Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit jantung coroner (PJK) ialah penyakit jantung yang
terutama disebabkan oleh penyempitan arteri koronaria akibat
proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya. PJK
merupakan sosok penyakit yang sangat menakutkan dan masih
menjadi masalah baik di Negara maju maupun Negara
berkembang. Di USA setiap tahunnya 550.000 orang meninggal
karena penyakit ini. Di eropa diperhitungkan 20-40.000 orang dari
satu juta penduduk menderita PJK. Hasil survey yang dilakukan
departemen kesehatan RI menyatakan prevalensi PJK di Indonesia
dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan, sekarang (tahun
2000-an) dapat dipastikan, kecenderungan penyebab kematian di
Indonesia bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit kardiovaskular
(antara lain PJK) dan degeneratif.
Manifestasi klinik PJK yang klasik adalah angina pectoris.
Angina pectoris ialah suatu sindroma klinis dimana didapatkan sakit
dada yang timbul pada waktu melakukan aktivitas karena adanya
iskemik miokard. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi > 70%
penyempitan arteri koronaria. Angina pectoris dapat muncul
sebagai angina pectoris stabil (APS, stable angina), dan keadaan
ini bisa berkembang menjadi lebih berat dan menimbulkan
sindroma coroner akut (SKA) atau yang dikenal sebagai serangan
jantung mendadak (heart attack) dan bisa menyebabkan
kematian.(Abdul Majid, 2007)

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan coronary artery disease?
2. Bagaimana etiologi dari coronary artery disease?
3. Bagaimana patofisiologi coronary artery disease?
4. Bagaimana manisfestasi klinik coronary arteri disease?
5. Apa saja komplikasi dari coronary artery disease?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari coronary artery disease?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari pemeriksaan coronary arteri
disease?
8. Bagaimana pencegahan coronary artery disease?

C. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui
prinsip kerja dari alat-alat yang digunakan dalam pemeriksaan CAD
( Coronary Artery Disease) serta prosedur dan teknik-teknik yang
digunakan dalam pemeriksaan.

D. MANFAAT
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah mahasiswa
dapat lebih memahami tentang nama dan prinsip kerja dari alat-alat
yang diguanakan pada pemeriksaan Coronary Arteri Disease.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung
yang timbul akibat adanya penyempitan pada arteri koronaria,
sehingga mengganggu aliran darah ke otot jantung. Penyebab
terbanyak dari penyempitan tersebut adalah arterosklerosis (Lubis,
2007). Penyakit Kardiovaskular (PKV) yang di dalamnya termasuk
PJK menempati urutan pertama penyebab kematian yaitu 16%
pada Survei Kesehatan Rumah Tangga(SKRT) 1992. Pada SKRT
1995 meningkat menjadi 18,9%. Hasil Sensus Kesehatan
Masyarakat 2001 menunjukan angka kejadian PJK meningkat
menjadi 26,4% (Yahya, 2007).
Peningkatan prevalensi tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain asupan lemak yang tinggi dan kurangnya tubuh
dalam melakukan aktivitas fisik. Proses PJK didahului oleh proses
arterosklerosis, berawal dari penumpukan kolesterol terutama Low
Density Lipoprotein (LDL) di dinding arteri (Kusmana, 2007). Hal
tersebut mengakibatkan pembuluh darah koroner menyempit,
sehingga pasokan oksigen dan darah berkurang yang
menyebabkan kinerja jantung terganggu dan menimbulkan nyeri
dada (Maulana,2007). (Ayu Candra Rahmawati,dkk)

3
B. ETIOLOGI
Adanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada
intima bermula berupa bercak fibrosa (fibrous plaque) dan
selanjutnya terjadi ulserasi, pendarahan, kalsifikasi dan trombosis.
Perjalanan dalam kejadian aterosklerosis tidak hanya disebabkan
oleh faktor tunggal, akan tetapi diberati juga banyak faktor lain
seperti : hipertensi, kadar lipid, rokok, kadar gula darah yang
abnormal.
Adapun beberapa hal yang termasuk dalam ciri penyakit jantung
coroner yaitu:
1. Stable Angina Pectoris
Kebutuhan metabolik otot jantung dan energi tak dapat
dipenuhi karena terdapat stenosis menetap arteri koroner yang
disebabkan oleh proses aterosklerosis. Keluhan nyeri dada
timbul bila melakukan suatu pekerjaan. sesuai dengan berat
ringannya pencetus dibagi atas beberapa tingkatan :
a) Selalu timbul sesudah latihan berat.
b) Timbul sesudah latihan sedang ( jalan cepat 1/2 km)
c) Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m)
d) Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa)
2. Unstable ungina pectoris
Disebabkam primer oleh kontraksi otot poles pembuluh
koroner sehingga mengakibatkan iskeia miokard. patogenesis
spasme tersebut hingga kini belum diketahui, kemungkinan
tonus alphaadrenergik yang berlebihan (Histamin, Katekolamin
Prostagglandin). Selain dari spame pembuluh koroner juga
disebut peranan dari agregasi trobosit. penderita ini mengalami
nyeri dada terutama waktu istirahat, sehingga terbangun pada
waktu menjelang subuh.
Manifestasi paling sering dari spasme pembuluh coroner
ialah variant (prinzmental). Elektrokardiografi tanpa serangan

4
nyeri dada biasanya normal saja. Pada waktu serangan didapati
segmen ST elevasi. Jangan dilakukan uji latihan fisik pada
penderita ini oleh karena dapat mencetuskan aritmia yang
berbahaya. Dengan cara pemeriksaan teknik nuklir kita dapat
melihat adanya iskemia saja ataupun sudah terjadi infark.
3. Infark Miokard Akut (IMA)
Kebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari
pengobatan karena rasa sakit didada. Namun demikian
,gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien yang datang untuk
melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang
merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat
berkembang menjadi syok dan eadem pulmonal, dan ada pula
pasien yang baru saja tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal.
Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit
seperti angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka
disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada atau
perasaan akan datangnya kematian.
Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina
,maka ia tabu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan
angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan
dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu
pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal
dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya
yang bisa kemudian menghilang berkurang dan bisa pula
bertahan berjam-jam malahan berhari-hari. Nausea dan
vomitus merupakan penyerta rasa sakit tsb dan bisa hebat,
terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya.
Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik,
mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal,
dari mana ia menyebar kedua lengan,kerongkongan atau dagu,
atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik

5
cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau
pancreatitis akut) .
Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit.
Namun hila pasienpasien ini ditanya secara cermat,mereka
biasanya menerangkan adanya gangguan pencernaan atau
rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya sedikit
menimbulkan rasa tidak enak/senang. Sekali-sekali pasien akan
mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang
kelelahan) dan bukanya tekanan pada substernal.Sekali-sekali
bisa pula terjadi cekukan/singultus akibat irritasi diapragma oleh
infark dinding inferior. Pasien biasanya tetap sadar ,tetapi bisa
gelisah, cemas atau bingung. Syncope adalah jarang, ketidak
sadaran akibat iskemi serebral, sebab cardiac output yang
berkurang bisa sekali-sekali terjadi.Bila pasien-pasien ditanyai
secara cermat, mereka sering menyatakan bahwa untuk masa
yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu)
,rasa sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi
baik tidak terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka mulai
merasa distres/rasa tidak enak substernal yang tersamar atau
gangguan pencernaan (gejala-gejala permulaan/ancaman
/pertanda).
Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa
merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil
(unstable angina) dan bahwasanya dibutuhkan pengobatan
yang lebih agresif. Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan
wajah pucat bagai abu dengan berkeringat , kulit yang dingin
.walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai. Nadi
biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit
atau inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai
membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu meninggi
untuk beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih

6
tinggi, dan kemudian perlahan-lahan turun ,kembali normal pada
akhir dari minggu pertama.( T. Bahri Anwar Djohan,2004)
Selain itu, ada beberapa faktor resiko yang dapat memicu
terjadinya penyakit jantung coroner, dimana resiko ini ada yang
dapat di ubah dan ada yang tidak dapat di ubah.
Adapun resiko yang dapat di ubah yaitu:
1. Diabetes Mellitus
Kondisi DM juga memperparah kondisi pembuluh
darah koroner. Berdasarkan hasil penelitian Framingham,
satu dari dua orang penderita DM akan mengalami
kerusakan pembuluh darah dan peningkatan risiko serangan
jantung. Kondisi obesitas juga menicu terjadinya PJK. Fakta
menunjukkan bahwa penumpukan lemak dibagian sentral
tubuh akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan
pembuluh darah (Trevoy,2009). Kurangnya aktivitas fisik dan
pola makan yang tidak sehat juga memicu terjadinya
penyakit jantung koroner. Beberapa studi menunjukkan
adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan penyakit
jantung dan pembuluh darah. Aktivitas fisik akan
memperbaiki sistem kerja jantung dan pembuluh darah
dengan meningkatkan efisiensi kerja jantung.
Pola makan yang tidak sehat berhubungan dengan
sajian yang tidak sehat dan tidak sehat, karena mengandung
kalori, lemak, protein tinggi dan garam tinggi sehingga
mengarah pada kondisi obesitas (PP&PL, Kemenkes
RI,2011) Salah satu kondisi yang cukup signifikan terkait
dengan pola makan yang tidak sehat adalah obesitas atau
overweight. Kondisi tersebut semakin memperberat jantung
untuk memompa jantung. Overweight dan obesitas
berhubungan dengan meningkatnya prevalensi PJK, risko
terjadinya PJK lebih besar terjadi pada laki-laki yaitu sebesar

7
52,5%. Menurut penelitian Mawi, (2003) tentang hubungan
Indeks Massa tubuh (IMT) dengan penyakit jantung koroner
dinyatakan bahwa prevalensi PJK akan semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya IMT terutama pada
perempuan. Semakin banyaknya penderita jantung koroner
di Indonesia dan tingginya angka kunjungan ke rumah sakit
karena adanya keluhan yang tidak disadari pasien, akan
membutuhkan penanganan khusus untuk menekan
prevalensinya di Indonesia. Prevalensi penyakit jantung
koroner sebagai salah satu penyakit jantung yang cukup
mematikan di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Perlunya dikaji lebih jauh faktor yang mempengaruhi
kemampuan pasien PJK untuk dapat mengontrol berat
badan.
2. Stress
stress juga memainkan peran penting pada kejadian
penyakit jantung koroner. Beberapa dampak negatif dari
stress adalah perilaku agresif, gugup, frustasi,
kecenderungan merokok dan alkoholik, daya pikir lemah,
peningkatan tekanan darah, denyut jantung dan gula darah
(PP&PL, kemenkes RI,2011). Stress dapat mengakibatkan
tubuh melepaskan hormon stress yang menyebabkan detak
jantung berdegup kencang (Ridwan,2009). Menurut
penelitian Denollet & Brutsaert, 2001, distress emosional
pada pasien jantung koroner memiliki prognosis yang buruk.
Untuk itu diperlukan program rehabilitasi pasca serangan
jantung. Pasien yang menjalani program rehabilitasi jantung
berhasil menurunkan distress emosionalnya sebanyak 64
pasien (43 %, n= 72 pasien). Menurut penelitian Supargo
dkk (1981-1985) dalam Djohan, 2004, didapatkan bahwa
orang yang stress 1,5 kali lebih besar mendapatkan risiko

8
penyakit jantung koroner. Diperlukan pengetahuan dan
pemahaman pasien yang baik tentang PJK agar dapat
mendeteksi gejalanya sejak awal.(Lina Indrawati,2014)
3. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko mayor untuk
terjadinya penyakit jantung, termasuk serangan jantung dan
stroke, dan juga memiliki hubungan kuat untuk terjadinya
PJK sehingga dengan berhenti merokok akan mengurangi
risiko terjadinya serangan jantung. sampai 3 kali. Merokok
sigaret menaikkan risiko serangan jantung sebanyak 2
Sekitar 24 % kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11 %
pada perempuan disebabkan kebiasaan merokok. Meskipun
terdapat penurunan yang progresif proporsi pada populasi
yang merokok sejak tahun 1970-an, pada tahun 1996
sebesar 29 % laki-laki dan 28 % perempuan masih merokok.
Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah prevalensi
kebiasaan merokok yang meningkat pada remaja, terutama
pada remaja perempuan. Orang yang tidak merokok dan
tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki
peningkatan risiko sebesar 20 – 30 % dibandingkan dengan
orang yang tinggal dengan bukan perokok. Risiko terjadinya
PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana orang
yang merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari
memiliki resiko sebesar dua hingga tiga kali lebih tinggi
daripada populasi umum untuk mengalami kejadian PJK.
4. Obesitas
Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan
risiko peningkatan PJK, hipertensi, angina, stroke, diabetes
dan merupakan beban penting pada kesehatan jantung dan
pembuluh darah. Data dari Framingham menunjukkan
bahwa apabila setiap individu mempunyai berat badan

9
optimal, akan terjadi penurunan insiden PJK sebanyak 25 %
dan stroke/ cerebro vascular accident (CVA) sebanyak 3,5
%.
5. Hipertensi Sistemik
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan
resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri,
sebagai akibatnya terjadi hipertropi ventrikel untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi. Kebutuhan oksigen oleh
miokardium akan meningkat akibat hipertrofi ventrikel, hal ini
mengakibat peningkatan beban kerja jantung yang pada
akhirnya menyebabkan angina dan infark miokardium.
Disamping itu juga secara sederhana dikatakan peningkatan
tekanan darah mempercepat aterosklerosis dan
arteriosclerosis, sehingga rupture dan oklusi vaskuler terjadi
20 tahun lebih cepat daripada orang normotensi.
6. Alcohol
Studi Epidemiologi yang dilakukan terhadap beberapa
orang telah diketahui bahwa konsumsi alkohol dosis sedang
berhubungan dengan penurunan mortalitas penyakit
kardiovaskuler pada usia pertengahan dan pada individu
yang lebih tua,tetapi konsumsi alkohol dosis tinggi
berhubungan dengan peningkatan mortalitas penyakit
kardiovaskuler.Peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas kardivaskuler karena aritmia,
hipertensi sistemik, dan kardiomiopati dilatasi.
7. Dyslipidemia
kolesterol total, kolesterol HDL, kadar triglisedrida,
dan rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama merupakan faktor risiko
terhadap kejadian PJK pada usia < 45 tahun.

10
Adapun faktor resiko yang tidak dapat diubah yaitu:
1. Riwayat keluarga
Faktor familial dan genetika mempunyai peranan
bermakna dalam patogenesis PJK, hal tersebut dipakai juga
sebagai pertimbangan penting dalam diagnosis,
penatalaksanaan dan juga pencegahan PJK. Penyakit
jantung koroner kadang-kadang bisa merupakan
manifestasi kelainan gen tunggal spesifik yang berhubungan
dengan mekanisme terjadinya aterosklerotik. The Reykjavik
Cohort Study menemukan bahwa pria dengan riwayat
keluarga menderita PJK mempunyai risiko 1,75 kali lebih
besar untuk menderita PJK (RR=1,75; 95% CI 1,59-1,92)
dan wanita dengan riwayat keluarga menderita PJK
mempunyai risiko 1,83 kali lebih besar untuk menderita PJK
(RR=1,83; 95% CI 1,60-2,11) dibandingkan dengan yang
tidakmempunyai riwayat PJK.
2. Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar terkena serangan
jantung dan kejadiannya lebih awal dari pada
wanita.Morbiditas penyakit PJK pada laki-laki dua kali lebih
besar dibandingkan dengan wanita dan kondisi ini terjadi
hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki darpada
perempuan. Estrogen endogen bersifat protektif pada
perempuan, namun setelah menopouse insiden PJK
meningkat dengan pesat, tetapi tidak sebesar insiden PJK
pada laki-laki Perokok pada wanita mengalami menopouse
lebih dini daripada bukan perokok. Gejala PJK pada
perempuan dapat atipikal, hal ini bersama bias gender,
kesulitan dalam interpretasi pemeriksaan standart (misalnya
: tes latihantreadmill) menyebabkan perempuan lebih jarang
diperiksa dibandingkan laki-laki. Selain itu manfaat prosedur

11
revaskularisasi lebih menguntungkan pada laki-laki dan
berhubungan dengan tingkat komplikasi perioperatif yang
lebih tinggi pada perempuan.
3. Usia Dan Jenis Kelamin
Umumnya, pria berisiko lebih tinggi mengalami PJK pada
usia pertengahan di bandingakan perempuan. Resiko akan
semakin meningkat seiring pertambahan usia. Namun,
resiko terjadinya PJK juga menjadi masalah bagi
perempuan, terutama jika mereka sudah berusia lanjut. Hal
ini di karenakan bahwa adanya perubahan hormonal setelah
menopause di tambah dengan perubahan resiko.(Mamat
Supriyono,2008)

C. PATOFISIOLOGI
Lapisan endotel pembuluh darah coroner yang normal akan
mengalami kerusakan oleh adanya faktor resiko antara lain: faktor
hemodinamik seperti hipertensi, zat-zat vasokonstriktor, mediator
(sitokin) dari sel darah, asap rokok, diet aterogenik, peningkatan
kadar gula darah, dan oksidasi dari LDL-C.
Diantara faktor- faktor resiko PJK, diabetes mellitus,
hipertensi, hiperkolesterolmia, obesitas, merokok dan kepribadian
merupakan faktor-faktor penting yang harus diketahui.
Kerusakan ini menyebabkan sel endotel menghasilkan cell
adhesion molecule seperti sitokin, tumor nekrosis faktor alfa,
kemokin, dan growth factor, basic fibrolast growth faktor. Sel
inflamasi seperti monosit dan T-limfosit masuk ke permukaan
endotel dan migrasi dari endothelium dari sub endotel. Monosit
kemudian berdiferensiasi menjadi makrofag dan mengambil LDL
teroksidasi yang bersifat lebih atherogenik di banding LDL.
Makrofag ini kemudian membentuk sel busa.

12
LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan
menghasilkan respons inflamasi. Sebagai tambahan, terjadi
respons dari angiotensin II, yang menyebabkan gangguan
vasodilatasi, dan mencetuskan efek protombik dengan melibatkan
platelet dan faktor koagulasi.
Akibat kerusakan endotel terjadi respons protektif dan
terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous, plak aterosklerosik, yang di picu
oleh inflamasi. Plak yang terjadi dapat menjadi tidak stabil dan
mengalami ruptur sehingga terjadi sindroma coroner Akut (SKA).
(Abdul Majid,2007)

D. MANIFESTASI KLINIK
Aterosklerosis yang terjadi di arteri coroner seringkali
menyebabkan infark miokard dan angina pectoris. Aterosklerosis
yang terjadi pada arteri yang menyuplai darah pada saraf pusat
akan mengakibatkan terjadinya stroke maupun transient cerebral
ischemia . pada sirkulasi perifer, aterosklerosis dapat menyebabkan
intermitten claudication dan gangrene. Keterlibatan dari sirkulasi
splanchnic dapat menyebabkan iskemik mesentrika. Aterosklerosis
dapat memperngaruhi ginjal seperti stenosis arteri renalis ataupun
penyakit ateroembolik.
Manifestasi aterosklerosis tidak hanya berdasarkan tempat
ia berada, namun juga berdasarkan waktu. Pembentukan
aterosklerosis pada manusia secara khas muncul lebih dari
bertahun-tahun, seringkali lebih dari satu decade. Pertumbuhan
plak aterosklerosis mungkin tidak muncul di pembuluh darah linier,
tapi di pembuluh darah yang mengalami diskontiniutas. Setelah
periode “silent” yang panjang. Aterosklerosis akan memunculkan
manifestasi klinis, manifestasi klinis di aterosklerosis dapat bersifat
kronis (Kasper,2005).

13
Penyakit jantung coroner (PJK) merupakan pembunuh
nomor satu baik bagi pria maupun bagi wanita di amerika serikat.
PJK terjadi ketika plak terbentuk di arteri coroner, yaitu arteri yang
menyuplai darah kaya oksigen menuju jantung. Plak yang terbentuk
akan mempersempit lumen arteri coroner, baik secara total maupun
parsial sehingga menurunkan suplai oksigen bagi jantung. Jantung
merupakan organ aerobic yang suplai oksigennya hanya
bergantung dari perpusi arteri coroner. Terganggunya aliran
oksigen pada arteri coroner akan mengakibatkan iskemia, yang
dapat berkembang menjadi nekrosis atau infark miokard.iskemik
dan nekrosis dari miokard ini dapat mengakibatkan aritma jantung,
yang dapat berujung pada kematian (Homoud, 2008).( Andry
Wihastuti, 2016)

E. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penderita coronary
artery disease yaitu:
1. Infark Miokard
Suatu keadaan dimana terdapat penyempitan pembuluh
darah coroner sehingga mengganggu aliran darah ke otot
jantung dan mengalami kerusakan atau gagal fungsi.
2. Stroke
Yaitu kerusakan otak akibat kurangnya aliran darah ke suatu
area di otak, biasanya disebabkan oleh pembuluh darah yang
tersumbat, darah yang mengandung oksigen tidak dapat
mencapai jaringan otak, sehingga terjadi kematian sel-sel otak.
3. Gagal Jantung
Terjadi apabila jantung gagal untuk memompa darah ke
seluruh tubuh .
Gagal jantung dapat terjadi tiba-tiba (gagal jantung akut) atau
secara bertahap dari waktu ke waktu (gagal jantung kronis).

14
4. Angina Pectoris Stabil (STEMI)
Pada klasifikasi penyakit jantung koroner Angina Pektoris
Stabil Terdapat nyeri dada saat melakukan aktivitas
berlangsung selama 1 – 5 menit dan hilang saat istirahat. Nyeri
dada bersifat kronik (>2 bulan). Nyeri terutama di daerah
retrosternal, terasa seperti tertekan benda berat atau terasa
panas dan menjalar ke lengan kiri, leher, maksila, dagu,
punggung, dan jarang menjalar pada lengan kanan. Pada
pemeriksaan EKG biasanya didapatkan depresi segmen ST.
5. Angina Pektoris Yang tidak stabil ( NSTEMI)
Pada klasifikasi penyakit jantung coroner Angina Pectoris
tidak stabil secara keseluruhan sama dengan penderita angina
stabil. Tapi nyeri lebih bersifat progresif dengan frekuensi yang
meningkat dan sering terjadi saat istirahat. Pada pemeriksaan
EKG biasanya di dapatkan Deviasi segmen ST.
6. Infark Miokard Akut (IMA)
Pada klasifikasi penyakit jantung koroner Infark Miokard Akut
Sering didahului dada terasa tidak enak (chest discomfort).
Nyeri dada seperti tertekan, teremas, tercekik, berat, tajam dan
terasa panas, berlangsung >30 menit bahkan sampai berjam –
jam. Pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak ketakutan,
gelisah, tegang, nadi sering menurun dan elektrokardiografi
menunjukan elevasi segmen ST.
7. Edema Pulmonal
Edema pulmonal dapat disebabkan oleh banyak faktor-
faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung,
yaitu dengan sebutan Cardiogenik Pulmonary Edema. Atau
dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-
cardiogenic pulmonary edema.

15
8. Kematian Mendadak
Peyakit jantung coroner juga menjadi penyebab 80 persen
kematian jantung mendadak. Penyakit jantung coroner(PJK)
adalah pembuluh darah yang memberi makan otot jantung
(pembuluh coroner), serangan janytung terjadi akibat sumbatan
di arteri sehingga darah yang membawa oksigen dan nutrisi
tidak bisa mengaliri jantung. Bila sumbatan ini tidak terbuka
kembali maka bagian jantung yang tidak dialiri darah mulai mati,
makin lama sumbatan ini terjadi makin berat kerusakan jantung
dan jika di biarkan maka akan terjadi kematian
mendadak.(Thiyagu Ramachandaram, 2018)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektrokardiogram Istirahat
EKG istirahat yang normal tidak menyingkirkan diagnosis
angina, meskipun terdapat bukti infark miokard yang telah ada
sebelumnya (gelombang Q, inversi gelombang T, LBBB).
Sebaliknya, ada abnormalitas segmen ST-T minor (repolarisasi)
umum ditemukan pada kebanyakan populasi dan belum tentu
menandakan penyakit coroner. Sensitivitas EKG istirahat (bila
dibandingkan dengan arteriografi coroner) sekitar 50% dan
spesifitas sekitar 70%. Perubahan reversible pada EKG dasar
yang terjadi pada saat episode nyeri dada (pergeseran segmen
ST-T, inversi gelombang T) merupakan tanda penyakit oklusif
coroner. Perubahan-perubahan EKG yang luas dikaitkan
dengan prognosis yang buruk karena berhubungan dengan
penyakit coroner yang berat difus.
2. Radiografi Toraks.
Radiografi toraks biasanya normal pada pasien dengan
angina. Pembesaran jantung dan atau peningkatan vena dapat
menandakan adanya infark miokard atau disfungsi ventrikel kiri

16
sebelumnya. Kadang, adanya aneurisma ventrikel kiri
menyebabkan pembengkakan khas atau klasifikasi dalam
bayangan jantung namun temuan radiografi ini kadang tidak
dapat diandalkan.
3. Tes Latihan
Tes latihan treadmill penting dalam pemeriksaan penunjang
pasien dengan nyeri dada. Pemeriksaan ini harus dibuat
sebagai peluasan alami dari pemeriksaan klinis, dan
memungkinkan pengambilan keputusan kebutuhan invasive
lebih lanjut (arteriografi coroner). Tes latihan yang maksimum,
dibatasi gejala dan dengan pengawasan ketat menggunakan
protocol standar memungkinkan stratifikasi resiko kerjadian
kardiak masa datang.
Sejumlah parameter di evaluasi selama tes, dan meskipun
terdapat penekanan pada perubahan EKG, keadaan pasien,
gejala, TD dan respon penyakit jantung, serta jumlah kerja yang
dicapai penting dalam menentukan prognosis. Tes latihan harus
diawasi oleh dokter atau tenaga medis yang yang terlatih dalam
pemberian bantuan hidup lanjut diarea yang dilengkapi dengan
fasilitas resusitasi lengkap. Protocol latihan harus dapat
diaplikasikan pada berbagai pasien, termasuk anak-anak dan
manula, serta memungkinkan ambang aerobic dicapai dalam
beberapa menit, tersedia sejumlah protocol, namun dalam
prakteknya modifikasi protocol bruce paling banyak digunakan
di pusat-pusat kesehatan. Pada kebanyakan labolatorium-
latihan digunakan treadmill bukannya sepeda ergometri sebagai
stimulus latihan. Treadmill memiliki keunggulan karena berada
dibawah pengawasan supervisor biasa menghasilkan kadar
aktifitas tercapai yang lebih tinggi.
Latihan fisik menghasilkan peningkatan oksigen di miokard
(MVO2), yang akan memprovokasi angina pada pasien dengan

17
PJK bermakna. Selama latihan dinamik, peningkatan MVO2
berkaitan secara linear dengan peningkatan curah jantung yaitu
akibat peningkatan denyut jantung. TD meningkat selama
latihan, dan terutama peningkatan TD sistolik. Kedua hal ini
(denyut jantung puncak x TD sistolik puncak) berkolerasi baik
dengan MVO2 puncak. EKG 12 lead harus direkam selama
latihan dan setelah penghentan tes pada interval hingga denyut
jantung dan TD kembali ketingkat pretes. Perubahan EKG yang
terjadi selama periode pemulihan (sesuai dengan waktu hutang
oksigen) merupakan indicator yang sensitive adanya PJK,
begitu pula waktu yang diperlukan untuk normalisasi.
4. Skintigrafi Radionuklida
Pencitraan radionuklida tidak selalu diperlukan dalam
pemeriksaan rutin pasien angina, namun dapat berguna pada
kelompok tertentu. Pasien menjalani latihan dengan protocol
standar dan radionuklida yang disuntikkan ke dalam vena
perifer, yang kemudian diambil oleh miokard yang terperfusi.
Pasien kemudian di pindai menggunakan kamera gamma atau
satu seri pencitraan tomografi yang direkam ini kemudian
dibandingkan dengan seri kedua saat istirahat yang direkam
dari sudut yang sama. Maka area iskemik dari atau infark yang
reversible dapat didemonstrasikan dan dilokalisasi. Berikan
perhatian pada detil teknis dan interprestasilah citra dengan
teliti, hati-hati pelaporan berlebih jika ingin menghindari ‘positif
palsu’. Stres farmakologis menggunakan berbagai agen dapat
membantu pada pasien yang tidak mampu melakukan latihan.
5. Arteriography Koroner
Arteriografi coroner saat ini merupakan satu-satunya metode
yang menggambarkan anatomi coroner dengan akurat.
Kebanyakan studi klinis tergantung pada demonstrasi anatomi
coroner untuk menentukan prognosis, arteriografi merupakan

18
suatu keharusan yang di dibutuhkan sebelum CABG atau
angioplasty coroner.
Diingris, jumlah kardiolog dan ketersediaan labolatorium
kateterisasi yang relative sedikit membatasi jumlah arteriogram
coroner yang dilakukan setiap tahun.
Arteriografi coroner,meskipun merupakan pemeriksaan
penunjang invasive, merupakan prosedur dengan resiko rendah
dengan morbiditas 0,12% pada pasien elektif. Komplikasi lebih
tinggi pada pasien yang tidak stabil, pasien dengan penyakit
katup aorta tambahan dan dalam keadaan infark miokard akut
atau syok kardiogenik. Arteriography coroner paling sering
dilakukan menggunakan pendekatan femoral perkutan, teknik
judkins, dimana kateter dimasukkan secara retrograde ke dalam
ventrikel kiri, dan masing-masing kedalam kedua cabang arteri
coroner bergantian. Pendekatan alternative dilakukan dari arteri
brakhialis, akses didapatkan dengan memotong (modifikasi
teknik sones) atau menggunakan rute perkutan.
Anatomi coroner bervariasi pada setiap pasien. Terdapat
dua arteri coroner, kiri dan kanan. Segmen pertama arteri
coroner kiri, batang kiri utama, merupakan trunkus komunis
yang terbagi menjadi: cabang anterior, anterior desenden kiri,
dan cabang posterior. RCA biasanya tidak memiliki cabang
utama, namun memasok arteri nodus AV dan arteri desendens
posterior pada 90% kasus (Anatomi dominan kanan). Pada sisa
10% pasien, arteri desenden posterior muncul dari sirkumfleks
kiri (anatomi dominan kiri). Terminology penyakit tiga pembuluh
darah merujuk pada keterlibatan ketiga cabang utama (yaitu
LAD, sikumpleks kiri, dan RCA). Arteriografi coroner biasanya
dikombinasikan dengan ventrikulografi untuk menilai fungsi
sistolik ventrikel dan abnormalitas gerakan dinding.

19
Indikasi penilaian invasive akan berbeda dari satu pusat ke
pusat lain, namun ada consensus umum bahwa arteriografi
coroner diindikasikan pada beberapa kelompok pasien.(Huon H.
Gray,dkk, edisi keempat)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penyakit jantung koroner tidak dapat disembuhkan tetapi
pengobatan dapat membantu mengelola gejala dan mengurangi
kemungkinan masalah seperti serangan jantung. Hal yang perlu
dilakukan adalah:
1. Obat-obatan
Banyak obat berbeda digunakan untuk mengobati penyakit
jantung koroner. Biasanya mereka bertujuan untuk mengurangi
tekanan darah atau memperlebar arteri. Beberapa obat jantung
memiliki efek samping, jadi memerlukan waktu beberapa saat
untuk menemukan obat yang cocok. Obat-obatan jantung tidak
boleh dihentikan tiba-tiba tanpa saran dari dokter karena ada
risiko yang kemungkinan dapat membuat gejala Antiplatelets.
Antiplatelet adalah jenis obat yang dapat membantu
mengurangi risiko serangan jantung dengan menipiskan darah
dan mencegah pembekuan.
2. Prosedur dan Operasi
Jika pembuluh darah seseorang sempit sebagai hasil dari
penumpukan atheroma (endapan lemak) atau jika gejala tidak
dapat dikontrol menggunakan obat, prosedur intervensi atau
pembedahan mungkin diperlukan untuk membuka atau
memotong arteri yang tersumbat.
Beberapa prosedur utama yang digunakan untuk mengobati
arteri yang tersumbat diuraikan di bawah ini yaitu:
a) Angioplasty Koroner

20
Angioplasti koroner juga dikenal sebagai intervensi
koroner perkutan (PCI), angioplasti koroner transluminal
perkutan (PTCA), atau angioplasti balon . Angioplasty
mungkin merupakan prosedur yang direncanakan untuk
beberapa orang dengan angina, atau perawatan yang
mendesak jika gejalanya telah menjadi tidak stabil. Memiliki
angiogram koroner akan menentukan apakah cocok untuk
perawatan. Angioplasti koroner juga dilakukan sebagai
pengobatan darurat selama serangan jantung. Selama
angioplasty, sebuah balon kecil dimasukkan untuk
mendorong jaringan lemak di arteri yang menyempit ke arah
luar. Ini memungkinkan darah mengalir lebih mudah. Sebuah
stent logam (tabung kawat) biasanya ditempatkan di arteri
untuk menahannya terbuka. Stent obat-eluting juga bisa
digunakan. Obat-obatan pelepas ini menghentikan
penyempitan arteri lagi.
b) Pembedahan Arteri Koroner
memotong graft Pencitraan pintas arteri koroner
(CABG) juga dikenal sebagai operasi bypass, bypass
jantung, atau operasi bypass arteri koroner. Ini dilakukan
pada pasien di mana arteri menjadi menyempit atau
terhambat. Angiogram koroner akan menentukan apakah
klien cocok untuk perawatan tersebut. Off-pump coronary
artery bypass (OPCAB) adalah jenis operasi bypass arteri
koroner. Ini dilakukan ketika jantung terus memompa darah
dengan sendirinya tanpa perlu mesin jantung-paru. Sebuah
pembuluh darah dimasukkan (dicangkokkan) antara aorta
(arteri utama yang meninggalkan jantung) dan bagian dari
arteri koroner di luar menyempit. atau area yang diblokir.
Kadang-kadang salah satu arteri klien sendiri yang memasok
darah ke dinding dada digunakan dan dialihkan ke salah

21
satu arteri jantung. Hal ini memungkinkan darah untuk
memotong (menyiasati) bagian arteri koroner yang
menyempit.
c) Transplantasi Jantung
Dalam sejumlah kecil kasus, ketika jantung rusak
berat dan obat-obatan tidak efektif, atau ketika jantung
menjadi tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh
secara memadai. (gagal jantung), transplantasi jantung
mungkin diperlukan. Pencangkokan jantung melibatkan
penggantian jantung yang rusak atau tidak berfungsi dengan
baik dengan jantung donor yang sehat.(NHS Choices. 2017)

H. PENCEGAHAN
Pencegahan yang dapat dilakukan agar terhindar dari resiko
terjadinya penyakit jantung coroner yaitu:
1. Menerapkan pola hidup sehat
Sebaikya menghindari jenis makanan dengan kandungan
lemak atau juga kandungan kolesterol tinggi. Misalnya adalah
seperti seafood yang mengandung kandungan kolesterol tinggi
yang pada akhirnya bisa mengakibatkan resiko penyakit
jantung. Dan selain itu kurangi juga menyantap makanan yang
digoreng dengan kandungan lemak didalamnya. Dan sebaliknya
makanan yang bisa diolah dengan cara direbus, atau juga
dipunggung ata juga dikukus. Sebaiknya hindari jenis makanan
dengan kandungan rendah lemak atau juga tanpa lemak. Dan
sebaiknya pilihlah susu, keju atau juga mentega dan jenis
makaan lain yang mengandung rendah lemak. Menggoreng
dengan cara menggunakan minyak zaitun yang mempunyai
kandungan lebih sedikit yang bisa menjadi pilihan Anda pada
menu makanan harian.

22
2. Berhenti Merokok
Untuk perokok aktif maka sebaiknya mulailah berhenti
merokok. Karena merokok sangat tidak baik untuk kesehatan
jantung, maka sebaiknya hentikan kebiasaan ini untuk
membantu memelihara kesehatan jantung.
3. Menghindari Stres.
Stress merupakan salah satu pemicu timbulnya berbagai
macam penyakit. Stress memang merupakan salah satu hal
yang sangat susah untuk dihindari. Disaat stress terjadi, tubuh
akan mengeluarkan hormon cortisol yang bisa mengakibatkan
otot menjadi kaki. Dan hormon norepinephrine yang akan
dihasilkan oleh tubuh disaat sedang mengalami stress yang
pada akhirnya mengakibatkan tekanan darah menjadi naik.
Maka menjadi hal yang sangat baik dengan cara mengatasi
stress.
4. Penyakit Hipertensi
Penyakit jantung koroner dan pengobatannya harus diatasi
dengan menghindari masalah penyakit hipertensi atau tekanan
darah tinggi. Karena penyakit ini bisa mengakibatkan terjadinya
penyakit jantung. Hal ini disebabkan karena penyakit hipertensi
bisa melukai bagian dinding arteri dan bisa memungkinkan
kolesterol LDL untuk memasuki salura arteri dan bisa
meningkatkan terjadinya penimbunan lemak didalam darah.
5. Obesitas
Penyakit jantung koroner dan pengobatannya dengan
menghindari obesitas. Kelebihan dari berat badan atau obesitas
yang bisa meningkatkan terjadinya resiko tekanan darah tinggi
dan juga masalah ketidaknormalan lemak. Dan menghindari
atau juga mengobati obesitas serta kegemukan merupakan
salah satu cara yang paling utama dalam mencegah penyakit
diabetes. Penyakit diabetes yang bisa meningkatkan resiko

23
penyakit jantung koroner dan bisa meningkatkan suatu resiko
pada terjadinya serangan jantung.
6. Olahraga Yang Teratur
Penyakit jantung koronerdan pengobatannya yang dilakukan
dengan olahraga secara teratur. Anda harus melakukan
olahraga misalnya seperti berjalan kaki, berjalan cepat atau juga
jogging. Dan kegiatan olahraga yang bukan bersifat seperti
kompetisi dan juga tidak dilakukan dengan berlebihan akan
membantu dalam menguatkan kerja jantung serta membantu
melancarkan sistem peredaran darah menuju ke seluruh tubuh.

24
BAB III

PEMBAHASAN

A. ALAT ANGIOGRAPHY

Gambar 1: mesin angiography


1. Nama alat : Angiography
2. Merek : Philips
3. Tipe : Allura FD20 Xper
B. PRINSIP KERJA ALAT ANGIOGRAPHY
Angiography merupakan suatu sistem diagnostik untuk
pemotretan pembuluh darah dengan bantuan bahan kontras
dengan menggunakan sistem sinar-x dan membutuhkan beberapa
film untuk setiap penyinarannya. Kegunaan Kateter Angiography
untuk mendeteksi adanya penyumbatan/penyempitan di dalam
pembuluh darah. Alat angiography berbentuk huruf C, diatas
tempat pasien berbaring ada tabung sinar-x. Diatas pasien ada

25
penangkap gambar yang menerima sinyal sinar x setelah melewati
pasien memantulkannya dan mengirimkannya ke monitor TV.
Pemotretan angiography menggunakan Bahan Kontras karena
jalan peredaran pembuluh darah sukar dideteksi tanpa
menggunakan bahan kontras, hal ini disebabkan karena daya
serap intensitas Setelah bahan kontras masuk ke tubuh pasien,
maka bahan kontras tersebut akan mengalir bersamaan dengan
darah. Pada pemotretan Angiography setiap pergerakan atau
perjalanan zat kontras harus diikuti dan direkam oleh beberapa film.
Untuk hal ini dibutuhkan beberapa kali exposure dalam waktu yang
singkat (per-detik).

C. TEKNIK TEKNIK PEMERIKSAAN DASAR


1. Angiography sama dengan x-ray pada umumnya.Sinar x
menembus tubuh pasien dan diserap dalam tingkatan berbeda
oleh tiap jaringan, dan tiap jaringan menampilkan hasil khas
tersendiri. Obat kontras disuntikkan ke dalam kateter untuk
menjaga ketajaman gambar pembuluh darah. Gambar hasil
sinar x disimpan dalam komputer atau plat film. Dengan
demikian, prosedur dapat dilihat seperti film dan diputar berkali-
kali sesuai kebutuhan.
2. Sejumlah kecil obat penenang diberikan, untuk mengurangi rasa
tegang selama tindakan.
3. Bius Lokal disuntikkan biasanya di kaki bagian femoral artery.
4. Sayatan kecil dibuat setelah kulit dibersihkan dan bulu kaki
dicukur, Selang kateter dimasukkan dalam pembuluh ateri.
5. Ahli radiologi kemudian mendorong kateter ke tempat yang
dituju dan menyuntikkan obat kontras.
6. Beberapa foto sinar x diambil,

26
7. Setelah semua prosedur dilakukan, kateter ditarik keluar dan
luka sayat di tutup dengan cara menekan area luka selama 10
menit ( atau menggunakan plester).

27
BAB IV
PENUTUP

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu kondisi


yang disebabkan oleh suplai darah dan oksigen ke miokardium yang
tidak adekuat, terjadi ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai darah.
Penyebab utama PJK ialah sumbatan plak aterom (aterosklerosis)
pada arteri koroner yang merupakan pengerasan pembuluh darah. Hal
ini dapat mengakibatkan penggumpalan darah yang dapat
menyebabkan serangan jantung atau stroke. Pengerasan pembuluh
darah dan penyumbatan arteri utama adalah salah satu penyebab
utama kematian. Bahkan pada penyakit jantung sendiri membunuh
lebih banyak orang setiap tahunnya.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui
penyempitan pada arteri koroner salah satunya adalah coronary
angiography. Pemeriksaan ini menggambarkan penyempitan atau
sumbatan arteri koroner.
Tindakan medis yang dapat dilakukan untuk mengatasi
penyempitan pada arteri koroner diantaranya adalah percutaneous
coronary intervention (PCI) dan coronary artery bypass grafting
(CABG). PCI dilakukan dengan memasukkan kateter dengan balon
pada ujungnya melalui pembuluh darah menuju arteri koroner yang
tersumbat. Kemudian dikembangkan untuk mendorong plak pada
dinding pembuluh darah. Melebarnya bagian dalam arteri akan
mengembalikan aliran darah. Sedangkan CABG merupakan tindakan
pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari bagian tubuh lain
kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati
arteri koroner yang tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru
untuk aliran darah yang menuju sel-sel otot jantung.

28
DAFTAR PUSTAKA

Djohan,Anwar,Bahri T. 2004.”patofisiologi dan penataklaksanaan Penyakit


Jantung Koroner”. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera
Utara. Di akses pada tanggal 13 juni 2018
Indrawati,Lina. 2014.”Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, Persepsi,
Motivasi, Dukungan Keluarga Dan Sumber Informasi Pasien
Penyakit Jantung Koroner Dengan Tindakan Pencegahan
Sekunder Faktor Resiko(studi kasus di RSPAD Gatot Soebroto
Jakarta)”. Stikes Medistra Indonesia. Di akses pada tanggal 13 juni
2018
Majid,Abdul.2007.”PenyakitJantung Koroner:patofisiologi,Pencegahan,dan
PengobatanTerkini.ilmu Fisiologi Fakultas Kedokteran. Universitas
Sumatera Utara Medan. Di akses pada tanggal 13 juni 2018
NHS Choices. 2017.”coronary heart disease”. (https://www.nhs.uk)diakses
pada tanggal 15 juni 2018
Rahmawati,Ayu,Candra, dkk.”Aktivitas Fisik Dan Rasio Kolesterol (HDL)
Pada Penderita Penyakit Jantung Koroner Di Poliklinik Jantung
RSUD DR Moewardi Surakarta”. Fakultas Ilmu Kesehatan.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Di akses pada tanggal 13
juni 2018
Ramachandaram,Thiyagu.2018.”komplikasi PJK”. (www.scribd.com) di
Akses pada tanggal 14 juni 2018
Supriyono, Mamat. 2008.”Faktor-Faktor Resiko Yang Berpengaruh
Terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Kelompok Usia
< 45 tahun (Studi kasus di RSUP Dr. Kariadi dan RS Telogorejo
Semarang). Megister Epidemologi. Universitas Diponegoro
Semarang. Di akses pada tanggal 13 juni 2018

29
Wihastuti,Andri ,Titin,dkk.2016.”patofisiologi Dasar Keperawatan Penyakit
Jantung Koroner: Inflamasi Vaskular. Malang : UB Press di akses
pada tanggal 14 juni 2018

30
LAMPIRAN 1

RESUME KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
A. Biodata Pasien:
Nama : Tn.AN
Umur : 64 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status Perkawinan : Kawin
Alamat :Dusun Labawang, kec. Keera.
Kab. Wajo sulsel
No.Register : 820xxx
Tanggal Pengkajian : 25 Mei 2018
Diagnosa Medis : Coronary Artery Disease One
Vessel Disease
B. Riwayat Penyakit : Riwayat Hipertensi dan diabetes
disangkal, dan ada riwayat merokok 8 batang per hari
C. Pemeriksaan Penunjang : Percutaneous Coronary
Intervention

2. ANALISA KASUS TERHADAP DATA FOKUS, ETIOLOGI:


a. Keluhan utama: Nyeri dada sejak 16 jam, nyeri menjalar ke
lengan kiri, disertai keringat dingin dan mual.
b. Riwayat penyakit sekarang: Coronary Artery Disease one vessel
disease
c. Pemeriksaan TTV:
TD : 140/90 mmHg
HR : 79 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,7˚C

31
Mata : konjungtiva tidak anemis
COR : S1S2 Reguler
MurMur : Tidak Ada
Pulmo : Vesikuler
Ronchi : tidak ada
Abdomen : peristaltic Normal
Extremitas : Edema tidak ada
d. Etiologi : usia, jenis kelamin, riwayat keluarga positif,
hipertensi, merokok, stress dan pola tingkah laku.

3. DIAGNOSIS HASIL DAN TINDAK LANJUT PEMERIKSAAN:


S : Nyeri dada dan sesak nafas sudah berkurang
O : Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 82 bpm
Anemi dan iklews tidak ada
Jvs Rf2 Cva H2o
Bp vesicular, ronchi miokard dibasal kedua paru-paru
Bp 1 dan 2 murmur regular
Reumatik kesan normal , edema tungkai tidak ada
A : - ST Elevasi Miokard infark ekstensif anterior onset > 12 jam killip
II di lead V3,V4
- Atrial fibrilasi paroximal terdapat pada semua lead.

32
Gambar 2 : Hasil EKG

P : Angiography Coroner

4. MENENTUKAN TUJUAN / OUT COME KETEKNISIAN:


a. Melakukan pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
b. Melakukan pemeriksaan Angiography Coroner

5. INTERVANSI KETEKNISIAN PRIORITAS YANG DILAKUKAN:


Tujuan dilakukannya Angiography coroner adalah untuk
menilai seberapa besar penyumbatan yang ada pada pembuluh
darah coroner pasien tersebut. Apakah harus diberi obat, atau
pasang stent atau bahkan harus dilakukan bedah. Sebelum
dilakukan pemeriksaan Angiography coroner hasil dari pemeriksaan
EKG pasien tersebut adalah EKG ST Elevasi Myocardial Infark
Ekstensiv Anterior Onset > lebih dari 12 jam killip II dan terdapat
juga Atrial Fibrilasi Paroximal dan setelah dilakukan pemeriksaan
Angiography Coroner dengan posisi pengambilan gambar RAO
CAUD dengan melakukan anestesi local didaerah Arteri Radialis
Kanan. Fungsi arteri radialis kanan berjalan lancar lalu sheat 5F di
masukkan dan kanulasi Left Coroner Arteri dan Right Coronary
Arteri dengan kateter TIG 5F didapatkan hasil yaitu: Left Main

33
(Normal), LAD ( Total oklusi diproksimal, Distal terisi kolateral dari
RPL), LCX( Normal) dan RCA (Normal) .selama tindakan dan
pasca tindakan angiography coroner, tidak didapatkan penyulit
apapun. Berdasarkan dari hasil pemeriksaan angiography coroner
maka pasien di anjurkan untuk melakukan pemasangan stent pada
arteri coroner yang mengalami sumbatan.
Adapun hasil gambar dari pemeriksaan angiography coroner
pasien yaitu:

Gambar 3: Hasil Angiography Coroner

34
LAMPIRAN 2

ASUHAN PRAKTEK KETEKNISIAN KARDIOVASKULER

Tanggal Pengkajian : 25 Mei 2018

Tanggal Masuk RS : 24 Mei 2018

Ruang : Cathlab II

Jam Masuk RS : 08.00

Diagnosa Medis : Coronary Artery Disease one vessel disease

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien.
Nama : Tn. AN
Umur : 64 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMP Sederajat
Pekerjaan : Petani
Alamat : Dusun Labawang, kec. Keera.Kab.
Wajo sulsel
Status Perkawinan : kawin
2. Pengkajian primer:
a. Airway :Normal
b. Breathing : Normal
c. Circulation : Normal

35
3. Pengkajian sekunder:
a. Pemeriksaan TTV:
TD : 140/90 mmHg
HR : 79 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,7˚C
b. Keluhan utama: nyeri dada sejak 16 jam, nyeri menjalar ke
lengan kiri, disertai keringat dingin dan mual.

B. ANALISIS DATA
1. Data subjektif :
a. Pasien mengeluh nyeri dada sejak 16 jam menjalar ke
lengan kiri disertai keringat dingin dan mual.
b. Pasien mempunyai riwayat merokok.
2. Data objektif:
a. TD : 146/90 mmHg
b. HR : 81 x/menit
c. S : 36,7˚C

36
C. WEB OF CAUTION ( WOC)

Usia, jenis kelamin dan merokok

Aterosklerosis

Penebalan dinding tunika


Terbentuk plak
intima

Thrombus Terjadi penonjolan

Terjadi penyumbatan

iskemik

Infark Miokard

37
D. DIAGNOSIS MEDIS
1. ST Elevasi Miokard Infark Ekstensiv Anterior Onset > 12 jam
killip II
2. Atrial fibrilasi paroximal
3. CAD one vessel disease

E. RENCANA TINDAKAN /PEMERIKSAAN


1. Anjuran melakukan pemeriksaan Elektrokardiogram ( EKG)
2. Anjuran untuk melakukan pemeriksaan Angiogarphy Coroner
3. Anjuran untuk melakukan tindakan PCI

F. IMPLEMENTASI
1. Melakukan pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
2. Melakukan pemeriksaan Angiography Coroner

G. EVALUASI
Hasil Angiography : Coronary Artery Disease One Vessel Disease
LM : Normal
LAD : Total Oklusi Di Proksimal,Disatal terisi Kolateral dari RPL
LCX : Normal
RCA : Normal

38

Anda mungkin juga menyukai