Anda di halaman 1dari 2

Persyaratan Jarak Minimal Antar Apotek

Persyaratan Jarak Minimal Antar Apotek


by A. romly, maria antonia b, suhartatik, miftahurrahman (arga husada/farmasi)

Latar Belakang
Banyaknya apotek yang berdiri dimana-mana kadang menimbulkan polemik, dimana
sebagian besar diantaranya cenderung berkumpul pada suatu tempat. Kecenderungan ini
rupanya sudah menjadi kebiasaan kita. Tidak perlu jauh-jauh, kita mengambil contoh di kota
kita Pare, kita lihat di jalan Letjen Sutoyo (jalan kandangan) ada banyak apotek yang berdiri
jarak antar apotek tidak sampai 100 meter. Kami banyak membaca keluhan-keluhan apoteker
di internet dimana permohonan izin mereka mendirikan apotek baru kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota dalam hal ini Direktorat Pelayanan Kefarmasian & Alat
Kesehatan banyak yang dikembalikan karena tidak memenuhi persyaratan perizinan
pendirian apotek baru. Bahkan ISFI sendiri mengatur jarak antar apotek agar tidak
terkonsentrasi pada suatu tempat. Lalu berapa sebenarnya persyaratan jarak minimal antar
apotek? Disini kami dari kelompok 1 akan menerangkan dan menjelaskan jarak minimal
antar apotek

Pembahasan
Seperti dalam forum yang kami baca di http://apotekkita.com/tag/jarak-antar-apotek/ ada
apoteker yang menanyakan perihal pengaturan jarak antar apotek oleh ISFI kaitannya dengan
UU no 5/1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Dengan
mengacu UU tersebut, seorang apoteker berpendapat aturan yang dibuat ISFI berpotensi
melanggar UU, khususnya pasal 9 yang berbunyi : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau
alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Kita tahu ISFI mengatur jarak adalah upaya
menghindari terkonsentrasinya beberapa apotek dalam satu wilayah, karena berkumpulnya
apotek pada suatu tempat akan berpotensi terjadi persaingan tidak sehat “memang sih dalam
kode etik apoteker, seorang apoteker harus memperlakukan teman sejawat sebagaimana ia
sendiri dan menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan semata” ini sebenarnya sudah
bisa dipakai sebagai koridor moral untuk bersaing.
UU no 5/1999 menjabarkan persaingan usaha tidak sehat sebagai persaingan antar pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Sementara itu pasal 2 UU no5/1999 tentang asas berbunyi : Pelaku usaha di Indonesia dalam
menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. Sedangkan tujuan
(pasal 3) pembentukan undang-undang ini adalah untuk:
1. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah
satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
2. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat
sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha
besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;
3. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh
pelaku usaha; dan terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha
sebenarnya jarak antar apotek satu dengan yang lain tidak terlalu diatur secara terperinci
dalam undang-undang ataupun peratutran pemerintah, jarak antara apotek tidak lagi
dipersyaratkan, namun sebaiknya tetap mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan
pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, dan kemampuan daya beli penduduk di sekitar lokasi
apotek, kesehatan lingkungan, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat dengan
kendaraan. Selain itu diharuskannya antar apotek terpisah sebenarnya menguntungkan apotek
itu sendiri karena pelayanan akan efektif. Standarnya jarak minimal antar apotek satu dengan
yang lain seharusnya 300 meter (namun standar tiap daerah bias berbeda), agar mendapatkan
rekomendasi ISFI untuk berdirinya apotek baru. Dengan mendapatkan rekomendasi ISFI
maka ini akan memudahkan pemberian izin permohonan apotek baru. Dalam PP No. 51 2009
pasal 35 ayat 2 disebutkan “Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang
berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan” yang nantinya
akan menghasilkan “good distribution practice” dan pada sarana pelayanan yang baik “good
pharmacy practice”
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan bahwa sebagai berikut:
1. Walaupun jarak antara apotek tidak lagi dipersyaratkan, namun sebaiknya tetap
mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk,
dan kemampuan daya beli penduduk di sekitar lokasi apotek, kesehatan lingkungan,
keamanan dan mudah dijangkau masyarakat dengan kendaraan.
2. Selama tetap berpegang pada koridor kode etik apoteker sebenarnya jarak yang berdekatan
antar apotek sebenarnya tidak menjadi masalah.
3. Standar persyaratan minimal jarak antar apotek seharusnya minimal 300 meter bila di
perlukan.
4. Dalam melaksanakan kewenangan harus didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan
Standar Prosedur Operasional yang berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan
Kefarmasian dilakukan yang nantinya akan menghasilkan “good distribution practice” dan
pada sarana pelayanan yang baik “good pharmacy practice”

Demikian pembahasan dari “kelompok 1” yang dapat kami sampaikan semoga bermanfaat
untuk kita semua.

Daftar pustaka:
• http://apotekkita.com/tag/jarak-antar-apotek/
• dialog ISFI Indonesia
• PP No. 51 Tahun 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN
• Management apotek, drs Handono NDW, apt
• Kumpulan peraturan perundangan apotek, fakultas farmasi unair
• UU no 5/1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

Anda mungkin juga menyukai