HIPERTENSI URGENSI
DISUSUN OLEH :
dr. Helvina Siahaan
Pembimbing :
dr Indiyah suryani Sp.PD
Pendamping :
dr. Yosua yacob
dr Yohanes Ary prayoga
2018
TINJAUAN PUSTAKA
KRISIS HIPERTENSI
EPIDEMIOLOGI
Duapuluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi
krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari
6,7% pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi 65% pada penduduk berusia di atas
60 tahun. Data ini dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir
1%-2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ target (1).
Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami hipertensi krisis.
Pada JNC VII tidak menyertakan hipertensi krisis ke dalam tiga stadium klasifikasi
hipertensi, namun hipertensi krisis dikategorikan dalam pembahasan hipertensi sebagai
keadaan khusus yang memerlukan tatalaksana yang lebih agresif (1). Tabel 1. Klasifikasi
Tekanan Darah menurut JNC VII (2)
Kategori TD sistolik (mmHg) TD diastolik
(mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :
1. Hipertensi refrakter
Respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan darah > 200/110 mmHg,
walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan
kepatuhan pasien.
2. Hipertensi akselerasi
Peningkatan tekanan darah diastolik > 120 mmHg disertai dengan kelainan funduskopi.
Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.
3. Hipertensi maligna
Penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah diastolik > 120-130 mmHg dan
kelainan funduskopi disertai papil edema, peninggian tekanan intrakranial, kerusakan
yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak
mendapatkan pengobatan. Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan riwayat
hipertensi esensial ataupun sekunder dan jarang pada penderita yang sebelumnya
mempunyai tekanan darah normal.
4. Hipertensi ensefalopati
Kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala yang
hebat, penurunan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversibel bila tekanan
darah tersebut diturunkan.
MEKANISME AUTOREGULASI
Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan
pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah
dengan berbagai tingkatan perubahan konstriksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan
darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi
vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi
Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun di bawah batas
autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk
kompensasi dari aliran darah yang menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan
terjadi iskemia otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap,
pingsan dan sinkop. Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskular dan usia tua,
batas ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva, sehingga
pengurangan aliran darah dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih tinggi (lihat gambar
2)
(1).
Pada penelitian Stragard, dilakukan pengukuran MAP pada penderita hipertensi dengan
yang normotensi. Didapatkan penderita hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai
diantara grup normotensi dan hipertensi tanpa pengobatan. Orang dengan hipertensi
terkontrol cenderung menggeser autoregulasi ke arah normal(1).
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi,
diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% di bawah
resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis, penurunan MAP
sebanyak 20%-25% dalam beberapa menit atau jam, tergantung dari apakah emergensi atau
urgensi. Penurunan tekanan darah pada penderita diseksi aorta akut ataupun edema paru
akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15-30 menit dan bisa lebih cepat lagi
dibandingkan hipertensi emergensi lainya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan
tekanan darah 25% dalam 2-3 jam. Untuk pasien dengan infark serebri akut ataupun
perdarahan intrakranial, penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6-12 jam) dan
harus dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg (1,2,4,6,8).
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis krisis hipertensi berhubungan dengan kerusakan organ target yang
ada. Tabel 2. Prevalensi kerusakan target organ
Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai
keluhan sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa
hemiparesis atau paresis nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan
penurunan kesadaran dan atau defisit neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik pasien
bisa saja ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola, Perdarahan dan eksudasi
maupun papiledema. Pada sebagian pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa
saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal jantung
kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau
hematuria bisa saja terjadi (1,5,7).
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah setelah beristirahat pada posisi
(baring dan berdiri) pada kedua tangan. Begitu pula nadi diperiksa pada keempat
ekstremitas, auskultasi paru untuk mencari edema paru, auskutasi jantung untuk mencari
murmur/gallop, auskultasi arteri renalis untuk mencari bruit dan pemeriksaan neurologis
serta funduskopi. Dilakukan funduskopi untuk melihat : edema retina, perdarahan retina,
eksudat pada retina atau papil edema. Pemeriksaan kardiovaskuler dinilai apakah ada
peningkatan tekanan vena jugularis, bunyi jantung 3, diseksi aorta, defisit nadi.
Pemeriksaan neurologi untuk menilai tanda perubahan neurologis yang segera terjadi
atau berkelanjutan. Tanda hipertensi ensefalopati seperti disorientasi, gangguan
kesadaran, defisit neurologis fokal dan kejang fokal.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara, yaitu : a. Pemeriksaan segera seperti :
Darah : Rutin, BUN, creatinine, elektrolit
Urine : Urinalisa
EKG : 12 lead : melihat tanda iskemi
Rontgen Thoraks : Rontgen thorax dapat dilakukan untuk menilai ukuran jantung,
tanda edema paru serta penapisan awal terjadinya diseksi aorta akut.
b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung keadaan klinis dan hasil pemeriksaan pertama)
Dugaan kelainan ginjal : IVP, renal angiografi, biopsi renal
Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : CT scan
Bila disangsikan feokromositoma : urine 24 jam untuk khatekolamin, metamefrin,
Venumandelic Acid (VMA)
Echocardiografi dua dimensi : membedakan gangguan fungsi diastolik dari gangguan
fungsi sistolik ketika tanda gagal jantung didapatkan.
Berikut adalah bagan alur pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi (1,2,5) :
Pasien dengan Hipertensi
Tidak Ya
- Pre-hipertensi 1. Neurologi
TDS 120-139 - Tanda Stroke Iskemik/Hemoragik
TDD 80-89 Nyeri kepala
- Hipertensi stadium 1 Muntah
TDS 140-159
Penurunan kesadaran
TDD 90-99
Kelumpuhan anggota gerak/paresis n. cranialis
- Hipertensi stadium 2
Bicara pelo
TDS > 160
Mulut mencong
TDD > 100
- Flapping Tremor
2. Jantung & Paru
- Nyeri dada
Tatalaksana - Perbedaan TD lengan kanan/kiri > 20 mmHg (diseksi aorta)
- Auskultasi : murmur/mitral regurgitasi/gallop
- Peninggian JVP
- Ronkhi basah/sesak napas
3. Ginjal
- Edema perifer
- Oliguria/anuria
- Hematuria/proteinuria
- Peningkatan ureum kreatinin
4. Mata
- Funduskopi Keith-Wagner (KW) III atau IV
Tidak Ya
2. Hipertensi Emergensi
. Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada
kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan
parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar
monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat
ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial
Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan
tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan jantung dan pembuluh
darah orak mengalami hipoperfusi. Untuk menghindari hal tersebut maka pemberian
anti hipertensi yang lebih bisa dikontrol secara intravena lebih dianjurkan dibanding
terapi oral atau sublingual seperti Nifedipine. Tujuan penurunan TD bukanlah untuk
mendapatkan TD normal, tetapi lebih untuk mendapatkan penurunan tekanan darah
yang terkendali. Penurunan tekanan darah diastolik tidak kurang dari 100 mmHg.
Tekanan sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120
mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu (misal : disecting
aortiic aneurisma). Penurunan TD tidak lebih dari 20 % dari MAP ataupun TD yang
didapat. Kemudian dilakukan observasi terhadap pasien, jika penurunan tekanan darah
awal dapat diterima oleh pasien dimana keadaan klinisnya stabil, maka 24 jam kemudian
tekanan darah dapat diturunkan secara bertahap menuju angka normal.
PROGNOSIS
Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%) , gagal ginjal (19%) dan gagal jantung
(13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penangannannya tepat dan segera(1,6).
Tabel 5. Obat-obatan yang digunakan untuk hipertensi emergensi
BAB III
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Mrs S
Gender : Perempuan
Umur : 45 tahun
MR : 018383
Ruangan : Dahlia
Tanggal masuk : 01 juni 2018
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : keluar darah dari kedua hidung sejak 1 jam smrs
Telaah :
- Pasien datang ke IGD dengan keluhan keluar darah dari kedua hidung sejak 1 jam
SMRS, keluar darah secara tiba tiba dan berwarna merah segar. Mimisan sampai
menghabiskan I/2 bungkus tissue , pasien tidak mengeluhkan nyeri kepala, pandangan
kabur (-), Mual muntah (-), bicara pelo (-), nyeri dada (-) Batuk pilek (-) sesak nafas(-)
Riwayat trauma pada hidung dan benda asing dihidung disangkal.
- Riwayat BAB (+) normal
- Riwayat BAK (+) normal
RPT : Pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak 3 tahun ini
RPO : Obat hipertensi
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium (01 JUNI 2018) :
JENIS PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
DarahLengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG) 13,1 11,7-15,5 gr/dl
Eritrosit (RBC) 4,95 3.8 – 5.2 juta sel
Leukosit (WBC) 12970 3.800 – 11.000
Hematokrit 36 % 36– 47 %
Trombosit (PLT) 391000 150.000 – 440.000
Gula darah sewaktu
GDS 123 75-199,9 mg/dl
Kesan : leukositosis
S O A P
Pusing Ku ; lemah Hipertensi urgensi - IVFD nacl 0,9 %
berkurang Gcs 4-5-6 +epistaksis 1000 cc/24 jam
Keluar TD : 175/113 mmhg nadi anterior + pjk omi - Inj antrain 3x1
darah dari 109 x/menit. anteroseptal - Inj ceftriaxone 2x1
hidung Rr : 20 x/menit - Inj asam traneksamat
sedikit S= 36,3 3x1 amp
k/leher : dbn - Captoptil 3x25 mg
hidung : epistaksis + - Bisoprolol 1x1
thorax : dbn - Amlodipin 1x10 mg
abdomen : dbn Observasi ttv dan
extremitas : dbn perdarahan
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa pasang tampon hidung (tampon anterior), ini
dilakukan untuk menekan dan menutup Pleksus Kiesselbach atau arteri ethmoidalis
anterior agar perdarahan dapat berhenti. Selain itu dapat juga dengan cara menekan
pangkal hidung untuk menghentikan perdarahan tersebut. Pemberian antibiotik
ceftriaxone injeksi bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi karena tampon
dipasang selama 2x24 jam. Injeksi asam traneksamat bertujuan untuk menghentikan
perdarahan. Pemberian antrain digunakan untuk menghilangkan rasa sakit.
Pemberian anti hipertensi pada pasien didasarkan pada diagnosis kerja hipertensi
urgensi karena pasien tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan organ target.
Pemberian obat antihipertensi secara oral merupakan pilihan yang dapat diberikan pada
pasien dengan hipertensi urgensi. Pemilihan obat berdasarkan mekanisme kerja dan
ketersediaan obat. Amlodipine dipilih sebagai alternatif nicardipine yang merupakan
pilihan pertama pada pasien hipertensi urgensi yang berasal dari golongan calcium-
channel blocker. Captopril dari golongan Angiotensin Receptor Blocker diberikan
sebagai kombinasi dengan golongan Calcium channel blocker agar penurunan tekanan
darah dapat berlangsung lebih cepat. Kombinasi obat ketiga adalah golongan antagonis
adrenoseptor, yang dipakai adalah bisoprolol karena bekerja pada reseptor beta-1 yang
dimetabolisme terutama di hepar dan memiliki waktu paruh yang panjang sehingga bisa
dimanfaatkan efeknya untuk menurunkan tekanan darah dalam waktu yang lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA