Anda di halaman 1dari 12

DEFINISI PAJAK

Definisi menurut Prof. Rochmat Soemitro SH:


Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran Umum.

Unsur Unsur pajak ;


1. Iuran rakyat kepada negara,yang berhak memungut pajak adalah negara, iuran berupa
uang bukan barang.
2. Berdasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan
undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timba atau kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk,
dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual
oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.

Definisi perancis dalam Buku Leroy Beaulieu yang berjudul Traite de la science des
Finances 1906, Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan
oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.

Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919); Pajak adalah bantuan secara
insidental atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh
badan yang bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana terjadi suatu
tatbestand(sasaran pemajakan) karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak.

Definisi Prof R.A. Seligman dalam Essays in Taxation (New York, 1925); Pajak adalah
konstribusi wajib dari seseorang kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran yang
terjadi untuk kepentingan bersama, tanpa merujuk pada manfaat khusus dianugerahkan.

Definisi Mr. Dr. J. Feldmann dalam bukunya De overheidsmiddelen van Indonesia; Pajak
adalah prestasi yang dipakasakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut
norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata
digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

Definisi Prof. Dr. M. J.H. Smeets dalam bukunya De Economische betekenis der
Belastingen 1951; Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-
norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat
ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran
pemerintah.

Definisi Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul Pajak


berdasarkan Asas Gotong Royong Universitas Padjadjaran bandung 1964; Pajak adalah iuran
wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma
hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.
Ciri pajak yang tersimpul dalam berbagai definisi secara umum adalah :
1. pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke Pemerintah
2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya sehingga dapat dipaksakan.
3. dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung
secara individual yang diberikan oleh pemerintah.
4. pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public
investment
6. pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah
7. pajak dapat dipungut baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pajak, Retribusi dan Sumbangan


1. Pajak

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan. (Prof. Dr. P.J.A. Adriani)

Dari banyaknya definisi para ahli, dapat diambil beberapa cirri atau karakteristik dari
pajak, yaitu sebagai berikut:

a. Pajak dipungut berdasar undang-undang atau peraturn pelaksanaannya.

b. Terhadap pembayaran pajak, tidak ada kontraprestasi langsung.

c. Pemungutannya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah, oleh


karena itu ada istilah pajak pusat dan pajak daerah.

d. Hasil dari uang pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran


pemerintah, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan, dan
apabila terdapat kelebihan maka sisanya digunakan untuk public investment.

e. Disamping mempunyai fungsi sebagai alat untuk memasukkan dana dari rakyat
ke dalam kas negara (fungsi budgeter), pajak juga mempunyai fungsi yang lain,
yaitu mengatur.

2. Retribusi

Retribusi agak berbeda dengan pajak. Dalam retribusi, hubungan antara prestasi yang
dilakukan (dalam wujud pembayaran) dengan kontraprestasi itu bersifat langsung.
Pembayar retribusi justru menginginkan adanya jasa timbale balik langsung dari
pemerintah. Contohnya, pembayaran air minum pada PAM, retribusi listrik, telepon,
gas, uang kuliah, dan sebagainya. Pengenaan retribusi berlaku umum dan dapat
dipaksakan. Misalnya retribusi terhadap listrik, apabila rakyat tidak membayar
retribusi listrik, maka aka nada tindakan-tindakan tertentu yang bertujuan sebagai
pemaksaan seperti pengenaan denda, pemutusan hubungan sementara, dan
sebagainya.

Berdasarkan hal tersebut, maka karakteristik retribusi adalah:

a. Retribusi dipungut dengan berdasarkan peraturan-peraturan (yang berlaku


umum).

b. Dalam retribusi, prestasi yang berupa pembayaran dari warga masyarakat akan
mendapatkan jasa timbal langsung yang ditujukan pada individu yang
membayarnya.

c. Uang hasil retribusi digunakan bagi pelayanan umum berkait dengan retribusi
yang bersangkutan.
d. Pelaksanaannya dapat dipaksakan, biasanya bersifat ekonomis.

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.

Retribusi Daerah dibagi menjadi tiga golongan yaitu

a. Retribusi Jasa Umum.

Objek retribusi ini beupa pelayanan yang disediakan Pemerintah Daerah untuk
tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau badan. Subjeknya adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Prinsip dan
sasaran penetapan tarif jenis Retribusi Daerah adalah berdasarkan kebijakan
daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan,
kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Retribusi jenis ini misalnya:
Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pelayanan Kebersihan, Retribusi Biaya
Cetak KTP dan Akte Catatan Sipil, Retribusi Pelayanan Pemakaman dan
Pengabuan Mayat, Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum, Retribusi
Pelayanan Pasar, Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, Retribusi
Pemerikasaan Alat Pemadam Kebakaran, Retribusi Biaya Cek Peta, dan Retribusi
Pengujian Kapal Perikanan.

b. Retribusi Jasa Usaha

Objek retribusi ini berupa pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan menganut prinsip komersial. Subjeknya adalah orang pribadi atau badan
yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Prinsip
dan sasaran penetapan tarif jenis Retribusi Daerah adalah berdasarkan tujuan
untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas
diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan
berorientasi pada harga pasar. Retribusi jenis ini misalnya: Retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah, Retribusi Pasar Grosir/Pertokoan, Retribusi Tempat
Pelelangan, Retribusi Terminal, Retribusi Tempat Khusus Parkir, Retribusi Tempat
Penginapan, Retribusi Penyedotan Kakus, Retribusi Rumah Potong Hewan,
Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal, Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga,
Retribusi Penyeberangan di Atas Air, Retribusi Pengolahan Limbah Cair, dan
Retribusi Penjualan Produksi Limbah.

c. Retribusi Perizinan Tertentu

Objek retribusi ini yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka
pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan
ruang, penggunaan SDA, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Subjeknya
adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah
Daerah. Prinsip dan sasaran penetapan tarif jenis Retribusi Daerah adalah
berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya
penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.

3. Sumbangan

Menurut Santoso Brotodiharjo, dalam sumbangan itu terkandung pemikiran bahwa


biaya-biaya yang dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu tidak boleh
dikeluarkan dari kas umum, karena prestasi itu tidak ditujukan kepada penduduk
seluruhnya, melainkan hanya sebagian penduduk saja. Oleh karena itu, maka hanya
golongan tertentu dari penduduk ini sajalah yang diwajibkan membayar sumbangan
ini. Sumbangan memang hampir sama dengan retribusi, tapi keduanya memiliki
perbedaan. Pada retribusi dapat ditunjuk seseorang yang mengenyam kenikmatan
kontraprestasi dari pemerintah, sedangkan pada sumbangan, yang mendapat
kontraprestasi ini hanya satu golongan.

Apabila dikaitkan dengan pajak dan retribusi, maka sumbangan memiliki karakteristik
tertentu, antara lain:

a. Sumbangan dipungut berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan


mengikat umum

b. Dalam sumbangan, kontraprestasi diperoleh bukan karena membayarnya secara


individual melainkan secara kelompok.

c. Pelaksanaannya dapat dipaksakan, tetapi tidak bersifat ekonomis seperti halnya


retribusi, melainkan hanya bersifat yuridis.

Unsur paksaan di dalam pajak lebih kuat dibandingkan pada sumbangan. Dengan
demikian, bagi mereka yang memenuhi syarat untuk dikenakan sumbangan itu,
dan bagi yang tidak mau memenuhinya (melanggar) dapat dikenakan akibat-
akibat hokum tertentu. Sedangkan paksaan retribusi yang bersifat ekonomis pada
hakikatnya diserahkan kepada pihak yang berkepentingan untuk membayarnya
maupun tidak. Misal: seseorang bebas mengikuti kuliah pada suatu universitas,
tetapi jika ia aka berbuat demikian, ia harus membayar uang kuliahnya. Jika ia
tidak mau membayar, maka a tidak akan diperbolehkan untuk masuk mengikuti
kuliah.

Dasar Hukum Pajak dan macam macam UU Pajak di Indonesia di Indonesia

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat
dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa
berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif
untuk mencapai kesejahteraan umum.

Dasar hukum pemungutan pajak adalah pasal 23 ayat 2 UUD.


Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen
Keuangan Republik Indonesia.

Salah satu, aspek yang penting dalam hukum perpajakan adalah wewenang fiskus (petugas
pemungut pajak) dalam memungut pajaknya dari masyarakat. Hal ini dapat juga disebut sebagai
asas-asas pajak atau asas dalam pengenaan pajak. Asas-asas ini terdiri dari :

1. Asas Domisili (Domicile Principle). Contohnya, seperti yang dianut di Indonesia. Orang yang telah
menetap atau berdomisili di Indonesia melebihi waktu 183 hari dalam 12 bulan dapat dikenakan
pajak di Indonesia.

2. Asas Kewarganegaraan. Pengenaan pajak yang didasarkan pada kewarganegaraannya. Asas ini
tidak dianut oleh Indonesia. Contohnya, seperti yang dianut oleh Amerika Serikat dan Filipina.
Dimanapun wrga negara AS dan Filipina berada, mereka dapat dikenakan pajak oleh negara mereka.

3. Asas Sumber ( Source Principle) : menurut asas ini, suatu negara berwenang mengenakan pajak
atas penghasilan yang bersumber dari negara tersebut. Contohnya, seperti produser film dari India
yang melakukan syuting atau membuat film di Indonesia dapat dikenakan pajak penghasilan atas film
yang dibuatnya di Indonesia. Contoh lainnya, seorang konsultan IT dari Singapura yang datang ke
Indonesia, penggantian imbalan atau pembayaran atas jasanya tersebut dapat dikenakan pajak di
Indonesia.

Asas-asas ini akan dibicarakan lebih lanjut dan merupakan dasar pengenaan dalam pajak
internasional atau penghindaran pajak berganda antar negara-negara.

Hukum pajak dibedakan menjadi 2, yaitu hukum pajak material dan hukum pajak formal. Hukum
pajak material memuat tentang pertanyaan APA, SIAPA, dan BERAPA. Contoh hukum pajak material
adalah UU PPh (Pajak Penghasilan) dan UU PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Hukum pajak formal
memuat tentang ketentuan-ketentuan dalam hukum pajak material dan contohnya terdapat pada
UU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan). Pertanyaan dalam hukum pajak formal, mengenai
BAGAIMANA mewujudkan hukum pajak material.

Hukum Pajak Material

Hukum pajak material dapat juga disebut sebagai ketentuan material dalam perpajakan. Berarti,
mengatur hal-hal secara materi dalam perpajakan. Siapa yang dikenakan pajaknya atau siapa subjek
pajaknya. Apa objek yang dikenakan pajaknya. Berapakah besar tarif pajaknya dan besarnya pajak
yang terutang. Berikut ini merupakan contoh-contoh hukum pajak material secara rinci, diantaranya :

* UU No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan

* UU No. 18 tahun 2000 tentag Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Atas Penjualan
Barang Mewah (PPN dan PPnBM)

* UU No. 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)


* UU No. 13 tahun 1985 tentang Bea Materai

* UU No. 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

* UU No. 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.

Hukum Pajak Formal

Dalam hukum pajak formal, diatur mengenai ketentuan bagaimana pelaksanaan atau cara untuk
mewujudkan hukum pajak material menjadi kenyataan. Dapat dikatakan bahwa hukum pajak
material mengatur pajak secara materinya, sedangkan hukum pajak formal adalah ketentuan pajak
secara formalnya atau dalam ketentuan-ketentuannya. Berikut ini merupakan undang-undang yang
memuat hukum pajak formal, yaitu :

* UU No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Dan Tatacara Perpajakan (UU KUP)

* UU No. 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (UU PPSP)

* UU No. 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

Salah satu, contoh umumnya dalam hukum pajak formal adalah mengenai seseorang yang menjadi
Wajib Pajak (WP). Hal ini diatur dalam UU KUP. Seseorang WP dalam UU Kup diatur mengenai cara-
cara yang dia tempuh dalam membayar pajaknya. Dimulai dari mendaftarkan diri ke KPP (Kantor
Pelayanan Pajak) setempat untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Kemudian,
bagaimana WP menyetorkan pajaknya dengan SSP (Surat Setoran Pajak) ke bank dan melaporkan SPT
(Surat Pemberitahuan) ke KPP. Semua hal mengenai sistem dan prosedur pajak akan dibahas dalam
hukum pajak formal yang tercantum dalam UU KUP. Selain itu, UU KUP dapat dikatakan sebagai induk
atau dasar dari ketentuan-ketentuan pajak yang berlaku di Indonesia. Mengenai sistem dan prosedur
pajak akan dibahas lebih lanjut dalam postingan yang akan datang.

PENGGOLONGAN PAJAK

A. PAJAK NEGARA DAN DAERAH


Penggolongan pajak sesuai dengan wewenang pemungutannya, pajak dapat dikelompokkan
menjadi :

1. PAJAK NEGARA
Pajak Negara, sering dikenal sebagai Pajak Pusat atau Pajak Umum. Wewenang pemungutannya
oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini dilaksanakan oleh Departemen Keuangan / Direktur Jenderal
Pajak / Direktur Bea dan Cukai. Dimana pun pajak pusat itu dipungut merupakan penerimaan Negara
atau Penerimaan Pemerintah Pusat yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara. Oleh karena itu, realisasi dari penerimaan pajak dan realisasi pemanfaatannya merupakan
bagian dari perhitungan Anggaran negara yang dibuat oleh Pemerintah Pusat.

2. PAJAK DAERAH
Pajak Daerah, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, Pajak Daerah diartikan sebagai
iuran wajib yang dialakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung
yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Dalam pajak daerah yang berkedudukan sebagai Wajib Pajak Daerah adalah orang pribadi atau Badan
yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan
pembayaran pajak yang terhutang termasuk pemungut atau pemotong pajak. Badan yang menjadi
Wajib Pajak Daerah adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas , perseroan
komanditer, persereoan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, Firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap
dan bentuk badan lainnya.
Ruang lingkup pemungutan Pajak Daerah tidak boleh ruang lingkup yang sudah menjadi lapangan
pemungutan Pajak Negara. Pajak Daerah terdiri dari pajak daerah yang menjadi wilayah pemungutan
daerah tingkat I dan pajak daerah yang menjadi wilayah pemungutan daerah tingkat II. Contoh :
- Jenis Pajak Daerah yang dipungut oleh propinsi;
• Pajak Kendaraan Bermotor
• Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
• Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
• Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air permukaan
- Jenis Pajak Daerah yang dipungut Kabupaten/Kodya;
• Pajak Hotel
• Pajak Restoran
• Pajak Hiburan
• Pajak Reklame
• Pajak Penerangan Jalan, dan lain sebagainya.

B. PAJAK LANGSUNG DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG


Pajak dari segi administrasi pemungutan dan pembebanan pajak dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung.

1. PAJAK LANGSUNG
a. Pajak langsung dalam pengertian administratif adalah Pajak yang pemungutannya secara berkala
atau periodik; pemungutannya berdasarkan suatu surat ketetapan pajak atau lazim disebut dengan
kohir;beban pajak tidak dapat dipindahkan. Dengan demikian pungutan pajak yang termasuk dalam
kategori pajak langsung pungutannya secara berkala, misal berdasarkan tahun pajak. Walaupun saat
ini sudah menggunakan sistem self assessment, bukanlah berarti tidak ada lagi ketetapan pajak
(kohir). Beban pajak yang termasuk pajak langsung, si wajib pajak tidak boleh memindahkan beban
pajaknya kepada pihak lain.
Contoh : - Pajak Penghasilan
- Pajak Bumi dan Bangunan
b. Pajak langsung dalam pengertian ekonomis adalah suatu pajak yang pengenaannya dibebankan
kepada wajib pajak sendiri langsung atau kewajiban wajib pajak harus dipikul sendiri oleh wajib pajak
dan tidak dapat dilimpahkan.

2. PAJAK TIDAK LANGSUNG


a. Pajak tidak langsung secara administratif adalah suatu pajak yang pemungutannya tidak
dilakukan secara berkala atau periodik, tetapi pemungutannya dilaksanakan pada saat terjadinya
peristiwa atau perbuatan; pemungutannya tidak didasarkan pada suatu ketetapan pajak (kohir).
b. Pajak tidak langsung dalam pengertian ekonomis adalah suatu pajak yang beban pajaknya secara
ekonomis dapat dipindahkan kepada pihak lain.
Contoh : PPN dan PPn BM, Bea Meterai

C. PAJAK SUBYEKTIF DAN PAJAK OBYEKTIF

1. PAJAK SUBYEKTIF
Pajak subyektif adalah pajak yang pengenaanya pertama-tama memperhatikan subyeknya dan baru
dicari obyeknya atau pajak yang dimulai timbulnya kewajiban pajak diawali dengan adanya subyek
pajak.

2. PAJAK OBYEKTIF
Pajak obyektif adalah pungutan pajak yang pertama-tama melihat kepada obyeknya selain dari
benda, atau keadaan, atau perbuatan yang menyebabkan timbulnya kewajiban pajak dan baru dicari
subyeknya. Atau pajak yang mulai timbulnya kewajiban pajak diawali dengan adanya obyek pajak.

Tata Cara Pemungutan Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :

1. Stelsel Pajak

a. Stelsel Nyata
Pengenaan Pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), pemungutan dilakukan
pada akhir tahun pajak setelah penghasilan sesungguhnya diketahui. Pajak lebih realistis
tapi baru dapat dikenakan di akhir periode.

b. Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur Undang-Undang. Tanpa
menunggu akhir tahun dan tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran

Merupakan kombinasi antara stelsel Nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun dihitung
berdasarkan anggapan dan akhir tahun disesuaikan dengan keadaan yang sebebnarnya.

2. Asas Pemungutan Pajak

a. Asas Domisili

Negara berhak untuk mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak diwilayahnya
baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. asas ini berlaku bagi wajib pajak dalam
negeri.

b. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

c. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

3. Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assesment system

adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (FISKUS)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

ciri-cirinya :

1. wewenang untuk menentukan besarya pajak terutang ada pada fiskus


2. wajib pajak bersifat pasif

3. utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus

b. Self Assessment System


Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

ciri-cirinya adalah :

1. wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri
2. wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang.

3. fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System


adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh wajib pajak.

ciri-cirinya wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga
pihak selain fiskus dan wajib pajak.


SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK

1. Official Assessment Sistem


Adalah suatu sistempemungutan yang ystem wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak dan menagihnya. Dalam ystem ini
kedudukan fiskus (aparat pajak) sangat dominan. Sistem ini juga memiliki beberapa kekurangan yang
pertama adalah kurang mendidik atau kurang mendewasakan wajiib pajak dan juga memungkinkan
timbulnya kesewenang-wenangan dari pihak fiskus. Ciri-ciri dari ystem official assessment adalah
sebagai berikut :
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada fiskus.
2. Wajib pajak (pembayar) bersifat pasif.
3. Hutang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assessment Sistem


Adalah suatu ystem pemungutan pajak yang ystem wewenang, kepercayaan, tanggung jawab
kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri
besarnya pajak yang harus dibayar.
Ciri-ciri dari ystem self assessment adalah sebagai berikut :
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
2. Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawai.

3. Withholding Sistem
Adalah suatu ystem pemungutan pajak yang ystem wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus
ataupun wajib pajak) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri dari
ystem ini adalah bahwa wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak
ketiga, yakni pihak selain fiskus dan wajib pajak.
SISTEM TARIF PEMUNGUTAN PAJAK

1. Sistem Pemungutan Proporsional


Sistem pemungutan proporsional adalah pukul rata prosentase pajak yang dikenakan untuk semua
objek pajak. Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai / PPN di mana semua harga barang di tingkat
akhir dikenakan pajak PPN adalah sama sebesar 10%. (10 – 10 – 10 – 10)

2. Sistem Pemungutan Progresif


Sistem pemungutan progresif adalah menaikkan persentase pajak yang kena dan harus dibayar
sesuai kenaikan objek pajak. Kenaikan prosentasenya sesuai dengan kenaikan objek pajak yang kena
pajak. (10 – 20 – 30 – 40)

3. Sistem Pemungutan Regresif


Sistem pemungutan regresif adalah menurunkan persentase pajak yang kena dan harus dibayar
sesuai penurunan objek pajak. Jenis pemungutan pajak ini kebalikan dari ystem pemungutan pajak
progresif. (10 – 8 – 6 – 4)

4. Sistem Pemungutan Degresif


Sistem pemungutan degresif adalah menaikkan persentase pajak yang kena dan harus dibayar sesuai
kenaikan objek pajak, namun besarnya persentase kenaikan pajak semakin menurun dari tingkat ke
tingkat. Sistem ini mirip dengan ystem progresif, namun kenaikan prosentase akan semakin kecil
walaupun prosentasenya naik. (10 – 18 – 24 – 28)

Anda mungkin juga menyukai