Anda di halaman 1dari 10

HUKUM PERJANJIAN

ASAS-ASAS DALAM PERJANJIAN DAN BENTUK PERJANJIAN

DOSEN: YUSSY ADELINA MANNAS, S.H., M.H.

OLEH:

NAMA: SANDRA PUTRI PRIMASARI

(1710112141)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2018
1. Pengertian Perjanjian
Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana seorang atau satu
pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau di mana dua orang atau dua
pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (Pasal 1313 KUHPerdata).
Oleh karenanya, perjanjian itu berlaku sebagai suatu undang-undang bagi pihak
yang saling mengikatkan diri, serta mengakibatkan timbulnya suatu hubungan
antara dua orang atau dua pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu
menerbitkan suatu perikatan antara dua orang atau dua pihak yang membuatnya.
Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangakaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Perbuatan hukum dalam perjanjian merupakan perbuatan-perbuatan untuk
melaksanakan sesuatu, yaitu memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yang
disebut prestasi. Prestasi itu meliputi perbuatan-perbuatan:
a. Menyerahkan sesuatu, misalnya melakukan pembayaran harga barang
dalam perjanjian jual beli barang,
b. Melakukan sesuatu, misalnya menyelesaikan pembangunan jembatan
dalam perjanjian pemborongan pekerjaan,
c. Tidak melakukan sesuatu, misalnya tidak bekerja di tempat lain selain
perusahaan tempatnya bekerja dalam perjanjian kerja.
Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan
mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub hak dan
kewajiban. Pihak yang berkewajiban memenuhi isi perjanjian disebut debitur,
sedangkan pihak lain yang berhak atas pemenuhan kewajiban itu disebut kreditur.
Dalam perjanjian jual beli mobil, sebagai penjual Gareng berhak memperoleh
pembayaran uang harga mobil, dan disisi lain ia juga berkewajiban untuk
menyerahkan mobilnya kepada Petruk. Sebaliknya, sebagai pembeli Petruk wajib
membayar lunas harga mobil itu dan ia sekaligus berhak memperoleh mobilnya.
Selain orang-perorangan (manusia secara biologis), para pihak dalam
perjanjian bisa juga terdiri dari badan hukum. Perseroan Terbatas (PT) merupakan
badan hukum yang dapat menjadi salah satu pihak atau keduanya dalam perjanjin.
Kedua-duanya merupakan subyek hukum, yaitu pihak-pihak yang dapat
melakukan perbuatan hukum, pihak-pihak yang mengemban hak dan kewajiban.
Suatu badan hukum segala perbuatan hukumnya akan mengikat badan hukum itu
sebagai sebuah entitas legal (legal entity). Meskipun perbuatan badan hukum itu
diwakili pemimpinnya, misalnya Direktur dalam Perseroan Terbatasnamun
perbuatan itu tidak mengikat pemimpin badan hukum itu secara perorangan,
melainkan mewakili perusahaan sebagai legal entity.
Dalam pelaksanaannya, jika terjadi pelanggaran perjanjian, misalnya salah
satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya (wanprestasi) sehingga
menimbulkan kerugian pada hak pihak yang lain, maka pihak yang dirugikan itu
dapat menuntut pemenuhan haknya yang dilanggar. Kalau Gareng sepakat untuk
menjual mobilnya kepada Petruk, demikian juga Petruk sepakat untuk membeli
mobil itu dari Gareng, maka keteledoran Petruk melakukan pembayaran harga
mobil secara tepat waktu akan melanggar hak Gareng. Selain melanggar hak,
keteledoran Petruk juga dapat merugikan Gareng karena Gareng tidak bisa
menjual mobil itu ke pihak lain yang memiliki komitmen lebih tinggi, secara
waktu Gareng telah dirugikan.
2. Asas-Asas dalam Perjanjian
a. Asas Konsensualisme (Persesuaian Kehendak)
Asas Konsensualisme merupakan esensial dari Hukum Perjanjian. Sepakat
mereka yang mengikatkan diri telah dapat melahirkan Perjanjian. Asas
Konsensualisme menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat dua orang atau
lebih telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau
lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut
mencapai kesepakatan, atau konsensus meskipun kesepakatan tersebut telah
dicapai secara lisan semata-mata. Asas konsensualisme mempunyai arti yang
terpenting, bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan
bahwa perjanjian itu (dan perikatan yang ditimbukanl karenanya) sudah dilahirkan
pada saat atau detik tercapainya konsensus. Pada detik tersebut perjanjian tersebut
sudah sah mengikat,buakn pada detik-detik lain yang terkemudian atau yang
sebelumnya. Asas ini ditemukan dalam pasal 1320 KUHPerdata dan dalam pasal
3120 KUHPerdata ditemukan istilah "semua" menunjukkan bahwa setiap orang
diberikan kesempatan untuk menyatakan keinginannya (Will) yang rasanya baik
untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan Asas
Kebebasan Mengadakan Perjanjian. (Mariam Darus Badrul zaman,2005,OP.Cit.,
hal 109,Gunawan Wijaya Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip
Keterbukaan(Aan vulend Recht) dalam Hukum Perdata, Raja Grafindo
Persada,Jakarta,2007,ha1.250).
b. Asas Kebebasan Berkontrak(Freedom Of Contract)
Asas Kebebasan Berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338
ayat(1) KUHPerdata yang berbunyi "semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Berdasarkan
Asas Kebebasan Berkontrak, maka orang pada asasnya dapat membuat perjanjian
dengan isi yang bagaimanapun juga, asal tidak bertentangan dengan undang-
undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Yang dimaksud undang-undang disini
adalah undang-undang yang bersifat memaksa. Dalam sistem terbuka hukum
perjanjian atau asas kebebasan berkontrak yang penting adalah "semua perjanjian"
(perjanjian dari macam apa saja), akan tetapi yang lebih penting lagi adalah
bagian "mengikatnya" perjanjian sebagai Undang-undang. Kebebasan Berkontrak
merupakan asas yang sangat penting dalam hukum pe:ganjian.Kebebasan ini
adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran dari Hak Asasi Manusia.

c. Asas Kekuatan Mengikat Perjanjian


Asas ini juga disebut sebagai asas pengikatnya suatu perjanjian, yang
berarti para pihak yang mambuat perjanjian itu terikat pada kesepakatan
perjanjian yang telah mereka perbuat. Dengan kata lain perjanjian yang diperbuat
secara sah berlaku seperti berlakunya undang-undang bagi para pihak yang
membutnya. Asas Pacta Sun Servanda ini terdapat dalam ketentuan pasal 1338
ayat(1) dan ayat (2) KUHPerdata yang menyatakan "semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang mambuatnya”.
Perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan sepakat kedua belah
pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang sudah dinyatakan cukup untuk
itu.
Dari perkataan "berlaku sebagai undang-undang dan tidak dapat ditarik
kembali"berarti bahwa perjanjian mengikat para pihak yang membuatnya,bahkan
perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan pihak
lawannya.berarti para pihak harus mentaati apa yang mereka sepakati bersama.
Pelanggaran terhadap isi perjanjian oleh salah satu pihak menyebabkan pihak lain
dapat melakukan tuntutan atas dasar wanprestasi dari pihak lawan. Asas ini berarti
siapa yang berjanji harus menepatinya atau siapa berhutang harus membayarnya.
d. Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik dalam bahasa hukumnya disebut de goedetrow. Asas ini
berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Mengenai asa itikad baik ini
terdapat dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menentukan "persetujuan-
persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik". Itikad baik dapat dibedakan
dalam pengertian subjektif dan objektif. Itikad baik dari segi subjektif berarti
kejujuran. Hal ini berhubungan erat dengan sikap batin seseorang pada saat
membuat perjanjian. Itikad baik dalam segi objektif berarti kepatutan yang
berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian atau pemenuhan prestasi dan cara
melaksanakan hakdan kewajiban haruslah mengindahkan norma-norma kepatutan
dan kesusilaan.
e. Asas Kepercayaan (Vetrouwensbeginsel)
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan
kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang
janjinya dengan kata lain akan memenuhi prestasinya dibelakang hari. Tanpa
adanya kepercayaan itu maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan kedua
belah pihak, dengan kepercayaan ini kedua pihak mengikatkan dirinya untuk
keduanya prrjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.

f. Asas Personalia
Asas ini merupakan asas pertama dalam hukum perjanjian yang
pengaturannya dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1315 KUHPerdata yang
bunyinya "pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama
sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri". Dari
rumusan tersebut diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian dibuat oleh
seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu atau pribadi hanya dapat mengikat
dan berlaku untuk dirinya sendiri.
g. Asas Persamaan Hukum
Asas ini menempatkan para pihak didalam persamaan derajat dan tidak
dibedabedakan baik dari warna kulitnya, bangsa. kekayaan, jabatan dan lain-lain.
Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan
kedua pihak untuk saling menghormati satu sama lain sebagai makhluk ciptaan
Tuhan.

h. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan
perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan.
Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi jika diperlukan dapat
menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur,namun kreditur memikul
beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik, sehingga kedudukan
kreditur dan debitur seimbang.

i. Asas Kepastian Hukum


Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian
hukum.Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu
sebagai undang-undang bagi para pihak.

j. Asas Moral
Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela
seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontraprestasi dari
pihak debitur.juga hal ini dapat terlihat dalam Zaakwarneming, dimana seseorang
yang melakukan perbuatan sukarela(moral) yhang bersangkutan mempunyai
kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya juga asas
ini terdapat dalam pasal 1339 KUHPerdata. Faktor-faktor yang memberi motivasi
pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan
kesusilaan(moral), sebagai panggilan hati nuraninya.

k. Asas Kepatutan
Asas ini dituangkan dalam pasal 1339 KUHPerdata.Asas kepatutan disini
barkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Asas ini merupakan ukuran
tentang hubungan yang ditentukan juga oleh rasa keadilan masyarakat.

l. Asas Kebiasaan
Asas ini diatur dalam pasal 1339 jo. Pasal 1347 KUHPerdata, yang
dipandang sebagai bagian dari perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa saja
yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang dalam kebiasaan dan lazim
diikuti.

m. Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung arti bahwa antara kreditur dan debitur
harus dilindungi oleh hukum. Namun yang perlu mendapat perlindungan adalah
pihak debitur karena piuhak ini berada pada posisi yang lemah.

Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan daripada pihak dalam


menentukan dan membuat suatu perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-
hari.Dengan demikian dapat dipahami bahwa dari keseluruhan asas tersebut diatas
merupakan hal yang penting dan mutlak harus diperhatikan bagi para pembuat
perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan
terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.
3. Bentuk-Bentuk Perjanjian
Secara umum perjanjian dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
perjanjian obligatoir dan perjanjian non obligatoir.

a. Perjanjian Obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang mewajibkan seseorang untuk


menyerahkan atau membayar sesuatu.

b. Perjanjian Non Obligatoir


Sedangkan perjanjian non obligatoir adalah perjanjian yang tidak
mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu.3 Perjanjian
obligatoir terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

a) Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang membebankan prestasi hanya


pada satu pihak. Misalnya perjanjian hibah, perjanjian penanggungan (borgtocht),
dan perjanjian pemberian kuasa tanpa upah. Sedangkan perjanjian timbal balik
adalah perjanjian yang membebankan prestasi pada kedua belah pihak. Misalnya
jual beli.

b) Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban

Perjanjian cuma-Cuma adalah perjanjian di mana pihak yang satu


memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu
manfaat bagi dirinya. Misalnya hibah, pinjam pakai, pinjam meminjam tanpa
bunga, dan penitipan barang tanpa biaya. Sedangkan perjanjian atas beban adalah
perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk melakukan prestasi berkaitan
langsung dengan prestasi yang harus dilakukan oleh pihak lain. Contoh perjanjian
atas beban adalah jual beli, sewa menyewa, dan pinjam meminjam dengan bunga.

c) Perjanjian konsensuil, perjanjian riil dan perjanjian formil

Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang mengikat sejak adanya


kesepakatan dari kedua belah pihak. Contohnya perjanjian jual beli dan perjanjian
sewa menyewa. Sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang tidak hanya
mensyaratkan kesepakatan, namun juga mensyaratkan penyerahan obyek
perjanjian atau bendanya. Misalnya perjanjian penitipan barang dan perjanjian
pinjam pakai. Perjanjian formil adalah perjanjian yang selain dibutuhkan kata
sepakat, juga dibutuhkan formalitas tertentu, sesuai dengan apa yang telah
ditentukan oleh undang-undang. Contohnya pembebanan jaminan usia.

d) Perjanjian bernama, perjanjian tak bernama dan perjanjian campuran


Perjanjian bernama adalah perjanjian yang secara khusus diatur di dalam
undang-undang. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara
khusus di dalam udang-undang. Misalnya perjanjian leasing, franchising dan
factoring. Sedangkan perjanjian campuran adalah perjanjian yang merupakan
kombinasi dari dua atau lebih perjanjian bernama. Misalnya perjanjian
pemondokan (kost) yang merupakan campuran dari perjanjian sewa menyewa dan
perjanjian untuk melakukan suatu pekerjaan (mencuci baju, menyetrika baju, dan
membersihkan kamar)

Perjanjian non obligatoir terbagi menjadi:

a) Zakelijk overeenkomst, adalah perjanjian yang menetapkan


dipidindahkannya suatu hak dari seseorang kepada orang lain. Misalnya
balik nama hak atas tanah.
b) Bevifs overeenkomst, adalah perjanjian untuk membuktikan sesuatu.
c) Liberatoir overeenkomst, adalah perjanjian dimana seseorang
membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban.
d) Vaststelling overenkomst, adalah perjanjian untuk mengakhiri keraguan
mengenai isi dan luas perhubungan hukum di antara para pihak.
Referensi:

Sajtipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 2000

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cetakan
kedelapan, Balai Pustaka, Jakarta, 1989

Subekti, R, Prof, S.H. dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang Undang Hukum
Perdata, Cetakan ke-31, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Subekti, R, Prof, S.H., Hukum Perjanjian, Cetakan ke-VIII, PT Intermasa.

Anda mungkin juga menyukai