DEFINISI
Marasmus merupakan keadaan dimana seorang anak mengalami defisiensi energi dan
protein.3
B. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan Riskesdas 2013, kecenderungan prevalensi status gizi anak balita
menurut ketiga indeks BB/U, TB/U dan BB/TB, terlihat prevalensi gizi buruk dan gizi
kurang meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013. Prevalensi sangat pendek turun
0,8% dari tahun 2007, tetapi prevalensi pendek naik 1,2% dari tahun 2007. Prevalensi
sangat kurus turun 0,9% tahun 2007. Prevalensi kurus turun 0,6% dari tahun 2007.
Prevalensi gemuk turun 2,1% dari tahun 2010 dan turun 0,3% dari tahun 2007.
Disajikan dalam gambar berikut.5
C. KLASIFIKASI
Penentuan kekurangan energi protein (KEP) dilakukan dengan menimbang BB anak
dibandingkan dengan umur. Untuk menyatakan bahwa balita dikategorikan KEP
ringan, sedang, berat dengan menggunakan standar baku BB/U WHO-NCHS (Depkes
RI 1999).
1. KEP Ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita warna
kuning, atau BB/U 70% - 80% baku median WHO-NCHS
2. KEP Sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak dibawah garis
merah (BGM) atau BB/U 60% - 70% baku median WHO-NCHS
3. KEP Berat bila hasil penimbangan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS.6
D. ETIOLOGI
Gambaran klinis marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet
yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang
hubungan orang tua-anaknya terganggu, atau karena kelainan metabolik atau
malformasi kongenital. Gangguan berat setiap sitem tubuh dapat mengakibatkan
malnutrisi.3
E. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko dari marasmus:7
1. Kemiskinan : tidak tercukupi untuk memenuhi kebutuhan si anak
2. Pengetahuan orang tua : rendah, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
kebutuhan nutrisi bayi
3. Penyakit akut dan kronik : intake cukup namun output dan penyerapan bermasalah
4. Budaya tertentu : budaya tertentu membatasi konsumsi tertentu, budaya memiliki
banyak anak
5. Hamil muda : BBLR
6. Umur : balita lebih rentan mengalami marasmus karena kebutuhan yang meningkat
7. Geografi : lingkungan tempat tinggal, akses pelayanan kesehatan yang tidak memadai
8. Jenis kelamin : anak perempuan lebih tinggi dari anak laki2, namun perbedaan
prevalensi tidak besar
F. PATOFISIOLOGI/PATOGENESIS
G. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinisnya:4,9
- Kurus kering
- Tampak hanya tulang dan kulit
- Otot dan lemak bawah kulit atrofi
- Wajah seperti tua
- Berkerut dan keriput
- Layu dan kering
- Umumnya terjadi diare
- Cengeng dan rewel
- Iga gambang
- Perut cekung
H. DIAGNOSIS
Ada beberapa langkah untuk memastikan diagnosisnya:1
1. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak kurus, atau
berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak mau makan, sering
menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada kedua kaki, kadang
sampai seluruh tubuh.
2. Pemeriksaan fisik
a. MEP ringan
Sering ditemukan gangguan pertumbuhan:
- Anak tampak kurus
- Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti
- Berat badan tidak bertambah, adakalanya bahkan turun
- Ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal.
- Maturasi tulang terlambat
- Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal/menurun
- Tebal lipatan kulit normal atau berkurang
- Anemia ringan
- Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat
b. MEP berat
Kwashiorkor:
- Perubahan mental sampai apatis
- Anemia
- Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut / rontok
- Gangguan sistem gastrointestinal
- Pembesaran hati
- Perubahan kulit (dermatosis)
- Atrofi otot
- Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh
Marasmus:
- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
- Perubahan mental, cengeng
- Kulit kering, dingin dan mengendor, keriput
- Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
- Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas
- Kadang-kadang terdapat bradikardi
- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
Marasmik-kwashiorkor:
- Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor secara bersamaan.
Kriteria Diagnosis:
- Terlihat sangat kurus
- Edema nutrisional, simetris
- BB/TB < -3 SD
- Lingkar Lengan Atas <11,5 cm
3. Pemeriksaan Penunjang
- Kadar gula darah, darah tepi lengkap, urin lengkap, feses lengkap, elektrolit serum,
protein serum (albumin, globulin), feritinin.
- Tes mantoux
- Radiologi (dada, AP Lateral)
- EKG
I. TATALAKSANA
Menurut buku panduan tatalaksana anak gizi buruk yang diterbitkan oleh
Kementerian Kesehatan Tahun 2000, disusun berdasarkan buku Management Of
Severe Malnutrition WHO(1999), terdapat 10 langkah penting tatalaksana rutin KEP
berat/ gizi buruk, yaitu meliputi:10
1. Atasi/ cegah hipoglikemia
2. Atasi/ cegah hipotermia
3. Atasi/ cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/ cegah infeksi
6. Koreksi defisiensi nutrient mikro
7. Mulai pemberian makanan awal (Initial Refeeding)
8. Fasilitasi tumbuh keja (“Catch-up Growth”)
9. Lakukan stimulasi sensorik dan emosional
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut pasca perbaikan
Pemantauan
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30
menit.
Jika kada gula darah di bawah 3 mmol/L (<54 mg/dl), ulangi pemberian larutan
glukosa atau gula 10%.
Jika suhu rektal < 35,50C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia
disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai
keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).
Pencegahan
Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin, atau jika perlu
lakukan rehidrasi terlebih dahulu.
Pemberian makanan harus teratur setiap 2-3 jam, siang malam
J. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang akan terjadi yaitu:11
1. Gangguan kesehatan mental dan emosional
Menurut children’s defense fund, anak yang kekurangan asupan nutrisi
beresiko menderita gangguan psikologis seperti rasa cemas berlebih maupun
ketidakmampuan belajar. Gizi buruk juga dapat berdampak pada
perkembangan dan kemampuan adaptasi anak pada situasi tertentu.
Menurut india journal of psychiatry, anak yang kurang asupan yodium akan
mengalami hambatan pertumbuhan dan anak yang kekurangan zat besi akan
cenderung mengalami gangguan hiperaktif
2. Tingkat IQ yang rendah
Menurut National health and nutrition examination survey, anak dengan gizi
buruk cenderung melewatkan pelajaran sehingga tidak naik kelas
3. Infeksi , dapat terjadi saat kekebalan tubuh tidak adekuat akibat nutrisi yang terpenuhi
4. Stunting, balita merupakan masa dimana pertumbuhan sedang berkembang dan
memerlukan protein yang diandalkan untuk membangun sel-sel tubuh dan karbohidrat
sebagai sumber energi utama. Apabila anak kekurangan asupan, maka pertumbuhan
juga akan terganggu
5. Anemia, dapat terjadi apabila anak mengalami defisiensi zat besi dan asam folat.
K. PENCEGAHAN
Pencegahannya:3
1. Melakukan pemantauan status gizi pada anak melalui penimbangan berat badan
rutin setiap bulan menurut kartu menuju sehat (KMS)
2. Memenuhi kecukupan asupan nutrisi bagi anak
3. Melakukan penyuluhan oleh tenaga kesehatan tentang pentingnya nutrisi anak pada
1000 hari pertama
4. Pemberian makanan tambahan untuk balita beresiko.
L. PROGNOSIS
Dubia et Bonam