Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
STEMI erat kaitannya dengan tingginya morbiditas dan
mortalitas. Meskipun beberapa decade telah dilakukan penelitian
dan clinical trial, namun masih juga dijumpai 500.000 ST elevasi
MIokardial Infark (STEMI) setiap tahun di amerika. Data
menunjukkan bahwa mortalitas akibat STEMI paling sering terjadi
dalam 24-48 jam pasca onset dan laju mortalitas mortalitas awal 30
hari setelah serangan adalah 30% (Rao,2009; Brunner & Suddart,
2008). STEMI disebabkan oleh adanya aterosklerotik pada arteri
coroner atau penyebab lainnya yang dapat menyebabkan
terjadinya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
miokardium. Pada kondisi awal akan terjadi iskemia miokardium,
namun bila tidak dilakukan tindakan reperfusi segera maka akan
menimbulkan nekrosis miokard yang bersifat irreversible. Adapun
komplikasi STEMI biasanya terjadi karena adanya remodeling
ventrikel yang pada akhirnya akan mengakibatkan shock
kardiogenik, gagal jantung kongestif, serta disritmia ventrikel yang
bersifat lethal aritmia ( Underhill, 2005; Libby, 2008; Rao, 2009).
Diagnosis awal yang cepat dan penanganan yang tepat
setelah pasien tiba diruang IGD dapat membatasi kerusakan
miokardial serta meminimalkan komplikasi yang dapat
memperburuk keadaan pasien sehingga menurunkan risiko
kematian. Setiap 30 menit penundaan dalam penatalaksanaan
pasien IMA akan meningkatkan risiko relative terhadap kematian
dalam setahun sekitar 80% (Rao, 2009).
Pada pasien STEMI, dampak yang ditimbulkan tidak hanya
pada gangguan fisiologis dan psikologis saja, namun juga
menimbulkan dampak ekonomi akibat meningkatknya kebutuhan

1
biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit serta biaya
pemulihan kesehatan selama pasien dirumah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan STEMI?
2. Bagaimana etiologi dari STEMI?
3. Bagaimana patofisiologi STEMI?
4. Bagaimana manisfestasi klinik STEMI?
5. Apa saja komplikasi dari STEMI?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari STEMI?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari pemeriksaan STEMI?
8. Bagaimana pencegahan STEMI?

C. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini yaitu untuk
mengetahui prinsip kerja dari alat-alat yang digunakan dalam
pemeriksaan dalam mendiagnosa STEMI

D. MANFAAT
Adapun manfaat dari pembuatan laporan ini adalah
mahasiswa dapat lebih memahami tentang nama dan prinsip kerja
dari alat-alat yang diguanakan pada pemeriksaan STEMI

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah
ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di
pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut,
kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak
dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami
infark.
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST
Elevation Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum
sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak
stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. Infark
miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada
plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana
injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi,
dan akumulasi lipid.(Inne Pratiwi Farissa, 2012)

B. ETIOLOGI
Infark miokard akut ST-elevasi ST(STEMI) terjadi karena
adanya oklusi total dari arteri coroner yang menyebabkan area
infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang
ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Infark
miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
coroner menurun secara mendadak akibat oklusi thrombus pada
plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Thrombus arteri

3
coroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskuler, dimana
injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi,
akumulasi lipid.
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah
yaitu:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Ras
4. Riwayat keluarga

Faktor risiko yang masih dapat diubah sehingga berpotensi


dapat memperlambat proses aterogenik, yaitu:

1. Kadar serum lipid


2. Hipertensi
3. Merokok
4. Gangguan toleransi glukosa
5. Dan diet yang tinggi lemak jenuh
6. Kolesterol
7. Kalori

Setiap bentuk penyakit arteri coroner dapat menyebabkan IMA.


Penelitian angiografi menunjukkan bahwa sebagian besar IMA
disebabkan oleh thrombosis arteri coroner. Gangguan pada plak
aterosklerotik yang sudah ada (pembentukan fisura) merupakan
suatu nidus untuk pembentukan trombus.

Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, rupture,


atau ulserasi, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture
yang mengakibatkan oklusi arteri coroner. (anonym. 2018)

4
C. PATOFISIOLOGI
Proses aterosklerotik dimulai ketika adanya luka pada sel
endotel yang bersentuhan langsung dengan zat-zat dalam darah.
permukaan sel endotel yang semula licin menjadi kasar, sehingga
zat-zat didalam darah menempel dan masuk kelapisan dinding
arteri. Penumpukan plak ini semakin banyak akan membuat lapisan
pelindung arteri perlahan-lahan mulai menebal dan jumlah sel otot
bertambah. Setelah beberapa lama jaringan penghubung yang
menutupi daerah itu berubah menjadi jaringan sikatrik, yang
mengurangi elastisitas arteri. Semakin lama semakin banyak plak
yang terbentuk dan membuat lumen arteri mengecil.
STEMI umumnya terjadi jika liran darah coroner menurun
secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak ateroklerosis
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis artei coroner derajat tinggi
yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisura, rupture atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau
sitemik memicu trombogenesis sehingga mengakibatkan okluasi
arteri coroner. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari
fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi alasan pada
STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Pada lokasi rupture plak, berbagai agonis, (kolagen, ADP
epinefrin dan serotonin) memicu aktivitas trombosit, selanjutnya
akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokontriktor
lokal yang poten). Aktifitas trombosit juga akan memicu terjadinya
agregasi platelet dan mengaktifasi faktor VII dan X sehingga
menkonversi protombin menjadi thrombin dan fibrinogen menjadi
fibrin. Pembentukan trombus pada kaskade koagulasi akan
menyebabkan oklusi oleh trombus sehinga menyebabkan aliran

5
darah berhenti secara mendadak dan mengakibatkan STEMI (Black
& Hawk, 2005; Lily, 2008; Libby,
2008 & Alwi, 2006).(Devi Darliana)

D. MANIFESTASI KLINIK
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan
secara cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak.
Diagnosis yang terlambat atau yang salah dalam jangka panjang
dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.
Diagnosis nyeri dada STEMI antara lain: pericarditis akut,
emboli paru diseksi aorta akut, kostokondritis, dan gangguan
gastrointestinal, nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI.
STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada penderita Diabetes
Mellitus dan usia lanjut. Sebagian besar pasien cemas dan tidak
bisa istirahat(gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat
dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak
keringat di curigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien
infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis
(takikardi atau hipotensi). Tanda fisis lain ada disfungsi ventrikuler
adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung
pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua.dapat
ditemukan umur mid sistolik atau late sistlik apical yang bersifat
sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial
friction rub. Peningkatan suhu sampai 38˚C dapat dijumpai dalam
minggu pertama pasca STEMI. Diagnose IMA dengan elevasi ST
ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan
gambaran EKG adanya elevasi ST ≥ 2 mm, minimal pada 2
sandapan precordial yang berdampingan atau ≥ dari 1 mm pada
sendapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama
troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun
keputusan memberi terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil

6
pemeriksaan enzim, mengingat dalam tata laksana IMA, prinsip
utama pelaksanaan adalah time is muscle.
Pemeriksaan EKG 12 sendapan harus dilakukan pada
semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai
STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit
sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan
senter dalam menentukan keputsan terapi karena bukti kuat
menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi
pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi perfusi. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak di diagnostic untuk STEMI tetapi
pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan STEMI, EKG
serial dengan intervensi 5-10 menit atau pemantauan EKG 12
sandapan secara continue harus dilakukan untuk mendeteksi
potensi perkembangan elevasi segmen ST. pada pasien dengan
STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi
kemungkinan infark pada ventrikel kanan.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi
segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG
yang akhirnya infark miokard gelombang Q. sebagian kecil
menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. jika obstruksi
thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan
banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST.
pasien tersebut biasanya mengalami angina pectoris tak stabil atau
non STEMI. Pada bagian pasien tanpa elevasi ST berkembang
tanpa menunjukkan gelombang Q di sebut infark non Q.
sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG
menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T,
namun ternyata tidak selalu ada toleransi gambaran patologis EKG
dengan lokasi infark (mural/ transmural) sehingga terminology IMA
gelombang Q dan non Q menggangtikan IMA mural/non
trnasmural. (Nuzulul Zulkarnain Haq, 2011)

7
E. KOMPLIKASI
1. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan
non infark. Proses ini disebut remodelling ventricular yang
sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran
ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan
ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark
pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan
prognosis lebih buruk.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab
utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis
iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
3. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%),
sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien
yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel.
4. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel
kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul,
hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
5. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup
ketidakseimbangan system saraf autonom, gangguan elektrolit,
iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard.

8
6. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir
semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat
penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel
pada pasien STEMI.
7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya
aritmia sebelumnya dalam 24 jam pertama.
8. Fibrilasi atrium
9. Aritmia supraventrikular
10. Asistol ventrikel
11. Bradiaritmia dan Blok
12. Komplikasi Mekanik
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur
dinding ventrikel. (Inne Pratiwi Farissa, 2012)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan labolatorium pemeriksaan enzim jantung
2. Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik
jantung.
3. Tes treadmill atau exercise stress testing (uji latih jantung
dengan beban)
4. Echocardiography
5. Angiography coroner
6. Multiscale computed tomography sanning (MSCT)
7. Cardiac magnetic
8. Radionuclear medicine. (Hudromi Hidayat, 2017)

9
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan ST elevasi IMA menurut ACC/AHA 2013 :
1. Pemberian Oksigen
Suplementasi oksigen harus diberikan pada pasien dengan
saturasi oksigen arteri < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa
komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
2. Nitrogliserin
Pasien dengan nyeri iskemik di dada harus diberikan
nitrogliserin sublingual 0,4 mg setiap 5 menit dengan dosis
maksimal 3 dosis. Setelah melakukan penialaian seharusnya
dievaluasi akan kebutuhan nitrogliserin intravena. Intravena
nitrogliserin ini diindikasikan untuk bila nyeri iskemik masih
berlangsung, untuk mengontrol hipertensi, dan edema paru.
Nitrogliserin tidak diberikan pada pasien dengan tekanan
darah sistolik < 90 mmHg, bradikardi, (kurang dari 50 kali per
menit), takikardi (lebih dari 100 kali per menit, atau dicurigai
adannya RV infark.. nitrogliserin juga harus dihindari pada
pasien yang mendapat inhibitor fosfodiesterase dalam 24 jam
terakhir.
3. Analgesik
Morfin sulfat (2-4 mg intravena dan dapat diulang dengan
kenaikan dosis 2 – 8 mg IV dengan interval waktu 5 sampai 15
menit) merupakan pilihan utama untuk manajemen nyeri yang
disebabkan STEMI. Efek samping yang perlu diwaspadai pada
pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui
penurunan simpatis sehingga terjadi pooling vena yang akan
mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek
hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada
kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dan NaCl
0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang
menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi,

10
terutama pasien dengan infark posterior. Efek samping ini
biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg.
4. Aspirin
Aspirin kunyah harus diberikan pada pasien yang belum
pernah mendapatkan aspirin pada kasus STEMI. Dosis awal
yang diberikan 162 mg sampai 325 mg. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
5. Beta Bloker
Terapi beta bloker oral dianjurkan pada pasien yang tidak
memiliki kontraindikasi terutama bila ditemukan adanya
hipertensi dan takiaritmia. Jika morfin tidak berhasil mengurangi
nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin
efektif. Regimen yang biasa digunakan addalah metoprolol 5 mg
setiap 2-5 menit sampai total3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung > 60 menit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval
PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma.
Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam
dan dilanjutkan 100mg tiap 12 jam
6. Clopidogrel
Pemberian clopidogrel 600 mg sedini mungkin. Dan
dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 75 mg per hari.
7. Reperfusi
Semua pasien STEMI seharusnya menjalani evaluasi untuk
terapi reperfusi. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi
koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel
dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang
menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna.
Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door to
needle atau medical contact to balloon time untuk Percutaneous

11
Coronary Intervention (PCI) dapat dicapai dalam 90 menit
(Patrick, 2013).
Reperfusi, dengan trombolisis atau PCI primer, diindikasikan
dalam waktu kurang dari 12 jam sejak onset nyeri dada untuk
semua pasien Infark Miokard yang juga memenuhi salah satu
kriteria berikut :
a) ST elevasi > 0,1mV pada >2 ujung sensor ECG di dada yang
berturutan
b) ST elevasi >0,2mV pada >2 ujung sensor di tungkai
berturutan,
c) Left bundle branch block baru.

Terdapat beberapa metode reperfusi dengan keuntungan


dan kerugian masingmasing. PCI primer merupakan terapi
pilihan jika pasien dapat segera dibawa ke pusat kesehatan
yang menyediakan prosedur PCI (Zafari, 2013).
Pasien dengan STEMI harus menemui pelayanan
kesehatan dalam 1,5 – 2 jam setelah terjadinya gejala untuk
mendapatkan medikamentosa sedini mungkin. Pasien dengan
STEMI harus dilakukan terapi reperfusi dalam 12 jam awal.
Terapi fibrinolitik diindikasikan sebagai terapi reperfusi awal
yang dilakukan pada 30 menit awal dari kedatangan di Rumah
Sakit (Patrick, 2013).(Safitri ES, 2013)

12
H. PENCEGAHAN
1. Hindari merokok
2. Aktifitas fisik rutin 3 kali seminggu, jalan cepat 3 km, lamanya 30
menit.
3. Makan 5 porsi buah dan sayur setiap hari
4. Tekanan darah kurang dari 140 mmHg
5. Kadar kolesterol total kurang dari 5 mmol/l (113 mg/dl)
6. Hindari kegemukan (isman firdaus, 2017)

13
BAB III

PEMBAHASAN

A. ALAT ELEKTROKARDIOGRAM(EKG)

Gambar 1: Alat EKG


1. Merek : Bionet
2. Tipe : Cardio 7

B. PRINSIP KERJA ALAT ELEKTROKARDIOGRAM


Elektrokardiogram bekerja dengan prinsip mengukur perbedaan
potensial listrik. Manusia menghasilkan listrik walaupun dengan
jumlah yang sangat kecil. Apabila ada listrik, maka pasti ada
perbedaan potensial atau tegangan listrik. Tegangan listrik ini dapat
menggambarkan atau mengilustrasikan keadaan denyut jantung
manusia. Melalui pemeriksaan elektrokardiogram, gambaran
aktivitas listrik jantung akan direkam dan akan dihasilkan sebuah
gambaran grafik melalui perekaman elektrokardiogram(EKG) pada
sebuah kertas EKG

14
C. TEKNIK TEKNIK PEMERIKSAAN DASAR
1. Persiapan Alat
a) Satu set mesin EKG beserta elektroda dan kabel listrik
(power) dan kabel untuk ground.
b) Kertas EKG
c) Plat elektroda ekstremitas / karet pengikat
d) Jelly atau air
e) Balon penghisap elektroda dada
f) Tissue
g) Kasa/kapas

2. Persiapan Pasien
a) Berikan salam terapeutik, panggil pasien dengan namanya
b) Jelaskan tindakan yang akan di lakukan ke pada pasien atau
keluarga pasien
c) Jelaskan tujuan tindakan kepada pasien atau keluarga
pasien
d) Minta persetujuan pasien
e) Atur posisi pasien supine
f) Jaga privasi pasien

3. Prosedur Tindakan
a) Tenaga medis mencuci tangan
b) Dekatkan alat dengan pasien
c) Hubungkan kabel listrik mesin EKG ke sumber listrik
d) Tekan dan nyalakan tombol ON pada mesin EKG
e) Mintalah pasien untuk membuka pakaian pada daerah yang
akan dipasangi elektroda
f) Oleskan jelly atau air pada pergelangan tangan,
pergelangan kaki, dan precordial

15
g) Pasang kabel elektroda pada bagian ekstremitas dan
precordial
h) Mintalah pada pasien agar tidak bergerak pada saat
perekaman.
i) perekaman dilakukan kurang lebih selama 2 menit sampai
gelombang atau grafik yang ditampilkan pada layar monitor
teratur
j) setelah teratur maka tekanlah tombol print agar kertas EKG
dapat menghasilkan gambaran EKG
k) setelah hasil EKG tercetak, maka dahulukanlah membuka
balon elektroda pada bagian precordial dan kemudian
ekstremitas
l) setelah perekaman elektrokardiogram (EKG) selesai, pasien
diberitahukan bahwa perekaman EKG telah selesai dan
mintalah pasien untuk menutup kembali bagian yang
dipasangi elektroda EKG.
m) Pasien di minta untuk duduk dan kemudian hasil EKG siap di
interpretasikan oleh dokter

16
BAB IV
PENUTUP

Sindrom koroner akut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi Unstable


Angina (UA), ST-segment Elevation Myocardial Infarct (STEMI) dan Non
ST-segment Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI). IMA tipe STEMI
sering menyebabkan kematian mendadak, sehingga merupakan suatu
kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan medis secepatnya.
Oklusi total arteri koroner pada STEMI memerlukan tindakan
segera yaitu tindakan reperfusi, berupa terapi fibrinolitik maupun
Percutaneous Coronary Intervention (PCI), yang diberikan pada pasien
STEMI dengan onset gejala <12 jam. Pada pasien STEMI yang datang
terlambat (>12 jam) dapat dilakukan terapi reperfusi bila pasien masih
mengeluh nyeri dada yang khas infark (ongoing chest pain).
American College of Cardiology/American Heart Association dan
European Society of Cardiology merekomendasikan dalam tata laksana
pasien dengan STEMI selain diberikan terapi reperfusi, juga diberikan
terapi lain seperti anti-platelet (aspirin, clopidogrel, thienopyridin), anti-
koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular Weight
Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin
Receptor Blocker.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2018.(https://www.scribd.com) Di akses pada tanggal 10 juli


2018

Darliana Devi.” Manajemen Pasien St Elevasi Miokardial Infark (Stemi) St


Elevasi Myocardial Infark (Stemi) Patient Management” . vol.1. No.
1. program studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Univeritas
Syiah Kuala, Banda Aceh.Di akses pada tanggal 10 juli 2018

Hidayat Hudromi. 2017. (http://hudromihidayat.blogspot.com) Di akses


pada tanggal 10 juli 2018

Farissa Pratiwi Inne. 2012. “Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut
Stelevasi(Stemi)Yangmendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi
Reperfusi”. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Di akses
pada tanggal 10 juli 2018

firdaus isman. 2017.(https://pjnhk.go.id) Di akses pada tanggal 10 juli


2018

Nuzulul Zulkarnain Haq.2011.(http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id) Di


akses pada tanggal 10 juli 2018

Safitri ES. 2013. “St Elevasi Miokard Infark (Stemi) Anteroseptal Pada
Pasien Dengan Faktor Resiko Kebiasaan Merokok Menahun Dan
Tingginya Kadar Kolestrol Dalam Darah”. Vol.1 No.4. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Di akses pada tanggal 10 juli
2018

18
LAMPIRAN 1

FORMAT RESUME KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
A. Biodata Pasien:
Nama : Ny ”EM”
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMP sederajat
Status Perkawinan : Janda
Alamat : Makassar
Pekerjaan : Wiraswasta
Diagnosa Medis : ST Elevasi Miokard Infark
inferior
B. Riwayat Penyakit : Diabetes Melitus tipe 2 non
obese, efusi pleura bilateral, moderate protein energy malnutrisi,
stress hiperglikemia, peningkatan enzim transaminase, Post
cardiac arrest dan ventrikel fibrilasi.
C. Pemeriksaan Penunjang : Elektrocardiogram (EKG)

2. ANALISA KASUS TERHADAP DATA FOKUS, ETIOLOGI:


a. Keluhan utama: pasien masuk ke rumah sakit dengan keluhan
nyeri dada hebat yang dialami sejak 4 jam yang lalu. Nyeri dada
di sertai keringat dingin dan mual muntah. Sesak nafas ada
tidak dipengaruhi aktivitas dan posisi, kesadaran menurun
dialami sejak 20 menit sebelum masuk rumah sakit.
b. Riwayat penyakit sekarang: ST Elevasi Miokard Infark Inferior
c. Pemeriksaan TTV:
TD : 100/60 mmHg
HR : 84 x/menit
RR : 20 x/menit

19
S : 36,7˚C
Bunyi jantung I/II : Reguler
Bising : Tidak ada
Ronkhi dan Wheezing : Tidak Ada
Bunyi nafas : Menurun di basal paru kiri
Edema Tungkai : Tidak ada
d. Etiologi : usia, diabetess mellitus

3. DIAGNOSIS HASIL DAN TINDAK LANJUT PEMERIKSAAN:


Diagnose Medis : ST Elevasi Miokard Infark Inferior
Tindak Lanjut : Evaluasi Elektrokardiogram

4. MENENTUKAN TUJUAN / OUT COME KETEKNISIAN:


a. Melakukan pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
b. Melakukan pemeriksaan Foto Thoraks
c. Melakukan pemeriksaan Echokardiography
d. Pernah dilakukan kardioversi dan defibrilasi

5. INTERVANSI KETEKNISIAN :
Elektrokardiography adalah ilmu yang mempelajari aktivitas
listrik jantung atau perubahan-perubahan potensial/ Voltase otot
jantung. Elektrokardiogram merupakan suatu grafik yang
menggambarkan rekaman listrik jantung. Pemantulan aktivitas
listrik jantung dari serat-serat otot jantung.
Adapun tujuan dari pemeriksaan elektrokardiogram yaitu:
1. Sebagai alat diagnostic aritmia jantung
2. Untuk melihat adanya kelainan-kelainan miokard, seperti
iskemia atau infark
3. Untuk menilai fungsi obat-obatan, seperti digitalis,
antiaritmia, dan lain-lain
4. Untuk menilai gangguan keseimbangan elektrolit

20
5. Melihat adanya hipertrofi atrium dan ventrikel
6. Untuk menilai fungsi pacu jantung
Adapun Hasil dari pemeriksaan elektrokardiogram yaitu:

Gambar 2: Hasil EKG

Irama : Reguler

HR : 63 X/menit

Gel. P : Terkubur

PR Interval : Tidak dapat di hitung

Axis : ERAD

Kompleks QRS : QRS melebar > 0.12 detik

21
ST Segmen : Depresi di leads I dan AVL, Elevasi di leads
II,III, AVF, V3

Gel. T : T inverted di leads II panjang, T melebar

Kesan : anterior miokardial wall iskemik, Inferior


miokardial infarction, LBBB

22
LAMPIRAN 2

ASUHAN PRAKTEK KETEKNISIAN KARDIOVASKULER

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien.
Nama : Ny “EM”
Umur : 60 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMP Sederajat
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Makassar
Status Perkawinan : kawin

2. Riwayat Penyakit Sekarang: ST Elevasi MIokard Infark Inferior

3. Pengkajian sekunder:
a. Pemeriksaan TTV:
TD : 100/60 mmHg
HR : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,7˚C
b. Keluhan utama: Nyeri dada hebat yang dialami sejak 4 jam
yang lalu. Nyeri dada disertai keringat dingin dan mual
muntah. Sesak nafas ada tidak dipengaruhi oleh aktivitas
dan posisi, kesadaran menurun dialami sejak 20 menit
sebelum masuk rumah sakit

23
B. ANALISIS DATA
1. Data subjektif :
a. Nyeri dada hebat yang dialami sejak 4 jam yang lalu. Nyeri
dada disertai keringat dingin dan mual muntah. Sesak nafas
ada tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan posisi, kesadaran
menurun dialami sejak 20 menit sebelum masuk rumah sakit
b. Pasien mempunyai riwayat Diabetes Mellitus tipe 2 non
obese, Post cardiac arrest dan ventricular fibrilasi, efusi
pleura Bilateral, moderate protein energy malnutrisi, stress
hiperglikemia, peningkatan enzim transaminase.
2. Data objektif:
a. TD : 146/90 mmHg
b. HR : 81 x/menit
c. S : 36,7˚C

24
C. WEB OF CAUTION ( WOC)

Hipertensi,
Luka pada sel endotel Usia, jenis kelamin,
hyperlipidemia, merokok,
genetic, ras
kalori, kolesterol,diet
tinggi lemak jenuh
Aterosklerosis

Terjadi penebalan dinding


arteri
Elastisitas arteri
berkurang
Jaringan sikartik

Plak banyak terbentuk

Aliran darah coroner ↓ Lumen arteri mengecil

Rupture plak STEMI Oklusi thrombus

Pembentukan thrombus
pada kaskade koagulasi

Gambar 3: Web of Caution STEMI

25
D. DIAGNOSIS MEDIS
Dx : ST Elevasi Miokard Infark Inferior

E. RENCANA TINDAKAN /PEMERIKSAAN


1. Anjuran melakukan pemeriksaan Elektrokardiogram ( EKG)
2. Anjuran melakukan pemeriksaan Foto Thoraks
3. Anjuran untuk melakukan pemeriksaan Echocardiography

F. IMPLEMENTASI
1. Melakukan pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
2. Melakukan pemeriksaan Foto Thoraks
3. Melakukan pemeriksaan Echocardiography
4. Pernah dilakukan tindakan Defibrilasi dan Kardioversi

G. EVALUASI

Gambar 4: Hasil EKG Evaluasi


Irama : Reguler
HR : 63 X/menit

26
Gel. P : Terkubur
PR Interval : Tidak dapat di hitung
Axis : ERAD
Kompleks QRS : QRS melebar > 0.12 detik
ST Segmen : Depresi di leads I dan AVL, Elevasi di leads
II,III, AVF, V3
Gel. T : T inverted di leads II panjang, T melebar
Kesan : anterior miokardial wall iskemik, Inferior
miokardial infarction, LBBB

27

Anda mungkin juga menyukai