Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mood adalah kondisi perasaan yang terus ada yang mewarnai kehidupan
psikologis kita. Perasaan sedih atau depresi bukanlah hal yang abnormal dalam
konteks peristiwa penuh tekanan. Namun orang dengan gangguan mood (mood
Disoreder) mengalami gangguan mood yang luar biasa parah atau berlangsung lama
dan mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi dalam memenuhi tanggung
jawab secara normal bahkan bisa sampai menyebabkan bunuh diri.
Sejumlah orang mengalami depresi berat bahkan ketika semua hal tampak
berjalan lancar, atau saat mereka menghadapi peristiwa yang sedikit membuat kesal
yang dapat diterima dengan mudah oleh orang lain. Sebagian lainnya mengalami
perubahan mood yang ekstrem. Mereka bagaikan menaiki roller coster emosional
dengan ketinggian yang membuat pusing dan turunan yang bukan kepalang ketika
dunia disekitar mereka tetap stabil.
Oleh karena semua hal yang terpapar diatas, sangat penting bagi kita untuk
mengetahui dan memahami definisi sebenarnya dari mood, tipe-tipe gangguan mood,
factor resiko dan lain sebagainya dan dapat mengakibatkan seseorang bunuh diri.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penjelasan pengertian mood dan bunuh diri?
2. Apa saja tipe-tipe gangguan mood ?
3. Bagaimana perspektif teoritis tentang gangguan Mood dan bunuh diri?
4. Apa saja faktor-faktor biologis gangguan mood dan bunuh diri?
5. Bagaimana penanganan gangguan mood?
6. Bagaimana mood bisa mempengaruhi seseorang untuk melakukan bunuh diri?

1
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian gangguan mood dan bunuh diri
2. Untuk mengetahui tipe-tipe gangguan mood
3. Untuk Mengetahui dan memahami perspektif teoritis tentang gangguan mood dan
bunuh diri
4. Untuk mengetahui tentang factor biologis gangguan mood dan bunuh diri
5. Untuk memahami dan mengetahui bagaimana penangan gangguan mood
6. Untuk mengetahui hubungan mood dengan bunuh diri.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mood dan Bunuh Diri


Mood adalah kondisi perasaan yang terus ada yang mewarnai kehidupan
psikologis kita. Perasaan sedih atau depresi bukanlah hal yang abnormal dalam
konteks peristiwa atau situasi yang penuh tekanan. Namun orang dengan gangguan
mood (mood disorder) mengalami gangguan mood yang luar biasa parah atau
berlangsung lama dan mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi dalam
memenuhi tanggung jawab secara normal. Setiap tahunnya, sekitar 7% orang amerika
menderita gangguan mood (USDHHS, 1999a). sejumlah orang mengalami depresi
berat bahkan ketika semua hal tampak berjalan lancar, atau saat mereka menghadapi
peristiwa yang sedikit membuat kesal yang dapat di terima dengan mudah oleh orang
lain. Sebagian lainnya mengalami perubahan mood yang ekstrem. Mereka bagaikan
menaiki roller coaster emosional dengan ketinggian yang membuat pusing dan
turunan yang bukan kepalang ketika dunia di sekitar mereka tetap stabil.
Bunuh diri adalah sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian diri
sendiri. Bunuh diri seringkali di lakukan akibat putus asa, yang penyebabnya
seringkali di kaitkan dengan gangguan jiwa misalnya depresi, gangguan bipolar,
skizofrenia, ketergantungan alcohol/alkoholisme, atau penyalahguanaan obat.
Pemerintah vederal memperkirakan sekitar 60% orang yang melakukan bunuh diri
telah menderita gangguan mood (National Strategy For Suicide Prevention, 2001).
B. Tipe-tipe Gangguan Mood
Ada beberapa tipe gangguan mood, termasuk dua jenis gangguan depresi,
yaitu gangguan depresi mayor dan gangguan distimik, serta dua jenis gangguan
perubahan mood, yaitu gangguan bipolar dan gangguan siklotimik. Sedangkan
gangguan depresi di anggap unipolar karena gangguan ini terjadi hanya pada satu arah
atau kutub emosional kebawah. Gangguan yang melibatkan perubahan mood adalah
bipolar. Gangguan ini melibatkan ekses baik depresi maupun rasa girang, biasanya
dalam pola yang saling bergantian.
Mood yang menurun lebih banyak terjadi pada mahasiswa tingkat pertama di
banding pada mahasiswa tingkat senior atau pascasarjana, di mana hal ini dapat
merefleksikan kesulitan-kesulitan yang di alami banyak mahasiswa baru untuk
menyesuaikan diri dengan kehidupan kampus. Bagi sebagian besar dari kita,

3
perubahan mood berlalu dengan cepat dan tidak cukup parah, sehingga tidak
mempengaruhi gaya hidup atau kemampuan kita untuk berfungsi dengan normal.
Bagi orang-orang dengan gangguan mood, termasuk gangguan depresi dan gangguan
bipolar, perubahan mood yang terjadi lebih parah atau lebih lama dan mempengaruhi
fungsi sehari-hari.
Berikut adalah tipe-tipe Gangguan Mood:
1. Gangguan Depresi Mayor
Diagnosis dari gangguan depresi mayor ( major depressive disorder)
didasarkan pada munculnya satu atau lebih episode depresi mayor tanpa
adanya riwayat episode manik(Manic) atau hipomanik (hypomanic).
Dalam episode depresi mayor, orang tersebut mengalami salah satu
diantara mood depresi( merasa sedih, putus asa atau “terpuruk”) atau
kehilangan minat/rasa senang dalam semua atau berbagai aktivitas atau
periode waktu sedikit dalam 2 minggu (APA,2000). Orang dengan
gangguan depresi mayor juga memiliki selera makan yang buruk,
kehilangan atau bertambah berat badan secara mencolok, memiliki
masalah tidur atau tidur terlalu banyak, dan menjadi gelisah secara fisik,
atau pada ekstrem lainnya menunjukkan lambatnya aktivitas motoric
mereka.
Orang dengan depresi mayor dapat kehilangan minat pada semua
aktivitas rutin dan kegiatan senggang mereka, memiliki kesulitan dalam
berkonsentrasi dan membuat keputusan, memiliki pemikiran yang
menekan akan kematian, dan mencoba bunuh diri. Meski depresi adalah
gangguan psikologis yang dapat didiagnosis, lebih dari 40% orang
Amerika yang di-polling dalam survey terkini memersepsikannya sebagai
suatu tanda kelemahan pribadi (Brody, 1992c).
Gangguan depresi mayor adalah tipe yang paling umum dari gangguan
mood yang dapat didiagnisis, dengan perkiraan prevalensi semasa hidup
berkisar antara 10% hingga 25% untuk wanita dan 5% hingga 12% untuk
pria (APA,2000). Di perkirakan 120 juta orang diseluruh dunia menderita
depresi (E. Olson,2001). Sekitar 1 dari 20 orang di Amerika serikat dapat
didiagnosis dengan depresi mayor kapanpun juga (Blazer dkk.,1994).
Depresi mayor, khususnya pada episode yang lebih berat/parah, dapat
disertai dengan ciri psikosis, seperti delusi bahwa tubuhnya digerogoti
4
penyakit (Coryell dkk., 1996). Orang dengan depresi berat juga dapat
mengalami halusinasi, seperti “mendengar” suara-suara orang lain, atau
iblis, yang mengutuk mereka atas kesalahan yang dipersepsikan.
Episode-episode depresi mayor dapat berlangsung dalam jangka
bulanan atau satu tahun atau bahkan lebih( APA, 2000; USDHHS, 1999a).
sejumlah orang mengalami sebuah episode tunggal dengan tingkat
berfungsi yang sepenuhnya kembali seperti semula. Namun,sebagian besar
orang dengan depresi mayor, mungkin sebanyak 85%, kambuh secara
berulang-berulang.
2. Gangguan afektif musiman
Banyak orang yang melaporkan bahwa mood mereka bervariasi sesuai
dengan cuaca untuk sejumlah orang, perubahan musim dari musim
panas ke musim gugur dan musim dingin menyebabkan suatu tipe
depresi disebut dengan gangguan afektif (mood) musiman {seasonal
affective (mood) disorder}. Ciri-ciri SAD mencakup rasa lelah, tidur
yang berlebihan, lapar akankarbohidrat, dan berat badan naik.
3. Depresi pasca melahirkan
Banyak, bahkan hampir semua, ibu-ibu baru mengalami perubahan
mood, periode-periode penuh air mata, dan masa-masa sensitif setelah
melahirkan seorang anak. Perubahan-perubahan mood ini secara umum
disebut “maternity blues,” “post partum blues” atau” baby blues”
(kemurungan setelah melahirkan). Hal ini biasanya berlangsung beberapa
hari dan dianggap sebagai suatu respon yang normal teradap perubahan
hormonal yang terjadi pada waktu kelahiran bayi.dengan adanya
perubahan hormonal yang bergejolak ini,akan menjadi “abnormal’’bagi
kebanyakan wanita bila mereka tidak mengalami beberapa perubahan
dalam kondisi persaaan yang segera melahirkan anak.
Namun,sejauh ibu mengalami perubahan mood yang parah dan
presisten selama beberapa bulan bahkan setahun atau lebih.masalah-
masalah dalam mood ini mengacu pada depresi pasca melahirkan (post
partum depression/PDD).postpartum berasal dari akar bahasa latin post
yang berarti ‘’setelah’’dan parere ,berarti ‘’mengeluarkan’’PPD sering
kali di sertai dengan gangguan dalam selera makan dan dan tidur,
selfeestem yang rendah,serta kesulitan-kesulitan dalam mempertahankan
5
kosentrasi atau perhatian.antara 8% sampai 15% ibu mengalami suatu
gangguan depresi pasca melahirkan yang dapat di didiagnosis setidaknya
pada tingkat keparahan yang sedang ( Campbell & cohn,1991;giltin dan
pasnau,1989.
Depresi pasca melahirkan dianggap suatu bentuk.penelitian
menemukan bahwa depresi pasaca melahirkan biasanya lebih ringan di
bandingkan bentuk-bentuk depresi mayor lainya dan relative lebih cepat
sembuh (whiffen & Gotlib,1993). Meski PPD melibatkan ketidak
seimbangan kimiawi atau hormonal yang terjadi karena
melahirkan,terdapat factor-faktor lain yang diasosiasikan dengan
peningkatan risiko yang mencakup stress,ibu tunggal atau pertama kali
menjadi ibu,masalah keuangaan,perkawinan yang bermasalah,isolasi
sosial,kurangnya dukungan pasangan dan anggota keluarga,riwayat
deprasi,atau memiliki bayi yang tidak di inginkan,sakit ,atau memiliki bayi
yang sulit secara temperamen (forman dkk.,2000;Ritter dkk.,2000swensen
& mazure,2000).mengalami PPD juga meningkatkan risiko bagi wanita
tersebut untuk menderita episode-episode depresi di masa yang akan
datang (philiipps & O’hara,1991).
4. Gangguan Distimik
Gangguan depresi mayor merupakan gangguan yang parah dan di
tandai oleh perubahan yang relatif tiba-tiba dari kondisi seseorang yang
sebelumnya. Bentuk yang lebih ringan dari depresi tampaknya di sebabkan
oleh sesuatu perkembangan kronis yang seringkali bermula pada masa
anak-anak atau remaja. Sebelumnya, formulasi diagnostic dari tipe
kesedihan yang kronis ini di sebut “neurosis depresi” atau “kepribadian
depresi” (Brody, 1995a). di sebut seperti itu dalam usaha untuk
memperhitungkan sejumlah ciri yang umumnya terkait denga neurosis dan
umumnya berada pada tingkat keparahan yang ringan. DSM menyebut
bentuk depresi ini sebagai gangguan distimik (dysthymic disorder) atau
distimia (dysthymia), yang di ambil dari akar bahasa yunani dys, yang
berarti “buruk” atau “sulit” dan thymos, berarti “spirit”.
Orang dengan gangguan distimik merasakan “spirit yang buruk” atau
“keterpurukan” sepanjang waktu, namun mereka tidak mengalami depresi
yang sangat parah seperti yang di alami oleh orang dengan gangguan
6
depresi mayor. Sementara gangguan depresi mayor cenderung parah dan
terbatas waktunya, gang guan distimik relative ringan dan kronis, biasanya
berlangsung selama beberapa tahun (klein dkk., 2000b). keluhan yang
terus-menerus dapat membuat orang lain menganggap mereka perengek
dan pengeluh. Meski gangguan distimik lebih ringan dari pada gangguan
depresi mayor, mood tertekan dan self-es-teem rendah yang terus menerus
dapat mempengaruhi fungsi pekerjaan dan social orang tersebut.
5. Gangguan Bipolar
Orang dengan ganguan bipolar (bipolar disorder) mengendarai suatu
roller coaster emosional, berayun dari satu ketinggian rasa girang
kedalaman depresi tanpa adanya penyebab eksternal episode pertama dapat
berupa manik atau depresi. DSM membedakan dua tipe umum dari
gangguan bipolar, gangguan bipolar 1 dan gangguan bipolar 2. Pada
gangguan bipolar 1, orang tersebut mengalami paling tidak 1 episode
manim secar penuh. Pada gangguan bipolar 2 diasosiasiakan dengan suatu
bentuk maniak yang lebih ringan.
Gangguan bipolar relative tidak umum terjadi, tidak seperti depresi
mayor. Prevalensi gangguan bipolar 1 biasanya dimulai dengan 1 episode
manik, sementara pada wanita bisanya dimulai dengan suatu episode
mayor. Alasan yang mendasari perbedaan gender ini tetap tidak diketahui.
Sedangkan gangguan bipolar 2 terlebih lebih umum terjadi pada wanita.
6. Gangguan siklotimik
Cyclothymia berasal dari akar kata yunani kyklos, yang berarti
“lingkaran” dan thymos “spirit”. Gangguan siklotimik (cyclothymic
disorder) biasanya bermula pada akhir masa remaja atau awal masa
dewasa dan berlangsung selama bertahun-tahun. Terdapat sedikit, bila ada,
periode normal yang berlangung lebih dari sebulan atau dua bulan.
Namun, tidak satupun dari periode mood yang terelevasi atau terdepresi
cukup parah untuk dikenakan diagnosis gangguan bipolar.
Periode dari mood yang terelevasi disebut episode hipomanik, dari
awalan kata yunani hypo, yang berarti “dibawah” atau “kurang dari”.
Episode hipomanik lebih ringan dari pada episode manik dan tidak disertai
dengan masalah sosial atau pekerjaan yang berat yang diasosiasikan
dengan episode manik yang penuh. Selama episode hipomanik,orang akan
7
memiliki perasaan self-asteem yang meningkat,merasa penuh terisi dengan
energy dan kepawaspadaan yang tidak biasa,dan menjadi lebih gelisa
serata muda tersinggung dari pada biasanya.mereka dapat bekerja selama
berjam-jam tanpa begitu merasa lelah atau membutuhkan tidur.
Batasaan anatara gangguan bipolar dengan gangguan siklotimik belum
di tegakan secara jelas.beberapa bentuk gangguan siklotimik dapat
mewakili suatu tipe gangguan bipolar awal yang ringan.kira-kira 33%
orang dengan gangguan siklotimik pada akhirnya akan mengembangkan
gangguan bipolar,suatu gambaran yang kira-kira 33 kali lebih besar di
bandingkan pada populasi umum (USDHHS,1999).saat ini kita kurang
memiliki kemampuan untuk membedakan orang-orang dengan siklotimik
yang cenderung akan mengembangkan gangguan bipolar (Howland &
thase,1993).
C. PERSEKTIF TEORETIS TENTANG GANGGUAN MOOD
1. Stres dan gangguan mood
Pada suatu penilitian,peneliti menemukan bahawa dalam sekitar empat dari
lima khasus,depresi mayor di awali oleh peristiwa kehidupan yang penuh
tekanan.orang juga lebih cenderung untuk menjadi depresi bila mereka
menanggung sendiri tanggung jawab dari peristiwa yang tidak di inginkan,seperti
masalah sekolah,kesulitan keuangan,kehamilan yang tdk di inginkan,masalah
initerpersonal,dan masalah dengan hokum (Hammend & de Mayo,1982).
Meski stress sering berimplikasi pada depresi,tidak semua orang mengalami
stress menjadi depresi. Faktor-faktor seperti keterampilan coping ,bawaan
genetis,dan ketersediaan dukungan social memberikan kontribusi pada
kecenderungan depresi saat menghadapi kejadian yang penuh tekanan (USDHHS
1999 a).pengembangaan depresi juga dapat di pengaruhi oleh penyiksaan atau
trauma di masa lalu. Orang dengan depresi mayor seringkali kurang memiliki
keterampilan yang di butuhkan untuk memecahkan masalah interpersonal dengan
teman,teman sekerja,atau superfisor (Marx,Wiliams,&Claridge,1992).
2. Teori psikodinamika
Teori psikodinamika klasik mengenai depresi dari freud (1917/1957). Freud
mempercayai bahwa berduka atau rasa berkabung yang normal,adalah proses yang
sehat karena dengan n berduka seseorang akhirnya dapat melepaskan dirinya
sendiri secara psikologis dari seseorang yang hilang karena
8
kematian,perpisahan,perceraian,atau alas an lainya .namun,rasa duka yang
patologis tidak mendukung perpisahan yang sehat. Rasa duka patologis cenderung
terjadi pada orang yang memiliki perasaan yang kuat –suatu kombinasi dari
perasan positif (cinta)dan negative(marah,permusuhan)terhadap orang yang telah
pergi atau di takutkan kepergiannya. Freud meneorikan bahwa saat orang merasa
kehilangan, atau bahkan takut kehilangan, figure penting dari orang yang
kepadanya mereka memiliki perasaan ambivalen, perasaan marah mereka
terhadap orang tersebut berubah menjadi kemarahan yang ekstrem. Namun
kemarahan yang ekstrem tersebut memicu rasa bersalah, yang justru mencegah
mereka untuk mengarahkan rasa marah secara langsung kepada orang (disebut
“objek”) yang telah pergi.
Menurut pandangan psikodinamika, gangguan bipolar mewakili dominasi
yang berubah-ubah dari kepribadian individu antara ego dan superego. Dalam fase
depresi, super ego adalah dominan, memproduksi kesadaran yang berlebihan atas
kesalahan-kesalahan dan membanjiri individu dengan perasaan bersalah dan tidak
keberhargaan. Setelah beberapa waktu, ego muncul kembali dan mengambil alih
supremasi, memproduksi perasaan girang dan self-confidence yang menandai fase
manik.
3. Teori humanistic
Menurut kerangka kerja humanistik, orang menjadi depresi saat mereka tidak
dapat mengisi keberadaan mereka dengan makna dan tidak dapat membuat
pilihan-pilihan autentik yang menghasilkan self-fulfillment. Kemudian dunia di
anggap sebagai tempat yang menjemukan. Perasaan bersalah dapat timbul saat
orang percaya bahwa mereka tidak membangkitkan potensi-potensi mereka.
Psikolog humanistic menantang kita untuk memperhatikan kehidupan kita secara
mendalam. Mungkin saja kita telah mencegah tercapainya kebutuhan kita akan
self-actulization.
Seperti teoretikus psikodinamika, teoritikus humanistic juga berfokus pada
hilangnya self-esteem yang dapat muncul saat orang kehilangan teman atau
anggota keluarga, ataupun mengalami kemunduran atau kehilangan dalam
pekerjaan. Bila identitas peran ini hilang, melalui kematian seorang pasangan,
perginya anak-anak untuk kuliah, atau hilangnya suatu pekerjaan, sense of
purpose dan self-worth kita dapat terguncang. Depresi adalah konsekuensi yang
sering terjadi dari kehilangan yang seperti itu. Terutama jika kita medasarkan self-
9
esteem kita pada peran pekerjaan atau kesuksesan. Kehilangan pekerjaan,
turunnya pangkat, atau kegagalan untuk mencapai suatu promosi adalah pemicu
yang biasa dari depresi, terutama bila kita di besarkan untuk menilai diri kita
sendiri berdasarkan kesuksesan pekerjaan.
4. Teori Belajar
Bila pandangan psikodinamika berfokus pada determinan-determinan dalam,
yang sering kali tidak di sadari, dari gangguan mood, toeretikus belajar lebih
memikirkan factor-faktor situasional, seperti kehilangan reinforcement positif.
Kita memiliki kinerja terbaik saat tingkat reinforcement sepadan dengan usaha
kita. Perubahan pada frekuensi atau efektifitas reinforcement dapat mengubah
keseimbangan sehingga kehidupan menjadi tidak berharga.
Reinforcement dan depresi teoretikus belajar Peter Lewinsohn(1974)
menyatakan bahwa depresi di hasilkan dari ketidak seimbangan antara output
perilaku dan input reinforcement yang berasal dari lingkungan. Kurangnya
reinforcement untuk usaha seseorang dapat menurunkan motivasi dan
menyebabkan perasaan depresi. Ketidakaktifan dan penarikan diri dari lingkungan
sosial menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan reinforcement dan
reinforcement yang berkurang akan memperburuk penarikan diri.
penurunan dalam tingkatan reinforcement dapat terjadi karena banyak alasan.
Seseorang yang sedang menyembuhkan diri di rumah dari suatu penyakit serius
atau kecelakaan kemungkinan hanya dapat menemukan sedikit hal yang cukup
reinforcing untuk di lakukan. Reinforcement social dapat hilang saat orang yang
dekat dengan kita, yang menjadi pemberi reinforcement, meninggal atau
meninggalakan kita. Perubahan dalam kondisi kehidupan juga dapat merubah
keseimbangan antara usaha dan reinforcement. Menganggur dalam waktu yang
lama dapat mengurangi reinforcement keuangan, yang nantinya akan
menyebabkan penurunan yang menyakitkan dalam gaya hidup. Apapun akar
penyebab dari depresi, suatu pendekatan penanganan behavioral yang mendorong
orang dengan depresi untuk meningkatkan tingkat aktivitas yang menyenangkan
dan memberikan mereka keterampilan untuk melakukannya seringkali membantu
dalam menyembuhkan depresi.
5. Teori Interaksi
Teori interaksi di dasarkan pada konsep interaksi timbal balik. Perilaku
seseorang mempengaruhi, dan sebaliknya di pengaruhi oleh perilaku orang lain.
10
Teori ini meyakini bahwa orang yang mudah depresi bereaksi terhadap stres
dengan menuntut di beri keyakinan dan dukungan social yang lebih besar.
Awalnya orang yang menjadi depresi dapat sukses dalam mengumpulkan
dukungan. Namun setelah beberapa waktu, tuntutan dan perilaku mereka mulai
menimbulkan kemarahan dan kejengkelan. Orang yang depresi dapat bereaksi
terhadap penolakan dengan depresi yang lebih dalam dan tuntutan yang lebih
tinggi. Mereka cenderung tidak bertanggung jawab, tidak melibatkan diri, dan
bahkan tidak sopan saat berinteksi dengan orang lain. Mereka bahkan berkutat
dengan perasaan negative mereka saat berinteraksi dengan orang yang tak di
kenal. Akibatnya, mereka membuat orang lain kecewa dan membentuk tahap-
tahap penolakan.
6. Teori Kognitif
Menghubungkan antara asal mula dan bertahannya depresi dengan cara-cara
bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri dan dunia di sekitarnya. Teori
kognitif meyakini bahwa orang yang mengadopsi cara berpikir yang negative ini
memiliki risiko yang lebih besar untuk menjadi depresibila di hadapkan pada
pengalaman hidup yang menekan atau mengecewakan, seperti mendapat nilai
buruk atau mendapat pekerjaan. Keyakinan-keyakinan ini akan membuat mereka
menjadi lebih sensitive di kehidupan selanjutnya sehingga menginterpretasikan
kegagalan atau kekecewaan apapun sebagai refleksi dari sesuatu yang pada
dasarnya salah satu tidak adekuat mengenai diri mereka sendiri. Kekecewaan kecil
dan kegagalan pribadi menjadi “di besar-besarkan melampaui proporsinya.”
Bahkan suatu kekecewaan kecil dapat menjadi hempasan yang merusak atau
kekalahan total, yang dapat menyebabkan depresi.
Contoh kasus:
Kesalahan berfikir dalam sebuah kasus depresi
Cristie adalah seorang agen real estate berusia 33 tahun yang
mengalami episode depresi secara berulang-ulang. Setiap kali gagal menjual,
iya akan menyalahkan dirinya sendiri: “bila saja saya bekerja lebih keras…
lebih baik dalam bernegosiasi.. berbicara dengan lebih persuasif… penjualan
itu pasti sudah terjadi”. Setelah sejumlah kekecewaan yang beruntun, masing-
masing diikuti oleh self-recriminations, ia merasa benar-benar ingin keluar
dari pekerjaannya. Cara berfikirnya menjadi makin didominasi oleh pikiran-
pikiran negatif,yang membuat mood-nya menjadi semakin lebih tertekan dan
11
menurunkan self-esteem-nya: “saya seorang pecundang.. saya tidak akan
pernah sukses.. ini semua kesalahan saya.. saya tidak ada gunanya dan saya
tidak akan pernah sukses… dalam apapun juga”.
Pikiran Christie mencakup kesalhan-kesalahan kognitif sebagai berikut:
(1) Personalisasi( meyakini bahwa dirinya merupakan satu-satunya penyebab
dari peristiwa-peristiwa negative)
(2) Memberi label dan salah melabel (melabel dirinya sendiri sebagai seorang
pecundang)
(3) Generalisasi yang berlebihan (meramalkan suatu masa depan yang suram
dengan berdasarkan pada kekecewaan masa kini)
(4) Filter mental (menilai kepribadiannya secara keseluruhan berdasarkan
kekecewaannya).

Dalam terapi, christie dibantu untuk berfikir lebih realitis mengenai


peristiwa-peristiwa yang terjadi dan untuk tidak mudah mengambil
kesimpulan bahwa ia secara otomatis bersalah bila suatu penjualan gagal
diselesaikan, atau untuk tidak menilai keseluruhan pribadinya berdasarkan
kekecewaan atau kelemahan yang dipersepsikan dalam dirinya. Menggantikan
gaya pikirnya yang self-defeating, ia mulai berfikir lebih realistis saat
kekecewaan terjadi, seperti mengatakan pada dirinya sendiri, “oke, saya
kecewa. Saya frustasi. Saya merasa kesal. Lalu kenapa? Ini tidak berarti saya
tidak akan pernah sukses. Biar saya menemukan apa yang salah dan mencoba
memperbaikinya lain kali. Saya harus melihat kedepan, tidak tenggelam
memikirkan kekecewaan dimasa lalu.”

7. Teori Ketidak berdayaan (Atribusional)


Pada teori ini orang belajar untuk memandang dirinya sebagai tidak berdaya
karena pengalaman-pengalamannya. Oleh karena itu, model ketidak berdayaan
yang di pelajari menggabungkan teori behavioral dan kognitif: factor-faktor
situasional membentuk sikap yang menyebabkan depresi. Saat kekecewaan atau
kegagalan muncul, kita menjelaskannya dalam berbagai cara yang memiliki
berbagai karakteristik. kita dapat menyalahkan diri kita sendiri (suatu atribusi
internal), atau kita dapat menyalahkan situasi yang kita hadapi (suatu atribusi
eksternal). Kita dapat melihat pengalaman buruk sebagai kejadian-kejadian yang
melekat dengan karakteristik kepribadian (atribusi stabil) atau sebagai peristiwa

12
yang terpisah (suatu atribusi yang tidak stabil) kita dapat melihatnya sebagai bukti
dari masalah yang lebih luas (suatu atribusi global) atau sebagai suatu bukti dari
kelemahan tertentu yang terbatas (suatu atribusi spesifik).

8. Persfektif teoritis tentang Bunuh Diri


Bunuh diri mewakili kemarahan yang diarahkan kedalam yang menjadi
bersifat membunuh. Jadi, orang yang bunuh diri tidak berusaha menghancurkan
dirinya sendiri. Mereka malah mencari cara untuk mengekspresikan rasa marah
mereka terhadap representasi internal atas objek cintanya. Dengan melakukannya,
mereka tentu saja juga menghancurkan diri mereka sendiri. Mereka yang tersesat,
tanpa identitas, tidak berakar lebih cenderung untuk melakukan bunuh diri.
Teoretikus sosiokultural juga percaya bahwa aliensi (keterasingan) dalam
masyarakat saat ini dapat memainkan suatu peran dalam bunuh diri. Dalam
masyarakat kita yang modern dan terus bergerak, orang sering kali bepergian
ratusan atau ribuan mil ke sekolah atau tempat kerja para eksekutif dan
keluarganya dapat berpindah-pindah setiap dua tahun sekali atau lebih.
Teoretikus banyak berfokus pada kurangnya keterampilan pemecahan masalah
untuk menangani tekanan hidup yang berat. Menurut Shneidman (1985), orang
yang melakukan percobaan bunuh diri berharap untuk dapat lari dari rasa sakit
psikologis yang tidak tertahankan dan kemungkinan memersepsikan bahwa tidak
ada jalan keluar lain. Orang yang mengancam atau mencoba bunuh diri juga bisa
mendapatkan simpati serta dukungan dari orang tercintanya atau orang lain, yang
kemungkinan akan mendorong percobaan dimasa depan dan yang lebih
mematikan. Ini bukan berarti bahwa usaha atau tanda-tanda bunuh diri harus
diabaikan. Meski mereka telah mengancam bunuh diri mungkin tidak melakukan
aksinya, ancaman mereka harus dianggap serius. Orang yang melakukan bunuh
diri sering kali mengatakan pada orang lain mengenai niat mereka atau
meninggalkan petunjuk-petunjuk sebelumnya. Lebih lagi, banyak orang
melakukan percobaan bunuh diri yang gagal yang mereka hentikan sebelum
menyakiti diri mereka, akhirnya mereka melanjutkan dengan usaha bunuh diri
yang sesungguhnya (Barber dkk., 1998).

13
D. FAKTOR-FAKTOR BIOLOGIS
a. Faktor-faktor biologis pada Gangguan Mood
1. Faktor-faktor Genetis
Suatu bidang pengetahuan yang semakin berkembang
mengimplikasikan factor-faktor genetis pada gangguan mood. Kita
mengetahui bahwa gangguan mood, termasuk depresi mayor dan terutama
gangguan bipolar, cenderung menurun dalam keluarga (Klein dkk.,
2001;USDHHS,1999a). namun, keluarga berbagi kesamaan lingkungan seperti
halnya gen. anggota keluarga dapat berbagi mata biru(atribut keturunan)
namun juga agama yang sama (atribut Budaya). Seseorang yang menderita
suatu gangguan mood mayor(depresi mayor atau gangguan bipolar), maka
semakin besar kemungkinan orang yang dekat dengannya juga akan menderita
suatu gangguan mood mayor (misalnya, Vincent dkk., 1999).
Penelitian terhadap anak kembar dan anak yang di adopsi memberikan
bukti tambahan pada suatu konstribusi genetis. Angka concordance
(keselarasan) yang lebih tinggi antara kembar satu telur (Monozigotik/MZ)
disbanding kembar dua telur (dizigotik/DZ) untuk suatu gangguan tertentu
dianggap sebagai bukti pendukung dari adanya factor genetis. Kedua tipe
kembar tersebut memiliki lingkungan yang sama, namun kembar MZ berbagi
100% dari genetis mereka bila dibandingkan dengan 50% untuk kembar DZ.
namun, genetis bukanlah satu-satunya determinan dari depresi mayor, juga
bukan determinan yang paling penting. Faktor-faktor lingkungan,seperti
pemaparan terhadap peristiwa yang penuh tekanan, tampaknya memainkan
peran yang paling tidak sama besarnya bila tidak lebih besar dibandingkan
dengan genetik. Tampaknya depresi mayor adalah suatu gangguan yang
kompleks yang disebabkan oleh suatu kombinasi dari factor-faktor genetis dari
lingkungan, untuk factor-faktor genetis dapat memainkan peranan yang lebih
besar dalam menjelaskan gangguan bipolar dari pada depresi unipolar (depresi
mayor) (krehbiel 2000).
2. Factor-faktor biokimia dan abnormalitas otak dalam depresi
Pasien hipertensi (tekanan darah tinggi) yang meminum obat reserpine
sering menjadi depresi. Reserpine menurunkan suplai dari berbagai
neurontransmiter di dalam otak, termasuk norepinephrine dan serotonin
pandangan yang lebih kompleks mengenai peran neorontransmiter dalam
14
depresi sedang berkembang. Masalah masalah yang lebih lanjut yang rumit
adalah terdapatnya sejumlah tipe reseptor yang berbeda untuk setiap
neurotransmitter, kemungkinan akan juga ada banyak subtype untuk setiap
tipe. Fungsi dari antidepresan tertentu dapat spesifik pada tipe atau subtype
tertentu dari reseptor. Metode lain dari penelitian berfokus pada kemungkinan
abnormalitas dalam korteks prefrontal, area dari lobus frontal yang teletak di
depan area motorik. Korteks prefrontal terlibat dalam pengaturan
neurotransmitter yang dipercaya terlibat dalam gangguan mood, termasuk
strenosonin dan norepineprin, sehingga tidak mengagetkan bila bukti
menunjukkan ketidak aturan pada bagian otak ini. Peneliti lain menemukan
bahwa MRI scan dsri otak orang-orang dengan gangguan bipolar
menunjukkan bukti adanya abnormalitas structural pada bagian otak yang
terlibat dalam pengaturan kondisi mood.

b. Factor-faktor biologis pada bunuh diri


Penurunan aktifitas serotonin ditemukan pada banyak orang yang mencoba
atau melakukan bunuh diri. Oleh karea menurunnya ketersediaan serotonin terkait
dengan depresi, maka hubungannya dengan bunuh diri tidaklah mengherankan.
Namun, serotonin bekerja untuk membatasi atau menghambat aktivitas system
saraf, sehingga mungkin kurangnya aktivitas serotonin menyebabkan disinhibition
atau pelepasan dari perilaku impulsive yang mengambil bentuk tindakan bunuh
diri pada individu yang rapuh. Bunuh diri juga cenderung menurun dalam
keluarga, yang menandakan adanya factor genetis. Bukti dari suatu penelitian baru
tentang anak kembar menunjukkan bahwa dari 9 pasangan kembar dimana
keduanya melakukan bunuh diri, 7 diantaranya dalah kembar MZ dan dua adalah
kembar DZ. Secara keseluruhan, kira-kira 1 dari 4 orang yang mencoba bunuh diri
memiliki 1 anggota keluarga yang telah melakukan bunuh diri.
Bunuh diri terkait dengan suatu jaringan yang kompleks dari berbagai factor,
dan untuk mempredeksinya tidaklah mudah. Namun jelas bahwa banyak bunuh
diri yang dapat dicegah bila orang dengan pasangan ingin bunuh diri menerima
penanganan untuk gangguan yang mendasari perilaku bunuh diri,termasuk
depresi, skizofrenia, serta penyalah gunaan alat alcohol dan zat. Kita juga
memerlukan strategi yang menekankan pada pemeliharaan harapan selama masa-
masa stress berat (malonedkk., 2000).
15
E. PENANGANAN GANGGUAN MOOD
1. Pendekatan psikodinamika
Bertujuan membantu orang yang depresi untuk memahami perasaan mereka
yang ambivalen terhadap orang orang penting dalam hidup mereka yang telah
hilang atau atau yang terancam akan hilang dengan menggali perasaan-perasaan
marah terhadap objek yang hilang ini, mereka dapat mengarahkan rasa marah
keluar melalui ekspresi verbal melalui persaan misalnya dan bukan
membiarkannya menjadi lebih buruk dan mengarah ke dalam. Model-model
psikoterapi untuk depresi yang lebih baru telah muncul dari aliran interpersonal
atas terapi psikodinamika yang dasarnya diambil dari hasil penelitian harry stack
sulivan.
2. Pendekatan behavioral
Beranggapan bahwa perilaku depresi dipelajari dan dapat dihilangkan. Terapis
perilaku bertujuan untuk secara langsung memodifikasi perilaku dan bukan untuk
menumbuhkan kesadaran terhadap kemungkinan penyeban yang tidak disadari
dari perilaku-perilaku yang ini. Terapi perilaku telah terbuksti menghasilkan
keuntungan yang cukup berarti dalam menangani depresi untuk orang dewasa dan
juga remaja.contohnya, para peserta belajar bagaimana menerima dan mengelak
ujian dan bagaimana cara meminta teman-teman untuk bergabung dengannya
dalam suatu aktivitas dengan tujuan meningkatkan frekuensi dan kualitas dari
interaksi social mereka peserta diajarkan untuk menyusun suatu rencana, untuk
berpikir lebih konstruktif serta untuk membuat suatu rencana sepanjang hidup
dalam mempertahankan hasil penanganan dan mencegah kambuhnya depresi.
3. Pendekatan kognitif
Yaitu membantu klien menyadari dan memperbaiki pola berpikir yang
terdistorsi terotrikus kognitif percaya bahwa pikiran yang terdistorsi memainkan
suatu peran kunci dalam perkembangan depresi. Artinya, orang yang depresi
cenderung untuk berfokus pada bagaimana perasaan mereka dan bukan pada
pikiran-pikiran yang mungkin mendasari kondisi perasaan mereka serta, mereka
biasanya memberikan lebih banyak perhatian pada bagaimana buruknya perasaan
mereka disbanding pada pikiran-pikiran yang kemungkinan memicu atau
mempertahankan mood yang depresi.

16
Teoritis kognitif menyatakan bahwa kesalahan-kesalah kognitif dapat
menyebabkan depresi bila kesalahan-kesalahan tersebut dibiarkan mengobrak
abrik pikiran individu tanpa adanya tantangan. Terapi kognitif membantu klien
untuk menyadari adanya distorsikognitif dan mengganti distorsi tersebut dengan
pikiran-pikiran alternative yang lebih rasional.
4. Pendekatan biologis
Pendekatan-pendekatan biologis yang paling umum untuk menangani
gangguan mood melibatkan penggunaan obat-obatan anti depresan dan terapi
elektro konfusif untuk depresi secara lipium karbonat untuk gangguan bipolar.

F. HUBUNGAN MOOD DENGAN BUNUH DIRI


Gangguan mood sering dihubungkan dengan bunuh diri. Meski wanita lebih
cenderung untuk mencoba bunuh diri, sebenarnya lebih banyak laki-laki yang
berhasil, mungkin karena mereka memiliki cara yang lebih mematikan. Orang lanjut
usia bukan orang muda lebih cenderung untuk melakukan bunuh diri, dan angka
bunuh diri diantara orang lanjut usia tampak meningkat. Orang yang mencoba bunuh
diri sering kali depresi, namun mereka secara umum masih memiliki kontak dengan
realitas. Mereka mungkin kurang memiliki keterampilan pemecahan masalah yang
efektif dan tidak melihat ada jalan lain untuk menghadapi stress kehidupan selain
bunuh diri. Suatu perasaan tidak berdaya juga tergambarkan secara mencolok dalam
kasus-kasus bunuh diri.

17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mood merupakan kondisi perasaan yang terus mewarnai keadaan psikologis
kita. Kebanyakan seseorang yang merasa depresi atau sedih dikarenakan sesuatu
seperti ditolak seseorang,gagal dalam ujian, atau mengalami kesulitan keuangan
mengalami gangguan mood. Entah itu gangguan mood bipolar ataupun unipolar,
gangguan mood terbagi menjadi beberapa tipe yang didalamnya terdapat kasus-kasus
gangguan mood. Gangguan mood ini biasanya berlangsung sangat lama, tidak seperti
biasanya atau parah dan cukup serius sehingga menghambat fungsi sehari-hari.
Sedangkan bunuh diri adalah suatu tindakan untuk melukai diri sendiri yang biasa
dipengaruhi karena adanya gangguan mood, dan adanya penyakit fisik dan sangat
menyakitkan dan tanpa harapan mencari pelarian dari penderitaan mereka dengan cara
mengakhiri hidup mereka.
B. SARAN
Jika seseorang mengalami gangguan mood atau depresi dikarenakan sesuatu,
maka cobalah untuk menghiburnya dengan cara melakukan pendekatan dan
meyakinkannya akan sesuatu yang membuat ia merasa putus asa. Jika seseorang
tersebut sampai mencoba untuk melakukan bunuh diri, maka bersikaplah simpatik dan
memberikan rasa nyaman kepada orang tersebut sehingga orang tersebut akan merasa
bahwa dirinya masih ada yang memperdulikannya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Jeffrey S.Nevid, Spencer A. Rathus, Beverly Greene.2005.Psikologi Abnormal/Edisi Kelima/


Jilid 1.ciracas,Jakarta: ERLANGGA.

19

Anda mungkin juga menyukai