Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Stenosis mitral merupakan kasus yang sudah jarang
ditemukan dalam praktek sehari-hari terutama di luar negeri.
Sebagaimana diketahui stenosis mitral paling sering disebabkan
oleh penyakit jantung reumatik yang menggambarkan tingkat sosial
ekonomi yang rendah. Oleh karena itu di negara maju seperti
Amerika Serikat, penyakit ini sudah jarang ditemukan, walaupun
ada kecenderungan meningkat karena meningkatnya jumlah
imigran dengan kasus infeksi streptokokkus yang resisten.
Sedangkan di Indonesia walaupun kasus baru juga cenderung
menurun, namun kasus senosis mitral ini masih banyak ditemukan.
Angka yang pasti tidak diketahui namun dari pola etiologi penyakit
jantung di poliklinik Rumah Sakit Moehammad Hoesin Palembang
selama 5 tahun (1990-1994) didapatkan angka 13,94% dengan
penyakit jantung katup.
Seperti di luar negeri maka kasus mitral stenosis memang
terlihat pada orang-orang dengan umur yang lebih tua, dan
biasanya dengan penyakit penyerta baik kelainan kardiovaskuler
atau yang lain sehingga lebih merupakan tantangan. Dengan
perkembangan di bidang ekokardiografi diagnosis stenosis mitral,
derajat berat ringannya dan efek terhadap hipertensi pulmonal
sudah dapat diambil alih, yang sebelumnya hanya dapat dilakukan
dengan prosedur invasif kateterisasi.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan mitral stenosis?
2. Bagaimana etiologi dari mitral stenosis?
3. Bagaimana patofisiologi mitral stenosis?
4. Bagaimana manisfestasi klinik mitral stenosis?
5. Apa saja komplikasi dari mitral stenosis?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari mitral stenosis?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari pemeriksaan mitral stenosis?
8. Bagaimana pencegahan mitral stenosis?

C. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini yaitu untuk
mengetahui prinsip kerja dari alat-alat yang digunakan dalam
pemeriksaan dalam mendiagnosa mitral stenosis dan mengetahui
apa yang dimaksud mitral stenosis.

D. MANFAAT
Adapun manfaat dari pembuatan laporan ini adalah
mahasiswa dapat lebih memahami tentang nama dan prinsip kerja
dari alat-alat yang diguanakan pada pemeriksaan mitral stenosis.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Secara definisi maka stenosis mitral dapat diartikan sebagai
blok aliran darah pada tingkat katup mitral, akibat adanya
perubahan struktur mitral leafleats, yang menyebabkan tidak
membukanya katup mitral secara sempurna pada saat diastolik.
Mitral Stenosis (MS) adalah sumbatan katup mitral yang
menyebabkan penyempitan aliran darah ke ventrikel. Pasien
dengan MS secara khas memiliki daun katup mitral yang menebal,
kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan
memendek. Diameter transversal jantung biasanya dalam batas
normal, tetapi kalsifikasi dari katup mitral dan pembesaran atrium
kiri dapat terlihat. Berikut adalah gambar stenosis katup mitral.
MS menyebabkan perubahan pada bentuk jantung dan
perubahan-perubahan pada pembuluh darah paru-paru sesuai
beratnya MS dan kondisi jantung. Konveksitas batas kiri jantung
mengindikasikan bahwa stenosis menonjol. Pada kebanyakan
kasus terdapat dua kelainan yakni stenosis mitral dan insufisiensi
mitral, umumnya salah satunya menonjol. Ventrikel kiri juga sangat
melebar ketika insufisiensi mitral terlibat sangat signifikan. Tanda-
tanda radiologis klasik dari pasien dengan MS yaitu adanya kontur
ganda (double contour) yang mengarah pada adanya pembesaran
atrium kiri, serta adanya garis-garis septum yang terlokalisasi.
Kondisi ini membuat tekanan vena pulmonal meningkat
sehingga menyebabkan diversi darah, pada foto toraks terlihat
pelebaran relatif pembuluh darah bagian atas paru dibanding
pembuluh darah bawah paru. Penyempitan katup mitral
menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan menghambat
aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral

3
menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati
jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan
nafas menjadi pendek serta gejala lainnya.(Nuzulul Zulkarnain Haq,
2018).

B. ETIOLOGI
Penyebab tersering stenosis mitral adalah endokarditis
reumatika, akibat reaksi yang progresif dari demam reumatik oleh
infeksi streptokokkus. Penyebab lain walaupun jarang dapat juga
stenosis mitral congenital, deformitas parasut mitral, vegetasi dari
systemic lupus erythematosus (SLE), karsinosis sistemik, eposit
amiloid, akibat obat fenfluramin/phentermin, rhemotoid arthritis
(RA), serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut
akibat proses degenerative.
Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran
masuk ke ventrikel kiri seperti Cor triatrium, miksoma atrium serta
thrombus sehingga menyerupai stenosis mitral. Dari pasien dengan
penyakit jantung katup ini 60% dengan riwayat demam rematik,
sisanya menyangkal. Selain dari pada itu, 50% pasien dengan
karditis rematik akut tidak berlanjut sebagai penyakit jantung katup
secara klinik (Rahimtoola). Pada kasus di klinik (data tidak
dipublikasi) juga terlihat beberapa kasus demam rematik akut yang
tidak berlanjut menjadi penyakit jantung katup, walaupun ada di
antaranya memberi manifestasi chorea. Kemungkinan hal ini
disebabkan karena pengenalan dini dan terapi atibiotik yang
adekuat. (Ismirayanti, 2010)

4
C. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal, area katup mitral mempunyai ukuran
4-6 cm2. Bila area orifisiumkatu ini berkurang sampai 2 cm2, maka
diperlukan upayaaktif atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium
kiri agar aliran transmitral yang normal tetap terjadi. Stenosis mitral
kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1 cm 2.
Pada tahap ini, dibutuhkan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25
mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal.
Gradien transmitral merupakan “hall mark” stenosis mitral
selain luasnya area katup mitral, walaupun Rahimtoola
berpendapat bahwa gradien dapat terjadi akibat aliran besar
melalui katup normal atau aliran normal melalui katup sempit.
Sebagai akibatnya kenaikan tekanan atriumkiri akan diteruskan ke
vena pulmonalis dan seterusnya mengakibatkan kongesti paru dan
serta keluhan sesak (exertional dyspnue).
Derajat besar ringannya stenosis mitral selain berdasarkan
gradient transmitral , dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup
mitral serta hubungan antara lamanya waktu penutupan katup aorta
dan kejadian opening snap. Berdasarkan luasnya area katup mitral,
derajat stenosis mitral sebagai berikut :
1. Minimal : bila area > 2,5 cm2
2. Ringan : bila area 1,4 – 2,5 cm2
3. Sedang : bila area 1 – 1,4 cm2
4. Berat : bila area < 1,0 cm2
5. Reaktif : bila area < 1,0 cm2

Keluhan dan gejala stenosis mitral mulai akan muncul bila


luas area katup mitral menurun sampai seperdua normal (< 2 – 2,5
cm2). Hubungan antara gradient dan luasnya area katup serta
waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat pada table di bawah ini
:

5
Derajat A2-OS interval Area Gradien
Stenosis
Ringan >110 msec >1,5 cm2 <5 mmHg
Sedang 80-110 msec >1 dan < 1,5 5-10 mmHg
cm2
Berat <80 msec <1 cm2 >10 mmHg

A2-OS : Waktu antara penutupan katup aorta dan


pembukaan katup mitral Kalau kita lihat fungsi lama waktu
pengisian dan besarnya pengisian, gejala/simpton akan muncul bila
waktu pengisian menjadi pendek dan aliran transmitral besar,
sehingga terjadi kenaikan tekanan atrium kiri walaupun area belum
terlalu sempit (> 1,5 cm2). Pada stenosis mitral ringan simpton yang
muncul biasanya dicetuskan oleh faktor yang meningkatkan
kecepatan aliran atau curah jantung atau menurunkan periode
pengisian diastole, yang akan meningkatkan tekanan atrium kiri
secara dramatis. Beberapa keadaan antara lain :
1. latihan,
2. stress emosi,
3. infeksi,
4. kehamilan, dan
5. fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat.
Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan
atrium kiri akan meningkat bersamaan dengan progresi keluhan.
Apabila area mitral < 1 cm2 yang berupa stenosis mitral berat maka
akan terjadi limitasi dalam aktivitas.
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada stenosis mitral, dengan patofisiologi yang kompleks.
Pada awalnya kenaikan tekanan atau hipertensi pulmonal terjadi
secara pasif akibat kenaikan tekanan atrium kiri. Demikian pula

6
terjadi perubahan pada vascular paru berupa vasokonstriksi akibat
bahan neurohumoral seperti endotelin, atau perubahan anatomic
yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan intima
(reactive hypertension). Kenaikan resistensi arteriolar paru ini
sebenarnya merupakan mekanisme adaptif untuk melindungi paru
dari kongesti. Dengan meningkatnya hipertensi pulmonal ini akan
menyebabkan kenaikan tekanan pulmonal sekunder dan
seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.
Perjalanan Penyakit:
Stenosis mitral merupakan suatu proses progresif kontinyu
dan penyakit seumur hidup. Merupakan penyakit “a disease of
plateaus” yang pada mulanya hanya ditemui tanda dari stenosis
mitral yang kemudian dengan kurun waktu (10-20 tahun) akan
diikuti dengan keluhan, fibrilasi atrium dan akhirnya keluhan
disabilitas.
Di luar negeri, periode laten bias berlangsung lebih lama
sampai keluhan muncul, sedangkan di Negara kita manifestasi
muncul lebih awal, hal ini dapat karena tidak atau lambatnya
terdeteksi, pengobatan yang kurang adekuat pada fase awalnya.
Angka 10 tahun survival pada stenosis mitral yang tidak
diobati berkisar 50%-60%, bila tidak disertai keluhan atau minimal
angka meningkat 80%. Dari kelompok ini 60% tidak menunjukkan
progresi penyakitnya. Tetapi bila simpton muncul, biasanya ada
fase plateu selama 5-20 tahun sampai keluhan itu benar-benar
berat, menimbulkan disabilitas. Pada kelompok pasien dengan
kelas III-IV prognosis jelek di mana angka hidup dalam 10 tahun <
15%.
Apabila timbul fibrilasi atrium prognosanya kurang baik (25%
angka harapan hidup 10 tahun) disbanding pada kelompok irama
sinus (46% angka harapan hidup 10 tahun). Resiko terjadinya
emboli arterial meningkat pada fibrilasi atrium. (Liza Novita, 2007)

7
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Gambaran klinis mungkin tidak ada atau sebaliknya
parah, bergantung pada tingkat stenosis.
2. Dapat terjadi kongesti paru, dengan tanda"tanda dispnu (sesak
napas) danhipertensi paru.
3. Dapat terjadi rasa bergoyang dan kelelahan akibat penurunan
pengeluaran# e n t r i k e l k i r i . K e c e p a t a n d e n y u t j a n t u n g
m u n g k i n m e n i n g k a t a k i b a t rangsangan simpatis.
4. Dapat terjadi hipertrofi atrium kiri sehingga timbul
disritmia atrium dangagal jantung kanan

E. KOMPLIKASI
Stenosis mitral akan menyebabkan hipertensi arteri
pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat
mengakibatkan gagal jantung kanan. (Nuzulul zulkarnain
Haq,2018)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisis
Temuan klasik pada stenosis mitral adalah “opening
snap” dan bising diastole kasar pada daerah mitral. Tetapi
sering pada pemeriksaan rutin sulit bahkan tidak ditemukan
rumble diastole dengan nada rendah, apalagi bila tidak
dilakukan dengan hati-hati. Di luar negeri, kasus stenosis
mitral ini jarang yang berat, sehingga gambaran klasik tidak
ditemukan sedangkan di Indonesia kasus berat masih
banyak ditemukan
2. Pemeriksaan Foto Thoraks
Gambaran klasik dari foto thoraks adalah pembesaran
atrium kiri serta pembesaran arteri pulmonalis (terdapat

8
hubungan bermakna antara besarnya ukuran pembuluh
darah dan resistensi vascular pulmonal).
3. Ekokardiografi Doppler.
Dengan ekokardiografi, dapat dilakukan evaluasi
struktur dari katup, pliabilitas dari daun katup, ukuran dari
area katup dengan planimetri. Sedangkan dengan Doppler
dapat ditentukan gradien dari mitral serta ukuran dari area
mitral dengan cara mengukur “pressure half time” terutama
bila struktur katup sedemikian jelek karena kalsifikasi
sehingga dengan pengukuran planimetri tidak dimungkinkan.
4. Ekokardiografi Transesofageal
Ekokardiografi Transesofageal merupakan
pemeriksaan ekokardiografi dengan menggunakan tranduser
endoskop sehingga jendela ekokardiografi akan lebih luas
terutama untuk struktur katup, atrium kiri atau apendiks
atrium.
5. Kateterisasi
Saat ini kateterisasi dipergunakan secara primer untuk suatu
prosedur pengobatan intervensi non bedah yaitu valvulotomi
dengan balon. (medical blog, 2010)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pencegahan
Stenosis katup mitral dapat dicegah hanya dengan
mencegah terjadinya demam rematik, yaitu penyakit pada masa
kanak-kanak yang kadang terjadi setelah strep throat (infeksi
tenggorokan oleh streptokokus) yang tidak diobati.
2. Pengobatan
a) Terapi medika mentosa
Obat-obat seperti beta-blocker, digoxin dan verapamil
dapat memperlambat denyut jantung dan membantu

9
mengendalikan fibrilasi atrium. Jika terjadi gagal jantung,
digoxin juga akan memperkuat denyut jantung. Diuretik
dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan
cara mengurangi volume sirkulasi darah. Antibiotik juga di
berikan sebelum menjalani berbagai tindakan pembedahan
untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi katub jantung.
b) Terapi pembedahan
Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara
memuaskan, mungkin perlu dilakukan perbaikan atau
penggantian katub. Pada prosedur valvuloplasti balon,
lubang katub diregangkan. Kateter yang pada ujungnya
terpasang balon, dimasukkan melalui vena menuju ke
jantung. Ketika berada di dalam katup, balon
digelembungkan dan akan memisahkan daun katup yang
menyatu. Pemisahan daun katup yang menyatu juga bisa
dilakukan melalui pembedahan. Jika kerusakan katubnya
terlalu parah, bisa diganti dengan katup mekanik atau katup
yang sebagian dibuat dari katup babi.

H. PENCEGAHAN
Stenosis katup mitral bisa dicegah hanya dengan mencegah
terjadinya demam rematik, yakni penyakit yang biasa dialami saat
anak-anak yang terkadang terjadi sesudah mengalami infeksi
tenggorokan oleh streptokokus yang tidak diobati. (Dokter Sehat,
2018)

10
BAB III

PEMBAHASAN

A. ALAT ECHOCARDIOGRAPHY

Gambar 1: Alat Echokardiography


1. Merek : Philips
2. Tipe : EPIQ 5

11
B. PRINSIP KERJA ALAT ECHOKARDIOGRAPHY
USG diagnostic menggunakan gelombang suara berdenyut,
frekuensi tinggi (>20.000 Hz). Gelombang ultrasonic memasuki
jaringan, ditransmisikan melalui jaringan dan dipantulkan kembali
dari jaringan berdasarkan inpedansi akustik jaringan. Impedansi
akustik jaringan adalah densitasnya kali kecepatan dimana suara
bergerak melalui jaringan. Semakin besar ketidak cocokan dalam
impedansi akustik anatar dua jaringan yang berdekatan, semakin
besar jumlah USG dipantulkan kembali ke tranduser. Tulang /
jaringan dan udara / jaringan antar muka sangat reflektik karena
ketidak cocokan besar dalam impedansi akustik mereka dari
jaringan yang berdekatan. Tulang memiliki jaringan impedansi
akustik yang sangat tinggi dan udara memiliki impedansi akustik
yang sangat rendah relative jaringan lunak. Jadi, ketika sinar
ultrasound memotong struktur tulang antarmuka yang dipenuhi
udara, sinar ultrasound di pantulkan kembali ke tranduser,
mencegah pencitraan struktur yang lebih dalam. Oleh karena itu,
ekokardiografi harus dilakukan diruang intercostal dalam jendela
jantung (dimana jantung melawan toraks, tanpa paru-paru
intervening) atau dari jendela subcostal.
Gelombang ultrasound disebarkan melalui jaringan yang
berdekatan pada kecepatan yang diketahui, yang bervariasi
tergantung pada jenis jaringan yang dilewati dari sinar ultrasound.
Kecepatan ultrasound melalui jaringan lunak sekitar 1540 m/detik.
Ketebalan, ukuran dan lokasi berbagai struktur jaringan lunak
dalam hubungannya dengan tranduser dapat dihitung pada setiap
titik waktu. USG mematuhi hukum optic geometric dengan
memperhatikan refleksi, transmisi dan pembiasan. Ketika
gelombang ultrasound memenuhi antarmuka dari impedansi akustik
yang berbeda, gelombang dipantulkan, dibiaskan dan diserap.
Intensitas sinar ultrasound menurun ketia ia bergerak menjauh dari

12
tranduser karena divergensi sinar, penyerapan, pancar, dan refleksi
energy gelombang pada antarmuka jaringan.

C. TEKNIK TEKNIK PEMERIKSAAN DASAR


1. Prosedur tindakan/urutan prosedur tindakan
a. Anda akan terbaring pada satu sisi bagian tubuh atau
punggung.
b. Seorang operator akan menaruh cairan (jelly) khusus pada
bagian atas probe dan akan meletakkan diatas wilayah
dada.
c. Dengan menggunakan gelombang suara Ultra-High-
Frequency akan menggambil gambar dari hati anda serta
klep (valve) jantung anda, pada penggunaan alat ini tak akan
menggunakan sinar-X.
d. Pergerakan (denyut) dari jantung atau hati anda dapat dilihat
pada suatu layar video. Sebuah video atau foto dapat
membuat gambar dari pergerakan (denyut) tadi. Anda dapat
pula mengamatinya pada saat test ini berlangsung, dan
biasanya mengambil waktu kurang lebih 15-20 menit.
e. Dalam test ini anda tak akan merasa sakit dan tidak
mempunyai efek samping.
f. Selanjutnya dokter akan memberitahukan hasil pemeriksaan
tersebut.
g. Gelombang suara tadi akan mengambil gambar hati atau
jantung anda secara jelas dan ketika pemeriksaan telah
selesai maka operator tadi akan mencabut probe yang
sebelumnya digunakan untuk melihat pergerakan hati atau
jantung anda.
h. Setelah itu anda akan menunjukkan tanda-tanda ingin batuk,
sebagai tanda bahwa pemeriksaan telah selesai.

13
2. Teknik teknik pemeriksaan dasar menggunakan alat
Di mana untuk teknik teknik pemeriksaan dasar jantung
Selain pendekatan subxiphoid (alias subcostal) dari scan
CEPAT, parasternal dan pendekatan apikal digunakan. Pasien
sebaiknya diperiksa terlentang untuk pendekatan subxiphoid,
tetapi untuk pandangan lain Anda harus memposisikan pasien
jika situasi klinis memungkinkan – miliki pasien berguling ke kiri
dan jika memungkinkan, letakkan tangan kiri mereka di
belakang kepala mereka. Ini turun jantung jauh dari belakang
sternum dan membuka ruang tulang rusuk.
a. Parasternal Long Axis View (PLAX)
Tujuannya adalah untuk mengorientasi balok dengan
sumbu panjang ventrikel kiri. Transduser ditempatkan di
sebelah kiri sternum di ruang interkostal ketiga, keempat,
atau kelima dengan marker berorientasi ke arah klavikula
kanan (sekitar jam 11).
b. Parasternal Short Axis View (PSAX)
Transduser tetap berada di ruang interkostal yang
digunakan dapatkan tampilan sumbu panjang parasternal
dan diputar searah jarum jam 90 derajat sehingga tegak
lurus terhadap sumbu panjang LV (penanda probe ke bahu
kiri). Ini kemudian dimiringkan untuk menyapu dari dasar ke
puncak hati, memperoleh sejumlah pandangan yang
berbeda.
Aplikasi utama dari pandangan ini dalam gema dasar
adalah untuk menilai bentuk relatif dan ukuran dari dua
ventrikel yang dicurigai PE, dan secara visual menilai fungsi
LV, keduanya secara global dan secara regional, dengan
mencari gerakan dinding yang tidak normal. Ini juga
berguna untuk mengonfirmasi diduga efusi perikardial.

14
Periksa bentuk dan ukuran ventrikel. Itu LV harus
lebih besar daripada RV. LV seharusnya bulat dan bulan
sabit RV berbentuk, seperti kebalikannya huruf ‘D’.
Hubungan ini terbalik dalam cor akut pulmonale karena
emboli paru.
Probe dapat dimiringkan untuk memeriksa tampilan
SAX di tingkat yang berbeda:
1. Tingkat otot papiler.
2. Katup mitral.
3. Tingkat katup aorta

c. Apical Four Chamber View (A4C)


Transduser ditempatkan pada titik impuls maksimum
jika pasien memiliki denyut apikal teraba; jika tidak
ditempatkan di Ruang interkostal kelima dekat garis aksila
anterior. Balok itu diarahkan ke kepala pasien, dan
transdusernya diputar jadi penanda sekitar jam 3.
Pada dasarnya, pandangan ini sangat membantu
untuk identifikasi efusi perikardial dan menunjukkan fisiologi
tamponade (runtuhnya ruang diastolik sisi kanan), serta RV
pelebaran emboli paru masif dan submasif.

d. Apical Two Chamber View (A2C)


Ini dicapai setelah tampilan empat ruang apikal
dengan memutar transduser kira-kira 45 hingga 90 derajat
berlawanan arah jarum jam: penanda probe sampai jam 12
siang. Ini memvisualisasikan anterior yang sebenarnya dan
dinding inferior yang benar dari ventrikel kiri yang penting
untuk penilaian regional kelainan gerakan dinding.

15
e. Subcostal Long Axis View
Jendela ini dapat menyediakan satu-satunya tampilan
yang dapat dicapai di pasien yang secara teknis sulit seperti
mereka dengan penyakit paru obstruktif kronik atau yang
menerima ventilasi mekanis. Pasien terlentang dan jika
memungkinkan, lutut sedikit ditekuk untuk dikurangi
ketegangan dinding perut. Transduser ditempatkan di
bawah dan sedikit di sebelah kanan xiphisternum. Penanda
sisi berada di posisi jam 3 dan transduser dimiringkan ke
depan. Itu mungkin diperlukan untuk mendorong sedikit ke
bawah ke perut untuk mencapai bidang pindai ini.

16
BAB IV
PENUTUP

Jantung merupakan organ vital pada sistem organ manusia.


Fungsi jantung untuk memompa darah yang mengandung oksigen
dan nutrien keseluruh tubuh. Jantungterdiri dari beberapa ruang yang di
batasi oleh beberapa katub diantaranya adalah katub atrioventrikuler dan
katub semilunar. Katub atrioventrikular yang terdiri dari katub mitral
(bicuspid) dan katub trikuspid terdapat diantara atrium dan ventrikel,
sedangkan katub semilunar berada diantara ventrikel dengan aorta/arteri
pulmonalis.
Gangguan pada katub-katub tersebut diantaranya ialah stenosis
mitral dan insufisiensi mitral. Stenosis mitral ialah terhambatnya aliran
darah dalam jantung akibat perubahan struktur katub mitral yang
menyebabkan tidak membukanya katub mitral secara sempurna pada saat
diastolik. Insufisiensi mitral (regurgitasi) ialah keadaan dimana terjadi
aliran darah balik (regurgitasi) dari ventrikel ke atrium selama sistolik yang
disebabkan oleh kebocoran katub mitral.
Di luar negeri jarang terjadi stenosis mitral, sedangkan di Indonesia
masih banyak tapi sudah menurun dari tahun sebelumnya (fermada’s
blog). Stenosis mitral merupakan kelaianan katup yang paling sering
diakibatkan oleh penyakit jantung reumatik. Diperkirakan 99 % stenosis
mitral didasarkan atas penyakit jantung reumatik. Walaupun demikian,
sekitar 30 % pasien stenosis mitral tidak dapat ditemukan adanya riwayat
penyakit tersebut sebelumnya. Pada semua penyakit jantung valvular
stenosis mitral lah yang paling sering di temukan, yaitu ± 40% seluruh
penyakit jantung reumatik, dan menyerang wanita lebih banyak dari pada
pria dengan perbandingan kira-kira 4 : 1 dengan gejala biasanya timbul
antara umur 20 sampai 50 tahun. Gejala dapat pula nampak sejak lahir,
tetapi jarang sebagai defek tunggal. MS kongenital lebih sering sebagai
bagian dari deformitas jantung kompleks pada bayi.

17
Stenosis dan insufisiensi mitral berawal dari bakteri Streptococcus
Beta Hemolitikus Group A dapat menyebabkan terjadinya demam reuma.
Selain itu, oleh tubuh bakteri tersebut dianggap antigen yang
menyebabkan tubuh membuat antibodinya. Hanya saja, strukturnya
ternyata mirip dengan katup mitral yang membuat kadangkala antibodi
tersebut malah menyerang katup mitral jantung. Hal ini dapat membuat
kerusakan pada katup mitral. Pada proses perbaikannya, maka akan
terdapat jaringan fibrosis pada katup tersebut yang lama kelamaan akan
membuatnya menjadi kaku. Pada saat terbuka dan tertutup akan
terdengar bunyi yang tidak normal seperti bunyi S1 mengeras, bunyi S2
tunggal, dan opening snap, juga akan terdengar bising jantung ketika
darah mengalir. Apabila kekakuan ini dibiarkan, maka aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri akan terganggu. Ini membuat tekanan pada
atrium kanan meningkat yang membuat terjadi pembesaran atrium kanan.
Keregangan otot-otot atrium ini akan menyebabkan terjadinya fibrilasi
atrium.
Sebagai tenaga medis diharapkan bisa menginformasikan kepada
mayarakat tentang pencegahan dan cara hidup sehat sebagai upaya
pencegahan gangguan kardiovaskuler khususnya stenosis dan
insufisiensi mitral.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dokter Sehat.2018.( https://doktersehat.com) diakses pada tanggal 1


agustus 2018

Ismirayanti. 2010.(http://ismirayanti.blogspot.com) diakses pada tanggal 1


agustus 2018

Liza Novita.2007.(https://www.scribd.com) di akses pada tanggal 1


agustus 2018

Medical blog.2010.(https:// ismirayanti.blogspot.com) di akses pada


tanggal 1 agustus 2018

Nuzulul Zulkarnain Haq. 2018.( http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id ) di


akses pada tanggal 1 agustus 2018

19
LAMPIRAN 1

FORMAT RESUME KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
A. Biodata Pasien:
Nama : Tn ”M”
Umur : 22 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status Perkawinan : Belum kawin
Alamat : Makassar
Diagnosa Medis : Mitral Stenosis Berat
B. Riwayat Penyakit : CHF, Pneumonia, Hipertiriroid
sbuklinis, atrial fibrilasi normiventrik
C. Pemeriksaan Penunjang : Echokardiography

2. ANALISA KASUS TERHADAP DATA FOKUS, ETIOLOGI:


a. Keluhan utama: pasien mengalami sesak nafas sejak 2 hari
yang lalu, sesak saat beraktivitas ada, sesak saat malam ada,
sesak membaik dalam posisi duduk, perasaan berdebar ada,
nyeri dada tidak ada. Riwayat nyeri dada tidak ada, bstuk darah
ada, riwayat hipertensi dan diabetes tidak ada. Riwayat penyakit
jantung diketahui sejak tahun 2010 tidak berobat teratur.
b. Riwayat penyakit sekarang: Mitral Stenosis
c. Pemeriksaan TTV:
TD : 90/60 mmHg
HR : 106 x/menit
RR : 32 x/menit
S : 38˚C
Ronkhi : medio basal
Wheezing : tidak ada
d. Etiologi : Demam rematik

20
3. DIAGNOSIS HASIL DAN TINDAK LANJUT PEMERIKSAAN:
Diagnose Medis : Mitral stenosis
Tindak Lanjut : Evaluasi Echokardiography

4. MENENTUKAN TUJUAN / OUT COME KETEKNISIAN:


a. Melakukan pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
b. Melakukan pemeriksaan Foto Thoraks
c. Melakukan pemeriksaan Echokardiography

5. INTERVANSI KETEKNISIAN :
Echocardiography adalah suatu pemeriksaan non invasive ,
dimana dilakukan suatu teknik USG jantung yang dapat mengukur
ruang-ruang jantung dan dapat ditampilkan langsung pada layar
monitoring.
Hasil echocardiography:

21
Gambar 2: Hasil Echokardiography

22
LAMPIRAN 2

ASUHAN PRAKTEK KETEKNISIAN KARDIOVASKULER

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien.
Nama : Tn “M”
Umur : 22 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Wajo
Status Perkawinan : Belum kawin
Ruangan : Poli Echokardiography

2. Riwayat Penyakit Sekarang: Mitral Stenosis

3. Pengkajian sekunder:
a. Pemeriksaan TTV:
TD : 90/60 mmHg
HR : 106 x/menit
RR : 32 x/menit
S : 38˚C
e. Keluhan utama: pasien mengalami sesak nafas sejak 2 hari
yang lalu, sesak saat beraktivitas ada, sesak saat malam ada,
sesak membaik dalam posisi duduk, perasaan berdebar ada,
nyeri dada tidak ada. Riwayat nyeri dada tidak ada, bstuk darah
ada, riwayat hipertensi dan diabetes tidak ada. Riwayat penyakit
jantung diketahui sejak tahun 2010 tidak berobat teratur.

B. ANALISIS DATA
1. Data subjektif :
a. pasien mengalami sesak nafas sejak 2 hari yang lalu, sesak
saat beraktivitas ada, sesak saat malam ada, sesak

23
membaik dalam posisi duduk, perasaan berdebar ada, nyeri
dada tidak ada. Riwayat nyeri dada tidak ada, bstuk darah
ada, riwayat hipertensi dan diabetes tidak ada. Riwayat
penyakit jantung diketahui sejak tahun 2010 tidak berobat
teratur.
b. Pasien mempunyai riwayat CHF, hipertiroid subklinis,
pneumonia, AF rapid ventricular.
2. Data objektif:
a. TD : 90/60 mmHg
b. HR : 106 x/menit
c. S : 38˚C
C. WOC mitral stenosis

24
Demam Non
reumatik reumatik

Bakteri Streptococcus Beta 1. Kongenital


Hemolitikus Group A 2. Lupus Eritematosis
Sistemik (SIE)
3. Arterial Miksoma
Demam 4. Endokarditis
Rheuma 5. Virus Coxsackie

Tubuh salah persepsi,

dianggap antigen

Tubuh membentuk
antibodi

Antibodi menyerang katup


mitral jantung, karena
strukturnya mirip bakteri
demam rheumatik

Katup mitral rusak

Mengalami proses perbaikan

Terdapat jaringan fibrosis pd


katup  lama-lama kaku

STENOSIS
MITRAL

Gambar 3: Web of Caution SMitral Stenosis

25
D. DIAGNOSIS MEDIS
Dx : Mitral Stenosis

E. RENCANA TINDAKAN /PEMERIKSAAN


1. Anjuran melakukan pemeriksaan Elektrokardiogram ( EKG)
2. Anjuran melakukan pemeriksaan Foto Thoraks
3. Anjuran untuk melakukan pemeriksaan Echocardiography
4. Anjuran melakukan Bypass Graft

F. IMPLEMENTASI
1. Melakukan pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
2. Melakukan pemeriksaan Foto Thoraks
3. Melakukan pemeriksaan Echocardiography

G. EVALUASI

Gambar 4: Hasil Echokardiografi

26

Anda mungkin juga menyukai