Anda di halaman 1dari 5

Nama : Halimah Istiqomah

Matkul : Pancasila
Dosen : Muh Kasim .MM
NIM : 20614032
Kelas : 1A
Absen : 31

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan

 PENGERTIAN PARADIGMA SECARA UMUM

Paradigma adalah model utama, pola atau metode (untuk meraih


beberapa jenis tujuan). Seringkali paradigma merupakan sifat yang
paling khas atau dasar dari sebuah teori atau cabang ilmu.
 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
Maksudnya adalah Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka acuan
berpikir, pola acuan berpikir, atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan
kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi
“yang menyandangnya”. Yang menyandangnya itu diantaranya :
1. Pengembangan ilmu pengetahuan
2. Pengembangan hukum
3. Supremasi hukum dan perspektif pengembangan HAM
4. Pengembangan sosial politik
5. Pengembangan ekonomi
6. Pengembangan kebudaayaan bangsa
7. Pembangunan Pertahanan
8. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia sebagai titik tolak memahami asal
mula Pancasila.
 PENGERTIAN PARADIGMA PANCASILA DALAM BIDANG:
1. Politik
Pembangunan politik memilki dimensi yang strategis karena hampir semua
kebijakan public tidak dapat dipisahkan darinya. Hal ini juga banyak
menimbulkan kekecewaan masyarakat, antara lain : (1) kebijakan hanya
dibangun atas dasar kebijakan politik tertentu; (2) kepentingan masyarakat
kurang mendapat perhatian; (3)pemerintah dan elite politik kurang berpihak
pada masyarakat;(4)adanya tujuan tertentu untuk melanggengkan kekuasaan
elite politik.

Persoalan mengenai kemampuan dan kedewasaan rakyat dalam berpolitik


menjadi prioritas pembangunan bidang politik. Hal ini sesuai dengan
kenyataan objektif bahwa manusia adalah subjek negara dan  karena
pembangunan politik harus dapat meningkatkan  hrakat dan martabat
manusia. namun cita-cita ini sulit diwujudkan karena tidak ada kemauan dari
para elite politik sebagai pemegang kebijakan politik.

Pembangunan politik semakin tidak jelas arahnya ketika terjadi banyak


penyelewengan dan tidak dapat ditegakkan oleh  hukum. Apabila dianalisis,
kegagalan tersebut dapat dijabarkan yaitu :

1. Tidak jelasnya paradigma pembangunan politik dan hokum karena tidak


adanya blue print
2. Penggunaan pancasilasebagai paradigm pembangunan masih bersifat
parsial
3. Kurang berpihak pada hakikat pembangunan politik dan hukum

Prinsi-prinsip yang kurang sesuai dengan nilai-nilai panasila telah membawa


implikasi yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.
Pembangunan bidang hokum yang didasari pada nilai-nilai moral baru sebatas
pada tataran filosofis dan konseptual. Hokum nasional yang dikembangkan
secara realistis jarang dapat terwujud karena setiap upaya penegakan hokum
dipengaruhi oleh keputusan politik.  Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pembangunan dibidang politik telah mengalami kegagalan.

2. Ekonomi
Sesuai dengan Paradigma Pancasila dalam pembangunan ekonomi, sistem
ekonomi harus mendasarkan pada moralitas ketuhanan, dan kemanusiaan.
System ini mendasarkan pada tercapainya kesejahteraan rakyat secara luas.
Pembangunan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja, melainkan
untuk tujuan kemanusiaan yaitu terciptanya kesejahteraan seluruh bangsa.
Pemikiran ini melahirkan system ekonomi Indonesia yang berdasarkan atas
asas kekeluargaan. Dengan demikian, pembangunan ekonomi harus mampu
menghindarkan diri dari persaingan bebas, monopoli, dan bentuk lainnya yang
dapat menimbulkan penindasan, penderitaan dan kesengsaraan rakyat kecil.
3. Sosial Budaya
Pembangunan sosial budaya harus dilaksanakan atas dasar kepentingan
nasional yaitu terwujudnya kehidupan masyarakat yang demokratis, tentram,
aman, dan damai. Pemikiran tersebut bukan berarti bangsa Indonesia harus
steril dari pengaruh budaya asing. Artinya, pengaruh budaya asing harus
diterima apabila diperlukan dalam membangun masyarakat Indonesia yang
modern. Namun, perlu diingat bahwa masyarakat modern bukan berarti
masyarakat yang berbudaya Barat (westernisasi), melainkan masyarakat yang
tetap berpijak pada akar budayanya.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka tidak berlebihan apabila Pancasila


merupakan satu-satunya paradima pembangunan bidang sosial budaya. Hal ini
merupakan konsekuensi logis dari kesepakatan bangsa Indonesia bahwa
Pancasila merupakan kristlisasi nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia.
Meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa penggunaan Pancasila
sebagai paradigma pembangunan sosial budaya bukan satu-satunya jaminan
mencapai keberhasilan optimal.

Argumen di atas dapat dilihat dari keberhasilan masa Orde Baru dalam
melaksanakan pembangunan pada umumnya, bidang sosial budaya pada
khususnya. Sekilas kita dapat menyaksikan masyarakat yang tertib, aman, dan
damai. Namun sebenarnya pemerintah Orde Baru menanam bom yang siap
meledak, serta menghancurkan masyarakat Indsonesia.

Kegagalan pembangunan bidang sosial budaya hampir serupa dengan


kegagalan pembangunan bidang politik. Orde Baru yang belum berhasil
mewujudkan cita-citanya berganti dengan masa reformasi. Akan tetapi,
nyatanya perjuangan masa reformasi sering dimanfaatkan oleh kepentingan
politik tertentu, sehingga masa reformasi yang diharapkan dapat memperbaiki
bidang sosial budayapun belum dapat mencapai cita-citanya. Pertikaian antar
kelompok yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia merupakan bukti
kegagalan dalam membangun sistem sosial budaya yang sesuai ddengan nilai-
nilai kebenaran, serta harkat dan martabat manusia.

Oleh karena itu, nilai-nilai Pancasila harus dihayati dan diamalkan kembali agar
dapat menjadi dasar pembangunan bidang sosial budaya. Menurut
Koentowijoyo, Pancasila sebagai paradigma mempunyai ciri khas, seperti:
1. Universal karena mampu melepas simbol-simbol dari keterkaitan
struktur
2. Transedental karena mampu meningkatkan derajat kemerdekaan
manusia dan kebebasan spiritual.

Atas dasar argumen di atas semua masyarakat dapat berpartisipasi secara


rasional, proporsional dan realistis dalam membangun tatanan sosial budaya.
Akhirnya dalam rangka mewujudkan tatanan kehidupan yang demokratis,
aman, tentram, damai, adil, dan makmur menuntut partisipasi dari seluruh
komponen bangsa yang dilaksanakan atas nilai-nilai kebenaran.

4. Kehidupan antar umat

Setiap orang bebas memilih dan memeluk agama atau kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Kita semua sependapat bahwa semua agama dan
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa mengajarkan nilai-nilai kehidupan
yang paling luhur bagi umat manusia, baik dalam hubungan secara vertikal
maupun horizontal. Tujuan pengembangan kehidupan beragama adalah
terciptanya kehidupan sosial yang aman dan tentram, serta saling menghargai
dan menghormati satu sama lain. Pengembangan kehidupan beragama harus
di laksanakan atas dasar paradigma yang jelas dan dapat diterima oleh semua
penganut agama dan aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan
pancasila menjadi paradigma pengembangan kehidupan beragama. Dengan
paradigma pancasila, kiranya cukup jelas langkah-langkah dan strategi apa
yang harus di lakukan guna membangun kehidupan beragama yang paling
menguntungkan bagi seluruh masyarakat.

5. Iptek
Pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks)
merupakan salah satu persyaratan menuju terwujudnya kehidupan masyarakat
bangsa yang maju dan modern. Namun demikian, pengembangan ipteks bukan
semata-mata untuk mengejar kemajuan material, melainkan harus
memperhatikan aspek spiritual. Artinya, pengembangan ipteks diarahkan
untuk mencapai kebahagian lahr dan batin. Dengan kemampuan akalnya,
manusia dapat mengembangkan kreativitasnya guna menguasai ipteks
sehingga mampu mengelola kekayaan alam yang diberikan oleh Tuhan.
Namun, di sisi lain, teknologi dapat sangat berbahaya apabila salah
penggunaannya, seperti halnya teknologi nuklir yang dapat menimbulkan
malapetaka bagi manusia.
Atas dasar kenyataan di atas, maka perkembangan ipteks harus
memperhatikan aspek nilai. Sebagai bangsa yang telah memiliki pandangan
hidup Pancasila, maka tidak berlebihan apabila pengembangan ipteks
didasarkan atas paradigma Pancasila. Oleh karena itu, pengembangan ipteks
harus didasarkan pada nilai-nilai moral yang tekandung dalam sila-sila
Pancasila.

Pertama, sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengkomplementasikan ipteks dalam


perimbangan rasional, irasional, antara akal, rasa, dan kehendak.

Kedua, sila Kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan dasar-dasar


moralitas bahwa mengembangkan ipteks harus mempertimbangkan nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab

Ketiga, sila Persatuan Indonesia mengkomplementasikan sifat universal dan


internasionalisme (kemanusiaan) dalam kaitan dengan sila-sila yang lain.

Keempat, sila Kerakyatan yang dipempin oleh hikmat kebijaksanaan dalm


permusyawaratan/perwakilan merupak landasan bahwa pengembangan
ipteks  harus dilakukan secara demokratis.

Kelima, sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi landasan


bahwa pengembangan ipteks harus dapat mendatangkan keadilan bagi
kehidupan manusia

Dari pemikiran tersebut, maka pengembangan ipteks yang didasarkan pada


nilai-nilai Pancasila diharapkan dapat membawa perbaikan kualitas kehidupan
mausia.

Anda mungkin juga menyukai