membawa
Bu Can dan Bu Ceng berjalan masuk ke dalam hutan bambu.

Siau Yam membuang golok ditangannya, sambil tertawa berkata:

"Toako, di dalam bangunan mewah itu, mung-kin tersembunyi seorang jago hebat dunia
persilatan, apakah kita perlu melihatnya?"

"Jika sudah masuk ke dalam gunung pusaka, mana mungkin pulang tanpa hasil, jalanlah,
kita pergi melihatnya." Dua orang itu sambil bergandengan berjalan menuju ke bangunan
mewah itu.

Dua daun pintu besar cat hitam tampak tertutup rapat, sebuah papan yang bertuliskan
huruf besar Tee-cui-ki, berwarna kuning mas berkilauan disorot sinar bulan, mereka
berdua ragu-ragu sebentar, berdiri cukup lama, liil a k berani menyentuh dua daun pintu
besar cat hitam itu.

Mendadak ngeek....., sepasang daun pintu itu terbuka sendirinya, mereka berdua saling
berpandangan seka1i, lalu melangkah masuk ke dalam pintu.

Di dalamnya ada satu koridor yang panjangnya kira-kira enam tombak, kedua sisinya ada
beberapa pintu yang tertutup rapat, setelah melewati koridor, ada satu kebun bunga yang
indah, bunganya berwarna warni, ln rium harum yang diantar tiupan angin, dalam
keheningan, tampak sangat tenang sekali.

Melintasi kebun bunga ada sebuah gerbang tanpa pintu berbentuk bulan bulat, dua buah
lentera istana berselayar, bergoyang goyang ditiup angin.

Di dalam gerbang, berdiri seorang nikoh setengah baya berwajah cantik, tubuhnya
langsing, dia melihat sekali pada Pek Soh-jiu dan Siau Yam, dengan kaku berkata:

"Aku Ih-hun, mendapat perintah menyambut tamu agung, Sicu silahkan......" habis bicara
tubuhnya melangkah kesisi pintu, kebutan di tangan pelan diputar, memperagakan posisi
mempersilahkan tamu.

Baru saja Pek Soh-jiu dan Siau Yam akan melangkah, mendadak merasakan satu tenaga
berputar, seperti gelombang datang menerpa, mereka berdua karena tidak waspada,
tubuhnya berhuyung-huyung ditarik oleh tenaga itu, untung saja kepandaian mereka sangat
hebat, walau pun di dalam hati tergetar, tapi tetap dengan santainya bisa melangkah
masuk ke dalam gerbang itu.
Di sudut mulut Ih-hun tampak tersenyum ringan, dia membalikan tubuh mengikuti dari
belakang Siau Yam berkata:

"Majikan ku tinggal di kuil Pek-liong, dalam sepuluh tahun ini sudah banyak tamu yang
ingin bertemu, tapi keadaan seperti kalian berdua, sangat jarang terjadi."

"Majikan anda pasti adalah seorang pesilat tinggi yang hebat sekali." Kata Siau Yam
dengan tawar.

Ih-hun tertawa:

"Sepanjang pengetahuanku, dalam sepuluh tahun terakhir, majikanku belum pernah bertemu
orang yang mampu menahan lima jurus serangannya"

"Jika ada begitu banyak teman persilatan yang datang berkunjung, majikanmu kecuali ilmu
silatnya hebat, mungkin juga adalah seorang wanita yang cantik sekali?"

ih-hun dengan wajah serius berkata:

"Kata-kata Sicu tidak salah, sayang orang-orang yang berkunjung itu, tidak satu pun
bisa keluar dari sini dalam keadaan hidup hidup......"

Siau Yam mendengarnya sampai tertegun, mendadak teringat seorang wanita iblis di dalam
dongeng, tidak tahan hatinya tergerak, berkata:

"Apakah majikan anda itu adalah Hud-bun-it-mo (iblis dari aliran Budha.) Leng-bin-sin-
ni (nikoh bermuka dingin)?"

Baru saja Siau Yam berkata habis, disisi telinga-nya tiba-tiba terdengar "Hemm!"
dingin, suaranya walau pun kecil, tapi seperti guntur, sampai telinga pun berdengung.

Pek Soh-jiu dan Siau Yam sama-sama merasa hatinya tergetar, mereka berdua tahu iblis
wanita yang telah menggemparkan dunia persilatan ini, benar saja bukan orang yang mudah
dihadapi.

Ih-hun tersenyum pada mereka berdua berkata:

"Anda berdua silahkan tunggu disini sebentar, .aku sementara pamit dulu." Tidak
menunggu mereka menjawab, tubuhnya berkelebat menghilang di belakang timi penghalang
angin.

Siau Yam melirik pada tirai penghalang angin itu, dengan wajah yang sangat serius
berbisik:

"Hud-bun-it-mo, wajah dan hatinya dingin, selain ilmu silatnya hebat, hatinya juga
sangat keji, jika kita terpaksa bertarung, maka harus sekuat tenaga menghadapinya."

Dia menghentikan bicaranya sejenak, mengulurkan tangan melepaskan topeng diwajahnya,


berkata lagi:

"Kudengar dia tidak suka terhadap orang yang menyembunyikan wajah aslinya, dia
menganggap sangat tidak menghormati, walau pun kita belum tentu takut pada dia, tapi
lebih baik jangan menimbulkan masalah yang tidak perlu oleh karena hal ini."
Pek Soh-jiu merasa kata-katanya masuk akal, maka dia juga melepaskan topeng diwajahnya,
tapi dengan tertawa lepas berkata:

"Seorang nikoh, pasti tidak akan terlalu keji, mungkin kabar itu tidak benar."

Mereka berdua melewati sekat penghalang angin, tampak sebuah ruangan yang mewah, di
belakang ruangan ditutupi oleh gorden sutra, tercium samar-samar bau harum, menembus
keluar dari celah gorden, seperti tiba di kamar wanita, sama sekali tidak terlihat
suasana tempat pendeta.

Baru saja Pek Soh-jiu tertegun, satu angin lembut dengan pelan menggulung gorden, satu
sinar biru yang lembut dan warna yang sejuk di mata, membuat mata mereka jadi terang.

Ini adalah satu kamar tidur yang sangat mewah, satu tombak lebih diatas ranjang sutra,
duduk seorang nyonya muda yang cantik sekali, wajahnya secantik bunga teratai,
tingkahnya sejernih air di musim gugur, dia memakai baju

nikoh berwarna biru langit, rambut panjang yang halus, terurai diatas bahunya seperti
awan hitam.

Pipinya malah dingin sekali, mengawasi seluruh indranya, juga sulit bisa menemukan
sedikit gambaran perasaan, tapi hal ini tidak bisa menutupi kecantikannya, sebaliknya,
malah membuat orang merasakan kesuciannya, tinggi tidak terjangkau.

Tapi, seorang wanita yang memakai baju nikoh, tapi memelihara rambut panjang yang
halus, sepertinya sedikit mencolok mata orang, yang membuat Pek Soh-jiu keheranan
adalah, Hud-bun-it-mo yang menggempar-kan dunia persilatan ini, kelihatannya sangat
muda sekali, dan wajahnya, hampir persis sama dengan Siau Yam, seperti terbentuk dari
cetakan yang sama saja.

Ketika dia sedang kebingungan memperhatikan, di atas ranjang itu sudah terdengar satu
teriakan dingin:

"Apakah Sicu datang berkunjung karena mendengar nama besar?"

Pek Soh-jiu bersoja membungkuk:

"Aku dengan istriku kebetulan lewat di kuil anda, karena menikmati keindahannya Tee-
cui-ki, sehingga mengejutkan Cianpwee, atas kecerobohannya, mohon dimaalkan."

"Hemm!" nikoh berwajah dingin itu berkata:

"Jika Sicu sudah masuk ke dalam Tee-cui-ki, aku terpaksa menyambut kedatangannya dengan
aturan biasanya," Dia pelan-pelan bangkit berdiri, mengangkat kepala berjalan keluar,
terhadap Pek Soh-jiu dan istri, seperti memandangrendah.

Pek Soh-jiu dan Siau Yam saling pandang sekali, terpaksa mengikuti dia jalan
kepekarangan, dia berhenti dan berkata dingin:

"Aku tidak ingin mengambil keuntungan dari orang muda. kalian berdua majulah bersama-
sama."

Pek Soh-jiu tertegun:


"Aku suami istri tidak pernah bertemu muka dengan Cianpwee, buat apa harus menggunakan
senjata?"

"Jika sudah masuk ke dalam Tee-cui-ki, maka kau harus mengikuti aturannya."

"Kenapa? Cianpwee, walau pun kami telah mengejutkan anda, tapi itu juga tidak begitu
serius sampai harus diselesaikan menggunakan senjata!"

"Sebelum Sicu masuk ke dalam Tee-cui-ki, apakah tidak pernah menyelidik terlebih
dahulu?"

"Aku telah katakan, kami suami istri kebetulan lewat kuil anda...."

"Baik disengaja atau pun tidak disengaja, larangan sepuluh tahun, tidak bisa dibatalkan
oleh kedatangan sehari..."

"Apa larangan Cianpwee itu?"

"Setiap orang yang masuk ke dalam Tee-cui-ki, jika bisa menahan serangan sepuluh
jurusku, boleh bebas meninggalkan tempat ini, jika tidak....."

"Bagaimana?"

"Potong satu lengan, musnahkan ilmu silatnya!"

"Ha...ha...ha....sungguh satu larangan yang kejam, memang tidak salah disebut Hud-bun-
it-mo......"

Terhadap nyonya muda berpakaian nikoh ini, Pek Soh-ciu sudah merasa sangat sebal,
sehingga perkataannya juga jadi tidak mengandung hormat lagi.

Leng-bin-sin-ni menjadi marah dia membentak:

"Bocah yang sombong, aku mau lihat kau berani melanggar masuk ke dalam Tee-cui-ki,
sebenarnya punya kemampuan apa." Tangannya mendadak diulur-kan...

angin pukulan seperti panah dengan tenaga yang lembut, seperti sebuah jaring langit,
menutup ke arah kepala Pek Soh-jiu.

Pek Soh-jiu melihat Leng-bin sinni dengan ringan melayangkan tangannya, tapi tenaganya
terasa sangat dahsyat, hatinya merasa terkejut, namun dia memiliki ilmu dari tiga
aliran, walau pun mendadak bertemu dengan lawan kuat, tetap bisa bersikap tenang,
sekali menggerakan lengannya, pedang Im-cu sudah dicabutnya.

Boom..... dia terdorong mundur beberapa langkah ke belakang, walau pun pedangnya tidak
sampai teriepas dari tangannya, tapi lengan kanannya terasa kesemutan, dia baru
menyadari wanita iblis ini, memang benar ilmu silatnya sangat tinggi.

Tapi Leng-bin-sin-ni juga tidak mendapat keuntungan besar, tubuhnya juga terhuyung-
huyung oleh hawa pedang Pek Soh-jiu, setelah lengan bajunya di kibaskan berturut-turut
dua kali, baru dia bisa menstabilkan dirinya. Sepasang matanya menatap dengan seram,
hemm... berkata lagi:

"Ternyata Sicu adalah muridnya Sin-ciu-sam-coat, tidak aneh berani kurang ajar padaku,
masih ada sembilan jurus, mari kita coba lagi."

Bahunya tidak bergoyang, kaki tidak melangkah, begitu tubuhnya bergoyang, dia sudah
maju tiga kaki, tangannya
memukul, segulung tenaga dalam yang hangat perlahan menekan ke dada Pek Soh-jiu.

Pek Soh-jiu yang melihat gerakan telapak dia walau pun pelan, tapi diam-diam mengandung
jurus mematikan yang tiada taranya, membuat orang seperti minum arak keras, seluruh
tubuh merasa tidak bertenaga, tidak tahan hatinya menjadi dingin. Tapi dia tahu jika
sampai telapak dia mengenai tubuhnya, dia pasti tidak akan selamat, maka dia
mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, pedang ditangan kanan digerakan seperti kilat,
telapak kiri digerakan seperti guntur, dalam satu jurus dia sudah menggunakan jurus
pedang Im-cu, dan juga jurus Kong-hong-sam-si, memaksa Leng-bin-sin-ni mundur.

Wajah Leng-bin-sin-ni berubah, lalu mendengus sekali, berkata lagi:

"Sicu sungguh hebat, bersiaplah kembali."

Dua jurus menyerang tanpa hasil, membuat Leng-bin-sin-ni timbul nafsu membunuhnya,
sepasang telapak tangan segera bergerak bergantian menyerang, pukulannya mengeluarkan
angin keras dan mengeluarkan hawa panas, membuat bajunya Siau Yam yang berdiri satu
tombak lebih ikut berkibar-kibar, wajahnya tampak terkejut.

Ini adalah pertarungan sengit yang belum pernah dialami oleh Pek Soh-jiu, dia harus
mengerahkan seluruh kemampuannya, sekuat tenaga bertahan sampai sembilan jurus, baju
sastrawan yang dipakainya, hampir seluruhnya sudah basah oleh keringat.

Leng-bin-sin-ni sudah mengalami ratusan kali pertarungan, di bawah tangannya yang mulus
itu, entah sudah berapa banyak pesilat tinggi ternama yang telah dia kalahkan, tidak di
sangka Pek Soh-jiu yang begitu muda

malah mampu bertahan sampai sembilan jurus, kejadian ini sungguh membuat dia sangat
terkejut.

Pada jurus yang paling terakhir, dia telah mengerahkan seluruh kemampuannya, puluhan
tahun berlatih silat dengan keras, begitu tenaga telapaknya baru saja keluar, dunia
seperti akan kiamat, seluruh mahluk di bumi, dalam sekejap seluruhnya seperti mati.

Serangan telapak tangan kali ini, sungguh terlalu hebat, Siau Yam yang menonton di
pinggir hatinya pun jadi berdebar keras, dia takut Pek Soh-jiu terluka oleh Leng-bin-
sin-ni, lengan mulusnya diayunkan, tiga titik bintang dingin melepas kearah dadanya
Leng-bin-sin-ni.

Pek-lek-bie-sin-ciam adalah senjata rahasia perguruan Thian-ho yang paling hebat, walau
seorang ahli silat yang manapun begitu mendengar nama jarum lembut ini wajahnya akan
menjadi pucat, kepandaian Leng-bin-sin-ni yang sangat tinggi pun, tetap harus berhati-
hati menghadapinya, jurus yang baru dilakukan setengah jalan, terpaksa di rubah, dia
menurunkan pergrlangan tangannya, memutar tubuh, lengan bajunya digetarkan, tiga buah
Pek-lek-bie-sin-ciam Siau Yam yang sangat dahsyat itu, semua berhasil digulung ke dalam
lengan bajunya, namun karena gerakannya tertahan, Pek Soh jiu jadi bisa menarik nafas,
dia melayang mundur lima langkah, jari tengahnya dijentikan, tak... terdengar suara
ringan, wajah cantik Leng-bin-sin-ni yang dingin itu, tampak berubah menjadi merah.

Ternyata karena Pek Soh-jiu terdesak mengerahkan tenaga dalam, Pouw-ci-sin-kangnya


tidak bisa digerakan dengan sepenuh tenaga, walau pun bisa memecahkan tenaga dalam
pelindung tubuh Leng-bin-sin ni, tapi tenaga luncurnya sudah habis begitu menyentuh
sasarannya, titik sinar itu dengan tepatnya mengenai tempat yang sangat empuk dan
sensitif di bagian dada, hal ini telah membuat

Leng-bin-sin-ni yang menjaga tubuhnya sangat suci itu, tenggelam kedalam perasaan yang
belum pernah dirasakan.

Siau Yam yang melihat jadi gembira, cepat-cepat mengulurkan tangan menarik Pek Soh-jiu,
mereka berdua meloncat kebelakang, dengan beberapa loncatan, mereka melarikan diri
menuju kegelapan malam.

Setelah Mereka berdua mendapatkan kudanya, langsung lari keluar puluhan lie, sampai
terlihat terang diufuk timur, mereka baru bisa merasakan lega, Siau Yam duduk disisi
sebuah pohon, dengan memelas sekali berkata:

"Kau, kau sungguh jahat."

Pek Soh-jiu tertegun berkata:

"Aku jahat? Aneh, aku kapan jahat?"

Siau Yam melirik dia dengan mata putih, katanya:

"Masih berani berkata tidak jahat, kau membawa orang semalaman berlari kesana-kemari,
sampai kulit mata pun menjadi berat tidak bisa dibuka......"

Pek Soh-ciu duduk disebelahnya, dengan lembut memeluk tubuh Siau Yam, berkata:

"Oh gitu, aku punya satu obat mujarab yang bisa memulihkan rasa lelah, sini, aku
berikan padamu!"

Siau Yam mengangkat alis, baru saja mau mengatakan tidak percaya, dua bibir munggil
semerah delima itu sudah disumbat olehnya, benar saja ini resep obat yang mujarab,
semalaman kelelahan, setelah dicium lama, rasa lelahnya jadi tersapu bersih sedikit pun
tidak tersisa, lama... dia baru mendorong Pek Soh-jiu, tubuh menggeliat, rebah dalam
pelukannya berkata:

"Hemm, masih berkata tidak jahat, sedikit lagi jahatnya akan keluar minyak." berhenti
sejenak, berkata lagi, "Hai, Toako, kau tahu Leng-bin-sin-ni, sebenarnya siapa?"

"Tentu saja tahu, jika tidak bagaimana masih bisa disebut seorang Bulim kelas satu?"

"Kalau begitu siapa dia?"

"Hud-bun-it-mo'

"Dan?"

"Leng-bin-sin-ni."

"Omong kosong."

"Kau tahu?"

"Tentu."
"Coba katakan."

"Sepuluh tahun lalu, di dunia persilatan muncul m-orang remaja putri berbaju biru
langit, dia cantik tiada duanya, sehingga tidak tahu sudah memikat berapa banyak laki-
laki, tapi ilmu silatnya sangat tinggi, hatinya malahan dingin sekali juga sangat
kejam, di dalam waktu tidak sampai tiga tahun, para pesilat tinggi dari berbagai
aIiran, entah sudah berapa yang mati atau terluka dibawah sepasang tangannya, kemudian
tidak tahu apa sebabnya, mawar berduri ini malah menghilang. Menjadi murid Budha, tapi
rambut dia dan warna biru langit kesukaannya, tetap menjadi lambang khususnya, dan
wajah dingin hati kejam, kecantikannya, tetap tidak memudar, makanya mendapatkan
julukan Hud-bun-it-mo, Leng-bin-sin-ni, mengenai bagaimana dia menetap di Pek-Iiong,
itu jadi misteri."

Pek Soh-ciu mengeluh:

"Kepandaianku berasal dari tiga keluarga, malah tidak bisa menahan sepuluh jurus
serangannya, tampak ilmu silatnya sungguh susah di ukur, dalam seperti lautan....."

Siau Yam berkata:

"Semenjak leng bin sin ni masuk kedalam dunia persilatan, hampir belum pernah bertemu
dengan lawan seimbang, guruku yang ilmu silatnya sulit diperkirakan, dalam pembicaraan
sehari-harinya, juga sangat memuji dia, Toako bisa menahan sepuluh jurus serangannya,
sudah cukup menggemparkan dunia."

Pek Soh-jiu membalikan tubuh dia berkata:

"Nama Thian-hoTeng dan gurumu juga telah menggemparkan dunia persilatan, dan di dalam
hati semua orang ada rasa ketakutan, ini menjadi teka tekiku, apa sebabnya?"

Siau Yam tertegun:

"hal ini aku sendiri juga tidak jelas......, kita jangan hanya berbincang saja, carilah
makanan untuk mengisi perut."

Pek Soh-jiu melihat Siau Yam tidak mau membicarakan perguruannya, dia tahu pasti ada
hal yang sulit dibicarakan, maka dia tidak banyak tanya lagi, pelan-pelan memapah dia,
baru saja mau naik keatas kuda, mendadak sebuah garis bayangan merah dengan
mengeluarkan suara yang tajam, melesat ke arahnya, bayangan itu berasal dari dalam
sebuah hutan lebat disisi jalan, dengan ringan dia mengangkat lengannya, menangkap
kearah bayangan merah itu, telapak tangannya merasa panas, hampir saja bayangan merah
itu terlepas dari tangannya, cepat-cepat dia melihat kearah telapaknya, telihat sebuah
bendera merah berbentuk segi tiga kecil berwarna merah api.

Ketika dia bengong tidak mengerti, Siau Yam tiba-tiba berteriak terkejut, seperti
melihat ada ular berbisa, wajah cantik yang tadinya kemerah-merahan sekarang malah
menjadi pucat.

Pek Soh-jiu terkejut berkata: "Kenapa? Adik Yam."

Siau Yam tidak menjawab, sepasang matanya, menatap ketakutan ke arah sisi hutan, Pek
Soh-jiu melihat mengikuti arah pandangannya, barulah dia melihat di bawah bayangan
pohon, berdiri tiga orang nona berbaju yang satu ungu yang dua hijau, dan dua nona
berbaju hijau itu, adalah Hu-in dan Cu-soat yang pernah bertemu di Hun-sie, dia
sekarang mengerti, ternyata nona berbaju ungu itu, adalah saudara seperguruannya dari
Thian-ho-leng, dia akan maju ke depan, tapi Siau Yam mencegahnya berkata:

"Toako, kau tunggu disini, biar aku yang bicara dengan dia."

Urusan perguruan orang lain, Pek Soh-jiu tentu saja tidak bisa ikut campur, dia
memberikan bendera segi liga merah pada Siau Yam, lalu berdiri dibawah pohon, menunggu
perkembangannya.

Siau Yam mendatangi nona berbaju ungu, membungkuk menghormat berkata:

"Apa kabar Ji-suci."

Nona berbaju ungu mendengus dingin:

"Sam-sumoi kapan sudah bersuami? Bisa berkelana di dunia persilatan, begitu mesra,
sungguh membuat orang ngiler, tapi segelas arak bahagia pun tidak mengundang Suci
meminumnya?"

Siau Yam berkata tawar:

"Asalkan Ji-suci mau memberi muka, aku pasti mempersembahkannya."

Wajah nona berbaju ungu tiba-tiba menjadi dingin, katanya:

"Aku tidak seberuntung itu, tapi tiga hal yang guru perintahkan padamu, kau pasti sudah
menyelesaikannya, betul?"

Siau Yam dengan gagap berkata:

"Ini......"

"Kenapa, apakah kau sudah melupakan perintah guru?"

"Aku tidak berani."

"Lalu sudah menyelesaikan berapa?"

"Harap Ji-suci bisa memaafkan ketidak mampuanku."

"Kau berani membangkang perintah guru?"

"Aku tidak ada maksud sedikitpun, tapi......"

"Baik, kau ikut aku pergi menghadap guru."

"Dimana guru sekarang?"

"Thian-ciat-leng."

Siau Yam begitu guru tidak keluar gunung, semangatnya naik lagi berkata:

"Aku masih ada urusan yang belum selesai, harap Ji-suci memberi aku waktu beberapa
hari."

Nona berbaju ungu berteriak marah:

"Kau berani menghianati perguruan?"


"Keberanian setinggi langit pun, aku tidak berani melakukan penghianatan pada
perguruan, ucapan Ji-suci terlalu serius."

"Kalau begitu, kau ini bertekad tidak mau ikut bersama-sama aku?"

"Harap Ji-suci memaklumi."

"Baiklah, mengingat sama-sama seperguruan, aku tidak memaksa, tapi kekasihmu ini,
bagaimana pun aku harus membawanya pergi!"

Wajah Siau Yam berubah:

"Harap Ji-suci jangan terlalu memaksa, perbuatanku, nanti pasti akan kutanggung pada
guru untuk menerima hukumannya, tapi masalah hari ini, aku tetap berharap Ji-suci bisa
mengabulkannya."

Nona berbaju ungu tertawa dingin:

"Baik, baik, karena Sam-sumoi sudah berhasil mempelajari seluruh kepandaian guru, kita
kakak beradik bisa saling mengujinya."

Tangan mulusnya langsung diayunkan, segera timbul angin kencang, Pek Soh-jiu yang
berdiri sejauh satu tombak lebih, juga merasakan seperti dilanda oleh tenaga yang
berhawa dingin, tapi Siau Yam sepertinya tidak begitu peduli pada jurus telapak yang
hebat ini, hanya setengah memutar tubuhnya, dia sudah menghindar serangan ini, lengan
kirinya diputar, telapaknya membalas menyerang ke arah tulang iga kiri nona berbaju
ungu.

Nona berbaju ungu mendengus, dia menarik tangannya lalu memotong dengan kuat kearah
perge-langan tangan Siau Yam, kaki kanannya menendang ke alas, diujung

kakinya yang mulus ternyata dipasang besi tajam, menendang kearah dada Siau Yam.

Begitu mereka bertarung dalam sekejap lima puluh jurus lebih sudah lewat, kedua belah
pihak walau pun saling mengerahkan jurus jurus hebat, tapi karena masing-masing pihak
hafal akan ilmu silat lawannya, selalu hanya sekali menyentuh langsung menghindar,
sekali menyerang langsung ditarik kembali, keadaannya sulit bisa menentukan siapa
menang siapa kalah.

Setelah bertarung lama tidak ada hasilnya, nona berbaju ungu seperti sudah tidak
sabaran lagi, mendadak dia merubah jurusnya, setiap jurusnya mengeluar kan gemuruh
angin dan kilat, serangannya sangat dahsyat sekali.

Siau Yam juga mengerahkan seluruh kemampuannya, setiap gerakan sepasang telapak
tangannya, mengeluarkan suara siulan yang memekakan telinga, dua orang kakak beradik
seperguruan ini, ilmu silatnya seimbang, bertarung tidak ada keputusannya.

Dengan satu teriakan keras, pertarungan di lapangan akhirnya berhenti, Pek Soh-jiu
melihat Siau Yam diam berdiri di sisi kiri jalan, baju dibahu kanannya robek, diatas
dadanya yang padat itu, ada titik-titik merah bekas darah, tidak tahan dia jadi
berteriak terkejut, dia meloncat maju, mengangkat lengannya Siau Yam berkata:

"Adik Yam, bagaimana lukamu? Cepat......biar aku lihat."


Wajah Siau Yam, terkilas senyum kebahagiaan, sepasang mata cantiknya sedikit memejam,
dengan lembut menyandar keatas dadanya Pek Soh-jiu berkata:

"Tidak apa-apa, aku hanya terluka ringan, Toako, kita pergi saja."

Pek Soh-jiu berkata baik, sambil memeluk Siau Yam mereka berjalan menuju ke tempat
berhentinya kuda, dia melihat kebelakang pada nona berbaju ungu, terlihat wajah dia
putih pucat, dadanya kembang kempis dengan cepat, luka yang diderita, sepertinya lebih
parah dari pada Siau Yam, mendadak hatinya bergerak, dia melepaskan Siau Yam, sekali
meloncat satu tombak lebih, pada nona baju ungu bersoja:

"Nona......."

Nona berbaju ungu mendadak mengangkat kepala, berkata dingin:

"Apakah kau ingin menghabisi aku? Hemm, walau Giok Ie-ko terluka parah, tapi kau belum
tentu bisa mengambil keuntungan."

Pek Soh-jiu tertawa:

"Aku tidak biasa memukul anjing yang jatuh ke air, nona Giok tidak perlu cemas."

"Hemm, lalu kenapa menghadang jalanku?"

"Aku punya beberapa hal yang tidak mengerti, ingin meminta jawaban dari nona Giok."

"Giok Ie-ko selamanya tidak pernah terima ancaman, anda lebih baik tutup mulut saja."

"Aku memohon dengan hormat, kenapa nona Giok terus menolaknya!"

"Hemm......"

"Guru anda menugaskan istriku tiga hal penting, .

apakah nona Giok bisa beri tahukan apa isinya?"

"Anda bisa tanyakan saja pada istri anda, Giok Ie-ko tidak bisa menjawabnya."

"Istriku tidak berniat mengkhianati perguruannya, nona tanpa penyelidikan terlebih


dulu, malah bertarung dengan sesama perguruan, aku sungguh sangat tidak setuju dengan
nona."

"Masalah perguruanku, orang luar tidak perlu ikut campur, harap anda tahu diri."

"Jika nona Giok bersikeras tidak mau memberi tahukan, aku juga tidak akan bertanya,
tapi, tidak peduli siapa pun, jika berani melukai sehelai rambut istriku, aku pasti
membalasnya sepuluh kali lipat."

"Sungguh bermulut besar, sayang perguruan Thian-ho bukan lawan yang bisa anda takut
takuti!"

Saat ini Siau Yam sudah datang kesamping Pek Soh-jiu, dengan lembut menarik lengan Pek
Soh-jiu berkata:
"Toako! Urusan kita masih banyak, buat apa berkata sia-sia, mari jalan."

Pek Soh-jiu merasakan tangannya Siau Yam, sedikit gemetaran, lalu melihat wajahnya,
tampak sangat gelisah, tidak tahan dia jadi terkejut, katanya:

"Ada apa? Adik Yam! Apakah merasa sakit lukanya?"

"Aku baik-baik saja! Tempat ini tidak baik untuk tinggal lama-lama, lebih baik kita
pergi saja."

"Kenapa? Sam -sumoi tidak mau bertemu dengan Toa-suci, betul tidak?"

Tiba-tiba seorang wanita baju merah, memimpin dua belas laki-laki besar berbaju ketat
melangkah keluar dari dalam hutan, dia menyebut dirinya Toa-suci, pasti adalah Toa-
sucinya Siau Yam. Ditangannya membawa sebuah bendera merah bertiang besi yang
panjangnya sekitar tiga kaki, matanya menyorot sekali pada Pek Soh-jiu, di sudut

mulutnya tampak sebuah senyum dingin mengerikan, kemudian bendera merahnya dikibaskan,
dua belas laki-laki besar yang tangan kiri memegang tameng, tangan kanan memegang
golok, segera mengurung Pek Soh-jiu dan Siau Yam.

Siau Yam menegakan tubuhnya, menghormat sekali pada wanita baju merah berkata:

"Siau Yam menghadap Toa-suci."

Wanita baju merah menjawab yaa sekali berkata:

"Tidak berani, sampai guru pun kau pandang sebelah mata, bagaimana bisa memandang aku."

Siau Yam batuk perlahan, berkata:

"Aku tidak menghianati perguruan, Toa-suci......"

Wanita baju merah mencibirkan bibirnya:

"Kalau begitu tiga hal penting yang diperintah guru padamu, pasti telah berhasil kau
laksanakan!"

"Toaci, kalian berdua terus menerus menekan aku dengan tiga hal penting yang guru
perintahkan padaku, aku tanya pada Toa-suci apakah tahu batas waktu yang di tentukan
guru padaku untuk menyelesai-kan tiga hal penting itu?"

"Aku memang belum pernah mendengar beliau mengatakannya."

"Kalau begitu Toa-suci tidak perlu karena ingin bersenang-senang sesaat, jadi
memperbesar masalahnya."

"Sungguh mulut yang tajam sekali, walau lidahmu bisa berkembang bunga teratai, tetap
saja tidak bisa menghindar dari hukuman menipu guru, dimulut berkata iya tapi
kelakuannya bertentangan!"

"Aku tidak berniat mengambil keuntungan sedikit pun dari bersilat lidah, tapi jika Toa-
suci bersikukuh mengatakannya, terpaksa persilahkan Ji-suci untuk bertanggung jawab
atas memperlambatnya penyelidikan."

Walau wanita baju merah diperintahkan untuk

menyelidiki tingkahnya Siau Yam, tapi tidak berani menanggung tanggung jawab
terlambatnya penyelidikan, maka begitu mendengar ini dia jadi tertegun, lalu dengan
wajah tersenyum berkata:

"Kalau demikian, jadi ini semua salahku, tapi jika tidak perhatikan masalah tidak apa-
apa, begitu memperhatikan masalah maka akan jadi kacau, kata-kataku tadi, semuanya
berniat baik......"

Wanita baju merah mengibaskan lengan mulusnya, dua belas laki-laki besar baju silat,
segera mundur kebelakang dirinya, dia melirik pada Pek Soh-jiu berkata:

"Siauhiap ini......kenapa tidak Sam-sumoi perkenalkan padaku?"

Siau Yam sudah menduga Toa-sucinya pasti akan menanyakan hal ini, dengan tersenyum
tenang berkata:

"Siauhiap ini adalah Ciu-bu muridnya Leng-bin-sin-ni, aku juga baru berkenalan."

Wanita baju merah berkata yaa sekali, sepasang matanya yang besar dan dalam itu,
menatap pada Pek Soh-jiu berkata:

"Ciu Siauhiap ternyata adalah muridnya Leng-bin-sin-ni

.... Wie Pui-hoa sungguh tidak sopan."

Pek Soh-jiu bersifat sombong dan kaku, juga tidak biasa berbohong, apa lagi terhadap
wanita cantik yang tidak dikenal, lebih-lebih merasa canggung.

Siau Yam melihat Pek Soh-jiu terdesak malu, cepat-cepat mewakili menjawab:

"Ciu Siauhiap baru berkelana ke dunia persilatan, tidak pandai bicara, harap Toa-suci
memakluminya."

Saat ini Giok Ie-ko sudah selesai mengobati lukanya dia mendengus padd,Wie Pui-hoa
berkata:

"Aku tadi pernah melihat bocah Yam dengan bocah itu......hemm, sangat menggelikan
membuat orang ingin muntah......."

Wie Pui-hoa mendadak membelalakan matanya, di sudut mulutnya tampak senyum dingin penuh
siasat berkata:

"Apa jawaban Sam-sumoi terhadap ini?"

Wajah Siau Yam berubah berkata:

"Guru mengutus aku berkelana ke dunia persilatan, tidak membatasi tingkah laku
pribadiku, terhadap masalah ini aku tidak ingin membahasnya lebih lanjut."

Wie Pui-hoa berkata dingin:

"Guru perintahkan aku menyelidiki para murid perguruan kita, boleh melakukan tindakan
apapun, jika Sam-sumoi tidak mau menjelaskannya, aku terpaksa persilahkan Ciu Siauhiap
datang ke Thian-ciat-leng."
"Toa-suci mempersulit orang saja, maaf aku tidak bisa menerimanya."

Wie Pui-hoa berteriak lalu berkata:

"Perintah Thian-ho sekali keluar, seperti guru sendiri yang datang, jika Sam-sumoi
berani tidak memandang perintah bendera dari perguruan, maka maafkan aku jika tidak
pedulikan hubungan kita sebagai saudara

seperguruan." Perkataannya belum habis, mendadak dia maju dua langkah, lengan kanannya
diayunkan, sebuah sinar merah yang menyilaukan mata, secepat kilat menggulung kearah
dada Siau Yam.

Dalam hati Siau Yam tahu masalah hari ini, pasti tidak akan bisa diselesaikan baik-
baik, untungnya bukan gurunya sendiri yang datang, jika dia dengan suaminya bersama-
sama menghadapi, mungkin bisa lolos dari maut, saat melihat Wie Pui-hoa menyerang
dengan gulungan bendera, segera dia menyabetkan pedang panjangnya, dengan cepat
menyerang kearah jalan darah Kut-cie, Kiam-keng, Hian-ki, Hu-tiong.

Tapi Wie Pui-hoa adalah murid pertama dari Thian-ho-leng, murid kesayangannya Ang-kun-
giok-hui, di dunia persilatan orang yang dapat menandinginya hanya bisa di hitung jari,
walau Siau Yam satu perguruan dengan dia, tetap saja merasa kewalahan menghadapinya,
tapi dia sudah tidak pedulikan lagi hidup atau mati, demi cintanya yang abadi, akibat
apa pun yang terjadi, dia tidak akan ragu ragu lagi, dia sudah jelas tahu ilmu silat
Wie Pui-hoa lebih tinggi darinya, makanya begitu menyerang, dia langsung menggunakan
jurus nekad biar sama-sama terluka.

"He...he...he!" Wie Pui-hoa tertawa dingin berkata,

"Kenapa Sam-sumoi! Suci hanya mewakili guru memberi pelajaran padamu, kau malah
bertarung mati matian! Kita kakak beradik, tidak perlu bertarung mengadu nyawa."

Dimulutnya bicara enteng, tapi jurusnya sangat keji sekali, benderanya menyerang malang
melintang, setiap jurusnya adalah jurus mematikan, hanya terlihat beribu-ribu bayangan
bendera, angin pukulannya bergerak ke segala penjuru, dengan tekanan sebesar gunung
dari empat penjuru menyerang kearah Siau Yam.

Dalam hati Siau Yam tahu bendera Thian-ho di tangan Wie Pui-hoa, adalah senjata
terhebat perguruan yang dikagumi di dunia persilatan, bukan hanya jurusnya saja yang
banyak tipuan, tiang benderanya juga terbuat dari baja murni berumur ribuan tahun,
walau pun ditangannya ada golok pusaka, jangan harap bisa merusakannya, selain itu
benderanya telah diolesi racun. asalkan terkena sedikit saja, meski tenaga dalamnya
lebih tinggi pun akan sia-sia, tapi saat ini dia seperti anak panah sudah ditarik
diatas busur, mau tidak mau harus dilepaskan, terpaksa dia mengerahkan seluruh
kemampuannya, mencari celah menghindar serangan utama, sebisanya bertahan, Pek Soh-jiu
melihat keadaannya menjadi gelisah, dia berteriak keras, menerjang maju ke arah Wie
Pui-hoa, tapi Giok Ie-ko hanya tertawa dingin, dia menghadang Pek Soh-jiu dan berkata:

"Ji-ie-sin-kang (tenaga sakti dua penampilan) nya Leng-bin-sin-ni, adalah salah satu
ilmu silat misterius dunia persilatan, Giok Ie-ko ingin mencoba beberapa jurus dari Ciu
Siauhiap, supaya aku bisa menambah pengalaman."

Pek Soh-jiu tidak mau bicara banyak lagi, dia mengangkat alisnya, telapak kanan
melancarkan jurus Hong-kan-wie-lauw (Angin menggetarkan loteng), sebuah jurus mematikan
yang dahasyat dari tiga jurus Kong-hong-sam-si, telah menerjang ke arah dadanya Giok
le-ko, hati Giok Ie-ko tergetar, kakinya cepat-cepat menjejak, tubuh direbahkan,
akhirnya dia dapat menghindar dari serangan yang dahsyat ini, tapi wajahnya, tampak
berubah jadi ketakutan.

Mendadak, terdengar suara ssst.....ssst.... berkali kali dari empat penjuru arah, di
lapangan pertarungan lelah muncul banyak sekali pesilat tinggi yang bertopeng hitam,
membuat

lapangan pertarungan yang penuh hawa kematian ini, bertambah selapis hawa setan yang
dingin mengerikan.

Pohon dan rumput bergoyang tanpa ada angin, sepuluh lebih orang yang bertopeng dengan
membawa kotak besi hitam, pelan-pelan mendesak ke medan pertarungan.

Pek Soh-jiu dan istri serta dua murid dari perguruan Thian-ho, semuanya terkejut oleh
perubahan yang terjadi ini, beberapa saat kemudian Wie Pui-hoa berteriak dan berkata
dingin:

"Apa maksud kedatangan kalian?"

Disaat ini dari belakang pohon keluar seorang bertopeng yang bertubuh tinggi besar,
sepasang matanya yang seperti bintang dingin, menyapu ke seluruh lapangan, lalu
berkata:

"Maaf, nona! Jika kau berkenan, boleh tidak usah melibatkan diri."

Wie Pui-hoa mencibirkan bibirnya:

"Begitu muncul Thian-ho, dunia persilatan menyembahnya, anda berani sekali menyuruh aku
jangan melibatkan diri, keberaniannya sungguh besar sekali."

Orang bertopeng itu berkata lagi pada Wie Pui-hoa dengan menggunakan ilmu penghantar
suara, lalu tertawa berkata:

"Pergilah nona! Di dalam radius seratus li ini, sudah tidak ada satu tempat pun yang
aman, sekali kami melakukan serangan, maka tidak terhindar akan mengejutkan anda!"

Wie Pui-hoa memutar matanya, lalu berkata: "Baik!", dan pada Siau Yam sambil menekan
wajahnya berkata,

"Sejarah akan kembali terulang, bocah Yam! Ikutlah

dengan Suci baru kau dapat menyelamat-kan nyawa kecilmu, dengarlah kata-kataku,
kemarilah."

Siau Yam tertawa keras sambil mengangkat kepalanya berkata:

"Sejarah akan terulang kembali sungguh bagus... terima kasih Toa-suci, aku berniat
menghadapi para pesilat tinggi ini."

Wie Pui-hoa sedikit tertegun berkata: "Jika Sam-sumoi berkepala batu seperti ini, kek,
Suci jadi sulit membantu."
Dia melihat pada Siau Yam dengan perasaan sayang, lalu membalikan tubuh pergi, membawa
para anak buahnya.

Setelah orang-orang Thian-ho-leng meninggalkan tempat, Siau Yam tahu orang-orang


bertopeng ini segera akan melakukan serangan, pada Pek Soh-jiu yang sedang mengerutkan
alisnya dia berbisik:

"Toako! Para bangsat ini mengerahkan banyak orang, bertekat menangkap kita, kekuatan
kita terbatas, sepertinya tidak baik bertarung dengan mereka......"

Kejadian berdarah perumahan Leng-in dulu, sudah membuat Pek Soh-jiu marah sekali, pada
saat ini, sekarang, bagaimana dia mau mendengar analisanya Siau Yam, diiringi sebuah
teriakan marah yang seperti guntur di musim semi, sinar pedang seperti bintang dingin
yang melayang di langit, dengan gerakan tubuh yang cepatnya sulit dibayangkan, dia
menerjang ke arah orang bertopeng yang tubuhnya tinggi besar itu.

Siau Yam terkejut sekali, dia cepat-cepat mengejarnya, sepasang telapaknya diayun-
ayunkan, sinar perak berkelebat, Pek-lek-bie-sin-ciam yang halus yang jumlahnya tidak
terhitung, di bawah serangan seluruh tenaganya,

menyerang ke arah menusia bertopeng yang di tangannya memegang Ngo-tok-tui-hun-cian.

Orang-orang bertopeng yang ada dilapangan, semua perhatiannya sedang tertuju pada Pek
Soh-jiu, tidak menduga Siau Yam bisa menyerang lebih dulu, dua genggam senjata rahasia
dari Thian-ho-leng, seperti hujan angin tiba-tiba datang menyerang, sepuluh lebih orang
bertopeng yang memegang kotak besi, dalam sekejap sudah jatuh setengahnya, beberapa
yang tersisa juga ketakutan sampai bengong, wajahnya menjadi pucat tidak berdarah.

Beberapa kejadian ini waktunya sangat singkat, saat mereka sadar kembali, Pek Soh-jiu
sudah menerjang sampai di depan orang bertopeng yang rubuhnya tinggi besar, dendam
kematian ayah terus terbayang, api amarah di dalam dada, membuat dia lupa akan kesela-
matan dirinya.

Hawa pedangnya sedang membelah angin, tenaga yang seperti golok menerjang kearah dada
orang bertopeng itu, terjangan pedang yang amat dahsyat ini, sepertinya membuat angin
dan awan berubah drastis, langit dan bumi seperti kehilangan warna.

Tapi ilmu silatnya salah seorang bertopeng itu, tidak kalah dengan seorang ahli silat
biasa, meski terkejut sampai hati berdebar oleh kedahsyatannya serangan Pek Soh-jiu.

Tapi bagaimana pun juga dia adalah seorang penjahat besar, akhirnya dia bisa juga
menggerakan senjatanya, sebuah Kui-jiu (Tangan setan) berhasil menahan tekanan dahsyat
hawa pedangnya Pek Soh-jiu, setelah

mementahkan hawa pedang yang seperti dahsayat seperti gunung runtuh itu, lalu dia
mencoba menotok kearah jalan darah Pek Soh-jiu.

Pek Soh-jiu bersiul rendah, mendadak dia melangkah miring dua langkah, pedangnya
dipindah-kan ketangan kiri,

pergelangan tangan kanannya digetarkan, sebuah Hong-ie (Bulu burung hong) yang
panjangnya tiga kaki, dengan gerakan Loan-tian-huanyang (burung sembarang menghitung)
menerjang keluar, bersamaan itu tangan kirinya diayunkan, sinar perak berkelebat
miring, dengan tangan kiri memegang pedang, tangan kanan memegang bulu, dia mengerah-
kan dua macam ilmu silat yang menggemparkan dunia persilatan, segera menekan orang
bertopeng, hingga masuk ke dalam keadaan bahaya.

Mendadak, ssst...ssst...ssst, di dalam teriakan, berturut-turut meloncat keluar lima


orang bertopeng, sinar golok berkilat-kilat, bersamaan menyerang dengan dahsyat pada
Pek Soh-ciu. Siau Yam yang melihat jadi gelisah, dia tidak bisa lagi mengawasi orang-
orang bertopeng yang memegang Ngo-tok-tui-hun-cian, mulutnya berteriak keras:

"Bangsat, beraninya hanya main keroyokan, kalian tahu malu tidak!" pedang digetarkan,
masing masing menyerang titik kematiannya tiga orang bertopeng.

Orang bertopeng yang bertarung dengan Pek Soh-jiu, mendadak mengeluarkan siulan aneh,
jurus Kui-jiu nya berubah, menyesuaikan dengan serangan dua orang lainnya, kembali
mengambil alih posisi diatas angin.

Siau Yam jadi bertarung dengan tiga orang bertopeng, dia bergerak santai mengayunkan
pedang-nya, tapi ketika dia melirik kearah Pek Soh-jiu, tidak tahan hatinya jadi
tergetar.

Saat ini yang mengeroyok Pek Soh-jiu adalah tiga orang bertopeng, jurus-jurus mereka
tampak sangat hebat, sepertinya ilmu silat mereka diatas latihan puluhan tahun.

Setelah melihat lagi bayangan orang disekeliling, mereka ini sungguh-sungguh adalah
para pesilat tinggi yang banyaknya sulit dihitung, menebar di dalam radius puluhan

lie, ada yang terang-terangan ada yang menggelap, kelihatannya peristiwa perumahan
Leng-in akan terulang kembali, keadaannya malah lebih berbahaya melebihi waktu itu.

Satu aliran hawa dingin, masuk kearah hatinya, dia sadar, ini bukanlah permusuhan dunia
persilatan yang biasa, tapi sebuah siasat busuk menakutkan yang bisa berhenti jika ada
satu pihak yang mati.

Maka, dia tidak berharap lagi bisa beruntung lolos, mendadak dia menghimpun hawa
murninya, pedang panjangnya tambah bersinar menyilaukan mata, dengan sebelah tangan dia
membuat lubang di dada dua orang bertopeng sampai tergeletak mati diatas tanah, lalu
dia mengayunkan telapak kirinya, seorang bertopeng lagi mati terkena serangan Pek-lek-
bie-sin-ciam.

Begitu dia bergerak, berturut-turut telah membunuh tiga orang pesilat tinggi lawan,
tapi dia bukan saja tidak bisa berkumpul dengan Pek Soh-jiu, malah telah dikepung oleh
lautan manusia.

Keadaannya Pek Soh-jiu lebih bahaya dari pada Siau Yam, tiga orang bertopeng yang
mengeroyok dia, semuanya berilmu sangat tinggi, apalagi orang bertopeng yang tubuhnya
tinggi besar, ilmu silatnya sangat hebat, tiga orang itu berkerja sama dengan baik
sekali, sedikit celah pun tidak ada.

Matahari sudah merah miring ke barat, waktu-nya telah lewat tengah hari, di lapangan
gunung liar ini, tetap tertutup oleh bau amis darah yang kejam. Siau Yam sedang
bertahan sekuat tenaga, walau setiap gerakan pedangnya, tentu membuat darah dan daging
berterbangan, tapi para orang bertopeng makin bertambah terus, membuat tetap bertahan
dengan lautan menusia yang menakutkan.

Mendadak, sebuah teriakan yang menakutkan terdengar, hati Siau Yam tergetar, dia tahu
Pek Soh-jiu sudah terluka, maka dia berteriak keras, segenggam Pek-lek-bie-sin-ciam
segera dilepaskan, sepasang kakinya menjejak, pinggang langsingnya diputar, tubuhnya
meloncat ke atas, menerjang kearah para orang ber topeng yang mengeroyok Pek Soh-jiu.

Ternyata tiga orang pesilat bertopeng yang mengeroyok Pek Soh-jiu, dengan posisi tiga
lawan satu, masih tetap tidak bisa mengambil keuntungan.

Mereka lalu memberi isyarat gelap, mendadak

menyerang satu jurus, kemudian tubuhnya dengan cepat mundur kebelakang satu tombak
lebih, bersamaan itu terdengar suara ringan, pang.....panah beracun secepat kilat
menyerang ke arah punggung belakangnya Pek Soh-jiu.

Pek Soh-jiu terkejut, lengan kirinya bergerak, pedang panjangnya mengeluarkan hawa
pedang yang amat kuat, menyapu kearah panah beracun itu, bersamaan kaki menghentak,
cepat laksana kilat Hong-ie nya digetarkan, menotok kearah dada orang ber-topeng yang
menggunakan golok yang berada di sebelah kiri.

Gerakan dia sangat cepat sekali, orang bertopeng itu sama sekali tidak menduga dalam
ancaman serangan panah beracun, dia masih mampu membalas serangan, maka segera
terdengar satu jeritan mengerikan, Hong-ie di tangan Pek Soh-ciu telah menembus
dadanya, namun lengan kiri dia pun terasa sakit yang amat sangat, traang.......pedang
panjangnya dijatuhkan di atas batu gunung, di dalam hati dia tahu lengan kirinya telah
terluka oleh panah beracun, cepat-cepat dia menotok jalan darah Jang-koan-hiat di
lengan kiri, menghambat aliran racunnya, lalu membelitkan Hong-ie dipinggang, dengan
cepat mengeluarkan Pouw-

long-tui dari dalam dadanya, mulutnya bersiul panjang, menerjang kearah orang-orang
bertopeng.

Sinar hitam tampak bergulung-gulung seperti naga bermain, dia menyapu melintang memukul
lurus, berkelebat di seluruh lapangan, Pouw-long-tui nya menimbulkan suara guntur dan
hawa panas, mematahkan kaki tangan lawan, membuat daerah yang berbau amis darah ini,
lebih mengerikan seratus kali dari pada neraka.

Orang-orang bertopeng jadi ketakutan, di bawah sapuan Pouw-long-tui, mereka pontang


panting melarikan diri ke dalam hutan, maka pertarungan sengit pun berakhir, tapi
meninggalkan keadaan yang mengerikan..

0-0dw0-0

BAB 6

Dibawah telapak tangan raja neraka

Diantara celah rumput gunung liar, tergeletak mayat-mayat tanpa kaki atau tangan, darah
berceceran dimana-mana, dalam sinar sore sangat mencolok mata dan mengerikan, namun, di
dalam lapangan liar yang mengerikan ini, malah berdiri sepasang remaja yang seluruh
rubuhnya penuh dengan bercak darah, mereka adalah Pek Soh-jiu dan Siau Yam yang baru
lolos dari pertarungan berdarah.
Dengan sepasang mata Pek Soh-jiu yang merah

membara, dia melihat pada mayat-mayat yang

bergelimpangan cacat itu, dia tertawa keras memekikan telinga dan memilukan:

"Rumah hancur......orang mati......Leng-in meninggalkan kebencian!


Ha...ha...ha...kalian tidak melepaskan aku, bagaimana aku bisa melepaskan kalian para
bangsat keji ini!

Ha...ha......"

Dua sorot mata selembut air dimusim semi, diiringi dengan suara merdu yang mesra tapi
ketakutan, memanggil-manggil disisi telinganya:

"Toako! Lengan kirimu sudah terluka oleh panah beracun, sama sekali tidak boleh emosi,
mari, makan dulu obat ini."

Tapi dendam baru dan lama, kepedihan di dalam hati, kenyataan yang kejam berdarah ini,
hampir membuat dia tidak bisa mengendalikan diri, lama......dia baru bisa tenang,
memandang ke gunung yang jauh, dengan sedih dan mengeluh berkata:

"Adik Yam! Aku......hanya, merepotkan kau......"

Siau Yam mengangkat alis:

"Kata-kata apa ini! Toako! Kau lupa kita ini adalah suami istri?"

"Benar, adik Yam! Lautan mengering batu melepuh, cinta kita tidak berubah, tapi... para
bangsat ini menyiapkan jebakan dalam radius seratus lie, ditambah aku sudah terluka
panah beracun, perjalanan kita... haai......"

"Jangan putus asa! Para bangsat yang menyiapkan jebakan dalam seratus lie, belum tentu
bisa menahan kita, tapi racun dari Toan-hun-cauww, jaman sekarang, hanya guruku dan
ketua Kai-pang sesat Cu Kwan-cing yang punya obat penawarnya, kita pergi saja ke Thian-
ciat leng mengadu nasib, bagaimana?"

"Haai, adik Yam! Demi aku, kau sudah menjadi murid yang berkhianat pada guru, pergi ke
Thian-ciat-leng, bukankah itu sama dengan menyerahkan diri!"

"Kalau begitu......kita cari saja Cu Kwan-cing......."

"Dunia begitu luas, tidak mudah mencari orang, tapi kau tidak perlu gelisah, untuk
mengobati racun Toan-hun-cauww, masih ada satu cara yang aneh!"

"Cara apa itu? Cepat katakan."

"Ini......haai......"

"Kau ini kenapa? Kak! Apakah......apakah terhadap aku pun merahasiakannya!"

"Kau jangan salah paham, adik Yam, sebenarnya cara itu......cara itu......"

"Katakan! Kita suami istri apakah masih harus ada pertimbangan."


Pek Soh-jiu terdiam sejenak berkata:

"Sebenarnya cara aneh itu kau juga sudah tahu, aku pernah terkena panah beracun yang
dilakukan oleh Pek Kuo taysu dari Siauw-lim, kemudian meloncat ke dalam Huang-ho,
baru......"

Wajah Siau Yam jadi merah, perlahan merebahkah diri pada Pek Soh-jiu berkata:

"Toako! cepat kita cari air, bagaimana pun......aku ini istrimu......"

Demi untuk bisa lolos dari kepungan seratus lie, demi melawan musuh kuat yang akan
dihadapi, mengobati racun Toan-hun-cauww, adalah hal yang tidak bisa ditunda, maka
mereka berdua di dalam kegelapan malam segera menuju arah Sin-an-kang di tenggara.

Siau Yam mendadak menghentikan langkah berkata:

"Toako, cara ini kurang baik......"

Pek Soh-jiu merasa aneh:

"Apanya yang kurang baik? Adik Yam."

"Musuh telah membuat jebakan dimana-mana, dengan dadanan seperti kita ini, bagaimana
bisa mengelabui mata mereka!"

Pek Soh-jiu melihat pada mayat mayat diatas tanah dan berkata:

"Tidak salah, kita pinjam saja baju mereka untuk digunakan."

Mereka berdua memilih baju yang pas untuk tubuh mereka, lalu menutup wajah dengan
topeng hitam, dengan baju berkibar-kibar mereka bergandengan berlari cepat, ketika
kentongan dua berbunyi, akhirnya mereka tiba di tepi Sin-an-kang, Pek Soh-jiu segera
melepaskan seluruh bajunya, dengan bertelanjang bulat masuk ke dalam air, Siau Yam
sendiri duduk di atas gunung kecil yang ada di pinggir sungai, mengawasi sekeliling,
menjadi penjaganya.

Kira-kira lewat dua jam lebih, Pek Soh-jiu merasakan timbul panas di Tan-tian, dia tahu
racun telah bereaksi, sepasang tangan mendayung air, berenang kearah tepi pantai.

Mendadak......

"Pakailah bajumu, binatang kecil." terdengar teriakan merdu, seperti geledek di siang
hari, hati Pek Soh-jiu tergetar, dengan cepat menenggelamkan kembali tubuhnya ke dalam
air, setelah beberapa saat, pelan pelan dia memunculkan kepalanya ke atas permukaan
air, terlihat seorang wanita yang sangat cantik berbaju biru langit,

berdiri dibawah sinar bulan, melihat dari baju dan suaranya, tentu saja tidak salah
lagi dia adalah Hud-bun-it-mo Leng-bin-sin-ni yang tinggal di kuil Pek-liong, tapi
pakaian yang dia pakai sekarang ada pakaian yang ketat, pakaian wanita yang sangat
seksi, apakah Sin-ni yang namanya menggemparkan dunia persilatan ini, malah seorang
yang tidak bisa mensucikan diri.

Tidak peduli wanita cantik ini betul atau bukan Leng-bin-sin-ni, dia tidak bisa terus
menerus merendam dirinya di dalam air seperti ini, untungnya dia menghadap dengan
punggungnya, walau keadaannya serba salah, tapi tidak terlalu memalukan; sehingga diam
diam dia naik kepantai, dengan gerakan yang paling cepat, dia memakai bajunya.

Saat ini... sesungguhnya tidak perlu tahu siapakah wanita ini, tubuhnya berkelebat,
langsung berlari ke arah gunung tempat Siau Yam berjaga.

"Ingin pergi? Hemm tidak segampang itu!" bayangan orang berkelebat, wanita yang berbaju
biru langit itu, telah menghadang di depan jalannya.

Dia melirik pada wajah yang kecantikannya membuat hati orang berdebar, dinginnya
membuat hari orang kedinginan, lalu dengan mengepalkan sepasang telapaknya berkata:

"Pek Soh-jiu menghormat Cianpwee."

Wanita yang berpakaian baju manusia biasa ini, memang betul Hud-bun-it-mo yang ternama
di dunia persilatan, dengan wajah dan hatinya yang dingin, dan tindakannya yang kejam,
dia mendengus sekali berkata:

"Jangan pura-pura, menyeranglah!"

Pek Soh-jiu bengong sebentar, lalu berkata:

"Kita ini tidak ada permusuhan dan juga tidak ada dendam, apa maksud Cianpwee ini?"

Leng-bin-sin-ni berteriak marah berkata:

"Jangan pura pura bodoh, orang she Pek, jika kau tidak menyerang, nonamu terpaksa
menghabisimu!"

Pek Soh-jiu sedikit tertegun, mendadak tertawa terbahak-bahak. Seorang Sin-ni yang
termasyur di dunia persilatan, malah memakai baju orang biasa yang seksi memikat,
menyebut dirinya sendiri nona, tentu saja ini adalah hal yang aneh juga sangat
menggelikan, tetapi tertawa kerasnya mengakibatkan dua akibat yang berbeda, Leng-bin-
sin-ni memang mengira dia melecehkan dirinya, dari sorot matanya timbul hawa mem-bunuh,
padahal yang paling parah adalah dirinya sendiri, tadinya di dalam Tan-tian nya, sudah
terasa ada gulungan hawa yang membara, karena dia menghormati Leng-bin-sin-ni sebagai
seorang Lo-cianpwee dunia persilatan, sehingga dia memaksakan diri menahan.

siapa tahu setelah tertawa keras beberapa saat, hawa panasnya jadi meluap, dia seperti
Huang-ho yang bobol tanggulnya, sekali menerjang seribu lie, membentuk satu situasi
yang tidak bisa dikendalikan.

Di dalam tenggorokannya mengeluarkan suara auman, sepasang mata yang merah bersinar,
menatap tajam bagian tubuh Leng-bin-sin-ni yang memikat itu, sepasang kakinya sedang
bergerak, setiap langkah seperti godam memukul tanah, membuat sisi sungai juga bergetar
pelan.

Wajahnya sangat mengejutkan orang, sampai Leng-bin-sin-ni yang namanya menggemparkan


dunia persilatan, juga sampai tergetar mundur beberapa langkah oleh wajahnya yang kasar
seperti binatang buas ini.

Kembali terdengar teriakan rendah, dia meloncat menerjang, sepasang tangannya terbuka
lebar, menangkap kearah dada Leng-bin-sin-ni.
"Binatang! Kau berani......"

Leng-bin-sin-ni dalam teriakannya dapat menghindar dari tangkapannya, lengannya cepat


dikibaskan, Ji-ie-sin-kangnya dikerahkan keluar dari tangannya, tapi tenaga dalam Pek
Soh-jiu, seperti bertambah dua kali lipat lebih tinggi dari biasanya, Ji-ie-sin-kang
adalah salah satu ilmu hebat dunia persilatan, jika di kerahkan lawan akan seperti
memukul kapas, hingga tidak bisa mengeluarkan tenaga.

Mereka melakukan pertarungan yang sangat sengit sekali, kedua belah pihak menggunakan
jurus jurus mematikan, setiap jurus diarahkan ketitik yang mematikan, setelah lewat
seratus jururs, Leng-bin-sin-ni jadi merasa gentar sendiri, dia tidak mengerti remaja
tampan yang memikat ini, kenapa bisa berhasil melatih tubuhnya menjadi begitu kuat
hingga tidak bisa terluka? Sudah beberapa kali telapaknya yang mampu menghancurkan batu
itu, mengenai tubuhnya, tapi dia seperti tidak merasakan kesakitan, kedahsyatan
menyerangnya, malah semakin menjadi-jadi.

Akhirnya, Leng-bin-sin-ni sedikit lengah, bretttt.. baju di depan dadanya sudah dirobek
oleh lawannya.

Seorang wanita aneh yang amat suci, kesucian seumur hidupnya, malah berantakan hanya
dalam sehari, ini adalah penghinaan yang sulit di terima, walau pun di cuci menggunakan
seluruh air See-kang, dia jadi tertegun, tapi tubuh nya yang memikat itu, di saat dia
tertegun ini, telah di peluk oleh Pek Soh-jiu, sambil tertawa terbahak, dia berlarian,
menelusuri pantai lari ke dalam hutan.

Leng-bin-sin-ni benci sekali pada orang yang sombong ini, jari telunjuk dan tengah
tangan kanannya dirapatkan, dengan kuat ditatokan kearah titik saluran kematian di
belakang tubuh Pek Soh-jiu, tenaga dalam dia belum hilang, jalan darahnya juga tidak
ditotok oleh Pek Soh-ciu, jika membiarkan dua jarinya menotok, walau Pek Soh-jiu adalah
seorang Kim-kong (pengawal Budha), juga tidak mungkin bisa lolos dari kematian, namun
baru saja jarinya mau keluar, segera ditarik kembali olehnya, akhirnya, dia
mengeluarkan keluhan tanpa suara, matanya yang cantik perlahan dipejamkan, disudut
matanya mengalir dua tetes air mata seputih giok putih.

Dia melepaskan pertahanannya, Pek Soh-jiu yang telah lewat dari pintu neraka, dia tetap
tidak tahu menahu, hanya dengan kecepatan semampunya, dia berlari ke dalam hutan yang
gelap itu.

Kemudian Pek Soh-ciu merebahkannya diatas lapangan rumput, sepasang tangannya dengan
liar bergerak kesana-kemari, membuat Leng-bin-sin-ni berubah menjadi seorang manusia
purba yang seutas benang pun tidak ada yang menempel....

"Orang she Pek, kau...... jika...... tidak bertanggung jawab terhadap perbuatanmu, aku
jadi setan pun tidak akan mengampunimu."

"Apa....? Kau.....ini siapa?"

"Nama ku Hun-ni, dulu adalah Leng-bin-sin-ni, haai, kau belum tahu nama dan she ku,
apakah kau juga tidak mengenal orangnya? Masalahnya sudah sampai begini, kau......kau
masih mau menerangkan apa?"

"Tidak, Cianpwee......nona Hun, aku salah lihat, kukira......keek, kau adalah istri
ku....... sungguh......maaf sekali......"
Mendengar nama yang terasa asing, mendadak Pek Soh-ciu jadi tersadar, walau gulungan
hawa panas di dalam Tan-tiannya masih belum habis, bagaimana pun dia tidak bisa setelah
berbuat dosa, terus menerus berbuat dosa terhadap seorang wanita melakukan perbuatan
memaksa, dia segera membalikan tubuh meloncat lalu berlari menembus hutan, dengan hati
penuh penyesalan, dia berlari menuju tempat Siau Yam berjaga.

Dia mengira dirinya sudah berhasil menahan dirinya, setelah melakukan kesalahan, tidak
melakukan kesalahan lainnya, mana dia bisa tahu, ketika malam hari itu dia masuk ke
dalam kuil Pek-liong, dengan menggunakan Pouw-ci-sin-kang tanpa sengaja jarinya
menyentuh tempat yang paling sensitifnya dari tubuh Leng-bin-sin-ni, kejadian ini sudah
menjadi satu penyebab munculnya masalah, apa lagi ketika seorang wanita yang merasa
dirinya sangat suci, telah mengalami kekerasan seksual, telah telanjang bulat di depan
mata tanpa berusaha melawan, dan dengan suka rela menyerahkan diri, itu artinya cinta
sudah tertanam dalam, kuat tanpa bisa dicabut lagi, sekali dia menahan diri tidak
melakukannya, penghinaan yang diberikan padanya jadi sulit bisa dilukiskan oleh kata-
kata, dalam sekejap mata, dia seperti sebuah tubuh yang kehilangan jiwanya, air matanya
mengalir deras seperti mata air, dirinya telah kehilangan semangatnya.

Malam, pelan-pelan menghilang, sinar matahari, menembus masuk dari celah-celah pohon.
Leng-bin-sin-ni terbayang kejadian semalam, Pek Soh-ciu dengan bernafsunya melakukan
segala sesuatu, juga mencium tubuh yang seperti minyak kambing. Dia membuka kulit
matanya, matanya yang cantik yang mengandung api kemarahan yang tidak terhingga,
menyemburkan hawa pembunuhan yang dahsyat, lama... hutan yang tenang ini,

telah ditutupi oleh teriak kesedihan yang menyeramkan, lalu teriakan itu menjauh,
bayangan biru bergerak seperti kilat, nona Hun-ni yang telah terhina itu, seperti asap
tipis menggulung ke arah pantai.

Pagi hari tampak tenang sekali, hanya aliran kali sedang berbisik tanpa suara, tapi
siapa yang bisa mengatakan dunia yang indah ini, diam-diam menyembunyikan kepedihan
yang mendalam!

Dia, Leng-bin-sin-ni yang suci, sombong, percaya diri, tadinya mengira laki-laki di
seluruh dunia ini seperti tanah busuk, sampai sekarang dia sulit mendapatkan seorang
yang pantas untuk dijadikan suami, dia membunuh semua laki-laki yang datang melamarnya,
dia tinggal di dalam kuil supaya bisa tenang, tidak di duga takdir mempermainkan
manusia, dia malah menemukan sebutir bintang meteor, tentu saja, ketampanan Pek Soh-
jiu, memang setampan Song-ih, yang paling memikat hati wanita, adalah karismanya yang
sulit digambarkan.

Satu jurus Pouw-ci-sin-kang nya, telah membuka hati dia, seperti satu tenaga penggerak
yang aneh bin ajaib, membuat sumur tua, timbul gelombang tidak hentinya.

Namun dia itu begitu kasar, dan juga sangat tidak berperasaan, penghinaan ini buat
wanita mana pun tidak dapat menerimanya, sehingga dalam kemarahannya dia menjerit sedih
dengan kerasnya, membuat pagi yang tenang ini menjadi rusak berantak-an.

Sebenarnya, di dunia persilatan selamanya selalu ada satu gelombang yang mendera, walau
pun tidak ada jeritan sedihnya, pagi ini tetap saja tidak akan bisa tenang sekejap pun.

Saat ini, dia telah menghentikan jeritannya, tapi di atas satu gunung kecil, tidak
henti-hentinya terdengar jeritan mengerikan yang mendebarkan hati.
Dia berpikir, pasti orang yang menyebalkan itu bertemu lawan tangguh, hemm... aku akan
menguliti dia, tapi aku tidak akan membiarkan orang lain melukai nya, dia mengerahkan
seluruh kemampuan ilmu meringankan tubuhnya, hampir seperti mengendalikan angin,
sekuatnya berlari menuju ke gunung kecil itu.

Gunung kecil sudah kelihatan, darah panasnya telah bergolak, segerombolan 'srigala' itu
yangbanyak-nya tidak terhitung, sedang menerkam, mengeroyok seekor 'harimau'

gila, orang-orang bertopeng hitam berlapis-lapis mengurung gunung kecil itu,


segelombang gelombang sedang menyerang satu orang.

Pek Soh-jiu, remaja tampan yang membuka hatinya, seperti ikan berenang di dalam
tempurung, sedang bergerak tanpa arah menerjang ke segala arah, sungguh tenaganya
sangat mengejutkan orang, serangan dahsyat yang dilakukan oleh orang bertopeng hitam
terhadapnya, dia seperti membabat rumput, dia bersiul panjang, bertarung dengan penuh
semangat, tempat yang dia lewati, seperti gelombang menjadi pecah, tempat yang dilewati
Pouw-long-tui, darah dan daging berterbangan, ini adalah pertarungan yang sulit
disaksikan dalam kurun waktu berabad-abad, pembunuhan manusia yang sangat mengerikan,
walau pun seorang Leng-bin-sin-ni yang disebut orang sangat sadis, juga terkejut
menyaksikannya.

Namun, perasaan dia seperti bunga mekar di musim semi, karena keperkasaannya orang yang
menyebalkan itu seperti dewa langit turun dari langit, membuat hatinya kagum, lalu dia
dengan mengeluh berkata:

"Mendapatkan suami seperti ini, mati pun tidak menyesal......" segera pedang panjang di
tangan kanannya dengan cepat diayunkan, tangan kirinya mengerahkan Ji-ie-sin-kang,
setelah berteriak dia juga ikut terjun ke dalam pertarungan yang sengit ini.

Menghadapi satu Pouw-long-tui saja, orang-orang bertopeng ini sudah banyak yang mati
atau terluka, sekarang ditambah lagi seorang Hud-bun-it-mo, kecuali kakek berulang
tahun menggantung diri, bosan hidup, hanya ada satu cara terbaik, yaitu melarikan diri.

Pertarungan sudah selesai, Pek Soh-jiu sudah berubah menjadi orang darah, tenaga dalam
dia sudah terkuras banyak, tapi diluar dugaan gulungan hawa panas di dalam dadanya
sudah tertahan, dia diam-diam beristirahat bersemedi sejenak, baru melangkah maju
beberapa langkah, sepasang telapaknya dikepal sedikit membungkuk berkata:

"Pek Soh-jiu berterima kasih atas bantuannya..."

Tentu saja, wajah dia sudah tidak tidak karuan, perkataannya belum habis, dia sudah
ingin melangkah meninggalkan tempat, tapi perbuatannya malah membangkitkan lagi
amarahnya Hun-ni, alisnya diangkat, wajah cantiknya kembali penuh dengan hawa membunuh
berkata:

"Ingin pergi boleh, tapi kau harus jelaskan dulu......"

"Cianpwee ada petunjuk apa?"

"Kata-katamu lebih baik dijaga, siapa yang berhubungan Cianpwee dengan kau."

"Itu......"

"Itu apa? Aku ini bukan seorang tua ompong, juga tidak lebih tua dua tiga tahun darimu,
hemm... kemarin malam......kau kenapa tidak memanggil Cianpwee?"

"Keek, keek, nona......Hun! Aku sungguh ada kesulitan......dan juga, haai, cintanya
nona, Pek Soh-jiu mungkin tidak ada rezeki menikmatinya......"

Gulungan hawa panas di dalam dadanya, kembali sepertinya akan membara, apa lagi Siau
Yam sudah menghilang, hidup matinya tidak jelas, dia harus mengejar para orang
bertopeng untuk menyelidikinya, maka kata-katanya belum selesai, tubuhnya sudah
meloncat, dengan ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui, dia seperti terbang
berlari ke arah timur laut, dia tidak ingin terlibat dalam asmara lagi, terpaksa dengan
berat hati, pergi meninggalkan.

Sampai lewat tengah hari, dia baru bisa lolos dari kejarannya Hun-ni, dia mengelap
keringat, duduk diatas sebuah batu gunung.

Mendadak, ada saru angin pukulan yang diam-diam menyerang punggungnya, walau pun
hatinya sedang gundah, tapi serangan gelap itu, tetap tidak bisa lolos dari ketajaman
mata dan telinganya, sambil tersenyum dingin, terhadap senjata gelap yang meng-arah
kepunggungnya itu, dia seperti tidak merasakan, menunggu saat tenaga angin itu menekan
tubuhnya, baru dia mendadak merubah posisi, posisi duduknya tidak berubah, tapi sudah
berpindah tempat tiga kaki lebih, sebilah pisau tajam yang bersinar biru ssst... lewat
dari samping rubuhnya.

"Robohlah, kau." Dia pelan menjentikan jarinya, sepotong gagang rumput kecil, sudah
memukul jatuh sebuah benda besar dari atas cabang pohon, saat dia melihat

penyerang gelap itu, tidak tahan tubuhnya meloncat melayang, sepasang alis diangkat,
berkata dingin:

"Orang bertopeng! Bagus, bagus, tuan muda sedang tidak ada kerjaan, di hari yang
mendung memukul anak, kita bisa bermain-main."

Baru saja habis bicara, satu jentikan lagi sudah dilakukan, tapi angin jentikan yang
mengenai sasaran, seperti menotok pada sebatang pohon, jentikan dia yang bisa membuat
kaku otot, malah sepertinya tidak ada fungsinya! Dia tidak percaya ini adalah
kenyataan, pedang panjang dengan cepat disabetkan, topengnya orang bertopeng segera
terlepas.

Tampak sebuah wajah yang buruknya sampai orang tidak ingin melihatnya, ternyata sebuah
mayat yang sudah tidak bernyawa lagi, memperkirakan dari bau busuk yang keluar dari
rubuhnya, orang ini pasti sebelumnya telah mengulum dulu pil beracun dimulut-nya,
begitu gagal dan tertangkap, maka dia menggigit pecah racunnya membunuh diri, entah
organisasi apa yang bisa membuat orang tidak menyayangi nyawanya sendiri, hingga rela
mengorbankan nyawanya, kedisiplinan organisasi orang bertopeng ini, sungguh sangat
mengejutkan orang.

Mendadak, dia cepat membalikan tubuh, satu angin pukulan yang dahsyat menghantam kearah
pohon cemara yang berada satu tombak lebih. Tempat yang terkena angin pukulan, daun
jarum cemaranya ber-terbangan, di dalam potongan cabang pohon masih terselip satu
bayangan hitam yang sangat cepat sekali.

Bayangan hitam itu begitu turun langsung meloncat lagi, sepertinya ingin melarikan diri
ke dalam hutan, Pek Soh-jiu berteriak dingin berkata:
"Apa kau ingin meloloskan diri?" telapak kanannya diayunkan, pedang panjang dilemparkan
ssst... sudah menancap dibahu kanan orang itu, tapi karena tenaganya terlalu kuat,
membuat orang itu ikut terdorong, tok....

memaku orang itu diatas pohon.

Pek Soh-jiu datang mendekati, mengulurkan tangan membuka topeng orang itu, tersiar bau
busuk menusuk hidung, membuat dia mundur dengan perasaan kecewa.

Gunung kosong hutan hening, di sekeliling sedikit pun tidak ada suara, hanya Pek Soh-
jiu seorang diri berdiri bengong, dia bisa memastikan para orang bertopeng ini, pasti
ada hubungannya dengan peristiwa perumahan Leng-in beberapa tahun lalu, tapi dia tidak
bisa menangkap seorang pun yang masih hidup, meski sudah beberapa tahun berkelana, dia
masih belum menemukan jejak otak pembunuh ayahnya, dia sendiri bersama istrinya malah
mendapatkan serangan gelap dari para bangsat itu, amarah di dalam dada tidak bisa
dilampiaskan, sedih tiada teman yang bisa berbagi rasa, dengan kecewa dia duduk diatas
satu batu gunung.

Angin gunung bertiup, daun pohon melambai-lambai, sebuah suara seruling yang membuat
orang jadi sedih, melayang-layang di udara, dia menggunakan seruling Ci-cu pemberian
Sangguan Ceng-hun, untuk melampiaskan beban di dalam hati, mengenai apa lagu yang dia
tiup, dia sendiri juga tidak tahu, tapi sekali dia meniup seruling ini, maka
menimbulkan satu keadaan yang mengejutkan sekali, terlihat sepuluh tombak diluar dia,
puluhan ribu kepala bergerak-gerak, lidah merah keluar masuk, puluhan ribu ular telah
menguning dia dengan ketatnya.

Dia jadi terkejut sekali, dengan usia semuda ini, belum pernah dia melihat lautan ular
mengerikan seperti ini

Dia ketakutan sampai tidak tahu harus berbuat liagaimana, suara seruling dengan
sendirinya jadi btrhenti, namun keadaan bersitegang seperti ini tidak akan
menyelesaikan masalah, terpaksa dia mencoba lagi menggunakan seruling Ci-cu, meniupkan
lagu pengusir ular.

Suara seruling kembali terdengar, benar saja sekali suara seruling terdengar langsung
ada hasilnya, kelompok ular menjadi bubar, kelompok ular yang besar yang kecil, yang
bentuknya aneh-aneh, dalam waktu sekejap, sudah pergi satu pun tidak tertinggal.

Tidak, masih tertinggal seekor ular kecil, sedang pelan pelan bergerak, namun arah maju
dia, sebaliknya dari arah kelompok ular lainnya, dia sedang menuju kedepan Pek Soh-jiu.

Seluruh ular begitu mendengar suara seruling semuanya bubar berpencar, jadi lagu
pengusir ular ini tentu tidak salah, lalu kenapa ular kecil ini tidak mundur malah
sebaliknya maju? Sungguh membuat Pek Soh-jiu tidak mengerti. Dia melanjutkan meniup
seruling, ular kecil itu juga terus maju kedepan. Akhirnya, ular kecil itu sampai di
depan kakinya, jika terus meniup seruling, mungkin akan maju keatas tubuhnya. Sehingga
dia dengan kecewa menghentikan meniup seruling.

Ini adalah seekor ular kecil putih yang seluruh tubuhnya tembus pandang, berkilap
seperti giok, dia mengangkat kepalanya, menggoyang-goyangkan ekornya, dua mata ular
yang seperti pasir merah, menyorotkan sinar seperti meminta belas kasihan, juga
sepertinya jinak sekali, dan juga sangat cantik. Pek Soh-jiu jadi tidak tahan, timbul
hati kekanak-kanakannya, ia menyimpan seruling Ci-cu nya, sepasang tangan diulurkan ke
arah ular putih kecil itu.
Huut... Pek Soh-jiu kembali merasa pandangannya jadi kabur, ular kecil itu sudah loncat
ke atas telapak tangannya, melingkarkan tubuhnya seperti piring, kembali hanya tinggal
kepalanya, diangkat tinggi-tinggi, setelah sedikit tertegun, dia jadi tahu ini pastilah
ular ini jinak, dan karena bentuknya cantik, maka dengan gembiranya dimain-mainkan
diatas tangannya.

Mendadak, dua bayangan orang, dengan kecepatan yang tinggi, melayang kearah tempat dia
berdiri, dalam sekejap mata, sudah berada sepuluh tombak di dekatnya, dari jauh
memandang, seperti ketua Kai-pang Sangguan Ceng-hun dan Oh-kui (Setan lapar) Ouwyang
Yong-it. Namun, dia tidak mempunyai hati ingin mencelakai mereka, hanya hatinya waspada
terhadap mereka, disaat ini dia dalam keadaan bahaya, musuhnya ada dimana mana,
terpaksa dia harus hati hati, maka dia bangkit berdiri, berjaga-jaga.

Siapa tahu baru saja dia berdiri, ssst.... ular putih kecil itu sudah melayang ke
udara, seperti macan menerkam kearah dua orang yang datang mendekat itu. Pek Soh-jiu
baru saja tertegun, dua orang itu mendadak berteriak terkejut, bersama-sama meloncat-
loncat kesana kemari menghindar, sejengkal pun tidak bisa maju lagi. Pek Soh-ciu merasa
aneh lalu maju melihatnya, dia baru tahu seutas bayangan putih, didepan dua orang itu
melayang-layang sambil mematuk, tempat yang dipatuk semuanya ditujukan pada jalan darah
mematikan, benar-benar bahayanya hanya dalam sebatas rambut.

Dia sudah melihat dua orang itu, memang benar Sangguan Ceng-hun dan Ouwyang Yong-it,
bayangan putih yang berusaha menggigit mereka, juga benar adalah ular kecil cantik yang
jinak itu, tapi dia tidak tahu caranya menghentikan serangan ular putih itu, sesaat,
dia jadi gelisah tidak bisa berpikir.

Untungnya walau pun dia berbaju hitam, tapi tidak memakai topeng, akhirnya Oh-kui
(Setan lapar) Ouwyang Yong-it dapat mengenalinya, maka dengan gembiranya teriak-teriak:

"Adik kecil! Kau ini bagaimana? Cepat tarik kembali Sian-giok, apa benar-benar mau
membuat Toako menjadi malu?"

Hati Pek Soh-jiu tergerak, tanpa sadar dia berteriak:

"Sian-giok kembali."

Bayangan putih berkelebat, ular putih kecil itu sudah menurut panggilannya terbang
kembali ke telapak tangannya.

Ouwyang Yong-it mengusap keringat dikepala-nya, dengan erat memegang lengannya Pek Soh-
jiu, berkata:

"Adik kecil, kau sungguh hebat, sampai ular pintar Sian-giok juga bisa kau jinakan."

Wajah Pek Soh-jiu menjadi merah berkata:

"Maaf toako, aku mendapatkan Sian-giok, masih belum sampai seperminuman secangkir teh,
dan juga......"

Sangguan Ceng-hun berkata:

"Kau tidak perlu menjelaskannya, menurut perkiraanku, pasti kau tadi saat meniup
seruling tanpa di sengaja memanggilnya, mahluk ini pintar memilih majikan, setelah
melihat kau tentu saja tidak mau pergi lagi. Kau mungkin saat tadi dari kejauhan
melihat aku dan Lo-ko Ouwyang, di dalam hati waspada bersiap-siap, ular pintar yang
mengerti maksud manusia, langsung menghadang tidak mengizinkan maju lagi, jika kau ada
niat menghabisi kami berdua, mungkin kami sudah pergi melapor ke akhirat!"
Pek Soh-jiu bersoja berkali kali berkata:

"Maaf sekali, harap Toako dan Lo-ko Ouwyang memaafkannya, karena banyak musuh berada
dimana-mana, terpaksa aku meningkatkan kewaspadaan."

Ouwyang Yong-it dengan wajah serius berkata:

"Diantara kita, tidak perlu sungkan seperti ini, he, adik kecil! Siapa musuhmu itu,
apakah sudah berhasil menyelidikinya?"

Pek Soh-jiu dengan wajah kecewa berkata: "Aku ini bodoh......"

"Kau jangan sedih, terhadap para orang baju hitam bertopeng itu, aku sudah mendapatkan
sedikit kejelasan."

Kata Sangguan Ceng-hun.

"Cepat katakan, Toako! Siapa majikan mereka itu?" kata pek Soh-ciu antusias.

"Mereka adalah anak buahnya penjahat nomor satu di dunia Ang-kun-giok-hui (Selir raja
giok berbaju merah.) Hai Keng-sim, tapi diantaranya masih ada beberapa hal yang sulit
dimengerti, sebelum mendapatkan bukti yang benar-benar jelas, kita masih tidak bisa
mengambil kesimpulan!"

Ouwyang Yong-it berkata:

"Tahun itu yang melakukan serangan gelap terhadap perumahan Leng-in, bukankah orang-
orang baju hitam bertopeng?"

Sangguan Ceng-hun berkata:

"Benar, tapi para orang bertopeng itu tidak satu pun bisa pulang hidup-hidup, dan juga
setelah kejadian, terbukti mereka itu semuanya adalah penyamaran dari para pesilat
tinggi dari berbagai perguruan, malah ahli silat......"

Ouwyang Yong-it menggeleng gelengkan kepala berkata:

"Aku tidak percaya dari ratusan pesilat tinggi itu tidak ada satu pun yang lolos!"

Pek Soh-jiu jadi bersemangat berkata:

"Kata-kata Lo-ko, aku dengar dari perkataan Hong Supek, orang yang bernyanyi di Liong-
bun (Pintu naga), sepertinya adalah musuh almarhum ayahku, dan dia tidak pernah
menampilkan diri."

"Apakah adik kecil masih ingat syair lagunya?" Kata Ouwyang Yong-it

Pek Soh-jiu mengingat-ingat sebentar, berkata:

"Aku pernah mendengar Hong Supek mengatakan, yang masih aku ingat, betul atau salahnya
tidak bisa dipastikan."

Lalu dia membacakan syair lagu itu:


Beruban seperti bintang-bintang

Menyesal cita-cita menjadi hampa

Tubuh ini seperti titipan

Tubuh terasa sakit dan menyendiri

Menuju Pintu Naga

Membangkitkan semangat masa lalu

Dengan senjata sakti dari Liu-yang

Melanglang buana ribuan lie

Membasmi Sin-ciu-sam-cbat

Menguasai dunia

Coba tanya siapa yang bisa menandingi."

Ouwyang Yong-it berkata:

"Orang itu pasti seorang penjahat besar yang mengacaukan dunia persilatan, tidak
beruntung dikalahkan oleh Sin-ciu-sam-coat, sehingga angan-angannya tidak
terkabulkan......"

"Dia kemudian melarikan diri keperbatasan, berlatih ilmu silat hebat, walau tubuhnya
sakit, tapi angan-angannya tidak berkurang, dan pada tahun itu......" kata Sangguan
Ceng-hun

Pek Soh-jiu berteriak gembira, katanya:

"Kalian sudah tahu siapa dia itu?"

Ouwyang Yong-it berkata:

"Tidak, kami hanya tahu ini adalah satu petunjuk saja, adik kecil, apakah kau tahu
pamanmu waktu itu punya musuh seperti ini?"

Pek Soh-jiu dengan sedih berkata:

"Terhadap masalah dunia persilatan, almarhum ayah tidak pernah menceritakannya."

"Adik jangan khawatir, kita bisa mencoba mencari Angkun-giok-hui." Kata Sangguan Ceng-
hun.

Ouwyang Yong-it berkata:

"Bukankah kau mengatakan diantaranya masih ada hal yang sulit dijelaskan?"

"Karena sampai saat ini, para anak buahnya rhian-ho-leng belum ada orang yang
menggunakan Ngo-tok-tui-hun-cian sebagai senjata gelap, para orang bertopeng itu walau
sering keluar masuk di Thian-ciat-leng, tapi terhadap penjahat seperti Ang-kun-giok-
hui, kita tidak bisa hanya berdasarkan dugaan......"
Ouwyang Yong-it berkata:

"Kata kata ini tidak salah, menghadapi Ang-kun-giok-hui sungguh tidak bisa tidak harus
hati hati." Pek Soh-jiu mengeluh:

"Tapi aku telah menjadi orang yang ingin di dapatkan oleh Ang-kun-giok-hui...."

Sangguan Ceng-hun merasa aneh berkata:

"Kenapa? Adik! Kek, adik ipar Lam-ceng itu kenapa tidak ada disisimu?"

"Panjang ceritanya! Sekarang aku sudah lapar, jika kau punya makanan kering, kita
berbincang lagi setelah mengisi perut."

Lalu, mereka mencari satu batu gunung yang datar, makan makanan kering, minum air
gunung. Sambil makan Pek Soh-jiu menceritakan dengan singkat kejadian yang dia alami.

Ouwyang Yong-it tertawa terbahak-bahak berkata:

"Adik kecil! Kau ini terpojokan oleh asmara! Menurut pikiran aku, Su dan Siau dua adik
ipar, semuanya bukanlah orang biasa, walau ada halangan, di kemudian hari pasti akan
bertemu lagi, yang sedikit sulit diurus adalah nona Hun, dia adalah seorang yang
namanya termasyur di dunia persilatan, pandangannya tinggi sekali, saat itu kau
dikendalikan oleh nafsu birahi, kelakuanmu yang melecehkan dia, menurut aturan dan
keadaan, seharusnya kau tidak boleh meninggalkannya, adik kecil! Menurutmu betul
tidak?"

Sangguan Ceng-hun dengan wajah serius berkata:

"Kata-kata Ouwyang Lo-ko betul, kesalahan ada dipihak kita, kita bersaudara adalah
laki-laki sejati, bagaimana bisa jadi orang yang tidak bertanggung jawab!"

Pek Soh-jiu yang mendengar punggungnya sampai bercucuran keringat, dengan perasaan
bersalah buru-buru berkata:

"Nasihat kalian berdua betul, aku sudah mengerti."

Sangguan Ceng-hun berkata:

"Jangan sedih, adik! Tujuanmu adalah baik, kita tidak usah membicarakan ini lagi,
selanjutnya kau ada rencana apa?"

"Tadinya aku ingin pergi ke gunung Kwo-tiang, sekarang terpaksa pergi ke Thian-ciat-
leng mengadu nasib."

Ouwyang Yong-it berkata:

"Salah, adik kecil! Di gunung Kwo-tiang sekarang ini sedang berkumpul para jago dunia
persilatan, tidak peduli untuk menyelidik jejaknya adik ipar Su dan Siau, atau
menyelidik otak pelaku serangan gelap ke perumahan Leng-in, gunung Kwo-tiang adalah
tempat yang paling ideal, apa lagi Ho-leng-ci adalah pusaka, kenapa kita tidak adu
nasib di sana."

Sangguan Ceng-hun juga setuju dengan pandang annya Ouwyang Yong-it, sehingga mereka
bertiga bersama-sama pergi ke arah tenggara, kurang lebih lewat dua jam, mereka telah
tiba dilereng timur gunung Hoai-ie. Ouwyang Yong-it tiba-tiba menghentikan langkahnya
berkata:

"Adik kecil! situasi sepertinya sedikit mencurigakan?"

"Tidak salah, ada teman baik yang datang menyambut kita."

"Adik! Jumlah mereka terlalu banyak, jika bisa bertarung ya bertarung, jika tidak bisa
bertarung kita tinggalkan saja, jangan inginmerasakan kesenangan sesaat!" Kata Sangguan
Ceng-hun.

"Toako tenang saja, aku mengerti."

Saat ini bayangan orang berkelebatan, orang baju hitam bertopeng yang banyaknya tidak
terhitung, seperti arwah meloncat keluar dari belakang batu dan celah pohon.

Orang-orang ini gerakannya sangat cekatan sekali, gerakannya seperti setan, bisa
dilihat mereka mempunyai kepandaian yang sangat tinggi, terhadap orang-orang bertopeng
ini, Pek Soh-ciu sudah tidak ada niat untuk menangkap hidup-hidup, tangan kanannya
mengeluarkan Pouw-long-tui, dengan wajah tersenyum dingin, dia menunggu lawan.

Ouwyang Yong-it mengeluarkan sepasang sumpit yang bentuknya seperti koas hakim neraka
terbuat dari besi dingin, yang digunakan Sangguan Ceng-hun adalah tongkat bambu hijau
dengan jurusnya Tongkat pemukul anjing yang sudah ternama di dunia persilatan itu,
mereka membentuk segi tiga, mengawasi gerakannya para orang bertopeng itu.

Tapi yang paling sulit di mengerti adalah para orang bertopeng itu setelah maju sampai
jarak satu panahan, maka semuanya jadi berhenti, walau pun bersitegang, namun tidak ada
gerakan menyerang.

Pek Soh-jiu dengan perasaan aneh berkata:

"Toako! Para bangsat ini berniat mengurung kita......"

Ouwyang Yong-it berkata:

"Tidak salah, kedua sisi kita adalah tebing gunung, jika para bangsat itu bisa
menghadang dari depan dan belakang kita, situasinya sungguh tidak menguntungkan......."

Perkataan dia belum habis, dari depan dan belakang bersamaan waktu terdengar suara
menggelegar memekakan telinga, jalan gunung dari depan dan belakang telah ditutup oleh
orang-orang bertopeng ini. begitu Ouwyang

Yong-it melihat keadaan ini jadi marah besar, dia membalikan kepala berkata pada Pek
Soh-jiu:

"Adik kecil! Kita terjang!"

Sangguan Ceng-hun berkata:

"Tunggu, jika mereka menyiapkan panah beracun di tempat penghadangan, bukankah kita
masuk perangkap mereka?"
Disaat mereka berdebat, mendadak ada sinar berkelebat, banyak gulungan rumput kering
yang menyala api, berguling-guling turun dari atas tebing. Segera saja asap menutupi
jalan gunung, kelihatannya kecuali tumbuh sepasang sayap di punggung, mereka sulit bisa
lolos dari kematian!

Mereka mengandalkan ilmu silat meringankan tubuh yang hebat, sebisanya menghindar, tapi
gulungan api rumput kering tidak hentinya berguling ke bawah, walau luas jalanan lebih
besar lagi pun, akhirnya juga akan penuh.

Ouwyang Yong-it menggunakan sumpit memukul

rumput kering, mulutnya juga tidak henti-hentinya menyumpah:

"Bangsat sialan, jika berani bertarunglah dengan aku Oh-kui tiga ratus jurus,
menggunakan siasat busuk bukanlah seorang laki-laki sejati!"

Sangguan Ceng-hun tertawa dengan keras:

"Lo-ko, tidak ada gunanya kau memaki orang, para bangsat yang orang bukan orang, setan
bukan setan Ini, hanya bisa dianggap mayat berjalan, yang disesalkan adalah kita
bersaudara malah jatuh ditangan mereka, mati nya sedikit tidak berharga."

Saat ini mereka telah mundur ke bawah tebing yang batu cadasnya bertonjolan, Pek Soh-
jiu mengibaskan lengan bajunya, satu garis sinar putih telah melayang keluar, dia
membalikan kepala, berkata pada Ouwyang Yong-it dan Sangguan Ceng-hun:

"Sian-giok sedang membuka jalan untuk kita, kalian berdua ikuti aku......"

Benar saja, Sian-giok adalah binatang pintar, di tebing gunung dia bolak-balik
melayang-layang, begitu bertemu orang langsung menggigit, diatas gunung walau pun
banyak penjahatnya, mereka telah berteriak-teriak menjerit sedih, susana jadi kacau
sekali.

Pek Soh-jiu bertiga orang menggunakan batu gunung sebagai perisai, dalam situasi kacau
menembus keatas gunung, mereka seperti tiga ekor harimau terlepas dari kurungan, segera
menerjang masuk ke dalam kerumunan orang.

Pouw-long-tui nya menyapu, seperti membabat rumput kering saja, diatas gunung liar ini
langsung menggema suara jeritan mengerikan.

Suitan yang tajam, menggelagar disana sini tidak berhentinya, orang bertopeng seperti
gelombang berkumpul kearah tempat pertarungan.

Pelan-pelan, mereka terpisah, tiga orang di tiga tempat yang berbeda, sedang bertarung
dengan musuh yang jumlahnya sepuluh kali lipa't lebih banyak.

Para penjahat ini walau jumlahnya banyak, tapi Pek Soh-ciu berada diatas angin
sepenuhnya, Pouw-long-tui memang mempunyai kedahsyatan membabat ribuan pasukan, ular
pintar Sian-giok berkelebat menggigit orang,

cepat laksana angin, serangannya lebih lebih membuat gentar ha ti orang-orang


bertopeng.

Pek Soh-ciu membunuh hingga matanya menjadi merah, dia mengayun-ayunkan Pouw-long-tui
kesana kemari telah berhasil membunuh musuh-musuhnya, seorang yatim piatu yang telah
hancur keluarganya, berkelana di dunia persilatan, setiap saat masih ditekan orang,
dendam yang dalam hingga masuk ke dalam tulang ini, sekarang mendapatkan kesempatan
melampiaskan dengan baik.

Maka dia dengan sepuas hati, dengan senangnya mengubar kesana-kemari, membiarkan darah
segar membasahi sepasang tangannya, memerahkan seluruh baju putihnya.

Ketika dia melabrak masuk ke lingkaran orang lainnya, dia jadi tertegun, dia melihat
seorang wanita yang berbaju biru langit, sedang bertarung mati-matian dengan orang-
orang bertopeng.

Tangan kanan dia melayang-layang membentuk

bayangan pedang yang memenuhi langit, telapak tangan kirinya mengerahkan Ji-ie-sin-
kang, menyapu melintang menerjang lurus, ganas seperti seekor macan betina, namun,
rambut halusnya sudah tidak karuan, bajunya kucai, lengan kiri dan bahu kanannya,
terlihat ada bekas luka dibeberapa tempat. Kelihatannya Leng-bin-sin-ni ini yang
dulunya menggemparkan dunia persilatan, juga sudah bertarung cukup lama.

Karena diantara orang bertopeng, banyak juga yang berilmu silat tinggi, ilmu silat Hun-
ni walau pun tinggi, sudah nampak kehabisan tenaga, saat ini dia telah melihat Pek Soh-
jiu, wajahnya yang pucat karena kehabisan tenaga, tiba-tiba tampak secercah merah,
diisudut matanya, juga tampak gembira malu-malu.

"Soh......ciu......kau......bukannya cepat kesini"

Jika bukan ada ular pintar Sian-giok, Pek Soh-jiu sesaat tertegun ini, mana masih bisa
bernyawa!

Akhirnya dibawah teriakannya Hun-ni, dia jadi sadar, mulutnya menjawab sekali:

"Cici jangan marah, aku datang."

Begitu Pouw-long-tui diayunkan, sinar hitam seperti panah datang dengan suara
menggelegar, berbareng sepasang kakinya dihentakan, menggunakan ilmu meringankan tubuh
Co-yang-kiu-tiong-hui yang hebat, dia meloncat kearah Hun-ni.

Tapi paak.-.paak... tertengar beberapa kali suara pegas, puluhan panah beracun melesat
ke arah tubuhnya yang sedang meloncat, hatinya terkejut, pinggangnya langsung diputar,
meluncur seperti anak panah, akhirnya dia bisa lolos dari panah beracun itu, saat dia
dalam keadaan tergoncang dia melihat ke bawah, dia jadi terkejut setengah mati.

Ternyata tempat bertarung mereka, adalah di pinggir sebuah jurang, ketika dia meluncur,
tepat mengarah turun ke jurang yang kedalamannya tidak terlihat, saat ini tenaga dia
sudah habis, dia tidak dapat menghentikan arah jatuhnya, terpaksa dengan dia hanya
mengeluh, tidak pedulikan lagi mau mati atau hidup.

Kecepatan jatuhnya sangat mengerikan, namun

kesadaran dia tidak hilang, yang membuat dia jadi ngeri adalah kecuali suara angin
kencang yang terdengar akibat turun tubuhnya, suara angin itu masih diselingi suara
jeritan menyedihkan:

"Soh... Ciu......Soh......Ciu... kau. .dimana..."

Akhirnya buuk... terdengar suara yang keras sekali, dibarengi rasa sakit yang sampai ke
dalam tulang, dia telah
tidak sadarkan diri, sebenarnya jika bukan karena Sian-giok yang telah menahan
tubuhnya, akibatnya dia bukan hanya tidak sadarkan diri saja.

Karena bantuan Sian-giok, tidak lama dia telah sadar kembali, tapi suara jeritan sedih
itu, tetap masih mendengung ditelinganya:

" Soh... Ciu......kau......dimana... Soh......Ciu..."

Dia menggeleng-gelengkan kepalanya sebentar, dia menemukan suara jeritan itu walau pun
lemah, tapi itu adalah nyata, sehingga, sehingga dia memaksakan diri, berjalan menuju
arah suara itu.

Di dalam satu rerumputan yang tinggi, dia menemukan orang yang menjerit itu, dia, betul
adalah nona Hun-ni yang penyendiri, tenaga dalam dia lebih tinggi dari Pek Soh-jiu,
tapi karena jatuh dari jurang yang dalam sekali, siapa pun tidak akan bisa selamat,
untung dia masih bernasib baik, beberapa kali tertahan oleh cabang pohon, walau pun
terluka, tapi akhirnya tidak tewas, sayang cabang pohon yang tidak berperasaan itu,
merubah bajunya menjelma jadi kupu kupu terbang menari, saat ini tubuh dia yang seperti
minyak kambing itu, kembali terpampang dihadapan Pek Soh-jiu.

Sekarang adalah siang hari bolong, bisa dikata-kan seluruh tempat terlarangnya, semua
bisa terlihat jelas, sehingga, hawa birahi Pek Soh-jiu yang terkumpul di Tanan, kembali
bergerak lagi, sepasang mata dia melotot, menyorotkan sinar binatang liar.

Dengan langkah yang berat, dia berjalan menuju tempat Hun-ni merintih, giginya
menggigit bibir bawah, tampak menjadi merah darah.

Dia dengan perlahan duduk disisinya Hun-ni, sepasang matanya dengan sekuat tenaga
ditutup, dengan tekad yang sulit ditahan, dia mengerahkan tenaga dalam untuk
melancarkan nafasnya yang kacau.

Hawa birahi yang terbentuk oleh racun aneh itu, di dalam tubuhnya kembali membara tanpa
ampun, dan tubuh bugil itu, rintihan itu, semuanya mengandung pancingan yang sulit
ditahan. Tapi kesadarannya mengharuskan dia melakukan pengobatan pada bagian yang
terluka, ini adalah hal yang sangat sulit sekali!

Akhirnya, dia dapat melancarkan nafasnya,

mengulurkan sepasang tangan, meraba di atas tubuhnya yang mulus hangat dan wangi itu,
terakhir, dia telah mengetok seluruh tiga puluh enam titik saluran yang ada diseluruh
tubuhnya, dan dengan tenaga dalam mengobati luka dalamnya, selesai melakukan
pengobatan, dia hampir kehabisan tenaga.

Saat dia bangun dari bersemedi, hari sudah gelap, bulan menggantung di timur, mata dia
belum dibuka, pertama yang dirasakan adalah wangi hangat dihidungnya, dia segera
menggunakan tenaga dalam untuk menahan hawa birahi yang menggelora itu, lalu dengan
tenang berkata:

"Apakah ini cici Hun? Bagaimana lukamu?"

Sesosok tubuh yang panas sekali, menempel kearah dadanya, di dalam desahan yang lembut,
terdengar satu suara gemetaran:
"Terima kasih, adik! Aku sudah sembuh total, tapi, kenapa kau tidak membuka matamu?
Apakah kau tidak sudi melihat cici? Adik......"

"Bukan, aku......sungguh ada masalah yang sulit diutarakan......"

"Katakanlah! Aku ini sudah milikmu, tidak ada yang perlu disembunyikan lagi?"

"Keek, aku telah terluka oleh racun Toan-hun-cauw, untuk menghilangkan racun itu aku
menggunakan cara sendiri, merubah racun menjadi hawa birahi yang sulit ditahan, waktu
dipantai sungai......harap cici bisa memaafkan!"

"Haai...! Aku sudah menduga kau bukanlah orang yang tidak tahu diuntung, tapi tidak
peduli niatmu itu apa......bagaimana pun kau tidak akan meninggalkan cici, betul?"

"Benar! Tapi aku sudah mempunyai dua......"

"Aku sudah tahu dua orang perempuan kecil itu, kau tenang saja, aku tidak akan
permasalahkan semua ini."

"Sungguh terlalu merendahkanmu! Sekarang harap kau menjauh sedikit......"

"Kenapa?"

"Karena......keek, saat aku......membuka mata, mungkin tidak akan tahan......"

"Jangan menahannya lagi, adik! Hawa birahi yang terlalu lama membakar tubuh, itu bisa
melukai tubuh, apalagi jika kau ketemu wanita lain, bukankah..."

Sebuah desahan, sebuah tubuh yang panas merangsang, menggesek di dadanya yang berotot
itu, menimbulkan gemuruh angin kencang, membuat rumput di dalam lembah ini, semuanya
gemetaran tidak bisa menahan diri.......

Lama... setelah satu helaan nafas panjang:

"Adik......"

"Mmm......"

"Kau coba salurkan tenaga dalammu."

"Aku sangat baik."

"Kalau begitu aku akan buat aturan denganmu."

"Silahkan ciri katakan!"

"Cici berkelana di dunia persilatan, selalu memandang rendah laki-laki, setelah bertemu
denganmu, malah mendapatkan kedudukan terkecil......"

"Cici sangat ternama di dunia persilatan dengan demikian...... sungguh membuat hatiku
tidak bisa tenang."

"Aku sudah katakan aku tidak pedulikan masa-lah ini, tapi mulai dari sekarang dan
selanjutnya, kau tidak boleh mempunyai wanita keempat! Apakah kau dengar?"
Dia sepertinya berusaha membuat suaranya lembut, tapi di dengar di telinganya Pek Soh-
jiu, tetap ada mengandung kekuasaan, dia hanya merasakan hatinya sedikit tergetar, lalu
tanpa sadar berkata:

"Aku dengar! Aku tidak berani lagi......"

"Hemm, apa berani tidak berani, kau tidak perlu gunakan siasat ini padaku, jika di
dengar orang, mereka akan mengatakan aku merendahkan laki sendiri."

"Ya, ya, cici! Aku salah bicara."

"Kedua, tidak peduli dua wanita itu siapa yang jadi istri tertua, tapi usia ku lebih
tua dari pada mereka, maka mereka harus memanggil cici padaku."

"Aku pikir mereka pasti bisa......"

"pasti bisa? Hemm jika tidak bisa aku hanya akan berurusan denganmu!"

"Baik, baik! Aku pasti bisa melakukannya."

"Ketiga, jika aku adalah yang terbesar, maka di keluarga kita akulah yang memimpin,
maka kau dan dua wanita itu, semuanya harus menurut perintahku."

"Ya, kami akan menurut."

"Walau kau sudah menyanggupi semuanya, aku masih harus peringatkan kau satu kata, jika
sampai tidak bisa terlaksana, hemm.. hati-hati akan kukupas kulit-mu."

"Ini......keek, keek, bukankah akan jadi pembunuh suami?"

"Dimulai dari kuil Pek-Iiong, aku sudah berniat mengulitimu, tidak di duga tidak
berhasil menguliti, malah sebaliknya......keek......bangunlah! Tolong carikan
bungkusanku, jika tidak sekali ada orang datang, bagaimana aku menemui mereka!"

Pek Soh-jiu menyahut sekali, dengan pelan mendorong tubuhnya, lalu memakaikan baju
panjang dia diatas tubuhnya, kemudian berkelebat, meloncat keluar dari rerumputan, tapi
setelah dia mencari ke seluruh lembah, dua bungkusan baju mereka bayangannya pun tidak
ada, dia terpaksa kembali kesisi Hun-ni berkata:

"Kak! Sudah dicari keseluruh tempat terdekat, lapi bungkusan kita tidak ada."

Hun-ni menuntun tangan dia duduk bergandengan berkata:

"Kenapa kau tidak mencari lebih jauh sedikit?"

"Hari terlalu gelap! Mencari terlalu jauh aku juga tidak bisa tenang."

Hun-ni mencibirkan bibir, perlahan merebahkan tubuhnya kepelukan Pek Soh-ciu berkata:

"Mulutmu ini manis sekali, tidak heran banyak wanita yang menyukaimu, sudahlah, kita
istirahat dulu sebentar, menunggu setelah hari terang baru mencari lagi."

Sepasang laki-laki dan perempuan yang mengikat janji di dalam lembah ini, semuanya
berilmu sangat tinggi, asalkan bersemedi sebentar, sudah bisa menghilangkan rasa lelah
setelah bekerja semalaman, tapi sampai matahari melewati puncak gunung, sinar matahari
memenuhi seluruh lembah sunyi, mereka masih belum berniat bangun.

Hal ini tidak mengherankan, wanita seperti Hun-ni yang memandang rendah laki-laki,
sekali mendapatkan kesenangan yang luar biasa, jadi merasakan hangatnya malam hari
terlalu pendek, sampai terakhir, dia merasakan tidak bisa memaksa lagi, baru dengan
bermalas-malas bangkit duduk, sorot matanya melirik pada Pek Soh-jiu, wajahnya yang
cantik segera timbul warna merah, sesaat, dengan tersenyum manis berkata:

"Adik Qiu! Kau telah mencelakai aku."

Pek Soh-jiu bengong:

"Kak! Kau mengatakan......"

Dia memberi sebuah lirikan mata putih padanya berkata:

"Hemm... kau pura-pura bodoh, kau lihat aku mirip tidak dengan Leng-bin-sin-ni?"

Pek Soh-jiu memeluk tubuhnya, mencium mesra dia lama sekali lalu berkata:

"Ini hanya bisa menyalahkan Gwat-sia Lojin (Dewa Jodoh didalam dongeng) yang tidak ada
kerjaan, tidak bisa salahkan diriku."

Tiba-tiba Hun-ni berteriak genit, katanya:

"Apa? Kau bilang Dewa Jodoh tidak ada kerjaan?"

"Tidak, tidak," Pek Soh-jiu buru-buru berkata, "Yang aku maksud adalah mungkin cici
bisa menyalahkan Dewa Jodoh tidak ada kerjaan, mengenai aku sih berterima kasih juga
takut tidak keburu."

Hun-ni melotot dia sekali, lalu pssst... tertawa, Pek Soh-jiu baru merasa bisa lega
hatinya, berhubungan dengan wanita, dia sudah pengalaman, tapi dihadapan Hun-ni, dia
punya perasaan selalu salah gerak, terhadap Su Lam-ceng, Siau Yam, Hun-ni, dia suka
semua, karena mereka adalah cantik seperti bidadari, tapi terhadap Hun-ni, di dalam
sukanya ada perasaan sedikit segan.

Saat ini Hun-ni memakai baju panjang dia, dia sendiri hanya memakai baju dalam saja,
mereka bergandengan berjalan keluar dari rerumputan, mendadak mereka berdua
mengeluarkan suara iiih... keheranan, keduanya berdiri terbengong bengong.

Ternyata jurang ini, bentuknya adalah persegi panjang, empat tebingnya menjulang tinggi
ke langit, tidak tahu berapa tinggi, tebingnya tegak lurus, kera pun sulit untuk
mendakinya, jika ingin keluar dari jurang ini, mungkin lebih sulit dari pada naik
kelangit, tapi yang membuat mereka terkejut, bukan sulitnya keluar dari jurang. Tapi
adalah bungkusan yang dicari-cari tidak diketemukan oleh Pek Soh-jiu, saat ini sedang
dilempar dipermainkan oleh seekor kera yang besar sekali.

Dia menggunakan sepasang tangannya dari tangan kiri dilemparkan ketangan kanan lalu
sebaliknya, setiap kali melemparkan, tingginya hampir sepuluh tombak lebih, lalu dia
meloncat keatas, di udara dia menangkap bungkusan itu, sekali bersalto dengan ringannya
turun diatas satu batu gunung.
Hun-ni memperhatikan beberapa saat, lalu membalikan kepala berkata pada Pek Soh-jiu:

"Adik Ciu! Di dalam jurang ini, mungkin ada seorang aneh persilatan yang bertapa
disini, kita harus sedikit hati-hati."

Pek Soh-jiu dengan perasaan keheranan berkata:

"Bagaimana cici bisa tahu?"

Hun-ni menatap pada kera besar itu berkata:

"Kera walau pun kemahirannya adalah meloncat loncat, tapi jelas kera ini mempunyai ilmu
silat yang cukup tinggi, mungkin adalah hewan peliharaan seorang pesilat tinggi tua
untuk menjaga jurang."

"Bagaimana pun juga, kita harus ambil dulu bungkusan itu," kata Pek Soh-ciu.

"Baik, biar aku mencobanya dulu."

Pek Soh-jiu tertawa:

"Tidak perlu kita yang melakukannya, cukup Sian-giok yang melakukannya." Lalu lengan
kanannya dengan pelan melemparkan Sian-giok ke udara, bayangan putih itu seperti anak
panah, dalam sekejap mata tubuhnya yang kecil, dengan membawa angin kencang menyerang
kearah dadanya sikera.

Kera besar itu baru saja melemparkan bungkusannya ke atas, ketika Sian-giok sudah
datang menyerang dadanya, dia tidak sempat mempedulikan bungkusan itu, cet.cet..

kera itu berteriak, sekali meloncat jauhnya satu tombak lebih, membuat serangan Sian-
giok gagal, lalu secepat angin balik menerkam* mengulurkan telapak tangannya yang
besar, dipukulkan pada titik tujuh cun nya Sian-giok.

Pek Soh-jiu tahu Sian-giok tidak akan terluka, dia mengambil dulu bungkusan itu, dengan
Hun-ni masing-masing mengganti baju dengan yang bersih, lalu bergandengan tangan,
menonton seekor ular dengan seekor kera, saling kejar-kejaran diantara bebatuan gunung,
kira-kira sepertanakan nasi, kera besar itu sudah kewalahan, setiap kali bertarung dia
melarikan diri beberapa tombak, selalu di desak mundur kembali oleh Sian-giok, sehingga
cet.. cet.. dia berteriak gelisah menyedihkan.

Pek Soh-jiu takut kera besar itu benar-benar ada pemiliknya, jika sampai Sian-giok
melukainya, pasti akan menimbulkan masalah, dia baru saja akan memanggil kembali Sian-
giok, mendadak dia melihat satu bayangan orang berwarna merah, bergerak lebih cepat
dari pada panah, dia lari ke dekat pertarungan kera dan ular, sebuah telapak tangannya
memukul, suaranya seperti sutra sobek, ular pintar Sian-giok yang terbangnya secepat
kilat, sepertinya tidak tahan pada angin pukulan aneh orang itu, tubuhnya dilengkungkan
lalu dihentakan, terbang miring beberapa tombak keluar, Pek Soh-jiu cepat-cepat
bersiul, Sian-giok yang di udara sekali menghentakan tubuhnya, sudah terbang kembali
keatas lengannya.

Bayangan orang warna merah itu sedikit tertegun, tubuhnya berkelibat, dia seperti dewa
langit berdiri satu tombak didepan Pek Soh-jiu.

Pek Soh-jiu dan Hun-ni sama sama merasa terkejut, mereka berdua tidak menduga di lembah
yang liar ini, malah bisa bertemu dengan seorang yang berilmu sangat tinggi, apalagi
pukulan telapak tangan dia barusan, sungguh sangat hebat sekali, entah dia menggunakan
jurus aliran mana. Tapi mereka berdua di dalam hati tahu, maka lawan tidak menyerang
tidak ada apa-apa, tapi sekali dia menyerang, pasti dunia seperti akan kiamat, maka
diam-

diam mereka memusatkan tenaga dalamnya, bersiap melakukan pertarungan.

Tapi orang tua baju merah itu, sepertinya tidak ada niat untuk menyerang, pertama-tama
dia melihat sekali pada Pek Soh-jiu, lalu matanya diputar, dengan tanpa berkedip
matanya memperhatikan seluruh tubuh-nya Hun-ni.

Wajahnya, tadinya sangat serius, tapi dalam sekejap mata, sudah berubah jadi tersenyum,
yang lebih lebih membuat orang sulit mengerti adalah sepasang matanya berlinang air
mata, seluruh rambut putihnya dan berdiri semua, sampai mantel merah yang besar itu
juga berkibar-kibar tanpa ada angin, rupanya yang perkasa itu, sungguh membuat orang
jadi terkejut.

Sesaat, mendadak tubuhnya berkelebat, secepat roh setan, mengulurkan tangan telah
menangkap lengan nya Hun-ni, dan dengan suara gemetar emosi yang tidak bisa ditahan
berkata:

"Anak Yam! Kau... ha...ha...ha akhirnya...... pulang juga, ayah......keek


keek......mati pun akan bisa memeramkan mata."

Saat orang tua baju merah menangkap lengan Hun-ni, Pek Soh-jiu sudah mengangkat Pouw-
long-tui akan menyerang, tapi dia sedikit ragu, karena dia sudah terpikirkan orang tua
ini adalah orang tua rambut putih yang membawa lari Su Lam-ceng, karena waktu itu baju
nya berbeda dengan sekarang, dia sendiri juga tidak menduga di lembah liar ini bisa
bertemu dengannya, setelah terpikirkan ini, dia jadi amat gembira sekali. Tadinya dia
ingin maju menjawabnya, tapi sesaat tidak bisa menyela pembicaraan, karena......

"Orang tua, harap lepaskan tanganmu, nama ku Hun-ni, bukan Siau Yam yang kau sebutkan."

"Apa, kau bukan Siau Yam? Keek, ayah ini sungguh ayah yang tidak bertanggung jawab, ini
tidak bisa salahkan kau. Tapi, anak Yam...! Tapi juga tidak bisa salahkan ayah,
haai......"

"Orang tua, kau sungguh telah salah mengenal orang, aku sungguh bukan Siau Yam!"

"Hm.., jangan sangka setelah ayah meninggalkan kau sepuluh tahun lebih lalu tidak
mengenal, walau kau berubah terus, ayah tetap saja bisa mengenalimu, apa lagi dikaki
kananmu......"

Saat ini akhirnya Pek Soh-jiu mendapat kesempatan bicara, dia dengan tersenyum berkata:

"Paman! Di telapak kaki adik Yam ada tanda lahir berwarna merah, dia bukan adik Yam,
tentu tidak ada tanda lahir merah itu '

Orang tua mantel merah tertegun, lalu dengan marah sekali berkata:

"Bocah, bagaimana kau bisa tahu? Cepat katakan!"

Hun-ni berkata tawar:

"Orang tua harap jangan marah, Siau Yam adalah isterinya, apa anehnya dia tahu! Yang
lebih aneh lagi adalah mungkin kau orang tua juga tidak bisa percaya, aku juga
isterinya, tapi tanda lahir merah di telapak kaki kananku, dia sampai sekarang juga
belum tahu!"

“Apa...”

“Apa...”

Begitu Hun-ni mengumumkan ini, tidak ada bedanya dengan menjatuhkan sebuah bom, orang
tua bermantel merah dan Pek Soh-jiu hampir bersamaan waktu bengong melotot.

Sesaat, orang tua bermantel merah berteriak marah:

"Bocah, dengan cara apa kau bisa berhasil menipu putriku? Dimana orangnya sekarang? Kau
sudah apakan dia? Katakan dengan jujur, jika tidak aku bunuh kau!"

Pertanyaannya orang tua bermantel merah, seperti rentetan peluru, selain nadanya
menekan, juga menghina orang, membuat Pek Soh-jiu sulit bisa menerimanya. Dia
mengangkat alisnya, berkata dingin:

"Putrimu terpisah denganku di pantai sungai Sin-an, keberadaannya ada dimana, aku tidak
bisa menduganya, mengenai masalah aku dengan putrimu, tunggu sampai kau bertemu dengan
putrimu, baru tanyakan pada dia juga tidak terlambat, dan masih ada, istriku Su Lam-
ceng sekarang ada dimana? bagaimana kau perlakukan dia?"

Pek Soh-jiu tanpa tedeng aling-aling membantahnya, hingga menimbulkan hawa membunuh
orang tua bermantel merah, dia melepaskan lengan Hun-ni berkata:

"Mengingat kau dengan anak Yam banyak miripnya, aku tidak mempersulitmu, tapi bocah
ini, aku harus membunuhnya."

Sifat kerasnya orang tua ini, sungguh tiada duanya, baru saja selesai bicara dia
langsung mengayunkan tangan memukul, diudara seperti timbul guntur, dalam sekejap mata
dia berturut turut telah menyerang delapan jurus telapak tangan, kehebatannya tenaga
dalam orang tua ini, belum pernah Pek Soh-ciu melihatnya, setiap pukulan yang
dikeluarkan, semuanya mampu menghancurkan batu kali, jika bukan ular pintar Sian-giok
membantu maju menyerang, hanya dengan kekuatan serangan telapak ini, Pek Soh-jiu
mungkin sudah kehilangan muka.

Sifat Pek Soh-jiu yang tinggi hati, bagaimana bisa menerima penghinaan ini, dia
mengeluarkan Pouw-long-tui, dengan jurus Ciau-ji-hui-tui (Bor terbang matahari bersinar
terang), sinar hitam mendadak timbul, ssst... bor besi menembus angin pukulan lawan,
menerjang kearah dadanya.

Ular pintar Sian-giok juga seperti dewa naga, dia menerkam dari udara, arah yang dituju
ular, tidak jauh dari titik mematikan orang tua itu.

Serangan dahsyat seorang manusia dan seekor ular ini, walau pesilat tinggi nomor satu
masa kini, mungkin juga tidak mampu menahannya, walau tenaga dalam orang tua ini
tinggi, dia dipaksa jadi kalang kabut, situasinya berbahaya seperti telur diujung
tanduk.

Mendadak, terdengar siulan keras seperti geledek, jurus telapak orang tua bermantel
merah berubah, tampak bumi dan langit menjadi gelap, sinar matahari seperti kehilangan
cahayanya, lembah yang tumbuh subur pohon hijau, dalam sekejap mata, berubah jadi
seperti daerah mati tidak bernyawa.

Serangannya Pouw-long-tui, tampak seperti tidak bertenaga, kecepatan terbang ular


pintar Sian-giok, juga berubah menjadi pelan dan kaku.

Hun-ni yang menyaksikan menjadi terkejut, dia tahu pukulan telapak yang aneh dari orang
tua itu, pasti ilmu hebat dari aliran aneh yang sudah lama meng-hilang, walau pun dia
ikut membantu, mungkin juga tidak ada gunanya, tapi dia tidak ingin setelah semalaman
bercinta, lalu menjadi seorang janda yang menghabiskan masa remaja, suami mendapat
kesulitan, tidak peduli bagaimana bahayanya, dia juga wajib menemaninya. Maka dia
teriak:

"Maaf, orang tua, walau kau tidak mempersulit aku, tapi aku tidak bisa tinggal diam kau
membunuh suamiku, apa lagi dia itu juga menantumu! Membunuh dia, mungkin adik Yam juga
akan membenci kau seumur hidupnya,

pikirkanlah, orang tua."

0-0dw0-0

BAB 7

Mayat bergelimpangan darah

Sehabis Hun-ni berbicara, sepasang tangannya tidak tinggal diam, Ji-ie-sin-kangnya


dikerahkan sampai puncaknya, sepasang tangannya menyapu melintang memukul lurus, ikut
bertarung dengan sangat sengitnya.

Ini adalah pertarungan yang sulit bisa disaksikan di dunia persilatan, juga yang paling
aneh, tiga orang, tua muda ini, semuanya adalah orang yang top di dunia persilatan masa
kini, termasuk ular pintar Sian-giok, juga bukan sembarang jago bisa melawannya.

Tapi, setelah lewat tiga ratus jurus, mereka seperti telah melampiaskan amarah di dalam
dada mereka, saat menyerang, sudah tidak dengan sekuat tenaga lagi, karena mertua
membunuh menantu, tidak bedanya dengan memutuskan sendiri hubungan ayah dengan
putrinya.

Orang tua bermantel merah yang sangat merindukan putrinya, sama sekali tidak ingin
melakukan hal yang bodoh, jika menantu membunuh mertua? Lalu bagaimana mempertanggung
jawabkan pada teman seranjang?

Sehingga mereka bertarung kesana-kemari, malah makin bertarung semakin tidak


bersemangat, tapi siapa pun tidak mau berhenti duluan, orang-orang persilatan,
seringkah

bertarung karena mempertahankan gengsi dengan alasan yang tidak masuk akal.
Ular pintar Sian-giok telah terbang kembali ke tempatnya, dia berhenti di atas bahunya
Pek Soh-jiu, sepasang matanya yang merah tidak berhentinya berputar, sepertinya sedang
menikmati pertunjukan ilmu silat yang sulit ditemukan. Memang tepat sekali kalau
dikatakan mereka sedang mengadakan pertunjukan, jarak mereka jadi jauh sekali, seperti
menari-nari tanpa mengeluarkan tenaga, dan selalu memperhatikan lawannya, sepertinya
takut kalau kurang hati-hati bisa melukai lawannya.

Lama sekali... sebuah tawa yang seperti bel perak, terdengar di sisi mereka:

"Guru! Apa kau ini sedang mengajar ilmu silat pada Ciu koko? Hematlah tenaga, jika mau
setelah makan kalian boleh ulangi lagi."

Orang tua bermantel merah meloncat menying-kir keluar, kepada seorang wanita yang
cantik dan manis berbaju kuning, mendengus, melotot sambil marah berkata:

"Anak yang nakal, kau jelas-jelas tahu guru tidak ingin melukai bocah bodoh itu, kau
malah diam berdiri di pinggir, ingin melihat guru mendapat malu ya? Henmm ulurkan
tanganmu, guru harus memberi pukulan beberapa kali pada telapak tanganmu."

"Yaaw!" sekali wanita baju kuning berkata, "Tidak mau, guru berat sebelah, kau tidak
mampu mengurus menantu malah mengalihkan marahnya pada murid, aku tidak......"

Disaat dua orang guru dan murid ini berbicara, Pek Soh-jiu sudah emosi, rasanya dia
ingin meloncat, dia menyadari wanita berbaju kuning itu adalah Su Lam-ceng yang sudah
cukup lama berpisah, penampilannya masih cantik seperti

dulu, melihat keadaannya, dia telah berhasil belajar ilmu yang hebat, saat ini dia
sudah tidak tahan lagi, langsung berteriak:

"Adik Ceng' langsung berlari maju, Su Lam-ceng dipeluknya dengan erat. Tentu saja
perkataan Su Lam-ceng tidak bisa diteruskan, dia dengan jinaknya diam tidak bicara,
merebahkan diri di dalam pelukan Pek Soh-ciu, mengusap-usap, sepasang mata yang
berlinang air mata, mulut munggilnya sedikit terbuka, di dalam kepedihannya bercampur
rasa bahagia yang sulit diutarakan.

Lama, wajah dia jadi sedikit merah, bibirnya dicibirkan dia mendorong dengan lembut
berkata:

"Ada adik Yam, ada kakak Hun, hemm, kapan kau ingat aku?"

Pek Soh-jiu membalikan kepala melirik, melihat orang tua bermantel merah dan Hun-ni
sudah tidak ada, baru dia menghembus nafas lega berkata:

"Adik Ceng, kau sungguh pintar menyalahkan orang, jika bukan demi kau, aku bagaimana
bisa mencari adik Yam,......mengenai kakak Hun itu......"

"Sudahlah, kau tidak perlu menjelaskan padaku, haai, setiap peristiwa semuanya sudah
ditakdirkan, semua ini aku sudah tahu sejak dulu. Jalanlah, jika kita terlalu lama
disini, kakak Hun mungkin tidak mengampuni kau."

Hati Pek Soh-jiu meloncat, wajahnya juga tampak serba salah, cinta dia terhadap Su Lam-
ceng, jika harus membandingkan, tidak ada orang yang bisa

menandinginya, cantiknya memang bisa disetarakan dongan dewi khayangan, dan aura dia
yang istimewa, anggun, sulit dicari ada orang kedua, yang paling membuat Pek Soh-jiu
mengaguminya, adalah pengalaman dia yang
begitu luas, kepintarannya seluas lautan, masalah apa saja, jangan harap bisa
mengelabui dia, tidak bedanya dengan seorang idiot membicarakan mimpi! Maka dia tidak
berani mendebat, dituntunnya, diam seribu bahasa lari cepat kedepan, lama, akhirnya dia
mendapatkan bahan bicara:

"Keek!" katanya, "Adik Ceng, segala sesuatunya setelah kita berpisah, kau harus
menceritakan padaku, kau bagaimana bisa jadi muridnya ayahnya adik Yam?"

Su Lam-ceng mendengus:

"Kenapa bukan ceritakan lebih dulu cerita asmaramu itu padaku?"

"Keek, Li Cukat (wanita pintar) bisa meramal segala sesuatu, buat apa menyuruh aku
menghambur hamburkan lidah?"

"Memperkirakan dengan dasar situasi, hanya bisa tahu garis besarnya saja, aku ini bukan
dewa, bagaimana bisa tahu cerita detailnya!"

"Apakah kau mau mendengarnya?"

"Bukan ingin, tapi suka."

"Haai......"

"Kau ini kenapa? Ciu koko, kalau tidak mau menceritakannya ya sudah, kenapa harus
berkeluh kesah segala."

"Ha...ha...ha bukankah Li Cukat bisa tahu sebelum masalah akan terjadi, kali ini malah
salah besar, aku beritahukan padamu, adalah gembira kau......"

"Kau jangan bicara sembarangan......"

"Baik, aku tidak katakan, aku akan ceritakan pengalaman yang terjadi setelah kita
berpisah, itu kan boleh."

Maka mereka berdua bercerita, tertawa, mengeluh, mendengarkan, walau sebisanya


memperlambat

langkahnya, akhirnya tiba juga di goa tempat tinggalnya Su Lam-ceng, Pek Soh-jiu
mengangkat kepala melihat pada papan yang bertuliskan melintang dua huruf Ce-hian
berkata:

"Haai, kenapa begitu cepat sudah sampai, aku masih belum mendengar ceritanya!"

Su Lam-ceng tersenyum simpul berkata:

"Hari masih panjanglah, buat apa terburu buru?"

Didalam goa ada beberapa kamar, kecuali orang tua bermantel merah, Su Lam-ceng, kera
besar masing masing satu kamar, masih ada kamar latihan, ruang tinggal, ruang kamar dan
lain lain, perabotannya walau pun sederhana, tapi semuanya komplit, tapi yang mereka
minum adalah air gunung, makanan mereka adalah buah liar, bukan makanan manusia biasa,
mereka hidup seperti kehidupan para dewa.

Su Lam-ceng memimpin masuk kedalam ruang tinggal, memonyongkan mulut pada dia,
berbisik:

"Terhadap mertua, menantu harus ada hormat, cepat temani dia."

Pek Soh-jiu segera maju beberapa langkah, bersoja membungkuk sampai ke tanah berkata:

"Gak-hu, maaf atas kekurangajaran ku tadi..."

Orang tua bermantel merah mendengus berkata:

"Bagaimana hilangnya anak Yam? Kau bocah kecil jika memang suaminya, apakah kau sedikit
tanggung jawab, melindungi dia juga tidak bisa?"

Su Lam-ceng berkata:

"Guru jangan salahkan dia, saat itu dia sedang mengobati lukanya, adik Yam berjaga-jaga
untuk dia, saat dia selesai mengobati luka, adik Yam sudah menghilang tidak ada
jejaknya."

Orang tua bermantel merah kembali bertanya pada Pek Soh-jiu:

"Apa kau tidak mencoba mencari, sedikit jejak pun tidak diketemukan?"

"Aku sudah datang di tempat jaganya adik Yam, malah menemukan beberapa orang bertopeng,
setelah bertarung sengit, walau pun tidak sedikit yang mati, tapi sulit bisa menangkap
hidup hidup......"

"Orang-orang bertopeng itu berasal dari aliran mana?"

"Aku dengar mereka adalah anak buahnya Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim."

"Apa? Wanita hina itu? Dia......dia......"

Rupanya orang tua bermantel merah terhadap Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim, seperti punya
dendam yang sangat dalam, tampak alis dan jenggotnya berdiri, matanya melotot seperti
hampir pecah, sepertinya ingin sekali menguliti dia.

Pek Soh-jiu berkata:

"Adik Yam adalah murid ketiganya Ang-kun-giok-hui, dia seperti mendapat perintah dari
Ang-kun-giok-hui, sepertinya akan mencelakai aku, tapi dia tidak melaksanakan perintah
gurunya, maka dia jadi murid yang

mengkhianati guru, makanya, jika benar-benar telah ditangkap oleh Ang-kun-giok-hui,


mungkin...... mungkin bisa berbahaya sekali......"

Orang tua bermantel merah mendadak mengangkat kepalanya, tertawa keras berkata:

"Wanita hina, sudah mencelakai suami, hingga putri sendiri juga tidak mau diakuinya! Ha
ha...ha bagaimana pun anak Yam adalah anak yang baik, jika dia benar-benar mencelakai
mu, bocah kecil, maka aku tidak menginginkan lagi dia sebagai putriku."

Hati Pek Soh-jiu tahu, antara orang tua ber-mantel merah dengan Ang-kun-giok-hui, pasti
ada sesuatu hubungan istimewa, tentu saja dia tidak enak menanyakannya, maka matanya
memandang pada Su Lam-ceng, berharap mendapatkan sedikit kejelasan, sebenarnya Su Lam-
ceng sudah mengikuti guru setahun lebih, belum pernah mendengar orang tua bermantel
merah menyebut-nyebut Ang-kun-giok-hui, hanya tahu namanya Siau Ji-po, dulu adalah
seorang yang membawa adat sendiri, julukannya Thian-ho-sat-kun (Pembunuh api langit),
Siau Ji-po, tidak peduli dari aliran hitam atau putih, siapapun yang mendengar namanya
jadi ketakutan, yang dia ketahui hanya segitu saja. Tapi dia juga sungguh berakal
banyak, tampak dia tersenyum manis, menarik lengan baju Thian-ho-sat-kun berkata:

"Guru, kalau murid punya cara mengembalikan seorang putri yang segar bugar, guru akan
memberikan hadiah apa pada murid?"

Thian-ho-sat-kun sedikit tertegun, lalu tertawa berkata:

"Nona kecil, kau jangan mempermainkan guru, seluruh ilmu guru yang jelek ini, sudah
diperas semua olehmu setetes pun tidak tersisa, kecuali tulang tua ini, guru sudah

tidak punya apa-apa lagi, tapi, nona kecil, jika kau benar dapat mencari adikmu, guru
masih dapat melakukan satu hal yang bisa menggembirakanmu."

Su Lam-ceng mengangkat alisnya berkata: "Hal apa?

Katakan dulu biar aku pertimbangkan”

"Bocah she Pek ini, semakin dilihat, guru semakin sebal, tadinya aku ingin memukul dia
untuk meredakan amarahku, demi supaya kau sedikit gembira, pukulan ini terpaksa
dibatalkan."

Su Lam-ceng mencibirkan bibir berkata:

"Hemm, semakin dilihat semakin menggembirakan itu baru betul, ingin memukulnya? Jangan
kata adik Yam, dua orang yang ada ditempat sudah pasti tidak rela."

Thian-ho-sat-kun tertawa terbahak-bahak, dia seharian mendapat hal yang tidak


menggembirakan, setelah dibuat kelakar oleh Su Lam-ceng, kekesalannya jadi buyar semua,
dia melihat Thian-ho-sat-kun masih ada sedikit tidak percaya, maka sambil tertawa
berkata:

"Guru tenang saja, di dalam waktu seratus hari, pasti aku akan mengembalikan seorang
adik Yam padamu, sekarang kita istirahat dulu, besok pagi-pagi kita berangkat."

Saat ini kera besar membawakan makanan dan

minuman, setelah makan Thian-ho-sat-kun bersemedi, mereka bertiga berbincang-bincang di


dalam kamarnya Su Lam-ceng, Pek Soh-jiu tidak tahan bertanya:

"Adik Ceng, cepat ceritakan segala kejadian tentang kau, setelah kita berpisah, aku
sungguh sudah tidak tahan lagi."

Su Lam-ceng tertawa berkata:

"Sebenarnya tidak ada apa-apa, guru tadinya menganggap aku ini sebagai sanderanya,
kemudian aku bisa

dengan tepat menebak beberapa masalah didalam hati dia, maka dia jadi gembira. Keek,
kakak ini, kau tidak perkenalkan padaku?"

Setelah diperkenalkan oleh Pek Soh-jiu, Su Lam-ceng segera memberi hormat pada Hun-ni
berkata: "Adik menghormat ciri."

Hun-ni membalas menghormat: "Kau masuk lebih dulu, kata hormat ini, aku tidak berani
menerimanya, seharusnya aku yang harus menghormatimu sebagai istri tertua, namun usiaku
lebih tua dari padamu, memanggil aku kakak juga tidak berlebihan, dan juga......"

Su Lam-ceng dengan anggunnya tertawa: "Kami turut kau saja, cici masih ada pesan apa?"

"Aku dengar kau pandai meramal, bertemu masalah bisa tahu sebelumnya, aku dengan adik
Ciu mengalami bahaya jatuh kedalam jurang, kau seharus-nya cepat-cepat datang menolong
baru betul!"

"Keek, cici jangan menyalahkan orang yang baik hati, jangan kata cepat-cepat datang
menolong, walau pun aku datang pagi hari ini......cici tentu akan memaki adik ini
pembongkar mimpi indah, tidak tahu perasaan orang."

Wajah Hun-ni menjadi merah: "Mulut munggil yang sangat lihai, cici kalah berdebat
denganmu."

Pek Soh-jiu menonton mereka berdua berdebat, dia melihat kanan menatap kiri, senang
tidak terhingga, tiba tiba teringat Hun-ni dengan Siau Yam tidak saja wajahnya mirip
sekali, sampai ditelapak kaki kanan juga sama-sama mempunyai tanda lahir merah yang
sama, timbul sedikit pertanyaan dalam hatinya, katanya:

"Cici Hun, di telapak kakimu apa benar ada sebuah tanda lahir merah?"

Hun-ni mendengus:

"Kau tidak percaya?"

"Bukan tidak percaya, hanya merasa terlalu kebetulan sekali."

Su Lam-ceng berkata:

"Di dalam masalah ini mungkin ada sesuatu yang penting, kalian jangan bertengkar dulu,
biar aku coba meramal dulu."

Yang dia gunakan adalah cara Liu-jin, Liu-jin dengan Tun-kah-tai-it disebut tiga cara.
Cara peramalannya berjumlah enam puluh empat pelajaran, berasal dari Ih-keng, setelah
lama menghitung, mendadak dengan wajah serius dia berkata:

"Cici......"

"Mmm......"

"Kau lahir diatas air."

"Tidak salah."

"Gunung tinggi mengalir jauh, airnya deras, mungkin adalah San-sia di sungai Tiang-
kang......"

"Kek......"

"Cu-gouw saling bertentangan, papan mengambang di atas air, ketika cici baru berusia
satu tahun, sudah menjadi yatim piatu."

"Kek, adik! Aku sungguh kagum padamu."

"Beruntung ada seorang yang memelihara, hingga berhasil belajar ilmu silat yang hebat
sekali, sayang aku bernasib menyendiri, harus tinggal terlebih dulu di kuil......,
kalau sekarang, bulan purnama bunga bagus, suami nyanyi

istri mengikuti, melihat dari ramalan, cici seharusnya she Siau, guruku adalah ayah
kandungmu......"

Hun-ni jadi tertegun, dia tidak menduga adik Ceng nya memang memiliki ilmu yang mampu
menembus langit, dalam sesaat dia malah jadi melongo tidak bisa bicara.

Tepat disaat ini, sinar merah berkelebat, Thian-ho-sat-kun menerjang masuk, dengan
bercucuran air mata tuanya menangkap Hun-ni berkata:

"Ibumu she Hun namanya Sang-ku?"

Hun-ni bengong:

"Benar, aku pernah mendengar almarhum guru mengatakannya."

Thian-ho-sat-kun dengan marah berkata: "Hai Keng-sim hatinya sungguh kejam, dia diam
diam mencelakai kalian ibu dan anak, malah mem-bohongiku mengatakan kau mendapat
musibah perahunya terbalik, Siau Ji-po jika tidak membunuh wanita ini dengan tangan
sendiri, bagaimana bisa bertanggung jawab pada arwah ibumu dilangit, anak!

Tahun-tahun ini sungguh membuat kau menderita."

"Ayah......" wanita yang kesepian menyendiri, kepedihan yang terkumpul didalam hatinya
sungguh terlalu banyak, nama yang termasyur di dunia persilatan, tidak bisa menghibur
kekosongan di dalam hati. Walau, sekarang dia telah mempunyai seorang suami, mempunyai
seorang ayah kandung, tetap saja tidak terhindar merasakan ingin menguatarakan
kepedihan hati.

Beberapa saat, Thian-ho-sat-kun baru menggandeng Hun-ni sambil tertawa berkata:

"Anak Hun, demi memperingati ibumu, nama kau jadikan Siau Hun saja." berhenti sejenak
lalu berkata lagi:

"Kita ayah dan anak bisa berkumpul, anak Hun, nona kecil ini berjasa dan sungguh lihay,
kau cepat-cepat berterima kasih padanya!"

Maka Siau Hun dengan serius menghormat dan

berterima kasih, Su Lam-ceng malah memonyongkan mulutnya berkata:

"Menjadi orang baik sungguh sulit, guru sendiri mengatakan aku ini sangat lihay,
sebenarnya kalau ingin berterima kasih, harus pada Ciu koko, guru jangan lupa, cici Hun
dibawa kemari oleh dia."

Thian-ho-sat-kun sambil tertawa lalu bersuara


"Hemm!" berkata:

"Berterima kasih pada dia? Hemm, dua putri guru, satu orang murid, semuanya telah habis
dibohongi dia, memarahi dia saja belum cukup!"

Ha...ha......

Keek..keek......

Suasana gembira memenuhi lembah sunyi gunung liar ini, sampai kera besar yang namanya
Huan-nio itu, juga sedang menari-nari kegirangan.

Tiba-tiba Pek Soh-jiu seperti teringat sesuatu, dia menghentikan tawanya, dengan wajah
seriusberkata:

"Celaka, kita hanya tahu kesenangan, tapi melupakan dua orang teman."

Siau Hun berkata:

"Yang kau maksud apakah Sangguan Toako, dan Ouwyang Lo-ko?"

"Benar, membiarkan mereka terluka ditangan orang-orang bertopeng itu, bukankah kita
akan menyesal seumur hidup!"

Siau Hun membalikan kepala berkata pada Su Lam-ceng:

"Adik Ceng, di dalam jurang ini ada tidak jalan keluar gunung?"

Su Lam-ceng berkata:

"Ada, tapi jalan keluarnya berbelok belok dan panjang sekali, kira-kira memerlukan
waktu seharian." Kata Su Lam-ceng.

"Itu terlalu makan waktu, adik Ceng, tolong kau carikan kertas dan koas, aku ada akal
bisa segera mendapatkan mereka." Kata Pek Soh-ciu.

Setelah Su Lam-ceng menyediakan kertas dan koas, Pek Soh-jiu segera membuka, menulis
surat singkat, berpesan pada Ouwyang Yong-it dan Sangguan Ceng-hun datang ke mulut
lembah Ce-hian untuk berkumpul, dan juga menggambarkan peta tempat mulut lembah berada,
supaya mereka bisa mencari dengan mudah, lalu kertas lipat, diikat dengan benang,
menyuruh Sian-giok menggigitnya mencari mereka.

Sian-giok dengan cepat melayang menghilang, tidak perlu empat jam, dia sudah kembali
dengan membawa surat balasan dari Ouwyang Yong-it, menetapkan setelah lewat tengah hari
dihari ketiga bertemu dimulut lembah.

Karena masih ada cukup waktu, maka Thian-ho-sat kun menguji ilmu silat mereka bertiga,
dan memberikan petunjuk, tentu saja diantara mereka bertiga ilmu silat Siau Hun yang
paling tinggi, tapi jika Pek Soh jiu juga bisa mempelajari Ji-ie-sin-kang, lalu
digabung dengan Kong-

hong-sam-si, maka kepandaian-nya tentu makin pesat, mungkin Siau Hun juga sulit
menandinginya. Siau Hun sangat mencintai Pek Soh-jiu, walau harus mati demi Pek Soh-
jiu, dia juga tidak akan mengerutkan alisnya. Tentu saja dia dengan rela mengajarkan
ilmunya pada Pek Soh-jiu, sehingga, walau waktunya singkat, ilmu silatnya Pek Soh-jiu
sudah maju pesat, sudah sulit diukur.

Setelah Pek Soh-jiu berhasil, Siau Hun malah berkata pada Thian-ho-sat-kun:

"Ayah, mengapa kau menyembunyikan ilmu sendiri, kenapa tidak mengajari adik Ciu, ilmu
silatmu yang misterius itu?"

Thian-ho-sat-kun membuka sepasang telapak tangannya, menggelengkan kepala berkata:

"Benar saja anak perempuan selalu memihak orang luar, jika ayah sendiri berharga
dijual, beberapa batang tulang tua ini, pasti akan dibongkar habis habisan oleh kalian
putri dan murid!"

Su Lam-ceng tertawa:

"Ini tidak ada urusannya denganku, dengan satu tongkat guru memukul seluruh perahu, aku
tidak terima!"

Sepasang mata Thian-ho-sat-kun melotot: "Jangan pura pura jadi orang baik, di dalam
hari kecilmu itu, kau kira guru tidak tahu?"

"Kalau begitu guru ajarkan saja Yu-bun-si-kang pada dia, bereskan?"

Thian-ho-sat-kun dengan wajah serius berkata: "Bukan guru menyimpannya, sesungguhnya


Yu-bun-si-kang adalah ilmu silat misterius dari aliran sesat, walau ampuh dan keji,
sulit digabungkan dengan ilmu silat aliran kurus, sudut

kepala anak Ciu tampak bersinar, jalan di depannya tidak bisa dibatasi, ilmu silat
aliran sesat seperti ini sangat tidak pantas dipelajari, Ji-ie-sin-kang yang diajarkan
anak Hun, jika dilatih sampai puncaknya, rasanya didunia persilatan tidak ada orang
yang dapat menandinginya."

Siau Hun mengerti apa yang dikatakan Thian-ho-sat-kun itu tidak bohong, lalu sambil
mencibirkan bibir berkata:

"Baiklah, adik Ciu tidak belajar ya sudah, jika tidak kau akan mengatakan lagi wanita
memihak orang luar."

Mereka berkelakar sebentar, setelah waktunyajuga sudah tidak lama lagi, setelah
meninggalkan kera Huan-nio untuk menjaga goa, mereka berempat dan seekor ular, bersama-
sama meninggalkan lembah Ce-hian, di mulut lembah berkumpul dengan Ouwyang Yong-it dan
Sangguan Ceng-hun, tentu saja, dua orang hebat dunia persilatan ini, juga harus
menghormati Thian-ho-sat-kun sebagai orang tua, setelah Pek Soh-jiu memperkenalkan
mereka dia berkata:

"Toako dan Lo-ko pergi kemana saja, sungguh membuat aku khawatir."

Ouwyang Yong-it mengeluh sekali lalu berkata:

"Saat aku dengan adik Sangguan bertarung mati-matian bertahan, para bangsat bertopeng
itu tiba-tiba semuanya pergi membubarkan diri, haai, kami demi mencari kau dan
Hun......keek, keek, adik ipar Hun, kami hampir membalikan seluruh gunung, jika bukan
karena Sian-giok, kami sungguh tidak tahu harus bagaimana berbuat."

Sangguan Ceng-hun berkata:

"Adik, sekarang bagaimana? Pergi kemana ?"


Baru saja Pek Soh-jiu akan meminta nasihat dari Thian-ho-sat-kun, orang tua yang
rambutnya telah putih semua ini tertawa lalu berkata:

"Bukankah kau pernah mengatakan Li Cukat ini perhitungannya tidak pernah meleset? Buat
apa masih bertanya pada ku?"

Su Lam-ceng tersenyum berkata:

"Kita pergi saja ke gunung Kwo-tiang, tetapi kembali harus meminta Ciu koko menampilkan
kemahirannya merayu orang."

Pek Soh-jiu dengan malu-malu berkata:

"Adik Ceng kau jangan sembarangan bicara, aku kapan pernah......pernah......"

Siau Hun berkata dingin:

"Tidak peduli kau pernah atau belum pernah, jika masih mau begitu......hemm, kau harus
pikir matang matang!"

"Ya, ya, aku akan perhatikan." Su Lam-ceng tertawa sambil mulut ditutup, Thian-ho-sat-
kun malah pada Ouwyang Yong-it dan Sangguan Ceng-hun mengedipkan mata berkata:

"Apakah kalian tahu apa yang disebut burung bodoh terbang duluan? Cepatlah jalan,
kalian."

Siau Hun melihat wajah Pek Soh-jiu malu-malu, tidak tahan jadi tertawa berkata:

"Dia menampilkan wajah lucu supaya ayah mentertawakan kita, hemm, adik Ceng, kita jalan
saja jangan pedulikan dia."

Sekelompok pendekar dunia persilatan itu, dengan bebasnya berkelakar, bergurau, sambil
berlari menuju ke

gunung Kwo-tiang, mereka jumlahnya tidak banyak, tapi kekuatannya tidak bisa di
bayangkan, hanya Thian-ho-sat-kun seorang diri saja, di dunia siapa yang berani
mengusiknya? Maka setelah tiba di gunung Kwo-tiang, mereka sedikit pun tidak
mendapatkan kesulitan.

Gunung Kwo-tiang ada juga yang menyebutnya Yin-san, ada juga yang menyebut gunung
Thian-pek, juga disebut Tiang-leng, bukit utamanya di empat puluh lie sebelah tenggara
kabupaten Hian-ki Ciat-kang, bukitnya lenai, menghampar tiga ratus lie lebih, walau
mereka sudah tiba di daerah pegunungan, ingin mendapatkan Goan Ang, itu bukanlah hal
yang mudah.

Sore hari ini, mereka tinggal di rumah seorang pemburu, setelah berhari-hari melalukan
perjalanan, semua merasa sedikit lelah, maka setelah makan malam, semuanya langsung
pergi tidur.

Pek Soh-jiu juga merebahkan diri diatas ranjang, tapi pikiran dia tidak tenang, hingga
tidak bisa memejam kan matanya, saat ini sinar rembulan menyinari jendela, kiyangan
pohon bergoyang goyang, suara serangga dan hewan liar bersahut-sahutan, suara
dipegunungan ini membentuk lagu yang indah, dia lalu menerobos keluar jendela,
berjalan-jalan di dalam hutan, menikmati indahnya malam hari pegunungan.

Mendadak, ada angin keras menerjang kesisi dirinya, dia langsung menangkapnya, ternyata
ini adalah sapu tangan hangat yang harum baunya, setelah dibuka dan dilihat dibawah
sinar bulan, terlihat diatasnya ada tulisan, dia membacanya:

"Ingin melantunkan lagu cinta dengan kecapi tunggal, lagunya ada, tapi tidak ada orang
yang menerimanya, mengirim kekesalan hati menggunakan angin musim gugur,

merindukan kanda yang terpisah jauh Setelah berpisah di Huan-lo, sekarang sudah kembali
musim berkembangnya bunga Hong, pendekar muda berhasil dalam asmara, apakah masih ingat
orang yang sedih ini? Aku ada hal penting untuk dibicarakan, harap datang sendirian
sepuluh li sebelah barat daya bukit Ho-wie untuk membicarakannya, masalahnya penting
sekali, harap jangan diabaikan."

Tanpa ada tanda tangan, juga tidak ada nama, tapi dia menduga dari harumnya sapu
tangan, orang yang ingin bertemu dengan dia ini pastilah seorang wanita muda, teringat
ramalannya Su Lam-ceng dan peringatannya Siau Hun, dia jadi ragu-ragu sulit melangkah,
tapi tulisannya mengatakan, 'masalahnya penting sekali, harap jangan diabaikan'
sepertinya dia datang dengan sesuatu ancaman, lalu apa ancaman lawan itu? Apakah dia
telah menangkap Siau Yam? Jika benar demikian, maka dia tidak bisa pedulikan
peringatannya Siau Hun, keputusannya lebih baik dia percaya, maka dia lari kearahbarat
daya.

Perjalanan sepuluh li di pegunungan, dalam sekejap sudah sampai, dari kejauhan dia
melihat, diatas batu gunung di bukit Ho-wie, duduk seorang wanita cantik berambut
panjang sampai menutup bahu. Wajahnya menghadap ke bulan, di bawah sinar bulan tampak
cantik bersinar, sepasang matanya yang bersinar menandingi sinar bulan, berputar putar,
diatas wajahnya yang seksi, tampak ada sedikit kemarahan, juga tampak sedikit sedih.

Pek Soh-jiu melihat wanita itu adalah ketua Oh Kai-pang Cu Kwan-cing, dia jadi merasa
keheranan, cepat-cepat menghampiri ke depan batu itu, sepasang tangan dikepalkan
berkata:

"Ternyata ketua Cu, sungguh beruntung sekali."

Cu Kwan-cing mengangkat alisnya, dengan malas-malasan bangkit berdiri, matanya melirik


dia sekali, lalu dengan tertawa genit yang membuat orang jadi gairah berkata:

"Apa betul? Saudara."

Pek Soh-jiu dengan wajah serius berkata: "Ketua memanggil aku, tidak tahu ada
kepentingan apa?"

Cu Kwan-cing mencibirkan bibirnya, membalas dengan keluhan sedih dan pelan:

"Apakah kita tidak bisa hanya berbincang? Kenapa harus ada hal penting!"

Wajah Pek Soh-jiu berubah berkata:

"Tidak satu jalan tidak ada yang perlu dibicarakan, kita mungkin sulit bisa berbincang-
bincang, sampai jumpa,......"

Dia tidak mau berbicara lebih lama lagi dengan wanita yang hina ini, perkataannya belum
habis, dia meloncat beberapa tombak ke belakang, dia berlari kembali ke jalan arah
datangnya.

Tapi......

"Orang She Pek, apakah kau tidak ingin tahu siapa otak pembunuh ayahmu? Walau pun kau
bisa tidak pedulikan dendam keluarga, di dunia persilatan menjadi seorang anak yang
tidak berbakti sangat hina, dan nona kecil itu juga kau sudah tidak mau lagi?"

Pek Soh-ciu terkejut mendengar kata-katanya, memang sampai mati pun dia tidak akan
berhenti menyelidik otak penyerangan tempat tinggalnya, Hal yang dikatakan Cu Kwan-
cing, adalah hal yang sangat penting yang ingin dia ketahui, terpaksa dia cepat-cepat
berlari kembali.

Mulut Cu Kwan-cing tersenyum, menatap wajahnya yang tampan, dia jengah tampak sulit
bicara:

"Saudara! Kelihatannya kau ingin bicara dengan aku, kalau begitu duduklah, di bawah
pemandangan rembulan yang seperti syair cinta ini, kenapa harus seperti ayam jago mau
bertarung!" lalu dia mengguna-kan lengan bajunya membersihkan batu, tubuhnya menggeliat
lalu duduk diatas batu.

Karena membutuhkan kabar, Pek Soh-jiu terpaksa menahan kesebalan dalam hatinya,
katanya:

"Ketua Cu jika bisa memberitahukan otak pembunuh ayahku dan keberadaan istriku, aku
akan sangat berterima kasih sekali."

Dengan sepasang tangannya memeluk lutut, Cu Kwancing tersenyum berkata:

"Apa semudah itu? Saudara..."

"Ini......atas kemurahan hati ketua, aku pasti akan membalasnya......"

"Bagaimana cara membalasnya, coba katakan dulu."

"Ini......keek, keek, jika ketua Zhu mendapatkan kesulitan, aku pasti dengan sekuat
tenaga akan membantu menyelesaikannya."

"Apa kata katamu sungguh sungguh?"

"Tanpa kepercayaan aku tidak bisa berdiri."

"Kalau begitu tampaknya, aku harus percaya padamu."

"Betul."

"Kalau begitu aku ingin tahu terlebih dulu, satu teka teki yang sulit dipecahkan."

"Teka teki apa yang sulit dipecahkan?"

"Teka-teki ini, bila dikatakan juga lucu sekali, yaitu kenapa bisa begitu banyak
perempuan yang suka padamu?"
"Ketua berkelakar."

"Berkelakar? Tidak... kau telah mendapatkan wanita secantik bidadari Su Lam-ceng, ini
masih belum cukup mengherankan, yang paling membuat orang tidak mengerti adalah, Leng-
bin-sin-ni yang tinggal di dalam kuil, yang pandangannya sangat tinggi itu, sehingga di
dalam lautan manusia, juga sulit mendapatkan laki-laki yang pantas dijadikan suami,
dalam kekecewaan hatinya membuat dia nekad tinggal di dalam kuil, tapi karena kau dia
rela membuka baju nikohnya menjadi istri muda, sehingga itu membuat
......hi...hi...hi......cici berniat mencobanya."

Wajah Pek Soh-jiu menjadi dingin, katanya:

"Ketua Cu adalah seorang ketua perguruan yang namanya sudah termasyur diseluruh dunia
persilatan, katanya lebih baik bisa menyesuaikan diri!"

Cu Kwan-cing dengan tenangnya berkata:

"Sebutan cici, mana bisa dibandingkan dengan Leng-bin-sin-ni, saudara terlalu memandang
tinggi cici."

Pek Soh-jiu marah:

"Sebenarnya apa keinginanmu?"

Cu Kwan-cing malah tertawa:

"Bukankah aku telah mengatakan, hanya ingin mencoba saja."

"Bagaimana cara mencobanya?"

"Haai, adik Yang bodoh sekali, kecuali benar benar menikmatinya, antara laki dan
perempuan ada cara apa lagi mencobanya?"

"Ha...Ha...ha!" Pek Soh-jiu tertawa keras, sesaat berkata,

"Seorang wanita yang laki-laki mana pun bisa jadi suaminya, yang nama kotornya tersebar
ke seluruh pelosok, ternyata tampangnya hina begini, orang she Pek sekali lagi terbuka
matanya."

Wajah Cu Kwan-cing berubah, dia berteriak dingin berkata:

"Orang she Pek, kau berani tidak menepati janji?"

Pek Soh-jiu mendengus dingin berkata:

"Orang she Pek adalah seorang laki-laki sejati, mana mungkin bisa menerima ancamanmu!"

"Apa kau sudah tidak ingin tahu lagi otak pembunuhan itu?"

"Aku tentu mampu mencari sendiri bangsat itu, kau katakan atau tidak bukanlah hal yang
penting."

"Mungkin kata-katamu benar, tapi bagaimana Siau Yam? Apakah kau tega tidak menolong
nyawanya?"

"Ha...ha...ha...sudah ada kau, aku sudah tidak risau tidak bisa menolong Siau Yam!"

"Kelihatannya kita harus bertarung."


"Kenyataannya terpaksa demikian!"

"Sayang kau sudah terkena racun, sudah tidak ada kemampuan untuk bertarung!"

Begitu Pek Soh-jiu mendengar hati jadi tergetar, diam-diam mencoba tenaga dalamnya,
benar saja jalan darahnya telah tersumbat, tanpa sadar dia sudah berubah menjadi

orang yang kehilangan ilmu silatnya, tidak tahan dirinya menjadi marah sekali, paak...
telapak telah memukul ke arah wajah Cu Kwan-cing.

Cu Kwan-cing tidak menghindar, tangannya diulurkan, dan berhasil mengunci pergelangan


tangan Pek Soh-jiu, sedikit menekan pergelangan, Pek Soh-jiu sama sekali tidak bisa
berdiri mantap, langsung roboh menindih tubuh Cu Kwan-cing.

"Turuti saja! cici tidak akan merugikanmu!" saat dia bicara, sepasang tangannya tidak
hentinya bergerak ke alas kebawah, kelakuannya persis seperti orang kelaparan.

"Wanita hina, kau sungguh tidak tahu malu, sekarang aku akan menghujat kau!" diperkosa
oleh wanita, Pek Soh-jiu mana pernah mengalami penghinaan seperti ini, tapi seorang
yang kehilangan ilmu silatnya, kecuali menyerah pada kehendak orang, hanya ada satu
cara yaitu menghujat orang, tapi Pek Soh-jiu memang punya kelebihannya dari pada orang
lain, di saat dia tidak bisa berbuat apa apa, satu benda putih, mendadak meloncat
keluar dari dalam bajunya, dia adalah ular pintar Sian giok. Ketika Pek Soh-jiu membuka
dan membaca sapu tangan itu, hawa beracun yang terdapat di sapu tangan melayang masuk
kedalam hidungnya, Sian-giok juga mengalami hal yang sama, sehingga dia merayap masuk
kedalam bajunya Pek Soh-jiu, menggunakan racunnya sendiri menawarkan racun yang
menyerang dari luar ketika dia belum selesai menawarkan seluruh racunnya, dia tahu
majikannya dalam bahaya, tidak bisa ditunda lagi, terpaksa keluar melakukan serangan
terhadap musuh majikannya, Cu Kwan-cing mimpi pun tidak terpikirkan, ketika sedang
membayangkan pada hal yang cabul, tiba-tiba tenggorokannya terasa sakit sekali, wanita
iblis yang sedang meraja lela, mimpi indahnya

belum selesai, nyawanya sudah melayang tanpa tahu sebabnya.

Pek Soh-jiu tertolong dari mara bahaya, tapi ular pintar Sian-giok jadi semakin
berbahaya, dengan pelan dia merayap kembali ke dalam lengan baju Pek Soh-jiu, lalu
menggulung diri tidak bergerak lagi.

Pek Soh-jiu memaksakan tubuhnya berdiri, dengan benci melihat sekali pada mayat Cu
Kwan-cing, lalu membalikan tubuh, berjalan pulang.

Mendadak, dia mendengar teriakan panggilan yang halus seperti suara serangga, seperti
semut bicara, juga seperti suara langit yang merdu, mendengung terus tanpa berhenti
ditelinganya, dia merasa pikirannya sedikit kacau, tubuhnya juga sangat lelah sekali,
tanpa sadar dirinya berjalan mengikuti suara aneh itu.

Akhrinya, dia melangkah masuk ke dalam mulut sebuah goa yang ukuran lobangnya hanya
sebesar tubuh manusia, dia melangkah di dalam lorong yang gelap, sempoyongan dan tanpa
arah, menuju ke arah yang tidak diketahui itu.

Di dalam saru ruangan batu, suara aneh itu mendadak berhenti, tapi pemandangan di depan
matanya kembali membuat dia tercengang.
Sebuah ramput panjang yang awut-awutan seperti rumput liar, tumbuh diatas satu kepala
yang besarnya mengejutkan orang- di bawah kepala seperti sebatang tiang pohon, menempel
diatas satu batu hitam yang rata mengkilap, ternyata dia adalah seorang aneh yang
kepalanya besar tanpa sepasang kaki, jika bukan karena diatas wajahnya yang kurus dan
pucat itu, berputar putar dua butir bola mata yang bersinar, dalam keadaan ini, sungguh
sulit sekali bisa mengetahui dia adalah manusia hidup.

Pek Soh-jiu melihat pada orang aneh berkepala besar itu, sepatah pun tidak berkata, dia
langsung duduk, dia juga ingin beristirahat sebentar untuk mengembalikan tenaganya,
terhadap suara aneh tadi, dan orang aneh berkepala besar di depan matanya, dia seperti
tidak pernah mendengar, dan tidak melihatnya.

Dia ingin beristirahat dengan tenang, tapi satu suara tertawa keras yang mengejutkan
hati, membuat dia tidak bisa tenang, dia pelan-pelan membuka matanya, pada orang aneh
kepala besar itu berteriak rendah berkata:

"Kenapa kau berteriak-teriak? Jika ingin mati juga harus tenang!"

Suara tawa itu mendadak berhenti, sepasang mata di atas kepala besar itu melihat sekali
pada dia:

"Kau mengatakan aku? Bocah."

"Di dalam goa ini hanya ada kita berdua, tentu saja yang kukatakan itu untukmu!" kata
Pek Soh-ciu

"He...he...he tidak diduga sampai sekarang, masih ada orang yang berani berkata begini
pada Giam-lo-Cun-cia (Raja neraka yang terhormat.), he.. .he.. .he"

"Hemm, kalau begitu, kau tambah satu pengalaman lagi."

Giam-lo-cun-cia tertegun:

"Bocah! Kau ini cari mati ya? Mmm, jangan ter buru-buru, mati, mudah sekali, hanya saja
aku tidak Ingin kau mati terlalu enak."

Giam-lo-cun-cia baru saja habis bicara, mendadak Pek Soh-jiu merasakan tubuhnya
bergetar, ada satu aliran hangat yang lembut mengalir, mengalir dalam jalan darahnya,
masuk ke dalam Beng-bun-hiat membuat seluruh

tubuhnya kesemutan, dari dalam dirinya timbul satu perasaan gatal yang aneh.

Lalu seperti ada ratusan semut menggigit hatinya, sampai tulang pun seperti retak
retak, terhadap seorang yang tidak ada kemampuan melawan, sungguh sakitnya tidak
tertahankan.

Tubuhnya jadi gemetaran, keringat dingin membasahi seluruh baju putihnya, namun, dia
sedikit pun tidak mengeluarkan suara rintihan, juga di wajah-nya, tetap tampak sikap
kesombongan yang pantang menyerah oleh kekerasan.

Wajah orang tua tanpa kaki yang menyebut dirinya Giam-lo-cun-cia itu jadi berubah:

"Bocah kau memang berbakat, tapi aku tetap mau mencobanya siapa yang lebih kuat!" angin
lembut keluar dari telunjuknya, mengikuti jarinya yang seperti dahan kering itu,
menotok ke arah dada Pek Soh-jiu, tenaga jarinya membelah angin, terdengar
ssst...ssst... tidak henti-hentinya terdengar di telinga, bisa dibayang-kan betapa
mengejutkan kekuatan tenaga jari orang ini.

Terhadap orang yang tidak pernah bertemu ini, Pek Soh-ciu merasa sulit mengerti, tidak
terpikir kenapa dia menggunakan suara aneh memancing dirinya datang, dan sekali
bicaranya tidak cocok maka langsung ingin membunuh dirinya, sebagai seqrang laki-laki
kepala boleh putus, darah boleh mengalir, tapi jangan harap meminta ampun, melakukan
hal yang merendah-kan harga diri Maka dengan mendengus dingin, dengan angkuhnya tidak
memandang pada tenaga jari yang segera membuat dia tewas.

Tok...... terlihat batu kecil berhamburan, angin kencang menusuk telinga, tenaga jari
itu malah menotok di dinding samping tubuhnya hingga membuat satu lubang yang besar.

Giam-lo-cun-cia yang telah bertemu dengan seorang bocah yang tidak takluk oleh ancaman
hidup atau mati, dia jadi menyerah, sesaat dia teriak keras:

"Bocah! semangatmu sungguh membuat aku kagum, keek......bagaimana kalau kita berdamai?"

"Jika anda ingin menggunakan cara tolol mengancam atau menyogok, lebih baik tutup saja
mulut anda itu!" kata Pek Soh-ciu tawar.

Wajah Giam-lo-cun-cia berubah, lama... baru dengan menarik napas berkata:

"Demi menebus dosa yang aku lakukan waktu dulu, disini aku menghukum diriku dengan
menahan penderitaan selama tiga puluh tahun, kau bocah malah tidak mempercayai
aku......" berhenti sejenak lalu melanjutkan,

"Bocah walau dua jalan darah Jin dan Tok mu sudah tertembus, sayang tenaga dalamnya
masih agak kurang, ah..

.harapan aku mungkin tidak akan terlaksana, sepertinya kau telah terkena racun yang
amat mematikan, jika aku tidak mengobatimu, tidak lewat tiga hari, kau pasti mati oleh
racun itu, kelihatannya dalam perdagangan kita ini, aku mungkin akan rugi besar......"

Pek Soh-jiu mendengus dingin berkata: "Jika anda merasa takut rugi, aku juga tidak
berniat berdagang dengan anda, bukankah itu akan menguntungkan kedua belah pihak!"

"Ha... ha... ha!" Giam-lo-cun-cia tertawa terbahak-bahak, "Keinginanmu sungguh cantik,


harus tahu jika aku

sudah berniat mensukseskan perdagangan ini, kau tidak ada pilihan lain?"

Dia mendadak mengulurkan tangan, tubuh Pek Soh-jiu malah terbang ke depan seperti
ditarik oleh satu tenaga hisapan aneh yang tidak bisa dilawan, lalu orang itu
menyatukan jari seperti tombak, berturut turut menotok pada tiga puluh enam titik jalan
darah besar di seluruh tubuh Pek Soh-jiu, dan telapak tangan kanannya di tempelkan di
atas jalan darah Pek-hui-hiat pemuda sombong ini, mengalirlah satu hawa hangat tidak
putus-putusnya ke dalam tubuh Pek Soh-jiu.

Cara pengobatan paksaan ini, membuat Pek Soh-jiu jadi merasa sangat malu dan sedih,
setelah terdengar suara

"Boom!" yang keras, akhirnya dia tidak sadarkan diri.


Lama, dia sudah bangun kembali, perasaan pertama dia adalah seluruh jalan darahnya
lancar tidak ada halangan, tenaga dalamnya seperti mata air, seluruh tubuhnya terasa
nyaman sekali, tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya, saat matanya melihat pada
orang tua yang mengobatinya, dia malah jadi terkejut sampai tertegun, karena orang tua
cacad yang tidak ada sepasang kakinya ini, sudah menciut tidak berbentuk manusia lagi,
sepertinya dia telah menyalurkan seluruh tenaga dalamnya pada Pek Soh-jiu, apa
sebabnya? Dia tidak bisa mengerti, tapi terhadap orangtua asing dan cacad ini mau tidak
mau timbul perasaan menyesal yang mendalam, sehingga sepasang matanya, meneteskan air
mata yang mengandung perasaan bermacam macam.

0-0dw0-0

BAB 8

Kasih seorang pendekar

Saat ini Giam-lo-cun-cia mendadak membuka sepasang matanya, dua sorot mata yang
bersinar gelap namun damai berkata:

"Kemarilah, bocah."

Pek Soh-jiu dengan perasaan tidak tenang maju kedepan, berkata:

"Lo-cianpwee ada nasihat apa?"

Giam-lo-cun-cia "keek!" sekali berkata:

"Aku telah membalikan aliran darah dan membalikan jalan darahmu, membuat seluruh tenaga
dalammu, tidak peduli maju atau mundur jadi lancar, selanjutnya jalan darahmu bisa
dengan sekehendak hati berpindah tempat, juga bisa dengan otomatis menahan tenaga dalam
lawan yang mengenai dirimu, keek... di dunia persilatan walau pun tidak sedikit orang
berbakat dan berkemampuan hebat, yang dapat dengan sukses tenaga dalamnya mencapai
tingkat tertinggi ini, kaulah yang pertama."

Dia menghentikan bicaranya sejenak, setelah meluruskan nafasnya berkata lagi:

"Aku telah menggunakan cara Kai-teng-siu-kang (membuka gunung mengirim keahlian)


menyalurkan seratus tahun latihan tenaga dalamku kedalam tubuhmu, sekarang di seluruh
dunia persilatan, kau sudah tidak ada lawan lagi."

Pek Soh-jiu mendengarnya jadi tergetar berkata:

"Lo-cianpwee, kita tidak saling kenal, pemberian anda ini bukankah sedikit terlalu
beresiko!"

"Ha...ha...ha" Giam-lo-cun-cia tertawa terbahak bahak sesaat berkata, "Apakah kau


melihat aku ini orang yang sembarangan mengambil resiko? Aku beritahu, selama tiga
puluh tahun ini orang licik yang mati ditanganku, jumlahnya sudah melebihi tiga puluh,
jika aku tidak melihat kau orangnya bisa dipercaya, hemm, bagaimana bisa membiarkanmu
hidup sampai saat ini!"

"Kalau begitu, Lo-cianpwee ingin aku lakukan apa?"

"Tidak perlu terburu buru, bocah! Aku ingin beri tahukan padamu satu hal yang
menyakitkan hati dimasa lalu......"

berhenti sejenak lalu dilanjutkan lagi:

"Apakah kau pernah dengar perguruan Thian-ho?"

"Aku pernah mendengarnya."

"Apakah kau tahu siapa itu Thian-ho-leng-cu?"

"Thian-ho-sat-kun."

"Tidak salah, tapi, Leng-cu melampiaskan kegemarannya pada air dan gunung, mendamaikan
diri di alam bebas, bukan saja kekuasaannya jatuh ke tangan orang lain, juga membawa
mala petaka berdarah bagi dunia persilatan......"

"Aku pernah bertemu dengan beliau, dia memang orang tua yang sangat terbuka"

"Justru karena itu, istrinya Leng-cu yaitu Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim dengan leluasa
mengambil

kekuasaannya, lalu diam-diam memelihara pengikut setia, di dalam perguruan Thian-ho,


mendirikan lagi Hek-it-kau (Aliran baju hitam), yang diketuai oleh dua orang
kepercayaannya sebagai ketua dan wakil ketua......"

"Apakah mereka itu adalah para orang baju hitam bertopeng itu?"

"Benar, haai... Hek-it-kau meraja lela di dunia persilatan, melakukan segala kejahatan,
maka di dalam dunia persilatan timbul keadaan api di dalam sekam."

"Berbagai perguruan di dunia persilatan, apakah tidak ada satu orang pun yang berani
melawannya?"

"Dalam berbagai perguruan tidak ada orang yang berbakat, melindungi diri sendiri saja
sudah kewalahan, apalagi melawan Hek-it-kau! Namun akhir-nya masalah mi membuat marah
Sin-ciu-sam-coat, di dalam satu pertarungan sengit mereka berhasil menyapu sarangnya,
habislah pasukan intinya Hek-it-kau, ketua dan wakil ketuanya juga mengalami luka
parah, maka aliran sesat yang melakukan kejahatan di dunia persilatan ini seperti Bunga
Eng, hanya sebentar mekarnya, lalu hancur lebur......"

"Lalu Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim mengigat luka ketua dan wakil ketua Hek-it-kau,
mereka kembali dengan mengancam para pesilat tinggi dari berbagai perguruan untuk
melakukan serangan diam-diam ke perumahan Leng-in, mengakibatkan Sin-ciu-sam-coat yang
sebagai pembela kebenaran di dunia persilatan, dua orang mati satu terluka, keluarga
hancur, betul tidak locianpwee?"

Ciam-lo-cun-cia melihat mata Pek Soh-jiu mengandung hawa membunuh, alis mengangkat
tinggi, wajahnya marah sekali, tidak tahan dia jadi bengong betapa saat berkata:

"Apa kau keturunan Sin-ciu-sam-coat?"

"Aku telah mengatakan pemberian Lo-cianpwee terlalu berisiko!"


"Ha...ha...ha" Giam-lo-cun-cia tertawa lepas beberapa saat, lalu berkata:

"Dulu aku sudah terlalu banyak melakukan kejahatan, tiga puluh tahun menghadap dinding
untuk menyadarkan diri, terhadap kebencian hati pada Sin-ciu-sam-coat sudah lama
hilang......"

"Harapan Lo-cianpwee telah terkabulkan, kebenciannya tentu saja hilang. Tapi dendam
ayah tidak bisa dimaafkan, aku mungkin akan mengecewakan Lo-cianpwee atas budi
memberikan kesuksesan padaku!"

Giam-lo-cun-cia melototkan sepasang matanya berkata:

"Kau mengira aku pembunuh ayahmu?"

"Apakah salah?" Kata Pek Soh-ciu dingin.

"Bocah, kau sungguh kurang pengalaman, otakmu tampaknya pintar sekali, namun karena
niat membalas dendam, malah telah menutupi kepintaran-mu."

"Lo-cianpwee sedang menasihati aku?"

Giam-lo-cun-cia mendengus berkata:

"Dengan usiaku yang sudah setua ini, tidak keterlaluan kalau menasihatimu. Haai...
apakah tidak terpikirkan oleh kau aku adalah orang cacad, tinggal di dalam gunung liar,
bersembunyi sudah ada tiga puluh tahun?"

"Ini......" Pek Soh-jiu diam-diam berpikir, Giam-lo-cun-cia memang pernah mengatakan


dia telah mengalami siksaan hidup selama tiga puluh tahun, saat itu dia belum tahu
dirinya adalah keturunannya Sin-ciu-sam-coat, kelihatannya aku salah menyalahkan dia.

Setelah masalahnya jelas, dengan sendirinya timbul penyesalan di dalam hati terhadap
orang tua cacad yang asing ini, apalagi pemberiannya sudah terlalu besar. Maka

dia buru-buru membungkukkan tubuh menghormat.

berkata:

"Tepat sekali Lo-cianpwee menasihatiku, aku...keek, sungguh bodoh sekali."

Sambil menghela napas Giam-lo-cun-cia berkata:

"Kecurigaanmu bukan tidak ada alasan, dulu aku adalah ketuanya Hek-it-kau Ho-giam-Io
(Raja neraka hidup) Liauw Ji-ang......"

"Lalu kenapa Lo-cianpwee sampai jadi sedemikian buruk?"

"Waktu itu aku terluka oleh Pouw-ci-sin-kang Hong San-ceng, sudah tidak mampu bertarung
lagi, Sin-cin sam-coat sudah tidak mengejar dan mengancam aku lagi, tapi wakil ketua
Hek-it-kau Oh-long (Srigala jahat) To Co an malah tidak membiarkan aku, dia
bersekongkol dengan istriku, memaksaku menyerahkan cara membuat Ngo-tok-tui-hun-cian,
lalu memenggal sepasang kaki ku, dan melemparkan aku ke dalam jurang......"
"Semalam suami istri ratusan hari mengingatnya, Isteriya Lo-cianpwee kenapa bisa
sekejam itu!"

"Keek, wanita hina itu sudah lama berselingkuh dengan Oh-long,aku......haay......"

"Istri Lo-cianpwee, pasti seorang wanita yang cantik sekali."

Giam-lo-cun-cia jadi bersemangat lagi berkata: "Bocah, jika kau lahir lebih pagi
sepuluh tahun, maka kau akan tahu nyonya ketua Hek-it-kau Cu Kwancing, benar-benar
adalah wanita cantik yang memikat dunia."

Pek Soh-jiu tertegun:

"Cu Kwan-cing......"

Sepasang mata Giam-lo-cun-cia melotot:

"Kenapa? Aku tidak pantas? Aku hanya lebih tua lima puluh tahun saja dari dia, hemm,
kau jarang melihatnya jadi merasa aneh." Dia baru saja habis bicara, dia seperti
teringat Pek Soh-jiu kenal dengan Cu Kwan-cing, kembali berkata, "Beritahu aku,
bagaimana kau bisa kenal dengan dia?"

Pek Soh-jiu tidak menduga wanita iblis yang cantiknya aduhai itu adalah istrinya Giam-
lo-cun-cia, jika bukan mendengar sendiri, dia hampir saja tidak percaya, tapi bicara
soal usia mereka, Giam-lo-cun-cia hanya pantas jadi kakeknya Cu Kwan-cing, bunga jatuh
ke laut, tidak terhindar kesedihan pun terjadi! Tapi melihat warna wajahnya Giam-lo-
cun-cia, terhadap istri mudanya yang cantik, yang selingkuh, yang mencelakai suami, dia
masih tetap mencintainya, dia sendiri malah telah membunuh istrinya, harus bagaimana
mencerita-kan pada orang tua ini? Sesaat, dia jadi gagu sulit menjawabnya.

Giam-lo-cun-cia mendadak mengangkat alisnya berteriak marah:

"Bocah, apa yang telah kau lakukan dengan dia?

Katakan!"

Pek Soh-jiu terpaksa dengan sekali mengeluh berkata:

"Harap Lo-cianpwee memaafkan, aku......telah membunuh dia......"

Giam-lo-cun-cia seperti tersambar petir, seluruh semangatnya jadi mati rasa, lama,
orang tua cacad yang lama terkurung digunung liar ini, mendadak tertawa keras yang
tidak lebih enak di dengar dari pada tangisan, dua baris air mata tua seperti aliran
sungai mengalir.

Pek Soh-jiu melihat Giam-lo-cun-cia karena kematiannya Cu Kwan-cing, sedihnya sampai


sedemikian parah, jadi tidak tahan buru-buru berkata:

"Lo-cianpwee, aku......haay, sungguh terpaksa sekali, jika

'Lo-cianpwee ingin membalaskan dendam istri...”

"Tidak," Giam-lo-cun-cia mendadak menghentikan tangisnya berkata, "Aku tidak


menyalahkanmu, membunuh wanita hina itu, memang ini juga satu diantara dua hal yang aku
ingin kau lakukan untukku, tadi hanya karena terlalu kebetulan sekali, jadi tertawa."

Setelah Giam-lo-cun-cia berkata demikian, Pek Soh-jiu baru merasa hatinya sedikit lega,
dia sungguh tidak ingin orang tua cacad yang seperti lampu kehabisan minyak ini, saat
akan menemui ajalnya, masih menerima siksaan yang pedih, maka dengan lapang dada dia
berkata:

"Lo-cianpwee masih ada pesan apa?"

Karena emosinya bergejolak, Giam-lo-cun-cia yang sudah sampai keadaan lampu kehabisan
minyak, tadinya nyawanya masih bisa bertahan tiga sampai lima jam lagi, sekarang dia
sudah sampai diujung batas, saat ini dia mulutnya menganga, nafasnya walau pun lemah,
namun masih terngengah-engah. Beberapa saat, dia baru mi lanjutkan berkata:

"Satu lagi......yaitu......yaitu laki yang selingkuh itu... Oh-long... kau......


bunuhlah dia...... dengar...... bocah, Oh......Long itu......sekarang ini ada di Thian-
ho-leng....mungkin..... dia itu adalah pembunuh ayahmu......

dan juga......wanita hina itu......pernah menangkap......"

Menangkap apa? Dia tidak bisa menyelesaikan kata-katanya, kepala besar dengan rambutnya
yang acak acakan

itu roboh, orang hebat yang aneh ini, telah menyelesaikan hidupnya yang menyedihkan.

Ini adalah akibat yang pasti, tapi meninggalkan kesedihan yang berat bagi Pek Soh-jiu,
karena Giam-lo-cun-cia menyalurkan seratus tahun tenaga dalam pada dirinya, akibatnya
jadi begini, dengan berlinang air mata, dia menguburkan jenasah Giam-lo-cun-cia,
menghadap pada gundukan tanah kuning, dia sedang memikirkan pesan terakhir Giam-lo-cun-
cia:

"Oh-long sekarang ada di Thian-ho-leng, mungkin dia adalah pembunuh ayahmu......"

Tidak salah, Ngo-tok-rui-hun-cian adalah senjata rahasia khusus Giam-lo-cun-cia, tapi


berhasil dikuasai oleh istrinya Cu Kwan-cing dan Oh-long To Cu-an, dan To Cu-an adalah
wakil ketuanya Hek-it-kau, nyawa yang lolos dari tangannya Sin-ciu-sam-coat, maka otak
yang diam-diam menyerang perumahan Leng-in, sudah tentu Oh-long ini. '

Jejak musuh sudah diketemukan, dia tidak tidak bisa tinggal lebih lama lagi, sekali
bersiul ke langit, dia langsung ingin berlari pulang tapi, kakinya jadi tertahan lagi,
diam-diam berpikir:

"Bukankah Giam-lo-cun-cia pernah mengatakan Cu Kwan-cing pernah menangkap...? Jika yang


dia tangkap itu adalah manusia, pasti dikurung di suatu tempat rahasia, sekarang Cu
Kwan-cing dan Giam-lo-cun-tia sudah mati, jika dirinya pergi begitu saja, bukankah akan
memutuskan harapan orang itu untuk bisa hidup? Keturunannya Sin-ciu-sam-coat, mana bisa
tidak menolong orang yang ada dalam kesulitan?" maka dia balikan tubuh, kembali lagi ke
goa tempat tinggalnya Giam-lo-cun-cia.

Setelah menyelidiki dengan seksama, dia menemukan batu besar yang bisa digerakan,
sepasang tangan pelan

mengangkatnya, maka terlihatlah satu lubang goa kecil yang hanya cukup masuk satu tubuh
saja.
Sinar bulan tidak bisa mencapai ke dalam, goa kecil itu tentu saja gelap gulita, tapi
sekarang dia memiliki tenaga dalam latihan ratusan tahun, matanya jadi sangat tajam
sekali? Melihat sebentar, dia sudah dapat melihat sesosok tubuh manusia yang
menggulung, memang dia adalah Siau Yam yang hilang di pantai sungai. Dia sangat gembira
sekali, dia mengulurkan tangan, dengan cepat menggendong Siau Yam keluar goa, lalu
menepuk-nepukan telapaknya dengan cepat, membuka totokannya, menekuk sikutnya, memeluk
erat di dalam pelukannya berkata:

"Adik Yam, kau sudah mengalami kesusahan..."

Siau Yam tersenyum manis:

"Wanita itu sungguh jahat, dia diam-diam menebarkan asap beracun, membuat aku jadi
tidak sadarkan diri, kemudian dia meminta padaku, ingin dengan kau......

dengan kau......hemm, sungguh tidak tahu malu."

"Keek!" sekali Pek Soh-jiu berkata, "Adik Yam kau jangan marah, wanita yang tidak tahu
malu itu, sudah mati digigit Sian-giok!"

Siau Yam memelalakan mata berkata: "Sungguh? Sian-giok itu apa? Dia bisa menggigit
orang?"

Pek Soh-jiu setelah menceritakan dengan singkat bagaimana pengalaman dia mendapatkan
ular pintar Sian-giok, berkata:

"Tentu saja benar, saat itu aku juga sudah terkena racun yang dia lakukan dengan diam-
diam, jika bukan karena Sian-giok, mungkin juga tidak bisa lolos dari tangan jahat
dia."

Siau Yam mendadak bangkit berdiri, sepasang mata melotot, menatap Pek Soh-jiu berkata:

"Apa Racun Toan-hun-cauww itu sudah sembuh?"

Wajah Pek Soh-jiu menjadi merah berkata: "Sudah..."

"Bagaimana sembuhnya?"

"Keek, adik Yam, aku sudah sembuh bukankah itu bagus? Buat apa bertanya terus seperti
ini!"

"Tidak, tentu kau kembali mendapatkan seorang wanita busuk, aku tidak mau, kau katakan,
siapa wanita busuk itu?"

""Haai, adik Yam, ini tidak bisa salahkan aku, siapa suruh kau tidak baik-baik menjaga
aku!"

"Hemm, aku hampir saja kehilangan nyawa, kau malah sebaliknya menyalahkan aku, baik,
biar aku mengalah pada kalian saja..." benar saja setelah mengatakan langsung pergi,
tubuh berkelebat, langsung lari keluar goa.

Pek Soh-jiu mengejar keluar goa, menangkap lengan dia berkata:

"Adik Yam, kau dengarkan aku dulu "

“Dengarkan? Baik, kau katakan siapa wanita itu."


Pek Soh-jiu tertawa berkata:

"Sebenarnya, keek, dia itu juga bukan orang luar...."

"Hemmm, bukan orang luar? Sudah menjadi Istrimu, dia itu tentu saja bukan orang luar."

"Haay, bukan itu maksudku, karena... dia itu adalah cicimu."

"Puuih, sudah jelas kau tahu aku adalah seorang anak tunggal, dari mana datangnya
seorang cici!"

"Sungguh, aku tidak membohongimu."

"Ooo, kalau begitu dia itu jika bukan Wie Pui-hoa pasti Giok Ie-ko benar."

"Bukan Suci, tapi adalah kakak sedarahmu sendiri...."

"Aku tidak percaya, kau menipu aku..."

Perkataan Siau Yam belum habis, dalam bayangan gelap saru tombak lebih melangkah keluar
tiga sosok bayangan orang, yang paling depan adalah orang tua yang tamburnya beruban,
bajunya merah api, dibelakang dia ada dua orang wanita cantik yang satu berbaju kuning
yang satunya lagi berbaju biru, dibawah sinar bulan, tampak mempesona, seperti dewi
turun dari khayangan.

Disaat Siau Yam keheranan, wanita baju kuning itu sudah maju beberapa langkah,
tangannya, menggenggam telapak tangan kanannya dengan lembut berkata:

"Kau ini pasti adik Yam kan? Sungguh membuat kau menderita saja, namaku Su Lam-ceng,
mari, aku perkenalkan."

Sifatnya Siau Yam, ada sedikit liar, kecuali guru dia Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim
yang dia tidak berani membangkangnya, hanya Pek Soh-jiu yang sedikit bisa membuat dia
jadi penurut, namun wajah dan senyumnya Su Lam-ceng yang hangat, bicaranya yang
familiar, sepertinya ada satu tenaga yang sulit bisa menahannya, dia malah tanpa sadar
ditariknya maju ke depan. Pertama, Su Lam-ceng menunjuk Thian-ho-sat-kun berkata:

"Ini adalah ayahmu, ketua sebenarnya dari Thian-ho-leng, Thian-ho-sat-kun Siau Ji-po."

Sepasang mata Siau Yam membelalak, mengawasi Thian-ho-sat-kun, lalu mengawasi Su Lam-
ceng, terakhir

menatap Pek Soh-jiu berkata: "Ciu koko, apa ini betul?" Pek Soh-jiu menghela napas:
"Menjadi seorang anak yatim piatu hampir selama dua puluh tahun, sekali bertemu dengan
ayah kandung dengan mendadak, di dalam hati pasti sulit bisa menerimanya, namun, ini
adalah kenyataan yang sebenarnya, dan juga kau masih ada seorang kakak yang sebapa
tidak seibu, dia adalah Hud-bun-it-mo yang menggemparkan dunia persilatan.

Saat ini Thian-ho-satf-kun dengan berlinang air mata, datang mendekat berkata:

"Anak Yam, kau lihat kaki ayah, kita ayah dan anak bertiga di tempat yang sama semuanya
sama tumbuh sebuah tanda lahir merah, ini adalah tanda yang diberikan oleh langit pada
kita ayah dan anak, kau masih tidak panggil ayah... "
Siau Yam tidak bisa menahan lagi, dia maju ke depan, memeluk Thian-ho-sat-kun, dengan
emosi berteriak

"Ayah!", lalu menangis dengan sedihnya.

Lama... Thian-ho-sat-kun menahan tubuhnya, dengan kasih sayang mengusap rambut halusnya
berkata:

"Beritahu ayah, apakah bocah itu telah menyulitkanmu?"

Siau Yam tertegun:

"Siapa yang ayah bicarakan?"

"Hemm!" Thian-ho-sat-kun berkata, "Kecuali bocah she Pek itu siapa lagi!"

Dua baris air mata masih menempel dipipinya Siau Yam, dia malah "Psss!" tertawa
berkata:

"Benar, ayah tidak katakan aku hampir saja lupa, dia.....sengaja khusus mempersulit
aku..."

Thian-ho-sat-kun membelalakan mata berkata:

"Anak manis jangan takut, biar ayah hajar dia."

Siau Yam buru-buru menarik lengan baju Thian-ho sat-kun:

"Ayah! Dia juga sangat kasihan, kita ampuni dia sekali ini."

Thian-ho-sat-kun dengan wajah seperti marah berkata:

"Bocah ini semakin dilihat semakin tidak menyenangkan, aku hanya ada dua orang putri,
malah semuanya ditipu dia, terakhir malah ditambah kerugian seorang murid lagi. Hemm,
jika tidak menghajar dia, sungguh sulit meredakan kekesalan hati."

Pek Soh-jiu tersenyum pada Su Lam-ceng berkata:

"Mereka ayah dan anak bersatu, aku jadi tidak bisa melawannya! Adik Ceng kau harus
bantu aku ya."

Su Lam-ceng mencibirkan bibirnya berkata: "Orang yang tahu keadaan baru disebut orang
pintar, suruh aku bantu kau lebih baik aku bantu guru saja, lebih aman."

"Ha...ha...ha jangan takut, adik kecil, kakak yang tua ini akan membantumu." Diikuti
tertawanya, Oh-kui Ouwyang Yong-it, dan Sangguan Ceng-hun bergandengan berjalan keluar,
pertama-tama mereka mengedip-ngedipkan mata pada Pek Soh-jiu, lalu membungkuk
menghormat pada Thian-ho-sat-kun berkata:

"Apa kabar Lo-cianpwee."

Thian-ho-sat-kun bersuara "Hemm!" lalu melotot pada Ouwyang Yong-it berkata:

"Kau akan membantu bocah itu, betul tidak?"

Ouwyang Yong-it menggeleng-gelengkan kepala berkata:

"Tidak, aku akan bantu Lo-cianpwee."


"Aku jelas-jelas mendengar kau mengatakan akan bantu dia, kenapa dalam sekejap sudah
tidak mengaku lagi?"

"Keek, jika Lo-cianpwee benar-benar telah menghajar adik kecilku! Walau memukulnya
tidak sakit tidak berasa, masih saja akan ada orang yang merasa sedih beberapa hari,
dengan demikian kebencian Lo-cianpwee belum

terhapuskan, lalu amarahnya mungkin malah akan meletuskan kulit perut."

"Ha...ha...ha...!" Thian-ho-sat-kun tertawa terbahak-bakah sejenak berkata, "Betul


juga, bocah ini juga kasihan sekali, kita ampuni dia saja kali ini."

Pemandangan bahagia sekeluarga ini, malam hari di gunung liar ini telah menimbulkan
kegembiraan yang sampai kepuncaknya, lama, Thian-ho-sat-kun baru menghentikan tawanya,
sambil memegang tangan Siau Yam berkata:

"Anak Yam, bagaimana kabar ibumu?"

"Ibuku?" Siau Yam keheranan berkata, "Ayah! Siapa ibuku?"

Thian-ho-sat-kun tertegun:

"Anak Yam! Kau ini bagaimana? Bukankah kau ini muridnya Thian-ho-leng?"

"Betul, aku memang muridnya Thian-ho-leng."

"Yang menguasai Thian-ho-leng bukankah Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim?"

"Benar dia, dia itu adalah guruku."

"Apa? Dia itu gurumu? Dia tidak memberitahukan, dia itu adalah ibu kandungmu?"

"Aaa......"

Ini sungguh sulit dipercaya, tapi beritanya keluar dari mulutnya Thian-ho-sat-kun,
membuat orang tidak bisa tidak percaya, tapi, kenapa Ang-kun-giok-hui melakukan
demikian, sebenarnya apa tujuannya? Tentu saja, Ang-kun-giok-hui berambisi menguasai
dunia persilatan, tapi ini apa hubungannya dengan mengakui anak kandung sendiri?

Tidak ada orang yang bisa menjawab teka-teki ini, dan Siau Yam tidak tahan bertanya:

"Ayah, jika kau ketuanya perguruan ini, lalu mengapa meninggalkan Thian-ciat-leng? Dan
malah sekali meninggalkan hampir dua puluh tahun?"

"Haai......" Thian-ho-sat-kun menghela napas panjang berkata, "Ayah meninggalkan Thian-


ciat-leng, adalah untuk mengabulkan harapan ayah berkeliling dunia, tidak diduga ketika
sampai di pegunungan Hoai-ie, aku diam-diam telah diracun orang, ayah terpaksa memetik
beberapa macam rumput obat, mencari satu lembah mati untuk

menyembuhkan racun, siapa tahu dasar sedang sial, petaka datangnya bukan hanya satu,
walau pun telah menawarkan racun, tapi jalan darahnya jadi tersesat, jika bukan bertemu
dengan kera pintar Hoan-nio itu, ayah tidak akan bernyawa lagi!"
Dia menghentikan bicaranya sejenak, mendadak mengangkat alis berkata lagi:

"Wanita hina itu jika tidak mengakui anak kandung sendiri, siapa yang tahu dia tidak
mencelakai suaminya sendiri, hemm, ayah seumur hidup tidak berselisih dengan orang,
kali ini terpaksa menggunakan kekerasan, untuk membersihkan perguruan."

"Lalu! Ayah! Apa kita akan pergi ke Thian-ciat- leng?

Atau......"

"Ha ha ha!" Thian-ho-sat-kun tertawa, "Jika sudah masuk ke dalam gunung pusaka,
bagaimana bisa kita pulang dengan tangan hampa, jalanlah, kita hadapi para teman-teman
dunia persilatan dari aliran hitam mau pun putih."

Lalu, mereka kembali masuk ke pegunungan Kwo-tiang untuk menyelidiki, pergi mencari
sarangnya Goan Ang, tentu saja, mereka bertemu dengan tidak sedikit pesilat tinggi dari
berbagai aliran, karena mereka tidak ingin membuat masalah, dengan cepat tiba di Thian-
ciat-leng, dengan tidak terjadi pertengkaran, tapi, akhirnya Pek Soh-jiu tetap saja
bisa dikenali orang, Ho-leng-ci adalah pusaka alam, Pouw-long-tui juga adalah pusaka
yang tiata tara, di bawah dorongan ingin memiliki, ada orang yang mulai melakukan
penyerangan pada dia, mereka telah menerobos banyak sekali hadangan berbahaya, akhirnya
di kepung oleh para pesilat tinggi dari berbagai aliran yang banyaknya sepuluh kali
lipat dari mereka, saat itu tepat di hari yang paling gelap saat akan fajar, dalam
pertarungan itu mereka kembali terpisah, setelah musuh mundur semua, haripun terang
benderang, disisi Pek Soh-jiu, hanya tinggal Su Lam-ceng seorang, untungnya tempat
tujuan sudah tidak jauh, berkumpul lagi tentunya tidak akan sulit, sehingga, mereka
berdua bergandengan berlari melanjutkan perjalanan.

Mendadak tercium bau amis darah, terbawa mengikuti angin masuk kehidung mereka, Pek
Soh-jiu berlari kesamping menuju arah bau aneh itu, belum lagi mereka berlari sampai
tiga tombak, sudah melihat mayat mayat bergelimpangan diatas tanah, luka mereka
semuanya sama atas kepalanya pecah, mati terkena sekali pukulan.

Mulai dari sini terus ke depan, di sepanjang jalan mereka menemukan tidak sedikit mayat
yang tewas terkena pukulan keras, sepertinya para pesilat tinggi dari berbagai

aliran yang berniat merebut pusaka tidak ada satu pun yang selamat.

Su Lam-ceng dengan menghela napas, perlahan bn kata:

"Orang yang berhasil merebut Ho-leng-ci ini, bukan saja ilmu silatnya sudah sampai
tingkat teratas, tindakannya yang kejam juga jarang ditemui didunia!" baru saja habis
bicara, Pek Soh-jiu mendadak menangkap pelelangan tangan kanannya, tubuhnya bergerak,
meloncat melintang lima kaki, tepat berada di belakang satu pohon besar, baru saja dia
bengong, di belakang dirinya sudah terdengar satu letusan yang keras sekali, terlihat
dahan dan daun-daun berterbangan, debu berhamburan, diatas tanah, sudah tampak satu
lubang dalam yang besar sekali.

Hati Su Lam-ceng tergetar keras sekali, dia tidak pernah terpikir ada tenaga telapak
yang sedahsyat ini, saat dilancarkan sedikit pun tidak mengeluarkan tanda-tanda, tidak
aneh begitu banyak orang bisa mati mendadak, dia tertawa manis pada Pek Soh-jiu,
berkata:

"Ciu koko! Terima kasih, tenaga telapak orang ini terlalu dahsyat, kita harus hati-hati
sekali."

Pek Soh-jiu mendengus dengan dingin, sorot matanya ditujukan pada sebuah pohon yang ada
didepannya dengan sorot mata sinis berkata:

"Keluarlah, tuan seorang yang ternama di dunia persilatan, memalukan melakukan tindakan
seperti pencuri ayam ini!"

"He...he...he" diiringi tawa panjang, keluar seorang tua berusia lima puluh tahunan
yang bertubuh pendek gemuk, sepasang mata elangnya yang bersinar, memperhatikan Pek
Soh-jiu dari atas sampai kebawah, berkata:

"Membunuh orang demi melindungi diri, apakah itu salah?"

Pek Soh-jiu dengan benci mengeluarkan "Heng!" sekali berkata:

"Alasannya cukup bagus, tapi tindakannya sangat hina."

"Setiap orang yang berani masuk ke bukit Ci-ih, tentu ada alasan untuk mati, kalian
berdua juga tidak terkecuali!"

"Asalkan kau punya keyakinan itu, nyawa kami berdua akan kami serahkan padamu."

"Baik, terima ini."

Sebuah cengkeraman meluncur, datangnya laksana kilat, dilangit mengaris seperti


lembayung, jurus baru dimulai, ujung cakarnya sudah sampai di depan tubuh.

Pek Soh-ciu tidak menghindar juga tidak mengelak, tubuhnya seperti sebatang pohon Liu,
bergoyang-goyang terhadap cengkeraman yang amat keji Itu, orang tua bertubuh pendek
gemuk berturut-turut beberapa kali merubahnya, akhirnya ditarik kembali tanpa hasil.

Sekali tertawa panjang, orang tua pendek itu mundur tiga langkah kebelakang, berkata:

"Kepandaian Siauhiap hebat sekali, tidak tahu siapa nama anda?"

"Aku Pek Soh-jiu, tampaknya Cianpwee adalah Goan Ang, GoanTayhiap?"

"Tidak salah, aku memang Goan Ang, nona ini siapa?"

Su Lam-ceng memberi hormat: "Aku Su Lam-ceng, harap Goan Cianpwee memberi petunjuk."

"Ha ha ha!" Goan Ang tertawa, "Walau pun aku telah berhasil mendapatkan Ho-leng-ci,
tapi tidak berani

menguasai sendirian, setiap teman yang datang ke bukit Giok-hong, asalkan dapat lolos
terhadap cengkeraman tanganku, maka dia ada kesempatan mendapatkan Ho-leng-cii......"

Pek Soh-jiu berkata:

"Aku tidak ada niat memiliki Ho-leng-ci, hanya tertarik mendapatkan dua helai daun
Leng-ci saja, sudah cukup."

"Hemm!" Goan Ang berkata, "Baiklah, kalian ikut aku."


Lengan baju yang besar itu sekali diayunkan, tubuhnya yang pendek gemuk sudah melayang
naik ke atas, ketika di udara bergerak bayangannya sudah berada tiga tombak lebih,
ketinggian ilmu silatnya, sungguh mengejutkan orang.

Pek Soh-jiu suami istri mengikuti dari belakang, menempel ketat satu langkah pun tidak
tertinggal, dalam sekejap mereka tiba diatas puncak tebing yang tingginya sampai sebuah
jejak burung terbangpun tidak ada.

Setelah menghentikan langkah, Goan Ang dengan tertawa dingin berkata:

"Ho-leng-ci ada di bawah jurang yang tertutup awan ini, kalian berdua jika tidak takut,
silahkan ikut aku untuk mengadu keberuntungan."

Habis bicara tubuhnya seperti burung bangau terbang, meloncat ke dalam jurang yang
dalamnya tidak terlihat, dan ditutupi awan itu, Pek Soh-jiu melirik pada Su Lam-ceng
berkata:

"Adik Ceng di bawah jurang pasti tempat yang sangat berbahaya, kau......"

Su Lam-ceng mencibirkan bibirnya, menghentikan pembicaraan yang belum selesai dia


berkata:

"Kau kira aku takut mati? Hemm!" bayangan kuning berkelebat, dia langsung meloncat ke
dalam jurang yang dalam itu.

Seperti panah yang sudah di tarik diatas busur, mau tidak mau harus dilepas, Pek Soh-
jiu bersiul sekali, tubuhnya sudah melayang datar, lalu menghirup nafas, pelan-pelan
turun ke dalam jurang yang dalam, yang tidak tahu akan bernasib sial atau beruntung.

Terasa sebuah hembusan hawa dingin yang aneh sekali, seperti jutaan benang juga seperti
satu jaring ikan yang besar sekali, dari segala arah menciut ke tengah, seluruh otot di
tubuhnya bergetar, tenaga dalam yang sudah di pusatkan, hampir saja buyar semua, diam-
diam dia berkata,

"Celaka." Segera dia mengayunkan telapak tangan kanannya, sekuat tenaga dipukulkan ke
tebing di sebelah kiri, tubuh yang melayang, menggunakan tenaga balik turun ke arah
kanan, dalam waktu sekejap mata, lima jari tangan kanan telah di tanjapkan ke tebing
dingin yang dekat tubuhnya, namun apa yang disentuh lima jari, seperti pasir, sama
sekali tidak bisa dipergunakan untuk menahan beban, tidak ada kesempatan untuk dia
menggunakan gerakan lain, huut... dia sudah jatuh kedalam jurang dengan anginnya yang
dingin itu, untungnya ilmu silat dia sudah sampai tingkat teratas, walau pun jatuhnya
tidak ringan, namun lukanya tidak mengganggu.

Dia melakukan pernapasan sebentar, lalu dengan kewaspadaan yang tinggi mengikuti jurang
yang tandus ini maju ke depan, mendadak, dia menemukan di telapak tangan kanannya,
masih menggenggam satu batu kecil yang terbawa saat tadi jatuh ke dalam jurang, karena
terlalu tegangnya jadi hingga sekarang belum dibuang, maka dengan tertawa tidak
bersuara, melemparkan batu kecil itu.

Batu kecil itu terlepas dari tangan, dia merasakan hawa dingin di dalam jurang
sepertinya mendadak jadi meningkat, dengan tenaga dalamnya yang sudah sampai tingkat
tertinggi, malah sampai tidak tahan tubuhnya gemetar kedinginan.
"Apakah batu kecil itu ada kegunaannya untuk menahan dingin?" diam-diam dia berpikir,
lalu membalikan tubuh menuju ke tempat tadi dia melempar batu.

Batu itu ternyata sebutir batu kecil bundar sebesar kelereng yang warnanya merah tua,
baru saja mengambil batu itu ke dalam tangannya, satu hawa yang hangat menelusuri
lengannya naik ke atas, sungguh segala ini seperti yang sudah diatur oleh alam, dia
jatuh ke dalam jurang yang dingin, tapi malahan tanpa sengaja mendapatkan batu aneh
yang bisa menahan dingin, membuat keberanian dia semakin bertambah, segera dia
melakukan pencarian keberadaan-nya Su Lam-ceng, tapi setelah hampir menghabiskan waktu
dua jam, satu bayangan orang pun tidak di temukan, mungkin Su Lam-ceng sudah masuk
duluan, dia terpaksa berlari ke depan mengikuti jalan setapak.

Di ujung jalan, adalah sebuah pintu batu yang terbuka lebar, dia sedikit ragu tapi lalu
melangkah masuk kedalam.

Di dalam ternyata adalah lapangan es yang luasnya kurang lebih seratus tombak, ada
kebun bunga yang telah diatur manusia, bermacam-macam bunga aneh tumbuh, membuat
lapangan es ini menjadi indah, saking indahnya, hampir membuat orang terpesona.

Pek Soh-jiu mengikuti jalan kecil di kebun melangkah maju, terhadap harum yang keluar
dari pot bunga, dia sedikit merasakan perasaan mabuk.

Di saat dia sedang menikmatinya, mendadak terdengar satu teriakan, delapan orang laki-
laki besar dengan menghunus golok bulu tipis, menerjang kearah dia, mereka tanpa basa-
basi bergerak bersama-sama mengeluarkan serangan, dia merasa sebuah tekanan yang sangat
dahsyat dari atas kepala sampai ujung kaki.

Dia dapat melihat jurus delapan orang ini sangat kompak tidak ada celah, bagaimana pun
mencoba, sulit bisa menghindar dari serangan ini, tapi wajah dia tampak sangat tenang,
dia sedikit pun tidak tampak gelisah menghadapi serangan delapan orang ini, mendadak
tubuhnya berputar secepat angin kencang, disekelilingnya segera terdengar suara trang
trang trang, delapan bilah golok sayap tipis yang sangat tajam, delapan laki-laki besar
yang ilmu silatnya cukup tinggi, bersamaan terbang jatuh sejauh satu tombak lebih,
diatas lantai es yang putih itu tinggal sekuntum bunga darah merah yang mencolok mata.

"Bocah, sudah sampai keajalnya, masih berani melakukan kejahatan menggunakan ilmu
silat......"

Dari sebuah lubang goa, berturut-turut meloncat keluar tiga orang, yang paling depan
adalah seorang tua yang kumis dan rambutnya sudah putih semua, memakai baju biru,
ditangannya memegang sebuah pipa bako, tampangnya sangat angker.

Yang lainnya seorang nyonya tua baju hijau, matanya menonjol keluar hidung terbalik, di
lengan kanannya membelit sebuah pecut tujuh bagian wajahnya buruk sekali, langkahnya
terlihat mantap sekali.

Yang terakhir adalah seorang laki-laki besar setengah baya dengan wajah dingin, di
punggungnya ada sepasang Wan-yo-pit (Wan-yo= semacam bebek yang berpasangan

dengan satu pasangannya saja seumur hidupnya; Pit=pena), sepasang matanya bersinar
tampak wajahnya keheranan.

Sorot mata Pek Soh-jiu menyapu dia sekali, lalu berkata dingin:
"Aku tidak ingin lebih banyak lagi membunuh orang tidak berdosa, harap kalian bertiga
panggilkan Goan Ang keluar untuk menjawab pertanyaan ku."

Orang tua berrambut putih tertawa: "Ketua Goan adalah seorang yang terhormat, bagaimana
orang seperti kau ini bisa sembarang bertemu dia!"

Pek Soh-jiu dengan angkuhnya mendengus sekali, katanya:

"Jika kalian berniat menghalangi jalan, aku terpaksa menggunakan kekerasan."

Laki-laki besar setengah baya yang wajahnya dingin mendadak maju selangkah berkata:

"Berani bertingkah dihadapan Im-yang-sam-ih (Tiga serangkai Im-yang), kau sudah bosan
hidup, mari, biar aku Tiauw Pat-ya menghabisimu."

Disaat bicara, Huan-yang-pienya sudah berada ditangan, tapi terhadap Pek Soh-jiu yang
bisa menahan hawa dingin, dan dalam satu jurus bisa melukai Peng-kok-pat-hiong (Delapan
jago dari lembah es) merasakan sedikit ragu-ragu, dia adalah seorang yang licin, maka
dia tidak mau menyerang duluan.

Pek Soh-jiu mengangkat alisnya: "Bagus, terima ini."

Kaki kirinya melangkah, telapak tangan kanannya memukul dengan jurus Hoa-liong-tian-
ceng (Menggambar naga menitik mata), jari telunjuk dan jari tengah dengan

membawa suara ssst... sudah hampir mengenai wajah Tiauw Pat-ya.

Angin jarinya seperti senjata tajam, bersuit tajam memecah angin, jurus serangan yang
tampak asal-asalan ini, ternyata dahsyatnya luar biasa, wajah Tiauw Pat-ya berubah,
tidak tahan dia mundur kebelakang beberapa langkah, tapi sepasang jari pek Soh-ciu
seperti belatung menempel di tulang, saat tubuh Tiauw Pat-ya berkelibat menghindar,
sepasang Pit ditangannya juga mengeluarkan jurus hebatnya melindungi diri, namun tetap
tidak bisa menahan ancaman dari sepasang jari Pek Soh-jiu, wajahnya yang pucat dingin
itu mengeluarkan tetes-tetes keringat sebesar kacang.

Orang tertua dari Im-yang-sam-ih Thian Ceng, dan orang kedua Lai San-siu melihat
pertarungan ini dengan wajah berubah, segera dua suara teriakan terdengar, pipa bako
dan pecut bersamaan waktu menyerang Pek Soh-jiu.

"Ha...ha...ha" terdengar tawa yang keras, menggema di seluruh lembah es, Im-yang-sam-ih
tampak tertegun seperti patung ayam, ternyata semuanya telah tertotok jalan darahnya
oleh Pek Soh-jiu dengan jurus yang tidak terbayangkan. Pek Soh-ciu tidak mempedulikan
lagi mereka bertiga, tubuhnya berkelebat, berlari mengikuti jalan lorong.

Keluar dari lorong, adalah sebuah ruang goa es yang besar sekali, esnya keras
berkilauan, putih seperti giok, embun putih yang ditimbulkan oleh hawa dingin menguap
keluar dari balok es, segumpal hawa putih yang seperti embun atau asap, menutupi
seluruh ruang, bukan saja hawanya sangat dingin sekali, sampai jarak pandang pun tidak
bisa mencapai lima kaki lebih.

Dengan hati hati dan pelan Pek Soh-ciu maju kedepan, dia juga memindahkan batu kecil
berwarna merah itu

kedepan dadanya, diam-diam mengerahkan tenaga dalam, menghisap daya panasnya.


Mendadak, langkah dia terhenti, sepasang matanya melotot, menatap tajam pada satu
bayangan orang didepannya.

Itu adalah satu bayangan seorang tua yang tubuhnya tinggi besar, rambut dan kumisnya
berdiri keras, sepasang mata ikannya, melotot seperti bel tembaga, tapi hidungnya
bengkok mulut menganga, sedikit pun tidak ada tanda kehidupan, ternyata sebuah mayat
yang sudah lama mati kedinginan, selanjutnya setiap jarak yang tidak jauh, dia pasti
menemukan mayat yang serupa, mereka ada yang dalam posisi duduk ada yang terlentang,
posisinya berbeda-beda, menggambarkan suasana yang menyeramkan pada lembah dingin yang
aneh ini.

Mendadak, mata dia menjadi terang, sepasang kakinya langsung meloncat, dia sudah
melewati sepuluh lebih hweesio dan berdiri dibelakang mereka, sepasang matanya
bersinar, mengeluarkan sinar keheranan.

Tampak dua belas orang hweesio dan tiga orang pendeta To diam seperti patung, mereka
semua menutup matanya, duduk bersila sedang mengerahkan tenaga dalam dari aliran Budha
dan To melawan dinginnya hawa di dalam goa.

Setelah diam-diam dia mengawasi mereka sejenak, tidak terasa dia menghela napas, dia
tahu mereka adalah seluruh kekuatan inti dari Siauw-lim-sie di bawah ketuanya, dan tiga
tetua dari Bu-tong yaitu Ceng-yang, Cuan-yang, Cu-yang, jika membiarkan mereka mati
disini, tidak saja membuat dua perguruan aliran lurus dari dunia persilatan ini sulit
bisa bangkit kembali, juga akan membuat kerugian yang amat mengerikan bagi dunia
persilatan.

Namun saat ini dia seperti Budha tanah menyeberang sungai, melindungi diri sendiri saja
sulit, apalagi dengan kekuatan seorang diri, walau pun tenaga dalamnya lebih tinggi
lagi juga sulit bisa menghilang-kan racun yang dialami sepuluh lebih orang-orang ini,
terpaksa dia sementara melepaskan menolong mereka, pikirnya nanti setelah bertemu
dengan Goan Ang, dia akan memaksa menyerahkan Ho-leng-ci, baru menentukan cara menolong
mereka.

Keluar dari bagian goa ini, hawa dingin sudah tidak sedingin tadi, dengan lega dia
menghela nafas, melanjutkan larinya kedepan.

Sekarang di hadapannya ada sebaris rumah yang dibangun oleh batu dan papan, pohon bambu
tampak di mana-mana, ada satu parit mengalir melintang, pemandangannya luar biasa,
segulung hawa yang hangat, ditiup angin menerpa mukanya, dibandingkan dengan ruangan es
yang tadi dilalui, benar-benar dunia yang berbeda sekali.

Saat ini matahari berada ditengah-tengah kepala, sinar matatari dari atas tebing yang
tinggi curam menyinari lembah yang misterius sulit di duga ini, tampak sinarnya sudah
lemah tidak bertenaga, saat dia mengawasi kesekeliling, sebaris pasukan pesilat dengan
baju ringkas, keluar dari belakang rumpun bambu, orang yang meminpin di depan, alisnya
tebal matanya besar, tampangnya sangat galak, dia mengayunkan golok panjang
ditangannya, lalu bayangan orang berkelebatan mengepung Pek Soh-jiu di tengah
lingkaran.

"Hemm!" Pek Soh-jiu berkata dingin, "Panggil Goan Ang keluar menemui aku, jika tidak
jangan salahkan aku bertindak kejam!"

Terhadap teriakan Pek Soh-jiu, pengepungnya sedikit pun tidak mempedulikannya, sambil
memeluk golok panjang, mereka berdiri tegak tanpa perasaan, diatas wajahnya sedikitpun
tidak ada ekspresi.

Pek Soh-jiu mendengus, telapak tangan kanannya mendadak dikibaskan, dengan lima puluh
persen tanaga dalamnya, didorongkan kedepan, mendadak satu sinar golok berkelebat,
sebuah tirai sinar, menahan tenaga telapaknya, di kedua sisi kiri kanan dan belakang
tubuh, juga bersamaan waktu datang menyerang tiga kelompok tirai golok, namun gerakan-
nya melayang-layang, begitu menyentuh langsung menghindar, Pek Soh-jiu hanya menyerang
satu jurus, mereka telah menyerang empat jurus, juga telah berganti tiga tempat.

Pek Soh-jiu terkejut, dia tidak menduga di dalam lembah yang misterius ini, ada barisan
golok sehebat ini, dia segera mengumpulkan hawa murni kedalam Tan-tian, tenaga dalamnya
menyebar keseluruh tubuh, tubuh mendadak berputar, sepasang tangan melayang-layang,
dalam sekejap mata, menyerang berturut-turut delapan telapak tangan, sekejap kemudian
terdengar beberapa kali suara jeritan mengerikan, sekeliling kembali menjadi hening,
namun sepasukan pesilat berbaju ringkas ini, sudah roboh setengahnya.

"Ha...ha...ha seumur hidup aku belum pernah mengagumi orang, ilmu silat sehebat Pek
Siauhiap ini, sungguh-sungguh belum pernah terlihat dalam seratus tahun, namun......"

Akhirnya Goan Ang menampakkan diri, di belakangnya mengikuti seorang laki-laki besar
setengah baya yang tampan, bermulut tajam, pipinya tipis, matanya berputar-putar.
Melihat Pek Soh-jiu yang dapat melalui lorong es, dan kepandaian hebat yang tadi
diperagakan, tampaknya

memuji, tapi di dalam kata-katanya, sedikit pun tidak mengadung ketakutan.

Pek Soh-jiu berkata dingin:

"Maksudmu, orang she Pek terlalu lama hidup?"

Goan Ang menyipitkan sepasang matanya, wajahnya yang bulat tampak bersinar dingin,
katanya:

"Bukan, bukan, aku hanya merasa sedikit sayang saja."

Pek Soh-jiu mendengus:

"Anda tidak perlu menakut-nakuti, jika masih punya kepandaian lain, silahkan keluarkan
biar menambah pengetahuanku."

"He he he!" Goan Ang tertawa, "Terhadap orang yang telah keracunan, tidak perlu
menggunakan jurus hebat lagi, he......"

Hati Pek Soh-jiu tergerak, dia segera mengerahkan tenaga dalam, benar saja diantara
Ciu-wie, ada satu hawa yang dingin, wajah dia berubah berkata:

"Aku mengikuti anda datang kemari, hanya menginginkan dua helai daun Ho-leng-ci, untuk
menyembuhkan penyakit pamanku, tidak diduga anda malah ingin menghabisi orang-orang
Bulim dalam satu pukulan, hemm, walau pun aku terkena racun aneh, tapi aku masih mampu
menghabisi nyawa orang she Goan dibawah telapak tanganku."

"Siauhiap sepertinya terlalu percaya diri.'"

"Kalau tidak percaya, boleh kau coba?"

"Aku justru menginginkan."


"Baik, terima ini."

Kakinya melangkah, menciutkan jarak jadi inci, lima jarinya dibuka, secepat kilat
mencengkram perge-langan tangan kanan Goan Ang.

Goan Ang melihat Pek Soh-jiu lalu melayangkan telapaknya, tapi angin jari Pek Soh-ciu
sudah menyentuh diatas jalan darahnya, kecepatan gerak ini sangat mengejutkan dirinya,
tapi ilmu silat dan refleknya berada diatas rata-rata orang, walau jurus Pek Soh-jiu
ini dahsyat, tetap saja tidak bisa melukainya, terlihat dia mundur selangkah lalu
lengan kirinya diayunkan, sebilah golok lentur seperti seekor ular pintar membabat
kearah Pek Soh-jiu.

Pek Soh-jiu mendengus, gerakan telapak tangan kanannya berubah, lima jari turun
kebawah, dari kejauhan dia menjentikan jarinya, lima jalur angin, menotok kearah jalan
darah di rubuh bagian bawah Goan Ang.

Hati Goan Ang tergetar, kaki kanannya bergeser kesamping, melangkah melintang tiga
langkah, sebelah lengannya diputar, golok lentur dengan mengeluarkan bunyi
ssst...membelah angin, dengan cepat membabat bahu kiri Pek Soh-jiu.

Pek Soh-jiu sedikit memiringkan tubuh, menghindar satu babatan golok ini, mendadak dia
membentak keras, telapak tangan kanan diputar lalu didorongkan, tenaganya telah
menjelma menjadi ribuan benang perak, seperti air raksa tumpah ke tanah, segera menutup
Goan Ang tanpa celah.

Goan Ang diam-diam mengeluh, "Celaka." Mendadak tubuhnya terasa kesemutan, seluruh
tubuh mendadak kaku tidak bertenaga, selain golok lentur yang tajamnya bisa memotong
rambut yang terbang itu, telah jatuh ketangan Pek Soh-jiu, dia sendiri juga seperti
sebuah patung kayu, berdiri tertegun tidak bisa bergerak.

Pek Soh-jiu dengan dingin berkata:

"Jika kau sayang pada nyawamu, kita bisa berbicara dengan jujur......."

Goan Ang mengeluh sedih:

"Kepandaian Siauhiap hebat sekali, orang she Goan dengan tulus mengaku kalah, kau ingin
bagai-mana, silahkan saja perintahkan."

"Dimana istri ku Su Lam-ceng?"

"Dia lebih beruntung dibandingkan Siauhiap, dia di bawa oleh Jit-kaw kokcu (ketua
lembah tujuh kepandaian) Bong San-san, melalui jalan rahasia lain masuk ke dalam lembah
gunung, penjaga lembah dari kami sedang memancing mereka masuk ke daerah mati, keadaan
selanjutnya bagaimana, aku masih belum tahu."

"Baiklah, kau serahkan dulu delapan belas butir obat penawar padaku, lalu kita
bicarakan lebih jelas lagi."

"Siauhiap seorang diri, buat apa perlu begitu banyak obat penawar?"

"Aku ingin menolong lima belas orang Siauw-lim dan Bu-tong yang ada di goa es, dan
meninggalkan dua butir obat untuk istriku......."
"Haai!" Goan Ang mengeluh, dengan pelan, berkata pada laki-laki besar setengah baya
yang berdiri tertegun satu tombak lebih:

"Ji-te, harap berikan obat penawar pada Pek Siauhiap, kita mengaku kalah!"

Laki-laki besar itu berkata dingin:

"Sisa obat penawar tinggal sedikit, tidak cukup untuk keperluan sepuluh orang lebih."

Goan Ang mendengarnya jadi tertegun berkata:

"Tidak peduli isinya ada berapa banyak, semua serahkan saja pada Pek Siauhiap."

Laki-laki besar itu bersuara "Hemm!" berkata:

"Obat perawar ini sulit membuatnya, ingin memberikan semuanya pada orang ini, maaf aku
tidak bisa menurutinya!"

Goan Ang bengong:

"Adik kedua, kau......"

Laki-laki besar itu tidak mempedulikan Goan Ang lagi, dia menepuk tangannya berkata:

"Tangkap orang she Pek itu."

Segera bayangan orang berseliweran, keluar puluhan orang pesilat berbaju ringkas, namun
wajah mereka, tampak merasa ragu-ragu.

Goan Ang melihat keadaannya begini jadi marah teriak:

"Cuan-ce, berani kau melupakan budi, mengkhianati aku?"

Dengan dingin Cuan-ce berteriak pada orang orang yang mengepung Pek Soh-jiu berkata:

"Orang ini sudah terkena racun dan segera akan bereaksi, tidak perlu ditakutkan lagi,
kalian serang saja dia......"

Hati Pek Soh-jiu diam-diam terkejut, buru-buru mencoba tenaga dalamnya, benar saja satu
aliran hawa dingin, pelan-pelan menyebar ke kaki dan tangan, tenaga dalamnya jadi hanya
bisa digunakan lima puluh pemen

Saat ini sinar golok dan bayangan pedang, dari segala arah sudah datang menyerang, para
pesilat itu tanpa

tanggung-tanggung menyerang ke tempat-tempat yang mematikan.

Pek Soh-ciu sadar jika dia bergerak melakukan perlawanan, racun dingin itu bisa lebih
cepat menyebar, namun nyawanya sangat berharga, asal masih ada harapan, bagaimana pun
tidak akan membiarkan orang sembarangan mengambilnya! maka dia mengerahkan sisa
tenaganya, menggunakan golok sebagai pedang, menyerang dengan jurus pedang yang amat
dahsyat.

Satu jurus Ciu-hong-su-khi (angin musim gugur timbul di empat penjuru), terlihat sinar
golok seperti kilat berputar bintang melayang, menimbulkan suara ssst.... yang
menakutkan orang, mendadak warna merah herterbangan di barengi suara jeritan
kesakitkan, para pesilat yang menyerang dia, ada lima tewas tiga terluka, dalam satu
jurus delapan orang telah roboh.

Tapi keadaan dia juga semakin parah, kakinya sempoyongan, keringat dingin mengucur dari
pelipis-nya, aliran darahnya jadi cepat, membuat dia tidak tahan mengeluarkan dengusan
satu kali, ketika orang-orang yang mengepung dia kembali melakukan penyerangan, dia
tetap terpaksa melakukan cara bertarung minum arak beracun melepas dahaga.

Goan Ang yang melihat, matanya seperti timbul bara, dengan keras membentak:

"Berhenti!"

Cuan-ce dengan mata dingin melirik dia berkata:

"Buat apa berteriak? Nanti juga aku akan membereskanmu, sekarang tenanglah dulu!"

Goan Ang tidak menduga orang kepercayaan-nya, bukan saja memimpin kelompok berkhianat,
malah ingin

membunuh dirinya, sesaat kepedihan menyerang jantungnya, saking marahnya hingga


memuntahkan darah segar, orang yang seperti dia, penguasa setempat yang menggemparkan
dunia persilatan, bagaimana bisa menerima siksaan ini, lebih baik dia mati dari pada
hidup seperti ini, maka dengan menghela napas yang panjang, segera akan menggigit lidah
mengakhiri hidupnya, tepat disaat ini dua bayangan orang yang bertubuh ramping, dari
belakang lembah berlari mendekat, hanya beberapa kali loncatan, orangnya sudah tiba
dilapangan pertarungan.

Goan Ang melihat orang yang datang itu adalah Jit-kaw Kokcu Bong San-san dan istrinya
Pek Soh-jiu Su Lam-ceng, maka dia membatalkan niatnya bunuh diri, dengan keras
memanggil:

"Bong Kokcu......"

Bong San-san melihat Su Lam-ceng sudah berlari pada Pek Soh-jiu yang sedang bertarung,
dia jadi menghentikan langkah, dia mendekati Goan Ang, berkata:

"Ada perlu apa? Goan Tayhiap."

"Keek!" sekali Goan Ang berkata, "Aku ingin......keek, minta pertolongan Bong
Kokcu......"

Bong San-san dengan genit tertawa berkata:

"Maksud Goan Tayhiap ingin aku membuka jalan darahmu?"

"Betul......betul......"

"Sayang cara menotok Pek Siauhiap, aku tidak mampu membukanya, namun asalkan Goan
Tayhiap bisa

memberitahukan keberadaan Ho-leng-ci padaku, aku bisa jamin keselamatanmu."


"Keek... kita berhubungan atas dasar kebenaran dan moral, Bong Kokcu tidak seharusnya
mengambil kesempatan dalam kesempitan."

"Meski perdagangan gagal persahabatan tetap masih ada, aku tidak akan memaksa orang,
namun, bisa

mempertahankan gunung selama masih hijau, tidak usah takut tidak ada kayu bakar, Goan
Tayhiap bisa pertimbangkan lagi."

Goan Ang mengeluh:

"Ho-leng-ci memang satu pusaka di dunia, tapi jika tidak di minum bersama-sama dengan
air liurnya ular Sian-giok, sama saja dengan minum racun yang amat berbisa, ketua walau
pun mendapatkan Ho-leng-ci, hanya akan mendatangkan mala petaka yang tidak ada
habisnya."

Bong San-san mencibirkan mulutnya, berkata:

"Lalu kenapa Goan Tayhiap tidak sekalian saja merelakannya!"

Goan Ang mengemtkan alis:

"Sayang aku telah menjelajahi seluruh ribuan pegunungan, tapi tetap sulit mendapatkan
ular Sian-giok itu!"

Bong San-san tertawa dingin, berkata: "Jika Goan Tayhiap telah menjelajahi ribuan
pegunungan, dan masih belum mendapatkan ular Sian-giok itu, sungguh sulit orang bisa
mempercayainya!"

Goan Ang menggelengkan kepala sambil menghela napas:

"Jika bisa mendapatkan Sian-giok, bagaimana aku bisa berakibat begini......"

Bong San-san pikir, kata-kata dia memang tidak salah, jika dia telah minum Ho-leng-ci,
di dunia ini, siapa yang bisa melukai dia, namun, dia tetap dengan tawar berkata:

"Baiklah, jika Goan tayhiap tidak punya Sian-giok, aku hanya menginginkan Ho-leng-ci
saja."

GoanAng dengan serius berkata:

"Aku menyimpan Ho-leng-ci di tempat yang sangat rahasia......."

"Jika Goan Tayhiap ada kesulitan, maka tidak perlu mengatakannya."

"Tidak, aku sudah bertekad memberikan Ho-leng-ci pada Kokcu, hanya saja peta
penyimpanan pusakanya ada di dalam pegangan golok ditangan Pek Siauhiap, jika Kokcu
ingin mendapatkan Ho-leng-ci, harus menolong Pek Siauhiap terlebih dulu."

"Apakah aku tidak boleh merampas senjatanya?

Menolong orang bukankah akan sangat repot sekali!"

"Tidak, ini adalah satu satunya permintaan aku......"

"Baiklah, aku menurut padamu sekali ini......"

"Tunggu, Bong kokcu! Di dalam kantongku masih ada sebutir obat penawar racun, harap
ambil dan berikan pada Pek Siauhiap untuk menawarkan racun rumput es nya, cepat......"

Jit-kaw Kokcu Bong San-san, sebenarnya juga seorang ahli menggunakan racun, di dunia
persilatan asal menyebut Pek-tok-lo-cia (iblis seratus racun) Bong San-san, siapa pun
akan merasa sakit kepala, dia melihat wajah Pek Soh-jiu yang terlihat hijau ungu,
langkahnya kacau, benar saja bahayanya sudah sampai diatas alis, tidak ragu ragu lagi,
dengan cepat mengambil obat penawar racun dari

kantongnya Goan Ang, mulutnya berteriak, dia sudah bergerak seperti asap berwarna merah
muda.

Saat ini Su Lam-ceng sedang sibuk oleh Cuan-ce dan lima orang laki-laki besar, walau
pun tahu keadaan Pek Soh-jiu sangat kritis, namun dia tidak mampu membagi tubuh.

Datangnya Bong San-san sangat tepat waktu, begitu angin pukulannya sampai, seperti air
mendidih menciprat es, hanya dalam waktu singkat, dia sudah menerjang mendekati Pek
Soh-jiu, lalu menjentikan jarinya, melemparkan pil mujarab penawar racun itu ke dalam
mulut Pek Soh-jiu, sesudah itu sepasang telapak tangannya dikibaskan kekiri dan
kekanan, kembali menjatuhkan beberapa pesilat yang datang menyerang, baru dengan
tertawa genit berkata:

"Obat penawar racun ini diberikan oleh Goan Kokcu untuk saudara kecil. Cepat gunakan
tenaga dalam mengusir racunnya, para anak setan ini, serahkan saja pada cici."

Di mulutnya berkelakar, tapi sepasang telapak tangannya melancarkan jurus yang


mematikan, para anak buah setia yang di pupuk bertahun tahun oleh Cuan-ce, dalam waktu
singkat, hampir tidak ada satu pun yang selamat, satu rasa terkejut yang amat sangat,
membuat Cuan-ce berniat untuk mundur, namun begitu tekanannya berkurang, Su Lam-ceng
sudah meloncat menghadang jalannya Cuan-ce.

"Orang she Cuan, sudah tiba saatnya kita selesaikan, terima ini......"

Lima buah bendera besi, dihamburkan dengan jurus Boan-thian-hoa-ie (Hujan bunga
memenuhi udara), walau pun Cuan-ce bisa tumbuh dua buah sayap, tetap sulit lolos keluar
dari senjata rahasia dia ini, maka dia berikut empat

orang anak buah setianya, bersama-sama menjerit ngeri roboh ke bawah.

Pertarungan sengit sudah selesai, di dalam lembah sepi ini, sudah kembali jadi tenang,
tapi Goan Ang mengerutkan sepasang alisnya, wajahnya semakin berubah jadi serius
berkata:

"Lewat dua jam lagi, seluruh lembah akan berubah jadi semakin dingin, jika Pek Siauhiap
belum bangun, terpaksa aku menemani dia mati disini."

Pek-tok-lo-cia Bong San-san berkata:

"Bagaimana jika aku pindahkan kau dulu ke dalam kamar?"

Goan Ang menggelengkan kepala berkata:

"Pek Siauhiap adalah mutiara terang embun dewa, bunga hebat dunia persilatan, aku sudah
tua, bisa menemani dia mati disini, itu malah harapanku."
Bong San-san keheranan berkata:

"Aku sungguh tidak mengerti, Goan Tayhiap bagaimana bisa ditotok oleh dia......"

"Itu tidak bisa salahkan dia, jika bukan aku memancing dia datang kemari, bagaimana dia
bisa menempuh bahaya ini!"

"Tidak diduga Goan Tayhiap yang disebut-sebut bertangan kejam, bisa berlapang dada
seperti ini!"

"Kehidupan manusia seperti embun pagi, seluruh ambisi ingin punya nama ingin menang,
akhir-nya tetap saja menjadi segunukan tanah kuning! Pengkhianatan Cuan-ce, membuat aku
jadi sadar, jika Pek Siauhiap beruntung bisa lolos dari ujian yang sulit ini, aku akan
menggunakan sisa hidupku, membantu dia mendirikan satu pahala besar."

Baru saja habis bicara, mendadak satu bayangan orang berkelebat, satu angin lembut yang
hangat, mengikutinya datang melayang, dia merasakan seluruh jalan darahnya menjadi
lancar semua, seluruh aliran darah sudah terbuka kembali, dia segera bangkit berdiri,
sambil memegang tangan berototnya Pek Soh-jiu berkata:

"Terima kasih, saudara Pek! Mari kita masuk ke dalam rumah berbincang-bincang......"

Ini adalah gedung besar yang sangat mewah, satu-satunya yang sangat berbeda, adalah
pintu dan jendalanya ditutup rapat dengan karpet kulit, untuk mencegah hawa dingin
masuk ke dalam.

Goan Ang menggunakan tangannya menekan pelan sebuah bata persegi, memunculkan lubang
goa yang kecil, dia mengulurkan tangan mengeluarkan sebuah kotak papan sepanjang kira-
kira satu kaki, memberikannya pada Bong San-san berkata:

"Inilah Ho-leng-ci yang menggemparkan dunia persilatan, harap ketua menyimpannya baik-
baik."

Mata Pek Soh-jiu menyorot sinar aneh, begitu melihat kotak papan, dia mau bicara tapi
tidak jadi, kelihatan sekali wajahnya sedikit tidak tenang.

Bong San-san menerima kotak papan, sambil tersenyum pada Pek Soh-jiu berkata:

"Jika cici tidak salah menduga, adik kecil sudah berhasil mendapatkan ular pintar Sian-
giok yang sama berharganya dengan Ho-leng-ci, bisakah cici melihatnya?"

Dari dalam dadanya Pek Soh-jiu mengeluarkan ular pintar Sian-giok diserahkan pada Bong
San-san berkata:

"Aku tanpa sengaja mendapatkan dia, usianya sudah tua makanya jadi pintar, dapat
mengerti maksud manusia, ketua tidak perlu khawatir."

Bong San-san setelah memain-mainkannya sebentar, mengembalikan pada Pek Soh-jiu


berkata:

"Masing-masing barang memiliki masing masing pemilik, manusia sama sekali tidak bisa
memaksakan memilikinya, cici meminjam bunga mempersembahkan pada Budha, Ho-leng-ci ini,
aku serahkan pada adik kecil saja."
Pek Soh-jiu bengong berkata:

"Tadi aku sudah mendapat pertolongan dari cici, aku sudah sangat berterima kasih,
seumur hidup akan kuingat, jika Ho-leng-ci adalah pemberiannya Goan Tayhiap, aku tidak
bisa menerimanya."

Goan Ang di pinggir membujuknya, katanya:

"Pek-tok-sin-kang nya Bong Kokcu, tiada duanya di dunia, pusaka alam di lembah Jit-kaw,
melebihi pusaka yang ada dimana-mana, jika dia dengan tulus memberikan Ho-leng-ci, maka
adik kecil tidak perlu sungkan."

Di bawah hati yang tulus sulit menolaknya, Pek Soh-jiu terpaksa menerima kotak papan
itu, katanya:

"Aku tidak tahu, bagaimana cara menggabungkan Holeng-ci dengan air liur ular untuk bisa
dipergunakan, mohon penjelasan dari Goan Tayhiap."

Goan Ang dengan terperinci menjelaskan cara

menggunaannya, lalu sambil tertawa lega berkata:

"Kita menyesalkan pertemuan kita terlambat, saudara Pek jika masih memandang Lo-ko,
harap jangan menyebut aku dengan tayhiap lagi."

Pek Soh-jiu membungkukan tubuh menghormat berkata:

"Perintah Goan Lo-ko, aku tidak berani tidak menurut, selanjutnya harap Lo-ko jangan
bosan-bosan memberi nasihat padaku."

Pek-tok-lo-cia tertawa:

"Jika telah mengakui Lo-ko, maka harus mengakui juga seorang Lo-ci, jika tidak adik Pek
terlalu berat sebelah."

Saat ini Su Lam-ceng sedang berdiri disamping Pek Soh-jiu, mendengar hal itu, dia
langsung menyahutnya:

"Cici San telah memberi banyak pada kami suami istri, bisa mendapatkan cici sepertimu,
kami suami istri sangat senang, namun cici adalah wanita cantik yang masih muda, kata
tua itu, kami suami istri mungkin sulit untuk menurutinya."

Pek-tok-lo-cia Bong San-san sambil memegang tangan Su Lam-ceng berkata:

"Mulut kecil yang pandai sekali bicara, adik Pek mendapat pembantu sepertimu yang
sifatnya keibuan dan setia, tidak tahu dia sudah berapa generasi bertapa-nya."

Belum habis Bong San-san bicara, mendadak dia menemukan Pek Soh-jiu sedang membelalakan
sepasang matanya, menatap tegang pada Su Lam-ceng, wajahnya, juga nampak sedikit
kebingungan, tidak tahan dia jadi merasa heran berkata:

"Kenapa adik Pek! Apakah Cici salah bicara apa?"

Pipi Su Lam-ceng sedikit merah, menghela napas pelan berkata:

"Dia bukan menyalahkanmu, cici San! Tapi aku......berbuat salah pada dia, membuat
kandunganku......"
Pek Soh-jiu menjadi emosi berkata:

"Kita masih muda, adik Ceng tidak perlu di simpan dihati."

Bong San-san dan Goan Ang, tidak tahu ada masalah apa diantara sepasang sejoli pendekar
ini. Namun masalah pribadi suami istri orang lain, orang ketiga tentu saja tidak enak
terlibat, tapi Bong San-san bagaimana pun adalah seorang wanita, sedikit-sedikit sudah
tahu, karena Pek Soh-jiu mengatakan mereka masih muda, kebanyakan masalahnya, masalah
antar muda mudi, dia hanya tidak enak mengatakannya saja.

Terakhir, tetap Pek Soh-jiu yang memecahkan keadaan canggung ini, dia berkata pada Bong
San-san:

"Cici San! Aku juga punya satu permintaan maaf padamu."

Bong San-san tertawa berkata:

"Kau tidak perlu sungkan, kecuali meminta cici memetik bintang dilangit, semua
permintaanmu akan cici kabulkan."

Pek Soh-jiu mengepal tangan membungkuk berkata:

"Aku berterima kasih dulu pada Cici......"

"Kalau begitu, katakanlah."

"Di lembah cici apa ada seorang yang bernama Tok-hou (Monyet racun) The Hoan?"

"Tidak salah, apa dia telah menyerangmu?"

"Hanya sedikit salah paham, tapi aku kelepasan tangan telah membunuhnya."

"Tidak apa-apa! Orang ini sangat liar sulit dikendalikan, cici juga sudah lama ingin
menghabisi dia, sekarang kau telah membunuhnya, tidak bedanya dengan telah

menghilangkan satu kanker racun di lembah ini, cici malah harus berterima kasih
padamu."

Su Lam-ceng berkata:

"Ciu koko! Jika cici San tidak menyalahkan kita, rasanya sudah tidak ada urusan lain,
hanya kita sampai sekarang masih belum melihat guru dan yang lainnya, aku sungguh tidak
bisa tenang."

Pek Soh-jiu juga mengkhawatirkan Thian-ho-sat-kun dan putrinya bertiga, mendengar kata
kata ini dia berbalik pada Goan Ang berkata:

"Lo-ko! Kapan hawa dingin di dalam lembah bisa menghilang?"

"Kira-kira masih perlu satu jam lagi, sekarang gelisah juga tidak ada gunanya, adik!
Sekarang kita istirahat dulu sebentar, nanti aku antar kalian mencari teman-temanmu
itu."

Hawa dingin di dalam lembah, tidak bisa di tahan oleh kekuatan manusia, walau hati Pek
Soh-jiu gelisah, juga terpaksa menunggu satu jam lagi.

Akhirnya, hawa dingin telah lewat, Goan Ang

membagikan pada mereka setiap orang sebutir batu warna ungu gelap berkata:

"Di lembah ini kecuali setiap hari di waktu tengah malam jam sebelas sampai jam satu
dan tengah hari jam sebelas sampai jam satu hawanya sangat dingin sekali, di waktu
lainnya hawa dingin yang dikeluarkan-nya, untuk orang yang berlatih silat masih mampu
menahannya, hanya ada beberapa gua yang sangat dingin, apalagi orang yang masuk
kedalamnya terlebih dulu kena racun rumput es, maka begitu masuk ke dalam goa es, akan
kehilangan daya tahannya, tapi sebuah barang pasti ada barang penakluk

lainnya, dengan mempunyai sebutir batu es kecil ini, kecuali waktu yang paling dingin
tadi dan terhadap rumput es, bisa dikatakan semua akan lancar tidak ada yang
menghalangi.

Dari dalam dadanya Pek Soh-jiu mengeluarkan sebuah batu bulat berkata:

"Batu bulat aku ini, juga dapat menahan dingin, tidak tahu apakah ini sejenis dengan
batu es?"

Goan Ang melihat batu bulat itu bersinar ungu, bisa membuat kumis dan alis tersorot,
tidak tahan dia tertawa terbahak-bahak, katanya:

"Ini sungguh-sungguh sudah ditakdirkan, aku telah menjelajahi seluruh lembah es, tidak
pernah mendapatkan sebutir Thian-can-peng-bo (Biang es langit), tidak diduga adik Pek
bisa mendapatkannya tanpa disengaja, batu ini bisa menahan api dan air, orang yang
memegang batu ini asalkan menggunakan tenaga dalam menggerakan kilap ungunya, tidak
saja bisa menahan panas dan dingin, air atau api pun bisa dilaluinya tanpa cidera,
selain itu racun apa pun, juga tidak bisa melukai orang yang memegang batu ini, adik
kecil! Selamat."

Pek Soh-jiu mendengar begitu berharganya batu kecil ini, dia merasa tidak enak hati,
maka dia memberikan Thian-can-peng-bo kepada Goan Ang berkata:

"Lo-ko! Batu ini tadinya juga milik lembah ini, sepantasnya mengembalikannya pada
pemiliknya, apalagi saat ini aku sudah tidak memerlukannya lagi, harap Lo-ko
menerimanya kembali."

Goan Ang berkata:

"Pusaka alam, orang yang berbudi yang baru dapat memilikinya. Jika aku harus
mendapatkannya, buat apa

menunggu sampai hari ini, apa lagi adik Pek mempunyai tugas berat, batu pusaka yang
didapat karena nasib ini, pasti akan berguna bagi adik Pek, simpanlah, temanmu mungkin
sedang dalam bahaya, kita tidak bisa menunggu lagi."

Karena Goan Ang bersikeras tidak mau menerimanya, Pek Soh-jiu juga tidak enak memaksa
terus, terpaksa dia menyimpan batu pusaka, mengikuti Goan Ang dan lainnya berlari
menuju goa es, keadaan goa es tetap seperti semula, yang berbeda adalah orang yang
terkena racun dingin, mereka tampak bertambah kepayahan, setelah mendapat pertolongan
Goan Ang menggunakan obat penawar khusus, maka mereka berturut-turut sadar kembali,
tianglo Siauw-lim-sie Pek Can taysu pelan-pelan bangkit berdiri, sambil mengangkat alis
panjangnya, menyebutnama Budha berkata:

"Goan Sicu akhirnya bisa sadar dan kembali ke jalan benar, aku harus berterima kasih
pada Budha atas......"

"Ha ha ha!" Goan Ang tertawa keras dan berkata panjang, "Aku tidak berani membohongi
taysu, Aku orang she Goan memang sudah sadar, namun kalau taysu mengatakan atas jasanya
pada Budha, orang she Goan sulit bisa menyetujuinya."

"Hemm!" Pek Can taysu berkata, "Sicu berkata begini, tidak tahu apa tujuannya?"

"Mudah sekali, aku menolong kalian semua, hanya untuk menghormati tujuannya adikku
saja, ketua tidak tanya dulu sebabnya, malah mengambil kesimpulan sendiri memberikan
jasanya pada Budha, bukankah itu akan membuat orang yang memberikan budi, hatinya jadi
merasa dingin!"

Pek Soh-jiu tersenyum berkata:

"Kau ini kenapa? Loko, Aku tidak bermaksud menolong orang mengharapkan imbalan......"

Ketua Siauw-lim-sie Pek Hui taysu menegakan satu telapaknya, menyapa pada Pek Soh-jiu
berkata:

"Sicu kecil tidak mengingat perlakuan jahat yang telah lewat, kebesaran hatinya begitu
besar, selanjutnya aliran Siauw-lim-sie selamanya akan menjadi teman setianya Sicu
kecil."

"Terima kasih, tapi......"

Goan Ang menggoyangkan tangan berkata:

"Ketua Siauw-lim-sie sekali bicara akan memegang teguh janjinya, adik kecil tidak perlu
menjelaskannya lagi."

Sejenak menghentikan kata-katanya, lalu mengepal tangan menghormat pada Pek Can taysu
berkata:

"Dalam peristiwa Yun-liu, Orang she Goan sama sekali tidak ada niat menfitnah Siauw-
lim, hanya saja Toa-hweesio kebetulan hadir dipertemuan itu, mengenai nama baik Toa-
hweesio, orang she Goan tentu saja akan bertanggung jawab menjernihkannya."

Tiga angkatan tua Bu-tong juga bersamaan mengucapkan terima kasih pada Pek Soh-jiu,
mereka juga bersedia membantu pekerjaan Pek Soh-jiu di dunia persilatan dengan sekuat
tenaganya dan seluruh kekuatan perguruan.

Goan Ang mengambil kesempatan ini menjelaskan niat Pek Soh-jiu mengatasi mala petaka
dunia persilatan, dan juga membalas dendam kematian ayahnya, akan pergi ke bukit Thian-
ciat, berharap Siauw-lim dan Bu-tong bisa bersama-sama mendukung-nya, tentu saja
masalah ini tidak bisa ditolak, maka dua perguruan besar yang pemimpin dunia persilatan
ini, menggabungkan diri ke dalam rombongan Pek Soh-jiu.

Mereka melalui lorong es, hingga ke mulut goa, tapi tidak menemukan Thian-ho-sat-kun
dan putrinya, Ouwyang Yong-it dan Sangguan Ceng-hun, setelah berbelok ke lorong rahasia
lain, baru bisa berkumpul dengan mereka, ternyata Thian-ho-sat-kun banyak akalnya, dia
tidak saja bisa menghindarkan serangan hawa dingin, juga bisa menemukan jalan rahasia
menuju ke belakang lembah, ini malah jadi menghindarkan beberapa kesulitan.

Sekarang, serombongan pesilat tinggi yang terdiri dari orang biasa, hweesio dan pendeta
To, berada dalam perjalanan menuju ke bukit Thian-ciat, di pimpin seorang tua tinggi
besar, rambutnya putih berbaju merah, dibelakangnya mengikuti tiga laki-laki tiga
wanita, dengan baju berkibar-kibar, berjalan memimpin di depan.

Di belakang mereka ada Jit-kaw Kokcu, Pek-tok-lo-cia Bong San-san dengan delapan
pesilat tinggi dari lembah Jit-kaw, mereka semuanya adalah laki-laki bertubuh tegap,
berrambut panjang terurai menutup bahu, berbaju ketat menyandang pedang, di belakang
orang-orang lembah Jit-kaw, tampak Goan Ang dan Im-yang-sam-ih, Peng-kok-pat-hiong,
paling belakang adalah murid-muridnya Siauw-lim dan tiga angkatan tua Bu-tong.

Kekuatan rombongan ini sangat mengejutkan, jika mengatakan masih ada orang yang berniat
mengusik mereka, ini tidak bedanya dengan serangga menerjang api, mencari jalan mati
sendiri, tapi Pek Soh-jiu sedikit pun tidak berani berpikiran gegabah, dia tahu di
dalam dunia persilatan, banyak sekali orang-orang tidak menggunakan aturan, yang
melihat keuntungan lupa kesetia kawanan, dari tempatnya sekarang ke bukit Thian-ciat
jaraknya masih ribuan lie, hidup mati beruntung atau mala petaka, masih dalam tanda
tanya.

Bukit Thian-ciat tadinya adalah nama gunung Suku, sepuluh li diutara kabupaten Jin-ciu
provinsi Su-cuan, di puncak gunung ada tebing batu seperti benteng kota, makanya juga
disebut gunung Si-ceng, diakhir dinasti Si-wie, pejabat Kang-ciu Lu-teng menyerang
pemberontak Liauw-jin, para orang-orang Liauw menduduki gunung untuk bertahan, ada
seorang jendral yang mampu menahan serangan ribuan tentara karena keadaan gunungnya,
setelah Lu-teng dan The Cu-lo memancing musuhnya dibawah gunung, baru dapat
mengalahkannya. Bisa dibayangkan keadaan gunungnya yang begitu strategis, untungnya
Thian-ho-sat-kun, tadinya juga pemilik gunung Thian-ciat ini, dia hafal sekali akan
keadaan gunungnya, maka kesulitannya tidak terlalu banyak.

Mereka merencanakan dari Jin-hoa, melalui selatan An-hwi, menerobos Ho-pak langsung ke
Su-cuan, namun baru saja tiba di sebelah tenggara Yam-su, sudah bertemu dengan beberapa
orang yang mencari masalah.

Masih berjarak setengah lie dari kabupaten Yam-su, di pinggir jalan ada sebuah hutan
yang lebat, Wie Pui-hoa dan Giok Ie-ko dari Thian-ho-leng memimpin sepuluh lebih
pesilat tinggi, sedang menanti di pinggir hutan menunggu kedatangan mereka.

Begitu bertemu musuh, mata menjadi sangat terang, Giok Ie-ko langsung datang menyambut
sambil

mengangkat alis berkata:

"Orang she Pek, hari ini bisa melarikan diri, besok tidak akan lolos, aku akan memberi
kau satu kesempatan lagi."

Satu sinar membunuh, menyorot keluar dari sepasang matanya Pek Soh-jiu, berkata:

"Aku sedang mendengarkannya."

"Bawa istrimu dan ikut aku ke Thian-ciat-leng untuk menerima hukuman......."


"Mmm, memang benar satu kesempatan yang bagus sekali, tapi aku juga ada satu permintaan
kecil pada nona!"

"Ooo, coba katakan."

"Nona dengan Sucimu, akan kuberi kelonggaran, kalau orang yang lain? Cukup tinggalkan
sedikit tanda mata saja."

Selesai berkata itu, terdengar sebuah suara teriakan yang seperti geledek, lalu
melayang keluar satu bayangan orang yang kurus, gerakan dia menimbulkan angin keras,
keadaannya sangat menakutkan orang, dalam hati Pek Soh-jiu tahu ilmu silat orang ini
sangat hebat, diam-diam memusatkan tenaga dalamnya, lalu melihat pada orang itu.

Dia adalah seorang yang tinggi kurus seperti sebatang bambu, dibawah bajunya yang
sampai kelutut, tampak sepasang kaki dibungkus kulit berbulu hitam, tampangnya membuat
orang tidak ingin melihatnya, wajahnya yang kurus hanya ada kulit tanpa daging,
tertanam dua butir mata yang bersinar, dia melotot pada Pek Soh-jiu, berkata dingin:

"Bocah! Kau ini yang ingin kutinggalkan sedikit tanda?

He he he, biar aku congkel dulu sepasang matamu."

Habis berkata orang ini langsung mengeluarkan serangan, gerakannya sangat lincah,
lengan kanannya dijulurkan, malah bisa mencapai lima kaki, lima jarinya yang kurus
kering dengan angin serangannya, hampir saja menotok diatas wajahnya Pek Soh-jiu.

Wajah Jit-kaw Kokcu Bong San-san sedikit berubah, dia takut Pek Soh-jiu tidak tahu
kelihayannya orang ini, buru buru teriak:

"Adik Pek! Dia adalah seekor naga beracung sepuluh jarinya telah dioles dengan racun
mematikan, ilmu Tong-pik-kang (ilmu memanjangkan tangan) dan Tai-eng-jauw (Elang cakar
besar) nya bisa disebut salah satu ilmu terhebat di dunia persilatan! Kau harus hati-
hati sedikit!"

Tangan yang telah dijulurkan oleh Tok-jauw-kauw-liong (Cakar beracun naga durhaka),
mendadak ditarik kembali, sepasang bola matanya berputar-putar, menatap Bong San-san
dengan bangganya berkata:

"Nona Bong! Kau mengatakan bocah ini adalah adikmu?

Keek, kenapa bukan dari tadi kau katakan, hampir saja Ciang Pu-hai melakukan kesalahan
besar!"

"Hemm!" dengan dingin sekali Bong San-san berkata,

"Kau tidak perlu memuji, Bong San-san juga tidak akan menerima penghormatanmu."

Tok-jauw-kauw-liong Ciang Pu-hai "Ha ha ha!" Nona Bong! Kita sama-sama orang ternama di
dunia persilatan, sepuluh tahun berhubungan, tidak terhalang oleh panas atau dingin,
apakah kau sedikit pun tidak ada perasaan?"

Bong San-san mencibirkan bibirnya:

"Kau lebih baik mengaca dulu dalam air kencing sendiri, lihat wajahmu yang sejak
dilahirkan sudah memalukan."

Wajah Ciang Pu-hai berubah, dengan marahnya


menatap pada Pek Soh-jiu berkata:

"Bagus, bagus, biar aku bunuhmu dulu, supaya putus harapan wanita kecil itu." Habis
bicara, bayangan telapak memecah angin, lima jari sedahsyat gunung runtuh, gelombang
laut menerjang, mencengkram ke arah bahu Pek Soh-jiu.

Pertama-tama Pek Soh-jiu mengerahkan tenaga

dalamnya untuk mengerakan sinar ungu Thian-can-cu di dalam dadanya, lalu sembarangan
memungut sebatang ranting pohon, pergelangan tangan sedikit digetarkan, dengan cepat
menotok keluar, ujung ranting memecah angin seperti anak panah, langsung menusuk kearah
telapak tangannya Ciang Pu-hai yang datang.

Ciang Pu-hai mendengus, lengan kanannya ditarik, telapak tangan kiri berganti menyerang
keluar, meski jaraknya kurang lebih lima kaki, tapi begitu menjulurkan tangan, langsung
mencapainya, terlihat hanya dalam sekejap, jari kurus keringnya itu, sudah mencapai
dibawah ketiaknya Pek Soh-jiu.

Pek Soh-jiu terkejut, dia tidak menduga Tong-pik-kang nya Ciang Pu-hai sedemikian
lihaynya, sekali tidak menduganya, hampir saja dia terkena serangan lawan.

Untungnya dia memiliki tenaga dalam latihan seratus tahun, jalan darahnya bisa dengan
otomatis berubah tempat, jika tidak, hanya dalam satu jurus ini saja, dia sudah tidak
bisa mundur dengan selamat.

Namun hati Ciang Pu-hai lebih terkejut, sebab dia sudah mengerahkan delapan puluh
persen tenaga dalamnya, tepat mengenai jalan darah besar Thian-su lawannya, asalkan
tubuh manusia yang dibentuk oleh darah dan daging, walau tidak mati, juga akan
mengalami luka parah, apa lagi diatas jarinya, telah dilumuri racun mematikan, walau
pun punya tenaga dalam pelindung tubuh, juga sulit menahan serangan racunnya, sekarang
dibawah dua serangan mematikan, dia malah sedikit pun tidak berhasil, malah jari tangan
kiri dan tulang pergelangannya, telah remuk oleh getaran tenaga dalani, lawannya.

Tok-jauw-kauw-liong yang sudah sepuluh tahun meraja lela di dunia persilatan, malah
telah diremukan sebelah

tangannya oleh seorang Boanpwee dalam satu jurus, bukan saja ini penghinaan yang tidak
pernah dia alami seumur hidupnya, juga hal yang hampir membuat orang sulit untuk bisa
mempercayainya, namun kenyataannya sudah terjadi di depan mata, sakit yang menyayat
hati membantah keraguan hatinya, tapi dasar sifatnya licik, dia sudah biasa tidak
mempedulikan aturan dunia persilatan, dalam hati walau pun bencinya sampai ingin
memakan bulat daging Pek Soh-jiu, akhirnya ditahan sebab ilmu silatnya kalah dari
musuhnya, sambil memegangi tangan yang remuk dia mundur tiga langkah kebelakang,
mulutnya tertawa aneh berkata:

"Orang she Pek, berani sekali diam-diam kau melukai orang? Baiklah, lewat hari ini
masih ada hari esok, asal aku tidak mati, pasti akan membalaskan dendam ini."

Pek-tok-lo-cia dengan sinis berkata:

"Aku dengar sekecil apa pun dendam Tok-jauw-kauw-liong pasti membalasnya, dendam karena
tangan remuk, buat apa menunggu hari lainnya?"
Ciang Pu-hai marah sekali, dia teriak:

"Wanita hina! Walau pun aku terkena serangan gelap, ingin membunuhmu itu bukan hal yang
sulit."

"Hemm!" Pek-tok-lo-cia berkata dingin, "Walau aku tidak suka memukul anjing yang sudah
jatuh kedalam air, jika kau bersiteguh ingin mencari mati, terpaksa aku meluluskan."
Dari dalam satu kantong kulit, dia mengeluarkan sarung tangan yang mengeluar-kan sinar
perak, dengan gerakan yang sangat cepat memakainya, lalu dengan wajah dingin, berkata:

"Menyesal? Orang she Ciang panggil tiga kali nona besar, merangkak di tanah menyembah
dua kali, asal Bong

San-san senang, mungkin akan mengampuni nyawa anjingmu."

Ciang Pu-hai jadi sedikit sedikit menyesal, sebab ilmu silatnya tidak lebih tinggi dari
Bong San-san, sekarang tangan kirinya tidak bisa digunakan, bagai-mana dia bisa melawan
Jit-kaw Kokcu! Hanya saja kata katanya Bong San-san terlalu keji, walau kulit wajah
lebih tebal lagi, juga sulit bisa menahan amarah ini. terpaksa sepasang ahli
menggunakan racun ini, melaku-kan pertarungan yang amat sengit.

Disisi lain, Wie Pui-hoa dengan Siau Yam juga sedang bersitegang, sudah diambang
pertarungan. Sebabnya adalah Wie Pui-hoa dengan kedudukannya sebagai kakak tertua di
perguruan, ingin Siau Yam menerima hukuman peraturan perguruan, karena Siau Yam sudah
tahu akar persoalannya, tentu saja tidak mau menyerah begitu saja, terakhir, Wie Pui-
hoa dengan mengeluh panjang berkata:

"Sam-sumoi begini keras kepala tidak mau sadar, Suci jadi tidak bisa mempertimbangkan
hubungan kita sebagai saudara seperguruan." Thian-ho-leng di tangannya dilambaikan ke
belakang, sepuluh lebih pesilat tinggi dari perguruan Thian-ho yang berwajah sadis,
semuanya langsung maju menyerang.

"Ha ha ha!" Ouwyang Yong-it tertawa, "Adik Sangguan!

Mari kita ikut meramaikannya."

Sangguan Ceng-hun menyahut:

"Baik." Maka mereka bersama-sama keluar maju", menerjang, menyambut pesilat tinggi
perguruan Thian-ho bertarung sengit.

Pek Soh-jiu, Siau Hun, Siau Yam, Su Lam-ceng, juga meloncat keluar, masing-masing
menghadang beberapa musuh, melakukan pertarungan seru.

Pek Soh-jiu tetap dengan ranting pohonnya, melawan lima pesilat tinggi, ranting
pohonnya bergerak kemana, menimbulkan angin keras, walau lawannya banyak, dia tetap
saja masih kelebihan tenaga.

Siau Hun bertarung dengan tiga orang pesilat tinggi, Su Lam-ceng juga menggunakan
pedang Im-cu, memaksa dua orang murid perguruan Thian-ho mempertahankan nyawanya, hanya
Siau Yam bertarung satu lawan satu, dengan Ji-sucinya Giok Ie-ko, Suci dan Sumoi ini
bertarung seimbang, didalam perguruan Thian-ho satu satunya yang tidak bertarung,
tinggal Wie Pui-hoa seorang, dengan sepasang alis berkerut, wajahnya serius, diam tidak
bersuara mengawasi seluruh lapangan pertarungan, dia tampak terkejut keheranan.
Dia didalam hati dia berpikir, prajurit yang berpisah tiga hari, sungguh harus dilihat
dengan mata yang berbeda, tingginya kepandaian Pek Soh-jiu, sudah membuat hatinya
terkejut, malah dengan penampilan Siau Yam hari ini belum tentu dia bisa menandinginya,
kelihatannya pertarungan hari ini, murid-murid perguruan Thian-ho akan mengalami
kekalahan total.

Tapi, sebagai murid tertua perguruan Thian-ho, walau pun mati berlumuran darah dalam
pertarungan, juga tidak boleh melarikan diri, maka dia menghentakan kakinya, akan
langsung menerjang ikut kedalam pertarungan.

Mendadak, satu tiupan angin yang dingin sekali, pelan-pelan meniup kerubuhnya, dalam
pikirannya dia ingin menghentakan kaki, melayangkan bendera menyerang musuh, tapi dia
tidak bisa memerintahkan tubuhnya, jelas

jelas dia merasakan akan meloncat, hasilnya malah sedikit pun tidak bergerak,
keterkejutan ini, hampir membuat dia mati ketakutan, hingga sampai Thian-ho-sat-kun
melangkah ke depan dia, baru sadar ketika angin dingin menerpa dirinya, jalan darah dia
sudah tertotok.

Thian-ho-sat-kun mengambil bendera Thian-ho-leng dari tangannya, mulutnya dengan tegas


membentak:

"Kau murid perguruan Thian-ho?"

"Benar, Cianpwee."

"Lalu siapa pemilik Thian-ho-leng ini?"

"Guru ku Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim."

"Baik, kau pulang beritahu dia, dalam waktu setengah tahun, aku pribadi akan datang ke
Su-ceng."

"Sebutan Cianpwee adalah......"

"Siau Ji-po."

"Aku sudah mengingatnya."

"Baik, pergilah."

Satu angin dingin yang lembut namun tidak bisa ditahan, menerbangkan pada dirinya, dia
tidak mampu

menghentikan tubuh, tapi merasakan tenaga dalamnya mulai lancar, jalan darahnya sudah
terbuka kembali, maka dengan menusatkan tenaga dalamnya, di saat luncuran tubuhnya akan
habis, dengan pelan dia turun di atas tanah, tempat dia berdiri, sudah menjauh sepuluh
tombak lebih dari lapangan pertarungan.

Dengan bengong dia menatap Giok Ie-ko yang lari.

sempoyongan mendekatinya, lalu melihat mayat-mayat'

anak buah Thian-ho-leng yang bergelimpangan dilapangan pertarungan, rasanya seperti


mimpi buruk, lama... dua
orang Suci Sumoi yang lolos dari maut, dengan sedih lari meninggalkan tempat itu.

Untuk pertama kalinya Pek Soh-jiu mencoba

kepandaiannya setelah dia sukses melatih ilmu silat. Thian-ho-leng yang disegani oleh
ratusan perguruan itu tampak seperti rumput kering, sehingga setelah pertarungan di
Yam-su, dia menjadi seorang pesilat hebat yang diketahui oleh semua orang, perguruan
yang tidak mau diperbudak Thian ho-Ieng, tidak tanggung lagi datang menggabungkan diri,
kekuatan dan ketenarannya bisa dikatakan tidak pernah ada di dalam sejarah.

0-0dw0-0

BAB 9

Pertarungan di pegunungan Thian-ciat.

Ci Leng-sia, disebut juga Ih-leng, berada dua puluh lima li di barat daya Ih-tiang
provinsi Ho-pak, adalah pintu pertama sungai Kau mengalir masuk ke Cuan, aliran sungai
dari hulu turun mengalir deras setelah lewat Ci Leng-sia baru alirannya menjadi datar,
makanya Ci Leng-sia biasa disebut juga Peng-san-pa.

Saat ini matahari senja bersorot, awan bergelombang di depan Peng-san-pa, berlabuh
sepuluh lebih perahu kecil berlayar tunggal, mereka seperti pasukan perahu yang
terorganisir, saat bergerak, tampak sangat teratur dan rapi.

Satu suara seruling yang memekak seperti membelah batu, terdengar dari salah satu
perahu kecil, seperti awan melayang, air mengalir, di langit, di sungai, di bukit yang
menjulang ke awan, menggema!

"Gunung menyapa awan tipis, langit menambah gelombang kotor, di sudut gambar suara
terputus di pintu.

Sementara menghentikan peperangan, untuk memancing keluar gentong mas. Berapa banyak
masa lalu di dunia persilatan, hanya gema kosong, asap bergulung gulung. Di luar
mentari senja, beberapa gagak terbang, aliran atf memutar di kampung menyendiri..."

Ini adalah sebuah Boan-teng-pui, syair yang langsung diciptakan menurut pemandangan
yang di lihat, sangat menyentuh hati, sayang di dalam syairnya penuh rasa malas-malasan
dan sedih kesepian.

"Haai!" baru saja suara seruling berhenti, seorang nyonya muda yang berpakaian ringkas
warna biru langit mengeluh:

"Adik Ciu! Harapan membalaskan dendam sudah ada di depan mata, dendam akan segera
terselesaikan, kau.......seharusnya bisa berlega hati."

Remaja baju putih yang meniup seruling terdiam sejenak berkata:


"Kata-kata Cici Hun benar, namun di dunia persilatan ini banyak perubahan-dan jebakan,
Thian-ciat-leng bukan saja sangat berbahaya seperti goa macan, To Cu-an juga seorang
yang tidak mudah dihadapi! Apa lagi membalas dendam adalah masalah kita, sekarang..."

"Adik Ciu jadi orang jangan merendahkan diri sendiri, dengan kepandaian kita suami
istri, menghadapi para kecoa ini rasanya tidak perlu khawatir."

Sepasang suami istri yang sedang berbincang ini adalah Pek Soh-jiu dan Siau Hun yang
datang dari lembah es, mereka berdua sambil meniup seruling, berbicara terhadap masalah
yang akan datang, tampaknya diam-diam sedikit merasa khawatir, saat ini Su Lam-ceng dan
Siau Yam sudah

datang ke depan perahu, mencibirkan bibir munggilnya, Siau Yam berkata:

"Ada apa? kita sekarang ini bukan sedang mengadakan pertemuan, Kenapa harus merasa
gelisah segala?"

Su Lam-ceng melanjutkan:

"Perjalanan, kita ini sudah membuat tidak sedikit perhatian teman-teman dunia
persilatan, orang orang ini campur aduk, ada yang baik ada yang tidak, maksud tujuannya
juga sulit diduga, apa lagi kecuali To Cu-an, hubungan kita dengan Thian-ho-leng sangat
rumit, Ciu koko kenapa tidak mengambil sebuah keputusan terhadap orang-orang ini, semua
orang ini tolak saja secara halus!"

Pek Soh-jiu berkata:

"Benar adik Ceng, aku juga sedang berpikir demikian."

Dia segera memusatkan tenaga dalamnya, lalu bersiul panjang seperti dengungan naga,
diatas perahu perahu kecil itu, tidak lama bayangan orang datang berseliweran, semuanya
keluar oleh siulan Pek Soh-jiu, lalu mata Pek Soh-ciu menyapu ke sekeliling, dengan
keras berkata:

"Kalian jauh-jauh sudah datang kemari, ingin bersama-sama melakukan pekerjaan menegakan
kebenar an, aku she Pek terlebih dulu mengucapkan banyak terima kasih atas kesetia
kawanan kalian."

Berhenti sejenak lalu melanjutkan:

"Namun membalas dendam, menagih hutang, adalah masalah pribadiku, tujuan kalian walau
pun baik, namun aku she Pek sulit menerimanya......"

"Menghabisi setan melindungi kebenaran, wajib bagi setiap orang, Pek Siauhiap bagaimana
boleh menolak orang?"

Pek Soh-jiu melihat orang yang bicara itu, adalah Gin-ie-siu-su (Sastrawan baju perak)
Gouw Soh-cian, maka dia mengepal sepasang tangan berkata:

"Mana berani aku tidak sopan begitu, hanya saja ? tidak berani menanggung tanggung
jawab karena bantuan orang lain, jika kalian berkeinginan keras mendatangi Thian-ciat-
leng, silahkan kalian melalui jalan lain, bagaimana?"

Ketua perkumpulan Ci-yan Liu Giauw-kun yang berada diatas perahu kecil lainnya,
berkata:

"Sebutan berhasil karena bantuan orang lain, malah kami merasa pantas, tapi seperti
anak panah yang sudah di pasang diatas busurnya mau tidak mau harus dilepas, Pek Soh-
jiu ingin menghindar dari kita, mungkin sulit memenuhi harapannya."

Siau Hun mengangkat alis berkata:

"Mungkin hal ini tidak bisa kau putuskan sendiri."

perkataannya berhenti sejenak, lalu melanjut-kan:

"Jika kalian bisa menuruti apa yang dikatakan suamiku, kami akan tetap menerima
persahabatan kalian, tapi jika ada orang yang masih berani mengikuti di belakang kami
suami istri, maka jangan salahkan kami berbalik menjadi marah!"

Siau Hun mengangkat sepasang alisnya, mata-nya mengandung hawa membunuh, Leng-bin-sin-
ni yang namanya telah menggemparkan dunia persilatan, kharismanya masih tetap
menakutkan orang, dibawah wajahnya yang serius, Liu Giauw-kun tidak berani berbicara
lagi!

Perahu-perahu kecil pun bubar, setelah beberapa saat, di depan Peng-san-pa, hanya
tinggal orang-orang lembah es,

Jit-kaw-kok, Siauw-lim, Bu-tong, dan Pek Soh-jiu, yang menggunakan empat perahu

Keesokan harinya, mereka melaju naik melawan arus, terus sampai tiba di Pat-tong, tidak
terjadi peristiwa apa-apa, dilanjutkan naik keatas. Bu-sia yang ternama diseluruh
negeri itu, panjang keseluruhannya seratus enam puluh li, kedua sisi tebingnya
menjulang tinggi ke langit, batu cadasnya berlapis lapis, matahari pun tidak bisa
menembus, disaat hari terang, hutan tidak dingin, sering terdengar pekikan suara monyet
kesepian, membuat orang merasa pilu, makanya ada dongeng yang mengatakan, "Tiga lembah
Pat-tong, panjangnya Bu-sia, kera menyerit tiga kali, air mata membasahi baju".

Empat hari kemudian, mereka mendapatkan angin yang searah, sehingga empat perahu
berbaris, melaju masuk ke dalam Bu-sia.

Di Bu-sia aliran airnya deras dan berputar, sangat berbahaya sekali untuk dilalui,
namun pemandangannya indah dan megah, pemandangan indah yang sulit seumur manusia
hidup, Pek Soh-jiu yang pertama kali datang kesini, tentu saja sangat menikmati
pemandangan ini.

Melewati Cian-ce di Bu-sia, pendayung perahu harus menepikan perahu ke pantai, untuk
pergi kekota kabupaten membeli perbekalan makanan, setelah pergi beberapa jam, tidak
nampak ada tanda-tanda mereka kembali, hingga awak perahu lainnya menyusul pergi kekota
kabupaten, tapi dari tengah hari hingga hari menjadi gelap, dua gelombang awak perahu
yang mau membeli perbekalan malah seperti burung terbang entah kemana, jelas, kota
kecil kabupaten yang terpencil ini, mungkin satu tempat yang mencurigakan, sehingga,
Pek Soh-jiu membawa kakak beradik Siau, dengan Goan Ang, Bong San-san, Ouwyang

Yong-it, Sangguan Ceng-hun, pergi kekota kabupaten untuk menyelidiknya. *

Kota kabupaten Bu-san tidak besar, namun karena^


berada diantara Ku-tang-sia dan Bu-sia, perahu yang naik turun disungai, kebanyakan
berhenti disini sehingga rumah makan dan penginapan, menjadi usaha yang paling menonjol
di kota kabupaten ini.

Pek Soh-jiu dan kawan-kawannya berkeliling satu putaran di kota kabupaten ini, sepuluh
lebih awak perahu itu, seperti mendadak hilang diatas bumi, sampai mencari ke setiap
pelosok kota, juga tidak menemukan jejak mereka, yang paling mengherankan adalah
muridnya Kai-pang ada diseluruh dunia, tapi dikota ini, malah satu pun tidak ada jejak
pengemis, Sangguan Ceng-hun tidak bisa menemukan satu orang pengemis pun.

Akhirnya mereka berkumpul di satu rumah makan yang namanya Ki-cian, Ouwyang Yong-it
pertama memesan dulu tiga kati arak putih yang paling bagus, lalu ditambah dengan
beberapa masak masakan kecil, siapa tahu pelayan rumah makan dengan sekali mendengus
dingin berkata:

"Maaf, masakan di rumah makan kami telah habis, silahkan ke rumah makan lain saja."

Ouwyang Yong-it sedikit tertegun, dia berkata:

"Pelayan, kau takut kami tidak mampu bayar?"

Pelayan itu dengan kaku berkata:

"Walau uang anda segunung, sayang rumah makan kami tidak beruntung bisa menikmatinya!"

Ouwyang Yong-it melihat tamu lainnya, masih tetap sedang menambah masakan dan araknya,
tidak tahan dia menjadi marah berkata:

"Ini artinya kalian tidak ingin berdagang dengan kami.

Betul tidak?"

"Anda betul, terhadap orang yang tidak jelas asal usulnya, kami tidak melayani."

"Ha ha ha!" Ouwyang Yong-it tertawa katanya:

"Tidak diduga kota kecil di gunung ini, bisa ada banyak jagoannya, pelayan! Apakah kau
tahu siapa kau ini?"

Pelayan melirik padanya dengan dingin berkata: "Oh-kui, tidak bisa dihitung sebagai
orang yang terpandang, berada dikota kami, anda lebih baik merendah hati sedikit!"

Ouwyang Yong-it terkejut, dia menyadari kota kecil ini, benar-benar tidak sederhana,
namun orang seperti dia yang namanya sudah termasyur di dunia persilatan, mana bisa
menerima penghinaan dari seorang pelayan seperti ini, walau pun tahu lawan tidak mudah
ditaklukan, tapi bagaimana pun dia tidak bisa menerima penghinaan ini, maka segera
sepasang tangannya menekan meja, tubuh melayang tangan dijulurkan, lima jarinya dibuka,
dengan keras mencengkram ke arah bahu pelayan itu.

"Aku sudah katakan, anda lebih baik merendah hati, sekarang...he he he, terpaksa aku
memberimu sebuah pelajaran."

Seorang pelayan, malah bisa bicara dengan nada yang mengejutkan orang, Pek Soh-jiu dan
kawan kawan yang melihat dari pinggir, walau semuanya marah, namun Ouwyang Yong-it
sudah bergerak duluan, terpaksa mereka sementara jadi penonton, tidak diduga pesilat
tinggi ternama seperti Ouwyang Yong-it ini, dalam marahnya mencengkram, malah sudut
baju pelayan ini pun tidak terkena.
Ouwyang Yong-it tertegun, lalu dia tertawa keras berkata:

"Tidak disangka salah seorang dari Kang-pak-siang-eng (Sepasang pendekar dari utara
sungai), malah mau merendahkan diri menjadi seorang pelayan rumah makan!

Akhir dari seorang petualang, sungguh mem-buat orang prihatin......"

Wajah pelayan itu berubah, katanya:

"Ikan yang berenang di dalam tempurung, berani juga berbicara sembarangan, sungguh
tidak sayang nyawanya!"

Goan Ang tertawa memotong:

"Setelah berpisah di Yun-liu, ternyata Ki Tayhiap sudah mendapatkan majikan kuat,


sungguh hal yang sangat menggembirakan, kita tidak perlu banyak basa basi lagi, mahon
tanya siapa majikan anda itu? Silahkan panggil keluar, biar kita berkenalan."

Ki Ie-beng berkata dingin:

"Sama-sama, orang she Ki memang rela menjadi bawahan orang, bukankah Goan Tayhiap juga
sama menjadi budak orang!"

Goan Ang berkata tawar:

"Kang-pak-siang-eng bisa dihitung terhebat di antara angkatan muda, tidak diduga sekali
jatuh semakin hari semakin dalam, tampaknya kelakuan seseorang sehari-hari, sedikit pun
tidak boleh tidak lengah!"

Wajah Ki Ie-beng kembali berubah lagi, dari dalam dadanya mengeluarkan sebuah bendera
kecil dari sutra, begitu tangannya terayun, bendera sutra itu mengeluarkan suara
berdesis terbang kearah dada Pek Soh-jiu.

Ouwyang Yong-it dan Goan Ang melihat dia mengarah ke Pek Soh-jiu, mereka tersenyum
saling pandang, lalu mundur ke tempat mereka semula, mereka tahu ilmu silatnya Pek Soh-
jiu, di dunia persilatan masa kini, mungkin sudah tidak ada orang yang bisa
menandinginya, Ki Ie-beng mengarahkan pada dia, bukankah sama dengan mencari jalan mati
sendiri!

Tapi sebelum Pek Soh-jiu bergerak, Siau Yam yang ada disisinya sudah mengulurkan
tangannya, menerima bendera sutra yang datang dengan kekuatan dahsyat, terlihat
diatasnya tertulis:

"Orang she Pek, jika bukan kau yang hidup, pasti aku yang hidup, aku tunggu kau di
bukit Song-boan, yang tidak datang adalah anak kura-kura."

Nada tulisannya kasar, jelas yang menulis sedang marah, di bagian bawah bendera sutra,
ada gambar seekor srigala yang sedang beraksi.

Wajah Siau Yam menjadi dingin, telapaknya digetarkan sambil berkata:

"Kukembalikan." Ssst..... bendera sutra itu dengan bentuk lemparan berbeda, melayang
pelan ke arah Ki Ie-beng, baru saja Ki Ie-beng akan mengulurkan tangan menangkap,
mendadak terdengar suara "Paak!", bendera kecil itu hancur menjadi potongan kecil-
kecil, seperti dilemparkan dengan jurus Boan-thian-hoa-ie, semuanya mengarah pada jalan
darah kematikannya Ki Ie-beng, saudara tertua dari Kang-pak-siang-eng ini, tidak ada
kesempatan membela dirinya, nyawanya begitu saja melayang sia-sia.

Tentu saja, di dalam rumah makan Ki-cian ini, bukan hanya ada Ki Ie-beng saja, namun
kehebatan ilmu silat Siau Yam tadi terlalu mengejutkan semua orang, kecuali

terdesak sekali, siapa pun tidak berani mempertaruhkan nyawanya, maka pesanan masakan
mereka jadi mendapat pelayanan dan menyediakan beberapa masakan untuk orang-orang di
dalam perahu.

Setelah makan kenyang, mereka berniat akan pergi ke bukit Song-boan, jika Oh-long
berani muncul, Pek Soh-jiu bagaimana pun tidak akan melepaskan otak pembunuh ayahnya
ini.

Dari dua belas bukit Bu-san, bukit Coh-yang paling tinggi, bukit Sin-ni paling indah,
bukit Song-boan paling berbahaya. Jika Oh-long menduduki tempat yang paling berbahaya
ini, pasti telah menyiapkan satu strategi yang sangat keji. Tapi istilahnya, meski tahu
di dalam gunung ada harimau, tetap saja ingin masuk mengambil kayu bakar, mana mungkin
Pek Soh-jiu takut pada Oh-long!

Berangkat dari kota kabupaten, sampai di pegunungan sudah nampak hari akan gelap, dalam
hati Pek Soh-jiu tahu di dalam dua belas bukit yang megah ini, mungkin telah penuh
dengan jebakan mematikan, apa lagi jarak pandangan kurang jelas, suasananya tepat untuk
menggunakan Ngo-tok-tui-hun-cian, maka dia melepaskan Sian-giok, menyuruh ular pintar
itu membuka jalan, membersihkan musuh yang tersembunyi.

Mulai dari bukit Sin-cian, ular pintar Sian-giok sudah menampakan kehebatannya, para
penyerang gelap yang bertopeng hitam yang menghadang jalan itu, tidak satu pun bisa
lolos dari kematian, Sian-giok meloncat-loncat berkelebat, bolak-balik menggigit, di
dalam bebatuan yang gelap, tidak henti-hentinya terdengar suara jeritan mengerikan.

Hal ini sulit bisa diduga oleh Oh-long To Cu-an, jaringan penyerang gelap yang sudah
diatur dengan susah payah,

sebelum melihat bayangan musuh, semua sudah tewas tidak tersisa.

Sekarang, Sian-giok sudah kembali, di dalam kegelapan hening sekali.

Mereka melewati bukit-bukit Sin-cian, Teng-lung, Ki-in, Hui-hong, masuk ke dalam hutan
yang pohon-pohonnya besar-besar.

Seperti setan iblis berteriak mengeluh kesedihan, pekikan kera yang kesepian, membuat
hati orang menjadi tegang, malam yang gelap terasa menyeramkan, juga mengandung banyak
suasana misterius.

Tentu saja, dalam pandangan para jago-jago dunia persilatan, semua ini tidak ada
pengaruhnya. Tapi yang paling terasa diantara mereka, ada tiga orang wanita yang agak
lemah!

Malam gelap gulita, takut serangga dan ular, adalah kelemahan umum para wanita. Walau
kakak beradik Siau, Bong San-san, adalah orang yang telah menggemparkan dunia. Namun
saat di tempat ini, tetap saja tidak bisa terlepas dari kelemahan sifat wanita yang
alami, mungkin karena ilmu silat Pek Soh-jiu yang paling tinggi, bukan saja kakak
beradik Siau, sampai Jit-kaw Kokcu Bong San-san pun, setiap langkahnya terus menempel
di dekat Pek Soh-jiu.

Setelah lewat dua jam, mereka masih berlari di dalam hutan lebat, yang lebatnya sampai
langit pun tidak terlihat, dan jarak pandangnya semakin terbatas, akhirnya sampai
mengulurkan tangan juga tidak bisa melihat lima jarinya.

Setelah beberapa saat berjalan meraba-raba, dalam hati Pek Soh-jiu berteriak celaka,
karena menurut pendengaran dia yang tajam, yang mengikuti di belakang dia, hanya

tinggal satu suara derap kaki yang lemah, dia mendadak menghentikan langkah berkata:

"Apakah ini adik Yam? Dimana cici Hun dan yang lainnya?"

"Tidak tahu, Ciu......aku takut......" sebuah tangan yang lembutnya seperti tidak ada
tulangnya, merangkul lengannya, tubuh yang seperti ular, menempel padanya, menggosok-
gosok rubuhnya seperti yang ingin masuk ke dalam tubuhnya saja.

"Jangan takut, adik Yam! Di dalam hutan lebat ini, mungkin adalah satu barisan yang
sangat rumit, kau duduklah terlebih dulu, biar aku dengan tenang memikirkannya."

"Sudah tidak keburu, Ciu koko, kau dengar...."

Tidak salah, musuh sudah datang tidak sedikit, terdengar suara langkah kaki yang sangat
ringan sekali, mungkin mereka pesilat tinggi yang ilmu silatnya sangat tinggi sekali.

Satu hawa pembunuhan yang dahsyat, keluar di wajahnya, dia mendengus sekali, berkata:

"Ikuti terus aku, adik Yam, kita......bunuh......"

"Tapi...... Ciu koko, aku......telah kehilangan senjata......"

"Jangan khawatir, gunakan pedang panjang ku saja."

"Tidak, di dalam rimba yang lebat, pedang panjang lebih berguna dari pada Pouw-long-
tui, kau berikan saja Pouw-long-tui padaku, aku ikuti kau, mungkin aku tidak perlu ikut
bertarung!"

"Baik." Dia memberikan Pouw-long-tui pada orang di sisinya, mulutnya berteriak nyaring,
langsung menggulung kearah tempat suara langkah kaki.

Pedang panjang seperti naga marah, melakukan serangan dahsyat yang membabi buta, dia
hanya mengandalkan pendengarannya, namun gerakan pedangnya tidak satu pun meleset.

Musuh walau pun orang orang pilihan, tapi tidak satu pun yang mampu lolos dari tiga
jurus serangannya, tubuh seperti batang pohon satu persatu jatuh ketanah.

Demi membalas dendam, dia melupakan segalanya, sambil berteriak dia menyerang sengit,
membuat hutan lebat yang menutup langit ini, menyebarkan bau amis darah yang
menyeramkan.

Mendadak, terdengar suara ringan ssst.... Di depan matanya tampak satu garis sinar
merah, satu bau khas mesiu, menggulung masuk ke dalam penciumannya, hatinya bergetar
keras, matanya pun timbul serat darah.
"Oh-long yang sangat keji, asalkan masih ada nafas, aku bersumpah akan menghancurkan
dirimu..."

Tapi makiannya tidak akan bisa menyelesaikan masalah, letusan mesiu akan menghancurkan
harapan dia tanpa ampun, sehingga, dia harus segera memutuskan, cepat kakinya
melangkah, lengannya balik merangkul sesosok tubuh yang hangat dan harum, yang telah
menempel di dadanya yang berotot itu.

"Ke kanan belakang enam belas tombak, cepat......."

Ada apa di kanan belakang enam belas tombak? Dia...

tubuh yang menempel di dadanya, bagaimana bisa tahu di kanan belakang enam belas tombak
ada apa sajat Tapi dia tidak ada waktu memikirkannya, dalam waktu sekejap ini, reaksi
di dalam otaknya, hanya merasakan kanan belakang enam belas tombak pasti dapat
menghindar dari ledakan mesiu itu. Maka dengan reflek dia menggunakan ilmu

meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui, melayang menempel tanah, kecepatannya seperti


kilat, suara ledakan yang menggetarkan telinga, memecahkan gelapnya malam, dia sudah
merasakan di bawah tubuhnya kosong, dia telah jatuh di atas jaring yang sangat elastis.

"Hmm ini sebuah jebakan lagi, bagaimana aku bisa menyerah begitu saja!" di saat sekejap
tubuhnya terlontar ke atas, dia sudah mengerahkan Ji-ie-sin-kang yang disalurkan ke
badan pedang, tidak menunggu jatuh kembali di atas jaring, pedang panjangnya sudah
diayunkan.

"Tidak, kau tidak bisa......"

Teriakan terkejut orang di dalam pelukannya, tidak dapat dengan tepat waktu mencegah
gerakannya yang sangat cepat, jaring otot sapi yang ada dibawah tubuh mereka, pecah
oleh sabetan pedang yang bertenaga, tidak bisa di tahan lagi maka tubuh mereka jatuh
kebawah menerobos keluar dari lubang i tu.

"Haai......"

Tubuh yang lembut hangat itu, di dalam pelukannya bergetar ringan, dua buah lengan
lembut, memeluk dia dengan eratnya, suara ledakan sudah lewat, hutan telah kembali
menjadi hening, kecuali suara kiblatan baju mereka yang jatuh ke bawah, hanya ada suara
keluhan ringan tadi.

"Jangan gelisah, adik Yam, walau pun lembah penuh dengan pisau tajam, kita juga akan
seperti melangkah di tanah datar, sekarang......peluklah lebih ketat lagi......"

Dia memasukan kembali pedangnya ke dalam sarung, dengan lengan kiri memeluk pinggangnya
yang langsing dan licin itu, mulutnya bersuara "heh!" dengan sembilan puluh persen
tenaga dalamnya dia memukul.

Tenaga pululan sangat dahsyat, aliran angin dari tenaga baliknya, malah membuat tubuh
mereka yang jatuh seperti meteor itu terhenti di udara, mengambil kesempatan yang
sedetik ini, tubuhnya diayunkan di udara, berputar cepat seperti kincir.

Kecepatan jatuhnya sudah melambat, diperkirakan menurut waktunya, tempat mereka jatuh,
pasti sebuah lembah maut yang kera pun tidak bisa mencapainya.
Terakhir, bluur.... mereka terjun ke dalam air yang dinginnya menusuk tulang, untungnya
tenaga dalam dia, sudah mencapai tingkat tertinggi, walau pun beberapa kali mengalami
perubahan, tapi masih tetap mampu lolos dari maut, saat ini dia merayap naik keatas
sebuah batu cadas, dengan lembut melepaskan orang dalam pelukannya.

"Tidak, adik ciu, aku dingin......"

Dia tetap merangkulnya dengan erat, tubuhnya bergerak-gerak di dalam pelukannya seperti
ular, tapi:

"Siapa kau?"

Sekarang Pek Soh-ciu telah mendengar dengan jelas, dia ternyata bukan Siau Yam, keadaan
terkejut dan marah, mendadak dengan kuat dia melontarkan tubuhnya keatas, getaran
tenaga dalam ratusan tahun, dahsyatnya bisa dibayangkan, hanya terdengar praak... lalu
terdengar rintihan kesakitan, tubuh yang lembut seperti tidak bertulang itu, menjadi
pingsan sambil memuntahkan darah segar.

Lama.....:.......

"Haay....istrimu tidak salah mengatakannya, kau ini sungguh orang yang tidak tahu kasih
sayang

perempuan......"

"Kau siapa? Apa yang kau perbuat pada Siau Yam?"

"Saudara kecil ini sungguh orang penting jadi pelupa, sampai suaraku juga sudah tidak
kenal?"

"Kau ini Giok-ki-sian-cu (Dewi berkulit giok) Sai-hoan?"

"Akhirnya kau ingat, aku ini orang yang tidak beruntung......"

"Aku tanya, kau apakan istriku Siau Yam?"

"Haai, saudara kecil, walau cici tidak bisa mendapatkan kasih sayangmu, bagaimana pun
kau tidak bisa membalas budi dengan dendam! Jika cici tidak menunjukan tempat untuk
menghindar, apakah kau mampu menahan ledakan mesiu yang bertenaga ribuan kati itu?"

"Hemm, mungkin aku harus membunuhmu, jika aku tidak memecahkan jebakan kalian, sekarang
ini mungkin aku telah menjadi tawanan kalian!"

"Ini......bukan aku yang mengusulkan......"

"Apakah Oh-long To Cu-an?"

"Benar."

"Apa dia ada di bukit Song-boan?"

"Mungkin disana, mungkin tidak."

"Apa maksudmu?"

"Orang ini licik sekali, banyak siasatnya, walau pun bukit Song-boan adalah sarang Hek-
it-kau, tapi bukan markas pusat, di dalam setengah bulan ini cici juga tidak pernah
melihat Oh-long."

"Istri Siau-yauw-tee-kun, seharusnya punya kedudukan tinggi didalam Thian-ho-leng, kau


malah berada dibawah

perintah ketua Hek-it-kau, sungguh membuat orang sulit percayai."

"Adik Ciu! Kau benar-benar tidak tahu, atau sudah tahu tapi sengaja bertanya?"

"Masalah di dalam Thian-ho-leng, tentu saja aku benar-benar tidak tahu."

"Dulu dalam pertarungan di kuil Goan-in, Ang-kun-giok-hui merasa kami suami istri telah
memalukan perintah perguruan kami, Hoan Liu telah dihukum mati, cici......haai, malah
hidup dalam kehidupan yang lebih baik mati dari pada hidup......"

"Hal ini sungguh sangat menyesalkan, sebenarnya, ini juga akibat dari orang-orang yang
membantu melakukan kejahatan......"

"Adik Ciu! Dalam aliran Budha ada kata-kata, lepaskan golok pembunuh, segera berpaling
menjadi Budha, apakah kau tidak memberi kesempatan pada cici untuk bertobat?"

"Aku adalah angkatan muda di dunia persilatan, terhadapmu mungkin ada keinginan besar
tapi tidak ada kemampuan."

"Kau tidak ingin menangkap Oh-long?"

"Tentu aku percaya aku mampu menangkapnya......kita tidak bicarakan ini, hujin! Teman-
teman aku, apakah dalam bahaya?" '

"Jika istrimu dan teman-temanmu tidak maju terus, mungkin tidak akan berbahaya......"

"Apakah hujin bisa mengatakan lebih jelas lagi?"

"Dari sini pergi ke bukit Song-boan, harus melalui tiga halangan besar yaitu Api
pemisah arwah, Racun tanpa bayangan, dan Senjata pemusnah mayat, bagaimana pun

manusia terbentuk dari darah dan daging, adik Ciu walau tenaga dalammu sudah hebat
sekali, mungkin juga akan kesulitan melewati jebakan yang sangat sadis dan berlapis-
lapis ini!"

"Bagus, aku malah ingin mencoba Senjata pemusnah mayat itu, bagaimana kelihayannya."

"Adik Ciu! Jika Oh-long To Cu-an tidak berada di bukit Bu-san, menempuh bahaya secara
sembarangan rasanya tindakan yang kurang pintar."

"Lalu markas pusat Hek-it-kau sebenarnya berada dimana?"

"Bukit Thian-ciat."

"Berarti berada di dalam Thian-ho-leng."

"Tidak salah."

"Terima kasih, aku pamit dulu."


"Tempat ini tebingnya curam dan berbahaya, lembahnya dalam sekali, adik Ciu sebagai
orang dari aliran lurus, seharusnya tidak meninggalkan orang yang bermaksud bertobat!"

"Ini.. .kita laki dan perempuan ada perbedaan..."

Benar, tebing curam berbahaya tidak menjadi kesulitan bagi Pek Soh-jiu yang berilmu
tinggi, tapi jika harus membawa orang bersama-sama mendaki tebing curam, maka tidak
akan terhindarkan terjadi sentuhan tubuh.

Terdiam beberapa saat, Giok-ki-sian-cu perlahan mengeluh, katanya:

"Ci-huan menyadari wajahnya jelek, tidak berani ada pikiran yang bukan-bukan pada adik
Ciu, tapi melihat

orang dalam kematian dan tidak menolong, apa didalam hatimu tidak akan merasa menyesal?

Walau Pek Soh-jiu tidak suka kelakuannya, tapi dia juga tidak tega pergi begitu saja,
dalam keadaan apa boleh buat terpaksa dia menggendongnya, dengan mengibaskan sepasang
lengannya, tubuhnya naik lima tombak, terus mengayunkan tangan menekan tebing, kembali
naik tiga tombak lebih, saat tenaganya akan habis, lalu ssst.... lima jarinya sudah
ditancapkan pada dinding tebing yang keras, setelah melalui beberapa kali istirahat,
akhirnya dia sudah mencapai puncak tebing, lalu menurunkan Giok-ki-sian-cu, berkata
tawar:

"Kewajiban ku sudah selesai, hujin...."

"Terima kasih adik Ciu! kuharap kita masih bisa bertemu lagi." Kata Giok-ki-sian-cu,
dia masih merasa sedih terhadap perpisahan ini, tapi dia tahu merindukan nya hanya akan
menambah kesedihan, maka dengan sedikit menggigit bibir, dia melayangkan lengan bajunya
yang indah, tubuh langsingnya berputar menerobos hutan berlari meninggalkan tempat itu.

Pek Soh-jiu terdiam sesaat, lalu bersiul panjang, getaran suara yang dikeluarkan dengan
tenaga dalam latihan ratusan tahun, dalam kegelapan malam menggema sampai jauh sekali,
dia juga melepaskan ular pintar Sian-giok, menyuruh dia mencari istri dia dan teman-
temannya.

Yang pertama datang adalah Siau Hun, wanita cantik yang ternama dengan sikap dinginnya,
pada wajahnya masih nampak hawa pembunuhan, setelah melihat Pek Soh-jiu, dia seperti
telah berhasil memetik bintang, kegembiraannya sulit bisa ditutup tutupi, tapi tetap
dengan wajah marah berkata:

"Kau lari kemana saja? Membuat orang bisa mati karena terlalu gelisah, kau seperti
tidak punya tanggung jawab saja!"

"Toa-ci harus baik-baik tanyakan pada dia, kulihat kebanyakan dia telah terpikat lagi
oleh wanita genit sehingga sampai tersesat!"

Pek Soh-jiu tidak perlu melihat kebelakang, dia sudah tahu orang yang melanjutkan
perkataan itu adalah Siau Yam yang liar, maka dengan wajah tersipu-sipu dia tertawa
berkata:

"Cici Hun jangan dengarkan dia, karena menghindarkan ledakan mesiu, tidak sadar jatuh
ke dalam satu lembah maut, lihat bajuku yang basah kuyup, cici tentu tahu apa yang aku
katakan tidak bohong."

Saat ini Goan Ang, Bong San-san, Ouwyang Yong-it, dan Sangguan Ceng-hun juga berturut-
turut datang, Siau Yam mencibirkan bibir munggilnya:

"Aku melihat ada satu bayangan yang ramping, berlari keluar dari hutan ini, Ouwyang Lo-
ko! Kau katakan, bayangan itu betul tidak seorang wanita?"

"Ha ha ha!" Ouwyang Yong-it tertawa, "Adik ipar sungguh tajam matanya, tidak salah, dia
memang adalah seorang wanita....."

Wajah Siau Hun berubah:

"Hemm!" Dia marah berkata, "Kata-kata Ouwyang Lo-ko, mungkin akan merugikanmu!"

Ouwyang Yong-it berkata:

"Lo-ko sudah hidup begini tua, bagaimana bisa sembarangan berkata!"

"Keek! Sangguan Ceng-hun batuk-batuk, berkata, "Lo-ko kerjakan masalah serius, buat apa
terus banyak bicara yang tidak ada artinya."

Ouwyang Yong-it melototkan sepasang matanya berkata:

"Siapa bilang aku bicara yang tidak ada guna-nya! Dia memang seorang wanita, hanya saja
sedikit tua, jika mundur lima puluh tahun, dijamin pasti seorang wanita cantik, tapi
bagaimana pun karena dia terlalu tua jadi mengatakan dia bukan wanita!"

Siau Hun mendengarnya jadi tertegun, wajahnya yang dingin penuh salju itu, melebur
seperti ditiup angin musim semi, Sangguan Ceng-hun mengambil kesempatan ini tertawa:

"Saudara! Kita ini sudah banyak menghabiskan waktu tidak berguna oleh hutan iblis itu,
bukit Song-boan masih terhalang oleh beberapa gunung, jika ingin kesana, sudah harus
cepat-cepat berangkat."

Pek Soh-jiu berkata:

"Sebelum aku jatuh ke dalam jurang, pernah menangkap seorang anak buahnya Hek-it-kau,
menurut dia Oh-long sama sekali tidak berada di Bu-san, markas pusat mereka ada di
bukit Thian-ciat, sepertinya kita tidak perlu membuang-buang waktu disini."

Goan Ang berkata:

"Aku juga merasa Bu-san hanya satu jebakan Oh-long saja, jika kau sudah mendapatkan
kabar yang benar', lebihbaik langsung saja pergi ke bukit Thian-ciat."

Mereka menghentikan langkah kuda di tepi tebing ini dan kembali pulang, gerakan ini
tidak terduga oleh musuh, sehingga sepanjang perjalanan kembali, sedikit pun tidak

mendapat halangan, tapi, keadaannya kota kabupaten, tetap saja sangat buruk, mereka
tidak bisa membeli makanan, juga tidak bisa menemukan sepuluh lebih awak perahu yang
hilang, berlayar di sungai pegunungan, harus ada awak perahu yang sudah berpengalaman
berlayar di sungai pegunungan. Meski mereka memiliki ilmu silat yang tinggi, tetap saja
masuk dalam situasi maju mundur salah.
Yang lebih celaka lagi adalah para pesilat tinggi dari berbagai perguruan yang diusir
mereka, semuanya juga telah tiba dikota pegunungan ini, tadinya mereka juga sudah
berniat jahat, saat ini menampakan wajah mereka yang bengis, hingga membuat penduduk
seluruh kota tidak bisa berdagang, langit marah, manusia gelisah.

Tentu saja, Pek Soh-jiu dan kawan-kawan dari aliran pendekar menjadi sasaran mereka,
tapi mereka tidak berani terang-terangan berhadapan, dengan cara licik membuat orang
sulit menghadapinya, apa lagi seluruh kota dan Busan, sudah dibawah kekuasaannya Hek-
it-kau, dalam pemandangan yang indah itu, mengandung bahaya yang tidak terhingga, di
pantai sungai, Thian-ho-sat-kun mengadakan pertemuan darurat untuk menghadapi keadaan
ini, masalah yang pertama diusulkan oleh orang tua itu adalah bagaimana caranya
meninggalkan Bu-san.

Kota kabupaten Bu-san berada di sebelah utara Tiang-kang, melalui jalan pegunungan bisa
langsung menuju kota Pek-tee, jika melalui jalan air, harus melalui Ku-tang-sia, tapi
aliran sungai diantara tebing itu baik bahaya atau tidak, karena tidak ada awak kapal,
mereka hanya dapat mengeluh memandangi sungai, terpaksa mereka semua setuju, menuju
kota Pek-tee melalui jalan pegunungan.

Masalah lainnya, para awak kapal yang hilang itu entah hidup atau mati, seharusnya
kewajiban mereka menyelidikinya, apa lagi masalah makanan harus bisa

diselesaikan, melalui jalan pegunungan juga harus mempersiapkan perbekalan, sehingga,


mereka memutus kan untuk bertarung dengan Hek-it-kau dikota pegunungan.

Mereka dibagi jadi empat kelompok, berangkat menuju ke empat arah, kelompok pertama
adalah Thian-ho-sat-kun memimpin Pek Soh-jiu dan istri dengan Ouwyang, Sangguan dua
orang, langsung menuju ke kantor bupati.

Karena orang kota kabupaten melakukan pemogokan, walau di siang hari, di jalan raya
sulit bisa menemukan satu orang pun, tapi di ujung jalan dan ganggang yang gelap,
sering terlihat ada bayangan orang, tidak perlu ditanya, itu pasti para anak buahnya
Hek-it-kau yang mengawasi mereka.

Pintu kantor kabupaten adalah terbuka, tapi sepi sampai orang yang menjaga pintu pun
tidak ada, Thian-ho-sat-kun pertama-tama yang melabrak masuk, tidak berduli ada orang
atau tidak, langsung berlari masuk ke pintu kedua.

Mendadak.....

"Mundur." Satu rentetan suara pegas terdengar membawa sepuluh lebih anak panah beracun,
melesat kehadapan mereka, Thian-ho-sat-kun berteriak marah, lengan bajunya yang besar
dikibaskan, bayangan merah menutup udara, anak panah yang seperti kuda lari itu,
semuanya telah digulung ke dalam lengan bajunya, bersamaan waktu bayangan orang
berkelebat, kakak beradik Siau secara berpasangan menerjang maju, dalam sekejap,
sepuluh lebih anak buahnya Hek-it-kau yang sembunyi di balik pintu, semuanya telah
ditotok jalan darahnya oleh mereka.

Di pintu kedua ada pekarangan yang luas sekali, puluhan orang bertopeng hitam, sedang
berdiam berdiri menunggu

mereka, Thian-ho-sat-kun menghentikan langkahnya, dia berkata dingin:


"Dimana Bupati disini? Kalian para penjahat, apa bersungguh-sungguh akan memberontak!"

Terdengar tawa aneh, dalam kelompok orang bertopeng hitam melangkah keluar seorang yang
tubuhnya seperti raksasa, sepasang matanya yang bersinar memperhatikan sejenak pada
Thian-ho-sat-kun berkata:

"Apakah kau ingin melakukan sidang? Orang tua! Aku inilah Bupati kabupaten ini, ada
perkara apa? Katakan saja!"

"Hemm!" Thian-ho-sat-kun berkata, "Orang asing juga berani menghina hukum Tionggoan,
jika aku tidak memberi sedikit hukuman padamu, kau akan mengira di Tionggoan tidak ada
orang."

Siau Hun maju dua langkah berkata:

"Ayah! Kau mengatakan dia itu orang asing?"

"Mendengar logat bicaranya, mungkin adalah bangsa Tong-it." Kata Thian-ho-sat-kun.

Orang bertopeng itu tertawa sejenak:

"Tidak diduga orang tua ini punya sedikit pengetahuan, tidak salah, aku memang orang
Tong-it, memandang remah aku, betul tidak? Mari, kita mencoba nya!"

Siau Hun mengangkat alisnya:

"Kau tidak pantas bertarung dengan ayahku, biar aku yang habisi kau."

Orang Tong-it itu mendengus, kakinya dengan ringan melangkah, dengan kuat memukul,
kepalannya yang seperti godam itu, mengeluarkan suara huut... terlepas dari

tubuhnya, terbang datang menyerang, saat bayangan tinjunya melayang, angin tenaganya
sudah menyentuh bahu Siau Hun.

Hati Siau Hun terkejut kakinya dihentakan ringan, meloncat mundur delapan kaki lebih,
reaksinya walau tepat, tapi bagian yang tersentuh bayangan kepalan terasa seperti
dibakar api, kakinya jadi sempoyongan, berturut-turut dua kali seperti gemetar dingin,
usianya walau belum tua, namun tidak sedikit dia melawan pesilat tinggi, ilmu aneh yang
diperagakan orang Tong-it ini, sungguh belum pernah dilihatnya.

Dia tertegun, matanya muncul dua api dingin, mengawasi kearah kepalan yang super besar
orang Tong-it itu.

Ototnya menonjol keluar, penuh dengan bulu hitam, sepasang lengannya yang panjang,
jelas-jelas tumbuh diatas bahunya, tadi kepalannya yang terbang, apakah karena mata
sendiri yang salah lihat?

Walau pun ini hal yang aneh yang mengejutkan orang, tapi dengan ilmu silat Siau Hun
yang tinggi, pengalamannya yang banyak, akhirnya bisa mengerti bagaimana kepalan itu
terbang itu, alasannya adalah lengan orang Tong-it ini panjangnya melebihi orang biasa,
kekuatan kecepatan gerakan kepalannya, dari seluruh perguruan yang ada di Tionggoan,
tidak terpikirkan perguruan mana yang bisa menandinginya, kalau hanya sekilas
melihatnya, maka tidak akan terhindar terjadi salah pemikiran terhadap kepalan terbang
itu, tapi sesudah mengerti hal ini, kepalan orang Tong-it yang cepat dan dahsyat itu,
sungguh tidak bisa dipandang enteng, untung saja luka bahunya tidak parah, sambil
mulutnya berteriak, dia langsung maju menerkam.
Saat ini dia telah mengerahkan tenaga dalam Ji-ie-sin-kangnya sampai batas tertinggi,
tiga kaki di sekeliling tubuhnya, telah diselimuti oleh hawa keras seperti tong baja,
lalu sepasang telapaknya" bersamaan dijulurkan, memukul dengan dua tenaga yang satu
lembut yang satunya lagi keras, seperti dua ekor naga marah, menyerang kearah dada
orang Tong-it itu.

Orang Tong-it berteriak keras:

"Bagus." Sepasang tinjunya diayunkan, angin pukulannya bergerak kemana-mana, dalam


sekejap telah melancarkan delapan pukulan, setiap jurus seperti godam besi memukul
gunung, dahsyanya sungguh bisa membuat angin dan awan berubah warna.

"Hujin! Kau hebat, kita......he he......harus bertarung sepuasnya, he he......"

Sambil bicara, dia mengerakan tangannya menyerang habis-habisan, berteriak-teriak.


Telapak Siau Hun sudah beberapa kali mengenai tubuhnya, tapi semua seperti menggaruk di
atas sepatu, dia sedikit pun seperti tidak merasakan sakit.

Keringat mulai mengucur di pelipis Siau Hun, wajah yang dingin seperti salju, telah
menjadi merah.

Dia tidak bisa mempertahankan posisinya, tekanan yang amat dahsyat, memaksa dia mundur
ke belakang, keadaan ini sangat mengejutkan orang, dengan ilmu silat Siau Hun yang amat
tinggi, malah tidak bisa menahan pukulannya seorang asing, kelihatan-nya di dalam Hek-
it-kau, sudah menjaring tidak sedikit orang-orang hebat.

Pek Soh-jiu melihat Siau Hun sudah nampak kewalahan, buru-buru meloncat, melayang masuk
ke dalam

pertarungan, telapaknya dengan ringan diayunkan,

berturut-turut menahan serangan sepasang kepalan orang Tong-it itu, dia sepertinya
tidak peduli akibat dari pertarungan ini, segera membalikan tubuh memapah tubuhnya Siau
Hun berkata:

"Kau tidak apa-apa? Cici istirahatlah dulu, biar aku yang membereskan si bodoh itu."

Siau Hun dengan manis tersenyum:

"Kau sudah datang, tentu saja tidak apa-apa, hati-hati, orang ini ilmu silatnya rada
aneh, kita jangan membiarkan dia lolos!"

Pek Soh-jiu tertawa:

"Jangan khawatir, kau istirahatlah."

Melihat Siau Hun telah mundur, Pek Soh-jiu dengan pelan memutar tubuh, melihat pada
orang Tong-it yang seperti tugu besi, terlihat sepasang matanya melotot, mulutnya
menganga lebar, dengan bengong melihat pada Pek Soh-jiu, saat ini dia sepertinya baru
tersadar, mulutnya berteriak keras berkata:

"Jurus apa yang tadi kau gunakan, kita bertaning lagi biar aku bisa melihatnya!"

Pek Soh-jiu berkata dingin:


"Jurus ini disebut membunuh babi menyembelih anjing, kau ingin melihatnya? bersiaplah."
Sebelah telapaknya dihentakan mendatar sejajar dada, satu tenaga yang lembut seperti
angin musim semi, berhembus keluar.

Orang Tong-it bengong memperhatikan seben-tar, baru saja akan mengejek serangan Pek
Soh-jiu yang kelihatannya tidak bertenaga itu, mendadak dia merasakan dadanya menjadi
sasak, seperti ada sebuah geledek mendadak menyambar, menyusup masuk ke dalam paru-
parunya, dia

hanya merasakan sebuah suara yang menggelegar, bluuk.....

dia sudah tidak sempat bereaksi langsung roboh, rohnya sudah berpindah ke dunia lain.

Dalam satu jurus saja, Pek Soh-ciu sudah membunuh mati seorang pesilat tinggi kelas
wahid Hek-it-kau, di dunia siapa lagi yang mampu menahan sebuah pukulannya?

Orang-orang bertopeng hitam yang melihat, jadi ketakutan, mereka semua memegang
senjata, tapi tidak ada seorang pun yang berani maju, melawan anak muda tampan yang
penuh dengan hawa membunuh ini.

"Anak Ciu......" Thian-ho-sat-kun merasa khawatir malam panjang akan banyak mimpinya,
dia ingin memerintah melakukan penyerangan total:

"Anak buahnya Hek-it-kau, semuanya pantas mati, walau ingat langit yang memberikan
kehidupan, tapi tidak bisa membiarkan ilmu silat mereka mencelakai manusia, jangan ragu
lagi, kita bertindak."

Satu pertarungan yang brutal telah terjadi, para anggota Hek-it-kau demi mempertahankan
ilmu silat-nya, melakukan pertahanan mati-matian, dalam jumlah orang, Hek-it-kau berada
dalam posisi menguntungkan sekali, dan disekeliling pekarangan, masih tersembunyi tidak
sedikit anggota yang memegang Ngo-tok-tui-hun-cian.

Tapi karena Pek Soh-jiu pernah mengalami kekejaman panah ini, saat sebelum menyerang ke
dalam pekarangan, dia terlebih dulu membersihkan pemanah yang

bersembunyi di sekelilingnya, lalu dengan kekuatan seperti membabat rumput kering, dia
membabat musuh yang ada di dalam pekarangan.

Selain para pemanah, mereka tidak membunuh satu pun musuh, tapi tawanan yang mereka
tangkap, malah

jumlahnya mencapai empat puluh sembilan orang, Pek Soh-jiu membuka topeng-topeng
mereka, dia terkejut menemukan diantara mereka malah termasuk orang-orang penting dari
berbagai perguruan, seperti ketua perguruan Ci-yan Liu Giauw-kun, Toat-hun-san Liu Ti-
kie, Giam-ong-leng Sai Hong, Tiam-cong, Bu-tai, dan beberapa orang ternama dari aliran
hitam.

"Kenapa?" ini pertanyaan yang membingung-kan, seorang yang berkedudukan terhormat di


perguruan, seorang penguasa setempat, kenapa sudi membantu melakukan kejahatan,
melakukan perbuatan hina yang melanggar rasa setia kawan dunia persilatan, membuat
orang merasa jijik?

"Haai......" Giam-ong-leng Sai Hong menghela napas panjang berkata, "Atas


pertolongannya pendekar muda, orang she Sai sedikit pun tidak berani melupakannya, tapi
masalah hari ini, sungguh terpaksa sekali......"

Pek Soh-jiu berkata tawar:

"Perbuatan yang kumelakukan tidak ada niat mendapat balasan, anda tidak perlu menaruh
di dalam hari, jika anda bisa menjelaskan alasan terpaksanya, aku akan sangat
menghargai!"

Sai Hong mengangkat sepasang matanya, melihat pada seorang laki-laki besar berjanggut
pendek berwajah bengis, matanya menyorot sadis, dia ingin bicara tapi tidak jadi, dia
hanya menghela napas, tampak tampangnya kesulitan sekali.

Sangguan Ceng-hun mendadak maju dua langkah, menyatukan jari telunjuk dan jari tengah,
menotok jalan darah mematikan Huan-ki di depan dada orang itu, bersamaan kakinya
menyapu, menendang mayat orang itu ke dalam hutan, berkata:

"Apa masih ada yang menghalangi? Saudara Sai."

Sai Hong berkata:

"Didalam Hek-it-kau, selain pengikut setia Oh-long To Cu-an, kebanyakan perguruan-


perguruan melakukan kejahatan dalam keadaan terpaksa......"

Sangguan Ceng-hun berkata:

"Melakukan perbuatan karena terpaksanya pasti sangat serius sekali."

"Haai... istri disandera, diri sendiri dikendalikan oleh racun, mala petaka yang
dialami kami semua, tidak ada yang lebih dari ini......"

Pek Soh-jiu mengangkat alis:

"Seekor Oh-long yang sangat keji sekali, Toako! Aku pikir......"

Sangguan Ceng-hun berkata:

"Apa kau berniat menggunakan daun Leng-ci menyembuhkan racun mereka?"

"Aku memang berpikir begitu."

Holeng-ci adalah benda pusaka, demi sehelai daun, entah sudah mengorbankan berapa
banyak nyawa orang-orang persilatan, tapi Pek Soh-jiu malah tanpa merasa sayang sedikit
pun ingin menggunakan daun Leng-ci menolong musuhnya, seberapa besar lapang dadanya!

Seberapa agung sifatnya! Saat ini kebetulan Goan Ang dan kawan-kawan dengan tiga
kelompok lainnya telah tiba dikantor kabupaten, Bong San-san mendengar Pek Soh-jiu
ingin menggunakan daun Leng-ci menolong orang maka dengan "Keek!" batuk sekali,
berkata:

"Jangan terburu-buru, biar kakak mencobanya terlebih dulu."

Terhadap menggunakan racun Pek-tok-lo-cia memang punya kelebihan dari orang, empat
puluh orang lebih, orang-orang dari berbagai perguruan yang terkena racun ini, akhirnya
telah tertolong, tapi, apakah mereka bisa bertobat?
Apakah dapat menyelesaikan persoalan dengan Hek-it-kau selanjurnya? Pek Soh-jiu sulit
bisa memastikannya, dia sudah berusaha semampunya, asal sudah bisa melakukan hal yang
tidak menyesalkan hati saja dia sudah merasa cukup.

Terakhir, mereka mendapatkan awak perahu yang ditahan, tapi mereka tetap tidak merubah
rencana semula, melalui jalan pegunungan menuju ke kota Pek-tee.

Jebakan yang telah diatur oleh Hek-it-kau jadi sia-sia, Oh-long To Cu-an mungkin tidak
berani menunjukkn kekuatannya lagi, sehingga setelah sampai di kabupaten Jin-ciu,
mereka hampir tidak terlihat satu pun orang-orang Hek-it-kau, sedikit pun tidak ada
pergerakan dari lawan, namun di dalam kelompok mereka, Thian-ho-sat-kun beserta
anaknya, setiap orang merasakan tekanan berat, sebab Oh-long To Cu-an berada di bawah
perlindungan Thian-ho-leng, dan hubungan Ang-kun-giok-hui dengan mereka juga begitu
ruwetnya.

Di Jin-ciu setelah beristirahat dua hari, mereka akhirnya menginjakan kaki di jalan
bukit Thian-ciat, seperti perahu tiba di tengah sungai dengan sendirinya akan berjalan
lurus, mereka terpaksa maju selangkah demi selangkah.

Di dunia persilatan, Thian-ho-leng tadinya adalah sebuah perguruan misterius yang tidak
meng-injakan kakinya di dunia persilatan, Thian-ho-leng sebuah kelompok yang berada
diluar lingkaran, tapi semenjak Ang-

kun-giok-hui berhasil mengambil kedudukan ketua, di dunia persilatan, bertambah banyak


peristiwa kejahatan dan pembunuhan, sekarang Thian-ho-sat-kun kembali ke bukit Thian-
ciat, gunung yang megah pepohonan dan rumput yang menghijau, semua terasa asing
olehnya, dalam hatinya, dia merasa-kan satu perasaan kesepian yang sulit diutarakan.

Semenjak pagi hingga siang hari, mereka telah tiba di Touw-goan bukit Thian-ciat, ini
adalah satu lubang retakan di tengah tebing yang curam, langit hanya terlihat sebuah
garis saja, asalkan gerbang ini ditutup, setinggi apa pun ilmu silat orang itu, jika
ingin melewati gerbang, mungkin lebih sulit dibandingkan naik keatas langit.

Thian-ho-sat-kun melihat sekali pada Touw-goan, lalu membalikan kepala berkata pada
Siau Yam:

"Anak Yam, apa kode untuk membuka gerbang? Kau pergi mencobanya!"

Siau Yam menyahut dia meloncat ke depan gerbang, kaki sedikit dihentakan, tubuhnya
seperti burung walet terbang kelangit, sesudah meloncat setinggi tiga tombak lima kaki,
satu tangannya dengan cepat menekan, jari telunjuk dan jari tengah tepat menekan diatas
sebuah batu bulat berwarna merah gelap.

Ini adalah kode untuk memanggil penjaga gerbang, asalkan menggunakan tenaga dalam
menekan batu bulat itu, di dalam gerbang akan terdengar serentetan suara bel, penjaga
gerbang pertama akan membuka dulu satu jendela batu, setelah melihat dengan jelas siapa
yang membunyikan bel, lalu memutar roda besi, membuka pintu batu yang berat sekali.

Tapi baru saja Siau Yam menyentuh batu bulat, mendadak terdengar suara ringan ssst....
diatas dinding

tebing itu, menyemprot beberapa asap tebal yang berbau amis menyengat hidung, Siau Yam
terkejut dan berteriak keras, lalu seperti layang-layang putus talinya jatuh ke bawah.
Kejadian ini sangat mengejutkan orang, siapa pun tidak menduga Siau Yam yang besar di
bukit Thian-ciat, bisa mendapat kecelakaan saat membunyikan bel, untung Siau Hun tidak
jauh dari dinding tebing, dia segera meloncat, kecepatannya laksana angin, sepasang
telapaknya digetarkan, dengan enteng meringankan terlebih dulu tenaga jatuhnya tubuh
Siau Yam, lalu membuka lengannya, menyambut tubuh Siau Yam.

Rupanya asap tebal itu adalah semacam racun yang sangat mematikan, hanya dalam sekejap,
wajah cantiknya Siau Yam sudah berubah menjadi warna ungu tua.

Pek-tok-lo-cia membuka kelopak mata Siau Yam, melihatnya sebentar lalu berkata:

"Tidak disangka di atas bukit Thian-ciat ini ada ahli racun yang sehebat ini, tidak
aneh bibi Siau bisa meraja lela di dunia."

Pek Soh-jiu dengan wajah gelisah berkata:

"Cici San! Dia......"

Bong San-san tersenyum:

"Jangan gelisah Adik Ciu! Julukan Pek-tok-lo-cia tidak mudah didapat, Kiu-ih-bi-sin-san
(Bubuk sembilan dewa linglung), masih belum bisa menyulitkan cici."

Dia membuka kantong kulit dipinggangnya,

mengeluarkan sepuluh macam lebih obat penawar racun, menimbang-nimbang dengan teliti
lalu mencampurnya,

pekerjaannya menghabiskan tidak sedikit waktu, setelah jadi baru obatnya disuapkan ke
dalam mulut Siau Yam.

Lama.... Siau Yam siuman kembali, warna di wajahnya juga berubah semakin merah, tapi
semangat dia tetap lesu, jelas... bukit Thian-ciat sudah menganggap dia sebagai seorang
penghianat.

Su Lam-ceng tahu isi hati Siau Yam, maka dia menghiburnya:

"Adik Yam tidak perlu khawatir, asalkan kita bisa bertemu dengan bibi, segala kesalah
pahaman pasti akan terselesaikan, saat ini yang paling penting adalah bagaimana caranya
masuk ke dalam Touw-goan, coba adik Yam pikir! Kecuali tempat ini, apakah masih ada
jalan lainnya?"

"Ada sih ada, tapi yang aku tahu, dalam sepuluh tahun ini, tidak ada orang yang mampu
melewati Thian-cian-ciat-ih."

Thian-ho-sat-kun berkata:

"Anak Yam, yang kau katakan itu apakah lembah maut Lam-san, seratus tombak pasir meng-
ambang?"

"Benar, ayah, tapi di belakang seratus tombak pasir ngambang, sekarang telah ditambah
lagi empat barisan besar yang mematikan, yaitu Thian-lui (Guntur langit) Bu-im (Tanpa
bayangan) Sin-liong (Dewa naga) dan Thiankong-tee-sat (pembunuh langit bumi)."

Thian-ho-sat-kun tertegun:

"Apa yang disebut empat barisan besar mematikan itu?"


"Barisan Thian-lui dipasang di belakang seratus tombak pasir mengambang, disana di
timbun puluhan ribu kati mesiu, di dalam mesiu, dicampur dengan bahan bakar yang

mudah terbakar, asalkan tersentuh benda yang sangat ringan saja, maka akan mengakibat-
kan ledakan dahsyat yang dapat menghancurkan gunung, barisan Bu-im dibangun di
belakangnya Thian-lui, adalah barisan racun tanpa bayangan, walau pun merupakan sebuah
tempat yang sangat tenang, tapi tingkat bahayanya, lebih dahsyat dari pada barisan
Thian-lui, barisan Sin-liong adalah wilayah ular, ular-ular beracunnya ribuan jenis,
menutupi seluruh celah bebatuan dan rerumputan, membuat orang sulit untuk menghindar,
yang terakhir adalah Thian-kong-tee-sat nya Thian-ho-leng, menurut perhitungan
perputaran semesta, dibentuk sebuah barisan Ho-to-si-hiang, ditambah dengan Racun tanpa
bayangan dan Ngo-tok-tui-hun-cian, keampuhannya, bisa dikatakan tidak ada yang
menandingi di dunia."

Orang-orang di lapangan ini tidak ada satu pun yang tidak memiliki ilmu silat hebat,
tapi setelah Siau Yam menerangkan dengan singkat empat barisan besar itu, semuanya jadi
bengong dengan mulut menganga, terperanjat sampai wajahnya berubah.

Empat barisan besar ini, tidak mungkin bisa dilawan dengan kekuatan manusia, hanya
bicara seratus tombak pasir mengambang saja, mungkin ketua Siauw-lim yang menguasai
tujuh puluh dua macam ilmu silat terhebat di dunia persilatan, juga tidak akan mampu
menyeberanginya!

Pek Soh-ciu bisa melihat wajah mereka yang putus asa, tidak tertahan dia berteriak
marah sambil berkata:

"Seratus tombak pasir mengambang, empat barisan besar, belum tentu bisa menghadang
kita, silahkan kalian tunggu disini sebentar, biar aku pergi mencoba terlebih dulu, ada
seberapa hebat barisan itu."

Siau Yam berteriak terkejut, segera menangkap lengan baju dia berkata:

"Kau ini kenapa, Ciu koko? Ini bukan main-main!"

Pek Soh-jiu menghela napas:

"Tebing disini tidak bisa dibuka, di sana juga ada berlapis-lapis barisan maut
menghadang, kita jauh-jauh datang kesini, apakah mau menyerah begitu saja?"

Siau Hun batuk sekali berkata:

"Kenyataannya memang begitu, kita tidak boleh karena emosi......"

Su Lam-ceng berkata:

"Menurut pendapatku, jika Ciu koko seorang diri melabrak barisan maut itu, sangat
mungkin bisa berhasil, lebih baik kita pergi dulu ke Lam-san, lalu mendiskusikan satu
cara yang sempurna."

Siau Yam membelalakan sepasang matanya, berkata:

"Cici Ceng! Kau sudah gila? Seratus tombak pasir mengambang, burung terbang pun sulit
melewati-nya...."
Thian-ho-sat-kun menggoyangkan tangannya:

"Apa yang dikatakan Lam-ceng tidak salah, kita pergi dulu ke Lam-san."

Thian-ho-sat-kun lalu mengayunkan langkah-nya berlari menuju ke Lam-san, yang lainnya


walau masih banyak pertanyaan, juga tidak bisa mengajukan pertanyaan, terpaksa
mengikuti ke Lam-san.

Lam-san adalah lembah mati yang tidak ada rumput atau pohon, bahkan mahluk hidup pun
tidak ada, lapangan pasir kuning, luasnya diatas seratus tombak lebih, udara yang
dingin, membuat orang bisa merinding.

Di luar lembah, batu-batu tajam bertebaran bersilangan, pemandangannya sangat tandus,


Thian-ho-sat-kun mendapatkan satu tempat yang tersembunyi,

mempersilahkan semua orang duduk diatas tanah, lalu mengerutkan alis, katanya:

"Anak Ciu! Coba kau uraikan terlebih dulu rencanamu."

Pek Soh-jiu menenangkan pikirannya, lalu berkata:

"Aku bicarakan kemampuan kita terlebih dulu." Sejenak dia menghentikan perkataannya,
kemudian melanjutkan perkataannya, "Adik Ceng banyak sekali kepandaiannya, hafal dengan
barisan, barisan Thiankong-tee-sat walau pun sangat berbahaya, sebenarnya tidak
menakutkan, tiba di barisan Sin-liong, aku bisa menggunakan seruling dewa Ci-cu
mengusir ular, hadangan yang tampak berbahaya ini, sebenarnya bisa diatasi."

Pek-tok-lo-cia Bong San-san menambahkan: "Bagus sekali! Untuk Racun tanpa bayangan,
biar aku yang mengatasinya.

"Aku ucapkan terima kasih dulu pada cici San, sekarangan tinggal barisan Thian-lui, dan
seratus Tombak pasir mengambang."

Ketua Siauw-lim Pek Hui taysu mengucap Budha berkata:

"Di dunia ini, mungkin sulit bisa menemukan seorang yang mampu melintasi seratus tombak
pasir mengambang, apa lagi kedahsyatannya Lui-ho itu...... haai......"

Pek Soh-jiu tersenyum berkata:

"Kata-kata taysu tidak salah, seratus tombak pasir mengambang, burung terbang pun sulit
melintasinya. Tapi

jika bisa meminjam tenaga luar, melintas diatasnya, itu bukanlah hal yang tidak
mungkin!"

Dia sembarangan memungut beberapa potong dahan kering, dan dua butir batu gunung
sebesar telur angsa, tubuhnya berkelebat, tampak bayangan putih melintas di udara,
menggunakan ilmu meringankan tubuh dari Sin-ciu-sam-coat yang tiada taranya, dia
meloncat melintasi pasir mengambang itu.

Gerakan dia yang tiba-tiba ini, sungguh mengejutkan orang, kecuali teriakan-teriakan
terkejut, tidak ada orang yang bisa menghentikannya, terlihat satu kilatan putih
melayang, dia telah melayang sejauh tiga puluh tombak lebih, tubuhnya bersalto sekali,
dengan kecepatan sekali meluncur seribu lie, dia meloncat ke pinggir pasir mengambang,
saat tenaga dalam dia akan habis, tubuhnya dari terbang lurus berubah jadi turun ke
bawah, mendadak dia melayangkan telapak tangan kanannya, dua butir batu gunung dengan
kuat di lemparkan ke arah barisan Thian-lui, lalu melemparkan sepotong dahan kering
pohon, ujung kakinya menotol meminjam tenaga, maka tubuhnya sudah memutar
meloncatkembali balik ke mulut lembah.

Pek Soh-ciu dengan gampang bolak-balik melewati seratus tombak pasir mengambang, jika
bukan menyaksikan dengan mata kepala sendiri, mungkin siapa pun sulit mempercayainya,
hal ini masih belum terhitung hal yang sangat mengejutkan orang, peristiwa yang
mengejutkan orang sedang datang.

Sinar api berkilat-kilat tampak di dalam barisan Thian-lui, suara ledakan dahsyat yang
memekakan telinga sedang menggetarkan bumi.

Batu gunung dan debu, berterbangan di atas langit, satu demi satu suara ledakan membuat
bumi bergetar.

Barisan Tian-lui sudah menampakan kedahsyatannya, sayang kecuali dua butir batu gunung
sebesar telur angsa yang dilemparkan oleh Pek Soh-jiu, satu mahluk hidup pun tidak ada
yang dilukainya.

Lama... semuanya kembali tenang, dan barisan Thian-lui, telah berubah menjadi jalan
datar yang lebar.

Sekarang.... sedikit demi sedikit kegembiraan timbul di dalam hati, nampak di wajah
orang-orang, akhirnya, mereka tidak tahan berteriak tertawa keras. lupa diri, bersorak
mengitari Pek Soh-jiu yang telah menciptakan satu keajaiban.

Hanya Siau Yam yang terkecuali, dia mengucurkan air mata emosi, mengangkat sepasang
kepalannya, seperti memukul genderang dipukulkan di dadanya Pek Soh-jiu.

"Ciu koko, aku benci, kenapa kau mau menempuh bahaya, apakah tidak terpikirkan olehmu,
tindakan gila itu bisa membuat orang mati gelisah? Aku tidak mau, aku ingin kau
menggantinya......"

Mengganti apa? Dia tidak menjelaskan, tapi Pek Soh-jiu, Siau Hun, Su Lam-ceng, sampai
Jit-kaw Kokcu Bong San-san itu, sedang tersenyum mengerti.

Akhirnya Pek Soh-jiu sambil membopong tubuhnya Siau Yam berkata:

"Adik Yam, ayo bantu aku mengambil rotan gunung, kita harus menggunakan untuk
menyeberangi seratus tombak pasir mengambang."

Siau Yam menyatakan baik, tapi dia tetap berada tidak beranjak, sebab Im-yang-sam-ih,
Peng-kok-pat-hiong, dan para pesilat tinggi dari Jit-kawkok, sudah pergi mengambil
rotan gunung, tentu saja Siau Yam jadi ongkang-ongkang kaki, tidak perlu bekerja..

Rotan gunung telah terkumpul, lalu Pek Soh-jiu menyambungkannya, ujung satunya
diikatkan disatu batu besar di mulut lembah, lalu meloncat terbang, membawa ujung
satunya melintasi pasir mengambang. Karena beratnya rotan gunung, beberapa kali dia
harus meminjam tenaga dahan pohon kering, baru berhasil tiba diseberang pasir
mengambang, hasilnya, sebuah jembatan terbuat dari rotan gunung berhasil dibangun
diatas pasir ngambang.

Mereka lalu melintas seratus tombak pasir mengambang, berjalan melewati barisan maut
Thian-ciat, setelah lewat barisan Racun tanpa bayangan yang dingin mengerikan, kembali
menghadang jalan mereka.

Bong San-san mengeluarkan sebuah botol giok berwarna kehijauan, menumpahkan sepuluh
butir lebih pil berkilap membagi-bagikan, lalu berkata:

"Obat penawar racun yang aku bawa tidak banyak, tidak bisa membersihkan seluruh Racun
tanpa bayangan, harap kalian menempel di belakangku, siap!"

Lalu jarinya dijentikan, sebuah sinar sekelebat timbul di depan dirinya langsung
menghilang, pinggang nya sedikit diputar, dia meluncur kedepan beberapa tombak, dengan
cara ini, sekelompok para pendekar yang ingin membalas dendam, kembali dengan selamat
melintasi satu hadangan maut. Sekarang, angin bau amis menyebar dimana-mana, ular
berbisa samar-samar kelihatan, dengan mata hijau lidah merah bergerak gerak diantara
bebatuan dan pepohonan, Pek Soh-jiu mengeluarkan seruling dewa Ci-cu, baru saja akan
meniupnya, Su Lam-ceng mendadak tertawa berkata:

"Tunggu, Ciu koko! Kenapa kita tidak mengguna kan racun menyerang racun!"

Pek Soh-jiu keheranan berkata:

"Bagaimana caranya?"

Su Lam-ceng berkata:

"Kau gunakan seruling dewa Ci-cu mengusir ular, lalu suruh Sian-giok menghadang di
sekeliling, supaya para ular berbisa itu berlari masuk ke dalam barisan Thian-kong-tee-
sat, bukankah akan menghemat tidak sedikit tenaga kita!"

Pek Soh-jiu menganggukan kepala:

"Cara bagus." Dia segera melepaskan Sian-giok, lalu meniup serulingnya dengan lagu
pengusir ular yang suaranya menggema ke seluruh gunung.

Berpuluh ribu ular berbisa, besar kecil menyusup keluar dari tempat persembunyiannya,
di bawah hadangan Sian-giok, semuanya menyusup masuk ke dalam strategi Thiankong-tee-
sat, puluhan ribu ular berbalik menggigit orang-orang di dalam barisan yang mematikan
itu, hingga menimbulkan kekacauan yang amat sangat, dalam waktu sekejap, barisan Thian-
kong-tee-sat jadi hancur berantakan, anak buah setia Ang-kun-giok-hui yang diandalkan,
yang biasa melakukan kejahatan di dunia persilatan, juga berhasil dilukai atau dibunuh
dalam jumlah yang amat banyak.

Tanpa ada kerja keras berturut turut telah menghancurkan empat barisan besar, sehingga
membuat Thian-ho-leng yang meraja Iela di dunia persilatan, pertama kalinya merasa-kan
ancaman maut, tentu saja, Ang-kun-giok-hui tidak rela menerima kekalahan ini, dia
mengumpulkan orang-orang Hek-it-kau, dan pasukan inti dari Thian-ho-leng, berniat
membalas dengan sekuat tenaga.

Gedung Thian-ciat adalah tempat tinggal sehari harinya ketua Ang-kun-giok-hui, di dalam
Thian-ho-leng, selain tempatnya yang tertinggi, juga adalah markas pusat yang sangat
misterius, jika melihat wajah luarnya, gedung itu
memang sangat indah dan megah, tapi bangunan di dalamnya, dimana-mana ada jebakan yang
berbahaya.

Di atas bukit Thian-ciat sedang dipenuhi oleh hawa pembunuhan yang dahsyat, Ang-kun-
giok-hui Hai Keng-sim akan melakukan satu serangan habis habisan dengan cara kilat.

Lapangan batu di depan gedung Thian-ciat, sedang berdiri lautan manusia dengan tanpa
bersuara, mereka adalah para anak buahnya Thian-ho-leng dengan seragam baju ringkas
merahnya, setengahnya lain adalah anggota Hek-it-kau yang bertopeng.

Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim dengan wajah dingin berdiri diatas lapangan batu,
penjahat nomor satu di dunia ini walau pun usianya sudah tua, namun tetap tampak masih
cantik, tetap masih ada kelebihannya.

Di sebelah kiri dia, adalah seorang tua bertopeng hitam, tubuhnya tinggi kurus, dua
sorot mata yang dingin berputar-putar di dalam topeng hitamnya.

Di belakang orang tua kurus kering, berbaris tujuh orang bertopeng berbaju hitam, tidak
berbeda jauh dengan orang-orang Tong-it yang berada di kota kabupaten di Bu-san.

Di belakang Ang-kun-giok-hui, selain Wie Pui-hoa, Giok Ie-ko dua orang muridnya, masih
ada sembilan orang wanita baju merah yang usianya di atas setengah baya, memperkirakan
menurut sorot mata mereka yang bersinar, setiap orang pasti memiliki ilmu silat yang
mengejutkan.

Saat ini Thian-ho-sat-kun memimpin Pek Soh-jiu dan kawan-kawan dengan langkah tenang
naik ke atas lapangan batu, dia melihat sekali pada Ang-kun-giok-hui, orang tua yang
sangat terbuka ini, wajahnya tampak sedikit emosi, dia

melayangkan tangan menghentikan Pek Soh-jiu dan kawan-kawan, maju dua langkah berkata:

"Keng-sim! Apa maksudnya ini? Apakah tidak senang atas kembalinya aku?"

"Heeh!" dengan dingin Ang-kun-giok-hui berkata:

"Siapa dirimu? kau bicara lebih baik sedikit hati-hati, bukit Thian-ciat bukan tempat
kalian mengacau!"

Thian-ho-sat-kun tertegun berkata:

"Hai Keng-sim! Kau sungguh sudah tidak kenal aku lagi?"

Ang-kun-giok-hui berteriak marah, berkata:

"Sembarangan masuk ke dalam bukit Thian-ciat, dosanya sudah tidak bisa diampuni, disini
masih berani sembarangan bicara, orang tua tengik, kau sungguh sungguh tidak tahu
mati."

Thian-ho-sat-kun marah sekali, dia tidak menduga istrinya bisa berbalik muka tanpa
perasaan sedikit pun, sesaat amarahnya meledak, tidak tahan dia mengangkat kepalanya
menhadap ke langit, sambil tertawa keras berkata:

"Wanita hina yang kejam sekali, kau sampai tidak mengakui anak dan suami, lima anak
buah setiaku itu juga pasti telah dibunuh olehmu, jika kau sudah mencari jalan mati
sendiri, aku jadi tidak perlu mempedulikan perasaan cinta dahulu." Orang tua dengan
mantel merahnya jadi mengembang, meski tanpa ada angin berhembus, tampak marah sekali,
dia mengangkat lengan kanan, saat akan menghantam, terlihat satu bayangan putih
berkelibat, Pek Soh-jiu sudah berdiri disisinya berkata:

"Gak-hu (mertua) harap sabar dulu, nanti setelah aku menyelesaikan perhitungan dengan
ketua Hek-it-kau, baru kita perhitungan di dalam perguruan sendiri."

Walau Thian-ho-sat-kun marah sekali terhadap Ang-kun-giok-hui, tapi tetap masih ada
sedikit perasaan hubungan suami istri, apa lagi Pek Soh-jiu ingin membalas dendam
ayahnya dulu, seharusnya masalah-nya dikedepankan terlebih dulu, sehingga untuk
sementara dia menahan amarahnya mundur kebelakang.

Pek Soh-jiu mengangkat alisnya, wajahnya menghadap pada orang bertopeng disisi Ang-kun-
giok-hui berkata:

"Aku Pek Soh-jiu, berharap ketua Hek-it-kau Oh-long To Cu-an menjawab pertanyaanku."

Ang-kun-giok-hui teriak sekali, berkata:

"Bocah yang masih bau kencur, juga berani menampilkan cakarnya di bukit Thian-ciat,
heh... tidak sulit mau bertemu dengan ketua Hek-it-kau, aku ingin perhitungkan dulu
dengan kau, masalah hutang lama diantara kita."

Namun Pek Soh-jiu tidak berani kurang ajar terhadap Ang-kun-giok-hui, bagaimana pun,
dia adalah ibu mertuanya, sehingga dengan mengepal sepasang tangan dia berkata:

"Cianpwee ingin bagaimana menghukumnya, aku tidak akan mengelak, hanya saja dendam mem-
bunuh ayah tidak bisa diampuni, harap Cianpwee bisa memakluminya."

"Heh!" Ang-kun-giok-hui berkata, "Kata-kataku sekali keluar tidak bisa dirubah, ingin
bertemu dengan ketua Hek-it-kau, harus lunasi dulu hutang pada perguruanku."

Pek Soh-jiu berkata tawar:

"Oh-long To Cu-an, juga adalah seorang yang ternama, Cianpwee demikian melindunginya,
walau pun sementara bisa menghindar dari kematian, di dalam dunia persilatan, mungkin
tidak akan ada lagi sebutan Oh-long ini!"

Orang dunia persilatan, kebanyakan lebih mementingkan nama dari pada nyawa, bagaimana
Oh-long To Cu-an bisa menerima hinaan tanpa perasaan dari Pek Soh-jiu! Dia meminta izin
dulu pada Ang-kun-giok-hui, lalu meloncat, melesat seperti kilat, dalam jarak lima
tombak, seperti hanya dalam satu langkah sudah berada dihadapan.

Oh-long To Cu-an bisa menduduki kursi ketua Hek-it-kau, dan menjadi alat kejahatannya
Ang-kun-giok-hui di dunia persilatan, memang kepandaiannya tidak bisa dianggap enteng,
dia menghentikan langkah, dengan mendengus dingin berkata:

"Bocah, apa kau anak haramnya Sin-ciu-sam-coat? Bagus sekali, ini yang disebut ada
jalan surga tidak mau kau tempuh, malah ingin masuk neraka, mari.... Biar aku coba, kau
sudah berhasil mendapatkan berapa banyak ilmu silat dari tiga setan tua itu!"

Pek Soh-jiu dengan sorot mata membunuh, berteriak marah:

"Jadi kau bangsat yang menjadi otak serangan gelap di perumahan Leng-in saat itu! Betul
tidak?"
To Cu-an dengan bangga bersuara "Hemm!" berkata,

"Tidak salah."

"Giam-lo-cun-cia juga kau bangsat tua yang diam-diam menyiksanya?"

"Bocah, kematian kau sudah didepan mata, masih berani menimbulkan masalah, sungguh
terlalu tidak tahu diri!"

"Baik, bangsat tua, kau harus mati......"

Pek Soh-jiu mengerahkan tenaga dalam ke seluruh tubuhnya, setelah tenaga memenuhi
sepasang lengan, telapak tangan kanannya pelan-pelan diangkat, Kong-hong-sam-si yang
menggemparkan dunia persilat-an dikerahkan, bersiap akan menyerang.

Mendadak, "Tunggu." Dua bayangan orang yang seperti pagoda besi, dengan membawa angin
kencang bergulung datang, pada Oh-long To Cu-an mereka berkata, "Kami ingin membalaskan
dendam kakak kami, harap ketua bisa mengalah untuk kami."

To Cu-an melihat pada mereka, lalu membalikan kepala, berkata pada Pek Soh-jiu:

"Tiga pengawal pribadiku, satu telah dibunuh olehmu, jika mereka ingin membalaskan
dendam, aku tidak bisa menghalanginya, begini saja, jika kau bisa selamat dari tangan
mereka, aku yang akan mengantar mu ke akherat."

Dia tidak peduli apakah Pek Soh-jiu setuju atau tidak, ujung kaki dihentakan, maka
sudah meloncat kembali ke tempat semula, walau dia menghadap pada Pek Soh-jiu, tapi
loncatan dia ke tempat semula, jarak dan tempatnya, hampir semili pun tidak salah.

Saat ini dua orang Tong-it yang tinggi besar dengan dua telapak yang sangat besar
sekali, sudah menyerang dari kiri dan kanan, kekuatan telapaknya dahsyat sekali,
seperti kapak putih membelah gunung, kecepatan serangannya, ketepatan mengarah pada
jalan darah, dibandingkan dengan Tong-it, sepertinya lebih tinggi tiga puluh persen.

Hawa membunuh membayang diantara alisnya Pek Soh-jiu, wajahnya yang tampan setampan
Goan-ie itu ada sekelumit senyuman yang sulit diartikan, tubuhnya tegak berdiri seperti
gunung, terhadap empat buah serangan

telapak yang bisa membelah gunung itu, sepertinya tidak memandangnya, sampai telapak
lawannya hampir menyentuh tubuh, anginnya ingin merobek baju, terlihat kilatan putih
berkelebat, tubuhnya yang tegap itu, seperti roh melesat keluar dari serangan telapak.
Cara dia melepaskan diri ini, sungguh terlalu tiba-tiba, dua orang Tong-it itu ingin
menarik kembali pukulannya, tapi bagaimana bisa menariknya, tidak tertahan mereka sudah
saling menyerang, sesudah dua telapak nya bentrok baru bisa memisahkan diri, walau
tidak mendapatkan luka, tapi juga membuat hal yang memalukan sekali.

Setelah berteriakan seperti macan terluka, mereka kembali menyerang, tapi saat
menyerang kembali mereka telah bertambah hati-hati. Dalam sekejap puluhan jurus telah
lewat, Pek Soh-jiu hanya melenggok di antara dua raksasa itu, bajunya berkibar-kibar,
tidak saja tidak membalas menyerang, tampang-nya juga sangat santai sekali.

Setelah lewat puluhan jurus, Pek Soh-jiu tidak lagi menghindar, dengan satu siulan
nyaring, dua orang raksasa itu diputar oleh sebelah tangannya, malah telah terbang ke
udara, jatuh tepat di tempat mereka berdiri semula dibelakangnya Oh-long, ketajaman
matanya, penggunaan tenaganya yang tepat, sungguh jarang tandingannya.

Oh-long To Cu-an melihat dua orang itu sudah tidak bernyawa lagi, topeng hitamnya tidak
tahan bergetar karena marah dan terkejut, walau dia sudah tahu ilmu silatnya Pek Soh-
jiu hebat sekali, tapi tidak menduga bisa sehebat ini.

dia lalu mengangkat sudut bibirnya, lima orang laki-laki besar yang ada dibelakang dia,
bersamaan menerjang keluar.

Sangguan Ceng-hun yang melihat berteriak marah berkata:

"Sungguh tidak tahu malu, bertarung menggunakan cara bergilir, sungguh tidak jantan
sekali, saudara Ciu! Lima orang ini serahkan saja pada Toako, kau cepat bereskan Oh-
long saja."

Ouwyang Yong-it, murid murid dari Siauw-lim dan Bu-tong, semuanya meloncat keluar, para
pesilat tinggi Hek-it-kau, juga bersama sama ikut kedalam pertarungan, lapangan batu
yang dikelilingi oleh pegunungan ini, segera terjerumus kedalam pertarungan kacau-
balau.

Pek Soh-jiu tidak ragu ragu lagi, mendadak tubuhnya berkelebat, seperti kuda langit
berjalan dilangit, dalam sekelebat, sudah berada di depan Oh-long, dia mengeluarkan
Pouw-long-tui, sepasang alisnya diangkat, berkata dingin:

"Bangsat keji, yang pergi ke Liong-bun, bercerita lagi semangat di tahun itu, adalah
ucapanmu bukan? Mana semangatmu itu? Heh heh......"

Dia pelan-pelan mendesak maju, tapi setiap

melangkahnya, menimbulkan angin keras sampai tiga kaki di depan dirinya seperti dinding
baja.

Sepanjang hidupnya, Oh-long melakukah kejahatan, pesilat tinggi yang telah dia hadapi
tidak terhitung banyaknya, kecuali Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim, yang bisa bertahan
lebih dari tiga jurusnya, tentu orang itu bisa dihitung orang ternama, tidak salah,
ditahun itu dia pernah mengalami kekalahan dari tangan

Sin-ciu-sam-coat, tapi sakarang ada berapa banyak pesilat tinggi yang seperti Sin-ciu-
sam-coat!

Dia sudah terkejut, tapi dia sedikit pun tidak merasa menyesal, sifat jahatnya yang
terhimpun dari kejahatan selama bertahun-tahun, membuat keinginannya tidak

pernah gagal, maka dia mengeluarkan senjata khususnya Bu-ceng-put-ho-soat (Senjata


pemusnah mayat tanpa ampun), mulutnya teriak:

"Bocah, pergilah susul ayahmu!" dalam sinar kuning yang menyilaukan mata, berturut-
turut menyerang sembilan jurus dahsyat.

Pek Soh-jiu bersiul panjang, Pouw-long-tui dengan sinar kemilau hitam memenuhi langit,
memo-tong masuk ke dalam sinar kuning, lalu terdengar suara beberapa bentrokan yang
keras sekali, cepat sekali mereka telah bertarung sebanyak dua puluh jurus lebih.

Serangan senjata Bu-ceng-put-ho-soat dari Oh-long biasanya tidak pernah gagal, jurusnya
telah dia latih dengan keras selama puluhan tahun, tidak di duga, meski telah menyerang
dengan sekuat tenaga, sedikit pun dia tidak bisa mendapatkan keuntungan.

Dia jadi putus asa, seperti jatuh ke dalam lubang es, dia merinding dua kali. Sebagai
laki-laki besar yang bisa tegak bisa bungkuk, jika ilmu silatnya kalah dari orang,
terpaksa menggunakan siasat terakhir, maka dia telah memutuskan menggunakan jurus ke
tiga puluh enam, yaitu melarikan lari, Put-ho Soat nya di tegakan, dengan seluruh
tenaganya, melakukan satu serangan.

Ini adalah rencana yang dia siapkan sendiri, asalkan bisa mendesak Pek Soh-jiu mundur
beberapa langkah, maka dia tidak akan sulit lari melepaskan diri, sayang perkiraan dia
kali ini salah, Pek Soh-jiu justru menggunakan cara bertempur kucing mempermainkan
tikus, sejak pertarungan dimulai, dia belum mengerahkan seluruh tenaganya.

Serangan Oh-long To Cu-an ini, bisa dikatakan mempercepat kematian sendiri, Pek Soh-jiu
melihat dia begitu berani, maka dia tidak ingin lagi menghabiskan

waktu, lengan berototnya diayunkan, Pouw-long-tui seperti gemuruh guntur, di dalam satu
bentrokan logam, telapak tangan Oh-long sudah pecah berdarah, Bu-ceng-put-ho-soat sudah
terlepas dari tangannya terpental jatuh ke dalam jurang.

Terjerumus ke dalam keadaan buntu, dia masih bisa menghadapinya dengan tenang, dia
seorang penjahat ulung, memang berbeda dari pada orang biasa, saat Put-ho-soat terlepas
dari tangannya, dia dengan cepat mengayunkan sepasang lengannya, melemparkan segenggam
jarum baja beracun, rubuhnya bersamaan waktu meloncat ke atas, meloncat ke arah sisi
bukit yang banyak batu berserakan.

"Hemm!" Pek Soh-jiu marah sekali, membentak:

"Tinggalkan nyawamu, bangsat keji." Dengan kuat dia mengayunkan telapak tangan
kanannya, jarum baja beracun itu terpukul jatuh semuanya oleh Pouw-long-tui, berbareng
telapak tangan kirinya menghantam, Pouw-ci-sin-kang melesat tepat mengenai jalan darah
Khi-hai di tubuh Oh-long.

Dari kejauhan menjentikan jari, bukan saja telah menahan Oh-long, juga telah
menghancurkan jalan darah Khi-hainya, memusnahkan ilmu silat yang biasa digunakan untuk
melakukan kejahatan, lalu dia menangkap dan menotok beberapa jalan darah dia.

Pek Soh-jiu telah berhasil menangkap otak pembunuhan, harapannya telah terkabul,
pertarungan sengit yang terjadi di lapangan, juga bersamaan waktunya selesai,. Karena
Hek-it-kau telah kehilangan ketuanya, seperti menjadi naga tidak ada kepalanya, para
anggota yang sedang bertarung, juga terpaksa melepaskan perlawanannya.

Lalu Su Lam-ceng menggaet tangan Siau Hun, Siau Yam, sambil tertawa menyambut Pek Soh-
jiu berkata:

"Selamat, Ciu koko! Kau serahkan dulu Oh-long pada Sangguan toako, aku ingin
mendiskusikan satu hal yang sangat penting denganmu."

Pek Soh-jiu menurut, menyerahkan Oh-long pada Sangguan Ceng-hun, membalikan kepala
bertanya pada Su Lam-ceng:

"Hal apa yang sangat penting itu? Adik Ceng."


"Menurutmu kenapa Subo mau melakukan hal yang tidak ada perasaan itu?"

Pek Soh-jiu diam-diam melihat pada Ang-kun-giok-hui yang wajahnya sangat serius
berkata:

"Ini......... masih perlu petunjuk hebat dari Li Cukat."

Su Lam-ceng tertawa:

"Memperkirakan menurut keadaan tadi, ketika kita menghabisi Hek-it-kau, para anggota
Thian-ho-leng tidak ada satu pun yang melibatkan diri, pertentangan diantara Suhu dan
Subo mungkin terjadi karena masalah sepele, karena berbeda pendapat, sehingga masing
masing memaksa berjalan ke ujung yang berbeda, sebenarnya Subo masih sangat mencintai
Suhu, jika kita bisa membuat Suhu mengalah sedikit pada Subo, segala salah paham ini
pasti akan bisa diuraikan."

Siau Hun berkata:

"Apakah adik Ceng bisa memperkirakan, apa penyebab yang membuat kedua orang tua
berselisih?"

"Mungkin karena Suhu hobinya melancong ketempat jauh, membuat Subo merasa
kesepian......pokoknya, tidak jauh dari cinta kasih, dua kata ini, wanita lebih
memandang penting cinta, betul tidak?"

Siau Hun menghela napas berkata:

"Adik Ceng pikiranmu sangat teliti, bisa menguraikan masalah sampai ke masalah yang
kecil, memang pantas disebut Li Cukat, tapi bagaimana kita melakukannya?"

Su Lam-ceng berkata:

"Di pihak Suhu, biar aku yang bertanggung jawab membujuknya, di pihak Subo, harus Ciu
koko yang tampil, minta dukungan dari ketua Siauw-lim, tiga tetua Bu-tong pergi
membujuknya, pasti akan berhasil membuat keluarga kembali berkumpul."

Kata Pek Soh-ciu:

"Aku? Kalau ada Siauw-lim dan Bu-tong beberapa Cianpwee yang tampil, tentu saja aku
tidak perlu tampil."

Su Lam-ceng tersenyum manis:

"Siapa bilang? Mertua wanita melihat menantu, semakin melihat semakin senang, kau tidak
bisa tidak harus tampil."

Perhitungan Li Cukat tidak pernah salah.

Setelah Pek Soh-ciu menghadap Ang-kun-giok-hui dan dengan sabar membujuk, dengan
kecakapan dan

kesopanannya, akhirnya hati Ang-kun-giok-hui yang keras seperti batu, bisa lumer
seperti air, rencana Su Lam-ceng telah berhasil, sehingga di atas bukit Thian ciat,
akhirnya dipenuhi dengan kegembiraan dan kebahagiaan.

Dunia persilatan menjadi aman dan damai, sekali waktu tampak jejak mereka, muncul di
dunia persilatan sebagai pendekar kebenaran.
Tamat

Bandung, 25 April 2008 Salam Hormat

(SeeYanTjinDjin)

Anda mungkin juga menyukai