Abdomen Traumatik : Pengalaman Kami di Rumah Sakit Tersier
Daerah Pinggiran (Rural)
Latar belakang : mekanisme terjadinya cedera pada trauma abdomen berbeda- beda di tiap negara di dunia dan bahkan dalam satu negara pun bisa berbeda- beda. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan etiologi trauma abdomen serta mengevaluasi faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas di area regional kami.
Metode : Desain studi ini bersifat deskriptif prospektif yang dilakukan di departemen bedah rumah sakit pendidikan tingkat tersier di Solapur dari Juni 2013- Juni 2015. Yang kami inklusi dalam studi kami adalah semua pasien yang masuk ke rumah sakit kami dengan diagnosis trauma abdomen, tidak peduli umur dan jenis kelamin. Berdasarkan jenis cedera, terapi yang diberikan bersifat konservatif atau operatif (dengan pembedahan). Pasien yang telah dilakukan operasi diikuti (follow up) untuk melihat adakah komplikasi yang terjadi dan tatalaksananya.
Hasil : kami mendapat sebanyak 50 sample pasien yang mengalami trauma abdomen dalam penelitian kami. Dari semua sample penelitian kami, trauma tumpul abdomen lebih sering dibandingkan trauma tajam/penetrasi abdomen. Usia rata-rata sample penelitian kami adalah 29.3 tahun dengan perbandingan laki-laki : perempuan adalah 2.6 : 1. Usia sample penelitian terbanyak dalam penelitian kami adalah 21-30 tahun. Pada studi kami, organ padat yang paling sering mengalami kerusakan pada kasus trauma abdomen adalah Limpa, sedangkan organ berongga yang paling sering mengalami kerusakan adalah usus halus. Mekanisme tersering trauma tumpul abdomen adalah kecelakaan lalu lintas, sedangkan mekanisme tersering trauma penetrasi abdomen adalah trauma tusuk. Infeksi area luka bekas operasi merupakan komplikasi tersering setelah dilakukan pembedahan. Mortalitas lebih tinggi pada kelompok trauma tumpul abdomen dibandingkan trauma penetrasi abdomen.
Kesimpulan : Mekanisme tersering trauma tumpul abdomen adalah kecelakaan lalu lintas, sedangkan mekanisme tersering trauma penetrasi abdomen adalah trauma tusuk. Dalam studi kami pada pasien-pasien yang mengalami trauma abdomen, limpa merupakan organ padat yang paling sering mengalami kerusakan sedangkan organ berongga yang paling sering mengalami kerusakan adalah usus halus. Pasien dengan trauma abdomen yang datang ke rumah sakit terlambat dan pasien-pasien trauma abdomen dengan morbiditas yang menyertai pasien saat terjadi trauma abdomen meningkatkan mortalitas dan morbiditas pada pasien-pasien ini di kemudian hari.
PENDAHULUAN
Kasus trauma abdomen makin sering terjadi hari demi hari karena peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang menyebabkan peningkatan kerjadian kecelakaan lalu lintas. Trauma abdomen merupakan penyebab utama kematian, hospitalisasi, dan kecacatan jangka panjang pada orang-orang yang usianya 40 tahun kebawah. Di negara bekembang seperti India, kejadian trauma abdomen meningkat karena peningkatan urbanisasi, peningkatan industry, kejahatan sipil dan aktivitas criminal. Trauma abdomen secara praktis diklasifikasikan menjadi trauma abdomen tumpul dan trauma abdomen penetrasi/tajam.
Bila dibandingkan dengan trauma abdomen penetrasi, diagnosis trauma tumpul abdomen lebih sulit bahkan di tangan dokter bedah yang sudah berpengalaman sekalipun karena temuan klinisnya seringkali tidak dapat diandalkan. Fraktur vertebra lumbal, iga bagian bawah, dan penurunan level kesadaran mungkin tidak terdeteksi oleh dokter pada saat pemeriksaan fisik dan tatalaksana awal. Mekanisme cedera yang menyebabkan trauma abdomen seringkali juga menyebabkan cedera lain (cedera extra-abdomen) sehingga akan mengecohkan perhatian dokter bedah dari kelainan intra-abdomen yang justru lebih mengancam jiwa.
Perbedaan jenis etiologi trauma abdomen antar negara regional bahkan antar negara di dunia telah terdokumentasi dalam literature. Studi ini dilakukan untuk menentukan etiologi trauma abdomen, presentasi klinis, organ yang cedera pada trauma abdomen, komplikasi pasca bedah, mortalitas, dan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pembedahan pada area regional kami.
METODE
Setelah mendapat persetujuan dari komite etik, studi ini dijalankan di departemen bedah rumah sakit pendidikan tingkat tersier di Solapur. Rumah sakit kami terletak di area rural (pinggiran) yang dikelilingi banyak desa. Studi ini dilakukan selama 2 tahun (Juli 2013-Juli 2015) pada 50 pasien.
KRITERIA INKLUSI Semua pasien yang mengalami trauma abdomen yang dirawat inap, tidak peduli usia maupun jenis kelamin.
KRITERIA EKSKLUSI • Semua pasien trauma abdomen yang dipulangkan (tidak dirawat inap), • Semua pasien wanita hamil yang mengalami trauma abdomen, • Semua Pasien yang tidak setuju berpartisipasi dalam studi kami dieksklusi dari penelitian kami.
Saat datang ke rumah sakit, pasien dianamnesis dan dilakukan pemeriksaan fisik. Bila pasien masih dapat dianamnesis, kami menanyakan langsung kepada pasien. Data yang penting kami tanyakan antara lain lokasi tubuh terjadinya trauma, sifat trauma abdomen (tumpul/penetrasi), arah dan gaya terjadinya trauma, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, tempat tinggal, status sosial ekonomi, interval (waktu antara) terjadinya cedera sampai pasien datang ke rumah sakit, serta penyakit-penyakit yang menyertai. Bila pasien tidak dapat diwawancarai, kami mewawancarai keluarga atau orang yang menemani pasien saat itu. Saat masuk ke rumah sakit, bila pasien mengalami syok, kami memberikan resusitasi yang adekuat sampai hemodinamiknya stabil. Setelah hemodinamik stabil, pasien baru dilakukan pemeriksaan radiologi (pemeriksaan radiologi dada dan abdomen, USG dan CT-scan abdomen, dll).
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain darah lengkap, gula darah, kreatinin, elektrolit, status HIV dan Hepatitis B, serta urinanalisis. Berdasarkan tipe cedera, pasien ditatalaksana secara konservatif atau operatif (pembedahan). Terapi konservatif meliputi monitor ketat tanda-tanda vital pada pasien di ICU bedah, pemberian cairan IV yang adekuat, dan transfusi darah bila diperlukan. Indikasi dilakukan laparatomi pada pasien kami adalah bila pasien gagal berespon terhadap terapi konservatif, bila terjadi perburukan walaupun sudah diresusitasi cairan secara adekuat, adanya gambaran udara bebas di bawah diafragma pada rontgen abdomen posisi erek, dan tanda perdarahan intraabdomen yang masih berlanjut. Bila pasien tidak memenuhi salah satu indikasi tersebut, pasien ditatalaksana secara konservatif. Pembedahan eksplorasi dilakukan setelah didapatkan inform consent dari pasien dan keluarga. Detail pembedahan seperti organ yang mengalami cedera dan prosedur pembedahan yang dilakukan dicatat. Bila diperlukan, spesimen dapat dikirimkan untuk pemeriksaan histopatologi. Konsultasi kepada dokter spesialis lain dilakukan bila pasien mengalami cedera di area tubuh lain selain abdomen. Setelah dilakukan tindakan pembedahan, pasien diikuti (follow up) dalam 3 bulan pertama untuk mendeteksi adakah komplikasi awal dan komplikasi lanjut. Data yang terkumpul dimasukkan ke dalam lembar Microsoft-Excel dan analisis data kemudian dilakukan menggunakan SPSS versi 16. Pada awal analisis dan observasi, hasil diambil, didiskusikan, dan dibandingkan dengan literature relevan lainnya.
HASIL
Selama periode studi kami, sebanyak 50 pasien trauma abdomen dapat kami recruit masuk dalam studi ini. mereka ditatalaksana secara konservatif atau operatif.
DISKUSI
Trauma terus menjadi masalah utama kesehatan masyarat di seluruh dunia. Trauma dapat mengenai segala rentang usia dan dihubungkan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi di banyak negara. Usia paling sering mengalami trauma pada studi kami adalah 21-30 tahun (54 % kasus) diikuti 31-40 tahun (18% kasus). Temuan yang sama juga dilaporkan pada berbagai studi yang lain. Trauma yang paling sering terjadi pada usia yang produktif secara ekonomi ini menjadi masalah besar baik untuk keluarga pasien maupun negara. Pada studi yang dilakukan oleh Mukhopadhyay M dkk, usia tersering yang mengalami trauma adalah 31-40 tahun. Sedangkan studi yang dilakukan oleh Haque dkk, usia tersering yang mengalami trauma adalah 11-20 tahun. Usia rata-rata pasien dalam studi kami adalah 29.3 tahun, hal ini sama dengan hasil pada studi lain.
Ratio laki-laki : perempuan pada studi kami adalah 2.6 : 1. Hasil observasi dominansi laki-laki dalam kasus trauma abdomen ini cocok dengan studi lain yang telah dilaporkan. Laki-laki lebih banyak mengalami trauma abdomen dikarenakan laki-laki sebagai tulang punggung pencari nafkah keluarga dan sering ter-ekspos dengan aktivitas luar ruangan sedangkan wanita lebih sering terlibat dalam aktivitas dalam ruangan. Alasan lain adalah karena laki-laki lebih sering terlibat dalam kekerasan.
Ratio trauma penetrasi : trauma tumpul abdomen dalam studi kami adalah 2.5 : 1. Temuan ini cocok dengan studi oleh Musan P dkk dan Gad MA dkk. Namun temuan ini berbeda dengan hasil studi yang dilakukan Manohar K dkk, dimana ratio trauma tumpul penetrasi : trauma tumpul abdomen adalah 1.63 : 1. Gejala awal paling sering yang dijumpai pada pasien trauma abdomen pada saat masuk rumah sakit dalam studi kami adalah nyeri abdomen (94%), muntah (60%), distensi abdomen (50%). Temuan ini sama dengan hasil studi lain.
Kebanyakan pasien (54%) pasien dalam studi kami datang ke rumah sakit terlambat, yaitu 24 jam atau lebih setelah mengalami cedera. Hal ini mungkin dikarenakan bahwa dalam studi kami dari 50 pasien, 28-nya (56%) berasal dari area pinggiran. 38 pasien (76%) berasal dari kalangan sosial ekonomi bawah. Kemiskinan, buta huruf, dan fasilitas transportasi yang buruk mungkin merupakan faktor yang ikut berkontribusi terhadap terlambatnya pasien datang ke rumah sakit setelah mengalami trauma abdomen. Status sosial ekonomi pasien dalam studi kami diklasifikasikan sesuai klasifikasi BG Prasad. Keuntungan klasifikasi ini adalah dapat diaplikasikan pada area pinggiran maupun urban (perkotaan). Klasifikasi ini didasarkan pada pendapatan per kapita per bulan untuk setiap individu. Datangnya pasien yang terlambat ke rumah sakit setelah mengalami trauma abdomen juga dilaporkan oleh penulis dari negara berkembang lainnya.
Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan dan pejalan kaki merupakan kasus trauma tumpul abdomen yang paling sering ditemui pada studi kami (34%). Luka tusuk merupakan penyebab tersering trauma penetrasi abdomen. Temuan yang sama dilaporkan pada berbagai sutdi nasional dan internasional lainnya. Trauma abdomen karena diserang banteng/kerbau/sapi juga ditemukan dalam studi kami karena banyaknya pendesaan. Diantara semua cedera ekstra abdomen yang terjadi, cedera thoraks (34%) merupakan cedera paling sering terjadi bersamaan dengan trauma abdomen. Temuan ini cocok dengan studi yang dilakukan oleh Mehta N dkk.
Tatalaksana konservatif dilakukan pada 12 pasien (24%) kami yang mengalami cedera organ padat dengan keadaan hemodinamik yang stabil. Cedera ginjal merupakan jenis cedera yang paling banyak ditatalaksana secara konservatif, diikuti cedera hati dan limpa. 38 pasien (76%) membutuhkan intervensi pembedahan dan splenektomi merupakan prosedur paling sering dilakukan pada studi kami diikuti oleh prosedur penutupan perforasi usus. Temuan yang sama juga diobservasi oleh studi yang dilakukan Mehta N dkk.
Limpa merupakan organ padat yang paling sering mengalami cedera pada trauma tumpul abdomen. Temuan sama dilaporkan oleh banyak studi nasional maupun internasipnal. Usus halus merupakan organ berongga yang paling sering mengalami cedera pada trauma penetrasi abdomen di studi kmai. Temuan ini juga cocok dengan banyak studi nasional dan internasional lainnya.
Infeksi luka post operatif merupakan komplikasi tersering setelah pembedahan dalam studi kami. Temuan yang sama juga dilaporkan pada studi lain. tingkat Mortalitas keseluruhan pada studi kami adalah 12%. Angka ini sama seperti yang dilaporkan oleh Kumawat JL dkk dan Musau P dkk.
KESIMPULAN
Trauma tumpul abdomen lebih sering terjadi dibandingkan trauma penetrasi abdomen. Penyebab tersering trauma tumpul abdomen adalah kecelakaan lalu lintas, sedangkan penyebab tersering trauma penetrasi abdomen adalah cedera tusuk. Ketaatan pada peraturan rambu lalu lintas, memperbaiki kondisi jalan, lampu untuk pejalan kaki, tempat penyeberangan bagi pejalan kaki, dll dapat mengurangi angka kejadian kecelakaan lalu lintas dan oleh karenanya dapat mengurangi kejadian trauma abdomen. Datangnya pasien ke rumah sakit yang terlambat setelah mengalami trauma abdomen serta penyakit lain (morbiditas_ yang sedang diderita pasien saat itu meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien di kemudian hari. Tatalaksana sebelum di rumah sakit, transportasi yang lebih baik seperti ambulans yang alat-alatnya lengkap, diagnosis dini, resusitasi agresif, dan intervensi pembedahan yang cepat dapat meningkatkan prognosis pada pasien trauma.
Translate Tabel
Table 1. Insiden Trauma Abdomen Berdasarkan Usia. Kelompok usia paling rentan mengalami trauma abdomen adalah usia 21-30 taun (54%) diikuti oleh usia 31-40 tahun (18%)
Tabel 2. Insiden Trauma abdomen berdasarkan Jenis Kelamin. Dari 50 kasus, 36 pasien adalah laki-laki dan 14 adalah perempuan. Jumlah laki=laki lebih banyak daripada perempuan pada studi kami.
Tabel 3. Presentasi Klinis Pasien. • Nyeri abdomen • Muntah • Distensi • Hematuria • Retensi urin Gejala awal tersering yang terdeteksi pada pasien trauma abdomen pada penelitian kami adalah nyeri abdomen dan muntah.
Tabel 4. Mekanisme Cedera • Kecelakaan lalu lintas • Pasien jatuh dari ketinggian • Serangan • Pasien tertimpa benda yang jatuh dari ketinggian Kecelakaan lalu lintas (34%) merupakan penyebab tersering trauma tumpul abdomen, sedangkan cedera tusuk merupakan penyebab tersering trauma penetrasi abdomen
Tabel 5. Waktu antara cedera sampai pasien datang ke rumah sakit setelah mengalami trauma abdomen Pada studi kami, sebanyak 23 pasien (46%) datang ke rumah sakit dalam 24 jam atau kurang setelah terjadinya trauma abdomen, sedangkan 27 pasien (56%) datang setelah 24 jam mengalami trauma abdomen
Tabel 8. Berbagai Macam Prosedur Pembedahan yang dilakukan • Splenektomi • Penutupan perforasi • Penjahitan laserasi hati (hepatorraphy) • Splenorafi • Reparasi rupture kandung kemih • Prosedur drainase untuk cedera pankreas • Reparasi robekan diafragma • Reparasi cedera rektum dengan kolostomi diverting loop • Reseksi usus halus dengan anastomosis primer
Usus halus (28%) merupakan organ berongga yang paling sering mengalami cedera, sedangkan limpa (28%) merupakan organ padat yang paling sering mengalami cedera pada kasus trauma abdomen di studi kami. Cedera jaingan lunak tersering adalah pada mesenterium (12%).
Kebanyakan pasien memerlukan intervensi bedah
Splenektomi yang diikuti prosedur penurupan perforasi (18%) merupakan prosedur pembedahan yang paling sering dilakukan pada studi kami. Beberapa pasien memerlukan lebih dari 1 prosedur pembedahan karena cedera intra- abdomen multi organ.
Tabel 9. Cedera ekstraabdomen • Cedera kepala • Cedera dada (hemothoraz, fraktur iga, pneumothoraks, dll) • Fraktur pelvis • Cedera limpa • Cedera dada (34%) merupakan organ ekstra-abdomen yang paling sering mengalami cedera pada studi kami.
Tabel 10. Komplikasi Pos-Operatif • Infeksi luka • Luka yang tidak menutup sempurna • Ileus paralitik • DIC • Sepsis • Pneumonia • Infeksi luka (22%) merupakan komplikasi pos-operatif yang paling sering dijumpai pada pasien yang mengalami trauma abdomen pada studi kami.
Tabel 11. Trauma abdomen dan mortalitasnya. • Trauma tumpul • Trauma penetrasi • Pada studi kami. mortalitas lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dibandingkan trauma penetrasi abdomen.
Eviserasi : keluarnya organ intraabdomen dari rongga abdomen
Gambar 1. Eviserasi usus halus akibat diserang banteng/sapi/kerbau. (perhatikan adanya lumpur pada permukaan serosa usus)
Gambar 2. Robekan mesenterium
Gambar 3. Limpa yang rupture
Gambar 4. Eviserasi dan perforasi usus halus setelah mengalami cedera tusuk pada abdomen
Gambar 5. Perforasi usus halus (perhatikan mukosa usus halus yang melebar/menonjol)
Gambar 6. Eviserasi usus halus akibat serangan kerbau/banteng/sapi di area perianal (sekitar anus)
Gambar 7A. Perforasi usus halus multipel setelah trauma abdomen akibat peluru
Gambar 7B. peluru diambil
Gambar 8. Eviserasi lambung dan omentum akibat cedera tusuk.