Case CKD
Case CKD
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
petunjuknya penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus “CKD et causa Hipertensi” ini
tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di
bagian ilmu penyakit dalam RSAL Dr.Mintoharjo. Pada kesempatan ini penyusun
mengucapkan terimaksih kepada Dr. Anggun Sangguna Sp.Pd selaku dokter pembimbing
dalam kepniteraan klinik ini dan rekan-rekan koass yang ikut memeberikan bantuan dan
semangat secara moril.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan dan
kesalahan, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang ilmu
penyakit dalam khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.
Penyusun
Resti Akmalina
1
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
ANAMNESIS
Keluhan Tambahan: kedua kaki bengkak, batuk, BAK sedikit, ulu hati terasa sakit
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 2 minggu SMRS dan di rasakan semakin
memberat sejak 3 hari SMRS. Sesak di rasakan hilang timbul, sesak terutama saat berjalan
atau saat melakukan aktivitas harian misalnya ke kamar mandi, dan berkurang saat istirahat,
sesak napas juga di rasakan saat berbaring dan berkurang dengan posisi duduk. Kadang sesak
di rasakan lebih berat pada malam hari sehingga pasien tidak bisa tidur. Merasa lebih nyaman
dengan tidur menggunakan 2 bantal. Selain itu pasien mengeluh bengkak pada kedua kaki
sejak 1 minggu SMRS, dan batuk berdahak berwarna putih bening.
2
Pasien mengeluh ulu hati terasa sakit namun tidak menjalar, mual dan muntah yang
hilang timbul sejak 1minggu terakhir dan membuat nafsu makannya menurun. Muntah
sebanyak 1-2x sehari yang di dahului rasa mual, volume setiap kali muntah ± ½ gelas aqua,
berisi makanan yang sebelumnya dimakan.
Pasien mengaku 4 bulan yang lalu pernah mengalami keluhan yang sama kemudian
berobat ke dokter dan dinyatakan sakit ginjal kemudian cuci darah sebanyak 2x seminggu
sejak 2 bulan terakhir.
Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi sejak 4 tahun yang lalu dan berobat ke
dokter dan biasanya minum obat adalat oros dan amlodipin, namun pasien mengaku tidak
rutin meminum obat, pasien minum obat saat merasa kepala nya pusing saja, karena rasa
pusing dianggap pasien sebagai tanda bahwa tekanan darahnya meningkat.
30 Perempuan Baik
18 Perempuan Baik
13 Laki-laki Baik
3
PEMERIKSAAN FISIK
Berat badan : 70 kg
Nadi : 96x/menit
Suhu : 36.5OC
Habitus : Piknikus
Kulit
Warna : Sawo matang Effloresensi : Tidak ada
4
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : Tidak membesar Leher : Tidak membesar
Kepala
Bentuk : Normocephal
Mata
Exophthalmus : Tidak ada Enopthalmus : Tidak ada
Telinga
Tuli : Tidak ditemukan Selaput pendengaran : Utuh
Mulut
Bibir : Tidak pucat Tonsil : T1-T1, tenang
5
Lidah : Normal
Leher
Tekanan vena Jugularis (JVP) : 5+2 cmH2O
Dada
Bentuk : Normal
Paru-paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris statis & dinamis Simetris statis & dinamis
Perkusi Kiri Sonor, redup mulai ICS VI Sonor, redup mulai ICS VI
6
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
Abdomen
Inspeksi : cembung spider nevi (-), kaput medusa (-)
Palpasi Dinding perut : Supel, nyeri tekan (+) nyeri lepas (-)
X X
Hati : Tidak teraba membesar
Lengan
Kanan Kiri
7
Tonus : baik baik
Kekuatan : +5 +5
Lain-lain : - -
Kanan Kiri
Kekuatan : +5 +5
Lain-lain : - -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan DL rutin
8
Kimia darah 26 nov 2011 27 nov 2011 Nilai normal
GDS 146 80-125 mg%
Trigliserida - 87 < 150 mg/dl
Cholesterol - 170 < 200 mg/dl
HDL - 39 30-90 mg/dl
LDL - 114 <150 mg/dl
Bilirubin total - 0.74 0.1-1.2 mg/dl
Bilirubin direk - 0.26 < 0.2 mg/dl
Bilirubin indirek - 0.48 < 0.9 mg/dl
Alkali phospatase - 207 <258 u/l
Asam urat - 7.2 W: 2.7-7.3 mg/dl
Protein total 7.0 - 6.6-8.8 g/dl
Albumin 3.5 - 3.5-5.2 g/dl
Globulin 3.1 - 2.6-3.4 g/dl
SGOT *57 - W: < 31 u/l
SGPT 29 - W: < 31 u/l
Ureum *53 - 17-43 mg/dl
Creatinin *6.4 - 0.8-1.3 mg/dl
Ca 10.4 - 9-11 mmol/L
Elektrolit darah
Na 139 135-146 mmol/L
K+ 3.9 3.4-4.5 mmol/L
Cl 101 9.6-108 mmol/L
Urin lengkap
Eritrosit - ++* -
Glukosa - - -
Leukosit - - -
Bilirubin - - -
Keton - - -
Berat jenis - 1.020 1.003-1.031
pH - 7.0 4.5-8.5
Protein - - -
Urobilinogen - + +
Nitrit - - -
Sedimen
Eritrosit/LPB - +++/penuh +/0-1/LPB
Lekosit/LPB - +/1-5/LPB
Epitel - + +
Bakteri - - -
Silinder/LPK - - -
Kristal - - -
9
Pemeriksaan penunjang
10
RINGKASAN
Ny.H, wanita usia 54 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 minggu SMRS
dan di rasakan semakin memberat sejak 3 hari SMRS, sesak terutama saat berjalan atau saat
melakukan aktivitas harian, dan berkurang saat istirahat, sesak napas juga di rasakan saat
berbaring dan berkurang dengan posisi duduk, di rasakan lebih berat pada malam hari.
Bengkak pada kedua kaki sejak 1 minggu SMRS, dan batuk berdahak berwarna putih bening.
Pasien mengeluh kesulitan kencing sejak 2 minggu SMRS, kencing 2-3 kali sehari dengan
volume setiap kali kencing hanya ¼ gelas, tidak nyeri, warna kencing kuning jernih. BAB
normal. Pasien mengeluh ulu hati terasa sakit namun tidak menjalar, mual dan muntah
sebanyak 1-2x sehari, volume setiap kali muntah ± ½ gelas aqua, isi makanan, nafsu makan
menurun. 4 bulan yang lalu pernah mengalami keluhan yang sama kemudian berobat ke
dokter dan dinyatakan sakit ginjal kemudian cuci darah sebanyak 2x seminggu sejak 2 bulan
terakhir. Riwayat hipertensi sejak 4 tahun namun tidak rutin minum obat.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tekanan darah: 200/100 mmHg, nadi: 96x/menit, Suhu:
36.5OC, RR: 32x/menit, terdapat edema pada kedua tungkai bawah.
Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan Hb: 8.7 g/dl. Ht: 27%, eritrosit: 2.93 juta/mm3,
SGOT: 57 u/l, Ur/Cr: 53/6.4 mg/dl. Urin lengkap: eritrosit ++. Foto thoraks PA:
cardiomegali+efusi pelura bilateral, USG: contracted kidney bilateral + cardiomegali.
DAFTAR MASALAH
- Dyspnoe
- Oliguria
- Edema tungkai
- Sindroma dispepsia
- Efusi pleura
- Anemia
- Hipertensi grade II
DIAGNOSIS KERJA
PENATALAKSANAAN
- Oksigen 2 liter/menit
- Bed rest
- Pasang keteter
- IVFD kidmin : RL = 1 : 1 20tpm
11
- Lasix 2x1
- Aminoral 3x2
- Ranitidin 2x1
- Primperan 2x1
- Asam folat 3x1
- Amlodipin 1x5mg
- Valsartan 1x160mg
- Bisoprolol 1x2,5mg
- Balance cairan
- Pro pungsi pleura
PROGNOSIS
Ad vitam: dubia
12
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak
ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², seperti pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan stuktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju fitrasi glomerolus (LFG), dengan
manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin,
atau kelaian dalam tes pencitraan
2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m², selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan
ginjal.
Klasifikasi4
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage)
penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar
LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:
13
3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-59
Patofisiologi 1,4
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan
fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi
adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas
14
aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-
angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth
factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit
ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Pada stadium yang
paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada
keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan
tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih
belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada
LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,
mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran
kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara
lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang
lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan
sampai pada stadium gagal ginjal.
V. Pendekatan Diagnostik
Gambaran Klinis 2,3,4,5
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, LupusEritomatosus Sistemik
(LES),dll.
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,nokturia,
kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,
asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,kalium, khlorida).
Gambaran Laboratorium 2,3,4,5
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
15
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin
serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar
asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria
Gambaran Radiologis 2,3,4,5
Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
VI. Penatalaksanaan
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan derajatnya, dapat dilihat
pada tabel 4.
Tabel 4. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya
Derajat LFG(ml/mnt/1,73m²) Rencana tatalaksana
1 > 90 terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi pemburukan (progession)
fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskuler
2 60-89 menghambat pemburukan (progession)
fungsi ginjal
3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 terapi pengganti ginjal
16
Terapi Nonfarmakologis: 4,5
a. Pengaturan asupan protein:
kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia
harus dihentikan.
- Penghambat kalsium
- Diuretik
b. Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan
17
d. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
e. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
f. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
g. Koreksi hiperkalemia
h. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin
i. Terapi ginjal pengganti.
18
ANALISIS KASUS
Seorang wanita usia 54 tahun di rawat di RSAL Mintohardjo dengan diagnosis kerja
CKD stage 5 ec causa Hipertensi, CHF et causa HHD. Berdasarkan keluhan pasien yaitu
sesak nafas yg dirasakan 2 minggu SMRS dan semakin memberat sejak 3 hari terakhir,
disertai edema tungkai dan oliguria, riwayat penyakit ginjal dan HD sejak 4 bulan yang lalu,
dengan nilai LFG 11 ml/menit/1,73m² dan riwayat hipertensi yang tidak terkontrol
mengarahkan ke diagnosa gagal ginjal kronik atau CKD. Sesuai dengan definisinya yaitu
kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau
petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis
penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m².
Daftar masalah:
1. Dyspnoe
Sesak nafas sejak 2 minggu SMRS dan di rasakan semakin memberat sejak 3 hari
SMRS. Sesak di rasakan hilang timbul, sesak terutama saat berjalan atau saat melakukan
aktivitas harian misalnya ke kamar mandi, dan berkurang saat istirahat, sesak napas juga
di rasakan saat berbaring dan berkurang dengan posisi duduk. Kadang sesak di rasakan
lebih berat pada malam hari sehingga pasien tidak bisa tidur. Merasa lebih nyaman
dengan tidur menggunakan 2 bantal.
Sesak nafas merupakan keluhan yang terjadi pada keadaan patologis yang bisa berasal
dari paru, jantung, ginjal dan anemia.
Pada pasien ini onset sesak subakut (2minggu-3bulan) yang kemungkinan bisa
disebabkan karena terakumulasinya cairan di paru yang diakibatkan oleh kerusakan
ginjal pada pasien dan riwayat hipertensi yang menyebabkan HHD sehingga terjadi
kongesti cairan paru dan pleura. Anemia pada pasien juga memperberat sesak yang
dialami.
2. Oliguria
Penurunan fungsi nefron yang diakibatkan karena sklerosis nefron menyebabkan
produksi urin menurun, hal ini dapat mengakibatnya meningkatkan kadar ureum dan
creatinin di dalam darah, retensi natrium dan air, asidosis dan hiperkalemia.
3. Edema tungkai
19
Edema terjadi pada kondisi dimana tekanan hidrostatik kapiler meningkat, peningkatan
permeabilitas kapiler, peningkatan tekanan osmotik interstisial, atau penurunan tekanan
osmotik plasma. Ginjal mempunyai peran sentral dalam mempertahankan homeostasis
cairan memalui kontrol ekskresi natrium dan air. Penurunan aliran darah ke ginjal akan
akan di kompensasi dengan menahan natrium dan air melalui mekanisme peningkatan
reabsorpi garam dan air di tubulus proksimal dan ubulus distal. Cairan yang teretensi di
dalam ttubuh ini akan menyebabkan edema terutama pada tungkai karena pengaruh
gravitasi.
4. Sindoma dispepsia
Peningkatan ureum dalam darah dapat menimbulkan gejalan seperti lemah, letargi,
anoreksia, mual, muntah.
5. Anemia
Pada pasien di dapatkan Hb 9.1 g/dl (26/11/11) dan Hb 8.7 g/dl (27/11/11)
Kemungkinan anemia pada pasien bisa disebabkan oleh adanya perdarahan yang tidak di
ketahui, dan di sebabkan oleh penyakit ginjal nya sendiri. Pada CKD produksi
eritropoetin tidak adekuat oleh ginjal yang menyebabkan kadar Hb menurun.
6. Hipertensi grade II
Hipertensi merupakan faktor risiko yang menyebabkan gagal ginjal kronik, hipertensi
yang tidak terkontrol dapat menyebabkanpeningkatan tekanan glomerular yang
mengakibatkan reduksi jumlah nefron, yang selanjutnya menyebabkan kerusakan sel
glomerular sehingga terjadi perubahan permeabilitas kapiler. Selanjutnya yang terjadi
adalah hiperfiltrasi glomerular. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa
nefron secara struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi
“kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan
tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya
diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif.
20
PATOFISIOLOGI CKD
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi
13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.
2. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002.
3. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427-434.
4. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
p.581-584.
5. Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran
Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003.
6. Adamson JW (ed). Iron Deficiency and Another Hipoproliferative Anemias in
Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 th edition vol 1. McGraw-Hill
Companies : 2005;586-92
7. Collaghan C. At a Glance Sistem Ginjal, 2nd ed. Jakarta: Erlangga:2007;p.29-44
22