Anda di halaman 1dari 10

Senjata Tradisional NTB

1. Senjata Tradisional Nusa Tenggara Barat - Tulup

Orang Indonesia mengenal tulup sebagai senjata yang digunakan untuk berburu atau menyerang
lawan dari jarak jauh. Tulup atau sumpit memang digunakan oleh banyak suku yang tinggal di
pedalaman Indonesia seperti di Kalimantan, Papua, Sumatra dan termasuk di Nusa Tenggara
Barat.

Nenek Moyang suku sasak di Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengenal tulup sebagai alat untuk
berburu binatang di hutan. Pemburu tradisional Sasak beranggapan bahwa, selain sebagai senjata
berburu, tulup juga dianggap sebagai benda sakral. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa
berburu adalah mata pencaharian mereka sedangkan tulup adalah alat mereka mencari rezeki,
untuk itu tulup perlu dihargai dan dihormati. Pensakralan terhadap tulup mereka ekspresikan
dalam bentuk memberi doa atau jampi-jampi pada tulup mereka. Selain untuk penghormatan dan
permohonan kepada Yang Kuasa, doa dan jampi-jampi ditujukan agar tulup dapat menghasilkan
banyak binatang buruan. Maka dari itu tidak heran jika oleh beberapa pemburu, tulup
beserta ancar (peluru tulup) dan terontong (tempat menyimpan ancar) selalu digantung di atas
tembok rumah-rumah mereka (Lalu Wiramaja et al., 1993).

Di zaman sekarang, beberapa kelompok masyarakat yang tinggal di dekat hutan, masih
menggunakan tulup untuk berburu. Hutan Lombok yang lebat dan banyaknya babi serta kera
yang berkeliaran di sana membuat praktik berburu ini masih diminati oleh beberapa penduduk.
Akan tetapi ketika pemerintah propinsi yang bekerjasama dengan Departemen Kehutanan
melarang kera (lutung budeng atau trachypithecus auratus kohlbruggei) untuk dibunuh karena
hewan ini termasuk hewan yang dilindungi, jumlah pemburu tradisional semakin hilang

Tulup orang Sasak mempunyai tiga komponen penting yaitu, gagang tulup, ancar (peluru tulup),
dan terontong (tempat menyimpan ancar). Agar binatang cepat mati, biasanya pada ancar(peluru
tulup) dioleskan racun yang berasal dari getah pohon tatar. Getah ini sangat manjur untuk
membunuh binatang. Binatang seperti kera akan mati dalam waktu lebih kurang 15-30 menit.
Sementara babi membutuhkan waktu lebih kurang 2 hari (Wiramaja et al., 1993). Saat berburu,
ketiga komponen tersebut harus dibawa karena ketiganya saling melengkapi.

Orang Sasak cukup mudah untuk mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan jika ingin membuat
tulup. Hal ini dikarenakan bahan-bahan tersebut tersedia dan tumbuh di sekitar lingkungan
tempat tinggal mereka. Tulup memiliki tiga komponen penting, yaitu gagang
tulup, ancar (peluru tulup), racun tulup dan terontong (tempat menyimpan ancar).

Adapun bahan pembuat tulup antara lain :


 Kayu meranti untuk membuat gagang tulup
 Pelepah pohon enau (pinang atau aren) untuk membuat batang dan mata ancar (peluru
tulup)
 Getah pohon tatar untuk membuat racun
 Bambu untuk membuat terontong

2. Senjata Tradisional Nusa Tenggara Barat - Keris

Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Barat juga mengenal berbagai macam keris sebagai senjata
tradisional. Namun, adanya dua lintasan yang dilalui budaya keris ke NTB, yaitu lintasan utara
dari Bugis masuk ke NTB bagian timur, sedangkan lintasan Barat dari Bali ke Lombok

Perbedaan keduanya antara lain dari segi bentuk. Keris Lombok secara umum berukuran besar
dan panjang, yakni antara 58 cm sampai 71 cm. Sedangkan keris Sumbawa berukuran besar dan
pendek, yakni antara 34 cm hingga 51 cm. Sementara itu keris Jawa berukuran sedang, antara 49
cm sampai 51 cm.

Istilah / nama Keris di lombok juga dikenal sebagai Sampari, yaitu istilah lokal etnis Mbojo
(Bima dan dompu) untuk Keris yang ber-teritorial di wilayah pulau Sumbawa bagian timur.
Tampilan tetap mengadopsi dari muasal induk, khas jajaran keris Sulawesi. Variasi kayu, seperti
biasanya memasangkan dua jenis pilihan, pada angkup (yang menyerupai badan kapal phinisi)
dan hulu menggunakan kayu kemuning, dengan tekstur yang lebih padat. Lalu pada gandar yang
bercorak coklat gelap sejauh ini belum bisa saya berhasil identifikasi. Tekstur kayu tidak sepadat
kemuning, namun melihat tektur terdapat formasi belang seperti merujuk pada jenis kayu yang
oleh komunitas Sulawesi dijuluki kayu Bawang.
3-Senjata Tradisional Nusa Tenggara Barat - Kelewang
Senjata tradisional Nusa Tenggara Barat selanjutnya yang akan kita kenal yaitu Klewang yang
merupakan pedang khas tentara khusus kerajaan Lombok. Kisaran tahun penciptaan berkisar
rentang 1700 – 1800 Masehi. Sebagaimana diungkap dalam buku “Keris Lombok” karangan
Bapak Ir. Lalu Djelenga. Masyarakat umum di Lombok lebih sering menyebut Klewang. Julukan
yang hampir sama bagi semua jenis pedang. Pasukan tentara kerap menyandang di bagian tubuh-
punggung belakang. Bentuk bilah besi terhunus dengan lengkungan khas. Ujung mata pedang
meruncing pada sisi bilah bagian yang tajam. Pamor pada pangkal bilah sangat kontras dengan
tera motif yang kian tampil cantik. Terutama pada bagian tengah bilah hingga ujung. Rentang
panjang bilah capai 50 cm.

Warangka terbuat dari kayu hitam. Tidak lazim seperti umumnya bahan warangka keris khas
Lombok, bersanding kayu Berora Pelet. Sedikit memberi kesan tegas dan garang. Namun masih
bernuansa estetis dengan tambahan asesoris, segmen bungkus lempeng perak dan kuningan.
Ukiran motif minimalis hanya terdapat pada bagian hulu warangka.

4. Senjata Tradisional Nusa Tenggara Barat - Golok

Pisau besar / golok ini merupakan salah satu senjata tradisional suku Sasak yang berasal dari
Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gagang golok terbuat dari tanduk ukir berbentuk seekor singa
utuh dengan kecermatan ukiran yang mengagumkan. Semacam mendak perak melingkar dintara
gagang golok dan bilahnya. Sarung golok terbuat dari kayu berukir motif tradisional setempat.
Sekilas tempak terlihat kemiripan pola ukiran dengan ukiran tradisional Bali. Bilah golok
ditempa dari baja putih tanpa pamor yang cukup tebal. Golok tradisional Lombok buatan lama
yang dibuat khusus untuk kalangan tertentu (bukan suvernir)
Senjata Tradisional Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Timur adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tenggara
Indonesia. Provinsi ini terdiri dari beberapa pulau, antara lain Pulau Flores, Pulau Sumba, Pulau
Timor, Pulau Alor, Pulau Lembata, Pulau Rote, Pulau Sabu, Pulau Adonara, Pulau Solor, Pulau
Komodo dan Pulau Palue. Ibukotanya terletak di Kupang, di bagian barat pulau Timor.

Provinsi ini terdiri dari kurang lebih 550 pulau, tiga pulau utama di Nusa Tenggara Timur adalah
Pulau Flores, Pulau Sumba dan Pulau Timor Barat (biasa dipanggil Timor).

Sahabat GPS Wisata Indonesia, dirangkum kembali Senjata Tradisional Nusa Tenggara Timur dari
berbagai sumber, dimungkinkan akan ada perbaruan bilamana diketemukan sumber baru.

Sundu

Senjata tradisional menyerupai Keris, berbentuk lurus dan pegangannya menyerupai bentuk sayap
burung. Ada pula motif horizontal melingkar pada sarung Sundu.

Senjata yang umumnya dipakai oleh penduduk NTT adalah Sundu atau Sudu, semacam keris.
Penduduk menganggapnya sebagai senjata tikam yang keramat.

Kabeala (Parang Pinggang)


Senjata sejenis parang berasal dari pulau Sumba dengan variasi ukuran panjang 48, 50,5; 53 dan
58,5 Cm.

Parang yang selalu di pinggang pria dewasa menjadi pemandangan luas di Sumba yang kini
merupakan wilayah empat kabupaten, yakni Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, dan
Sumba Barat Daya. Pemandangan seperti itu dijumpai mulai dari pedesaan hingga kota. Membawa
parang belum tentu berhubungan dengan kebutuhan kerja.
Kelengkapan busana adat Sumba sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Jawa. Kalau di Jawa
busana adatnya dengan keris yang diselipkan di pinggang bagian belakang. Sementara di Sumba,
busana adatnya dengan parang yang diselipkan di pinggang bagian samping.

Di Sumba, fungsi parang bisa diketahui melalui gagangnya. Kalau gagangnya dari kayu, hampir
dipastikan sebagai parang kerja. Jika parangnya bergagang tanduk hewan, apalagi dari gading,
dipastikan sebagai aksesori atau pelengkap busana adat pria Sumba. Di lingkungan orang Sumba,
kelompok parang terakhir itu lazim disebut sebagai parang pinggang.

Selain senjata tradisional Nusa Tenggara Timur diatas, dijumpai Saweo, Pisau dan Kampak.
Senjata Tradisional Kalimantan Utara

Kalimantan Utara, disingkat Kaltara merupakan Provinsi di Indonesia yang terletak dibagian utara
Pulau Kalimantan yang juga merupakan pecahan dari provinsi Kalimantan Timur. Kalimantan
Utara berbatasan dengan Negara bagian Serawak dan Sabah, Malaysia Timur. Awalnya,
pemekaran provinsi baru ini yang terpisah dari Kalimantan Timur mengalamai proses yang sangat
panjang mulai dari tahun 2000-an, hingga pada akhirnya pada 25 Oktober 2012 dalam rapat
paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan pembentukan provinsi baru Kalimantan
Utara sebagai provinsi yang ke-34 di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun
2012.

Mandau

Mandau adalah senjata tradisional yang berasal dari kebudayaan dayak di kalimantan. Mandau
juga menjadi salah satu senjata tradisional Indonesia. Mandau memiliki beragam ukiran pada
bilahnya yang memiliki makna tertentu. Mandau berasal dari asal kata “Man” salah satu suku di
china bagian selatan dan “dao” yang berarti golok dalam bahasa china.
Mandau memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan masyarakat suku dayak di Kalimantan. Pada
zaman dahulu, mandau digunakan masyarakat dalam peperangan dan juga pengayauan
(pemenggalan kepala musuh). Saat ini dikarenakan peperangan dan ngayau sudah jarang terjadi
pada masyarakat dayak di kalimantan sehingga mandau hanya digunakan pada ritual-ritual adat
dan juga sebagai hiasan.

Mandau juga terkandung nilai-nilai tertentu. Mandau mengandung makna magis seperti ritual pada
saat pembuatan mandau dan juga mandau yang digunakan pada ritual-ritual adat tertentu. Pada
aspek sosial, mandau digunakan oleh masyarakat sebagai alat berburu dan bertani. Sedangkan pada
aspek seni dan budaya, mandau merupakan identitas dari masyarakat dayak di kalimantan juga
mencirikan keberanian, ketelitian dan kesabaran.

Struktur Mandau

Mandau juga memiliki berbagai struktur, antara lain :

Kumpang

Kumpang adalah sarung bilah mandau. Kumpang terbuat dari kayu, dilapisi tanduk rusa, dan
lazimnya dihias dengan ukiran. Pada kumpang mandau diberi tempuser undang, yaitu ikatan yang
terbuat dari anyaman uei (rotan). Selain itu pada kumpang terikat pula semacam kantong yang
terbuat dari kulit kayu berisi pisau penyerut dan kayu gading yang diyakini dapat menolak binatang
buas. Mandau yang tersarungkan dalam kumpang biasanya diikatkan di pinggang dengan jalinan
rotan.

Ambang

Ambang adalah sebutan bagi mandau yang terbuat dari besi biasa. Sering dijadikan cinderamata.
Orang awam atau orang yang tidak terbiasa melihat atau pun memegang mandau akan sulit untuk
membedakan antara mandau dengan ambang karena jika dilihat secara kasat mata memang
keduanya hampir sama. Tetapi, keduanya sangatlah berbeda. Namun jika kita melihatnya dengan
lebih detail maka akan terlihat perbedaan yang sangat mencolok, yaitu pada mandau terdapat
ukiran atau bertatahkan emas, tembaga, atau perak dan mandau lebih kuat serta lentur, karena
mandau terbuat dari batu gunung yang mengandung besi dan diolah oleh seorang ahli. Sedangkan
ambang hanya terbuat dari besi biasa.

Bilah

Bilah atau mata mandau biasanya memiliki beberapa lekukan pada bagian ujungnya. Pada bilah
mandau juga memiliki ukiran yang berbeda antar daerah satu dan daerah lainnya. Ukiran tersebut
menjadi identitas mandau dari sub-suku dayak tertentu.

Hulu

Hulu mandau mempunyai dua (2) nilai penting. Pertama sebagai pegangan atau tangkai senjata.
Kedua bentuk hulu memberikan karakter pada sebuah mandau. Bentuk dasar hulu mandau
biasanya menyerupai binatang-binatang berkaki empat, burung dll. Maka sudah sepatutnya, jika
melihat dari catatan sejarah dan nilai-nilai yang terkandung didalam sebuah mandau, khususnya
masyarakat suku dayak terus melestarikan dan memiliki nilai kebanggan terhadap senjata
tradisional suku dayak ini.

Anda mungkin juga menyukai