Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN

DOSEN PENGAMPU : ENDANG SETYOWATI, SH.,MHum


DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 18

1. YULIYA SETIYANINGSIH (F.111.21.0182)


2. CHRISTY WIDELIA WANGGABUS (F.111.21.0183)
3. ANNA ADINDA PUSPASARI (F.111.21.0184)
4. NI’MAH AFIYAH SIMBOLON (F.111.21.0185)
5. MEISIA DWI PRASTIWI (F.111.21.0186)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SEMARANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat, karunia, dan perlindungan-Nya, penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah dengan judul “Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan”
dengan tepat waktu, makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok dari mata
kuliah pendidikan pancasila sebagai dasar bermoral dan beretika dalam kehidupan
penulis sebagai mahasiswa.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang penulis peroleh dari
buku panduan yang berkaitan dengan pancasila, serta infomasi dari media
elektronik berupa internet yang berhubungan dengan pancasila sebagai paradigma
pembangunan tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada pengajar
matakuliah pancasila atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.
Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat
diselesaikannya makalah ini.

Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai pancasila,
khususnya bagi penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak sangat penulis harapkan.

Semarang, 27 September 2021

Penulis.
DAFTAR ISI
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan


1. Definisi paradigma
Paradigma menurut KBBI adalah 1. daftar semua bentukan dari sebuah kata
yang memperlihatkan konjugasi dan deklinasi kata tersebut; 2. model dalam
teori ilmu pengetahuan: 3. kerangka berpikir. Secara terminologis,
paradigma dikembangkan oleh Thomas S. Khun dalam bukunya yang
berjudul The Structure of scientific Revolution (1970 : 49). Paradigma
diartikan sebagai asumsi teoritis yang umum, sehingga paradigma merupakn
sati sumber nilai, hukum, dan metodologi. Sesuai dengan kedudukannya,
paradigma memiliki fungsi yang strategis dalam membangun kerangka
berpikir dan strategi penerapannya sehingga setia[p ilmu pengetahuna
memiliki sifat, ciri, dan karakter yang khas berbeda dengan ilmu
pengetahuan lainnya.
2. Hubungan antara pancasila dan paradigma pembangunan
Paradigma adalah sebuah landasan dan kerangka berpikir, dasar NKRI
sebagai sebuah negara yang utuh adalah pancasila yang berhasil diciptakan
melalui perjuangan para pendiri bangsa dengan tujuan agar Indonesia dapat
berdiri tegak melalui sebuah landasan yang kokoh sebagai pembentuk
kerangka berpikir NKRI. Karena itu pancasila dapat dikatakan sebagai
paradigma dalam pembangunan aspek kehidupan bernegara dalam upaya
mengembangkan NKRI menuju asas – asas moralitas berdasarkan adat
istiadat dan keberagaman sosial – budaya negara Indonesia.

B. Bidang – Bidang Paradigma Pembangunan


1. Pancasila sebagai Paradigma dalam bidang hukum
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
adalah salah satu tujuan negara Indonesia. Maka dari itu untuk mewujudkannya
di perlukan perlindungan hukum kepada semua warga negara tanpa
diskriminasi, dengan demikian hukum yang dikembangkan harus merupakan
wujudan sila-sila yang terkandung dalam Pancasila.
Dengan demikian, hukum merupakan peraturan yang berupa norma dan
sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia,
menjaga ketertiban, keadilan, dan mencegah terjadinya kekacauan, tugas dan
tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja tetapi juga rakyat
Indonesia sebagai keseluruhannya. Atas dasar tersebut system keamanannya
adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa, jadi system pembangunan
pertahanan dan keamanan Indonesia di sebut juga sistem keamanan rakyat
semesta.

Pancasila mengalami pasang surut perkembangan, ini bukan disebabkan


oleh kelemahan nilai-nilai yang terkandung didalamnya,dalam penerapannya.
Sejalan dengan adanya penerimaan terhadap kebenaran nilai-nilai luhur
Pancasila maka melaju arus dan semangat untuk menjadikan Pancasila sebagai
paradigma.Tantangan yang dihadapi Pancasila selaku pandangan hidup dan
dasar negara selalu berbanding lurus dengan tantangan yang dihadapi NKRI
secara keseluruhan. Paradigma sesungguhnya merupakan cara pandang, nilai-
nilai, metode-metode, prinsip dasar untuk memecahkan suatu masalah yang
dihadapi oleh suatu bangsa ke masa depan. Hasil penelitian, menunjukan
Pertama, Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma
pembangunan hukum mengandung suatu konsekuensi bahwa segala aspek
pembangunan hukum dalam kerangka pembangunan nasional harus
mendasarkan kepada hakikat nilai-nilai Pancasila, Kedua, Sebagai suatu
paradigma pembangunan hukum, Pancasila menghendaki bahwa
perkembangan dalam masyarakat menjadi titik tolak dari keberadaan suatu
produk hukum.

2. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik

Kehidupan berbangsa dan bernegara pasti membutuhkan sistem ideologis


untuk memajukan bangsa. Indonesia sendiri memiliki Pancasila yang dijadikan
landasan Ideologi, yang mana didalamnya menyangkut paham politik. Oleh
karena itu, pembangunan politik merupakan aspek penting yang harus
diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik sendiri menurut
Prof Miriam Budiardjo (pakar ilmu politik Indonesia) politik adalah bermacam-
macam kegiatan dalam suatu sistem negara yang menyangkut proses
menentukan tujuan-tujuan sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan sistem
tersebut.

Proses pembangunan politik Indonesia saat ini permasalahannya ialah


bagaimana membentuk sistem politik Demokrasi yang handal, yaitu sistem politik
yang bukan saja mantap tetapi juga memiliki kualitas kemandirian yang tinggi
yang memungkinkan untuk membangun atau mengembang secara terus menerus
sesuai dengan tuntutan aspirasi masyarakat dan laju perubahan zaman. Dengan
begitu sistem politik Demokrasi Pancasila akan terus berkembang bersamaan
dengan berkembangnya jati diri Indonesia yang terkandung dalam hakekat
ideologi yang mendasari dan menjadi tujuan sistem politik.

Pembangunan politik penuh dengan strategis karena hampir semua


kebijaksanaan politik tidak dapat dipisahkan dari keberhasilannya. Tidak jarang
kebijakan pemerintah yang disampaikan publik mengecewakan sebagian besar
masyarakat. Beberapa persoalan yang menyebabkan kekecewaan masyarakat
antara lain:

1) Kebijakan dan kepentingan hanya dibangun atas dasar kepentingan politik


tertentu
2) Pemerintah dan elite politik kurang berpihak kepada masyarakat
3) Adanya tujuan tertentu untuk melanggengkan kekuasaan elite politik

Keberhasilan pembangunan politik bukan hanya dilihat atau diukur dari


pemilihan umum (pemilu) dan terbentuknya lembaga-lembaga demokratis seperti
MPR, Presiden, DPR, DPD, dan DPRD, melainkan juga harus diukur dari
kemampuan dan kedewasaan rakyat dalam berpolitik. Persoalan tentang
kemampuan dan kedewasaan rakyatlah yang harus menjadi prioritas
pembangunan bidang politik. Hal ini sesuai kenyataan objektif bahwa manusia
adalah objek negara karena itu, pembangunan politik harus dapat meningkatkan
harkat dan martabat manusia. Adapun sistem politik Indonesia juga bersumber
dari manusia sebagai subjek sehingga dalam proses pembangunan politik harus
mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat, yang mana sesuai dengan
sistem politik demokrasi yang berarti kekuasaan berasal dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat. Namun cita-cita ini sulit diwujudkan karena tidak ada kemauan
dari elite politik sebagai pemegang kebijakan politik dan kegagalan pembangunan
bidang politik selama ini.

Pembangunan politik semakin tidak jelas arahnya, hukum politik pun tidak
terlaksana sesuai dengan semestinya. Penyewengan-penyelewangan yang terjadi
tidak dapat ditegaklan oleh hukum bahkan aparat penegak hukum sendiri terlibat
dengan peradilan. Hukum yang berlaku hanya sebagai simbol dan formalitas tanpa
memiliki arti bagi kepentingan rakyat. Pancasila sebagai paradigma pembangunan
politik juga belum terlealisasikan sebagaimana yang negara ini cita-citakan. Oleh
karena itu, perlu adanya analisi ulang untuk mewujudkan yang benar-benar sesuai
dan dapat dilaksanakan secara tegas dan konsekuen. Bagaimanakah melaksanakan
paradigma tersebut dalam praksisnya? Inilah persoalan yang perlu mendapat
perhatian dalam pembangunan politik dimasa mendatang.

Apabila dianalisis, kegagalan terssebut disebabkan oleh beberapa persoalan


seperti:

1) Tidak jelasnya paradigma pembangunan politik


Meskipun Indonesia sudah memiliki paradigma pembangunan
politik, namun dalam praktik masih jauh dari kenyataan yang diharapkan.
Adanya elite politik yang terang-terangan melakukan penyelewengan,
hanya mementingkan diri sendiri dan kurang berpihak pada masyarakat,
melakukan praktik politik yang kurang etis dan kurang bermoral
merupakan indikasi belum dilaksanakannya Pancasila sebagai paradigma
pembangunan politik. Contohnya elite politik yang melakukan korupsi.
2) Penggunaan paradigma pembangunan parsial
Sudah sangat baik elite politik yang sudah menggunakan agama, hak
asasi, perstuan dan kesatuan, demokrasi, maupun kesejahteraan sebagai
dasar pembangunan politiknya. Namun, konsep-konssep tersebut sering
digunakan secara parsial (tidak keseluruhan) sehingga konsep yang satu
ingin diwujudkan secara nyata dan yang lainnya diabaikan. Sementara
penegak hukum sebagai sarana meluruskan pembangunan politik masih
terlibat suap-menyuap dan money politic. Bukan kepentingan nasional
yang dikedepankan, melainkan kepentingan pribadi dan kelompoklah yang
diprioritaskan.
3) Kurang berpihak pada hakikat pembangunan politik
Selama ini perkembangan politik masih jauh dari hakekat atau tujuan
utamanya. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya kemampuan masyarakat
dalam berpolitik. Bahkan tidak sedikit para politisi yang kemampuan
berpolitiknya masih sangat minim. Banyaknya konflik antar politik,
hampir tidak ada politis Indonesia yang dapat berpolitik secara etis.

Prinsip-prinsip pembangunan yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila


telah membawa pengaruh yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia
Indonesia. Pembangunan bidang ini boleh dikatakan telah gagal mendidik
masyarakat agar mampu berpolitik secara cantik dan etis karena lebih
menekankan upaya membangun dan mempertahankan kekuasaan.

Sebagai contoh permasalahan tersebut, para anggota DPR yang hempir selalu
menempuh cara musyawarah untuk mufakat dalam setiap mengambil keputusan.
Cara ini dimaksudkan agar anggota DPR tidak mendahulukan kepentingan umum
(nasional). Namun kenyataannya, tidak sedikit para anggota DPR yang melanggar
keputusannya. Hal ini membutukan bahwa para anggota DPR termasuk DPRD
belum memiliki kedewasaan dalam berpolitik. Oleh karena itu, tidak
mengherankan apabila masih banyak praktik politik yang berdasarkan atas
“kekuasaan” dan bukan atas dasar “nilai-nilai moral” yang diakui kebenarannya.

Edi Rohani dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Pancasila dan


Kewarganegaraan (2019), menjelaskan implementasi nilai-nilai pancasila dalam
pembangunan politik sebagai berikut:

 Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik,


budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
 Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam
pengambilan keputusan.
 Melaksankan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan
berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan.
 Menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradap demi
mencapai tujuan keadilan.
 Nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan
bersumber pada nilai ketuhanan Yang Maha Esa.

Bedasarkan pemikiran diatas, maka sistem politik negara harus


dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV dalam sistematika Pancasila). Namun,
dalam pengembangan dan aktualisasi politik negara dikembangkan atas asas nilai
moralitas. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik negara harus
dikembangkan atas asas nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai
kerakyatan, dan nilai keadilan.

3. Pancasila Sebagai Paradigma di Bidang Sosial Budaya

Dalam pengembangan sosial budaya pada masa reformasi dewasa ini kita
harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai
yaitu nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Prinsip etika Pancasila pada hakikatnya
bersifat humanistis, artinya nilai-nilai Pancasila mendasarkan pada nilai yang
bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya.
Dalam rangka pengembangan sosial budaya, Pancasila sebagai kerangka
kesadaran yang dapat mendorong untuk universalitas melepaskan simbol-simbol
dari keterikatan struktur, dan transedentalisasi meningkatkan derajat kemerdekaan
manusia, kebebasan spiritual. Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistis
karena memang pancasila]a bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia
itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab.

Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan


harkat dan martabat manusia, yaitu mnenjadi manusia yang berbudaya dan
beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia
biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita
menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara
fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaan nya Manusia harus
dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human. Berdasar sila
persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar
penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh
wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa. Perlu
ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai
kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima
sebagai warga bangsa.

Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan


kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma
baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan
yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan
menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara
untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang
Sila Kedua. Hak budaya komuniti dapat sebagai perantarapenghubungpenengah
antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem
perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat
dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia.

Dengan begitu, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku
bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal daerah dengan
pembangunan regional dan pembangunan nasional Sila Keempat, sehingga ia
akan menjamin keseimbangan dan kemerataan Sila Kelima dalam rangka
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakkan
kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI Sila Ketiga.

Pembangunan nasional bidang kebudayaan, harus dilandasi dengan berpikir


tentang masalah persatuan dan kesatuan bangsa. Negara harus menjalankan
pemerintahan yang serba efektif harus menghilangkan mental birokrasi serta mau
membangun sistem budaya dalam hal norma maupun pengembangan iptek dengan
melalukan pemberdayaan kebudayaan lokal guna memfungsikan etos budaya
bangsa yang majemuk. Kehidupan setiap insan harus dipertahankan dengan baik
dalam menghadapi segala tantangan dan hambatan serta dapat membangun
dirinya sendiri menjadi masyarakat yang berkeadilan, demokrasi, inovatif, dan
mencapai kemajuan kehidupan yang beradab. Apabila dicermati, sesungguhnya
nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan,
sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan-kebudayaan di daerah: 1 Sila
Pertama, menunjukan tidak satu pun suku bangsa ataupun golongan sosial dan
komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa; 2 Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh
segenap warga negara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan,
kedaerahan, maupun golongannya; 9 3 Sila Ketiga mencerminkan nilai budaya
yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk
mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat; 4 Sila Keempat,
merupakan nilai budaya yang tuas di kalangan masyarakat majemuk Indonesia
untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk
mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan.

4. Pancasila sebagai paradigma pembangunan dalam ekonomi

Pancasila sebagai paradigma juga berlaku dalam kehidupan perekonomian


negara karena ekonomi adalah bagian terpenting dalam pembangunan bangsa
sedangkan pancasila hadir sebagai sebuah dasar dalam bangunan perekonomian
tersebut. Nilai – nilai dalam pancasila terutama dalam sila pertama dan keempat
yaitu mengenai keTuhanan dan kemasyarakatan. Di dalam dua nilai ini lah
terkandung dasar – dasar yang menjadi landasan dalam proses pembangunan
ekonomi yakni bahwa sistem ekonomi di NKRI haruslah berdasar pada moralitas
keTuhanan, dan kemanusiaan. Selain itu, asas dalam pancasila mengenai
perekonomian Indonesia yang menjunjung tinggi ekonomi kerakyatan juga
terkandung dalam pasal 33 Undang – Undang Dasar Tahun 1945 yang
menegaskan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan.” Yang mengandung arti bahwasanya penyelenggaraan
kegiatan ekonomi nasional didasarkan pada kesejahteraan rakyat, sehingga
kemakmuran rakyat menjadi suatu tujuan dalam pengembangan ekonomi
nasional, pasal ini juga menyebutkan bahwa sistem persaingan bebas dan
monopoli dilarang dalam perekonomian. Mengenai pasal 33 ini, penjelasan UUD
1945 menyatakan: “Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi,
produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, dibawah pimpinan atau penilikan
anggota - anggota masyarakat.” Sehingga jelas sekali perbedaaan sistem ekonomi
pancasila di NKRI dan sistem – sistem ekonomi negara – negara lainnya, tentunya
asas kerakyatan menjadi penopang terbesar perekonomian nasional kita yang telah
ditentukan melalui pancasila sebagai dasar negara dan paradigma pembangunan
ekonomi.

Sesuai dengan paradigma pancasila dan hak – hak asasi rakyat, pemerintah
telah menetapkan bahwa pengelolaan ekonomi Indonesia diserahkan kepada 3
(tiga) bentuk badan usaha, yaitu :

a. Koperasi sebagai guru ekonomi Indonesia merupakan usaha bersama


yang berdasarkan asas kekeluargaan
b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Daerah (BUMD) adalah badan
usaha yang keseluruhan atau sebagian besar kepemilikannya oleh negara
c. Badan Usaha Swasta sebagai badan usaha profit milik perseorangan atau
kelompok swasta yang sektor ekonomi

Apabila ketiga badan usaha ini dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan
kewenangan dan kewajibannya rasanya tidak berlebihan apabila bangsa Indonesia
masih memiliki harapan bahwa ekonomi Indonesia akan mengalami kemajuan dan
tingkat stabilitas yang mantap.

C. Aktualisasi Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan

Hingga saat ini keberadaan pancasila sebagai dasar NKRI belum tergantikan
oleh ideologi apapun, asas - asas pancasila masih berdiri kokoh sebagai tolak
ukur moralitas negara kita dalam melaksanakan setiap penyelenggaran
pembangunan di berbagai aspek yang ada. Oleh karena itu, sebagai dasar negara
pancasila dikhayati bukan hanya sekedar kata – kata belaka melainkan dalam
tindakan yang konkrit dan nyata, yang membuktikan bahwa landasan ini telah
berhasil mencapai titik – titik tujuannya.
Aktualiasi atau bentuk nyata dari pancasila terdiri dari dua bentuk yakni
aktualisasi objektif dan subjektif :
a. Aktualisasi Objektif
Aktualisasi pancasila objektif yaitu aktualisasi pancasila dalam
berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan Negara
antara lain meliputi legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Selain itu juga
meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya seperti politik, ekonomi, hukum
terutama dalam penjabaran ke dalam undangundang, GBHN, pertahanan
keamanan, pendidikan maupun bidang kenegaraan lainnya.
b. Aktualisasi Subjektif
Aktualisasi pancasila subjektif adalah aktualisasi pancasila pada setiap
individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup Negara
dan masyarakat. Aktualisasi yang subjektif tersebut tidak terkecuali baik
warga Negara biasa, aparat penyelenggara Negara, penguasa Negara,
terutama kalangan elit politik dalam kegiatan politik perlu mawas diri agar
memiliki moral ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam
pancasila.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Kritik dan Saran


DAFTAR PUSTAKA

M.Syamsudin, Munthoha, Pramono Kartini, Akhwan Muzhoffar, Ruhlatudin


Budi.2009.Pendidikan Pancasila Menempatkan Pancasila dalam Konteks Keislaman dan
Keindonesiaan.Yogyakarta.Total Media.26 September 2021
Pratama Cahya Dicky.2020.Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Politik.
https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/25/201515569/pancasila-sebagai-paradigma-
pembangunan-politik.26 September 2021

Pitriyantini Eka Putri, Suardana Wayan, Antara Wayan.2018.Pancasila Sebagai Paradigma


Politik Hukum di Indonesia. https://ojs.universitastabanan.ac.id/index.php/majalah-ilmiah-
untab/article/download/9/8. 26 September 2021

Anda mungkin juga menyukai