Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perkembangan derajat kesehatan masyarakat suatu negara ataupun dalam


suatu daerah dapat dilihat dari kejadian kematian dalam masyarakatnya dari waktu ke
waktu. Kejadian kematian ini juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian
keberhasilan pelayanan kesehatan serta program pembangunan di sektor kesehatan.1

Berdasarkan laporan World Health Organization (2008) angka kematian ibu di


dunia pada tahun 2005 sebanyak 536.000. Kematian ini dapat disebabkan oleh 25 %
perdarahan, 20% penyebab tidak langsung, 15 % infeksi, 13 % aborsi yang tidak
aman, 12 % eklampsi, 8 % penyulit persalinan, dan 7 % penyebab lainnya.
Perdarahan yang terjadi pada kehamilan muda disebut abortus sedangkan pada
kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Yang termasuk perdarahan antepartum
antara lain plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri.2

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007


menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak 228 per 100.000 kelahiran
hidup pada priode tahun 2003 sampai 2007. Pada tahun 2009 Angka Kematian Ibu
(AKI) masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup. Dari hasil survei
tersebut terlihat adanya peningkatan angka kematian ibu di Indonesia (Depkes RI,
2009). Angka kematian ibu selama tahun 2006 sebanyak 237 per 100.000 kelahiran
hidup. Dari total 4.726 kasus plasenta previa pada tahun 2005 didapati 40 orang ibu
meninggal akibat plasenta previa.2

Plasenta previa adalah plasenta yang implantasinya tidak normal, sehingga


menutupi seluruh atau sebagian ostium internum2; Plasenta previa telah
diklasifikasikan berdasarkan tingkat gangguan pada os serviks internal. Pada plasenta
previa perdarahan lebih mungkin terjadi selama trimester ketiga, sebagai konsekuensi
dari perkembangan segmen bawah uterus dan pelebaran serviks akibat kontraksi

1
uterus; juga pemeriksaan vagina dapat menyebabkan perdarahan antepartum. Faktor-
faktor risiko untuk pengembangan plasenta previa termasuk persalinan sesar
sebelumnya, operasi intrauterin, merokok, kehamilan multifetal, peningkatan paritas,
usia ibu dan meningkatnya tingkat operasi caesarkasus ini masih menarik dipelajari
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, karena faktor predisposisi yang
masih sulit dihindari, prevalensinya masih tinggi serta punya andil besar dalam angka
kematian maternal dan perinatal yang merupakan parameter pelayanan
kesehatan.2Pada kasus ini akan dibahas tentang diagnosis defenitif plasenta previa
berdasarkan klasifikasinya dan efek penggunaan berulang kortikosteroid antenatal
sebagai fetal maturasi.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. I .M
Umur : 39 Tahun (16/06/1979)
Alamat : Entrop
Agama : ISLAM
Suku/Bangsa : Buton/Sulawesi Tenggara/Indonesia
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal MRS : 28 Februari 2019
2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama: Keluar sedikit darah dari jalan lahir

2. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien G4P2A1 datang membawa pengantar dari dokter Sp.OG dengan
keluhan keluar sedikit darah dari jalan lahir sejak 1 jam SMRS. Pasien
mengatakan darah keluar ketika pasien sedang mencuci pakaian. Pasien
mengatakan darah yang keluar merupakan darah segar dan tidak menyadari
ketika darah keluar. Ketika darah keluar pasien mengaku tidak merasakan
nyeri dan merupakan perdarahan yang pertama kalinya pada kehamilan ini.
Keluar air-air dari jalan lahir (-), gerak janin dirasakan aktif, keputihan saat
hamil (-), gatal (-), bau (-), demam(-)
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Hipertensi (-), Asma (-) , DM (-), Sakit Ginjal (+),Sakit paru (-), Sakit jantung
(-).
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (+), Asma (+), DM (+), Sakit paru (-), Sakit Jantung (-)

3
5. Riwayat Obstetri
G4P2A1
Hidup/
Jenis BB Umur
No. Penolong JK Meningg
Persalinan (Gram) Sekarang
al
1. Aterm Dokter 3800 g ♂ 13 tahun Hidup
( SC)
2. Abortus
(2 bulan)
3. Aterm Dokter 2800 g ♂ 4 tahun Hidup
( Vakum )
4 Hamil ini

6. Riwayat Pernikahan
 Usia pernikahan ♀: 39 tahun, Pendidikan D3, Pekerjaan:IRT
 Usia pernikahan ♂: 40 tahun, Pendidikan D3, Pekerjaan: Swasta
 Suami : ke-1
 Pernikahan dengan suami sekarang:  13 Tahun

7. Riwayat Menstruasi
 Menarche: 13 Tahun
 Siklus haid: Teratur (28 hari)
 Gejala penyerta: Nyeri Haid (+)
 HPHT : 14/8/2018
 TP :21/5/2019
 UK : 26 Minggu

4
8. Pemeriksaan Antenatal (PAN/ANC)
Berapa kali : 4x dipuskesmas Towano, 4x di dokter SP.OG
Imunisasi TT : 1x

9. Riwayat Penggunaan Kontrasepsi


Jenis kontrasepsi : Suntik 3 bulan
Berapa lama : 4 tahun
Sebab berhenti :-
Rencana KB setelah melahirkan :-

10. Riwayat sosial


Ibu sehari-hari bekerja sebagai Ibu rumah tangga yang mengurus pekerjaan
dirumah.
2.3 Status Generalis
Keadaan Umum : Baik Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi Badan : 149 cm
Berat Badan : 55 kgBMI : 24,77
Tanda-tanda vital :
 Tekanan darah: 120/70 mmHg
 Nadi : 78 x/m
 Respirasi : 20 x/m
 Suhu badan : 36.50C

Kepala : Mata : Conjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-

Hidung : Deformitas (-)

Telinga : Deformitas (-)

Mulut : Deformitas (-)

5
Thoraks : Paru : Suara napas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada,

Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada

Abdomen : Tampak cembung, BU ( + ).

Ekstremitas : Akral hangat, edema tidak ada

Refleks : Refleks patella +/+

2.4 Status Obsetri


Pemeriksaan Luar
 Inspeksi : Membuncit sesuai usia kehamilan
 TFU : 27 cm
 LJ : Punggung kiri, letak kepala
 BJJ : 153 dpm
 His : (-)
 TBBJ : 1300 gram

Inspekulo : Tidak dilakukan


Pemeriksaan Dalam : Tidak dilakukan

Pemeriksaan Panggul : Tidak dilakukan

CTG :Tidak dilakukan

USG :Tidak dilakukan

6
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap 13 januari 2016 Nilai rujukan
Hemoglobin 8,5 g/dl 11,7-15,5
Hematokrit 25,9% 35,0 %-48,8%
Leukosit 7,15x103 /µL 4,1-10,9 x 103 /µL
Trombosit 312 x 103/µL 150-500 x 103 / µL
Eritrosit 3,36 x106 /µL 3.69-5.46 x 106 /µL
GDS 97 mg/dL <=140
HBs Ag Non reaktif Non reaktif

2.6 Resume
Pasien G4P2A1 datang membawa pengantar dari dokter Sp.OG dengan keluhan
keluar sedikit darah dari jalan lahir sejak 1 jam SMRS. Pasien mengatakan darah
keluar ketika pasien sedang mencuci pakaian. Pasien mengatakan darah yang
keluar merupakan darah segar dan tidak menyadari ketika darah keluar. Ketika
darah keluar pasien mengaku tidak merasakan nyeri dan merupakan perdarahan
yang pertama kalinya pada kehamilan ini. Keluar air-air dari jalan lahir (-), gerak
janin dirasakan aktif, keputihan saat hamil (-), gatal (-), bau (-), demam(-).HPHT :
14/8/2018, TP: 21/5/2019 UK: 26 minggu. ANC 4x di PKM Towano dan 4 kali di
dokter Sp.OG.

2.7 Diagnosis Kerja


G4P2A1 H.26 minggu + plasenta previa + anemia
2.8 Tatalaksana
IVFD RL 500 ml 20 tpm
Dexametason 2 x 2 selama 2 hari
Sulfas Ferosus 1 x 1
Observasi KU, TTV, dan Perdarahan

7
BAB III
PEMBAHASAN

1. Apakah diagnosa pada kasus ini sudah tepat?


Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari osteum uteri internum. Pada
keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus.Menurut Prawirohardjo dan
Winkjoastro (2016), terdapat 4 klasifikasi:4
plasenta previa yaitu;
a) Plasenta previa totalis : Seluruh ostium internum tertutup oleh plasenta.
b) Plasenta previa parsialis : Hanya sebagian dari ostium yang tertutup
olehplasenta.
c) Plasenta previa marginalis : Hanya pada pinggir ostium internum
yangterdapat jaringan plasenta.
d) Plasenta letak rendah : Plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawahrahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak
lebihkurang dari 2cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari
2cmdianggap sebagai plasenta letak normal.

Gambar 1. Klasifikasi Plasenta Previa; (a) Plasenta previa totalis, (b) Plasenta
previa parsialis, (c) Plasenta previa marginalis, (d) Plasenta previa letak rendah.

8
Beberapa faktor dan etiologi dari plsenta previa tidak diketahui. Tetapi
diduga hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas dari vaskularisasi
endometrium yang mungkin disebabkan oleh timbulnya parut akibat trauma
operasi/infeksi. Perdarahan berhubungan dengan adanya perkembangan segmen
bawah uterus pada trimester ketiga. Plasenta yang melekat pada area ini akan
rusak akibat ketidakmampuan segmen bawah rahim. Kemudian perdarahan akan
terjadi akibat ketidakmampuan segmen bawah rahim untuk berkonstruksi secara
adekuat.

Gejala pada plasenta previa adalah sebagai berikut:5

1. Perdarahan tanpa rasa nyeri, merupakan gejala terpenting. Biasanya


perdarahan baru timbul setelah bulan ke-7 hal ini disebabkan oleh: (1)
perdarahan sebelum bulan ke-7 memberi gambaran yang tidak berbeda
dengan abortus. (2) perdarahan disebabkan oleh pergerakan antara plasenta
dan dinding uterus.

Setelah bulan ke-4 terjadi regangan dinding uterus karena karena isinya lebih
cepat tumbuh dari pada uterus sendiri, akibatnya, istmus uteri tertarik dan
menjadi bagian dari dinding korpus uteri yang disebut dengan segmen bawah
uterus. Pembentukan segmen bawah uterus lengkap pada usia kehamilan 32
minggu atau 8 bulan.

Pada plasenta previa tidak mungkin terjadi tanpa adanya pergeseran antara
plasenta dan dinding uterus. Waktu perdarahan bergantung kepada kekuatan
insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada istmus uteri. Perdarahan dalam
plasenta previa terjadi karena plasenta terlepas dari dasarnya. Perdarahan
bersifat berulang-ulang karena setelah terjadi pergeseran antara plasenta dan
dinding uterus, regangan dinding uterus dan tarikan pada servik berkurang,
tetapi dengan majunya kehamilan,regangan bertambah lagi dan timbul
perdarahan baru. Darah terutama berasal dari darah ibu, yakni dari ruang

9
intervilosa. Akan tetapi perdarahan dapat juga berasal dari janin bila jonjot
terputus atau pembuluh darah plasenta yang lebih besar terbuka.

2. Bagian terendah anak sangat tinggi, disebabkan oleh karena plasenta di kutub
bawah uterus sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas
panggul

3. Kelainan letak, karena ukuran panjang uterus berkurang

Untuk mendiagnosis plasenta previa dapat dilakukan hal-hal berikut:5


1) Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung
tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat
dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan hematokrit.
2) Pemeriksaan luar
Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi
kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengarah
ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
3) Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal
dari ostium uteri eksternum atau dari ostium uteri internum, adanya plasenta
previa harus dicurigai.
4) Penentuan letak plasenta tidak langsung
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan
radiografi, radioisotope, dan ultrasonografi. Ultrasonografi penentuan letak
plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya
radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.20
Pemeriksaan ultrasonografi, dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5
cm disebut plasenta letak rendah.Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada

10
usia kehamilan sekitar 32 minggu, karena pembentukan segmen bawah uterus
telah komplit.
Dikenal ada empat cara pemeriksaan USG dalam bidang kebidanan
dankandungan, yaitu melalui dinding perut (transabdominal), melalui
vagina(transvaginal), melalui kerampang (transperineal), dan melalui dubur
(transrektal).Pemeriksaan USG transabdominal, transperineal atau
transvaginal dapatmemvisualisasi lebih baik hubungan OUI dengan plasenta.
Pemeriksaan USGtransabdominal, transperineal atau transvaginal dapat
memvisualisasi lebih baikhubungan os uteri internum dengan plasenta.4
Transabdominal USG dalam keadaan kandung kemih yang berisi
akanmemberi kepastian diagnosis plasenta previa dengan ketepatan tinggi
sampai 96%- 98%. Walaupun lebih superior jarang diperlukan transvaginal
USG untukmendeteksi keadaan ostium uteri internum. Di tangan yang tidak
ahli pemakaiantransvaginal USG bisa memprovokasi perdarahan lebih
banyak. Di tangan yangahli dengan transvaginal USG dapat dicapai 98%
positive predictive value dan100% negative predictive value pada upaya
diagnosis plasenta previa.Transperineal sonografi dapat mendeteksi ostium
uteri internum dan segmenbawah rahim, dan teknik ini dilaporkan 90%
positive predictive value dan 100%negative predictive value dalam diagnosis
plasenta previa.4

11
Gambar 2. Pengukuran jarak antara os internal dan tepi plasenta adalah L ¼
1,41 cm (os serviks internal dan tepi plasenta ditandai dengan tanda þ);
pengukuran ketebalan tepi plasenta (panah ganda merah) pada plasenta letak
rendah terlihat dalam 1 cm (garis kuning ¼ 1 cm); sudut (garis putus-putus
putih) antara basal dan chorionic plate adalah> 45 derajat.6
Pada gambar 2 dapat dilihat ketebalan tepi plasenta letak rendah juga telah
dievaluasi sebagai prediktor perdarahan pada pasien dengan plasenta
marginal. Ketebalan plasenta diukur dalam 1 cm dari titik pertemuan basal
dan chorionic plate dan dengan estimasi sudut antara basal dan chorionic
plate. "Tebal" plasenta didiagnosis ketika ketebalan yang diukur >1 cm atau
ketika sudutnya lebih dari sama dengan 45 derajat; semua plasenta lain
dicirikan sebagai "tipis." Dalam penelitian itu, meskipun tidak ada perbedaan
dalam os servikal rata-rata untuk jarak tepi plasenta antara plasenta tipis dan
tebal (masing-masing 14,5 vs 15,2 mm), tepi plasenta tipis dikaitkan dengan
risiko yang lebih kecil. untuk pendarahan antepartum (40% vs 88%; P ¼ .01)
dan kelahiran sesar darurat <36 minggu (30% vs 65%; P ¼ .02) dibandingkan
dengan tepi plasenta yang tebal.6

12
Gambar 3. USG transvaginal pada kehamilan trimester ke 3 memperlihatkan
plasenta letak rendah. Sebagai catatan bagian tepi bawah plasenta adalah 0,9
cm dari OS serviks internum.

13
Gambar 4. USG trasvaginal pada usia kehamilan trimertes ke 3
memperlihatkan plasenta previa. Sebagai catatan plasenta menutupi OS
serviks internum.

5) Diagnosis plasenta previa secara definitif

Dilakukan dengan PDMO (Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi) atau


double set-up examination. Pasien dipersiapkan di dalam kamar bedah dan
segala sesuatunya dipersiapkan termasuk staf dan perlengkapan anastesia dan
setelah siap, dilakukan pemeriksaan dalam (vaginal toucher) dalam
lingkungan disinfeksi tingkat tinggi secara hati-hati dengan dua jari telunjuk
dan jari tengah melakukan perabaan fornices untuk mendapatkan kesan ada
atau tidaknya bantalan antara jari dengan bagian terbawah janin. Perlahan-
lahan jari digerakkan menuju pembukaan serviks untuk meraba jaringan
plasenta. Kemudian jari-jari degerakkan mengikuti seluruh pembukaan untuk

14
mengetahui derajat pada klasifikasi plasenta previa. Jika plasenta lateralis atau
marginalis dilanjutkan dengan amniotomi dan diberikan oksitosin drip untuk
mempercepat persalinan jika tidak terjadi perdarahan yang banyak kemudian
pasien di antar kembali ke kamar bersalin. Jika terjadi perdarahan banyak atau
ternyata plasenta previa totalis, langsung dilakukan seksio sesarea.4

Diagnosa pada kasus ini didasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa didapatkan ibu mengaku keluar
sedikit darah dari jalan lahir tanpa disadari dan hal yang terpenting ibu tidak
merasakan nyeri saat keluarnya darah dari jalan lahir. Dari HPHT : 14/8/2018,
TP: 21/5/2019, sehingga usia kehamilannya adalah 26 minggu. Pada
pemeriksaan penunjang di dapatkan hasil laboratorium yang bermakna yaitu
kadar HB: 8,5 g/dl, USG transvaginal untuk mengetahui pasti letak plasenta
tidak dilakukan.Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan laboraturium maka
dapat di diagnosa dengan G4P2A1 Hamil 26 minggu dengan plasenta
menutupi sebagian osteum uteri internum + anemia

2. Apa bahayanya pengulangan pemberian kortikosteroid pada janin dengan


pematangan paru sebelumnya?
Perkembangan paru normal dapat dibagidalam beberapa tahap.
Organogenesis paru dibagimenjadi lima tahapan yang berbeda. Tahapanawal
meliputi fase embrionik (hari ke 26 hingga52) dan fase pseudoglanduler (hari ke
52 hinggaakhir minggu ke-16 kehamilan), yang berikutnyaadalah fase
kanalikuler (17 hingga 26 minggukehamilan), fase sakuler (26 hingga 36
minggukehamilan) dan terakhir adalah fase alveolar (36minggu sampai 24 bulan
postnatal). Setelah lima tahapan perkembangan paru, paru memasuki tahapan
postnatal growth padausia 2-18 tahun.8

15
Tabel 1. Tahap pertumbuhan dan Pematangan Paru8
Fase Waktu (minggua)
Embryonic 3 - 5 minggu
Pseudoglandular 5 – 16 minggu
Canalicular 16 – 26 minggu
Saccular 26 – 36 minggu
Alveolar 36 minggu – 2 tahun
Post Natal Growth 2 tahun – 18 tahun

Gambar 5. Perkembangan morfologi paru manusia8

Pada fase embrional, paru pertama kalimuncul sebagai sebuah ventral bud
yang terpisahdari esofagus dan kaudal dari sulkuslaringotrakheal. Celah antara
bud paru danesofagus akan semakin dalam, disertai dengansemakin
memanjangnya bud dan mesenkim dan semakin terpisah membentuk calon
bronkhi. Padafase pseudoglandular, pembelahan cepatmembentuk 15 hingga 20
saluran udara. Saluranudara yang terbentuk dilapisi oleh selapis selkuboid yang
kaya akan glikogen. Pembuluh daraharteri dan paru juga berkembang seiring
denganperkembangan saluran udara. Di akhir fasepseudoglanduler saluran udara,
arteri dan venatelah berkembang menyerupai pola yangditemukan pada paru
dewasa. Pada fase ini puladiafragma terbentuk dan memisahkan ronggadada dan
abdomen, kegagalan penutupan akanmenyebabkan hernia diafragma dan
hypoplasiaparu.6

16
Fase kanalikuler, antara 17 hingga 26 minggu kehamilan, menunjukkan
perubahan dariparu yang praviabel menjadi paru yang berpotensiviabel dengan
kemampuannya untuk melakukanpertukaran gas. Perubahan utama yang
terjadipada fase ini adalah terbentuknya asinus,diferensiasi epitel dengan
pembentukan sawarudara-darah (air blood barrier) dan dimulainyasintesis
surfaktan di sel tipe II. Struktur asinusterdiri dari bronkiolus respiratorius, ductus
alveolar, dan alveoli rudimenter. Setelah usiakehamilan 20 minggu, sel kuboid
yang kaya akanglikogen ini akan mulai membentuk badan lamellar dalam
sitoplasmanya menandakan dimulainyaproduksi surfaktan. Badan lamelar
mengandungprotein surfaktan dan fosfolipid dalam pneumosittipe II dapat
ditemui dalam asinus tubulus padastadium ini.8
Fase sakuler merupakan fase perkembangan paru pada janin yang
dianggapviabel yaitu pada usia kehamilan 26 hingga 36minggu. Sakulus
merupakan struktur terminal dariparu janin, yang terdiri dari tiga
tahapanpembentukan, yaitu bronkiolus repiratorik, duktus alveolaris, baru
kemudian terjadi septasi sekunderdari sakulus yang akan membentuk
alveoli.Alveolarisasi dimulai pada usia kehamilan 32hingga 36 minggu dari
sakulus terminalis denganmunculnya septa yang mengandung kapiler,
seratelastin, dan kolagen. Selama tahap alveolar,dibentuk septa alveolar sekunder
yang terjadi darigestasi 36 minggu sampai 24 bulan setelah lahir.8
Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi 22-24
minggudan mulai mengeluarkan keaktifan pada gestasi24-26 minggu, yang mulai
berfungsi pada masagestasi 32-36 minggu. Produksi surfaktan padajanin
dikontrol oleh kortisol melalui reseptorkortisol yang terdapat pada sel alveolus
type II.Produksi surfaktan dapat dipercepat lebih dinidengan meningkatnya
pengeluaran kortisol janinyang disebabkan oleh stres, atau oleh
pengobatanbetamethasone atau deksamethason yangdiberikan pada ibu yang
diduga akan melahirkanbayi dengan defisiensi surfaktan atau kehamilanpreterm
24-34 minggu.8

17
Gambar 6. Peran kortikosteroid dalam pematangan paru8

Pemberian kortikosteroid pada saat antenatal terhadap fungsi paru neonatus


terjadi melalui dua mekanisme, yaitu memicu maturasi arsitektur paru dan
menginduksi enzim paru yang bermain dalam maturasi secara biokimia. Dalam
embriogenesis paru, alveoli tersusun atas 2 tipe sel, yaitu pneumosit tipe 1
(berperan untuk pertukaran gas di alveoli) dan tipe 2 (berfungsi untuk produksi
dan sekresi surfaktan). Adanya kortikosteroid mempercepat perkembangan dari
kedua sel tersebut, seperti secara histologi sel epitel menjadi lebih gepeng,
penipisan septa alveoli, serta peningkatan sitodiferensiasi. Selain itu, obat
tersebut secara khusus menstimulasi sintesis fosfolipid dan pelepasan surfaktan.
Kortikosteroid akan memasuki pneumosit tipe 2 fetal dan berikatan dengan
reseptornya di intraseluler sehingga membentuk kompleks kortikosteroid-
reseptor. Kompleks tersebut akan berikatan dengan glucocorticoid response
element (GRE) yang berada di sepanjang genom. Akibatnya, terjadi peningkatan
transkripsi gen tertentu dan menghasilkan messenger ribonucleis acid (mRNA)
yang akan ditranslasi menjadi protein spesifik (choline-phosphate
cytidylyltransferase). Akhirnya, proses enzimatik tersebut menstimulasi sintesis
fosfolipid.8

18
BAB III
SIMPULAN
1. Diagnosa pada kasus ini belum tepat, karena diagnosa pasti plasenta previa
dilakukan dengan pemeriksaan USG transvaginal pada usia kehamilan 32
minggu, dilakukan pada usia 32 minggu karena segmen bawah uterus yang
merupakan tempat implantasi dari plasenta previa sudah terbentuk dengan
lengkap.
2. Manfaat penggunaan kortikosteroid pada kasus ini adalah untuk maturasi dari
paru-paru janin. Mempercepat sintesis dari surfaktan yang sudah dibentuk pada
minggu ke 24 kehamilan, sehingga pada saat kelahiran jika terjadi kelahiran
prematur paru=paru sudah siap untuk beradaptasi dan tidak kolaps saat bayi
bernafas untuk pertama kalinya di luar rahim ibu.

19
DAFTAR PUSTAKA

3. Wardana GA dan Karkata MK. 2007. Faktor Risiko Plasenta Previa . CDK 34:
229-32.
4. Chalik, T. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut & Persalinan. Dalam : Saifuddin,
A., Rachimhadi, T., dan Wiknjosastro, G. (Eds). Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2008 : 493-521
5. Cunningham FG. 2006. Obstetri William Vol. 1. Jakarta: EGC. pp: 685-704
6. Saifuddin A., Rachimhadhi T., Wiknjosastro G. 2016. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Ed. 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
7. Sastrawinata RS. Perdarahan Antepartum. Dalam : Obstetri Patologi. Bandung :
Elstar Offset,1984:110-27.
8. Anthony M. Vintzileos, MD, et all. 2015. Using ultrasound in the clinical
management ofplacental implantation abnormalities. American Journal of
Obstetrics &Gynecology OCTOBER 2015
9. Alfred Abuhamad, MD. 2014. Ultrasound in Obstetrics and Gynecology; A
Practical Approach. ISBN -14: 978-0-692-26142-2
10. Rembulan Ayu NP, Ratna Dewi Puspita Sari. 2017. Peran Kortikosteroid dalam
Pematangan Paru Intrauterin. Majority | Volume 6| Nomor 3 | Juli 2017: 142-147
11. Kuo-Gon Wang, et all. 2014. Effects of Antenatal Corticosteriodisin Preterm
Delivery. Taiwanese J Obstet Gynecol • December 2004 • Vol 43 • No 4
12. Antenatal Corticosteroid Clinical Practice Guidelines Panel. Antenatal
corticosteroids given to women prior tobirth to improve fetal, infant, child and
adult health: Clinical Practice Guidelines. 2015. Liggins Institute, TheUniversity
of Auckland, Auckland. New Zealand

20

Anda mungkin juga menyukai