Anda di halaman 1dari 45

Laporan Kegiatan

PROBLEM SOLVING CYCLE


Pencapaian Indikator Kinerja
Di Wilayah Kerja Puskesmas Pajang

Kelompok 556 A
Anggota Kelompok:
Muhammad Taufiq H G99162052
Edwin Oka Mustofa G99172065
Cindana Nurhayati H G99162045
Aisah Kusumaning Arum G99171003
Ratna Ningsih G99172139

Pembimbing :
dr Dani Widya Pratama

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER TAHAP PROFESI


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT-KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2018

LEMBAR PENGESAHAN
PEMBIMBING PUSKESMAS

1
Laporan Kegiatan Problem Solving Cycle dengan Judul:

PROBLEM SOLVING CYCLE


Penilaian Indikator Kinerja
Di Wilayah Kerja Puskesmas Pajang

Yang disusun oleh:


Muhammad Taufiq H G99162052
Edwin Oka Mustofa G99172065
Cindana Nurhayati H G99162045
Aisah Kusumaning Arum G99171003
Ratna Ningsih G99172139

Telah diperiksa, disetujui, dan disahkan pada:


Hari :
Tanggal :

Mengetahui,

Kepala UPT Puskesmas Pajang Pembimbing Puskesmas Pajang

dr. Hat Sukarmadani dr. Dani Widya Pratama


NIP. 19780814 200804 2 002 NIP. 19860908 201502 1 001

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
oleh karena limpahan kasih dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan

2
Laporan Kegiatan Tahap Profesi Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan topik
Problem Solving Cycle. Laporan ini disusun sebagai persyaratan dalam
menempuh kepaniteraan IlmuKesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. Hartono, dr., M.Si. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Eti Poncorini Pamungkasari dr., MPd selaku Kepala Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Drs. Hardjono selaku pembimbing PSC kelompok kami.
4. dr. Hat Sukarmadani selaku Kepala UPT Puskesmas Pajang Kota Surakarta.
5. dr. Dani Widya Pratama selaku pembimbing Problem Solving Cycle di UPT
Puskesmas Pajang Kota Surakarta.
6. Seluruh Staf Pegawai UPT Puskesmas Pajang yang telah memberikan
dukungan dan bantuan selama kami menjalani kegiatan di puskesmas.
7. Seluruh Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Demikian Laporan Kegiatan Problem Solving Cycle ini penulis buat,
semoga bermanfaat untuk pembaca. Saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan demi perbaikan kekurangan ataupun kekeliruan laporan ini.

Surakarta, Mei 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ................................................................................................. i


Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii

3
BAB I Pendahuluan .................................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................4
C. Tujuan ....................................................................................................4
D. Manfaat ..................................................................................................5
BAB II Profil Puskesmas .........................................................................................6
A. Data Wilayah Kerja ................................................................................6
B. Peta Wilayah ..........................................................................................7
C. Data Kependudukan dan Fasilitas Kesehatan ........................................9
D. Hasil Pencapaian IndikatorKinerjaTahun 2017 ...................................10
E. Data Kematian Ibu, Bayi, dan Balita ...................................................18
BAB III Tinjauan Pustaka ......................................................................................19
A. Indeks Keluarga Sehat..........................................................................19
B. Skrining Kesehatan Ibu Hamil .............................................................23
BAB IV Analisa Masalah.......................................................................................30
A. Identifikasi Masalah .............................................................................30
B. Penetapan Prioritas Masalah ................................................................31
C. Identifikasi Penyebab Masalah ............................................................32
D. Penetapan Pemecahan Masalah............................................................34
BAB V Plan of Action ...........................................................................................35
BAB VI Penutup ....................................................................................................40
A. Simpulan ..............................................................................................40
B. Saran .....................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan
ekonomi dan memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan
kemiskinan. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan
pendapatan. Dalam undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Berkaitan dengan perspektif tersebut, pembangunan kesehatan
berbanding lurus dengan pembangunan ekonomi. Untuk itu, pembangunan
kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia.
Belum tercapainya “Indonesia Sehat” sebagaimana yang dikehendaki
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional ditandai dengan
Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi yang masih tinggi, masih
banyak dijumpai anak balita yang pendek (stunting ), dan berbagai masalah
gizi. Selain itu, penyakit menular seperti AIDS, Tuberkulosis dan Malaria
masih tinggi prevalensinya, sedangkan penyakit tidak menular seperti
Hipertensi, Diabetes, Kanker, dan Gangguan Jiwa terus bertambah.
Peningkatan dana dan sumber daya manusia (SDM) kesehatan baik dalam hal
jumlah, jenis, mutu, maupun pemerataannya belum dapat sepenuhnya
mengimbangi peningkatan kebutuhan tenaga kesehatan.
Agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan
efisien, maka upaya pencapaian “Indonesia sehat” dalam kurun waktu 2015-
2019 diselenggarakan secara terintegrasi mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan sampai evaluasinya. Sasaran difokuskan kepada
keluarga, dengan dihidupkannya kembali “Pendekatan Keluarga”. Permenkes
RI No. 39 tahun 2016 menyatakan bahwa Program “Indonesia Sehat” dengan
“Pendekatan Keluarga” dilaksanakan oleh puskesmas. Puskesmas melakukan

5
pendataan kesehatan seluruh anggota keluarga; membuat dan mengelola
pangkalan data Puskesmas; menganalisis, merumuskan intervensi masalah
kesehatan, dan menyusun rencana Puskesmas; melaksanakan kunjungan
rumah dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif;
melaksanakan pelayanan kesehatan dalam dan luar gedung melalui
pendekatan siklus hidup; dan melaksanakan sistem informasi dan pelaporan
puskesmas
Program keluarga sehat memiliki 3 instrumen penilaian yang
mencakup program Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi), Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS), dan Rumah sehat. Keluarga Sadar Gizi Keluarga Sadar
Gizi (Kadarzi) adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan
mengatasi masalah gizi setiap 2 anggotanya. Suatu keluarga disebut Kadarzi
apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan
menimbang berat badan secara teratur, memberikan air susu ibu (ASI) saja
kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI eksklusif), makan beraneka
ragam, menggunakan garam beryodium, minum suplemen gizi (TTD, kapsul
Vitamin A dosis tinggi) sesuai anjuran.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas
dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang
keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri
(mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakat. Menurut Kepmen Kimpraswil No: 403/KPTS/M/2002,
rumah adalah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan
faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia, maka perlu
diciptakan kondisi yang dapat mendorong pembangunan perumahan untuk
menjaga kelangsungan penyediaan perumahan bagi seluruh lapisan. Rumah
Sehat merupakan rumah yang dibangun dengan menggunakan bahan
bangunan dan konstruksi sederhana akan tetapi masih memenuhi standar
kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan,
dengan mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi lokal meliputi potensi

6
fisik seperti bahan bangunan, geologis, dan iklim setempat serta potensi sosial
budaya seperti arsitektur lokal, dan cara hidup.
Proses pengambilan dan pengelolaan data kesehatan pada kepala
keluarga di RW 13, Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, Kota
Surakarta wilayah Puskesmas Pajang Surakarta ditemukan prioritas masalah
yaitu masih tinggi angka kasus stunting. Sehingga hal ini mendorong penulis
untuk mengidentifikasi dan melakukan analisis masalah terkait masih
tingginya angka kejadian stunting di wilayah Puskesmas Pajang Surakarta.

A. Tujuan
Tujuan dilakukan penulisan laporan ini, adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui prioritas masalah wilayah Puskesmas Pajang Surakarta.
2. Mengetahui penyebab tingginya angka kejadian stunting di RW 13,
Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta wilayah
Puskesmas Pajang Surakarta.
3. Menganalisis Problem Solving Cycle terkait tingginya angka kejadian
stunting di RW 13, Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, Kota
Surakarta wilayah Puskesmas PajangSurakarta.

B. Manfaat
Manfaat penulisan ini, adalah sebagai berikut:
1. Bagi Dokter Muda Fakultas Kedokteran UNS, dapat mengetahui cara
penyusunan dan penerapan Problem Solving Cycle tingginya angka
kejadian stunting.
2. Bagi puskesmas, laporan ini diharapkan memberi manfaat sebagai
bahan untuk evaluasi kinerja puskesmas dan masukan perencanaan
kebijakan program layanan kesehatan masyarakat.

7
BAB II
PROFIL PUSKESMAS

A. Data Wilayah Kerja


UPT Puskesmas Pajang terletak di Jalan Sidoluhur Selatan No. 29
RT. 3/ IV Kelurahan Pajang Kecamatan Laweyan Kota
Surakarta,mempunyai 4 (empat) kelurahan binaan yaitu Kelurahan Pajang,
Kelurahan Sondakan, Kelurahan Laweyan, dan Kelurahan Karangasem.Di
wilayah kerja Puskesmas Pajang terdapat 3 buah Puskesmas Pembantu
(Puskesmas Pembantu Laweyan, Karangasem, dan Kapulogo).
Luas wilayah 2.065 m2yang berupa tanah dataran rendah dengan
jumlah penduduk 47.393 jiwa.
Batas - batas wilayah kerja UPT Puskesmas Pajang sebagai berikut :
 Utara : Kelurahan Karangasem berbatasan dengan Kecamatan
Colomadu, Kabupaten Karanganyar
 Selatan : Kelurahan Pajang berbatasan dengan Kecamatan Grogol,
Kabupaten Sukoharjo
 Timur : Kelurahan Sondakan dan Laweyan berbatasan dengan
Kelurahan Bumi, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta
 Barat : Kelurahan Pajang berbatasan dengan Kelurahan Makam
Haji danKelurahan Karangasem berbatasan dengan
Kelurahan GonilanKecamatan Kartasura, Kabupaten
Sukoharjo
B. Peta Wilayah UPT Puskesmas Pajang
1. KELURAHAN PAJANG

8
~ Puskesmas Induk (RW IV) Pajang
~ Pustu (RW VII dan X) Pajang

2. KELURAHAN LAWEYAN

3. KELURAHAN SONDAKAN

4. KELURAHAN KARANGASEM

9
= Puskesmas Pembantu Karangasem

C. Data Kependudukan dan Fasilitas Kesehatan


Wilayah kerja UPT Puskesmas Pajang mempunyai jumlah penduduk
47.393 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 14.818 KK.

Tabel 2.1 Data jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin
Kelurahan
Kelompok
No. Pajang Sondakan Laweyan Karangasem Total
Umur
L P L P L P L P
1 0 - 4 tahun 391 385 256 268 52 48 262 262 1.924
2 5 - 9 tahun 1.020 913 488 443 83 78 428 394 3.847
3 10 - 14 tahun 961 925 491 439 74 69 408 417 3.784
4 15 - 19 tahun 933 963 539 479 80 97 382 358 3.831
5 20 - 24 tahun 901 908 446 444 90 70 306 371 3.536
6 25 - 29 tahun 859 846 424 419 57 63 340 366 3.374
7 30 - 39 tahun 2.048 2.035 937 973 154 161 762 818 7.888
8 40 - 49 tahun 1.832 1.901 923 990 160 155 772 773 7.506
9 50 - 59 tahun 1.448 1.548 732 841 122 139 582 654 6.066
10 > 60 tahun 1.286 1.479 618 795 139 166 542 612 5.637
11.679 11.903 5.854 6.091 1.011 1.046 4.784 5.025
JUMLAH 47.393
23.582 11.945 2.057 9.809
JUMLAH KK 7.419 3.762 675 2.962 14.818
Sumber: Bank Data Kelurahan 2016

D. Hasil Pencapaian Indikator Kinerja per April Tahun 2018


Tabel 2.2 Tabel hasil pencapaian indikator kinerja per April tahun 2018

TARGET REALISASI
INDIKA SATU Samp Ketera
NO Pembil Penye
TOR AN 2018 ai Hasil ngan
ang but
April
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Angka per 52.28 17.43 0 324 0
kematia 100.0
n ibu 00
kelahi
ran
hidup
2 Prosent Perse 100 100 295 324 91
ase ibu n
hamil
mendap

10
atkan
pelayan
an
antenat
al
sesuai
standar
3 Cakupa Perse 99.10 33.03 85 85 100
n n
komplik
asi
kebidan
an yang
ditanga
ni
4 Prosent Perse 100 33 288 288 100
ase ibu n
bersalin
mendap
atkan
pelayan
an
persalin
an
sesuai
standar
5 Cakupa Perse 93.5 31.2 288 288 100.0
n n 0
pertolon
gan
persalin
an oleh
tenaga
kesehat
an yang
memiliki
kompet
ensi
kebidan
an
6 Cakupa Perse 93.5 31 288 905 31.82
n n
pelayan
an nifas
7 Angka per 2.5 0.83 3 288 10.42
kematia 1.000
n bayi kelahi
ran
hidup

11
8 Prosen Perse 100 100 288 288 100
tase n
bayi
baru
lahir
menda
patkan
pelaya
nan
keseha
tan
sesuai
standar
9 Persent Perse 46 15 140 288 49
ase n
bayi
baru
lahir
mendap
at
Inisiasi
Menyus
u Dini
(IMD)
10 Cakupa Perse 85 28 11 11 100
n n
neonatu
s
dengan
komplik
asi
yang
ditanga
ni
11 Cakupa Perse 98 33 280 862 32
n n
kunjung
an bayi
12 Angka Per 3.4 1.13 3 288 10.42
kematia 1.000
n balita kelahi
ran
hidup
13 Cakupa Perse 77 26 - - - blm
n n bisa
pelayan dihitung
an anak
balita
14 Prosent Perse 100 100 2406 2406 100
ase n
anak
usia 0 -

12
59
bulan
mendap
atkan
pelayan
an
kesehat
an
sesuai
standar
15 Persent Perse 100 33 - dilaksa
ase n - - nakan
anak bulan
usia juli
pendidi
kan
dasar
yang
mendap
atkan
skrining
kesehat
an
sesuai
standar
16 Persent Perse 100 33 6,762 31,940 21
ase n
warga
negara
usia 15
- 59
tahun
mendap
atkan
skrining
kesehat
an
sesuai
standar
17 Perse 100 33 6,335 5,718 111
Persent n
ase
warga
negara
usia 60
tahun
keatas
mendap
atkan
skrining
kesehat
an

13
sesuai
standar

18 Prevale Perse 33 11 1 234 0


nsi n
anemia
pada
ibu
hamil
19 Prevale Perse 2.71 0.90 1 948 0.11
nsi n
Bumil
KEK
20 Bayi Perse 2.70 0.90 7 862 0.81
dengan n
Berat
Badan
Lahir
Rendah
(BBLR)
21 Persent Perse 74.2 25 157 165 0
ase n
bayi
usia
kurang
dari 6
bulan
yang
mendap
at ASI
eksklusi
f
22 Pervale Perse 0.01 0.00 0 3,448 0
nsi gizi n
buruk
pada
balita
23 Prevale Perse 1.43 0.48 7 3,448 0.20
nsi n
kekuran
gan gizi
(underw
eight)
pada
anak
balita
24 Prevale Perse 3.52 1.17 5 1550 0.32
nsi n
stunting
(pendek

14
dan
sangat
pendek)
anak
balita
25 Cakupa Perse 100 33 0 3448 0
n balita n
gizi
buruk
mendap
at
perawat
an
26 Persent Perse 20 7 0 5541 0
ase n
remaja
puteri
yang
mendap
at
Tablet
Tamba
h Darah
(TTD)
Angka
Perse
27 Kemati ≤1 ≤1 0 0 0.00
n
an DBD
28 Angka Per 65 22 0 48,738 0
kesakit 100.0
an DBD 00
pendu
duk
29 Cakupa Perse 100 33 0 0
n n -
penemu
an dan
penang
anan
penderit
a
penyaki
t DBD
30 Angka per 0 0 0 0 0
kesakit 1.000
an pendu
malaria duk.
31 Prevale per 124 41 6 48,738 12
nsi 100.0
Tuberk 00
ulosis pendu
(TB) / duk
Angka

15
kesakit
an TB

32 Angka per 324 108 6 48,738 12


Penem 100.0
uan 00
Pasien pendu
(Case duk
Notificat
ion
Rate)
33 Persent Perse 100 33 55 55 100
ase n
orang
dengan
TB
mendap
atkan
pelayan
an TB
sesuai
standar
34 Propors Perse 95.21 32 0 12 0
i kasus n
Tuberk
ulosis
yang
berhasil
diobati
dalam
progra
m
DOTS
(succes
s rate)
35 Persent Perse 100 33 48 48 100
ase n
orang
berisiko
terinfek
si HIV
mendap
atkan
pemerik
saan
HIV
sesuai
standar

16
36 Angka per <5 <5 0 0.00
penemu 100.0 -
an 00
kasus pendu
baru duk
kusta
37 Angka Perse 40 13 54 621 8.70
penemu n
an
kasus
diare
balita
38 Persent Perse 100 33 0 0 0
ase n
Diare
KLB
dapat
ditanga
ni < 24
jam
39 Angka Perse 25 8 0 35 0
penemu n
an
kasus
Pnemo
ni Balita
40 Persent Perse 98 33 280 862 32
ase n
anak
usia 0
sampai
11
bulan
yang
mendap
at
imunisa
si dasar
lengkap
41 Cakupa Perse 100 33 4 4 100
n Desa/ n
kelurah
an
Univers
al Child
Immuni
zation
(UCI)

17
42 Cakupa Perse 100 33 0 0 0
n n
Desa/K
eluraha
n
Mengal
ami
KLB
yang
Dilakuk
an
Penyeli
dikan
Epidemi
ologi <
24 jam
43 Propors Perse 23 8 22 9,510 0.97
i kasus n
hiperten
si di
fasilitas
pelayan
an
kesehat
an
44 Propors Perse 20 7 3 2,271 0.13
i kasus n
Diabete
s
melitus
di
Fasilita
s
Pelayan
an
Keseha
tan
dasar
45 Prevale Perse 17 6 94 32,906 0.29
nsi n
berat
badan
lebih
dan
obesita
s pada
pendud
uk usia
18+
tahun
46 Prevale Perse 5.2 2 10 7,819 0.13
nsi n

18
meroko
k pada
usia ≤
18
tahun
47 Propors Perse 96.5 32 82 82 100
i TTU n
memen
uhi
syarat
48 Perse 94 31 55 56 98
Propors n
i TPM
memen
uhi
syarat
49 Desa/k desa/ 52.9 18 4 4 4
aluraha kalura
n han
melaku
kan
STBM
50 Pelayan Perse 100 33 0 0 0 blm
an n dilaksa
Hygien nakan
e
Sanitasi
pangan
setiap
anak di
satuan
pendidi
kan
dasar
51 Persent Perse 60 20 0 15,148 0 Pelaks
ase n anaan
rumah Oktobe
tangga r
berperil
aku
hidup
bersih
dan
sehat
(PHBS)
.
52 Cakupa Perse 100 33 4 4 100
n Desa n
Siaga
Aktif
53 Persent Perse 77 26 2449 3448 71.03
ase n

19
Balita
ditimba
ng
berat
badann
ya
(D/S)
54 Propors perse 94 31 1 1 100
i n
Puskes
mas
terakre
ditasi
55 Persent Perse 37.1 12.4 5,184 48,738 10.6
ase n
kunjung
an
baru
rawat
jalan di
Puskes
mas
56 Jumlah orang 150 50 22,911 75 305
Kunjun
gan
puskes
mas
orang
per hari
57 Persent Perse 100 33 1317 9,510 14
ase n
penderit
a
hiperten
si
mendap
at
pelayan
an
kesehat
an
sesuai
standar
58 Persent Perse 100 33 359 2,271 16
ase n
penderit
a DM
mendap
at
pelayan
an
kesehat

20
an
sesuai
standar

59 Persent Perse 100 33 15 15 100


ase n
ODGJ
berat
yang
mendap
atkan
pelayan
an
kesehat
an jiwa
sesuai
standar
60 Prosent Perse 100 100 1 1 100
ase n
kecuku
pan
sarana
untuk
adminis
trasi
perkant
oran
61 Prosent Perse 100 1 1 100
ase n
kecuku
pan
sarana
aparatu
r 100
62 Prosent Perse 85 28 20 20 100
ase n
keterse
diaan
obat
dan
vaksin
di
puskes
mas
63 Persent Perse 88 29 24 27 89
ase n
makana
n yang
memen
uhi
syarat

21
64 Tingkat Perse 100 33 37,658 0
Deteksi n
Dini
Keseha
tan
masyar
akat
65 Propors Perse 100 100 1 1 100
i n
Puskes
mas
yang
menera
pkan
Pola
tata
kelola
BLUD

22
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah
lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek
untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada
masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah
bayi berusia 2 tahun.
Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah
balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut
umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre
Growth Reference Study) 2006.
Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -
2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD (severely stunted) (Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017).

Gambar 1. Anak kelas 4 sekolah dasar dengan tinggi yang berbeda (Trihono dkk, 2015)

23
B. Epidemiologi
Menurut data Riskesdas (2013) prevalensi pendek secara nasional pada
balita adalah 37,2% yang terdiri dari sangat pendek sebesar 18% dan pendek
19,2%. Terdapat 20 provinsi dengan prevalensi diatas nasional (37,2%)
denganyang tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur, terendah di Jambi, dan
Sumatera Utara menempati urutan ke-8 tertinggi.

Gambar 2.Kecenderungan Prevalensi Status Gizi TB/U <-2 SD Menurut


Provinsi, Indonesia 2007, 2010, dan 2013 (Riskesdas, 2013)
Prevalensi pendek secara nasional pada anak usia 5–12 tahun adalah
30,7% dengan sangat pendek sebesar 12,3% dan pendek sebesar
18,4%.Terdapat15 provinsi di Indonesia dengan prevalensi sangat pendek
diatas prevalensinasional (12,3%) dan Sumatera Utara termasuk salah satu dari
provinsi tersebut dengan prevalensi pendek dan sangat pendek diatas 37%.

Gambar 3.Prevalensi Pendek Anak Umur 5–12 Tahun Menurut Provinsi 2013 (Riskesdas, 2013)

24
Prevalensi nasional pendek pada remaja usia 13 –15 tahun adalah 35,1%
dengan sangat pendek sebesar 13,8% dan pendek sebesar 21,3%. Terdapat 16
provinsi dengan prevalensi sangat pendek diatas prevalensi nasional (13,8%).
Sumatera Utara juga termasuk salah satu dari provinsi tersebut dan prevalensi
tertinggi terdapat di papua. Prevalensi pendek dan sangat pendek di Sumatera
pada usia 13 – 15 tahun adalah diatas 40%.

Gambar 4. Prevalensi Pendek Remaja Umur 13–15 Tahun Menurut Provinsi,


Indonesia 2013 (Riskesdas, 2013)
Prevalensi pendek secara nasional di Indonesia pada remaja rentang
usia16 –18 tahun adalah 31,4% dengan sangat pendek sebesar 7,5% dan
pendeksebesar 23,9%. Sebanyak 17 provinsi dengan pervalensi pendek diatas
prevalensinasional (23,9%) dan Sumatera Utara juga termasuk dari salah satu
provinsi tersebut (Riskesdas, 2013).

Gambar 5. Prevalensi Pendek Remaja Umur 16–18 Tahun Menurut Provinsi (Riskesdas, 2013)

25
C. Faktor –Faktor Penyebab Stunting
Stunting dapat disebabkan oleh berbagai faktor. WHO (2013) membagi
penyebab terjadinya stunting pada anak menjadi 4 kategori besar yaitu factor
keluarga dan rumah tangga, makanan tambahan yang tidak adekuat, menyusui,
dan infeksi. Faktor keluarga dan rumah tangga dibagi lagi menjadi faktor
maternal dan faktor lingkungan rumah. Faktor maternal berupa nutrisi yang
kurang pada saat prekonsepsi, kehamilan, dan laktasi, tinggi badan ibu yang
rendah, infeksi, kehamilah pada usia remaja, kesehatan mental, intrauterine
growth restriction (IUGR) dan kelahiran preterm, jarak kehamilan yang
pendek, dan hipertensi.
Faktor lingkungan rumah berupa stimulasi dan aktivitas anak yang tidak
adekuat, perawatan yang kurang, sanitasi dan pasokan air yang tidak adekuat,
akses dan ketersediaan pangan yang kurang, alokasi makanan dalam rumah
tangga yang tidak sesuai, dan edukasi pengasuh yang rendah.
Faktor kedua penyebab stunting adalah makanan komplementer yang
tidak adekuat yang dibagi lagi menjadi tiga, yaitu kualitas makanan yang
rendah, cara pemberian yang tidak adekuat, dan keamanan makanan dan
minuman. Kualitasmakanan yang rendah dapat berupa kualitas mikronutrien
yang rendah, keragaman jenis makanan yang dikonsumsi dan sumber makanan
hewani yang rendah, makanan yang tidak mengandung nutrisi, dan makanan
komplementer yang mengandung energi rendah. Cara pemberian yang tidak
adekuat berupa frekuensi pemberian makanan yang rendah, pemberian
makanan yang tidak adekuat ketika sakit dan setelah sakit, konsistensi
makanan yang terlalu halus, pemberian makan yang rendah dalam kuantitas.
Keamanan makanan dan minuman dapat berupa makanan dan minuman yang
terkontaminasi, kebersihan yang rendah, penyimpanan dan persiapan makanan
yang tidak aman.
Faktor ketiga yang dapat menyebabkan stunting adalah pemberian Air
Susu Ibu (ASI) yang salah bias karena inisiasi yang terlambat, tidak ASI
eksklusif, penghentian menyusui yangterlalu cepat. Faktor keempat adalah

26
infeksi klinis dan subklinis seperti infeksi pada usus : diare, environmental
enteropathy, infeksi cacing, infeksi pernafasan, malaria, nafsu makan yang
kurang akibat infeksi, dan inflamasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nasikhah (2012) pada anak
usia 24 –36 bulan di Semarang menunjukkan terdapat beberapa faktor risiko
yangpaling berpengaruh untuk terjadinya stunting , yaitu tinggi badan orang
tua yang rendah, pendidikan ayah yang rendah, dan pendapatan perkapita yang
rendah. Mamiro (2005) juga melakukan penelitian yang serupa kepada anak
usia 3 –23 bulan di Tanzania menunjukkan bahwa malaria, berat badan lahir
rendah (BBLR), pendapatan keluarga yang rendah, dan indeks massa tubuh
(IMT) ibu yang rendahberperan sebagai faktor risiko terjadinya stunting pada
anak. Berat badan lahir rendah dan indeks massa tubuh ibu yang rendah
merupakan dua faktor risiko terkuat untuk penyebab stunting .
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Senbanjo (2011) pada anak usia
5 –19 tahun di Abeokuta Nigeria ditemukan beberapa hal yang menjadi factor
risiko terjadinya stunting , yaitu anak yang bersekolah di sekolah pemerintah,
keluarga poligami, pendidikan orang tua yang rendah, dan juga kelas sosial
yangrendah. Pendidikan ibu yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya
stunting yang paling tinggi dibanding dengan faktor risiko lainnya.
Menurutnya hal tersebut bisa disebabkan karena ibu dengan pendidikan yang
tinggi cenderung memiliki finansial yang lebih baik dan dapat meningkatkan
pendapatan keluarga.
Hal tersebut membuat keluarga di kelas sosial yang lebih tinggi dan
memiliki status gizi keluarga yang lebih baik, sedangkan menurut penelitian
Olukamakaiye (2013) terhadap anak sekolah di Nigeria, asupan makanan
mempengaruhi kejadian stunting . Penelitiannya menunjukkan bahwa anak
dengan rendahnya keanekaragaman jenis makanan yang dikonsumsi menjadi
faktor risiko terjadinya stunting . Olukamakaiye juga mendukung bahwa anak
dari sekolah pemerintah lebih banyak yang menderita stunting dibanding
dengan sekolah swasta. Hal tersebut dikarenakan malnutrisi yang disebabkan
oleh keanekaragaman jenis makanan yang rendah.
D. Dampak Stunting

27
Stunting dapat memberikan dampak bagi kelangsungan hidup anak.WHO
(2013) membagi dampak yang diakibatkan oleh stunting menjadi dua yang
terdiridari jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek dari
stunting adalah di bidang kesehatan yang dapat menyebabkan peningkatan
mortalitas dan morbiditas, di bidang perkembangan berupa penurunan
perkembangan kognitif,motorik, dan bahasa, dan di bidang ekonomi berupa
peningkatan pengeluaran untuk biaya kesehatan. Stunting juga dapat
menyebabkan dampak jangka panjang di bidang kesehatan berupa perawakan
yang pendek, peningkatan risiko untuk obesitas dan komorbidnya, dan
penurunan kesehatan reproduksi, di bidang perkembangan berupa penurunan
prestasi dan kapasitas belajar, dan di bidang ekonomi berupa penurunan
kemampuan dan kapasitas kerja.
Menurut penelitian Hoddinott et al (2013), stunting pada usia 2 tahun
memberikan dampak yang buruk berupa nilai sekolah yang lebih rendah,
berhenti sekolah, akan memiliki tinggi badan yang lebih pendek, dan
berkurangnya kekuatan genggaman tangan sebesar 22%. Stunting pada usia 2
tahun juga memberikan dampak ketika dewasa berupa pendapatan perkapita
yang rendah dan juga meningkatnya probabilitas untuk menjadi miskin.
Stunting juga berhubungan terhadap meningkatnya jumlah kehamilan dan anak
dikemudian hari, sehingga Hoddinott menyimpulan bahwa pertumbuhan yang
terhambat di kehidupan awal dapat memberikan dampak buruk terhadap
kehidupan, sosial, dan ekonomi seseorang.
Dampak stunting terhadap prestasi sekolah juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Perignon et al(2014) terhadap anak usia 6 –16 tahun di
Kamboja. Perignon menemukan bahwa anak yang mengalami moderate/severe
stunting memiliki kecerdasan kognitif yang lebih rendah dibanding dengan
anak yang normal. Stunting juga dapat mempengaruhi kadar hemoglobin anak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mamiro (2005) terhadap anak di
Tanzania menunjukkan bahwa anak yang mengalami stunting memiliki kadar
hemoglobin darah yang rendah.
E. Metode Pengukuran

28
Pengukuran antropometri berdasarkan tinggi badan menurut umur
berguna untuk mengukur status nutrisi pada populasi, karena pengukuran
pertumbuhantulang ini mencerminkan dampak kumulatif yang mempengaruhi
status nutrisiyang menyebabkan terjadinya stunting dan juga mengacu sebagai
malnutrisi kronis (Alderman, 2011).
Cara pengukuran antropometri pada anak dengan menggunakan
grafikstandar panjang / tinggi badan menurut umur menurut WHO pada
Training Course on Child Growth Assessment yang diterbitkan pada tahun
2008. Data ini menggunakan Z-score sebagai cut-off point untuk menentukan
status antropometri anak yang disusun dalam tabel dibawah ini:

Tabel 1.Indikasi Pertumbuhan WHO

F. Pencegahan Stunting
Dari Riskesdas (2013), diketahui dengan jelas bahwa padakelompok ibu
yang sudah menikah di usia kurang dari 19 tahun, proporsi anak pendek
mencapai 37%, dibanding kelompok ibu yang menikah usia 20-34 tahun
(31,9%). Untuk perkembangan bayi, kelompok bayi dengan berat lahir rendah
proporsi suspek gangguan perkembangan sebanyak 35,4% lebih tinggi
dibanding bayi normal yang sebanyak 25,0%.
Sedangkan bayi pendek (panjang badan <50 cm) yang menderita suspek
gangguan perkembangan sebesar 20,8% atau 3 kali lebih banyak dibanding

29
bayi normal yang hanya sebesar 8,3%. Dikaitkan dengan penyakit infeksi,
tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak pendek dan normal.
Faktor determinan pendek pada bayi antara lain adalah tinggi badan ibu
<150 cm, IMT ibu hamil <18,5 kg/m2, pertambahan berat badan selama hamil
yang di bawah standar dan asupan zat gizi yang di bawah angka kecukupan
gizi. Selain itu faktor pendidikan dan status ekonomi jelas berpengaruh pada
status gizi pendek (Trihono dkk, 2015). Makin tinggi pendidikan dan makin
sejahtera keluarga, makin kecil prevalensi pendek.
Analisis korelasi data agregat tiap kabupaten/kota hasil Riskesdas 2013
dari indikator IPKM 2013 menunjukkan bahwa status gizi pendek pada balita
maupun pada anak usia sekolah, dipengaruhi oleh faktor kesehatan lingkungan,
pelayanan kesehatan, perilaku penduduk, kesehatan reproduksi, status ekonomi
dan status pendidikan.
Kesenjangan yang signifikan juga terjadi pada status gizi pendek untuk
semua kelompok umur: prevalensi pendek di perdesaan lebih tinggi dibanding
perkotaan, prevalensi pendek pada tingkat kesejahteraan terendah (kuintil 1)
lebih tinggi dibanding kuintil 5, pola serupa juga terjadi untuk tingkat
pendidikan.
Kesenjangan juga terjadi antar provinsi, misalnya untuk balita pendek, di
provinsi Nusa Tenggara Timur, hampir 2 kali lipat dibandingkan provinsi
terbaik, yaitu Kepulauan Riau. Bila kesenjangan itu dibandingkan antara tahun
2007 dan tahun2013, tampaknya tetap lebar untuk semua kelompok umur.
Dengan menggunakan pendekatan siklus kehidupan, dari ibuhamil,
balita, usia sekolah, usia kerja dan usia lanjut, serangkaian usulan intervensi
program per kelompok umur tersebut dikemukakan, baik yang bersifat spesifik
oleh jajaran kesehatan, maupun yang bersifat sensitif oleh sektor lain di luar
kesehatan (Trihono dkk, 2015).
Usulan program spesifik oleh jajaran kesehatan antara lain:
1. Pemberian makanan tambahan TKPM (tinggi kalori, protein dan
mikronutrien) untuk ibu hamil
2. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan anak
3. Upaya Kesehatan Sekolah menjadi program wajib di seluruh Puskesmas

30
4. Pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja
5. Penyuluhan intensif tentang program keluarga berencana
6. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan
7. Pemberian ASI eksklusif dan MP ASI yang adekuat
8. Pemantauan pertumbuhan balita
9. Pemberian makanan tambahan dan mikronutrien bagi balita
Program sensitif oleh jajaran lintas sektor antara lain:
1. Pendidikan gizi di sekolah
2. Perbaikan kesehatan lingkungan di sekolah dan rumah
3. Pengentasan kemiskinan
4. Wajib belajar 12 tahun
5. Revisi Undang-undang Nomer 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu
usia menikah dirubah menjadi minimal 20 tahun (Trihono dkk, 2015).

31
BAB IV
ANALISA MASALAH

A. Identifikasi Masalah
Dibawah ini adalah data stunting dari data primer pada posyandu
wilayah kerja Puskesmas Pajang.
Posyandu Pendek Sangat Jumlah Total Persentase
pendek Stunting balita
Mawar II 15 3 18 110 16%
Mawar III 11 9 20 105 19%
Mawar IV 13 4 17 72 24%
Mawar VIII 4 6 10 59 17%
Mawar X 2 1 3 27 11%
Mawar XII 6 3 9 89 10%
Mawar XV 1 4 5 46 11%
Kemuning VI 3 1 4 18 22%
Kemuning V 5 1 6 34 18%
Kemuning VII 2 3 5 27 19%
Kemuning VIII 8 3 11 50 22%
Kemuning X 13 2 15 77 19%
Kemuning XIB 8 5 13 50 26%
Kemuning XIII 11 20 31 51 61%
Kenanga I 5 3 8 29 28%
Kenanga II 2 1 3 34 9%
Kenanga III 2 1 3 36 8%
Melati I 12 14 26 75 35%
Melati III 5 4 9 41 22%
Melati IV 3 0 3 48 6%
Melati VI 3 3 6 34 18%
Melati VII 20 10 30 71 42%
Melati IX 16 4 20 64 31%
Sumber: Data Primer, 2018

Dari tabel diatas, dipatkan prevalensi stunting paling tinggi terdapat di


Posyandu Kemuning XIII yang mencakup wilayah RW 13, RW 14, dan RW
15 Kelurahan Sondakan. Jumlah stunting di RW 13 sebanyak 14, di RW 14
sebanyak 6 balita, dan di RW 15 sebanyak 8 balita. Dari ketiga RW tersebut,
prevalensi stunting paling banyak berada di RW 13 Kelurahan Sondakan.

32
B. Identifikasi Penyebab Masalah dengan Teori Tulang Ikan
Penetapan prioritas masalah stunting dilanjutkan dengan peninjauan
penyebab masalah.Analisis tinjauan penyebab masalah didapatkan melalui
hasil wawancara narasumber mengenai rendahnya penderita stunting yang
berobat sesuai standar. Penyebab masalah tersebut disajikan dalam diagram
tulang ikan (fishbone diagram) pada Gambar 4.1.

33
MAN MONEY METHOD
Kurangnya Biaya Sulitnya kontrol
Terbatasnya pengetahuan transportasi ke
Biaya untuk rutin dan
jumlah tenaga kader faslitas
membeli makanan berkelanjutan
kesehatan untuk tentang kesehatan
mengontrol deteksi dini
stunting
Kurang dukungan Kurangnya kesadaran
Kurangnya
masyarakat menghadiri
keluarga pengetahuan
posyandu
tentang bahaya
Kesadaran ASI stunting
Prevalensi Stunting di
Eksklusif kurang RW 13 Sondakan
Meningkat

Terbatasnya waktu Sulit mendapatkan


bagi tenaga makanan gizi
kesehatan dengan seimbang Terbatasnya alat
Banyak makanan
pengukuran
siap saji dan
Keterlambatan antropometri di
berpengawet
penanganan dan keluarga untuk
penemuan kasus mandiri
stunting

MINUTE MARKET MACHINE

Gambar 4.1 Analisis Penyebab Masalah Stunting dengan Diagram Tulang Ikan

34
Berdasarkan diagram tulang ikan di atas, dapat diidentifikasi beberapa
penyebab masalah yang berperan terhadap kasus stunting di wilayah RW 013
Kelurahan Sondakan. Penyebab masalah dijabarkan sebagai berikut:
1. Man
Permasalahan di bidang sumber daya manusia adalah keterbatasan
jumlah tenaga kesehatan untuk melakukan pengontrolan gizi pada baduta, dan
melakukan pelaporan ke puskesmas jika ditemukan baduta tidak naik
sebanyak 2 kali pada kurva tumbuh kembang.Permasalahan dari pihak
keluarga penderita sendiri berupa kurangnya kesadaran untukmenghadiri
posyandu, kurangnya pengetahuan mengenai stunting dan bahayanya
sehingga kurang kesadaran untuk memberikan ASI eksklusif, makanan gizi
seimbangdan kontrol mandiri.Selain itu, dukungan dari keluarga untuk turut
ikut serta dalam penanganan kasus stunting masih kurang.
2. Method
Permasalahan metode untuk penyelesaian kasus stunting adalah
sulitnya kontrol rutin dan berkelanjutan untuk mendatangi posyandu karena
kurangnya kesadaran masyarakat pentingnya menghadiri posyandu.

3. Money
Biaya transportasiperlu dikeluarkan untuk kontrol ke posyandu dan
kurangnya biaya untuk mendapatkan makanan dengan gizi seimbang
4. Time
Permasalahan dari segi waktu adalah keterbatasan waktu bagi tenaga
kesehatan dan terlambatnya penemuan serta penganganan jika ditemukan
kasus stunting
5. Market
Maraknya makanan siap saji yang dijual bebas dan mudah didapatkan
membuat para orang tua lebih menyukainya sehingga makanan dengan gizi
seimbang cenderung dijauhi dan jarang dijual.
6. Machine

35
Pemeriksaan antropometri rutin oleh keluarga sulit dilakukan akibat
adanya keterbatasan alat pengukuran antropometri sederhana yang dimiliki
oleh keluarga.
C. Penetepan Pemecahan Masalah
Berdasarkan identifikasi penyebab-penyebab masalah tingginya kasus
stunting, dapat ditentukan masalah spesifik untuk penentuan alternatif jalan
keluar, tersaji dalam tabel 4.3.
Tabel 4.3 Alternatif Jalan Keluar

Masalah Penyebab Alternatif Jalan Keluar

Terbatasnya jumlah Kurangnya jumlah tenaga 1. Pertemuan kader dan


tenaga kesehatan kesehatan anggota keluarga
dalam penjaringan untuk pelatihan,
penderita stunting koordinasi, dan
dan untuk refreshing.
memberikan 2. Kerja sama dengan
penyuluhan serta pihak luar.
kontrol rutin

Sulitnya kontrol rutin 1. Tidak dapat kontrol 1. Giatkan kader khusus


dan berkelanjutan mandiri kasus stunting
2. Kurangnya transportasi ke 2. Mendorong peran
fasilitas kesehatan serta anggota keluarga
dan masyarakat
Kurangnya alat 1. Tidak setiap rumah 1. Edukasi untuk
antropometri di memiliki alat antropometri melakukan
rumah. untuk pengukuran mandiri pengukuran
antropometri berkala
di posyandu
2. Edukasi untuk
membeli antropometri
sederhana untuk
pengukuran mandiri.
Terbatasnya waktu 1. Kesulitan membagi 1. Pembelajaran untuk
bagi tenaga kesehatan waktu keluarga pasien
2. Keterlambatan dalam kontrol mandiri
penemuan dan 2. Pemberdayaan kader
penanganan kasus untuk mengontrol dan
stunting melaporkan sejak dini

36
Kurangnya sistem 1. Kurangnya tenaga terlatih 1. Melakukan sosialisasi
pelaporan dari kader untuk melaporkan kasus dan pelatihan kader
sejak dini sebelum terjadi terkait sistem
stunting (ketika 2 kali pendataan dan
pengukuran tidak naik) pelaporan
2. Kurang sosialisasi kepada
kader untuk melakukan
sistem pendataan dan
pelaporan yang tepat
Kurangnya dukungan 1. Terdapatnya tingkat 1. Penyuluhan lebih
dan pengetahuan pendidikan interaktif contohnya
masyarakat tentang masyarakatyang kurang melalui video, senam,
stunting dan dan pamphlet oleh
bahayanya kader.
2. Mendorong peran
serta anggota keluarga
dan masyarakat
Sulitnya mendapatkan 1. Kurangnya biaya untuk 1. Mendorong peran serta
makanan gizi membeli makanan gizi anggota keluarga dan
seimbang seimbang masyarakat

2. Kurangnya kesadaran
keluarga dalam
memberikan makanan gizi
seimbang

3. Banyaknya konsumsi
makanan siap saji dan
berpengawet

Sumber: Data Primer, 2018

Pemilihan Alternatif Intervensi yang Terbaik


Alternatif jalan keluar terhadap masalah selanjutnya dinilai dari
beberapa sudut pandang sehingga didapatkan urutan pemilhan intervensi
terbaik. Pemilihan intervensi terbaik dari berbagai alternatif jalan keluar atas
masalah tingginya stunting di wilayah kerja Puskesmas Pajang tersaji dalam
tabel 4.4.

37
Tabel 4.4 Pemilihan Alternatif Intervensi yang Terbaik

No. Alternatif Intervensi E B D O DU PS KP Total


1 Pertemuan kader dan 3 2 4 3 2 3 4 21
anggota keluarga untuk
pelatihan, koordinasi, dan
refreshing.

2 Kerja sama dengan pihak 2 3 3 3 2 3 4 20


luar.
3 Giatkan kader khusus 5 1 4 3 4 3 3 23
kasus stunting
4 Mendorong peran serta 5 5 4 4 4 3 4 29
anggota keluarga dan
masyarakat
5 Edukasi untuk melakukan 4 2 4 3 4 3 3 23
pengukuran antropometri
berkala di posyandu
6 Edukasi untuk membeli 1 3 1 2 3 2 2 14
antropometri sederhana
untuk pengukuran mandiri
7 Pembelajaran untuk 4 3 3 3 4 4 4 25
keluarga pasien kontrol
mandiri
8 Pemberdayaan kader 4 3 4 5 5 4 3 28
untuk mengontrol dan
melaporkan sejak dini
9 Melakukan sosialisasi dan 4 4 3 4 5 4 3 28
pelatihan kader terkait
sistem pendataan dan
pelaporan
10 Penyuluhan lebih 5 2 2 4 4 5 3 25
interaktif contohnya
melalui video, senam, dan
pamphlet oleh kader.
11 Pelatihan kader tentang 4 2 4 5 4 4 4 27
deteksi dini stunting dan
sistem pelaporannya.
Sumber: Data Primer, 2018

Keterangan :
E = Efektifitas

B = Biaya yang diperlukan

38
D = Dampak yang tidak diinginkan (efek)
O = Onset/ mula kerja efek yang diharapkan
DU = Durasi manfaat efek yang diharapkan
PS = Penerimaan social
KP = Komitmen Politis
Kriteria : 1 = sangat rendah; 2 = rendah; 3 = sedang; 4 = tinggi; 5 = sangat
tinggi
Berdasarkan analisis tabel 4.4, Mendorong peran serta anggota
keluarga dan masyarakatmendapat skor tertinggi, sehingga menjadi pilihan
untuk intervensi terhadap masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pajang
Surakarta
D. Analisis SWOT dalam Manajemen Strategik Program
Analisis SWOT adalah suatu akronim dari strength (kekuatan),
weakness (kelemahan) dari lingkungan internal organisasi, serta opportunity
(kesempatan/peluang) dan threat (ancaman/rintangan) dari lingkungan
eksternal organisasi. Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan
antara faktor eksternal dengan faktor internal organisasi untuk
memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan dan ancaman. Analisis ini berguna untuk
menganalisis faktor-faktor internal organisasi layanan kesehatan yang
memberi andil terhadap kualitas layanan kesehatan atau salah satu
komponennya dengan mempertimbangkan faktor-faktor eksternal organisasi
layanan kesehatan.
Unsur-unsur dari analisis SWOT sebagai berikut (Sulaeman, 2015) :
1. Kekuatan
Kekuatan (Strength) adalah faktor-faktor kekuatan internal yang
dimiliki oleh organisasi layanan kesehatan, seperti kompetensi khusus
yang dimiliki organisasi layanan kesehatan, sehingga memiliki keunggulan
kompetitif di pasaran.
2. Kelemahan

39
Kelemahan (Weakness) adalah keterbatasan atau kekurangan internal
dalam hal sumber daya, keterampilan, kemampuan dan produk jasa
layanan kesehatan yang menjadi penghalang serius bagi penampilan
kinerja organisasi layanan kesehatan. Kelemahan ini apabila berhasil
diatasi akan berpengaruh dalam memperlancar aktivitas dan
mengembangkan organisasi layanan kesehatan dalam mencapai tujuan.
3. Kesempatan
Kesempatan (Opportunity) adalah peluang yang bersifat positif yang
dihadapi oleh suatu puskesmas yang apabila dapat dimanfaatkan akan
besar peranannya dalam mencapai tujuan puskesmas.
4. Hambatan
Hambatan (Threat) adalah kendala yang bersifat negatif yang dihadapi
oleh suatu puskesmas yang apabila berhasil diatasi akan besar peranannya
dalam mencapai tujuan puskesmas.

40
BAB V
PLAN OF ACTION

Dari hasil pemilihan prioritas intervensi yang terbaik terhadap masyarakat


RW 013 Kelurahan Sondakan adalah memberi dorongan gerakan kepedulian
keluarga mengenai stunting, seperti dibentuknya gerakan keluarga peduli stunting.
Maka dari itu perlu disusun Plan of Action (POA) yang komprehensif, efektif dan
efisien. Berikut adalah beberapa perencanaan untuk menurunkan angka stunting:

Tabel 5.1. POA Masalah Tingginya Angka Stunting


Kegiatan Bentuk Sasaran Target
Penyuluhan Kader mendatangi Seluruh Meningkatnya
mengenai bahaya rumah ke rumah masyarakat kesadaran
stunting dan pola untuk sosialisasi terutama keluarga
hidup sehat door stunting dengan keluarga penderita akan
to door dengan menggunakan penderita bahaya stunting
menggunakan leaflet. stunting. dan pola hidup
leaflet. sehat.
Pemberdayaan Kader tiap bulan Seluruh Meningkatnya
masyarakat melakukan edukasi masyarakat kesadaran
dengan membuat kepada tiap warga terutama keluarga untuk
gerakan peduli yang datang ke keluarga mendukung
stunting. Setiap posyandu. penderita penderita
kali mengadakan stunting. stunting.
posyandu
dilakukan edukasi
tentang stunting
dan diharapkan
masyarakat yang
sudah paham
tentang stunting
dapat membagi
ilmunya kepada
masyarakat lain
(mouth to mouth).
Pelatihan kader Puskesmas Kader posyandu. Meningkatkan
untuk deteksi dini melakukan pelatihan ketrampilan kader
stunting dan kader bagaimana untuk deteksi dini
melakukan cara mendeteksi stunting dan data
kalibrasi alat stunting dan yang didapatkan

41
antropometri melakukan kalibrasi lebih valid.
posyandu secara dan pengukuran
berkala. antropometri secara
benar.
Pelaksanaan Pemegang buku Kader posyandu Tejaringnya balita
monitoring buku laporan pencatatan dan pemegang yang mengalami
laporan hasil tinggi dan berat buku laporan stunting secara
pencatatan hasil badan melakukan hasil tinggi dan cepat.
tinggi badan dan pengecekan secara berat balita.
berat badan balita berkala untuk
milik kader tiap melihat ada tidaknya
bulan supaya jika balita stunting.
terdapat balita
stunting dapat
tertangani dengan
cepat.
Penyebaran Puskesmas/posyandu Masyarakat yang Meningkatnya
informasi melalui mencetak leaflet, X- mengunjungi kesadaran
leaflet, X-banner, banner, poster, posyandu dan keluarga untuk
poster, ataupun ataupun spanduk dan puskemas. mendukung
spanduk di tempat memasangnya di penderita
pelayanan puskesmas agar stunting.
kesehatan baik di pasien/masyarakat
posyandu maupun yag sedang
di puskesmas. berkunjung ke
puskesmas/posyandu
dapat membaca.

42
BAB VI
PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Berdasarkan analisis prioritas masalah di Puskesmas Pajang adalah


prevalensi stunting pada anak balita yang masih tinggi.
2. Penyebab permasalahan tersebut yaitu kurangnya pengetahuan,
dukungan, dan kesadaran keluarga akan bahaya stunting serta
kurangnya deteksi dini stunting.
3. Setelah dilakukan analisis penyebab dan berbagai alternatif jalan
keluar maka didapatkan solusi membuat gerakan Peduli Stunting.

B. SARAN

1. Menggalakkan kegiatan penyuluhan secara rutin di masyarakat


mengenai bahaya stunting dan cara pencegahan stunting.
2. Peningkatan program promosi kesehatan yang lebih interaktif.
3. Pelatihan kader tentag deteksi dini stunting.
4. Melakukan evaluasi program untuk dilakukan perbaikan secara terus
menerus.

43
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, 2009. Pegangan


Fasilitator Kelas Ibu Hamil. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Ide M, Papapanou PN. Epidemiology of association between maternal periodontal
disease and adverse pregnancy outcomes – systematic review. J Clin
Periodontol2013; 40 (Suppl. 14): S181–S194. doi: 10.1111/jcpe.12063
Jones I, Chandra PS, Dazzan P, Howard LM. Bipolar disorder, aff ective
psychosis, and schizophrenia in pregnancy and the post-partum period.
Lancet 2014; 384: 1789–99
Kemenkes RI, 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan.
Kemenkes RI, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 tahun 2014 Tentang
Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan
Masa sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta
Pelayanan Kesehatan Seksual.
Kemenkes RI, 2016a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 tahun 2016
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga.
Kemenkes RI, 2016b. Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI.
Ohara MW, Wisner KL, Asher N, Asher H. Perinatal mental illness: Definition,
description and aetiology. Best Practice & Research Clinical Obstetrics
and Gynaecology 28 (2014) 3–12
Rochjati, P. 2003. Skrining Antenatal pada Ibu Hamil. Surabaya: Pusat
safemotherhood.
Sanz M, Kornman K, and on behalf of working group 3 of the joint EFP/AAP
workshop. Periodontitis and adverse pregnancy outcomes: consensus
report of the Joint EFP/AAP Workshop on Periodontitis and Systemic

44
Diseases. J Clin Periodontol 2013; 40 (Suppl. 14): S164–S169. doi:
10.1111/jcpe.12083.
Stein A, Pearson RM, Goodman SH, Rapa E, Rahman A, McCallum M, Howard
LM, Pariante CM. Eff ects of perinatal mental disorders on the fetus and
child. Lancet 2014; 384: 1800–19

45

Anda mungkin juga menyukai