Anda di halaman 1dari 13

PENGERTIAN PRADIGMA

Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap diri dan
lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap
(afektif), dan bertingkah laku (konatif).[1] Paradigma juga dapat berarti seperangkat
asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas
dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual [2]
PANACASILA SEBAGAI PRADIGMA
Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai
acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau jelasnya sebagaisistem
nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka
arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya’.
A. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PEMBANGUNAN POLITIK
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar
objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan
harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus
mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik
demokrasi bukan otoriter.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik
bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila.
Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
• Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi
dalam kehidupan sehari-hari;
• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
• Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan
persatuan;
• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;
• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-
keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
B. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PEMBANGUNAN EKONOMI
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat
Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi
Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau
pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem
Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar
kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional yang
lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru
yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih
memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup
koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu
mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang
lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
C. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan
diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu
diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi
individu secara berimbang (Sila Kedua).

Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem
perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi
daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan
pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan
bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).

Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi
kebudayaan - kebudayaan di daerah:

(1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa;
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan,
maupun golongannya;
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu
bangsa yang berdaulat; (4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan
kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
D. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PEMBANGUNAN HUKUM
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh
penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem
pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan
pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
(sishankamrata).
Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum (baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa,
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
(3) Persatuan Indonesia,
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-
sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum
responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat).
E.PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PEMBANGUNAN KEHIDUPAN UMAT BERAGAMA
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam
Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan wahidah).
2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain
didasarkan atas prinsip-prinsi:
a. Bertentangga yang baik
b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka yang teraniaya
d. Saling menasehati
e. Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku
dan agama;
2) pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta
saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama”
(Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah,
hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama.
PANCASILA SEBAGAI
PARADIGMA REFORMASI
Peranan Pancasila dalam era reformasi harus nampak sebagai paradigm
ketatanegaraan, artinya Pancasila menjadi kerangka pikir atau pola pikir bangsa
Indonesia, khususnya sebagai Dasar Negara. Pancasila sebagai landasan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Ini berarti bahwa setiap gerak langkah bangsa dan
negara Indonesia haru selalu dilandasi oleh sila-sila yang terdapat dalam Pancasila.
Sebagai negara hukum setiap perbuatan, baik dari warga masyarakat, maupun dari
pejabat-pejabat dan jabatan-jabatan harus berdasarkan hukum yang jelas. Jadi
hukum yang dibentuk tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
“PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
KEHIDUPAN KAMPUS”
pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus. Kehidupan kampus yang kita
ketahui terdiri dari beberapa elemen, yaitu : mahasiswa, dan dosen. Sekelompok
elemen tersebutlah yang mengisi kehidupan kampus setiap harinya. Fungsi dari
kampus itu sendiri adalah selain untuk wadah sarana pendidikan juga sebagai
tempat menimba/mendapatkan ilmu, dimana elemen mahasiswa memegang peran
utama dalam mengatur, mengendalikan, dan mentaati segala peraturan yang ada di
kampus. Pancasila sebagai landasan yang utama tidak hanya berlaku dalam satu
unsur saja, namun terdapat dalam berbagai unsur yaitu : ilmu pengetahuan, hukum,
HAM, sosial politik, ekonomi, kebudayaan, dll. Dalam arti, bahwa pancasila bisa
diterapkan dan dijalankan dalam unsur-unsur tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang
terdapat pada pancasila tersebut (sila ke-1 s/d sila ke-5).
Kampus yang terdiri dari 2 elemen, tentunya memiliki jumlah kapasitas yang besar. Maksudnya adalah, dalam
kampus tidak hanya terdiri dari beberapa orang namun terdiri dari ratusan bahkan ribuan orang. Tentunya setiap
orang memiliki keyakinan agama yang berbeda. Seperti kita ketahui kita mengenal adanya 5 agama (kristen,
katholik, islam, budha, hindu). Sehingga perlulah pola/acuan berfikir untuk tidak melakukan sikap diskriminatif
terhadap agama yang satu dengan yang lain, kaum mayoritas dengan kaum minoritas. Agar nilai-nilai agama yang
kita punya tidak menimbulkan pelanggaran melainkan contoh bagi orang lain. Sebagaimana yang terdapat pada
sila ke-1 dalam pancasila. Selain itu, setiap mahasiswa juga berhak untuk mendapatkan suatu prestasi ketika
mahasiswa tersebut sudah melaksanakan kewajibannya (IPK). Hal ini berkaitan dengan nilai kemanusiaan yang
terdapat dalam sila ke-2, dimana mahasiswa berhak mendapatkan haknya ketika kewajibannya sudah dilakukan.
Namun perlu juga kesesuaian antara kewajiban yang dilakukan dengan hak yang diterima. Kemudian, dalam
pergaulan kampus semakin sulit dibedakan antara mahasiswa yang senior dengan yang junior karena ketika
golongan tersebut menyatu terkadang mempunyai sikap yang kurang sopan ketika berbicara & berperilaku.
Sehingga nilai moral yang ada tidak sesuai lagi dengan perilaku yang sebagaimana mestinya.
Banyaknya orang yang terdapat dalam kampus, juga mempunyai berbagai
keanekaragaman. Contohnya: suku, bahasa, dan budaya. Keanekaragaman tersebut
cenderung membuat kita terkadang malu atau bahkan tidak mengakui. Sehingga terkadang
timbulah suatu perpecahan antar mahasiswa, walaupun tidak dalam skala yang besar.
Paradigma yang seharusnya dilakukan adalah menjadikan keanekaragaman ini sebagai
landasan bahwa semua orang dapat menyatu, menghargai, dan mengakui walaupun
terdapat beberapa perbedaan dalam hal bahasa dan budayanya. Paradigma tersebut telah
tertanam dalam pancasila sila ke-3 sebagai nilai persatuan.

Kemudian, kampus yang adalah sebagai wadah tentunya tidak secara langsung berdiri
sendiri. Pasti ada proses dan orang yang memegang peranan dalam hal tersebut. Maka,
antara pihak kampus dengan mahasiswa yang ada didalamnya harus mempunyai sikap yang
transparan dan bijaksana. Sehingga tidak menimbulkan konflik antara kedua lapisan tersebut.
Paradigmanya adalah agar tercapainya suatu tujuan yaitu pendidikan yang bermutu dan
berkualitas baik, mempunyai makna bahwa pendidikan dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan
untuk mahasiswa seperti yang tertuang dalam pancasila sila ke-4 sebagai nilai kerakyatan.
Seiring dengan perkembangan jaman dimana terjadi perpindahan orde dari orde lama ke
orde baru, nilai-nilai pancasila pun semakin dilupakan. Padahal dengan pancasila tersebutlah
segala sesuatunya menjadi sangat berharga. Pancasila yang terdapat dalam unsur ilmu
pengetahuan berkaitan juga dengan kehidupan kampus, karena kampus sendiri mempunyai
tujuan yang berkaitan dalam ilmu pengetahuan. Paradigma kehidupan yang terdapat dalam
kampus adalah dimana dalam setiap kehidupan sehari-harinya terdapat interaksi antara
dosen dengan mahasiswa . Sesuai dengan nilai keadilan yang terdapat dalam sila ke-5,
menyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Hubungannya apa?
Kampus sebagai wadah yang tepat dalam mendapatkan ilmu, menandakan bahwa dosen
adalah seorang pengajar dan mahasiswa adalah sebagai pelajar. Artinya,dosen harus
mensejahterakan mahasiswanya dengan menuangkan ilmu yang dia punya kepada
mahasiswanya tanpa harus melakukan perbedaan dalam mendapatkan ilmu agar terciptanya
suatu elemen mahasiswa yang pintar, radikal, dan berkompeten dalam bidangnya.

Anda mungkin juga menyukai