Anda di halaman 1dari 11

PARADIGMA

Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang


merupakan kata serapan dari bahasa Latin ditahun 1483 yaitu paradigma yang
berarti suatu model atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang
berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan
(deik). Maka secara umum Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara
pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya
dalam

berpikir

(kognitif),

bersikap

(afektif),

dan

bertingkah

laku

(konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan
praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang
sama,

khususnya,

dalam

disiplin

intelektual.

MENURUT BEBERAPA AHLI

Menurut Robert Friedrichs(1970)

Dasar pandangan disiplin pada apa materi pelajaran yang harus dipelajari.

Menurut Patton(1975)

Sebuah pandangan dunia, sebuah sudut pandang umum, atau cara untuk
menguraikan kompleksitas dunia nyata.

Menurut George Ritzer(1980)

Pandangan mendasar ilmuwan tentang apa materi pelajaran harus dipelajari oleh
cabang atau disiplin, dan apa aturan yang harus diikuti dalam menafsirkan
informasi yang akan dikumpulkan informasi yang dikumpulkan dalam
menanggapi isu-isu ini.

Menurut Harmon (dalam Moleong, 2004: 49)

Paradigma adalah cara mendasar untuk memahami, berpikir, menilai dan


melakukan yang berkaitan dengan sesuatu yang khusus tentang realitas.

Menurut Bogdan (dalam Mackenzie & Knipe, 2006)

Menyatakan bahwa paradigma adalah kumpulan longgar sejumlah asumsi,


konsep, atau proposisi logis terkait, yang mengarahkan cara berpikir dan
penelitian.

Menurut Biklen

Paradigma adalah kumpulan longgar sejumlah asumsi, konsep, atau proposisi


logis terkait, yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.

Menurut Baker (dalam Moleong, 2004: 49)

Paradigma sebagai seperangkat aturan yang (1) menetapkan atau mendefinisikan


batas-batas; dan (2) menjelaskan bagaimana sesuatu harus dilakukan dalam batasbatas itu untuk berhasil.

Cohenn (dalam Mackenzie & Knipe, 2006)

Membatasi paradigma sebagai studi filosofis pelaksanaan tujuan atau motif.

Menurut Manion

Paradigma sebagai studi filosofis pelaksanaan tujuan atau motif.

Menurut Emzir (2008: 9)

Asumsi

psikologis

tentang

pembentukan

tuntutan

pengetahuan

(klaim

pengetahuan), prosedur umum penyelidikan (strategi penyidikan) dan prosedur


jaringan dan analisis data dan pelaporan (metode penelitian).
Pengertian Paradigma Pancasila

Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai


acuan, kerangka acuan pemikiran, pola berpikir atau sebagai sistem nilai referensi
yang jelas digunakan sebagai kerangka dasar, kerangka jalan, dan di frame yang
sama dari arah / gol untuk yang membawanya.
Yang menyandangnya itu di antaranya:

Politik

Ekonomi

Sosial dan Budaya

Urusan hukum

Bidang kehidupan antar agama

IPTEK

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi

Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka


sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada
pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar
moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila).
Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan
menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi
yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial,
makhluk

pribadi

maupun

makhluk

Tuhan.

Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi


liberal

yang

hanya

menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem

ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis
yang tidak mengakui kepemilikan individu. Pancasila bertolak dari manusia
sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi
harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang
bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang
berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan
kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari
nilai-nilai

moral

kemanusiaan.

Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk


persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan
menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga
negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada
Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu
pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini
menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan
Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau
Sistem

Ekonomi

Pancasila.

Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk


sebesarbesar

kemakmuran/kesejahteraan

rakyatyang

harus

mampu

mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh


warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah
berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang
lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat
yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar
utama

pembangunan

ekonomi

nasional.

Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi.

Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program


kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan
lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan
daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan,
dan

partisipatif.

Dalam

Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan


memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga
atau meningkatkan kepastian hukum.

Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan IPTEK

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakekatnya merupakan hasil


kreatifitas rohani (jiwa) manusia. Atas dasar kreatifitas akalnya, manusia
mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang diciptakan Tuhan
YME.
Tujuan dari IPTEK ialah untuk mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan
harkat dan martabat manusia, maka IPTEK pada hakekatnya tidak bebas nilai,
namun terikat nilai nilai. Pancasila telah memberikan dasar nilai nilai dalam
pengembangan IPTEK, yaitu didasarkan moral ketuhanan dan kemanusiaan yang
adil dan beradab.

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan di Bidang Politik

Warga Indonesia sebagai warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau
pelaku politik bukan sekadar sebagai objek politik. Karena pancasila bertolak dari
kodrat
manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan
martabat
manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek

harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan yang


dimaksud adalah kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem
politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik
demokrasi bukan otoriter.
Berdasarkan hal tersebut, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas
asas
kerakyatan yaitu terletak pada sila ke IV Pancasila. Pengembangan selanjutnya
adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada
pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia
dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral
kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun
penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga
menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.

Pancasila Sebagai Paradigma Sosial Budaya


Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang
pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri.
Hal ini sebagaimanatertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab. Oleh karena itu,pembangunan sosial budaya harus mampu
meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang
berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan
manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas
bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia
tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu
meningkatkan

derajat

kemanusiaannya.

Manusia

harus

dapat

mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human.Berdasar sila


persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar
penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam
siseluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan
sebagai bangsa.Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya
dan kehidupan sosialberbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga

mereka merasa dihargai dan diterimasebagai warga bangsa. Dengan


demikian, pembangunan sosial budaya tidakmenciptakan kesenjangan,
kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Salah satu tujuan
bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesiadan
seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas
dantanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi
juga rakyatIndonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem
pertahanan dankeamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen
bangsa. Sistem pembangunanpertahanan dan keamanan Indonesia disebut
sistem pertahanan dan keamanan rakyatsemesta (sishankamrata). Sistem
pertahanan

yang

bersifat

semesta

melibatkan

seluruh

warga

negara,wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan


secara dini olehpemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu,
terarah, dan berlanjutuntuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah,

dan

keselamatan

segenapbangsa

dari

segala

ancaman.

Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkanpada kesadaran


atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan padakekuatan
sendiri. Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di
manapemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban
yang sama dalammasalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila
sebagai paradigmapembangunan pertahanan keamanan telah diterima
bangsa Indonesia sebagaimanatertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002
tentang pertahanan Negara. Dalamundang-undang tersebut dinyatakan
bahwa pertahanan negara bertitik tolak padafalsafah dan pandangan hidup
bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetaptegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila danUndangUndang Dasar 1945
Pembangunan

dalam

bidang

hukum

adalah

salah

satu

bidang

pembangunan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hukum dilihat dari
fungsinya tidak hanya berfungsi sebagai pengendali sosial terhadap berbagai
macam bentuk penyimpangan prilaku yang dinilai tidak produktif dalam proses
pembangunan, tetapi hukum juga memiliki kemampuan melakukan perubahan

sosial yaitu sebuah fungsi yang dapat dimainkan oleh hukum dalam melakukan
berbagai perubahan atau rekayasa sosial. Di samping kedua fungsi tersebut,
pembangunan bidang hukum juga diarahkan pada upaya pemberian perlindungan
hukum kepada rakyat agar tercipta rasa ketentraman, kenyamanan, keamanan dan
ketertiban umum bagi masyarakat, dimana ketiga kondisi tersebut merupakan
prasyarat bagi keterlibatan dan partisipasi publik secara aktif dalam proses
pembangunan yang berbasiskan pada nilai-nilai HAM. Ketiga fungsi hukum
tersebut, dalam konteks pembangunan tentunya diarahkan bagaimana agar seluruh
aspek dan komponen yang ada pada daerah ini diarahkan pada upaya percepatan
keberhasilan pembangunan itu sendiri.
Arah Kebijakan pembangunan bidang hukum ini dititik beratkan kepada
upaya penegakan supremasi hukum yang berbasiskan serta menjunjung tinggi
HAM guna pencapaian kesejahteraan, keamanan dan ketentraman masyarakat,
dengan tentunya tetap berpegang pada prinsip demokrasi melalui berbagai tahapan
pembangunan hukum seperti tahap formulasi berbagai kebijakan yang akan
dituangkan kedalam produk hukum berupa Peraturan Derah, tahap aplikasi yaitu
tahap penerapan dan pelaksanaan hukum yang merupakan hasil kesepakatan
bersama antara eksekutif (pemerintah daerah) dengan Legislatif (DPRD), serta
tahap evaluasi, monitoring dan pengawasan jalannya pelaksanaan dan penerapan
hukum tersebut.
Mendasarkan pada pemahaman tersebut di atas, maka secara konsepsional
penegakan hukum pada jangka menengah di diarahkan pada empat tipe penegakan
hukum yaitu:
a. Penegakan hukum formulatif, yaitu proses penegakan hukum yang diawali
dengan penyusunan program legislasi daerah yang isinya memuat prioritas
pembangunan hukum di daerah ini, yang disertai dengan penyusunan draft
perda yang memenuhi pilar hukum yang baik berupa terpenuhinya prinsipprinsip filosifis, sosiologis (living law) maupun yuridis. Penyusunan
program legislasi daerah yang memuat prioritas pembangunan hukum ini
tentunya tetap memperhatikan hak inisiatif yang ada pada lembaga

legislatif. Termasuk juga di dalam penegakan hukum formulatif ini adalah


melakukan penataan berbagai macam peraturan daerah sebagai produk
hukum agar prinsip sinergisitas dan sinkronisasi baik vertikal maupun
horizontal terpenuhi.
b. Penegakan hukum aplikatif yaitu proses penegakan hukum yang dilakukan
oleh institusi yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan peraturan
daerah tersebut melalui prosedur kelembagaan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu secara formal. Penegakan hukum aplikatif ini dalam
pelaksanaannya tetap memperhatikan nilai dan prinsip HAM, keadilan,
moralitas serta mampu memberikan perlindungan dan pencerahan
masyarakat.
c. Penegakan hukum represif dan keorsif, yaitu penegakan hukum dengan
mengambil tindakan yang tegas terhadap subyek hukum yang dinilai telah
melanggar peraturan daerah. Tidak hanya terhadap subyek hukum saja
yang diambil tindakan tegas, tetapi juga para aparat pelaksana hukum juga
akan diambil tindakan tegas jika terbukti secara hukum telah melanggar,
mengabaikan atau menyalahgunakan tugas, fungsi dan kewenangan yang
ada.
d. Penegakan hukum preventif, yaitu proses penegakan hukum yang
dilakukan melalui kegiatan sosialisasi semua peraturan daerah kepada
masyarakat dimana tujuan dari penegakan hukum preventif ini adalah
tidak terjadinya pelanggaran hukum yang merupakan kesepakatan antara
eksekutif dan legislatif sebagai presentasi dari rakyat karena diketahuinya
produk hukum tersebut oleh masyarakat.
Untuk arah kebijakan bidang penataan Peraturan Daerah (PERDA) dititik
beratkan ada upaya peninjauan kembali berbagai produk hukum daerah yang
dinilai tidak lagimemenuhi rasa keadilan masyarakat, serta dinilai tidak sesuai lagi
dengan tujuan pembangunan. Peninjauan kembali berbagai produk hukum daerah
ini tentunya akan dibarengi dengan tindakan berupa pencabutan dengan
menggantikan peraturan daerah baru atau melakukan revisi peraturan daerah jika

peraturan daerah yang lama tersebut dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan tujuantujuan pembangunan yang telah ditetapkan. Penataan ini juga dilakukan dengan
melakukan kajian dan analisis isi dari masing-masing peraturan daerah agar tidak
saling bertentangan satu dengan yang lainnya, sehingga prinsip sinkronisasi baik
vertikal maupun horizontal dalam hukum bisaterjaga dan terpenuhi.
Untuk mampu melaksanakan penataan seperti tersebut di atas, maka
peningkatan kualitas aparatur bidang hukum menjadi penting. Peningkatan ini
tidak hanya upaya memahami dengan baik berbagai asas dan prinsip hukum yang
ada, tetapi juga peningkatan pemahaman akan nilai-nilai yang ada pada
masyarakat, baik nilai filosofis, sosilogis maupun yuridis serta tanggap dan
responsif terhadap perkembangan yang ada.

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat


Beragama
Bangsa Indonesia sudah dikenal dari dulu sebagai bangsa ramah dan
santun yang dikenal dimata dunia Internasional. Indonesia dengan
kemajemukan, binneka dan plural. Indonesia juga terdiri dari suku, etnis,
bahasa dan agama namun terjalin kerja sama untuk meraih dan mengisi
kemerdekaan Republik Indonesia kita.
Berdasarkan

suatu

paradigma

agama,

mengisyaratkan

bahwa:

1. Adanya persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara


tanpa

dengan

membedakan

atas

dasar

suku

dan

agama

2. Adanya semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam


menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu menghadapi
musuh

bersama.

Hal yang mendasar dalam memperkokoh kerukunan hidup antara umat


beragama adalah dengan membangun dialog horizontal dan vertikal.
Dialog horizontal adalah interaksi antara manusia yang berdasar dialog
untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia,

dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis dan


interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan
bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi
manusia bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang
memiliki akal budi kreatif dan berbudaya.

daftar pustaka:
Tim Penyusun Universitas Widyatama Diktak Kuliah Pendidikan Pancasila,
Pancasila sebagai Etika Politik, Paradigma Bermasyarakat, Berbangsa dan
Bernegara,
Y.gyakarta0 5649

Anda mungkin juga menyukai