Anda di halaman 1dari 9

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan di Bidang Sosial Budaya

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan, seseorang pasti akan melakukan hal yang paling
mendasar untuk mewujudkan cita-citanya. Membuat rancangan serta rincian yang mendetail
tentang apapun yang diperlukan untuk memenuhi itu semua. Sama halnya dengan sebuah suatu
negara yang memiliki cita-cita. Di negara berkembang tentunya masih banyak cita-cita yang
belum bisa diraih. Seperti negara Indonesia. Dalam mewujudkan cita-cita yang termaktub dalam
pembukaan UUD 1945, Indonesia melakukan beberapa hal yang bisa membangun negara dan
juga bangsanya.

Pembangunan yang dilakukan sebuah negara Indonesia tidak hanya melalui sebuah rancangan
saja, namun juga telah melewati sebuah pemikiran yang serius untuk tercapainya negara sesuai
dengan pancasila sebagai dasar negara. Pembangunan yang tidak semena-mena ini
membutuhkan berbagai macam usaha yang serius. Pembangunan tidak hanya berupa materi saja,
namun juga sebuah moral dan spiritual bangsa. Dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskan
mengenai pembangunan nasional dan dalam bidang bidang tertentu yang menyeluruh.

Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan,kerangka-
acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan
kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi ‘yang
menyandangnya’.

RUMUSAN MASALAH

B. TUJUAN PEMBAHASAN

BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Paradigma
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan.
Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut
menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Kata
paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan
dari bahasa Latin ditahun 1483 yaitu paradigma yang berarti suatu model atau pola.
Sedangkan dalam bahasa Yunani disebut paradeigma (paradeiknunai) yang berarti untuk
“membandingkan”, “bersebelahan”(para) dan memperlihatkan (deik)1.Paradigma adalah
pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu
cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan
dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana
seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan
dalam mengetahui persoalan tersebut.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu
pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.
Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka
bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan
tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai
kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan.
Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam
melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia.
Paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang
umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga merupakan suatu sumber hukum,
metode, penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta
karakter ilmu pengetahuan itu sendiri
Pembangunan nasional adalah suatu strategi nasional yang direalisasikan untuk
mencapai tujuan bangsa. Dalam pembangunan ini dibagi dalam beberapa bidang yaitu:
bidang politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan yang kemudian sering disebut
POLEKSOSBUDHANKAM. Dalam membangun bidang-bidang tersebut telah
dijabarkan dalam GBHN yang dirinci dalam bidang-bidang operasional serta target
pencapaiannya.[4]

B. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan di Bidang Sosial Budaya


2

Dalam pembangunan pengembangan aspek social budayahendaknya didasarkan atas


system nilai yang sesuai 3dengan nilai nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat

2
http://exalute.wordpress.com/2008/07/24/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan/
tersebut. 4Pengembangan social budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus
mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai
pancasila itu sendiri. Dalam prinsip etika pancasila pada hakikatnya bersifat humanistic,
artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk hidup yang berbudaya. Dalam rangka sosial budaya,
pancasila merupakan sumber normatif bagi peningkatan humanisasi dalam bidang sosial
budaya. Sebagai kerangka kesadaran pancasila dapat merupakan dorongan untuk satu
universalisasi yaitu melepaskan symbol-simbol dari keterkaitan struktur, dan yang (2)
transcendentalisasi, yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan kebebasan
spiritual ( Koentowijoyo. 1986).
Dalam proses reformasi dewasa ini, sering kita saksikan gejolak masyarakat yang
jauh dari nilai-nilai kemanusiaan yang beradab. Meningkatnya fanatisme etnis di
berbagai daerah mengakibatkan lumpuhnya keberadaban masyarakat. Oleh karena itu,
suatu tugas yang maha berat bagi bangsa Indonesia pada pasca reformasi dewasa ini
untuk mengembangkan aspek sosial budaya dengan berdasarkan nilai-nilai pancasila,
yang secara lebih terinci berdasarkan nilai- nilai kemanusiaan, nilai ketuhan, serta nilai
keberadaban.

C. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan di Bidang Sosial Politik

Nilai demokrasi politik sebagaiman terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi


bangunan Negara yang dikehendaki oleh para pendiri Negara kita dalam kenyataannya
tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut.
Berdasarkan semangat dari UUD 1945 esensi demokrasi adalah:

1. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam Negara.


2. Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Mejelis Permusyawaratan Rakyat.
3. Presiden dan wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan
karenanya harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.
4. Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri maupun bersama-
sama lembaga lain kekuatannya berada di bawah MPR atau produk-produknya.

Pancasila memberikan dasar-dasar moralitas politik negara.Drs. Mohammad


Hatta sebagai pendiri MPR menyatakan bahwa “ Negara berdasarkan atas ketuhanan
yang Mahaesa, atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.”[5] Hal itu menunjukkan
bahwa moralitas politik bangsa Indonesia harus mencerminkan isi dan kandungan dari
pancasila. Pemerintah juga harus mematuhi aturan pancasila ketika berpolitik.
a. Politik negara harus berdasarkan pada kerakyatan.
Terdapat pada isi kandungan dari sila ke IV. Ketika berpolitik, maka
pemerintah harus bisa melihat dari kacamata rakyat dan mementingkan
kepentingan rakyat (umum) daripada kepentingan golongannya sendiri.
b. Pengembangan dan aktualisasi politik negara harus berdasarkan pada
moralitas ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan.Hal itu terdapat pada isi
kandungan pancasila sila I, II, dan III. Berpolitik juga harus memperhatikan
norma keagamaan, kemanusiaan apalagi mengenai persatuan. Sangatlah tidak
mungkin bagi pemerintah suatu negara yang beragama untuk tidak patuh pada
norma agamanya. Pemerintah juga harus memperhatikan segi kemanusiaan,
karena yang akan diurus oleh mereka pasti akan menyangkut kemanusiaan
dan ras berbangsa.
c. Pengembangan dan aktualisasi politik negara demi tercapainya keadilan dan
hidup bersama.Terdapat pada sila ke V. Untuk menghindari adanya mayoritas
dan minoritas maka, pemerintah haru bisa bersikap untuk tidak mementingkan
salah satu golongan saja. Melainkan bisa menyeimbangkan antara satu
golongan dengan golongan yang lain agar tidak terjadi cerai-berai.

Sistem pemerintahan kita adalah sitem Pemerintahan Pancasila atau lebih dikenal dengan
sebutan “Demokrasi Terpimpin”. System ini berbeda prinsipnya dari pemerintahan di Barat, baik
yang demokrasi liberal, maupaun yang komunis, karena Demokrasi terpimpin dasarnyan adalah
KEKELUARGAAN. Sedang lainnya itu INDIVIDUALISME. Tetapi mesjipun demikian
KRITIK,DEMONSTRASI dan MOGOK tidka bertentangan dengan dasar sitem peerintahan
Pancasila.

Hanyan tindakan-tindakan itu harus dilihat dari sudut dengan pemikiran Pancasila iu
juga. Cara menjalankannya harus dilakukan sesuai dengan pikiran Pancasila itu. Kalau dalam
alam pemikiran demokrasi liberal tindakan-tindakan itu dilakukan dengan dasar untuk
menentang di lawan, malahan kalau dapat dapat menggulingkan lawan itu, menurut pikiran kita,
Pancasila,tindakan-tindakan tadi harus dilakukan untk bersama-sama dengan pemimpinan
menemukan jalan yang lebih sempurna daripada apa yang akn ditempuh pemimipin.

D. Paradigma pembangunan Sosial Budaya pada Nilai-Nilai dalam Pancasila


Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi
kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama,
bagi kebudayaan-kebudayaan di daerah:
1. Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan
komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa
2. Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap
warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan,
maupun golongannya;
3. Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat
majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang
berdaulat;
4. Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan
masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah.
Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan
kepentingan perorangan;
5. Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang
membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.

E. Penerapan Pancasila dalam Kehidupan

Pembahasan nilai-nilai dasar budaya dari segi antropologi cultural

Pengamatan dari segi antropologi cultural menunjuk bahwa unsur unsur potensial dalam
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia berasal dari nilai-nilai dasar sejarah budaya bangsa
Indonesia yang dapat di sebut sebagai embrio yang aktualisasinya dimatangkan oleh sejarah
perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia.

1. Unsur-unsur embrio Pancasila pada TahapKebudayaan Indonesia Asli

Adapun embrio-embrio butir pancasila dalam:

a. Sila Pertama

Hal ini Nampak orang Indonesia telah mengenal pengakuan dan pemujaan antara lain
kepada kekuatan yang disebut animism, dinamisme, berupa kekuatan-kekuatan gaib seperti Ruh
sebagai intisari kekuatan gaib yang mengatasi manusia (Tuhan).

b. Sila Kedua

Orang Indonesia telah memiliki rasa kemanusiaan ditunjukan dengan kesediaan bangsa
Indonesia bergaul dengan berbagai bangsa dari negeri jauh. Sehingga kebudayaan Hindi mudah
masuk karena adanya sikap terbuka dari orang-orang Indonesia.
c. Sila Ketiga

Sejak awal peradaban orang Indonesia hidup dalam kesatuan-kesatuan kecil yang
kemudian disebut suku. mereka hidup dalam kesatuan atau ikatan suku tertentu sehingga mereka
sudah ada rasa saling bersatu.

d. Sila Keempat

orang Indonesia yang hidup dalam ikatan suku itu di jiwai semangat kekeluargaan yang
besar (komunal). Mereka sudah mulai menerapkan cara berunding, berembung, bermusyawarah
ataupun begundem (Lombok) dan gating royong atau mapalus (Manado) dalam menghadapi
persoalan.

e. Sila Kelima

Orang Indonesia telah mengenal organisasi masyarakat meskipun kecil bertujuan untuk
mewujudkan kesejahteraan warganya. Hal ini terwujud dalam pembuatan rumah-rumah, hak
milik atas tanah. Misalnya di Mentawai, Dayak, Toraja dan Irian.

2. Unsur-unsur Pematang Pancasila pada Tahap Perkembangan Pengaruh Budaya


Hindi/Budha.

Pengaruh kehadiran budaya Hindu/Budha dalam:

a. Sila Pertama

Memperkaya kepercayaan di Indonesia dengan adanya agama Hindu (Brahma, Wisnu,


dan Syiwa) atau Adibudha dalam paham Budha sebagai agama baru.

b. Sila Kedua

Memperkuat rasa kemanusian yang semakin berkembang dengan menerima orang-orang


asing untuk berkarya dan menerima perkawinan antar banggsa.

c. Sila Ketiga

Memperkuat adanya ikatan masyarakat, sehingga ikatan warga diperluas dan diperkuat
bahkan memperkuat pula sikap cinta tanah air.

d. Sila Keempat

Memperkuat berlakunya prinsio musyawarah seperti Raja punya dewan penasehat


dikalangan masyarakat yang jauh dari istana. Kebiasaan lama dari masyarakat komunal makin
hidup.

e. Sila Kelima
memperkuat usaha untuk mencapai kesejahteraan umum seperti pembangunan
bendungan atau tanggul, pembebasan pajak dan memberikan jasa penyebrangan di sungai.
Semua itu dilakukan untuk mencapai kesejahteraan umum.

3. Unsur-unsur Aktualisasi Pematang Pancasila pada Tahap Perkembangan


Pengaruh Islam

Pengaruh kehadiran budaya Islam dalam:

a .Sila Pertama

Memeperkaya khasanah kepercayaan dan agama baru di Indonesia dengan mungculnya


asama Islam sebagai agama baru yang mengubah pemujaan dewa menjadi pemujaankepada
Tuhan Yang Maha Esa.

b. Sila Kedua

Memperkuat adanya kerjasama denganbangsa lain khususnya melalui perdaganan antar


bangsa.

c. Sila Ketiga

Semakin memperkuat adanya semangat orang cinta kelompok dan daerah (kecintaan
terhadap ikatan suku) yang memperkuat semangat persatuan ikatan tersebut.

d. Sila Keempat

Memperkuat peningkatan derajat orang bawahan dengan adanya ajaran Ukhwah Islamiyan.

e. Sila Kelima

Memperkuat prinsip kesejahteraah umum seperti ajaran tentang amal kebaikan dengan
adanya zakat fitrah (pemberian yang diwajibkan).

4. Unsur-unsur Aktualisasi Pematang Pancasila pada Tahap Perkembangan


Pengaruh Budaya Kristen dan Barat.

Pengaruh kehadiran budaya Kristen dan Barat dalam:

a. Sila Pertama

Semakin memperkaya pula khasanah kepercayaan dan agama-agama di Indonesia dengan


munculnya agama Kristen (Katolik dan Protestan) yang di kembangkan oleh kedatangan orang-
orang Barat di Indonesia.

b. Sila Kedua
Semakin memperkuat pula rasa kemanusiaan seperti sikap bersahabat orang Indonesia
dalam menghadapi orang-orang asing tanpa membedakan kepercayaan ataupun agama mereka
namun karena kemudian orang-orang asing itu melakukan tindakan-tindakan untuk menguasai
negeri mereka maka sikap bersahabat itu berubah menjadi sikap melawan.

c. Sila Keetiga

Semakin memperkuat pula ikatan-ikatan suku dalam perjuangan mereka untuk merubah
status dari orang perjuangan menjadi orang yang merdeka yang dapat dicapai dengan adanya
persatuan.

d. Sila Keempat

Semakin memperkuat pula adanya pergerakan melawan penjajahan yang bertujuan untuk
merebut kemerdekaan sekaligus untuk menciptakan suasana kehidupan baru yang demokratik.

e. Sila Kelima

Memperkuat adanya kesamaan dan kebebasan demokrasi Nasionalisme dan Sosialisme


dalam konsep modern dalam pergerakan kebangsaan demi terwujudkan kesejahteraan.
[1]http://exalute.wordpress.com/2008/07/24/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan/

[2] Id.wikipedia.org

[3] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2003), 228

[4] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2003), 229

[5] Ibid, hal 230

http://sultanluckq.wordpress.com/2013/05/11/aktualisasi-pangamalan-pancasila-dan-uud-1945-
dalam-era-globalisasi/

http://ghalisasmara.blogspot.com/2013/08/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan.html

Anda mungkin juga menyukai