PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah kesehatan dengangangguan sistem
kardiovaskulertermasuk didalammya Congestive Heart Failure
(CHF) masih mendudukiperingkat yang tinggi, menurut data WHO
pada tahun 2007 dilaporkanbahwa gagal jantung mempengaruhi
lebih dari 20 juta pasien di dunia dan meningkat seiring
pertambahan usia dan mengenai pasien dengan usia lebih dari 65
tahun, dan sekitar 6-10% lebih banyak mengenai laki-laki dari
padawanita. Pada tahun 2030 WHOmemprediksi peningkatan
penderitagagal jantung mencapai 23 juta jiwa didunia. Gagal
jantung juga menjadimasalah khas utama pada beberapanegara
industri maju dan negaraberkembang seperti Indonesia.
Menurut Kompas (2010), sekitar 4,3 juta penduduk
Indonesia mengalami gagal jantung, dan 500.000 kasus baru
gagal jantung telah di diagnosis tiap tahunnya. Harapan hidup
penderita gagal jantung lebih buruk dibandingkan dengan kanker
apapun kecuali kanker paru-paru dan kanker ovarium karena
sampai 75% penderita gagal jantung meninggal dalam kurun waktu
5 tahun sejak diagnosis. Sedangkan menurut profil kesehatan
Indonesia pada tahun 2005 gagal jantung merupakan urutan ke 5
penyebab kematian terbanyak di rumah sakit seluruh Indonesia.
Perubahan gaya hidup, kadar kolesterol yang tinggi, perokok aktif
dan kurangnya kesadaran berolahraga menjadi faktor pemicu
munculnya penyakit gagal jantung.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan congestive heart failure?
2. Bagaimana etiologi dari congestive Heart Failure?
3. Bagaimana patofisiologi Congestive Heart Failure?
4. Bagaimana manisfestasi klinik Congestive Heart Failure?
5. Apa saja komplikasi dari Congestive Heart Faiure?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Congestive Heart
Failure?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari pemeriksaan Congestive
Heart Failure?
8. Bagaimana pencegahan Congestive Heart Failure?
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk
mengetahui bagaimana terjadinya Congestive Heart Failure(CHF),
bagaimana cara pencegahannya dan apa saja pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan dalam mendiagnosa penyakit
Congestif heart failure
D. MANFAAT
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah
mahasiswa dapat lebih memahami tentang nama dan prinsip kerja
dari alat-alat yang diguanakan pada pemeriksaan Congestigve
Heart Failure (CHF).
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
CHF adalah suatu kondisi ketidakmampuan jantung
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan tubuh. Diagnosis CHF ditegakkan
berdasarkan tanda dan gejala yang ditimbulkan akibat patofisiologi
yang mendasarinya Pemeriksaan penunjang seperti ekokardiografi,
elektrokardiografi, radiologi dan laboratorium juga membantu dalam
penegakkan diagnosis CHF. Meskipun etiologi CHF tersering
adalah PJK dan hipertensi, pada sebagian besar kasus tidak
didapatkan kondisi tersebut. Penelitian menunjukkan adanya
hubungan antara resistensi insulin dengan CHF. Selain itu,
faktor-faktor inflamasi juga turut berperan pada proses terjadinya
CHF.( Erik Hoetama dan Bambang Hermawan, 2015).
Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh
adanya kelainan pada struktur atau fungsi jantung yang
mengakibatkan jantung tidak dapat memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Gagal jantung
ditandai dengan manifestasi klinik berupa kongesti sirkulasi, sesak,
fatigue dan kelemahan. Gagal jantung masih merupakan masalah
utama dalam Negara industri (Kasper et al., 2004). Baru-baru ini
didapatkan bahwa Congestive Heart Failure terkait dengan
penurunan kardiak output dan vasokonstriksi perifer yang
berlebihan (Haji dan Mohaved, 2000).
Gagal jantung sering diakibatkan karena adanya defek pada
kontraksi miokard atau diakibatkan karena abnormalitas dari otot
jantung seperti pada kasus kardiomiopati atau viral karditis (Kasper
et al., 2004). Gagal jantung karena disfungsi miokard
mengakibatkan kegagalan sirkulasi untuk mensuplai kebutuhan
3
metabolisme jaringan. Hal ini biasanya diikuti kerusakan miokard
bila mekanisme kompensasi gagal. Penyebab kerusakan pada
miokard antara lain infark miokard, stress kardiovaskular
(hipertensi, penyakit katub), toksin (konsumsi alkohol), infeksi atau
pada beberapa kasus tidak diketahui penyebabnya (Crawford,
2002). Penyebab lain adalah arteroskerosis pada koroner,
congenital, kelainan katub, hipertensi atau pada kondisi jantung
normal dan terjadi peningkatan beban melebihi kapasitas, seperti
pada krisis hipertensi, ruptur katub aorta dan pada endokarditis
dengan masif emboli pada paru. Dapat pula terjadi dengan fungsi
sistolik yang normal, biasanya pada kondisi kronik, missal mitral
stenosis tanpa disertai kelainan miokard (Kasper et al., 2004).(Lailia
Nur Rachma, 2014)
B. ETIOLOGI
Menurut Hudak dan Gallo (2000) penyebab kegagalan jantung
yaitu:
1. Disritmia,
seperti: brakikardi, takikardi dan kontraksi premature yang
sering dapat menurunkan curah jantung.
2. Malfungsi katub
dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan
beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa
ruang, seperti stenosis katub aortik atau stenosis pulmonal),
atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukkan
peningkatan volume darah ke ventrikel kiri.
3. Abnormalitas Otot Jantung.
Menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark miokard,
aneurisma ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari
aterosklerosis koroner jantung atau hipertensi lama), fibrosis
endokardium, penyakit miokard primer (kardiomiopati), atau
4
hipertrofi luas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta atau
hipertensi sistemik.
4. Ruptur Miokard.
terjadi sebagai awitan dramatik dan sering membahayakan
kegagalan pompa dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi. Ini
biasa terjadi selama 8 hari pertama setelah infark.
Menurut Smeltzer (2002) penyebab gagal jantung kongestif
yaitu:
a) Kelainan otot jantung
b) Aterosklerosis coroner
c) Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
d) Peradangan dan penyakit miokardium degenerative
e) Penyakit jantung lain (Nessma Putri Austaryani, 2012)
C. PATOFISIOLOGI
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana
terjadi gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal,
stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal
yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada
ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac
output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi
neurohormonal,sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (system
RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan
untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung
dapat terjaga. Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada
baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut
jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer
(peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan
dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi
simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis
miosit,hipertofi dan nekrosis miokard fokal.
5
Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi
renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II
merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan
sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari
pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang
pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi
natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II
juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi
endotel pada gagal jantung. Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide
yang berstruktur hampir sama yeng memiliki efek yang luas
terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic
Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada
manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung,
khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type
natriuretic peptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan
susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi
minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai
respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan
bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler,
sekresi ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena
peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak
penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik
dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada
penderita gagal jantung.
Vasopressin merupakan hormon antidiuretic yang meningkat
kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi
juga didpatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan
hiponatremia. Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh
darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten
menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal,
6
yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi
endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat
gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan
pulmonary artery capillary wedge pressure, perlu perawatan dan
kematian. Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat
kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya remodelling
vaskular dan miokardial akibat endotelin.
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi
miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya
compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian
ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung
koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati
hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit
jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40
% penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih
normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi
sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat timbul
sendiri. (Harbanu H Mariyono dan Anwar Santoso, 2007)
D. MANIFESTASI KLINIK
Tanda yang paling awal pada CHF berupa meningkatnya
frekuensi jantung pada kondisi istirahat. Lebih spesifik berupa
frekuensi nadi yang sangat ekstrim walau dengan aktifitas yang
minimal seperti merubah posisi tidur. Peningkatan vasokontriksi
ditunjukkan dengan peningkatan tekanan darah secara transien
sedang veno-konstriksi terlihat melalui distensinya vena jugularis.
Dengan meningkatnya gagal jantung, cardiac output drop dan
vaso-kontriksi renal maupun kutan makin nyata. Depresi pada renal
terlihat seperti oliguria atau abnormalitas tes fungsi ginjal dan pada
kutan terlihat sebagai menurunnya suhu kulit dan pucat.
7
Menifestasi peningkatan tonus simpatis menunjukkan hasil akhir
low output dan syok kardiogenik (Sudoyo et al,2009).
Menurut irawan (2011), sesak nafas merupakan tanda utama
CHF, frekuensi pernapasan bisa mencapai 20-40 kali/menit. Kerja
otot pernapasan meningkat mengakibatkan tekanan negative intra
pleura. Hal ini terlibat sebagai pernapasan cuping hidung, retraksi
fosa supra klavikuler dan ruang interkostla. Pada pemeriksaan
perkusi terdengar redup pada daerah dada dan pada auskultasi
terdengar whizzing dan ronkhi basah. Suara jantung sukar
terdengar karena banyaknya suara tambahan yang mengganggu.
Biasanya terdengar suara jantung ke tiga. Kulit terasa dingin dan
pucat menunjukkan adanya hipoksia, cardiac output yang turun dan
mekanisme compensation simpato adrenergic. Tekanan darah dan
frekuensi jantung meingkat akibat rangsang simpatis, saat terjadi
udem paru, dengan menurunnya fungsi ventrikel kiri tekanan darah
menurun dan bisa terjadi syok.
Beberapa studi menunjukkan bahwa gagal jantung
asimptomatik adalah lazim seperti jantung kegagalan dengan
manisfestasi klinis. Gejala yang berhubungan dengan CHF adalah
sesak nafas yang pada tahap awal dikaitkan dengan tenaga.
Dyspnea terjadi saat istirahat. Kesulitan dalam pernapasan
dikaitkan dengan posisi telentang karena peningkatan vena kembali
kejantung disebut ortopnea. Pasien juga mungkin memiliki dyspnea
nocturnal paroximal (DNP), yang mengacu pengembangan sesak
nafas yang hebat pada malam itu membangunkan pasien dari tidur.
Semua gejala terkait dengan kongesti paru dengan akumulasi
cairan diruang interstitial dan alveolar yang kadang-kadang
mungkin mengarah pada pengembangan edema paru akut. Gejala
lain yang umum pada pasien dengan CHF adalah edema perifer,
kelelahan, anoreksia, cepat kenyang, kebingungan, gangguan tidur,
8
dan nokturia., terjaga sepanjang malam untuk buang air kecil (Nasif
dan alahmad. 2005). (Noviani Wijayasari, 2014)
E. KOMPLIKASI
Menurut Smeltzer (2002), komplikasi dari CHF adalah :
1. Edema pulmoner akut
2. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis
metabolik,katabolisme dan masukan diit berlebih.
3. Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
4. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi
sistem renin-angiotensin-aldosteron.
5. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia
sel darah merah.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doenges (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnose CHF yaitu:
1. Elektro kardiogram (EKG)
Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia,disritmia, takikardi, fibrilasi atrial
2. Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
pergerakandinding.
3. Sonogram (echocardiogram,echokardiogram doppler)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan
dalam fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas
ventricular.
9
4. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan
stenosis katub atau insufisiensi.
5. Rongent Dada
Dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan
dalam pembuluh darah abnormal
6. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretic
7. Oksimetri Nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
8. Analisa Gas Darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratori
ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
9. Pemeriksaan Tiroid
Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid
sebagai pre pencetus gagal jantung kongestif
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan CHF adalah:
1. Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga
cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah.
2. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung
minimal. Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk
mencegah, mengatur dan mengurangi edema
10
3. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan
membantu memenuhi oksigen tubuh
4. Terapi Diuretik
Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan menigkatkan
pelepasan air dan garam natrium sehingga menyebabkan
penurunan volume cairan dan merendahkan tekanan darah.
5. Digitalis
Digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan
meningkatkan kekuatan kontraksi peningkatan efisiensi jantung.
Saat curah jantung meningkat, volume cairan lebih besar dikirim
ke ginjal untuk filtrasi, eksresi dan volume intravaskuler
menurun.
6. Inotropik Positif
Dobutamin meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (efek
inotropic positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek
kronotropik positif)
7. Sedatif
Pemberian sedative bertujuan mengistirahatkan dan
memberi relaksasi pada klien.
8. Pembatasan Aktivitas Fisik dan Istirahat
Pembatasan aktivitas fisik dan istirahat yang ketat
merupakan tindakan penanganan gagal jantung. (Nessma Putri
Austaryani, 2012)
11
H. PENCEGAHAN
Terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menurukan
resiko terjadinya CHF, berikut ialah cara yang bisa digunakan:
1. Hentikan rokok;
rokok merupakan faktor resiko yang bisa menyebabkan
berbagai macam penyakit jantung, menghentikan dan
menghindari rokok akan mengurangi resiko terkena CHF.
Perokok pasif juga memiliki resiko terkena CHF, oleh karena itu
sebisa mungkin hindari asap rokok.
2. Menjaga berat badan;
menjaga berat badan ideal membuat jantung lebih sehat
karena berat badan berlebih membuat jantung bekerja lebih
keras.
3. Menjaga pola makan;
pola makan sehat akan membuat jantung menjadi sehat.
Sebisa mungkin kurangi makanan yang mengandung kolesterol
yang bisa menyebabkan penyakit jantung koroner. Selain
kolesterol, garam juga sebisa mungkin dikurangi konsumsinya
karena bisa meningkatkan kejadian hipertensi.
4. Olahraga;
olahraga teratur akan membantu jantung dalam memompa
darah secara efisien.
5. Menghindari penyakit jantung;
karena pada dasarnya seluruh penyakit jantung mampu
berakhir menjadi gagal jantung maka menghindari terkena
penyakit jantung merupakan salah satu cara mencegah
terjadinya gagal jantung.(dr.jantung.com,2017)
12
BAB III
PENUTUP
13
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN 1
RESUME KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
A. Biodata Pasien:
Nama : Tn.”SI”
Umur : 64 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Batu Lappa
Tanggal Pengkajian : 30 juli 2018
Diagnosa Medis : Congestive Heart Failure
C. Pemeriksaan Penunjang :
1) Fhoto Thoraks: Cardiomeghali dengan tanda-tanda edema
paru disertai dilatation et atherosclerosis aorta dan terdapat
efusi pleura sinistra
2) pemeriksaan Lab:
WBC : 11.7 x10^3/ul
RBC : 5.25 x10^6/uL
HGB : 13.9 gr/dl
HCT : 42%
PLT : 398 x10^ul
PT : 11.6 detik
INR : 1.10
APTT : 28.6 detik
GDS : 175 mg/dl
15
Ureum : 35 mg/dl
Kreatinin : 0.95 mg/dl
SGOT : 17 u/ L
SGPT : 14 U/L
Albumin : 3.4 gr/dl
Natrium : 137 mmol/l
Kalium : 3.6 mmol/l
Klorida : 106 mmol/l
4) EKG:
16
Irama : Regular
Heart Rate : 100 x/menit
Axis : LAD
Gel. P : normal
Interval PR : 0,12 detik
Komp. QRS : normal
ST segmen : elevasi di leads v2 dan v3
Gel. T : T inverted di lead AVL
Kesan : BBB
17
Abdomen : peristaltic Normal
Organomegali : Tidak ada
Extremitas : Edema ekstremitas bawah, pitting, akral
hangat, selulitis regio,
d. Etiologi : usia, jenis kelamin, riwayat keluarga positif,
merokok, stress dan pola tingkah laku.
18
5. INTERVANSI KETEKNISIAN PRIORITAS YANG DILAKUKAN:
a. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktivitas
listrik jantung. Elektrokardiogram adalah suatu grafik yang
menggambarkan rekaman listrik jantung, kegiatan listrik jantung
dalam tubuh dapat direkam melalui electroda-elektroda yang di
pasang pada permukaan tubuh.
Adapun tujuan dari pemeriksaan EKG adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui gangguan hantaran listrik jantung
(Aritmia)
2) Untuk mengetahui daerah iskemia atau infark pada otot
jantung
3) Untuk mengetahui pembesaran ruang-ruang jantung
4) Untuk mengetahui gangguan keseimbangan elektrolit.
b. Pemeriksaan Echocardiografi
Echocardiografi adalah salah-satu teknik pemeriksaan
diagnostic menggunakan gelombang suara dengan frekuensi
tinggi untuk memvisualisasikan gambaran struktur dan fungsi
jantung dilayar monitor. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi
gerakan otot-otot jantung baik yang normal maupun yang
abnormal.
Adapun tujuan dari pemeriksaan echocardiografi adalah
sebagai berikut:
1) Untuk memberikan informasi tentang pembesaran
jantung(kardiomiopati)
2) Untuk mengetahui keadaan otot-otot jantung yang lemah
atau tidak dapat memompa darah dengan sempurna
3) Untuk mengetahui adanya kelainan struktur jantung yang
seperti yang terdapat pada penyakit jantung bawaan yaitu
19
pada kebocoran sekat-sekat jantung (ASD,VSD), kelainan
katup dan lain-lain.
4) Untuk mengevaluasi atau memantau tindakan operasi
jantung atau selama prosedur intervensi
5) Untuk mengetahui adanya tumor di dalam jantung atau
gumapalan darah yang menyebabkan stroke.
20