Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Persalinan lama (Prolonged Labor/partus lama) masih merupakan salah

satu masalah kesehatan yang penting. Persalinan lama merupakan penyebab 8%

kematian ibu di negara-negara berkembang. Namun angka ini sebenarnya terlalu

menyederhanakan pemasalahan persalinan lama. Hal ini dikarenakan dalam angka

ini belum tercakup jumlah kematian ibu akibat komplikasi dari persalinan lama itu

sendiri (misalnya: sepsis, perdarahan ante partum, atau ruptur uterus). Selain itu,

bila ibu selamat, bukan berarti telah lepas dari masalah. Salah satu komplikasi

lanjut dari persalinan lama adalah terbentuknya fistula. Fistula memiliki efek

sosial dan psikis yang begitu besar, karena dapat mempengaruhi interaksi sosial,

menyebabkan infeksi, juga dapat menyebabkan depresi berkepanjangan.1

Partus lama pada umumnya disebabkan oleh kelainan dari tiga aspek

seperti kelainan tenaga (kelainan his), kelainan janin, serta kelainan jalan lahir dan

dapat juga disebabkan oleh kesalahan yang multikompleks dalam memimpin dan

menanggulangi persalinan yang sulit, misalnya ketidaktahuan akan bahaya

persalinan, ketrampilan yang kurang, sarana yang tidak memadai, masih tebalnya

kepercayaan terhadap dukun beranak serta rendahnya pendidikan dan rendahnya

keadaan sosial ekonomi rakyat. Sebab-sebab tersebut diatas menyebabkan masih

sering terjadi partus lama di Indonesia. 2

Partus lama masih merupakan suatu masalah di Indonesia. Berdasar hasil

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 2002-2003 dilaporkan

1
bahwa dari seluruh persalinan, kejadian persalinan lama adalah sebesar 31%,

perdarahan berlebihan terjadi pada 7% persalinan, dan angka kejadian infeksi

sebesar 5%. Sementara ibu yang tidak mengalami komplikasi selama persalinan

adalah sebesar 64%. Jumlah angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong

tinggi diantara negara-negara ASEAN lainnya.2

Mengingat efek yang ditimbulkan oleh partus lama, maka yang terpenting

disini adalah pencegahan agar tidak terjadi partus lama sehingga angka morbiditas

dan mortalitas baik pada ibu maupun bayi dapat diturunkan. Peningkatan

pengetahuan dan keterampilan pada tenaga kesehatan merupakan salah satu cara

yang dapat ditempuh untuk menurunkan kejadian partus lama.

2
BAB II

Tinjauan Pustaka

II.1 Definisi Partus Lama dan Kala II Lama

Persalinan lama, yang disebut juga dengan istilah distosia secara umum

dimaksudkan untuk persalinan yang abnormal atau sulit. Sementara itu, WHO

secara lebih spesifik mendefinisikan persalinan lama (prolonged labor / partus

lama) sebagai proses persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam.

Waktu pemanjangan proses persalinan yang dimaksud adalah penambahan kala I

dan/atau kala II persalinan. Dalam penentuan batas waktu, terdapat variasi

terdapat sebuah sumber yang menyatakan bahwa batasan waktu dalam penentuan

partus lama adalah 18 jam.1,3

Nullipara Multipara
Prolonged latent phase > 20 jam >14 jam
Protracted dilation < 1.2 cm/ jam < 1.5 cm/ jam
Protracted descent < 1 cm/ jam < 2 cm/ jam
Arrest of dilation >2 jam >2 jam
Arrest of descent >2 jam >1 jam
Prolonged second stage >2 jam >1 jam
Prolonged third stage >30 menit >30 menit
Tabel 2.1. Perpanjangan fase-fase persalinan4

Kala II lama (Prolonged Second Stage) diartikan sebagai memanjangnya

waktu kala II dimana pada primigravida berlangsung lebih dari 2 jam dan pada

multipara berlangsung lebih dari 1 jam. Menurut AGOG (American Congress of

Obstetricians and Gynecologists), kala II lama didefiniskan sebagai tidak adanya

kemajuan pada kala II dengan batasan waktu dilakukan pimpinan persalinan

sebagai berikut: persalinan dengan anestesi epidural pada nullipara yang

3
berlangsung lebih 3 jam dan multipara berlangsung lebih 2 jam, sedangkan untuk

persalinan tanpa anestesi epidural nullipara berlangsung lebih 2 jam dan multipara

berlangsung 1 jam.5,6

II.2 Insidensi

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 2002-

2003 melaporkan bahwa dari seluruh persalinan, 64% ibu tidak mengalami

komplikasi selama persalinan, persalinan lama sebesar 31%, perdarahan

berlebihan sebesar 7%, infeksi sebesar 5%. Pada ibu yang melahirkan melalui

bedah sesarea, 59% terjadi akibat persalinan yang mengalami komplikasi, dimana

sebagian besar merupakan persalinan lama yang mencapai 42 persen

(perpanjangan kala I dan/atau kala II persalinan). Berdasarkan survei ini juga

dilaporkan bahwa bayi yang meninggal dalam usia satu bulan setelah dilahirkan,

39% terjadi akibat komplikasi termasuk persalinan lama (30%), perdarahan 12%

dan infeksi (10%).2

Berdasarkan data WHO tahun 2010 sebanyak 99% kematian ibu akibat

masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang

merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian/100.000 kelahiran hidup, jika

dibandingkan dengan rasio kematian ibu di negara-negara maju. Angka Kematian

Ibu karena persalinan lama di Indonesia menempati urutan kelima (5%) setelah

perdarahan (28%), eklampsi (24%), infeksi (11%), komplikasi nifas (8%) dari

jumlah AKI sebesar 228/100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007).1

4
Tabel 2.2. Data persalinan Patologis Di RSUD Soewandhi Surabaya tahun 2009

hingga 2010.7

II.3 Faktor Resiko

Faktor Resiko terjadinya kala II lama masih belum diketahui secara pasti,

tetapi dalam South Australian Perinatal Practice Guidelines, disebutkan terdapat

beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya variasi waktu dalam kala II, yaitu

posisi ibu pada kala II, posisi dari janin, penurunan pada saat pembukaan lengkap,

kualitas dari his, penggunaan oksitosin, kekuatan mengejan ibu dan penggunaan

analgesik. Dalam penelitiannya, Thomas dan Santolaya menemukan bahwa

nullipara, preeklamsia, diabetes, makrosomia, janin laki-laki, anestesi epidural,

induksi persalinan, penggunaan oksitosin, serta koriamnionitis sebagai faktor

resiko terjadinya persalinan dengan kala II lama. 8,9

II.3. Etiologi

Secara umum penyebab kala II lama dapat dibagi ke dalam beberapa

faktor yaitu faktor tenaga (power), faktor panggul (passage), faktor anak

(passenger), faktor psikis dan faktor penolong.

5
II. 3.1 Faktor Tenaga

His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri kemudian

menjalarmerata simetris ke seluruh korpus uteri dengan dominasi kekuatan pada

fundusuteri (lapisan otot uterus paling dominan) kemudian terdapat relaksasi

secaramerata dan menyeluruh. Kelainan his terutama ditemukan pada

primigravidatua. Kelainan anatomis uteri juga menghasilkan kelainan his. Pada

multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Peregangan

rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion juga dapat

menyebabkan inersia uteri.11

Kelainan tenaga pada kala II lama, dapat dibagi menjadi 2, yaitu:11

1. Inertia uteri Kelainannya terletak dalam hal kontraksi uterus yaitu lebih

singkat, dan jarang daripada biasanya. Keadaan umum penderita biasanya

baik, dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya

tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali jika persalinan

berlangsung terlalu lama. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau

hypotonic uterine contraction Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat

untuk waktu yang lama, hal itu dinamakan inersia uteri sekunder. Hingga saat

ini etiologi dari inertia belum diketahui tetapi beberapa faktor dapat

mempengaruhi: umum (primigravida pada usia tua, anemia, perasaan tegang

dan emosional, pengaruh hormonal: oksitosin dan prostaglandin, dan

penggunaan analgetik yang tidak tepat), dan lokal (overdistensi,

perkembangan anomali uterus misal hypoplasia, mioma, malpresentasi,

malposisi, dan disproporsi cephalopelvik, kandung kemih dan rektum penuh).


2. Incoordinate uterine action.

6
Disini sifat his berubah sehingga tonus otot uterus meningkat, juga diluar his,

dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronasi

antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi

bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam

mengadakan pembukaan.
Selain 2 hal tersebut diatas, kurang adekuatnya mengejan dapat

menyebabkan terjadinya kala II. Kekuatan yang dihasilkan oleh kontraksi otot

abdomen dapat terganggu secara bermakna sehingga bayi tidak dapat lahir secara

spontan melalui vagina. Sedasi berat atau anestesia regional kemungkinan besar

mengurangi dorongan refleks untuk mengejan.9


II.3. 2 Faktor Jalan Lahir (Passage)10,11
Pada panggul ukuran kecil akan terjadi disproporsi dengan kepala janin

sehingga kepala janin tidak dapat melewati panggul meskipun ukuran janin berada

dalam batas normal. Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit

secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan

antara kepala dan panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari

normal, juga terdapat panggul sempit lainnya. Karena kepentingan tersebut

panggul sempit dapat dibagi menurut Munro Kerr:


1. Kelainan herediter:
 Panggul Naegele: tidak adanya salah satu sacral alae
 Panggul Robert: tidak adanya kedua sacral alae
 High assimilation pelvis: sakrum terdiri dari 6 vertebra
 Low assimilation pelvis: sakrum terdiri dari 4 vertebra
 Split pelvis: simfisis pubis terpisah
2. Kelainan tulang sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur,atrofi,

nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.


3. Kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis, spondilolistesis
4. Kelainan kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki
Kesempitan panggul dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
1. Kesempitan pada pintu panggul atas

7
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila conjugata vera kurang dari 10 cm

atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Pada panggul sempit kepala

memiliki kemungkinan lebih besar tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga

serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala.


2. Kesempitan pada pintu panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, foramen ischiadikus mayor cukup luas

dan spina ischiadika tidak menonjol diharapkan bahwa panggul tengah tidak

akan menghalangi bagi lewatnya kepala janin. Ukuran terpenting yang hanya

bisa ditetapkan dengan pelvimetrirontenologik ialah distansia interpinarum.

Apabila ukuran ini kurang dari 9,5 cm maka perlu kita waspada terhadap

kemungkinan kesukaran pada persalinan, terutama jika ukuran diameter

sagitalis posterior pendek. Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering

ditemukan posisi kepala janin berupa posisi oksipitalis posterior persisten atau

presentasi kepala dalam posisi lintang tetap (tranverse arrest).


3. Kesempitan pada pintu panggul bawah
Bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15cm,

maka sudut arkus pubis juga mengecil (<80º) sehingga timbul kemacetan pada

kelahiran janin ukuran biasa.


Selain panggul, jalan lahir terbentuk melalui bagian lunak yang dalam

kenyataannya bisa terdapat gangguan yang menyebabkan terjadinya kala II lama:


1. Vulva
 Edema
Walaupun jarang merupakan rintangan bagi kelahiran pervaginam,

adanya edema pada vulva dapat memperlama kala pengeluaran. Edema

tersebut dapat disebabkan karena penderita dibiarkan meneran terus-

menerus pada kala II. Selain itu, kemungkinan adanya edema juga bisa

pada waktu hamil, disebabkan oleh preeklamsia maupun gangguan gizi.


 Stenosis

8
Disebabkan oleh adanya perlukaan maupun radang yang menyebabkan

ulkus dan sembuh dengan meninggalkan parut-parut yang mengganggu

kala II persalinan. Tetapi kesulitan ini dapat diatasi dengan epiostomi

yang cukup luas


 Tumor
Bentuk neoplasma yang ditemukan pada vulva.
2. Vagina
 Stenosis vagina kongenital
Stenosis vagina kongenital dibagi menjadi dua, yaitu: septum vagina

lengkap atau septum tidak lengkap. Gangguan kala II lebih sering

disebabkan oleh adanya septum tidak lengkap pada vagina. Septum tidak

lengkap sering menahan turunnya kepala janin pada persalinan. Stenosis

dapat terjadi karena parut-parut akibat perlukaan dan radang. Pada

stenosis vagina yang tetap kaku pada kehamilan dan merupakan

halangan untuk lahirnya janin, perlu dipertimbangkan sectio cesaria.


 Tumor vagina
Adanya tumor pada vagina bisa pula menyebabkan persalinan rintangan

bagi lahirnya janin per vaginam. Adanya tumor vagina bisa pula

menyebabkan persalinan per vaginam dianggap mengandung terlampau

banyak resiko.
3. Serviks uteri
 Distosia servikalis atau dysfungctional uterine action
 Konglutio orifisii eksternii
Jarang terjadi, dimana kala I serviks uteri menipis akan tetapi

pembukaan tidak terjadi, sehingga merupakan lembaran kertas di bawah

kepala janin. Diagnosis ditegakkan dengan dengan menumukan ostium

uteri eksternum ditengah-tengah lapisan tersebut.


 Karsinoma servisis uteri
4. Uterus

9
Kelainan yang dapat mengganggu persalinan adanya mioma uteri, dimana

mioma uteri tersebut dapat menghalangi jalan lahir, menyebabkan janin

letak lintang, dan menyebabkan adanya inersia uteri


5. Ovarium
Tumor ovairum dapat menyebabkna adanya halangan lahirnya janin

pervaginam. Tumor tersebut untuk sebagian atau seluruhnya terletak dalam

cavum douglas. Membiarkan persalinan berjalan lama, yang dapat

menyebabkan pecahnya tumor (tumor kistik) atau rupture uteri (tumor

solid), dan atau infeksi intrapartum.

II.3.3. Faktor Anak (passenger)4,10,12,13

Selain kelainan karena tenaga dan panggul, kala II lama dapat disebabkan

karena terdapatnya kelainan pada faktor anak (passenger). Kelainan tersebut

meliputi:

1. Kelainan pada presentasi, posisi maupun letak, yang meliputi:


a. Malpresentasi
 Presentasi Puncak
Pada presentasi ini, kepala janin dalam keadaan defleksi ringan ketika

melewati jalan lahir. Sehingga ubun-ubun besar menjadi bagian

terendah. Pada presentasi puncak kepala, lingkaran kepala yang

melalui jalan lahir adalah sirkumfernsia frontooksipitalis dengan titik

perputaran yang berada di bawah simfisis adalah glabella. Presentasi

ini memriliki prognosis yang buruk karena dapat meningkatkan

mortalitas dan morbiditas baik ibu maupun janin.


 Presentasi Muka
Presentasi muka adalah keadaan dimana kepala dalam kedudukan

defleksi maksimal, sehingga oksiput tertekan pada punggung dan

muka merupakan bagian terendah yang menghadap ke bawah.

10
Presentasi muka dikatakan primer jika terjadi sejak masa kehamilan,

dan dikatakan sekunder jika baru terjadi pada masa persalinan. Pada

umumnya penyebab terjadinya presentasi muka adalah keadaan-

keadaan yang memaksa terjadinya defleksi kepala atau keadaan yang

menghalangi terjadinya fleksi kepala. Oleh karena itu presentasi muka

dapat ditemukan pada panggul sempit atau pada janin besar.

Multiparitas dan perut gantung juga merupakan faktor yang

memudahkan terjadinya presentasi muka. Kelainan janin seperti

anensefalus dan tumor di leher depan juga dapat menyebabkan

presentasi muka. Terkadang presentasi muka dapat terjadi pada

kematian janin intrauterine akibat otot janin yang telah kehilangan

tonusnya.
 Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada

diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi

merupakan bagian terendah. Pada umumnya, presentasi dahi bersifat

sementara, dan sebagian besar akan berubah menjadai presentasi muka

atau presentasi belakang kepala. Sebab terjadinya presentasi dahi pada

dasarnya sama dengan sebab terjadinya presentasi muka karena semua

presentasi muka biasanya melewati fase presentasi dahi lebih dahulu.


 Presentasi Ganda/Majemuk
Presentasi majemuk adalah terjadinya prolaps satu atau lebih

ekstremitas pada presentasi kepala ataupun bokong. Kepala memasuki

panggul bersamaan dengan kaki dan atau tangan. Presentasi majemuk

juga dapat terjadi manakala bokong memasuki panggul bersamaan

11
dengan tangan. Dalam pengertian presentasi majemuk tidak termasuk

presentasi bokong-kaki, presentasi bahu, atau prolaps tali pusat.

Apabila bagian terendah janin tidak menutupi dengan sempurna pintu

atas panggul, maka presentasi majemuk dapat terjadi.


b. Malposisi
 POPP (Persistent Occiput Posterior Postision)
Prevalensi kondisi ini adalah 10%. Pada posisi ini ubun-ubun tidak

berputar ke depan, tetapi tetap berada di belakang. Salah satu penyebab

terjadinya adalah usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan

ukuran panggul. Penyebab yang lain adalah otot-otot dasar panggul

yang lembek pada multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat

sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar

ke depan.
c. Letak
 Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang

dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah

kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yaitu presentasi

bokong, presentasi bokong sempurna, presentasi bokong kaki tidak

sempurna, dan presentasi kaki. Diagnosis letak sungsang umumnya

tidak sulit. Pada pemeriksaan luar, kepala teraba di fundus uteri,

sementara pada bagian bawah uterus teraba bokong yang tidak dapat

digerakkan semudah kepala. Selain dari pemeriksaan luar, diagnosis

juga dapat ditegakkan dari pemeriksaan dalam dan pemeriksaan

penunang seperti USG dan MRI.


 Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang dalam

uterus dengan kepala pada sisi yang satu dan bokong berada pada sisi

12
yang lain. Sebab tersering terjadinya letak lintang adalah multiparitas

disertai dinding uterus dan perut yang lembek. Pada kehamilan

prematur, hidramnion, dan kehamilan kembar, janin sering dijumpai

dalam letak lintang. Kelainan bentuk rahim seperti uterus arkuatus atau

subseptus juga merupakan penyebab terjadinya letak lintang. Adanya

letak lintang dapat diduga hanya dengan inspeksi. Uterus tampak

melebar dan fundus tampak lebih rendah tidak sesuai dengan usia

kehamilannya. Pada palpasi, fundus uteri kosong, kepala janin berada

di samping, dan diatas simfisis juga kosong.


2. Kelainan pada bentuk janin
 Hidrochepalus
Adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam

ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar dan terjadi pelebaran sutura

serta ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel biasanya berkisar

antara 500-1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter.

Karena kepala janin terlalu besar dan tidak dapat berakomodasi di bagian

bawah uterus, maka sering ditemukan dalam keadaan sungsang.

Bagaimanapun letaknya, hidrosefalus akan menyebabkan disproporsi

sefalopelvik dengan segala akibatnya


 Makrosomia
Berat neonatus yang besar adalah apabila berat janin melebihi 4000 gram.

Pada janin besar, faktor keturunan memegang peran penting. Selain itu

janin besar juga dijumpai pada wanita hamil dengan diabetes mellitus,

postmaturitas, dan grande multipara.


 Tumor pada janin
 Kembar siam

II. 3.4 Faktor Penolong13

13
Dalam proses persalinan, selain faktor ibu dan janin, penolong persalinan

juga mempunyai peran yang sangat penting. Penolong persalinan bertindak dalam

memimpin proses terjadinya kontraksi uterus dan mengejan hingga bayi

dilahirkan. Seorang penolong persalinan harus dapat memberikan dorongan pada

ibu yang sedang dalam masa persalinan dan mengetahui kapan haruis memulai

persalinan. Selanjutnya melakukan perawatan terhadap ibu dan bayi. Oleh karena

itu, penolong persalinan seharusnya seorang tenaga kesehatan yang terlatih dan

terampil serta mengetahui dengan pasti tanda-tanda bahaya pada ibu yang

melahirkan, sehingga bila ada komplikasi selama persalinan, penolong segera

dapat melakukan rujukan. Pimpinan yang salah dapat menyebabkan persalinan

tidak berjalan dengan lancar, berlangsung lama, dan muncul berbagai macam

komplikasi.14

Di Indonesia, persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dan baru

sedikit sekali dari dukun beranak ini yang telah ditatar sekedar mendapat kursus

dukun. Karenanya kasus-kasus partus kasep masih banyak dijumpai, dan keadaan

ini memaksa kita untuk berusaha menurunkan angka kematian ibu maupun anak.

Yang sangat ideal tentunya bagaimana mencegah terjadinya partus kasep. Bila

persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi baik

terhadap ibu maupun terhadap anak, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu

dan anak. 2

Hasil penelitian Irsal dan Hasibuan di Yogyakarta menunjukkan bahwa

faktor-faktor yang berpengaruh dan secara statistik bermakna terhadap kejadian

kala II lama adalah penolong persalinan bukan dokter, sehingga selanjutnya perlu

14
persalinan tindakan di RS. Demikian pula hasil penelitan Rusydi di RSUP

Palembang, menemukan bahwa partus kasep yang akhirnya dilakukan tindakan

operasi, merupakan kasus rujukan yang sebelumnya ditolong oleh bidan dan

dukun di luar rumah sakit.2

II. 3. 5. Faktor Psikis

Suatu proses persalinan merupakan pengalaman fisik sekaligus emosional

yang luar biasa bagi seorang wanita. Aspek psikologis tidak dapat dipisahkan dari

aspek fisik satu sama lain. Bagi wanita kebanyakan proses persalinan membuat

mereka takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan inilah yang dapat

menghambat suatu proses persalinan. Dengan persiapan antenatal yang baik,

diharapkan wanita dapat melahirkan dengan mudah, tanpa rasa nyeri dan dapat

menikmati proses kelahiran bayinya.13

II.4. Gejala Klinis13

Gejala klinis terjadinya kala 2 lama dapat dijumpai pada ibu dan janin.

Gejala klinis yang dapat dijumpai pada ibu meliputi:

1. Tanda-tanda kelelahan dan dehidrasi dari ibu (nadi cepat dan lemah, perut

kembung, demam, nafas yang cepat dan his hilang dan lemah)
2. Vulva edema
3. Cincin retraksi patologi Brandl
Sering timbul akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan

penipisan berlebihan segmen bawah uterus, dan menandakan ancaman akan

rupturnya segmen bawah uterus.


Gejala Klinis yang dapat ditemui pada janin:
1. Denyut jantung janin cepat, hebat, tidak teratur, bahkan negatif
2. Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.

15
3. Kaput suksedaneum yang besar. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan

menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Biasanya kaput suksedaneum,

bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang dalam beberapa hari.


4. Moulase kepala yang hebat akibat tekanan his yang kuat, tulang tengkorak

saling bertumpang tindih satu sama lain.


5. Kematian janin dalam kandungan atau intra uterine fetal death (IUFD).

II.5. Patofisiologi Uterus Pada Kala II Lama14

Pada awal persalinan, uterus akan menghasilkan energi untuk berkontraksi

dan relaksasi. Kondisi metabolik ini dapat berlangsung jika energi ibu cukup, dan

aktivitas ini dipertahankan selama berjam-jam. Namun, jika kondisi ini

berlangsung terlalu lama, akan menyebabkan patologi pada uterus. Pertama-tama,

akan timbul gangguan emosi dan kelelahan pada ibu yang mengakibatkan

cadangan glikogen pada uterus akan berkurang, sehingga ATP yang dihasilkan

juga akan berkurang. Selain itu juga dapat terjadi asidifikasi karena timbunan

asam laktat untuk memenuhi kebutuhan ATP. Timbunan asam laktat ini bisa

mengurangi kemampuan uterus untuk berkontraksi. Kontraksi yang terus-menerus

pada miometrium yang mengalami deplesi energi dan hipoksia akan

mengakibatkan ruptur uteri.

16
Gambar 2.1. Patofisiologi Uterus Pada Persalinan Lama1

II.6 Diagnosis Kala II lama

Berdasarkan Nice Clinical Guidelines, diagnosis kala II lama dapat

ditegakkan sebagai berikut:6

1. Nullipara
 Kala II lebih dari 2 jam tanpa pengaruh regional anestesi (AGOG 2003)

atau lebih dari 3 jam dengan pengaruh regional anestesi. (Kala II dimulai

terjadi pembukaan lengkap pada serviks)


2. Multipara:

17
 Kala II lebih dari 1 jam tanpa pengaruh regional anestesis (AGOG 2003),

atau lebih dari 2 jam dengan pengaruh regional anestesi ((Kala II dimulai

terjadi pembukaan lengkap pada serviks)


II.7 Penatalaksanaan Kala II Lama
Kala II lama merupakan salah satu kegwawatdaruratan obstetrik yang

memerlukan penanganan tepat dan cepat dimana penanganan tersebut dapat

mengurangi morbiditas maupun mortalitas ibu dan janin. Ketika Kala II lama

ditegakkan maka penilaian klinik perlu dilakukan, diantaranya:15


1. Penilaian klinik terhadap ibu
 Kondisi ibu
 Kontraksi/his
 Pemeriksaan klinik berupa: pemeriksaan kandung kemih, palpasi

abdomen, dan pemeriksaan dalam (evaluasi pelvik, imbangan feto

pelvik/penentuan CPD, maupun ada tidaknya tumor pada jalan lahir)


2. Penilaian Klinik terhadap janin
 Janin berada di dalam atau di luar Rahim
 Jumlah janin
 Letak
 Presentasi dan penurunan bagian terbawah janin
 Posisi, moulage, dan kaput suksadenum
 Bagian kecil janin (tangan, tali pusat dll)
 Anomali kongenital yang dapat mengganggu ekspulsif bayi
 Tafsiran berat janin
 Gawat janin
 Janin hidup atau tidak
3. Penilaian terhadap kekuatan mengejan ibu
Berdasarkan hasil penilaian tersebut, maka dapat ditentukan dengan segera

etiologi gangguan kemajuan proses persalinan saat kala II dapat segera diambil

keputusan yang tepat.

18
Faktor Temuan Klinik Diagnosis
Jalan Lahir Palpasi luar menunjukkan Kesempitan pintu
bagian terbawah janin belum panggul atas
masuk PAP
Diameter anteropsoterior
lebih kecil dari normal
Promotorium menonjol
Dinding samping panggul Kesempitan panggul
menyempit dan krista iliaka tengah
sangat menonjol
Arcus pubis kurang 900
Sacrum melengkung ke Kesempitan pintu
depan dan cocygeus panggul bawah
mengarah pada sumbu jalan
lahir
Bayi Tafsiran berat badan ekstrim Makrosomia
Bagian terbawah muka Presentasi muka
Dagu dibelakang dan dasar Mentoposterior
panggul persisten
Sutura sagitalis melintang Asinklitimus
dan parietal tertahan di
promotorium
Teraba tangan atau lengan Presentasi Majemuk
disamping tangan atau
bokong
Teraba rusuk dan atau lengan Letak Lintang
dengan kepala di lateral
Bahu pada posisi Distosia Bahu
anteroposterior dan tertahan
pada dasar panggul
Tenaga Ekspulsi Kontraksi lemah dan tidak Inersia uteri
terkoordinasi
Ibu tidak mampu membuat Ibu kelelahan
posisi efektif mengejan
Lingkaran konstriksi CPD
Tabel 2.3. Hubungan faktor penyebab Kala II lama, temuan klinik dan Diagnosis15

Setelah ditegakkan diagnosis, maka harus segera dilakukan intervensi

untuk menyelesaikan kala II, sebagai berikut:6,15

1. Pada wanita dengan kondisi fisik yang lelah dan panik, klinisi dapat

memberikan dukungan dan semangat untuk melakukan persalinan. Selain itu

19
dapat diberikan analgesik ataupun anestesi dan dilakukan rehidrasi maupun

pemberian kalori.
2. Pemberian oksitosin sesuai dengan indikasi adanya inersia uteri.
3. Pada distosia bahu dilakukan ALARM
4. Tindakan bedah baik per vaginam maupun Sectio Cesaria sesuai indikasi
5. Sectio Cesaria dilakukan pada keadaan yang tidak memungkinkan persalinan

per vaginam dengan tindakan operatif misalnya: panggul sempit, makrosomia,

malpresentasi, letak lintang, CPD, dan asinklitimus.

Gambar 2.2. Bagan Manajemen Kala II Lama8

II. 8. Komplikasi

20
Komplikasi pada persalinan dengan kala II lama dapat terjadi pada ibu
maupun pada bayi. Pada kala II lama dapat terjadi infeksi sampai sepsis. Infeksi
adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya, terutama bila disertai
pecahnya ketuban. Bakteri didalam cairan amnion menembus amnion dan
menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis
pada ibu dan janin.15
Selain itu dapat terjadi dehidrasi, syok, kegagalan fungsi organ-organ,
robekan jalan lahir, ruptur uteri. Penipisan abnormal segmen bawah uterus
menimbulkan bahaya serius selama partus lama, terutama pada wanita dengan
paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat bedah sesar. Robekan serta
pembentukan fistula pada buli-buli, vagina, uterus dan rektum. Apabila bagian
terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul tetapi tidak maju untuk jangka
waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak di antaranya dan dinding
panggul dapat mengalami tekanan berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, maka
dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan
dengan munculnya fistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau rektovaginal.
Umumnya nekrosis akibat penekanan ini terjadi setelah persalinan kala dua yang
sangat berkepanjangan.10,15

Gambar 3. Komplikasi Fistula Pada Kala II Lama1


Menurut Myles dan Santolaya, terjadinya morbiditas maternal yang
meliputi laserasi jalan lahir, dan pendarahan postpartum sebanding dengan lama
kala II berlangsung. Selain itu, dalam penelitiannya, Myles dan Santolaya
mendapatkan bahwa tindakan bedah obstetri meningkat sesuai dengan lama dari
kala II. Dalam peneltiannya Brown et al, menyimpulkan bahwa ibu dengan kala II

21
lama memiliki resiko 1,4 kali terjadinya inkontinesia urine dibandingkan ibu yang
tidak mengalami kala II lama, dalam 3 bulan postpartum.9,16
Komplikasi yang terjadi pada janin akibat kala II lama adalah gawat janin

dalam rahim sampai meninggal. Juga dapat terjadi kelahiran janin dalam asfiksia

berat sehingga menimbulkan cacat otak menetap. Trauma persalinan merupakan

akibat lain dari persalinan kala II lama yang dilakukan tindakan operastif per

vaginam. Trauma tersebut meliputi eksoriasi kulit, sefalhematom, perdarahan

subgaleal, ikterus neonatorum berat, dan nekrosis kepala yang akan diikuti

alopesia di kemudian hari. Selain itu dapat terjadi patah tulang dada, lengan, kaki,

kepala karena pertolongan persalinan dengan tindakan.10

II. 6 Prognosis

Prognosis dari partus kala II lama ini ditentukan oleh kecepatan dan

ketepatan dalam mendiagnosis serta menanganinya. Semakin lama partus tersebut

berlangsung, maka semakin besar kemungkinan terjadinya partus lama dan

semakin banyak komplikasi yang ditimbulkan baik pada ibu maupun pada

janinnya hingga terjadinya partus kasep.15

BAB III

22
PENUTUP

Kala II lama (Prolonged Second Stage) diartikan sebagai memanjangnya

waktu kala II dimana pada primigravida berlangsung lebih dari 2 jam dan pada

multipara berlangsung lebih dari 1 jam. Kala II lama merupakan kegawatdaruratan

obstetric yang harus segera dilakukan intervensi. Pemeriksaan klinik yang baik

dan pemilihan intervensi yang tepat dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas

ibu dan janin. Prinsip penanganan Kala II lama adalah menyelesaikan Kala II

lama, baik melalui tindakan bedah obstetri per vaginam (vakum

ekstraksi/forcep)/Sectio Cesaria maupun tindakan non bedah (akselerasi)

DAFTAR PUSTAKA

23
1. Anonymous. Managing Prolonged and Obstructed Labour. Education
for Safe Motherhood. Second edition. Geneva:Department of Making
Pregnancy safer WHO; 2006.

2. Kusumawati, Yuli. 2006. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap


Persalinan dengan Tindakan (Tesis). Semarang: Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro; 2006.

3. Mochtar., Rustam. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi,Obstetri Patologi.


Edisi 2. Jakarta: EGC; 1998.

4. Cunningham., Gary et-al. Williams Obstetrics. 23rd Edition. New York: Mc


Graw Hill, 2010.

5. Ness, Amen., Golberg, Jay., Berghella, Vicenzo. Abnormalities of the First


and Second Stages of Labor. J Obstet Gynecol Clin 2005: 32; 201-20.

6. Anonymous. Intrapartum care: Care of healthy women and their babies


during childbirth. NICE Guidelines; 2007.

7. Hutagalung, Filderia., Marliandiani. Hubungan antara Usia, Paritas


Dengan Persalinan Kala II Lama (Studi Kasus di RSUD dr. Moch.
Soewandhie Surabaya). Program studi D-III Kebidanan Universitas PGRI
Adi Buana Surabaya. 2011

8. Anonymous. South Australia Perinatal Practice Guideline: Chapter 9a


Delays in the second stage of labour. South Australia, 2012.

9. Myles, Thomas D., Santolaya, Joaquin. Maternal and Neonatal Outcomes


in Patients With a Prolonged Second Stage of Labor. Jobstet Gynecol
America 2003: 102 (1); 52-8.

10. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008.
11. Neilson, J.P., lavender, T., Quenby, S., Wray, S. Obstructed labour:
reducing maternal death and disability during pregnancy. British Medical
Bulletin, 2003: 67: 191–204.

12. Joy, S., Thomas, P. 2011. Abnormal Labor. Emedicine (Serial Online),
2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/273053-
overview, Accesed on May 5, 2013.

24
13. Pernoll, M. L. Benson & Pernoll’s handbook of obstetrics and gynecology.
Tenth edition. New York: Mc Graw Hill, 2001.

14. Syakurah, Risma. Tinjauan Pustaka Partus Kasep (Serial Online), 2011.
http//www.wordpress.com. diakses tanggal 5 Mei 2012.

15. Anonymous. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi


Dasar (PONED). Jaarta:Bakti Husada, 2008.

16. Brown, SJ., Gartland, D., Donath, S., MacArthurc, C., Effects of
prolonged second stage, method of birth, timing of caesarean section and
other obstetric risk factors on postnatal urinary incontinence: an Australian
nulliparous cohort study. International Journal of Obstetrics and
Gynaecology, 2011.

25

Anda mungkin juga menyukai