Disusun oleh :
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………............ 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................. 2
B. Rumusan Masalah………………………………………………………….... 3
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………….. 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tafsir….......................................................................................... 4
B. Sejarah Perkembangan Tafsir......................................................................... 5
C.A. Pedoman Penafsiran Serta Pentingnya Ilmu Tafsir Dalam Memahami
B. Al-Qu’an…………………………………………………………………… 8
D. Metode Tafsir……………………………………………………………...... 10
D.1 Metode Ijmaliy........................................................................................ 10
D.2 Metode Tahliliy....................................................................................... 11
D.3 Metode Muqaran..................................................................................... 12
. D.4 Metode Maudlu’iy.................................................................................. 14
E. Corak Tafsir……………………………………............................................ 16
E.1 Corak Sufi............................................................................................... 16
E.2 Corak Fiqh............................................................................................... 17
E.3 Corak Lughawi....................................................................................... 18
E.4 Corak Adhabi Ijtima’i.............................................................................. 18
E.5 Corak Falsafi…………………………………………………………… 19
E.6 Corak Ilmi…………………………………………………………….... 20
E.7 Corak Teologi………………………………………………………….. 21
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………... 24
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Studi Tafsir”. Tak lupa
shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Disamping itu, kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama
pembuatan makalah ini berlangsung sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui
berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah berkembang selama empat belas abad
lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran
keagamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
teratasi. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Studi tafsir Al Qur’an,
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari
diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Saya sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Penyusun
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang menempati posisi sentral, bukan hanya dalam
perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu ke-islaman namun juga merupakan inspirator,
pemandu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang sejarah. Kitab suci ini diturunkan Allah kepada
nabi pamungkas, Muhammad Saw lengkap dengan lafal dan maknanya, diriwayatkan secara
mutawatir, memberi faedah untuk kepastian dan keyakinan, ditulis dalam kitab suci mulai awal
surat al-fatihah sampai akhir surat an-Nas (Mushaf Usmany), diperintahkan untuk disampaikan
kepada umatnya, sebagai pedoman dan tuntunan hidup bagi umat manusia. Dasar dari ajaran islam
yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dan perbuatan
dapat dijumpai dalam sumbernya yang asli di dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Quraish Shihab
menyebutkan bahwa agama Ialam mempunyai satu sendi utama yang esensial, yaitu alquran yang
berfungsi memberikan petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya.
Studi Tafsir adalah ilmu yang membahas tentang segala sesuatu yang ada kaitannya
dengan penafsiran Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat islam yang berlaku sepanjang
zaman tidak akan pernah habis dan selesai untuk dibahas. Inilah yang membuktikan kemukjizatan
Al-Qur’an sekaligus perbedaan Al-Qur’an dengan kitab suci lainnya. Pengkajian studi ini
sangatlah penting bagi umat islam khususnya, agar dapat mengetahui berbagai hal yang
terkandung di dalam kitab suci tersebut.
Al-Qur’an yang merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW, sekaligus petunjuk
untuk umat manusia kapan dan di mana pun, memiliki berbagai macam keistemewaan.
Keistimewaan tersebut, antara lain, susunan bahasanya yang indah, dan pada saat yang sama
mengandung makna-makna yang dapat dipahami oleh siapa pun yang memahami bahasanya,
walaupun tentunya tingkat pemahaman mereka akan berbeda-beda akibat berbagai faktor. Redaksi
ayat-ayat Al-Qur’an, sebagaimana setiap redaksi yang diucapkan atau ditulis, tidak dapat
dijangkau maksudnya secara pasti, kecuali oleh pemilik redaksi tersebut. Hal inilah yang
kemudian menimbulkan keanekaragaman penafsiran.
2
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Tafsir?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Tafsir?
3. Apa Pedoman Penafsiran Serta Bagaimana Pentingnya Ilmu Tafsir Dalam Memahami Al-
Qur’an?
4. Apa Sajakah Metode Penafsiran Yang Digunakan Mufassir Dalam Memahami Al-Qur’an?
5. Corak Apa Saja Yang Digunkan Mufassir Dalam Menafsirkan Al-Qur’an?
C. RUMUSAN MASALAH
1. Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Islam
2. Mengetahui Pengertian Dari Tafsir
3. Mengetahui Sejarah Perkembangan Tafsir
4. Mengetahui Pedoman Penafsiran Serta Pentingnya Ilmu Tafsir Dalam Memahami Al-Qur’an
5. Mengetahui Macam-Macam Metode Tafsir
6. Mengetahui Macam-Macam Corak Tafsir
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TAFSIR
Tafsir berasal dari bahasa Arab, fassara, yufassiru, tafsiran yang berarti penjelasan,
pemahaman, dan perincian. Selain itu, tafsir dapat pula berarti al-idlah wa al-tabyin, yaitu
penjelasan dan keterangan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata tafsir sejajar dengan timbangan
(wazan) kata taf’il, diambil dari kata al-fasr yang berarti al-bayan (penjelasan) dan ak-kasyf yang
berarti membuka atau menyingkap; dan dapat pula diambil dari kata al-tasfarah, yaitu istilah yang
digunakan untuk suatu alat yang biasa digunakan oleh dokter untuk mengetahui penyakit.
Sedangkan Ilmu tafsir berasal dari kata ilmu dan tafsir. Ilmu menurut Raghib al-ashfihani
adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Sedangkan Tafsir menurut bahasa berarti
menjelaskan, menyingkap, dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Jadi ilmu
tafsir adalah ilmu untuk menjelaskan atau menerangkan makna yang abstrak (tersembunyi).
Tafsir menurut istilah, sebagaimana yang di definisikan oleh Abu Hayyan, tafsir adalah
ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafal-lafal Al-Qur’an, tentang petunjuk-
petunjuknya, dan hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun serta hal-
hal lain yang melengkapinya. Azzarkasi berpendapat, tafsir adalah ilmu untuk memahami
kitabullah yang diturunkan kepada Muhammad, menjelaskan makna-maknanya serta
mengeluarkan hukum dan hikmahnya.
Menurut assuyuti sebagian Ulama berpendapat tafsir adalah ilmu (membahas) turunnya
ayat, surat dan kisah-kisahnya, isyarat diturunkannya ayat, urutan makiyyah-madaniyyahnya,
muhkam-mutasyabihnya, nasakh mansukhnya, khas-‘amnya, muthlaq-muqyyadnya, global-
rincinya, ada yang menambahkan petunjuk haram-halalnya, ancaman-janjinya, perintah-
larangannya, perumpamaan-perumpamaannya.
Jadi ilmu tafsir menurut istilah adalah ilmu untuk mengetahui-memahami maksud al-
Qur’an, menjelaskan maknanya, mengeluarkan hukum dan hikmahnya, yang disandarkan kepada
ilmu bahasa dan sastra, usul fiqh, ilmu qiraa’at, asbab nuzul, dan nasakh-mansukh. Sementara
Ulama mendefinisikannya dengan lebih ringkas atau lebih panjang tetapi tetap mencakup point-
point tersebut. Pendapat ini penulis kutip dari Syaikh khalid abd al-rahman al-‘akk.
Dari beberapa definisi di atas kita menemukan tiga ciri utama tafsir:
1. Di lihat dari segi objek pembahasannya adalah kitabullah (Alquran) yang di dalamnya
terkandung firman Allah Swt yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw
melalui malaikat Jibril.
4
2. Dari segi tujuannya adalah untuk menjelaskan, menerangkan, menyingkap kandungan
Alquran sehingga dapat di jumpai hikmah, hukum, ketetapan, dan ajaran yang terkandung di
dalamnya.
3. Dari segi sifat dan kedudukannya adalah hasil penalaran, kajian, dan ijtihad para mufassir
yang didasarkan pada kesanggupan dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga suatu saat
dapat di tinjau kembali.
Jadi, kebutuhan akan tafsir itu mutlak diperlukan untuk menjelaskan makan-makna yang
tersirat dari al-Qur’an tersebut, karena makna tersirat atau pesan yang ada di dalam ayat itu jauh
lebih urgen dari makna tersuratnya. Bahkan seiring perkembangan zaman kebutuhan akan
penafsiran ulang terhadap teks-teks tertentu sesuai kebutuhan zaman tidak bisa dielakkan,
tentunya setelah kita menelaah karya-karya ulama klasik. Jadi sangat terbuka lebar bagi kita untuk
mengkaji karya-karya klasik yang kemudian kita tarik benang merahnya dan kita analogikan
dengan situasi, kondisi, domisili dan berbagai hal di lingkungan masing-masing.bisa jadi dengan
penalaran kita yang jernih kita mampu menemukan sesuatu yang baru yang belum pernah
ditemukan para pendahulu kita atau kita mengembangkan apa yang telah dirintis oleh mereka.
Maka menurut, Quraish Shihab pemahaman terhadap ayat-ayat Alquran, melalui penafsiran-
penafsirannya, mempunyai peranan sangat besar bagi maju mundurnya umat, sekaligus dapat
mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran mereka.
5
yang telah memeluk agama Islam, seperti 'Abdullah bin Salam, Ka'ab Al-Ahbar, dan lain-lain.
Inilah yang merupakan benih lahirnya Israiliyat.
Di samping itu, para tokoh tafsir dari kalangan sahabat yang disebutkan di atas
mempunyai murid-murid dari para tabi'in, khususnya di kota-kota tempat mereka tinggal.
Sehingga lahirlah tokoh-tokoh tafsir baru dari kalangan tabi'in di kota-kota tersebut, seperti:
a. Said bin Jubair, Mujahid bin Jabr, di Makkah, yang ketika itu berguru kepada Ibnu
'Abbas.
b. Muhammad bin Ka'ab, Zaid bin Aslam, di Madinah, yang ketika itu berguru kepada
Ubay bin Ka'ab.
c. Al-Hasan Al-Bashriy, Amir Al-Sya'bi, di Irak, yang ketika itu berguru kepada 'Abdullah
bin Mas'ud.
Gabungan dari tiga sumber di atas, yaitu penafsiran Rasul saw., penafsiran sahabat-
sahabat, serta penafsiran tabi'in, dikelompokkan menjadi satu kelompok yang dinamai Tafsir
bi Al-Ma'tsur. Dan masa ini dapat dijadikan periode pertama dari perkembangan tafsir.
Berlakunya periode pertama tersebut dengan berakhirnya masa tabi'in, sekitar tahun 150 H,
merupakan periode kedua dari sejarah perkembangan tafsir.
Pada periode kedua ini, hadis-hadis telah beredar sedemikian pesatnya, dan
bermunculanlah hadis-hadis palsu dan lemah di tengah-tengah masyarakat. Sementara itu
perubahan sosial semakin menonjol, dan timbullah beberapa persoalan yang belum pernah
terjadi atau dipersoalkan pada masa Nabi Muhammad saw., para sahabat, dan tabi'in.
Pada mulanya usaha penafsiran ayat-ayat Al-Quran berdasarkan ijtihad masih sangat
terbatas dan terikat dengan kaidah-kaidah bahasa serta arti-arti yang dikandung oleh satu
kosakata. Namun sejalan dengan lajunya perkembangan masyarakat, berkembang dan
bertambah besar pula porsi peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat Al-Quran,
sehingga bermunculanlah berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka ragam coraknya.
Keragaman tersebut ditunjang pula oleh Al-Quran, yang keadaannya seperti dikatakan oleh
'Abdullah Darraz dalam Al-Naba'Al-Azhim: "Bagaikan intan yang setiap sudutnya
memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut yang lain,
dan tidak mustahil jika anda mempersilakan orang lain memandangnya., maka ia akan
melihat lebih banyak dari apa yang anda lihat."
Muhammad Arkoun, seorang pemikir Aljazair kontemporer, menulis bahwa: "Al-
Quran memberikan kemungkinan-kemungkinan arti yang tak terbatas. Kesan yang diberikan
oleh ayat-ayatnya mengenai pemikiran dan penjelasan pada tingkat wujud adalah mutlak.
6
Dengan demikian ayat selalu terbuka (untuk interpretasi) baru, tidak pernah pasti dan tertutup
dalam interpretasi tunggal."
7
Pada akhir abad kedua barulah hadis-hadis tafsir dipisahkan dari hadis-hadis lainnya
dan disusun tafsir berdasarkan urutan mushaf. Menurut penelitian Ibnu Nadim, orang yang
pertama kali menafsirkan ayat-ayat al-Quran menurut tertib mushaf adalah al-Farra’. Ia
melakukannya atas permintaan ‘Umar Ibnu Bakir. Ia mendiktekan tafsirnya kepada murid-
muridnya di masjid setiap hari Jum’at.
Pada masa Abbasiyah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan berkembang
pula ilmu tafsir. Para ulama’ nahwu seperti Sibawaihi dan al-Kisaiy mengi’rabkan al-Quran.
Para ahli nahwu dan bahasa menyusun kitab yang dinamakan dengan Ma’ani al-Quran.
8
untuk mengadakan penyelewengan dan memberikan penafsiran semaunya sendiri. Padahal tidak
ada yang mengetahui pengertiannya yang sebenarnya melainkan Allah dan orang-orang yang
berilmu dengan landasan yang kuat dan mereka mengatakan;
“Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.
Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”
(QS Ali-Imran ayat 7).
Petunjuk yang kedua, adalah:
“Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak didalamnya” (QS An-
Nisaa’ ayat 82).
Pedoman dalam menafsirkan Al-Qur’an dapat dirumuskan sebagai berikut:
a) Prinsip-prinsip dalam Islam dinyatakan didalam Al-Qur’an dengan kata-kata yang jelas
dan tegas. Oleh karena itu, tidak boleh membuat suatu dalil atas dasar ayat yang
mutasyabih, ayat dengan kata-kata yang mempunyai pengertian yang beraneka ragam.
b) Kejelasan suatu ayat Al-Qur’an harus dicari dari dalam Al-Qur’an itu sendiri, karena apa
saja yang dinyatakan ringkas pada suatu tempat, terdapat penjelasan yang luas dan lengkap
di bagian lain dalam Al-Qur’an itu juga.
c) Penafsiran terhadap ayat-ayat dengan kata-kata kiasan harus serasi dengan ayat-ayat
dengan kata-kata yang jelas dan tegas.
d) Bila telah terdapat suatu penggarisan hukum atau prinsip yang dinyatakan dengan kata-
kata yang jelas dan tegas, maka keterangan yang menimbulkan keraguan harus ditafsirkan
menurut hukum atau prinsip yang jelas dan tegas itu. Demikian juga hal-hal yang bersifat
khusus dibaca dan dihubungkan dengan penegasan yang lebih umum.
Tafsir termasuk disiplin ilmu islam yang paling mulia dan luas cakupannya. Paling mulia,
karena kemulian sebuah ilmu itu berkaitan dengan materi yang dipelajarinya, sedangkan tafsir
membahas firman-firman Allah. Dikatakan paling luas cakupannya, karena seorang ahli tafsir
membahas berbagai macam disiplin ilmu, dia terkadang membahas akidah, fikih, dan akhlak. Di
samping itu, tidak mungkin seseorang dapat memetik pelajaran dari ayat-ayatAl-Qur’an, kecuali
dengan mengetahui makna-maknanya.
Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim harus berusaha mengetahui tafsir Al-Qur’an
agar mampu mengambil manfaat darinya dan mampu mengikuti jejak salafus shalih.
Dengan urgensi tafsir seperti itu, membawa ulama sepakat bahwa tafsir termasuk fardu
kifayah dan merupakan salah satu dari tiga ilmu syariat yang paling utama setelah hadis dan fikih.
9
Keutamaan ilmu tafsir bukan hanya karena ilmu ini membahas pokok-pokok ajaran agama yang
sangat dibutuhkan, akan tetapi mempelajari ilmu ini mengandung tujuan mulia, karena pokok
kajiannya adalah Kalamullah.
D. METODE TAFSIR
10
menjelaskan makna ayat secara berurutan, ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai dengan
urutan mushaf usmani. Adapun kitab-kitab tafsir dengan metode ijmalii adalah:
1. Tafsir al-Jalalain, karya jalal al-Din al-Sayuthi dan jalal al-Din al-Mahalli.
2. Shofwah al-Bayan lima’ani al-Quran, karya Sheikh Husnain Muhamma Mukhlaut.
3. Tafsir al-Quran Azhim, karya Ustadz Muhammad Farid Majdy.
4. Tafsir al-Wasith, karya Tim Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah (Lembaga Penelitian- Islam)
Al-Azhar Mesir.
5. Taj al-Tafasir, karya Muhammad ‘Utsman al-Mirghani.
11
Sedangkan kelemahan dari metode tafsir yahlily ini adalah:
a) Menjadikan petunjuk al-Quran parsial (bagian-bagian).
b) Melahirkan penafsiran yang subjektif.
c) Kajiannya tidak mendalam.
Berbagai aspek yang dianggap perlu oleh seorang mufasir tahlily di uraikan, yang tahapan
kerjanya yaitu dimulai dari:
1. Bermula dari kosakata yang terdapat pada setiap ayat yang akan ditafsirkan
sebagaimana urutan dalam al-Quran, mulai dari surah al-Fatihah hingga surah an-
Nass.
2. Menjelaskan asbab an-Nuzul ayat ini dengan menggunakan keterangan yang
diberikan oleh hadist (bir Riwayah).
3. Menjelaskan munasabah atau hubungan ayat yang ditafsirkan dengan ayat sebelumnya
atau sesudahnya.
4. Menjelaskan makna yang terkandung pada setiap potongan ayat dengan menggunakan
keterangan yang ada pada ayat lain, atau dengan menggunakan hadis Rasulullah Saw
atau dengan mengguanakan penalaran rasional atau berbagai disiplin ilmu sebagai
sebuah pendekatan.
5. Menarik kesimpulan dari ayat tersebut yang berkenaan dengan hukum mengenai suatu
masalah, atau lainnya sesuai dengan kandungan ayat tersebut.
12
Yang diperbandingkan itu adalah ayat dengan ayat atau ayat dengan hadis. Nasharuddin
baidah berpendapat bahwa tafsir muqaran adalah menafsirkan sekelompok ayat al-Quran atau
suatu surat tertentu denan cara membandingkan antara ayat dengan ayat dengan ayat atau
surah dengan hadis, atau antara pendapat ulama dengan ulama tafsir dengan menonjolkan
aspek-aspek perbedaan tertentu dari objek yang membandingkan.
Ada beberapa tahap yang dilalui dalam menggunakan metode tafsir muqaran yang
membandingkan tafsir para ulama tersebut, yaitu:
a. Menentukan sejumlah ayat yang akan ditafsirkan.
b. Mengumpulkan dan mengemukakan pendapat para ulama tafsir mengenai pengertian
ayat tersebut.
c. Melakukan analisis perbandingan terhadap pendapat-pendapat para mufassir dengan
menjelaskan corak penafsirannya. Apakah bercorak bi al-ma’tsur, bi ra’yu dan lain
sebagainya.
d. Menentukan sikap dengan menerima penafsiran yang dinilai benar dan menolak
penafsiran yang tidak dapat diterimanyaa. Hal ini tentu saja dengan mengemukakan
sejumlah argumen kenapa ia mendukung suatu tafsir dan menolak yang lainnya.
Tafsir muqaran memiliki kelebihan yaitu, bersifar objektif, kritis dan berwawasan
luas. Sedangkan kelemahannya antara lain terletak pada kenyataannya bahwa metode
tafsir muqaran tidak bisa di gunakan untuk menafsirkan semua ayat al-Quran seperti
halnya pada tafsir ijmali dan tahlili. Sedangkan pendapat lain juga mengelompokkan
kelebihan dan kekurangan dari metode ini, adapun kelebihannya antara lain:
a) Memberikan wawasan penafsiran yang relative lebih luasi bagi para pembaca dari
metode-metode lain.
b) Membuka pintu untuk bersikap toleran atas pendapat-pendapat yang berbeda
mengenai suatu permasalahan.
c) Mendorong seorang penafsir untuk mengkaji penafsiran-penafsiran ulama lain
mengenai suatu ayat ataupun dalam suatu permasalahan.
Sedangkan kekurangannya antara lain:
a) Penafsiran dengan metode ini tidak cocok untuk pemula.
b) Penafsirannya kurang dapat memecahkan permasalahan yang ada ataupun sedang
dihadapi.
c) Cenderung hanya melihat penafsiran-penafsiran ulama terdahulu sehingga tidak
mengahasilkan penafsiran-penafsiran baru.
Objek kajian tafsir ini dikelompokan menjadi tiga:
13
1. Perbandingan ayat al-Quran dengan ayat lain
Mufassir membandingkan ayat al-Quran dengan ayat lain, yaitu ayat-ayat yang
memiliki persamaan dengan redaksi dalam dua atau lebih masalah atau kasus yang diduga
sama. Objek kajian tafsir ini hanya terletak pada persoalan redaksi ayat-ayat al-Quran
bukan dalam bidang makna.
2. Perbandingan ayat al-Quran dengan Hadis
Dalam melakukan perbandingan ayat al-Quran dengan hadis yang terkesan berbeda
atau bertentangan ini, langkah pertama yang harus ditempuh adalah menentukan nilai
hadis yang akan diperbandingkan dengan ayat al-Quran. Hadis itu haruslah shahih. Hadits
dhaif tidak dibandingkan karena disamping nilai otentitasnya rendah, dia justru semakin
tertolak karena pertentangannya dengan ayat al-Quran. Setelah itu mufassir melakukan
analisis terhadap latar belakang terjadinya perbedaan atau pertentangan antara keduanya.
3. Perbandingan penafsiran mufassir dengan mufassir lain
Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran tertentu ditemukan adanya perbedaan
diantara hasil ijtihad, latar belakang sejarah, wawasan, dan sudut pandang masing-
masing. Sedangkan dalam hal perbedaan penafsiran mufasir yang satu dengan yang lain,
mufassir berusaha mencari, mengali, menemukan, dan mencari titik temu diantara
perbedaan-perbedaan itu apabila mungkin, dan mentarjih salah satu pendapat setelah
membahas kualitas argumentasi masing-masing.
Kitab-kitab Tafsir yang menggunakan metode Muqarrin
Sebagian kitab-kitab tafsir yang memakai metode maudhu’i antara lain sebagai berikut:
1. Al-Mar’ah fi al-Quran dan Al-Insan fii al-Quran al-Kariim, karya Abbas Mahmud al-
Aqqad
2. Ar-Ribaa fii al-Quran al-Kariim, karya Abu al-‘A’la al-Maududiy
3. Rawa’i al-Bayan fii Tafsir Ayat al-Ahkam, karya ‘Ali ash-Shabuniy
15
4. Al-Washaayaa al-‘Asyr, karya Syaikh Mahmud Syalthut
5. Tema-tema Pokok al-Quran, karya Fazlur Rahman
6. Wawasan al-Quran Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, karya M. Quraish
Shihab
E. CORAK TAFSIR
Corak penafsiran dalam literatur sejarah tafsir biasanya diistilahkan dalam bahasa Arab yaitu
laun yang arti dasarnya warna. Corak penafsiran yang dimaksud di sini ialah nuansa khusus atau
sifat khusus yang memberikan warna tersendiri pada tafsir.
Tafsir al-Qur`an sebagai usaha untuk memahami dan menerangkan maksud dan kandungan
ayat-ayat suci mengalami perkembangan yang cukup bervariasi. Corak penafsiran al-Qur`an
adalah hal yang tak dapat dihindari. Berbicara tentang karakteristik dan corak sebuah tafsir, di
antara Para Ulama membuat pemetaan dan kategorisasi yang berbeda-beda. Disini kami
menjelaskan ada tujuh corak penafsiran yang relatif digunakan para musafir dalam menafsirkan
Al-Qur’an, walaupun seiring perkembangan ilmu pengetahuan yang menyebabkan timbulnya
corak-corak baru dalam ruang lingkup penafsiran Al-Qur’a, diantara tujuh corak itu adalah Tafsir
Bercorak Sufi, Fiqh, Lughawi, Adhabi, Falsafi, ‘Ilmi, dan Teologi.
16
2) Tafsir Sûfî Nadzarî, yaitu tafsir yang dibangun atas premis-premis ilmiah yang diterapkan
dalam penafsiran al-Qur`an. Sedangkan Tafsir Sûfî Isyârî tidak dibangun atas dasar
premis-premis ilmiah. Ia dibangun atas dasar riyâdhah rûhiyyah, yaitu latihan-latihan
spiritual yang dilakukan seorang sufi hingga ia mencapai tingkat menemukan petunjuk
melalui hati nuraninya (inkisyaf).
Salah satu contoh karya yang menampilkan corak tafsir sufi adalah:
17
para pendiri madzhab. Meskipun begitu, ada pula sebagian yang memberikan analisis dengan
membandingkan perbedaan pandangan madzhab yang mereka anut.
Di antara kitab-kitab yang tergolong tafsir fiqhî adalah,
1) Ahkâm al-Qur`an, karya al-Jassâs (w. 370 H);
2) Ahkâm al-Qur`an, karya Ibn al-‘Arabî (w. 543 H); dan
3) Al-Jâmi‘ li ahkâm al-Qur`an, karya al-Qurtubî (w. 671 H).
18
teknologi, dan tidak akan menggunakan istilah-istilah tersebut kecuali jika dirasa perlu dan
hanya sebatas kebutuhan.
Metode Adabî Ijtimâ’î dalam segi keindahan (balâghah) bahasa dan kemu’jizatan al-
Qur`an, berusaha menjelaskan makna atau maksud yang dituju oleh al-Qur`an, berupaya
mengungkapkan betapa al-Qur`an itu mengandung hukum-hukum alam raya dan aturan-
aturan kemasyarakatan, melalui petunjuk dan ajaran Alquran, suatu petunjuk yang
berorientasi kepada kebaikan dunia dan akhirat, serta berupaya mempertemukan antara ajaran
al-Qur`an dan teori-teori ilmiah yang benar. Juga berusaha menjelaskan kepada umat, bahwa
al-Qur`an itu adalah Kitab Suci yang kekal, yang mampu bertahan sepanjang perkembangan
zaman dan kebudayaan manusia sampai akhir masa, berupaya melenyapkan segala
kebohongan dan keraguan yang dilontarkan terhadap al-Qur`an dengan argumen-argumen
yang kuat yang mampu menangkis segala kebatilan, karena memang kebatilan itu pasti
lenyap.
Para Pelopor Kitab Tafsir Corak Adabî Ijtimâ’î menginginkan penafsiran al-Qur`an
kontemporer adalah upaya melahirkan konsep-konsep Qur`ani sebagai jawaban terhadap
tantangan dan problematika kehidupan modern dan upaya mempertemukan antara al-Qur`an
dan Sains modern yang selalu berkembang dengan cepat dalam batas yang wajar dan
ditoleransi oleh Islam, dengan motivasi lebih menegaskan I’jâz Ilmî al-Qur`an. Dalam bidang
kemasyarakatan dan politik, maka tafsir yang sangat dibanyak dipelajari adalah tafsir yang
terbit pada abad ke-19 dan 20.
Tokoh utama corak adabî ijtimâ’î ini adalah Muhammad Abduh sebagai peletak
dasarnya, dilanjutkan oleh muridnya Rasyid Ridhâ, di era selanjutnya adalah Fazlurrahman,
Muhammad Arkoun.
19
sebagai sebuah pemikiran yang ditulis, bukan pemikiran yang tertuju pada ayat. Seperti
tafsir yang dilakukan al-Farabi, ibn Sina, dan Ikhwan al-Shafâ. Menurut Al-Dzahabi, tafsir
mereka ini di tolak dan di anggap merusak agama dari dalam.
Sejarah telah mencatat perkembangan tafsir yang begitu pesat, seiring dengan
kebutuhan, dan kemampuan manusia dalam menginterpretasikan ayat-ayat Tuhan. Setiap
karya tafsir yang lahir pasti memiliki sisi positif dan negatif, demikian juga tafsir falsafî
yang cenderung hanya berdasarkan logika dan karena peran logika begitu mendominasi,
maka metode ini kurang memperhatikan aspek historisitas kitab suci. Namun begitu, tetap
ada sisi positifnya yaitu kemampuannya membangun abstraksi makna-makna yang
tersembunyi, yang diangkat dari teks kitab suci untuk dikomunikasikan lebih luas lagi
kepada masyarakat dunia tanpa hambatan budaya dan bahasa.
Pada prinsipnya teks al-Qur`an tidak lepas dari struktur historis dan konteks
sosiokultural di mana ia diturunkan. Dengan demikian, akan lahir tafsir-tafsir filosofis yang
logis dan proporsional, tidak spekulatif dan berlebih-lebihan.
Ada beberapa kitab tafsir falsafi seperti,
1) Mafâtih Al-Ghâib, karya Fakhr al-Razi (w. 606 H),
2) al-Isyârat, karya Imam al-Ghazali (w. 505 H),
3) Rasail Ibn Sinâ, karya Ibn Sinâ (w. 370 H).
20
yang mendalam akan menunjukkan pada sebuah pandangan bagi pemerhati kajian dan
pemikiran khususnya, bahwa merekalah yang dimaksudkan dalam perintah untuk
mengungkap tabir pengetahuannya melalui perangkat ilmiah. Belakangan, pada abad ke-20
perkembangan tafsir bi al-ilmî semakin meluas dan semakin diminati oleh berbagai kalangan.
Banyak orang yang mencoba menafsirkan beberapa ayat al-Qur`an melalui pendekatan ilmu
pengetahuan modern. Tujuan utamanya adalah untuk membuktikan mukjizat al-Qur`an dalam
ranah keilmuwan sekaligus untuk meyakinkan orang-orang non-muslim akan keagungan dan
keunikan al-Qur`an.
Meluasnya minat terhadap corak tafsir bi al-‘Ilmî dikarenakan umat Islam merasa
tertinggal dari pada Barat dalam hal ilmu pengetahuannya. Umat Islam juga takut penyakit
pertentangan antara agama dan ilmu pengetahuan yang pernah dialami Barat akan timbul di
dunia mereka. Karenanya, umat Islam pun bangkit dan mulai melakukan berbagai
eksperimen ilmiah dengan mencari kesesuainnya dalam al-Qur`an
Beberapa contoh karya tafsir al-‘ilmi ini adalah:
1) Tafsir al-Kabîr / Mafâtih Al-Ghâib (Fakhruddin Al-Râzi)
2) Al-Jawâhir fi Tafsîr al-Qur`an al-Karîm (Thanthawî Jauhari)
3) Tafsir al-Ayat al-Kauniyah (Abdullah Syahatah)
21
BAB III
SIMPULAN
A. Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah, kesimpulan dari makalah ini, yaitu:
1. Tafsir adalah ilmu untuk mengetahui-memahami maksud al-Qur’an, menjelaskan
maknanya, mengeluarkan hukum dan hikmahnya, yang disandarkan kepada ilmu bahasa
dan sastra, usul fiqh, ilmu qiraa’at, asbab nuzul, dan nasakh-mansuk, yang berkedudukan
sebagai hasil penalaran, kajian, dan ijtihad para mufassir yang didasarkan pada
kesanggupan dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga suatu saat dapat di tinjau
kembali.
2. Rasulullah berkewajiban menjelaskan tentang penafsiran al-qura’n kepada para sahabat
tapi karena tidak dijelaskan sampai akhir mengakibatkan sahabat ada yang melakukan
ijtihad. Dengan mengambil riwayat dari ibn abbas sahabat mampu memahami al-quran
dengan pemahaman yang mendalam tetapi tidak sampai merumuskan balaghah yang
diperlukan untuk generasi berikutnya. Penafsiran yang dilakukan rasulullah, sahabat serta
tabi’un tabi’in belum dilakukan dalam bentuk kitab sehingga masih ada kesulitan untuk
mempelajarinya. Barulah pada masa akhir bani umayyah dilakukan pembukuan dari
penafsiran al-quran. Tafsir yang dilakukan mulai dari ibnu abbas, sa’id bin jubair, dan abu
ubaidah.
3. Pedoman penafsiran yang utama adalah Al-Qur’an, Hadist selama tidak bertentangan
dengan Al-Qur’an, serta tak lupa memperhatikan petunjuk serta larangan yang ada dalam
Al-Qur’an.
Seorang muslim harus berusaha mengetahui tafsir Al-Qur’an agar mampu mengambil
manfaat darinya dan mampu mengikuti jejak salafus shalih
4. Metode penafsiran al-Quran itu adalah suatu cara atau langkah yang mudah untuk
melakukan penalaran, hasil usaha manusia dan ijtihadnya untuk mempelajari nilai-nilai
yang terkandung didalam al-Quran. Adapun macam-macam tafsir al-Quran berdasarkan
metodenya adalah:
1. Metode tahlili (analisis).
2. Metode ijmali (global).
3. Metode muqaran (perbandingan/komparasi).
4. Metode maudhu’i (tematik).
22
5. Dari penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa yang termasuk dalam corak-
corak tafsir tahlili adalah sebagai berikut :
1. Tafsir sufi, ialah tafsir dengan kecenderungan menta`wilkan al-Qur`an selain dari apa
yang tersirat, dengan berdasarkan isyarat-isyarat yang nampak pada ahli ibadah.
2. Tafsir fiqhî, ialah kecenderungan tafsir dengan metode fiqh sebagai basisnya, atau
dengan kata lain, tafsir yang berada di bawah pengaruh ilmu fiqh, karena fiqih sudah
menjadi minat dasar mufasirnya sebelum dia melakukan usaha penafsiran.
3. Tafsir falsafî, ialah kecenderungan tafsir dengan menggunakan teori-teori filsafat, atau
tafsir dengan dominasi filsafat sebagai pisau bedahnya. Tafsir semacam ini pada
akhirnya tidak lebih dari deskripsi tentang teori-teori filsafat.
4. Tafsir Ilmî, adalah kecenderungan menafsirkan al-Qur`an dengan memfokuskan
penafsiran pada kajian bidang ilmiah, yakni untuk menjelaskan ayat-ayat yang
berkaitan dengan alam. Atau tafsir yang memberikan hukum terhadap istilah alamiah
dalam ibarat al-Qur`an.
5. Tafsir adabî ijtimâ’î adalah tafsir yang memiliki kecenderungan kepada persoalan
sosial kemasyarakatan. Tafsir jenis ini lebih banyak mengungkapkan hal-hal yang
berkaitan dengan perkembangan kebudayaan masyarakat yang sedang berlangsung.
Tafsir adabî ijtimâ’î merupakan corak tafsir baru yang menarik pembaca dan
menumbuhkan kecintaan kepada al-Qur’an serta memotivasi untuk menggali makna-
makna dan rahasia-rahasia al-Qur’an. Di antara kitab tafsir yang bercorak adabi
ijtima’i adalah Tafsir al-Mannar karya Muhammad ’Abduh dan Rashid Rida.
6. Tafsir bercorak Lughawî adalah sebuah tafsir yang cendrung kebidang bahasa.
Penafsirannya meliputi segi I’râb, Harakat, Bacaan, Pembentukan kata, Susunan
kalimat dan Kesusastraannya. Tafsir semacam ini selain menjelaskan maksud-maksud
ayat-ayat al-Qur`an juga menjelaskan segi-segi kemu’jizatannya
7. Tafsir bercorak Teologi(Kalâm) ialah tafsir dengan kecendrungan pemikiran Kalâm,
atau tafsir yang memiliki warna pemikiran kalâm. Tafsir semacam ini merupakan salah
satu bentuk penafsiran al-Qur`an yang tidak hanya ditulis oleh simpatisan kelompok
Teologis tertentu, tetapi lebih jauh lagi merupakan tafsir yang dimanfaatkan untuk
membela sudut pandang Teologi tertentu.
23
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Al-Munawal, Agil Said Husin. 2005. Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehah Hakiki. Ciputat:
PT. Ciputat Press.
Darbi Ahmad, Ulum Al-Q Al-Aridl, dan Ali Hasan. 1991. Sejarah dan Metodologi Tafsir.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ash Shiddieqy, M. Hasbi. 1972. Sedjarah dan Pengantar Ilmu al-Quran/Tafsir. Jakarta: Bulan
Bintang.
Chirzin, Muhammad. 1998. Al-Quran dan Ulumul Quran. Yogyakarta: PT Dana Bhakti
Primayasa.
Al-Farawi Abd, Al-Hary. 1996. Metode Tafsir Al-Maudhu’i. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suma, Amin Muhammad. 2001. Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran. Jakarta: Pustaka Pirdaus.
Nasaruddin, Baidan. 2002. Metode Penafsiran Al-Quran. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Baidan, Nashrudin. 2005. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Shihab, M. Quraish. 1992. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Wijaya, Ahsin. 2008. Kamus Imu Al-Qur’an. Jakarta: Amzah.
Situs Internet
24