Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gizi Buruk

1. Definisi
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang mengalami kekurangan
nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi
menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut
kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut
marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi
pada anak balita (bawah lima tahun). Gizi buruk adalah suatu kondisi di
mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan
lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori.2
2. Epidemiologi
Secara nasional prevalensi berat kurang pada tahun 2010 adalah 17,9
persen yang terdiri dari 4,9 persen gizi buruk dan 13,0 persen gizi kurang.
Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4
persen) sudah terlihat ada penurunan. Penurunan terutama terjadi pada
prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen pada tahun 2007 menjadi 4,9
persen pada tahun 2010 atau turun sebesar 0,5 persen, sedangkan
prevalensi gizi kurang tetap sebesar 13,0 persen. Bila dibandingkan
dengan pencapaian sasaran MDG tahun 2015 yaitu 15,5 persen maka
prevalensi berat kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 2,4
persen dalam periode 2011 sampai 2015.4
3. Penilaian Status Gizi4
Status gizi balita diukur berdasarkan umur, beart badan (BB) dan
tinggi badan (TB). Berat badan anak ditimbang dengan timbangan digital
yang memiliki presisi 0,1kg, panjang badan diukur dengan length-board
dengan presisi 0,1cm. Variabel BB dan TB anak ini disajikan dalam
bentuk tiga indikator antropometri, yaitu : berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB).
Untuk menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi
badan setiap balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (Z-
score) dengan menggunakan baku antropometri balita WHO 2005.
Selanjutnya berdasarkan nilai Z-score masing-masing indikator tersebut
ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut :
a. Klasifikasi status gizi beradasarkan indikator BB/U :
 Gizi buruk : Zscore < -3,0
 Gizi kurang : Zscore ≥ -3,0 s/d Zscore < -2,0
 Gizi baik : Zscore ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0
 Gizi lebih : Zscore > 2,0
b. Klasifikasi status gizi beradasarkan indikator TB/U :
 Sangat pendek : Zscore < -3,0
 Pendek : Zscore ≥ -3,0 s/d Zscore < -2,0
 Normal : Zscore ≥ 2,0
c. Klasifikasi status gizi beradasarkan indikator BB/TB :
 Sangat kurus : Zscore < -3,0
 Kurus : Zscore ≥ -3,0 s/d Zscore < -2,0
 Normal : Zscore ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0
 Gemuk : Zscore > 2,0

4. Klasifikasi
Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan protein, MEP
diklasifikasikan menjadi MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan
MEP derajat berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala
klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan dan anak tampak
kurus. Pada gizi buruk, di samping gejala klinis didapatkan kelainan
biokimia sesuai dengan bentuk klinis. Pada gizi buruk didapatkan 3 bentuk
klinis yaitu kwashirkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor, walaupun
demikian dalam penatalaksanaanya sama.5
5. Pemeriksaan5
a. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang,
atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak
mau makan, sering menderita sakit yang berulang atau timbulnya
bengkak pada kedua kaki, kadang sampai seluruh tubuh.
b. Pemeriksaan Fisik
i. MEP ringan, sering ditemukan gangguan pertumbuhan :
 Anak tampak kurus
 Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti
 Berat badan tidak bertambah, adakalanya bahkan turun
 Ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal
 Maturasi tulang terlambat
 Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal/menurun
 Tebal lipatan kulit normal atau berkurang
 Anemia ringan
 Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan
anak sehat.
ii. MEP berat
 Kwashiorkor :
- Perubahan mental apatis
- Anemia
- Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut /
rontok
- Gangguan sistem gastrointestinal
- Pembesaran hati
- Perubahan kulit (dermatosis)
- Atrofi otot
- Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai
seluruh tubuh.
 Marasmus :
- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
- Perubahan mental, cengeng
- Kulit kering, dingin, dan mengendor, keriput
- Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
- Otot atrofi hingga kontur tulang terlihat jelas
- Kadang-kadang terdapat bradikardi
- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang
sebaya.
 Marasmik-kwashiorkor :
- Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor
secara bersamaan.
 Kriteria diagnostik :
- Terlihat sangat kurus
- Edema nutrisional, simetris
- BB/TB < -3 SD
- LiLA <11,5 cm
c. Pemeriksaan Penunjang
 Kadar gula darah, darah tepi lengkap, urin lengkap, feses
lengkap, elektrolit serum, protein serum (albumin,globulin),
feritin.
 Tes mantoux
 Radiologi (dada, AP dan lateral)
 EKG
6. Tatalaksana6,7
Dalam proses penatalaksanaan MEP berat/ Gizi buruk terdapat 3
fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi.
Tabel 1. Tata Laksana Rumah Sakit pada Penderita Gizi Buruk
Tatalaksana MEP terdiri dari 10 langkah penting yaitu :
a. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak
dengan MEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah,
suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan
usahakan memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak
tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan
sendok.
b. Pengobatan dan pencegahan hiponatremia
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360
C. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan
adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu
ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat
bernafas.
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal,
dan meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu
dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini
dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap
setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap
dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh
kembali pada keadaan hipothermia.
c. Pengobatan dan pencegahan kekurangan cairan
Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap
setengah jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum,
lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3
sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral
khusus untuk MEP disebut ReSoMal.
Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan MEP berat/Gizi buruk
dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat
minum, lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer
Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan perbandingan 1:1.
d. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua MEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit diantaranya :
 Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma
rendah.
 Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)

Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan,


untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling
sedikit 2 minggu. Berikan :

 Makanan tanpa diberi garam/rendah garam


 Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang
diencerkan 2 X (dengan penambahan 1 liter air) ditambah 4
gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita MEP bisa makan
berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral (
Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk
makanan lumat/lunak.
e. Lakukan pengobatan dan pencegahan infeksi

Pada MEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan


adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu
pada semua MEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik
spektrum luas (kotrimoksasol atau amoksisilin).
f. Pemberian makanan balita MEP berat
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati,
karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik
berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan
dirancang sedemikian rup asehingga energi dan protein cukup untuk
memenuhi metabolisme basal saja.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½
yang dianjurkan dan jadwal
pemberianmakananharusdisusunsedemikianrupa agar
dapatmencapaiprinsiptersebutdiatasdenganpersyaratan diet
sebagaiberikut :
 Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
 Energi : 100 kkal/kg/hari
 Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
 Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg
bb/hari)
 Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi
Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ dengan
menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan
dengan sendok/pipet
 Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau
pengganti dan jadwal pemberian makanan harus disusun
sesuai dengan kebutuhan anak.
g. Perhatikan masa tumbuh kejar balita
Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-
lahan untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila
anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g
per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan
protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi
bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan
energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit
formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali
pemberian (200 ml/kgbb/hari).Setelah fase transisi dilampaui, anak
diberi:
 Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah
tidak terbatas dan sering.
 Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
 Protein 4-6 gram/kg bb/hari
 Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri
formula WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan
protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
 Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan
jumlah tidak terbatas dan sering
 Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
 Protein 4-6 g/kgbb/hari
 Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah
dengan makanan Formula karena energi dan protein ASI
tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
 Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

h. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro


Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin
dan mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa
memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan
berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian
besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.
i. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan
mental dan perilaku, karenanya berikan :
 Kasih sayang
 Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
 Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30
menit/hari
 Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
 Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan,
bermain dsb)
j. Persiapan untuk tindak lanjut dirumah
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
 Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara
teratur di Puskesmas
 Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk
memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat
pemberian makanan dan berat badan anak selalu ditimbang
setiap bulan secara teratur di posyandu/puskesmas.
 pemberian makan yang sering dengan kandungan energi
dan nutrien yang padat
 penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau
Posyandu
 Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal.
 Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi
(200.000 SI atau 100.000 SI ) sesuai umur anak setiap
Bulan Februari dan Agustus.
k. Penanganan Kondisi Penyerta3
1. Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1,
2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi
memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis:
* umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
* umur 6 – 12 bulan : 100.000 SI/kali
* umur 0 – 5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulkus dimata diberikan :
• Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap
2-3 jam selama 7-10 hari
• Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5
hari
• Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faal
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi
(kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar,
sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.
Tatalaksana :
o kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K
permanganat) 1% selama 10 menit
o beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
o usahakan agar daerah perineum tetap kering
o umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral

3. Parasit/cacing
Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat
antihelmintik lain.

4. Diare melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan
umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan
mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari
melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja
mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam
selama 7 hari.

5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux
(seringkali anergi) dan Rontgen foto toraks. Bila positif atau sangat
mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.

6 Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila :
• Hb < 4 g/dl
• Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung
Transfusi darah :
 Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ’packed red cells’ untuk
transfusi dengan jumlah yang sama.
 Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi
dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila
pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau
antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.

7. Pencegahan8
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dan kwashiorkor dapat
dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut
memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan
kesehatan dan penyuluhan gizi.
a. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber
energi yang paling baik untuk bayi.
b. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada
umur 6 bulan ke atas.
c. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan
lingkungan dan kebersihan perorangan.
d. Pemberian imunisasi.
e. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan
terlalu dekat.
f. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
g. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang
endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
8. Komplikasi9
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam
jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul
antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis,
hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan
kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan
namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch
up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini
berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi
buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis,
mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain.
Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ,
penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan
pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja
merosotnya prestasi anak.
9. Prognosis
Dengan pengobatan yang adekuat, umumnya penderita dapat
ditolong walaupun diperlukan waktu sekitar 2-3 bulan untuk tercapainya
berat badan yang ideal. Pada tahap penyembuhan yang sempurna,
biasanya pertumbuhan fisis hanya terpaut sedikit dibandingkan dengan
anak sebayanya. Namun perkembangan intelektualnya akan mengalami
kelambatan yang menetap, khususnya kelainan mental dan defisiensi
persepsi. Retardasi perkembangan akan lebih nyata lagi bila penyakit ini
diderita sebelum anak berumur 2 tahun, ketika masih terjadi proliferasi,
mielinisasi, dan migrasi sel otak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Dir Jen Bina Gizi dan


Kesehatan Ibu dan Anak. Pedoman pelayanan anak gizi buruk. 2011
Jakarta
2. Nency Y, Arifin M.T., 2005. Gizi Buruk Ancaman Generasi yang Hilang.
3. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit Pedoman
Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. 2011.
Jakarta
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
RI. Riset Kesehatan Dasar : RISKESDAS 2010. 2010. Jakarta
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. 2009. Jakarta
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Dir Jen Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I.
2011. Jakarta
7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Dir Jen Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II.
2011. Jakarta
8. diunduh dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_134_masalah_anak.pdf pada
tanggal 21-03-2015 pukul 20:13
9.

Anda mungkin juga menyukai